1. Pengetian Globalisasi
2. Dampak Globalisasi Terhadap Bidang Politik Di Indonesia
3. Langkah Langkah Yang Perlu Diambil Indonesia Dalam Menghadapi Dampak Globalisasi
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum tentu harus memiliki hukum
nasional sendiri, dimaksudkan sebagai pedoman untuk melaksanakan roda pemerintahan. Dalam
membentuk hukum nasional bangsa Indonesia mengambil dari tiga sistem hukum. Tiga sistem
hukum dimaksud adalah hukum adat, hukum Islam dan hukum eks-Barat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam di Indonesia adalah unsur paling mayoritas.
Dalam tataran dunia Islam internasional, umat Islam Indonesia bahkan dapat disebut sebagai
komunitas muslim paling besar yang berkumpul dalam satu batas teritorial kenegaraan.
Masyarakat Indonesia yang mayoritas menganut ajaran agama Islam, tentu harus senantiasa
melaksanakan ajaran-ajaran itu. Namun sebagai bangsa yang berpalsafahkan Pancasila juga
harus dapat mengkoomodir seluruh kepentingan komponen bangsa.
Karena itu, menjadi sangat menarik untuk memahami hukum islam dalam tata hukum
dan pembinaan hukum nasional di tengah-tengah komunitas Islam terbesar di dunia ini.
Pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana kedudukan hukum islam dalam pembinaan hukum
nasional-misalnya, dapat dijawab dengan pemaparan-pemaparan yang akan disampaikan dalam
makalah ini.
B. Kerangka Pemikiran
Hukum islam mencerminkan seperangkat norma Ilahi yang mengatur tata hubungan
manusia dengan Allah,hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam kehidupan sosial
hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya.
Norma Illahi yang mengatur tata hubungan tersebut adalah 1) Kaidah-kaidah dalam arti
khusus atau kaidah ibadah murni,mengatur cara dan upacara hubungan langsung antara manusia
dan Tuhannya; 2)muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan makhluk
lain di lingkungannya.
Ciri khas hukum Islam,yakni 1) berwatak universal,berlaku abadi untuk umat islam di
manapun mereka berada,tidak terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau negara pada suatu
massa; 2) menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga,rohani dan
jasmani,serta memuliakan manusia dan kemanusian secara keseluruhan; 3) Pelaksanaan dalam
praktik digerakkan oleh iman dan akhlak umat Islam.
Hampir sembilan puluh persen penduduk Indonesia memeluk agama Islam namun tidak
serta merta negara Indonesia memberlakukan hukum Islam.Namun karena alasan
sejarah,penduduk,yuridis,konstitusional dan ilmiah hukum islam harus kita pelajari,terutama
dalam hal tata hukumnya.Penataan hukum Islam bagi pribadi muslim sangat dikaitkan dengan
kesadaran dan ketaatan agama pribadi Muslim tersebut.Dalam kaitannya dengan kehidupan
masyarakat,kalau pribadi-pribadi anggota masyarakat bersikap sadar dan taat,maka secara
otomatis keadaan sadar dan taat kepada Allah tercipta dalam masyarakat itu.Masyarakat
demikian adalah masyarakat islam (muslimin).Dari segi islam sendiri,penataan hukum adalah
karena Allah,dalam rangka taat kepada Allah dan Rasul,bukan karena pengaturan organisasi
bersama (masyarakat) .Dalam pemikiran hukum islam,ketaatan terhadap hukum islam bukan
karena organisasi negara atau kekuasaan organisasi bermasyarakat,melainkan karena kesadaran
moral,batin,dan lahir dalam beragama dan kehidupan beragamanya secara pribadi.Pribadi
muslim dipanggil untuk taat kepada Allah dan Rasul dalam kehidupannya di manapun dia berada
menurut kemampuannya.
2. Penataan hukum Islam bagi orang islam menurut Al-Quran :
1) Surah Al-Fatihah ayat 6 :
Artinya :
Tunjukilah kami jalan yang lurus
2) Surah An-Nisa ayat 59
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman,taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya) dan ulil-amri di antara
kamu.Kemudian,jika kamu berpendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan
Rasul jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.Yang kemudian itu lebig
utama dan lebih baik akibatnya.
3) Surah Al-Ahzab Ayat 36 :
Artinya :
Dan tidaklah patut bagi laki-laki dan perempuan yang mukmin,apabila Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan suatu ketetapan,ada pilihan yang lain tentang urusan mereka.Dan barang siapa
yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya,maka sungguh dia telah sesat yang nyata.
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum Islam dalam Tata Hukum di Indonesia
Sebelum uraian ini dilanjutkan ada beberapa kata yang perlu dijelaskan lebih
dahulu,yaitu kedudukan dan tata hukum.Yang dimaksud dengan kedudukan adalah tempat dan
keadaan,tata hukum adalh susunan atau sistem hukum yang berlaku disuatu daerah atau negara
tertentu.Dengan demikian yang akan dilukiskan dalam bagian ini adalah tempat dan keadaan
hukum islam dalam susunan atau sistem hukum yang berlaku di Indonesia.
Sebelum Belanda mengukuhkan kekuasaannya di Indonesia,hukum islam sebagai hukum
yang berdiri sendiri telah ada dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang disamping kebiasaan
atau adat penduduk yang mendiami kepulauan Nusantara ini.Menurut Soebardi,terdapat bukti-bukti
yang menunjukkan bahwa Islam berakar dalam kesadaran penduduk kepulauan Nusantara
dan mempunyai pengaruh yang bersifat normative dalam kebudayaan
Indonesia(S.Soebardi,1978:66).Pengaruh itu merupakan penetration pasifique, tolerante et
constructive (penetrasi secara damai, toleran dan membangun).
Hukum islam sebagai tatanan hukum yang dipegangi(ditaati)oleh mayoritas penduduk
dan rakyat Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam masyarakat,merupakan sebagian dari
ajaran dan keyakinan Islam dan ada dalam kehidupan hukum nasional serta merupakan bahan
dalam pembinaan dan pengembangannya.Namun demikian hukum islam di Indonesia bisa dilihat
dari aspek perumusan dasar negara yang dilakukan oleh BPUPKI(Badan Penyelidikan Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia),yaitu para pemimpin islam berusaha memulihkan dan
mendudukkan hukum islam dalam negara Indonesia merdeka itu.Dalam tahap awal,usaha para
pemimpin dimaksud tidak sia-sia,yaitu lahirnya piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 yang
telah disepakati oleh para pendiri negara bahwa negara berdasar kepada Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya.Namun,adanya desakan dari kalangan
pihak Kristen,tujuh kata tersebut dikeluarkan dari pembukaan UUD 1945,kemudian diganti
dengan kata “Yang Maha Esa”.Kemudian dijabarkan dalam pasal 29 batang tubuh UUD
1945,yang berbunyi:
1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu
Penggantian kata dimaksud,menurut Hazairin seperti yang dikutip oleh
muridnya(H.Mohammad Daud Ali) mengandung norma dan garis hukum yang diatur dalam
pasal 29 ayat(1) UUD 1945 bahwa negara Republik Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa.Hal itu hanya dapat ditafsirkan antara lain sebagai berikut:
1. Dalam negara Republik Indonesia tidak boleh terjadi atau berlaku sesuatu yang bertentangan
dengan kaidah hukum islam bagi umat Islam,kaidah agama Nasrani,atau agama Hindu-Bali
bagi orang-orang Hindu-Bali,atau yang bertentangan dengan kesusilaan agama Buddha bagi
orang Buddha.Hal ini berarti di dalam wilayah negara Republik Indonesia ini tidak boleh
berlaku atau diberlakukan hukum yang bertentangan dengan norma-norma(hukum)agama
dan kesusilaan bangsa Indonesia.
2. Negara Republik Indonesia wajib menjalankan syariat islam bagi orang islam,syariat Nasrani
bagi orang Nasrani,dan syariat Hindu-Bali bagi orang Hindu-Bali.Sekadar menjalankan
syariat tersebut memerlukan perantaraan kekuasaan negara.Makna dari penafsiran kedua
adalah Negara Republik Indonesia wajib menjalankan dalam pengertian menyediakan
fasilitas agar hukum yang bersal dari agama yang dianut oleh bangsa Indonesia dapat
terlaksana sepanjang palaksanaan hukum agama itu memerlukan bantuan alat kekuasaan atau
4. penyelenggara negara.Artinya penyelenggara negara berkewajiban menjalankan syariat yang
dipeluk oleh bangsa Indonesia untuk kepentingan pemeluk agama bersangkutan. Syariat yang
berasal dari agama islam misalnya,yang disebut syariat islam,tidak hanya memuat hukum
salat,zakat,puasa dan haji,melainkan juga mengandung hukum dunia baik keperdataan
maupun kepidanaan yang memerlukan kekuasaan negara untuk menjalankannya secara
sempurna.Misalnya hukum harta kekayaan,hukum wakaf,penyelenggaraan ibadah
haji,penyelenggaraan hukum perkawinan dan kewarisan,penyelenggaraan hukum
pidana(islam)seperti zina,pencurian,dan pembunuhan.Hali ini memerlukan kekuasaan
kehakiman atau peradilan khusus (peradilan agama) untuk menjalankannya,yang hanya dapat
diadakan oleh negara dalam pelaksanaan kewajibannya menjalankan syariat yang berasal dari
agama Islam untuk kepentingan umat Islam yang menjadi warga negara Republik Indonesia.
3. Syariat yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan negara untuk menjalankannya.Oleh
Karena itu dapat dijalankan sendiri oleh setiap pemeluk agama yang bersangkutan,menjadi
kewajiban pribadi terhadap Allah bagi setiap orang itu menjalankannya sendiri menurut
agamanya masing-masing.Ini berarti hukum yang berasal dari suatu agama yang diakui di
negara Republik Indoneia yang dapat dijalankan sendiri oleh masing-masing pemeluk agama
bersangkutan (misalnya hukum yang berkenaan dengan ibadah,yaitu hukum yang pada
umumnya mengatur hubungan manusia,dengan Tuhan) biarkan pemeluk agama itu sendiri
melaksanakannya menurut kepercayaan agamanya masing-masing(H.Mohammad Daud
Ali,1991:8)
Hukum Islam (fiqih) sebagai salah satu sistem hukum yang berlaku di Indonesia telah
mendapatkan tempatnya dengan jelas ketika mantan Menteri Kehakiman Ali Said berpidato di
depan simposium pembaharuan hukum perdata nasional yang diadakan pads tanggal 21
Desember 1981 di Yogyakarta.
Keberadaan sistem Hukum Islam di Indonesia sejak lama telah dikukuhkan dengan
berdirinya sistem peradilan agama yang diakui dalam sistem peradilan nasional di Indonesia.
Bahkan dengan diundangkannya UU tentang Peradilan Agama tahun 1998, kedudukan
Pengadilan Agama Islam itu makin kokoh. Akan tetapi, sejak era reformasi, dengan
ditetapkannya Ketetapan MPR tentang Pokok-Pokok Reformasi yang mengamanatkan bahwa
keseluruhan sistem pembinaan peradilan diorganisasikan dalam satu atap di bawah Mahkamah
Agung, timbul keragu-raguan di beberapa kalangan mengenai eksistensi pengadilan agama itu,
terutama dari kalangan pejabat di lingkungan Departemen Agama yang menghawatirkan
kehilangan kendali administratif atas lembaga pengadilan agama. Pembinaan kemandirian
lembaga peradilan ke bawah Mahkamah Agung itu memang dilakukan bertahap, yaitu dengan
jadwal waktu lima tahun. Tetapi, dalam masa lima tahun itu, berbagai kemungkinan mengenai
keberadaan pengadilan agama masih mungkin terjadi, dan karena itu penelitian mengenai baik
buruknya pembinaan administratif pengadilan agama di bawah Departemen Agama atau di
bawah Mahkamah Agung perlu mendapat perhatian yang seksama.
Pengakuan terhadap sistem Hukum Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari
sistem ketatanegaraan nasional, akan berdampak sangat positif terhadap upaya pembinaan
ketatanegaraan nasional. Setidak-tidaknya, kita dapat memastikan bahwa di kalangan sebagian
terbesar masyarakat Indonesia yang akrab dengan nilai - nilai Islam, kesadaran kognitif dan pola
perilaku mereka dapat dengan memberikan dukungan terhadap norma-norma yang sesuai
kesadaran dalam menjalankan syari'at agama. Dengan demikian. pembinaan kesadaran
ketatanegaraan masyarakat dapat lebih mudah dilakukan dalam upaya membangun sistem
supremasi hukum di masa yang akan datang. Hal itu akan sangat berbeda jika norma-norma
hukum yang diberlakukan justru bersumber dan berasal dari luar kesadaran hukum masyarakat.
5. B. Hukum Islam dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia
kedudukan hukum Islam dalam ketataneragaraan nasional, adalah bahwa hukum Islam yang
merupakan salah satu komponen tatanegaraan Indonesia menjadi salah satu sumber bahan baku
bagi pembentukan hukum nasional. Dengan demikian jelas hukum Islam tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan mayoritas masyarakat Indonesia. Oleh karenanya untuk menunjang hal tersebut,
birokrasi sebagai pemegang political will harus senantiasa dapat memperjuangkan akan peranan
hukum Islam dalam ketatanegaraan nasional. Sehingga dengan demikian hukum Islam dapat
mewarnai sekaligus menjiwai setiap perundang-undangan ketatanegaraan nasional Indonesia.
Untuk membangun dan membina hukum serta ketatanegaraan nasional diperlukan politik
hukum tertentu.Politik hukum nasional Indonesia pokok-pokoknya ditetapkan dalam Garis-Garis
besar Haluan Negara,dirinci lebih lanjut oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia.Untuk
melaksanakannya,telah didirikan satu lembaga yang (kini)bernama Badan Pembinaan Hukum
Nasional,disingkat BPHN atau Babinkumnas.Melalui koordinasi yang dilakukan oleh badan ini
diharapkan,di masa yang akan datang,akan terwujud satu hukum nasional di tanah air kita.
Pengakuan terhadap sistem ketetanegaraan adalah Islam sebagai bagian tak terpisahkan
dari sistem ketatanegaraan indonesia, akan berdampak sangat positif terhadap upaya pembinaan
hukum nasional dan ketatanegaraan. Setidak-tidaknya, kita dapat memastikan bahwa di kalangan
sebagian terbesar masyarakat Indonesia yang akrab dengan nilai - nilai Islam, kesadaran kognitif
dan pola perilaku mereka dapat dengan memberikan dukungan terhadap norma-norma yang
sesuai kesadaran dalam menjalankan syari'at agama. Dengan demikian. pembinaan kesadaran
hukum supremasi hukum di masa yang akan datang. Hal itu akan sangat berbeda jika norma-norma
hukum yang diberlakukan justru bersumber dan berasal dari luar kesadaran hukum
masyarakat.
6. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Keberadaan sistem Hukum Islam dalam hubunganya ketatanegaraan di Indonesia sejak
lama telah dikukuhkan dengan berdirinya sistem peradilan agama yang diakui dalam
sistem peradilan nasional di Indonesia. Bahkan dengan diundangkannya UU No.7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama, kedudukan Pengadilan Agama Islam itu semakin kokoh
2. kedudukan hukum Islam dalam pembinaan ketatanegaraan nasional, adalah bahwa
hukum Islam yang merupakan salah satu komponen tata ketatanegaraan Indonesia
menjadi salah satu sumber bahan baku bagi pembentukan hukum nasional. Dengan
demikian jelas hukum Islam tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mayoritas masyarakat
Indonesia. Oleh karenanya untuk menunjang hal tersebut, birokrasi sebagai pemegang
political will harus senantiasa dapat memperjuangkan akan peranan hukum Islam dalam
pembinaan hukum nasional. Sehingga dengan demikian hukum Islam dapat mewarnai
sekaligus menjiwai setiap perundang-undangan nasional Indonesia. Dalam membentuk
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, diperlukan adanya pendukung-pendukung.
Yaitu, adanya perubahan dalam UUD 1945 ( Amandemen UUD 1945). Karena, menurut
pendapat saya, bila tidak ada perubahan dalam tatanan hukum yang baru kita sulit untuk
menuju tujuan negara Republik Indonesia. Dan dalam membentuk tatanan negara
diperlukan persatuan dalam negara agar terdapat kedaulatan rakyat yaitu seperti yang
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan sebagai berikut: “
………, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada …..” dan agar tercapai
tujuan negara, sistem ketatanegaraan yang terdiri dari perubahan UUD 1945, negara
kesatuan, bentuk pemerintahan republik, sistem pemerintahan presidensial, dan sistem
politik demokrasi, harus berjalan dengan baik agar tujuan negara kita bisa tercapai.
B. Saran
Agar makalah ini menjadi lebih baik di masa yang akan datang,kami
mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari para pembaca. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan kita terutama dalam
bidang hukum pada umumnya,dan menambah pengetahuan di bidang hukum islam pada
khususnya.
7. DAFTAR PUSTAKA
Ali,Mohammad Daud.2006.Hukum Islam,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia.Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Ali,Zainuddin.2006.Hukum Islam,Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia.Sinar
Grafika : Jakarta.
Praja,Juhaya S.1991.Hukum Islam di Indonesia,Perkembangan dan
Pembentukan.Remaja Rosdakarya : Bandung.
Rofiq,Ahmad.1998.Hukum Islam di Indonesia.Raja Grafindo Persada : Jakarta
www.digilib.itb.ac.id
www.google.com
www.theceli.com
8. KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas kehendak-Nyalah
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul “HUKUM ISLAM DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
INDONESIA” yang isinya dikutip dari beberapa sumber baik dari buku maupun situs internet.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak.Karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah yang
telah memberi kepercayaan dan kesempatan untuk membuat makalah ini dan semua pihak yang
telah membantu.
Makalah ini kami susun dengan maksimal baik dari segi materi maupun cara
penulisannya.Namun,kami mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun agar
makalah ini menjadi lebih baik dimasa yang akan datang.
Harapan penulis,mudah-mudahan makalah ini benar-benar memberikan manfaat bagi
pembaca.
Penulis
9. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………….……………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………..
B. Kerangka Pemikiran…………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
A. Hukum Islam dalam Tata Hukum di Indonesia
B. Hukum Islam dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan………………………………………………………………
B.Saran……………………………………………………………………..
Daftar Pustaka………………………………………......