Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Gejala umumnya berupa demam, nyeri perut, dan erupsi kulit yang berlangsung selama 3 minggu. Penyakit ini sering ditemukan di Asia termasuk Indonesia. Penanganannya meliputi pemberian antibiotik, rehidrasi, dan nutrisi. Studi kasus menunjukkan pasien dengan keluhan diare, mual dan demam yang diobati dengan antibiotik, inf
4. Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella typhi
C. Penyakit ini mempunyai tanda – tanda khas berupa perjalanan yang cepat yang
berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala demam, nyeri perut, dan erupsi
kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini sangat
sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia.
(Abdurrachman & Febriana, 2018)
Gejala klinis yang ditimbulkan secara bertahap, mulai dari yang ringan hingga
berat, timbul dalam bentuk gejala umum 1-3 minggu setelah terpapar seperti
demam, sakit kepala, malaise (merasa tidak nyaman), anoreksia (hilangnya nafsu
makan), serta mialgia (nyeri otot). Namun pada pemeriksaan fisik hanya ditemukan
berupa gejala demam dan terus meningkat hingga suhu mencapai 40OC. (Metode
et al., 2021)
DEFINISI DEMAM TIFOID
5. Salmonella Typhi merupakan bakteri dari subspesies Salmonella enterica
yang menjadi penyebab demam tifoid dengan manifestasi demam yang berlangsung
lama. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, tumbuh pada
suasana aerob dan fakultatif aerob serta masuk dalam keluarga Enterobacteriaceae.
Bakteri ini tidak berspora, bergerak dengan flagella serta memiliki 3 jenis antigen
yaitu antigen O, H, dan VI didalam serum penderita demam tifoid. Seseorang yang
serumnya mengalami infeksi akan mendapatkan perlindungan dari aksi bakterisida
karena peran dari antigen Vi (JANNAH, 2021)
Faktor yang menimbulkan terjadinya penyakit demam tifoid antara lain
tingkat higienis dan sanitasi lingkungan yang rendah, makanan dan minuman yang
telah terkontaminasi bakteri yang berasal dari feses maupun urin yang terinfeksi.
(Hapsari, 2019).
ETIOLOGI DEMAM TIFOID
6. EPIDEMIOLOGI
Manusia adalah satu-satunya reservoir untuk Salmonella Typhi dengan penularan
penyakit yang terjadi melalui rute fecal-oral, biasanya konsumsi makanan atau air
yang terkontaminasi. Diperkirakan 17 juta kasus penyakit demam tifoid dan
paratifoid terjadi secara global pada tahun 2015 terutama di Asia Selatan, Asia
Tenggara, dan Afrika sub-Sahara, dengan beban dan insiden terbesar yang terjadi
di Asia Selatan. Tanpa diobat, baik demam tifoid maupun paratifoid mungkin fatal
dengan 178.000 kematian diperkirakan di seluruh dunia pada tahun 2015 (Ardiaria,
M. 2019).
Menurut Kementrian Kesehatan RI, prevalensi demam tifoidadi Indonesia sekitar
350-810 per 100.000 penduduk. Artinya terdapat 600.000-1.500.000 kasus demam
tifoid tiap tahunnya. (Levani & Prastya, 2020).
8. Kuman salmonella typhi yang masuk kesaluran gastro Intestinal, ditelan oleh sel-sel fagosit ketika masuk
melewati mukosa dan oleh makrofag yang ada di dalam lamina propina.
Sebagian dari salmonella typhi masuk ke usus halus mengadakan invanigasi ke jaringan limfoid usus halus (plak
peyer) dan jaringan limfoid mesentrika. Kemudian Salmonella typhi masuk melalui folikel limfatik dan sirkulasi
darah sistemik sehingga terjadi bakterimia.
Pada mulanya, plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti infitrat atau
hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak
Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda
peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dengan tanda tanda infeksi pada RES
Pada minggu selanjutnya di mana infeksi Intestinal terjadi dengan tanda-tanda suhu tubuh masih
tetap tingi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus (demam kontinu)
11. Gejala dari demam tifoid beragam. Gejala dari demam tifoid biasanya
berkembang sekitar 1-3 minggu setelah terpapar. Demam, pusing, sakit
kepala, rasa tidak nyaman di perut, mual muntah, diare, batuk merupakan
gejala klinis yang timbul pada minggu pertama. Setelah itu, pada minggu
kedua pasien merasakan demam yang lebih berat dimana akan meningkat
pada sore dan malam hari. Selain itu, muncul gejala seperti rose-spot pada
dada serta hepatosplenomegaly (Dougan G & Baker S, 2014)
MANIFESTASI KLINIS
12. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ranganatha A. Devaranavadagi dan
Srinivasa S. pada September 2015 hingga Desember 2016, ditemukan gejala tifoid
yang mana gejala yang paling umum adalah demam (100%), diikuti anoreksia (61%),
muntah (44%), sakit perut (18%), diare (16%), sakit kepala (12%), serta batuk (10%)
(Devaranavadagi & S, 2017). Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Dr Amit
Kumar pada tahun 2019, didapatkan beberapa manifestasi klinis umum dari demam
tifoid yaitu demam, malaise, anoreksia, muntah, sakit kepala, diare, serta
organomegali (meliputi splenomegaly, hepatomegaly dan hepatosplenomegaly)
(Kumar, 2019).
MANIFESTASI KLINIS
13. Penatalaksanaan
1. Pengobatan spesifik : Antibiotika
2. Pengobatan umum :
- Pemberian rehidrasi oral ataupun parenteral,
- Penggunaan antipiretik,
- Pemberian nutrisi
- Transfusi darah bila ada indikasi
14. MANAJEMEN TERAPI
● Tatalaksana Antibiotik
Pemilihan antibiotik didasarkan pada Multidrug Resistant (MDR) Salmonella typhi.
Resistensi multidrug, didefinisikan sebagai resistensi terhadap ketiga antimikroba yaitu
amoksisilin, kloramfenikol dan trimetoprim-sulfametoksazol, menyebabkan penggunaan
fluoroquinolones (ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin) untuk demam enterik. Resistensi
fluorokuinolon sekarang dilaporkan di Asia Selatan dan semakin meningkat di Afrika.
Sefalosporin spektrum luas, oral cefixime dan ceftriaxone parenteral, dan azitromisin oral
sekarang adalah opsi yang direkomendasikan.
● Tatalaksana Umum
Pasien biasanya dapat ditangani di rumah jika mereka tidak
memiliki komplikasi. Rujukan ke rumah sakit diperlukan jika
pasien muntah dan tidak dapat minum obat oral, secara klinis tidak
stabil, mengalami komplikasi, atau jika diagnosisnya tidak pasti.
Pastikan hidrasi yang cukup, antipiretik untuk demam, dan berhati-
hati saat melakukan tindak lanjut.
16. 1. Nama : Tn. M
2. Ginjal : -
3. Umur : 31 tahun
4. Hepar : +
5. Keluhan utama : Diare ± 7 hari sebelum MRS, cair, berlendir tetapi
tidak berdarah, pasien mengalami mual dan muntah
1 x sehari, nafsu makan menurun, sudah menjalani
pengobatan di Puskesmas setempat namun belum
ada perubahan
6. Riwayat Penyakit : Pernah sakit liver pada tahun 2003 dan hipertensi
7. Riwayat Pengobatan : Captopril 25 mg dan Lasix® (Furosemid)
8. Diagnosa : Typhoid Febris + Gastroenteritis Dehidrasi Sedang.
Identitas Pasien
19. SUBJECTIVE
Diare ± 7 hari sebelum MRS, cair,
berlendir tetapi tidak berdarah
Pasien mengalami mual dan
muntah 1 x sehari
Nafsu makan menurun
Sudah menjalani pengobatan di
Puskesmas setempat namun
belum ada perubahan
21. DATA KLINIK
DATA KLINIK NILAI NORMAL
TANGGAL
11/12 12/12 13/12 14/12 15/12
Tekanan darah 120/ 80 mmHg 120/ 80 140/ 80 130/ 90 140/ 90 KRS
Nadi 80 – 100 x/ mnt 88 88 88 88
RR 16 – 22 x/ mnt 18 18 18 18
Suhu 36-37 ± 0,50C 36,7 36,7 36,5 37,3
Pusing Negatif +
Diare Negatif 4 x +
Mual dan muntah Negatif + +
Nyeri perut Negatif + +
Panas Negatif
Mules Negatif + +
Kembung Negatif + +
Menggigil Negatif +
Susah BAB Negatif +
22. DATA LAB
DATA LABORATORIUM NILAI NORMAL
TANGGAL
11/12 12/12 13/12
Pemeriksaan serum:
Kreatinin 0,6 – 1,1 mg/ dL 0,67
BUN 5 – 25 mg/ dL 23,7
Pemeriksaan gula darah:
GDA < 120 mg/ dL 103
GDP 70 – 105 mg/ dL 75
GD 2JPP < 140 mg/ dL 127
Profil liver :
SGOT ≤ 35 U/ L 36
SGPT ≤ 45 U/ L 40
Darah lengkap :
WBC 4,0 – 11.103/mm3
6,8.103 13,7. 103
RBC 3,8 – 5,3.106/ μL 6,88.106 6,55. 106
Hb 12 – 18 g/ dL 16,1 15,4
PLT 150 – 400.103/mm3
260.103 287.103
23. DATA LAB
DATA LAB NILAI NORMAL
TANGGAL
11/12 12/12 13/12
HCT 34 – 48 %
51,2 48,5
MCV 80 – 100 fL
74,4 74
MCH 27 – 32 pg
23 23,5
MCHC 32 – 36 g/ dL 31,4 31,8
24. DATA LAB
DATA LAB NILAI NORMAL
TANGGAL
11/12 12/12 13/12
Widal :
S. Typhi O Negatif
(+) 1/160
S. Typhi H Negatif (+) 1/160
S. Paratyphi A Negatif
S. Paratyphi B Negatif (+) 1/160
25. PROFIL PENGOBATAN
Obat Rute Dosis Frek
Tanggal Pemberian Obat
11/12 12/12 13/12 14/12 15/12
RL iv 4 kolf/ hari 30 tts/ mnt √ √ √ // KRS
Viccilin® (Ampicillin) iv 1 g 3 x 1 vial √ √ √ //
Dexamethason iv 5 mg/ mL 3 x 1 amp √ √ √ 1 x 1 amp im
Loperamid p.o 2 mg 2-1-1 tablet √ √ //
Primperan® (Metoclopramid
HCl)
iv 10 mg/ 2 mL 1 x 1 amp
√ √ √ //
Multivitaplex®
(Multivitamin)
p.o - 3 x 1 tablet
√ √ √
Aspar K® (Suplemen
Kalium)
p.o 300 mg 3 x 1 tablet
√ √ √
Paracetamol p.o 500 mg 3 x 1 tablet
k/p
√ √
Amoxicillin p.o 500 mg 3 x 1 kapsul √
Vitamin B1 p.o 100 mg 1 x 1 tablet √
26. CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
Tanggal Problem/ Kejadian/ Tindakan Klinisi
11 Des 2010 Pasien MRS dengan keluhan diare ± 7 hari sebelum MRS, cair, berlendir tetapi tidak
berdarah, pasien mengalami mual dan muntah 1 x sehari, nafsu makan menurun,
sudah menjalani pengobatan di Puskesmas setempat namun belum ada perubahan
Pasien pernah mengalami sakit liver pada tahun 2003 dan hipertensi
Pasien mendapat terapi infus RL (4 kolf/ hari), inj. Viccilin® (Ampicillin) 3 x 1 g, inj.
Dexamethason (3 x 1 amp), Loperamid tab (2-1-1) dan inj. Primperan® (Metoclopramid
HCl) 3 x 1 amp
Diagnosa kerja Gastroenteritis Akut + Dehidrasi Sedang
12 Des 2010 Kondisi umum pasien cukup, pasien mengalami diare 1 x cair, nyeri perut dan perut
mulas
Terapi obat tetap, ditambah dengan pemberian Multivitaplex® (Multivitamin) 3 x 1
tablet, Aspar K® (suplemen kalium) 3 x 1 tablet
27. CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
Tanggal Problem/ Kejadian/ Tindakan Klinisi
13 Des 2010 Kondisi umum pasien cukup, pasien tidak mengalami diare namun perut kembung, mual dan
panas naik turun
Terapi obat tetap, ditambah dengan pemberian Paracetamol 500 mg (3 x 1 k/p), pemberian
Loperamid (2-1-1) dihentikan
14 Des 2010 Kondisi umum pasien lemah, pasien menggigil dan mengeluh mual, muntah, perut mulas
dan tidak bisa BAB
Terapi infus RL (4 kolf/ hari), inj. Viccilin® (Ampicillin) 3 x 1 g dan inj. Primperan®
(Metoclopramid HCl) 3 x 1 amp dihentikan. Sedangkan inj. Dexamethason (3 x 1 amp)
diturunkan menjadi 1 x 1 amp secara i.m. Terapi lain tetap dan ditambah pemberian
Amoxicillin 500 mg (3 x 1), Vitamin B1 100 mg (1 x 1) dan Dulcolax® supp 10 mg (1 x 1)
15 Des 2010 Kondisi umum pasien cukup, tidak ada keluhan dari pasien
Masalah teratasi sebagian, terapi oral dilanjutkan, pasien KRS
29. Problem
medik
S / O Terapi RUTE Dosis Analisis DRP
Typhoid Febris
+
Gastroenteritis
Dehidrasi
Sedang
MRS - - Tepat -
- Diare
- Mual &
muntah
- Dehidrasi
sedang
infus RL IV
4 kolf/ hari
30 tts/ mnt
Pengganti cairan /elektrolit yang
hilang
-
typhi O +, typhi
H +, Paratyphi
B +
Viccilin®
(Ampicillin)
IV
1g
3 x 1 vial
penanganan bakteri pada GI tract -
Radang+inflam
asi pada
lapisan
membran GI Dexamethason IV
5 mg/ mL
3x1 amp
Tepat Meredakan radang dan
inflamasi pada lapisan membran
GI
-
diare
Loperamid PO
2 mg
2-1-1 tablet
Tepat memulihkan sel-sel
yang berada pada hipersekresi ke
keadaan resorpsi normal kembali
-
Mual dan
muntah
Primperan®
(Metoclopramid
HCl)
IV
10 mg/ 2 mL
1 x 1 amp
Tepat mengurangi mual dan
muntah
-
30. Problem
medik
S / O Terapi RUTE Dosis Analisis DRP
Typhoid
Febris +
Gastroenter
itis
Dehidrasi
Sedang
Keadaan px
lemah
Multivitaplex®
(Multivitamin) p.o
3 x 1 tablet Tepat Sebagai
multivitamin -
Aspar K® (Suplemen
Kalium)
p.o
300 mg
3 x 1 tablet
Tepat Suplemen
kalium untuk Pengobatan
dan pencegahan
hipokalemia -
Suhu tubuh px
meningkat
Paracetamol
p.o
500 mg
3 x 1 tablet k/p
Tepat menurunkan
suhu subuh
-
typhi O +, typhi
H +, Paratyphi
B +
Amoxicillin
p.o
500 mg
3 x 1 kapsul
Lanjutan terapi ampicillin
-
Lemah, intake
makanan
berkurang
Vitamin B1 p.o
100 mg
1 x 1 tablet
Tepat membantu
tubuh dalam mengubah
makanan menjadi energi
-
konstipasi Dulcolax® (Bisacodil) Per rectal
10 mg
1 x 1 supp
Tepat untuk stimulan
defekasi -
33. REKOMENDASI TERAPI
Ampicillin dan amoksisilin adalah terapi antibiotik aternatif efektif jika
pasien resisten dengan antibiotik golongan florokuinolon, sebaiknya
diganti terapi antibiotik optimal untuk demam tifoid yaitu florokuinolon
(ciprofloksasin). Dosis Ciprofloksasin 400 mg 2 x sehari IV drip.
Diberikan terapi antihipertensi karena pasien memiliki riwayat
hipertensi agar TD pasien tetap normal. Captopril 25mg 2x sehari PO.
Terapi cairan lebih baik diberikan RA (Ringer Asetat) karena pasien
memiliki riwayat penyakit liver.
Dilakukan tes widal, lab, dan klinik sebelum pasien diputuskan KRS
34. MONITORING KEFARMASIAN
OBAT MONITORING EFEKTIFITAS
Infus RL Keadaan umum px meningkat
Ampicillin Melawan bakteri S. thypi
Deksametasone Inflamasi+Radang pada membran GI (-)
Loperamid Diare (-)
metoklopramid Mual muntah ( - )
Multivitaplex® (Multivitamin) Pasien tidak lemas
Aspar K® (Suplemen Kalium) Tidak tjd Hipokalemi
Paracetamol Suhu tubuh normal
Amoxicillin Melawan bakteri S. thypi
Vitamin B1 Pasien tidak lemas, nafsu makan membaik
Dulcolax® (Bisacodil) Defekasi normal
36. PLAN
Anjurkan patuh dalam
meminum obat
Sediakan termometer untuk
mengecek suhu tubuh pasien
Asupan nutrisi (diusahakan pemberian
Gizi yang cukup, sayur dan buah),
terutama makanan yang mengandung
banyak kalium
37. PLAN
Anjurkan minum obat scr patuh dan teratur sesuai aturan
pakainya
Segera kontrol (pada Rawat Jalan) utk pemeriksaan lanjut
antibiotik oral harus diminum sampai habis
Obat penurun panas (parasetamol) diminum jika perlu
Asupan nutrisi (diusahakan pemberian Gizi yang cukup, sayur
dan buah yang mengandung kalium)
Cek suhu tubuh pasien
Jika suhu tubuh meningkat segera kompres dengan air biasa
atau bisa dengan parutan mentimun
38. TERAPI NON FARMAKOLOGIS
Makan sedikit-sedikit tapi sering dengan
makanan yang tidak kasar, misalnya
bubur.
Makanan yang mengandung kalium
(sayuran dan buah-buahan)
Minum air kelapa muda
Minum air gula garam hangat
39.
40. DAFTAR PUSTAKA
Tifoid, D., Ruang, D. I. and Rumah, C. (2021) ‘ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN
DIAGNOSA DEMAM TIFOID DI RUANG CEMARA RUMAH SAKIT UMUM KOTA TARAKAN
LAPORAN TUGAS AKHIR’.
Insan, L. (2019) ‘Demam Typhoid Di Bangsal Sofa Program Studi Keperawatan’.
Manesh, A., Meltzer, E., Jin, C., Britto, C., Deodhar, D., Radha, S., Schwartz, E., & Rupali, P. (2021).
Typhoid and paratyphoid fever: a clinical seminar. Journal of travel medicine, 28(3), taab012.
https://doi.org/10.1093/jtm/taab012
Bhandari J, Thada PK, DeVos E. Typhoid Fever. [Updated 2021 Oct 26]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557513/
Murzalina, C. (2019). Pemeriksaan Laboratorium untuk Penunjang Diagnostik Demam Tifoid. Jurnal
Kesehatan Cehadum, 1(3), 61–68.
Basnyat, B., Qamar, F. N., Rupali, P., Ahmed, T., & Parry, C. M. (2021). Enteric fever. The BMJ, 372, 1–7.
https://doi.org/10.1136/bmj.n437
Communicable Disease Branch. (2019). Typhoid and Paratyphoid Fevers NSW Control Guidelines for
Public Health Units. 1–27.
Hartanto, D. (2021). Diagnosis dan Tatalaksana Demam Tifoid pada Dewasa. Cdk-292, 48(1), 5–7.
Retrieved from http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/1255
Bhandari, Jenish et al. Typhoid Fever. Statpearl. 2020. Tersedia di:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557513/
41. DAFTAR PUSTAKA
Hökelek, Murat. Toxoplasmosis. Medscape. 2019. Tersedia di:
https://emedicine.medscape.com/article/229969-clinical
Herchline, Thomas E. tuberculosis (TB). Medscape. 2020. Tersedia di:
https://emedicine.medscape.com/article/230802-overview
Wijedoru, Lalith, et al. Rapid diagnostic tests for typhoid and paratyphoid (enteric) fever.
Cochrane Database Syst Rev. 2017 May; 2017(5): CD008892. Tersedia di:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5458098/
Cammie F. Lesser, Samuel I. Miller, 2005. Salmonellosis. Harrison’s Principles of Internal
Medicine (16th ed), 897-900.
Chambers, H.F., 2006. Infectious Disease: Bacterial and Chlamydial. Current Medical
Diagnosis and Treatment (45th ed), 1425-1426.
Brusch, J.L., 2010, Typhoid Fever. http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview.
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008, Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis (2nd ed), Badan
Penerbit IDAI, Jakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006, Standar Pelayanan Medik, PB
PABDI, Jakarta
RHH Nelwan (2019) ‘Tata Laksana Terkini Demam Tifoid’, Countinuing Medical Education,
46(1), pp. 247-250.