Aktiva tetap dapat diperoleh melalui pertukaran dengan aktiva nonmoneter (baik sejenis
atau bukan) atau sekuritas (obligasi atau saham sendiri atau emisi badan lain). Perolehan
aktiva melalui pertukaran harus dinilai menurut nilai wajar aktiva yang diterima atau
diserahkan mana yang diketahui dengan pasti dan andal (PSAK No. 16 Buku Sak 1994).
Selisih nilai (nilai buku aktiva lama dengan perolehan aktiva baru) dari pertukaran aktiva
bukan sejenis harus diakui sebagai laba atau rugi.
2. Akuntansi Pajak terhadap Aktiva Tetap dan Aktiva Tidak Berwujud
AKTIVA TETAP DAN AKTIVA TIDAK BERWUJUD
1. Klasifikasi
Aktiva tetap adalah harta yang dapat digunakan lebih dari satu tahun. Aktiva tetap terbagi
atas :
· Aktiva yang dapat disusutkan (depreciable assets) Contoh: Bangunan, mesin dan
peralatan yang lain.
· Aktiva yang tidak dapat disusutkan (nondepreciable assets) Contoh: Tanah
Aktiva tidak berwujud adalah hak mutlak perusahaan terhadap sesuatu yang diperolehnya
karena keistimewaan tertentu. Syarat- syarat harta tidak berwujud :
· Ada hak mutlak
· Ada keistimewaan tertentu
· Ada pengeluaran biaya
Contoh : Hak paten, hak cipta, franchise, hak guna usaha, hak guna bangunan, goodwill,
hak penambangan, hak pengusahaan hutan, trade mark.
Berdasarkan masa manfaatnya, aktiva tidak berwujud terbagi atas :
· Aktiva tidak berwujud yang masa manfaatnya dibatasi oleh undang-undang. Misalnya :
hak paten, hak cipta, franchise
· Aktiva tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak dibatasi oleh undang-undang.
Misalnya : goodwill dan merk dagang
2. Perolehan Aktiva
Aktiva dapat diperoleh dengan cara :
· Pembelian Aktiva ( tunai, kredit )
Aktiva tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk siap pakai dan dicatat dengan
sejumlah harga beli ditambah dengan biaya yang terjadi untuk menempatkan aktiva itu
pada kondisi dan tempat yang siap untuk dipergunakan (PSAK Nomor 16 Buku SAK 1994).
PPn yang tidak dapat dikreditkan merupakan salah satu unsur pembentuk harga perolehan,
kecuali pajak itu dibebankan sebagai biaya pada tahun tersebut. Begitu juga dengan biaya
transportasi, pemasangan dan jasa professional merupakan bagian dari nilai perolehan
aktiva.
3. · Perolehan dengan sewa guna usaha modal (leasing)
Sewa guna usaha (lease) umumnya merupakan perjanjian dengan memberikan hak
kepada lease untuk menggunakan aktiva yang dimiliki lessor (penyewa) selama masa
tertentu dengan membayar sejumlah uang (sebagai lease). Secara komersial lease modal
(capital lease) pada hakikatnya merupakan pembelian aktiva. Sesuai dengan ketentuan
perpajakkan jumlah yang dibayar pada saat pengambilalihan aktiva dari lessor merupakan
nilai kapitalisasi aktiva dimaksud. Pengeluaran lease sebelum itu diperlakukkan sebagai
pengeluaran sewa seperti yang berlaku dalam operating lease.
· Perolehan dengan pertukaran
Aktiva tetap dapat diperoleh melalui pertukaran dengan aktiva nonmoneter (baik sejenis
atau bukan) atau sekuritas (obligasi atau saham sendiri atau emisi badan lain). Perolehan
aktiva melalui pertukaran harus dinilai menurut nilai wajar aktiva yang diterima atau
diserahkan mana yang diketahui dengan pasti dan andal (PSAK No. 16 Buku Sak 1994).
Selisih nilai (nilai buku aktiva lama dengan perolehan aktiva baru) dari pertukaran aktiva
bukan sejenis harus diakui sebagai laba atau rugi. Untuk aktiva sejenis, pengakuan itu
ditangguhkan sampai saat aktiva baru dilepaskan kembali. Pertukaran aktiva dengan
sekuritas memerlukan penilaian atas keduanya. Pertukaran dengan sekuritas emisi badan
lain dapat menimbulkan laba atau rugi apabila terdapat selisih nilai antara aktiva yang
diperoleh dan sekuritas yang dilepas. Sebaiknya, pertukaran dengan sekuritas emisi sendiri
(obligasi atau saham) dapat menimbulkan agio dan disagio. Laba dan rugi yang dilepaskan
aktiva dihitung berdasarkan selisih antara nilai buku dengan harga pasar aktiva. Agio dan
disagio bagi penerbit saham atau obligasi dihitung berdasarkan nilai nominal kedua
sekuritas itu dibanding dengan nilai pasar sekuritas atau nilai perolehan harta yang dapat
diketahui dengan pasti.
· Perolehan dengan membangun sendiri
Praktek akuntansi komersial menyatakan harga perolehan aktiva tetap yang dibangun
sendiri meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pembangunan aktiva
itu hingga siap digunakan. Dalam praktek akuntansi komersial masalah perhitungan nilai
aktiva yang timbul dalam membangun sendiri termasuk (1) pembebanan biaya overhead
(tambahannya saja atau alokasi semua biaya overhead secara proporsional). (2)
penghematan atau kerugian atas aktivitas membangun (apabila ada perbedaan dengan
harga pasar). Dan (3) bunga selama masa konstruksi. Secara komersial umunya terdapat
kesesuaian pendapat biaya overhead dialokasikan secara proporsional kepada biaya rutin
dan biaya pembangunan aktiva. Sementara penghematan biaya (misalnya biaya
pembangunan Rp 8juta, sedangkan harga pasar aktiva Rp 10juta yang berarti terdapat
penghematan Rp 2juta) tidak diakui sebagai penghasilan. Sebaliknya, kerugian karena
4. inefisiensi (yang menyebabkan harga pembangunan lebih tinggi dari nilai pasar) segera
diakui sebagai kerugian atau pemborosan pada tahun yang bersangkutan. Selanjutnya
bunga yang dikeluarkan atas pinjaman untuk pembangunan selama masa konstruksi
dikapitalisasi (sebagai nilai perolehan aktiva).
· Perolehan dengan hibah, bantuan, atau pemberian
Berbeda dengan akuntansi komersial yang menghitung harga pasar sebagai harga
perolehan, pasal 10 ayat (4) UU PPh menyatakan (a) harga yang diperoleh karena hibah,
bantuan atau pemberian yang diterima oleh badan keagamaan, social, pendidikan dan
pengusaha kecil yang memenuhi persyaratan tertentu (tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pemberi dan penerima) harus dinilai
sejumlah nilai buku dari pemberi dan (b) harta juga dinilai menurut harga pasar,
berdasarkan KMK Nomor 604/KMK/1994 tangal 21 Desember 1994 dalam pengertian
pengusaha kecil yang memenuhi persyaratan itu, termasuk koperasi, yaitu pengusaha
yang jumlah aktiva tanpa tanah dan atau bangunan tidak melebihi Rp 600juta. Dengan
demikian, perkiraan modal hibah (bantuan) dikredit untuk tujuan fiskal. Sebesar nilai buku
aktiva itu. Perolehan karena hibah, bantuan atau pemberian yang tidak memenuhi
kualifikasi dinilai menurut harga pasar.
3. Penyusutan dan Amortisasi
1) Ketentuan tentang Penyusutan menurut pasal 10 UU PPh
1. Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih
dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang menjadi objek pajak, kecuali tanah.
2. Harta yang tidak dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal, misalnya: bangunan untuk tempat tinggal
karyawan bukan di daerah terpencil yang ditetapkan Menteri Keuangan. Keuntungan
penjualan harta tersebut merupakan objek PPh, namun apabila terjadi kerugian tidak dapat
dibebankan sebagai biaya fiskal.
3. Penyusutan aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta
yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya
pengerjaan hrta tersebut. Dengan persetujuan Direktorat Jenderal Pajak, penyusutan
dapat dimulai pada bulan harta tersebut dipergunakan.
2) Harga/Nilai Perolehan Aktiva Tetap
5. Penentuan harga prolehan aktiva tetap sangat penting karena harga perolehan menjadi
dasar untuk menghitung besarnya biaya penyusutan tiap-tiap tahun. Adapun ketentuan
sesuai dengan pasal 10 UU PPh, penentuan harga perolehan aktiva tetap sebagai berikut:
1. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau
diterima sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau diterima.
2. Nilai perolehan atau niai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah
yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
3. Nilai perolehan atau nilai pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah
jumlah yang seharunya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
4. Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah:
a. Yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang meneima pengalihan,
sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang
ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
b. Yang tidak memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang menerima
pengalihan, sama dengan nilai pasar dan harta tersebut.
5. Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka penyetoran modal bagi badan yang
menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dari harta tesebut.
3) Waktu Dilakukannya Penyusutan
1. pada bulan dilakukannya pengeluaran; atau
2. pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama
dihitung secara pro-rata; atau;
3. dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; atau
4. dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut mulai
menghasilkan yakni saat mulai berproduksi dan bukan saat diterima atau diperolehnya
penghasilan
Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan, penyusutan atau deperesiasi merupakan
konsep alokasi harga perolehan harta tetap berwujud. Untuk menghitung besarnya
penyusutan harta tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Harta berwujud yang bukan berupa bangunan.
6. 2. Harta berwujud yang berupa bangunan.
Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu:
1. Kelompok 1: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat
4 tahun.
2. Kelompok 2: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat
8 tahun.
3. Kelompok 3: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat
16 tahun.
4. Kelompok 4: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat
20 tahun.
Harta terwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Permanen: masa manfaatnya 20 tahun.
2. Tidak permanen: bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan yang tidak tahan
lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan. Masa manfaatnya tidak lebih dari 10
tahun.
Metode penyusutan yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method)
dan metode saldo menurun (declining balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk
memilih salah satu metode untuk melakukan penyusutan. Metode garis lurus
diperkenankan dipergunakan untuk semua kelompok harta tetap terwujud. Sedangkan
metode saldo menurun hanya diperkenankan digunakan untuk kelompok harta berwujud
bukan bangunan saja.
Tabel berikut menggambarkan kelompok harta berwujud, metode, serta tarif
penyusutannya:
Kelompok Harta
Berwujud
Masa Manfaat Tarif Depresiasi
Garis Lurus Saldo Menurun
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
II. Bangunan
7. Permanen 20 tahun 5% -
Tidak Permanen 10 tahun 10% -
Dengan ijin Direktur Jenderal pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta berwujud
mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada
bulan harta tersebut mulai menghasilkan. Menurut akuntansi ada 4 faktor yang harus
dipertimbangkan dalam penghitungan besarnya biaya penyusutan suatu aktiva, yaitu:
1. Nilai Perolehan Aktiva
2. Nilai residu
3. Dasar penyusutan
4. Umur aktiva
Metode penyusutan yang diperbolehkan dalam ketentuan fiskal, yakni :
· Metode garis lurus
Pada metode penyusutan garis lurus, biaya penyusutan aktiva dialokasikan ke tiap-tiap
tahun dengan jumlah yang sama. Tarif amortisasi : 25%, 12.5%, 6.25%, 5%.
Rumus : Penyusutan tiap tahun = NP-
NR UmurPemakaian
Contoh:
PT. Jaya Abadi membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud
seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya
penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :
Tahun Harga Perolehan %Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku
2009 Rp. 100.000.000 25% Rp. 12.500.000 Rp. 87.500.000
2010 25% Rp. 25.000.000 Rp. 62.500.000
2011 25% Rp. 25.000.000 Rp. 37.500.000
2012 25% Rp. 25.000.000 Rp. 12.500.000
2013 25% Rp. 12.500.000 Rp. 0
Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan,
karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya
dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan.
Untuk tahun 2013 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan,
karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2011 sampai Juni 2011 yaitu selama
6 bulan.
8. · Metode saldo menurun (declining balance method)
Dasar penyusutan adalah nilai sisa buku fiskal. Penyusutan dengan metode saldo menurun
adalah penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif
penyusutan atas nilai sisa buku. Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva tetap pada
akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku
suatu aktiva pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun
harus disusutkan sekaligus.
Contoh :
PT. Jaya Abadi membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud
seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya
penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai berikut :
Tahun Harga Perolehan %Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku
2009 Rp. 100.000.000 50% Rp. 25.000.000 Rp. 75.000.000
2010 50% Rp. 32.500.000 Rp. 32.500.000
2011 50% Rp. 16.250.000 Rp. 16.250.000
2012 50% Rp. 8.125.000 Rp. 8.125.000
2013 Disusutkan sekaligus 50% Rp. 8.125.000 Rp. 0
Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan,
karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya
dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan.
Deplesi
Deplesi ialah istilah yang digunakan dalam akuntansi untuk menyatakan penyusutan dalam
usaha pertambangan dan pengusahaan hutan. Perpajakan menggunakan istilah lain
untuk deplesi yaitu amortisasi. Sumber pertambangan dan pengusahaan hutan adalah
harta yang berkurang secara berangsur-angsur karena penambangan atau penebang
pohon.
Menurut ketentuan pajak, hak penambangan dan hak pengusahaan hutan termasuk harta
tidak berwujud. Amortisasi menggunakan metode satuan produksi berarti persentase
amortisasi dari biaya tersebut dalam setiap tahun pajak harus sama dengan penambangan
yang dihasilkan setiap tahun. Karena itu, harga perolehannya dapat diamortisasikan
berdasarkan metode satuan produksi dengan pembatasan sebagai berikut :
9. - Biaya untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi serta
pengusahaan hutan dapat diamortisasikan dengan persentase yang tidak lebih dari 20 %
tahun.
Amortisasi per tahun = Jumlah penambangan/penebangan x 20%
Taksiran total produksi/deposit
- Biaya untuk memperoleh hak atau biaya-biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu
tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi tanpa pembatasan presentase
tertentu.
Amortisasi per tahun = Jumlah penambangan x tanpa batasan
Tanpa total produksi
Metode satuan = Jumlah penambangan/penebangan yg dihasilkan setahun x 100%
Taksiran jumlah seluruh produksi
Contoh :
Suatu konsensi pertambangan ditaksir jumlah depositnya 100.000 ton. Hasil produksi 1
tahun = 10.000 ton. Berapa prosentase produksi dalam setahun ?
(10.000 / 100.000) * 100 % = 10 %
Jadi, hak penambangan perusahaan tersebut dalam setahun diamortisasikan sebesar
10%.
4. Penarikan dan Pelepasan Aktiva
Keuntungan Pelepasan Aktiva Tetap
Dalam pasal 11 UU no.7 tahun 1983 menyatakan hanya penarikan atau pelepasan aktiva
tetap golongan bangunan dan penarikan luar biasa yang dapat menghasilkan keuntungan
atau kerugian yang di perhitungkan pada tahun penarikan.
Namun menurut UU No.10 tahun 1994 perlakuan berbeda demikian tidak ada lagi. Hampir
sama dengan perlakuan akuntansi, semua penarikan atau pelepasan harta akan
mendatangkan keutungan atau kerugian. Perhitungan keuntungan juga di terapkan pada
transaksi tukar menukar harta walaupun tidak terjadi pembayaran. Begitu juga dengan
pertukaran harta walaupun hartanya sama atau sejenis masih dalam satu kelompok.
Harta yang di hibahkan, diberikan atau di bantukan kepada badan keagamaan, pendidikan,
social dan pengusaha kecil termasuk koperasi akan dihitung keuntungan bagi pelepas dan
penghasilan bagi penerima.
Penarikan Harta dari Pemakaian
10. Pengalihan harta dari pemakaian dapat terjadi karena dialihkan kepada pihak lain, dijual,
atau terjadi musibah terhadap harta tersebut. Pengalihan atau penarikan harta menurut UU
No. 10 Tahun 1994 pasal 4 ayat (1) adalah karena :
a. Penjualan
b. Pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti
saham atau penyertaan modal
c. Pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota
d. Pengalihan harta karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan
atau pengambilalihan usaha
e. Pengalihan harta karena hibah, bantuan atau sumbangan
Salah satu contoh penarikan aktiva menurut UU No.10 tahun 1994 pasal 4 ayat 1 adalah
penjualan.
Contoh Soal :
Sebuah aktiva yang dibeli PT”Andi” pada oktober 2000 Rp 10 juta dijual pada akhir Maret
2002 Rp 7.500.000,00. Apabila perusahaan itu menghitung penyusutan dengan metode
saldo menurun maka jumlah keuntungan menurut akuntansi komersial dan akuntansi
perpajakan dapat dihitung sebagai berikut:
Berdasarkan uraian di atas, keuntungan penjualan aktiva untuk tujuan akuntansi
perpajakan lebih besar 1.875.000 ( 5.000.000 – 3.125.000 ). Dengan demikian, selisih ini
merupakan penutupan kembali dari selisih beban depresiasi perpajakan yang lebih besar.
Contoh-contoh penarikan harta :
Penarikan Harta Karena Dijual Menurut Fiskal
Tahun Uraian Komersial Perpajakan
1994 Harga Perolehan
Depresiasi (3 bulan)
10.000.000
(1.250.000)
10.000.000
(5.000.000)
1995 Depresiasi (12 bulan) (3.750.000) (2.500.000)
1996 Depresiasi (3 bulan)
Nilai buku
Harga jual
Keuntungan
(625.000)
4.375.000
7.500.000
3.125.000
-
2.500.000
7.500.000
5.000.000
11. Sebuah mesin dengan nilai perolehan Rp 40.000.000 dengan akumulasi
penyusutan Rp 30.000.000 dijual dengan harga Rp 17.000.000. Biaya yang dikeluarkan
berkenaan dengan penjualan sebesar Rp 2.000.000
Kalkulasi
Harga jual Rp 17.000.000
Biaya penjualan Rp 2.000.000
Penerimaan netto Rp 15.000.000
Nilai perolehan Rp 40.000.000
Akumulasi penyusutan Rp 30.000.000
Nilai sisa buku Rp 10.000.000
Keuntungan Rp 5.000.000
Nilai sisa buku sebesar Rp 0 dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang
bersangkutan. Keuntungan sebesar Rp 5.000.000 merupakan penghasilan yang menjadi
objek pajak PPh. Apabila transaksi ini dicatat maka ayat jurnal adalah sbb:
Penerimaan kas Rp 17.000.000
Akumulasi penyusutan Rp 30.000.000
Mesin Rp 40.000.000
Biaya Rp 2.000.000
Laba Rp 5.000.000
Penarikan Harta Karena Terbakar
Suatu mesin terbakar pada pertengahan tahun 1995 dengan keterangan sbb:
Nilai perolehan Rp 50.000.000
Akumulasi penyusutan Rp 30.000.000
Nilai sisa buku Rp 20.000.000
a. Jumlah penggantian asuransi diterima pada tahun 1995 sebesar Rp 19.000.000
b. Jumlah penggantian belum dapat diketahui dan penundaan pembebanan kerugian tidak
diajukan untuk ditunda kepada Dirjen Pajak
c. Jumlah penggantian asuransi belum dapat diketahui, karena itu penundaan kerugian
diajukan utnuk ditunda kepada Dirjen Pajak
Menurut ketentuan fiskal maka penarikan harta karena terbakar dicatat :
a. Nilai sisa buku mesin Rp 20.000.000 dicatat sebagai kerugian, sedang penerimaan
pengganti asuransi Rp 19.000.000 dicatat sbagai penghasilan dalam tahun yang
12. bersangkutan. Karena nilai sisa buku lebih besar daripada penggantian asuransi maka
wajib pajak menderita rugi Rp 1.000.000 (Rp 20.000.000 – Rp 19.000.000)
Kas Rp 19.000.000
Akumulasi penyusutan Rp 30.000.000
Kerugian Rp 1.000.000
Mesin Rp 50.000.000
b. Jumlah penggantian belum dapat diketahui karena itu kerugian sebesar nilai sisa buku
Rp 20.000.000 harus segera dibebankan sebagai kerugian pada tahun yang bersangkutan.
Kejadian ini dapat dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :
Akumulasi penyusutan Rp 30.000.000
Kerugian Rp 20.000.000
Mesin Rp 50.000.000
c. Wajib pajak tidak perlu mencatat kerugian dalam tahun terjadinya kebakaran. Namun
penyusutan mesin harus dihentikan.
Daftar Pustaka :
http://dendyraharjo.blogspot.co.id/2013/03/akuntansi-pajak-terhadap-aktiva-tetap_31.html
mukhyi.staff.gunadarma.ac.id/.../Bab+4+Aktiva
kk.mercubuana.ac.id/.../93006-7-533150212669.... -
http://dolphinbluelaffers.blogspot.com/2011/05/aktiva-tetap-aktiva-tidak-berwujud.html
http://wistonmanihuruk.blogspot.com/2011/03/penyusutan-dan-amortisasi_23.html
http://www.sarjanaku.com/2012/07/pengertian-aktiva-tetap-penggolongan.html
http://devinsensia.wordpress.com/2010/05/24/pelepasan-aktiva-tetap/
http://2depointaja.blogspot.com/2012/10/aktiva-tetap-dan-aktiva-tiak-berwujud.html