2. DEFINISI WAHYU DAN NABI
A. Definisi Wahyu
Menurut arti lughawi (kamus bahasa Arab), wahyu
memiliki arti:
Al-isyarah al-sari’ah: isyarat yang tepat
Al-kitabah: tulisan
Al-maktub: tertulis
Al-risalah: pesan
Al-ilham: ilham
Al-I’lam al-khafi: pemberitahuan yang bersifat tertutup dan
tidak diketahui pihak lain
Al-kalam al-kahfi al-sari’: pembicaraan yang bersifat tertutup
dan tidak diketahui pihak lain dan cepat.
3. Menurut Rasyid Ridha, “Wahy” atau wahyu adalah
pemberitahuan yang bersifat tertutup, tidak diketahui pihak
lain, cepat, dan khusus hanya kepada yang dituju.
Menurut para ulama dari arti kebahasaan, wahyu adalah
pemberitahuan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada seorang nabi
tentang berita-berita gaib, syari’at, dan hukum tertentu.
Wahyu harus mengandung dua unsur utama. Yaitu (1)
pemberi berita (Allah Subhanahu wa Ta’ala), (2) Penerima
berita (nabi), sehingga tidak dimungkinkan terjadinya wahyu
tanpa keduanya atau menafikan keduanya.
4. B. Definisi Nabi
Menurut lughawi, kata “al-nabi” berasal dari kata “al-naba”
yang berarti “berita yang berarti dan penting”.
Al-nabi adalah orang yang membawa berita yang penting.
Secara terminologis, “al-nabi” adalah seseorang yang diberi
wahyu oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik diperintahkan
untuk menyampaikan (tabligh) atau tidak. Jika Ia diperintahkan
untuk menyampaikan kepada yang lain, maka Ia disebut
“rasul”.
5. C. Universalitas Fenomena Wahyu dan Nabi
“Tidaklah anak adam dilahirkan kecuali dalam keadaan suci (fitrah), maka
orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (HR.
Bukhari)
Pengesaan Tuhan (tauhid) berasal dari sebuah perjanjian dari setiap individu
di depan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Manusia yang dilahirkan naluri
keagamaan sudah melekat secara fitrah.
Allah mengutus nabi dan rasul agar manusia tidak lagi beragumentasi dan
membantah Allah untuk tidak beriman kepada-Nya serta tidak menyembah-
Nya.
Semua manusia sebenarnya dari segi fitrah dan tabiatnya bertemu dalam satu
agama yang sama yaitu “agama alami”, “agama fitrah” atau agama “Islam
Universal” dimana semua manusia mendapatkan porsi wahyu yang sama dari
para nabi dan rasul.
6. D. Substansi Wahyu Samawi atau Risalah Para Nabi dan Rasul
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Nabi-nabi adalah bersaudara, agama mereka satu meskipun ibu-ibu mereka
berlainan”. (HR. Abu Dawud)
Agama samawi adalah tunggal.
Kesatuan wahyu berujung pada kesatuan substansi dan kesatuan agama
yang diturunkan, yaitu Islam, yang oleh Ibnu Taimiyyah disebut sebagai
Al-Islam al-Am (Islam Universal).
Islam merupakan agama semua nabi dan rasul beserta pengikut-pengikut
mereka.
Islam adalah agama Nabi Nuh as, Nabi Ibrahim as, Nabi Yusuf as, Nabi
Musa as, Nabi Sulaiman as, nabi-nabi Bani Isra’il dan Islam adalah agama
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Substansi wahyu samawi yang dikomunikasikan kepada manusia lewat para
nabi dan rasul sepanjang sejarah, pada dasarnya menurut perspektif tauhidi
adalah “agama fitrah”
7. E. Wahyu dan Nabi Pamungkas
Substansi wahyu samawi atau al-Islam al-Amm (Islam
Universal) dalam operasionalnya di panggung sejarah senantiasa
disesuaikan dengan kondisi yang sesuai dengan zaman.
Adanya perubahan-perubahan zaman yang terus berkembang
membuat dunia ini membutuhkan aturan-aturan.
Allah Subhanau wa Ta’ala kemudian mengutus serangkaian
utusan (nabi dan rasul) sepanjang sejarah dengan membawa
wahyu yang bersifat universal dan lebih spesifik dan relevan
dengan masalah dan tuntutan ruang dan waktu masing-masing.
8. Wahyu pamungkas yang dibawakan oleh nabi pamungkas
merupakan wahyu yang dimaksudkan sebagai pamungkas dari
seluruh rangkaian “komunikasi langit verbal”.
Wahyu bersifat fleksibel sehingga prinsip ijtihad yang dimiliki
mampu memberikan solusi segala bentuk perubahan dan
perkembangan masyarakat modern sampai akhir zaman