1. Ringkasan dokumen menjelaskan pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan pada bank-bank di Indonesia dengan memoderasi integrasi strategi TI dan tata kelola perusahaan.
2. Penelitian menggunakan model VAICTM untuk mengukur modal intelektual dan ROA untuk mengukur kinerja dengan data 33 bank tahun 2013-2014.
3. Hasil menunjukkan bahwa VAHU berpengaruh positif terhadap ROA, sedangkan integrasi strateg
Intellectual capital performance with IT-strategy integration
1. 1
Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Perusahaan dengan
Pemoderasi Tata Kelola Perusahaan dan Integrasi IT-Strategi Pada Bank
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Haryo Gondomono, Dodi Irawanto, Ananda Sabil
Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya
gondomono.haryo@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bahwa Integrasi IT-Strategi dan tata
kelola perusahaan dapat mempengaruhi hubungan antara modal intelektual terhadap
kinerja perusahaan pada sektor perbankan di Indonesia. Hal tersebut didasarkan pada
tingkat persaingan yang semakin ketat pada perbankan terutama terhadap bidang
teknologi informasi serta dukungan yang diberikan oleh manajemen puncak.
Penelitian ini menggunakan data dari 33 perusahaan perbankan yang terdaftar di
BEI pada periode 2013-2014. Pengujian dilakukan pada elemen VAICTM
(VACA,
VAHU, STVA) yang di moderasi oleh integrasi dari IT-strategi (ITS) dan tata kelola
perusahaan (DK) dengan menggunakan ukuran kinerja keuangan (ROA).
Hasil yang didapatkan menjelaskan bahwa VAHU memberikan pengaruh positif
terhadap kinerja keuangan. Dan jika elemen VAICTM
dilakukan interaksi moderasi oleh
ITS, maka IT-strategi yang terintegasi dengan baik akan memperlemah hubungan antara
VACA terhadap kinerja perbankan. Keterbatasan yang pada penelitian ini adalah periode
data yang digunakan hanya pada periode 2013-2014 dan komponen yang digunakan
untuk pengujian dilakukan secara terpisah.
Keywords: Intellectual capital, VAICTM
, IT-Strategy, Good corporate governance,
Banking
A. PENDAHULUAN
Industri perbankan dihadapkan pada penekanan untuk menentukan strategi
bersaing mana yang akan dijalankan dalam rangka prioritas pemenuhuan tujuan para
stkeholders (Li dan Ye, 1998). Kinerja Perusahaan yang multidimensi dibutuhkan dalam
rangka pemenuhan keinginan dari semua stakeholders yang semakin kompleks dan
seringkali berseberangan. Oleh karena itu, ukuran kinerja pun harus disinergikan antara
pertumbuhan, pendapatan dan ukuran keberhasilan yang sedang berjalan. Hasil
Indonesian Banking Survey 2015 memperlihatkan people development dan automation
initiatives sebagai intangible assets (Harrison dan Sullivan, 2000) yang harus
ditingkatkan untuk mencapai tujuan perusahaan (profit). Profit dari tujuan perusahaan
dalam keuangan dapat ditunjukan dengan dua kondisi sales dan investasi, dimana
perusahaan harus mampu menghasilkan profit dengan menggunakan seluruh aset yang
dimiliki setelah memperhitungkan cost of capital (Soedaryono, et al., 2012), yang dikenal
dengan Return on Asset (ROA).
Kondisi ini memberikan implikasi adanya persaingan pada industri perbankan
dalam rangka mencapai tujuan perusahaan baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang. Kondisi tersebut memicu indutri perbankan menghadapi resiko operasional yang
tinggi dalam menghadapi persaingan untuk mendapatkan kelebihan dan keunggulan dari
para pesaingnya sebagai upaya pencapaian kinerja perusahaan.
Untuk dapat mencapai ROA yang diinginkan, dibutuhkan physical capital dan
sumber daya manusia serta teknologi informasi sebagai aset tak berwujud (intellectual
potential) (Pulic, 1998). Kombinasi antara physical capital dan intellectual potential
2. 2
dikenal dengan intellectual capital (IC). Penggunaan IC sebagai suatu strategi aset agar
perusahan dapat bertahan dalam persaingan yang kompetitif dan persaingan sumber daya
lainnya yang sangat terbatas (Kehelwalatenna and Premaratne, 2012).
Beberapa penelitian mengenai IC, menggunakan metode VAICTM
dengan
mengklasifikasikan IC ke dalam tiga komponen utama, yaitu human capital (HC),
structural capital (SC) dan customer capital (CC) (Bontis, 2001; Pulic, 1998; Stewart,
1997; Edvindson dan Malone, 1997). Peran intellectual capital dalam meningkatkan
kinerja perusahaan di tengah persaingan perbankan yang ketat akan berbeda sesuai
dengan keunggulan teknologi yang dimiliki oleh tiap perusahaan (Becalli, 2006; Chen, et
al., 2005; Li and Ye, 1998; Powel, et al., 1997). Penerapan teknologi informasi yang
unggul dapat terlaksana apabila terdapat dukungan dari top management (Jhonson and
Lederer, 2006; Ross and Weill, 2002; Raghunathan, et al., 1999).
Untuk memastikan bahwa peran intellectual capital terhadap kinerja laba
perbankan sesuai dengan tujuan yang multidimensi tersebut, diperlukan sebuah kerangka
baru dalam strategi manajemen, dimana investasi terhadap IT merupakan hal yang tidak
dapat dipisahkan dalam strategi sebuah perusahaan (Li dan Ye, 1998) dan mendapatkan
dukungan dari CEO/CIO dalam mencapai tujuan perusahaan (Johnson dan Lederer,
2006), serta dibutuhkannya peran tata kelola perusahaan yang mengeliminasi resiko dan
kesalahan pengambilan keputusan (McGee, 2009; Macey dan O’hara, 2003) ditengah
persaingan bisnis (Lawson dan Samson, 2001).
Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mengembangkan apa yang telah
dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya yang hanya mengkaji pengaruh IC
terhadap kinerja perusahaan (Ulum, 2013; Kamath, 2007; Mavridis, 2004; Firer dan
William, 2003) dengan menambahkan variabel integrasi strategi IT yang terintegrasi dan
tata kelola perusahaan sebagai variabel moderasi. Pengujian pada penelitian ini akan
melihat bagaimana pengaruh strategi IT terintegrasi dan tata kelola perusahaan dapat
memperkuat atau memperlemah hubungan IC terhadap kinerja perusahaan pada industri
perbankan. Pengukuran kinerja keuangan pada penelitian ini akan menggunakan indikator
profitabilitas ROA. Dengan merujuk pada laporan yang dikeluarkan oleh lembaga
penjamin simpanan (LPS), penelitian ini akan melakukan investigasi pada industri
perbankan pada tahun 2013 dan 2014. Hal tersebut dikarenakan net interest margin
(NIM) pada tahun 2013 sebesar 4.9% menjadi 4.2% pada tahun 2014. Penurunan NIM ini
menyebabkan tekanan terhadap profitabilitas perbankan.
Penelitian ini membantu industri perbankan yang menghadapi persaingan dalam
mencapai tujuan perusahaan yang lebih berfokus pada pemberdayaan aset tak berwujud
seperti: value added capital employed, value added human capital, dan structural capital
value added, serta IT-strategy integration yang selama ini masih belum dirasakan
manfaatnya, sehingga diperlukan adanya upaya-upaya untuk meningkatkan IC dan
dukungan top management atas pemilihan strategi informasi. Begitu pun bagi regulator,
dalam hal ini bank sentral. Apabila terdapat kebijakan yang berkaitan dengan perubahan
pengikinian teknologi informasi perbankan, maka bank sentral memotivasi industri
perbankan untuk dapat menyelaraskan kebutuhan teknologi informasi perbankan dengan
memberlakukan kebijakan bertahap atas penyesuaian kesiapan sumber daya manusia dan
komitmen dukungan top management. Sehingga, bagi penelitian selanjutnya untuk dapat
mengembangkan model penelitian dengan mempertimbangkan IT-investment dan
inkremental dari IT-investment.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang terkait perkembangan dan persaingan pada industri
perbankan di Indonesia, maka pada penelitian ini akan merumuskan beberapa
permasalahan yang akan diteliti, (1) Apakah IC yang diukur melalui 3 komponen, VACA,
VAHU, dan STVA berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA?,
(2) Apakah IT-strategy integration memoderasi pengaruh IC terhadap kinerja perusahaan
3. 3
yang diukur dengan ROA?, (3) Apakah tata kelola perusahaan (corporate governance)
memoderasi pengaruh IC terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini berutjuan untuk memberikan bukti empiris atas IC berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA, IT-strategy integration
memoderasi pengaruh IC terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA dan Tata
kelola perusahaan (corporate governance) memoderasi pengaruh IC terhadap kinerja
perusahaan yang diukur dengan ROA.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Teori Stewardship
Teori stewardship terbentuk dari asumsi filosofi terkait sifat manusia, dimana pada
setiap manusia memiliki sifat yang dapat dipercaya, bertanggung jawab, serta mempunyai
integritas dan kejujuran. Berdasarkan teori diyakini bahwa manajemen memiliki sifat
yang dapat dipercaya dalam keputusannya terkait kepentingan publik dan kepentingan
para pemegang saham guna perkembangan perusahaan itu sendiri (Tim Studi OECD,
2006). Asumsi lain yang membangun teori ini adalah hasil dari hubungan timbal balik
relasional, dimana hubungan kontraktual jangka panjang yang dikembangkan selaras
berdasarkan kepercayaan, reputasi dan tujuan kolektif (Van Slyke, 2006).
Perilaku tersebut merupakan hasil dari bagaimana hubungan antara manager,
pemilik perusahaan, lingkungan kerja dan tujuan yang dimiliki oleh organisasi pada
perusahaan (Madison, 2014; Corbetta and Salvato, 2004). Oleh karena itu pada teori ini
pemilik perusahaan akan membuat atau membentuk struktur organisasi dalam perusahaan
agar perilaku para manager dapat terus berkembang. Hal tersebut didasarkan atas asumsi
bahwa setiap individu akan termotivasi untuk terus memenuhi kebutuhannya kearah yang
lebih tinggi (Madison, 2014).
Teori Keagenan
Teori keagenan dapat juga dikatakan sebagai hubungan dari pihak yang ditunjuk
untuk mengelola perusahaan (agen) dengan pihak yang yang mempekerjakannya
(principal). Pada teori ini pemilik perusahaan memilih untuk memberikan kontrak kepada
para manajernya agennya dikarenakan alasan biaya dan keahlian yang dimiliki manajer
untuk diberikan dan diaplikasikan untuk perusahaan (Van Slyke, 2006).
Kunci utama pada teori keagenan adalah pemisahan antara kepemilikan dan
manajemen. Pemilik memberikan kewenangan kepada agen dalam pekerjaan agar agen
dapat bertindak sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh pemilik perusahaan.
Kompensasi dan sanksi pun akan diberikan oleh pemilik perusahaan, kompensasi
diberikan apabila manajer berhasil melakukan tugas mewakili pemilik perusahaan untuk
pemenuhan tujuan perusahaan dan sanksi diberikan apabila manajer lebih mendahulukan
untuk memenuhi tujuan dirinya dibandingkan tujuan perusahaan.
Resource Based View (RBV) – Sistem informasi
Pengembangan RBV perusahaan menitikberatkan pada bidang manajemen strategis
yang menjelaskan tentang sifat dasar dari perusahaan bukan bagaimana perusahaan-
perusahaan dapat bertahan dalam persaingan (Lockett, et al., 2009). Sumber daya yang
dimiliki perusahaan akan memiliki nilai dalam persaingan jika sumber daya yang
dimilikinya bersifat langka, seperti tidak dapat di gantikan, tidak dapat dipindahkan dan
tidak dapat ditiru oleh perusahaan lainnya. Asumsi yang digunakan pada pendekatan
sumber daya yang langka dapat disebut sebagai sumber daya heterogen, dimana
perusahaan akan mendistribusikan sumber daya yang heterogen agar dapat bertahan lama,
hal ini yang menjadi dasar asumsi yang akan digunakan pada RBV.
4. 4
Terdapat empat atribut yang melekat pada sumber daya heterogen dalam
mempertahankan keunggulan pada persaingan, antara lain sumber daya yang memiliki
nilai; sumber daya yang langka; sumber daya yang tidak dapat ditiru dan sumber daya
yang tidak dapat digantikan.
Berdasarkan definisi terkait RBV, ilmu pengetahuan merupakan hal yang
dicerminkan sebagai hal utama RBV pada perusahaan (Barney, 1991; Grant, 1991). Dan
berdasarkan literatur, manajemen ilmu pengetahuan menitikberatkan pada penggunaan
dan pengelolaan aset yang berbasis ilmu, pengetahuan perusahaan, penilaian dan studi
peran manajemen tehadap penciptaan nilai dapat disebut juga sebagai Intellectual Capital
(IC) (Sonnier, 2008; McEleya, 2002; Petty dan Guthrie, 2000).
Model RBV berkaitan langsung dengan IC memiliki dua faktor pembentuk dari
sumber daya, yaitu sumber daya internal dan eksternal serta faktor kemampuan. Internal
sumber daya terhadap IC mencakup modal manusia dan kekayaan intelektual. Sedangkan
eksternal mencakup modal pelanggan dan pemasok. Penyajian RBV IC perusahaan yang
lengkap juga harus mencakup aset berwujud yang dimiliki perusahaan, yaitu aset
keuangan dan modal fisik (Sonnier, 2008) disamping modal manusia dan modal
struktural (modal organisasi).
Intellectual Capital (IC)
Modal intelektual disebut juga sebagai hasil dari penggunaan dan pengelolaan aset
yang berlandaskan ilmu, pengetahuan, penilaian dan peran manajemennya terhadap
terciptanya suatu nilai (Sonnier, 2008; McEleya, 2002; Petty dan Guthrie, 2000).
Terciptanya inovasi, strategi, individual capability, individual motivation,
leadership, the organizational climate, dan workgroup effectiveness, serta proses–proses
lainnya yang dapat mewujudkan visi dan misi perusahaan (Wijaya, 2012; Ulum, 2007;
Bontis, 2000) merupakan modal manusia, memiliki peranan untuk dapat menentukan
nilai perusahaan yang menjadi komponen dari IC. Nilai ekonomi yang merupakan ukuran
kinerja perusahaan dapat dilihat dari 2 kategori aset yang tak berwujud, yaitu modal
sumber daya manusia dan modal organisasi (Ulum, 2007; OECD, 1999). Dimana, modal
organisasi yang menjadi komponen IC adalah structural capital (SC); dan customer
capital (CC) (Ulum, 2007; Bontis, 2000).
Value Added Intellectual Capital (VAIC)
VAIC merupakan sebuah metode yang unik dari hasil pengembangan metode
Skandia Navigator yang bertujuan untuk mencari keefisiensian sumber daya dari sebuah
perusahaan yang dilihat dari laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan setiap
tahunnya (Nazari, 2010; Pulic, 2004, 2000, 1998). Selain itu, VAIC dapat dikatakan
sebgai sebuah indikator untuk pengukuran kemampuan sumber daya secara intelektual
(Wijaya, 2012). Pengukuran VAIC menggunakan penjumlahan antara Value Added
Capital employed (VACA) + Value Added Human capital (VAHU) + Value Added
Structural capital (STVA), dan dijabarkan lebih lanjut seperti,
Untuk melakukan penilaian terhadap keberhasilan suatu bisnis dan mampu untuk
menunjukan kemampuan perusahaan dalam penciptaan suatu nilai dibutuhkan suatu
indikator yaitu value added. Perhitungan yang digunakan oleh VA dilihat dari selisih
yang didapatkan antara output dan input perusahaan
OUT (output) merupakan pendapatan yang dihasilkan dari semua produk atau
jasa yang dijual oleh perusahaan di pasar. Sedangkan IN (input) adalah semua beban yang
dikeluarkan oleh perusahaan dalam upaya menghasilkan pendapatan perusahaan. Satu hal
yang terutama dengan menggunakan metode ini adalah proses perhitungan IN tidak
mengikut sertakan beban karyawan. Hal tersebut dikarenakan faktor tenaga kerja
ditempatkan sebagai satu entitas tersendiri dalam fungsinya dalam penciptaan nilai (Tan,
et al., 2007).
5. 5
Modal Fisik (VACA – value added capital employed)
Physical capital (modal fisik) adalah suatu indikator dari value added yang tercipta
dari modal yang telah diberikan oleh perusahaan secara efisien (Soedaryono, et al. 2012).
Physical capital atau disebut juga sebagai modal usaha memiliki definisi sebagai
akumulasi modal yang dimanfaatkan dari aset tetap dan aset lancar. Modal usaha dikenal
juga sebagai aset opersasional, atau dapat diartikan sebagai nilai dari aset yang memiliki
kontribusi terhadap bagaimana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan.
Modal Manusia (VAHU – value added human capital)
Modal manusia merupakan unsur yang digunakan oleh perusahaan dalam
penciptaan nilai. Modal manusia merupakan unsur terpenting dan sebagai ujung tombak
bagi perusahaan dalam penciptaan nilai tambah yang dapat hilang apabila mereka tidak
bekerja pada perusahaan tersebut (Soedaryono, et al. 2012; Bontis. 1998). Perusahaan
harus dapat membedakan apakah pengembangan terhadap modal manusia yang dimiliki
termasuk dari biaya yang harus dikeluarkan atau bagian dari penerapan investasi
perusahaan (Stewart, 1997). Pengembangan terhadap karyawan termasuk ke dalam
bagian investasi jika hasil dari pengembangan modal manusia memiliki dampak positif
terhadap peningkatan nilai perusahaan.
Modal Struktural (STVA – value added structural capital)
Modal struktural adalah sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dan tidak
berhubungan dengan manusia, melainkan hasil yang diciptakannya seperti struktur
organisasi, strategi perusahaan, basis data. Semakin kuat modal struktural maka hal-hal
baru yang dapat dipelajari oleh setiap individu dalam perusahaan semakin banyak
(Soedaryono, et al. 2012). Jika dilihat dari sisi lainnya, modal struktural dapat mewakili
kemampuan inteljensi yang bersaing, sistem informasi, kebijakan yang telah terbentuk
dari sistem perusahaan atau produk perusahaan dari waktu ke waktu. Semua hasil yang
telah tercipta dari modal struktural memiliki nilai yang jauh lebih besar daripada nilai
materialnya (Bontis, 2000).
Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Tata kelola perusahaan (corporate governance) merupakan suatu sistem yang
membantu dalam pengaturan dan pengendalian suatu perusahaan. Dengan menggunakan
pengertian dasar dari Cadbury Committee, dimana pengaturan dari hubungan yang
dimiliki oleh para pemegang kepentingan (stakeholder) akan menciptakan suatu peraturan
yang mencakup setiap hal yang berhubungan dengan hak dan kewajiban dari stakeholder.
Dengan melihat pedoman tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance) di
Indonesia, terdapat lima prinsip dasar, antara lain keterbukaan, akuntabilitas, pertanggung
jawaban, kewajaran, independensi (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006).
Dewan komisaris adalah salah satu mekanisme yang digunakan suatu perusahaan
perseroan yang memiliki fungsi sebagi pemberi petunjuk dan arahan untuk mengelola
perusahaan. Dewan komisaris tidak mempunyai otoritas untuk mengelola perusahaan,
tetapi ia memiliki tanggung jawab untuk pengawasan terhadap manajemen perusahaan,
memberikan nasihat terkait terhadap dewan direksi dari hasil pengawasannya tersebut
sesuai dengan UU No. 40 tahun 2007.
Integrasi Strategi Teknologi Informasi
Teknologi informasi diperuntukan untuk menyimpan, mengolah, memanipulasi
dan menggunakan informasi. IT berperan sebagai media yang memberikan kemudahan
pencapaian informasi serta sebagai prasarana untuk pengetahuan dengan keunggulannya
dalam memfasilitasi penyimpanan dan alat komunikasi yang handal (Josefa Ruiz-
Mercader, et al, 2006).
6. 6
Pembentukan strategi untuk IT oleh CIO menitikberatkan pada bagaimana semua
karyawan IT mengetahui tujuan dari visi dan misinya dan cara pencapaiannya, serta
mengatur dan menjaga hubungan dengan bisnis yang merupakan salah satu kunci untuk
pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan (Mckeen dan Smith, CIO Brief vol 16).
Informasi keterkaitan antara CEO dan CIO, dalam hal menciptakan strategi IT yang
terintegrasi, CEO harus menjelaskan kepada CIO tentang bagaimana strategi bisnis
perusahaan dan begitu pula sebaliknya, CIO pun harus menjelaskan kepada CEO
bagaimana kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh IT yang sekarang dimiliki dalam
menunjang strategi bisnis perusahaan (Lederer dan Johnson, 2006). Oleh karena itu, CEO
dituntut untuk memiliki kemampuan terkait pemerataan IT agar dapat berperan aktif
sebagai katalis untuk pembentukan strategi bisnis yang baru bagi perusahaan dan juga
dapat menjadi dasar pada strategi bisnis yang sedang berlangsung (lederer dan Johnson,
2006; Henderson dan Venkatraman, 1993).
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang menggunakan metode VAICTM
sebagai suatu alat ukur terhadap
intellectual capital di Indonesia telah digunakan untuk pembahasan penelitian terhadap
kinerja perusahaan perbankan, terutama jika penelitian terhadap komponen utama dari
metode VAIC yaitu VACA, VAHU, dan STVA. Beberapa penelitian yang dilakukan
terkait IC umumnya hanya meneliti hubungan langsung terhadap kinerja perusahaan.
Pada beberapa penelitian hanya melakukan pengujian langsung antara IC dan
kinerja keungan perusahaan. Chen, et al. (2005) mencoba menambahkan beberapa
variabel terhadap pengujian IC terkait kinerja keuangan perusahaan, antara lain variabel
research and development (R&D) dan advertising expenditure.
C. METODE PENELITIAN
Kerangka Penelitian
Pada penelitian sebelumnya IT-strategy integration (Becalli, 2006; Jhonson and
Lederer, 2006; Chen, et al., 2005; Ross and Weill, 2002; Raghunathan, et al., 1999; Li
and Ye, 1998; dan Powel, et al., 1997) dan tata kelola perusahaan (Kutum, 2015; McGee,
2009; Garenggo, 2005; dan Macey dan Ohara, 2003) hanya dilihat pengaruhnya secara
langsung terhadap kinerja keuangan perusahaan. Padahal, risiko operasional perbankan
yang terbesar adalah people development (PWC, 2015) yang dapat mempengaruhi
tercapainya kinerja perusahaan sesuai dengan target tujuan perusahaan. Oleh sebab itu,
penelitian ini mencoba untuk melihat apakah pengaruh IC terhadap kinerja akan berbeda
bila terdapat mekanisme pengawasan dari dewan komisaris dan bila terdapat dukungan
top management atas IT-strategy yang dipilih.
Gambar 3.1
7. 7
Kerangka tersebut coba dikembangkan seperti pada gambar 3.1 yang
memperlihatkan moderasi dari tata kelola perusahaan dan IT-strategy integration pada
pengaruh IC terhadap kinerja keuangan. Penggunaan variable moderasi tersebut didasari
pada (Baron dan Kenny, 1986), dimana pengaruh hasil temuan penelitian sebelumnya
telah banyak membuktikan bahwa IC berpengaruh terhadap kinerja. Oleh karenanya, tata
kelola perusahaan dan dukungan top management terhadap IT-strategy yang dipilih akan
diujikan untuk melihat seberapa besar pengaruhnya, apakah memperlemah atau
memperkuat pengaruh IC terhadap kinerja.
Hipotesis Penelitan
IC pada penelitian ini didasarkan pada nilai tambah yang diciptakan oleh physical
capital (VACA), human capital (VAHU), dan structural capital (STVA). Ketiga
kombinasi VACA, VAHU, dan STVA yang dikembangkan oleh Pulic (2000) menjadi
VAICTM
. Meskipun pada penelitian sebelumnya (Ulum, 2012; Tan et al., 2007; Chen et
al., 2005; dan Firer dan William, 2003) telah membuktikan bahwa IC yang diukur dengan
VAICTM
memberikan pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan, penelitian ini
juga akan mencoba untuk melihat pengaruh dari tiap komponen VAICTM
terhadap kinerja
keuangan perbankan di tengah persaingan yang ketat.
Modal fisik merupakan salah satu indikator yang dapat menciptakan nilai tambah
bagi modal intelektual Hipothesis 1a: VACA berpengaruh terhadap return on aset
(ROA), modal manusia yang mencakup inovasi, starategi, individual capability,
individual motivation, leadership serta proses-proses lainnya dapat mendukung untuk
mewujudkan visi dan misi perusahaan (Wijaya, 2012; Ulum, 2007; Bontis, 2000).
Hipothesis 1b: VAHU berpengaruh terhadap return on asset (ROA). Penggunaan modal
struktural dengan baik maka penggunaan aset perushaan akan efisien yang berdampak
pada keuntungan perushaan yang meningkat, Hipothesis 1c: STVA berpengaruh
terhadap return on asset (ROA).
Dalam pencapaian tujuan perusahaan, yaitu target atas tingkat keuntungan atas
utilisasi aset perusahaan secara efisien, perusahaan perbankan menghadapi persaingan
yang cukup ketat sehubungan dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin
canggih. Manajemen puncak mampu memahami potensi yang dimiliki oleh teknologi
informasi yang sekarang dimiliki dalam menunjang strategi bisnis perusahaan (Lederer
dan Johnson, 2006). Oleh karena itu, manajemen puncak dituntut untuk memiliki
kemampuan modal intelektual terkait pemerataan teknologi informasi agar dapat berperan
aktif sebagai katalis untuk pembentukan strategi bisnis yang baru bagi perusahaan dan
juga dapat menjadi dasar pada strategi bisnis yang sedang berlangsung (lederer dan
Johnson, 2006; Henderson dan Venkatraman, 1993).
Semakin baiknya integarasi strategi IT yang diciptakan dan diterapkan maka
kebutuhan akan investasi perusahaan secara fisik seperti investasi terhadap bangunan
untuk cabang berserta peralatan pendukungnya akan berkurang, selain itu dampaknya
juga perusahaan akan lebih selektif terhadap karyawannya. Hipothesis 2a: “IT-strategy
integration akan memperlemah pengaruh VACA terhadap return on aset (ROA).”
Hipothesis 2b: “IT-strategy integration akan memperlemah pengaruh VAHU terhadap
return on asset (ROA).” Hipothesis 2c: “IT-strategy integration akan memperlemah
pengaruh STVA terhadap return on asset (ROA).”
Pada UU No. 40 tahun 2007 mengenai mekanisme tata kelola perusahaan,
pengawasan menjadi tanggung jawab Dewan Komisaris. Dewan komisari memiliki
tanggung jawab untuk pengawasan terhadap manajemen perusahaan, memberikan nasihat
terkait terhadap dewan direksi. Oleh karena itu, diperlukan adanya media komunikasi
yang komprehensif dengan manajemen (Dewan Direksi), dalam bentuk pertemuan rutin
yang akan membahas berbagai permasalahan dan pengembangan perusahaan. Semakin
sering pertemuan rutin diadakan, maka akan semakin baik kinerja perusahaan (Ronen dan
Yaari, 2008; dan Conger, et al., 2008).
8. 8
Dengan demikian, tambahan nilai dari modal intelektual yang handal akan lebih
dapat memberikan hasil kinerja yang lebih baik bila terdapat dukungan pengawasan yang
memadai melalui frekuensi pertemuan rutin yang dihadiri oleh dewan komisaris.
Hipothesis 3a: “Rata-rata kehadiran pertemuan rutin Dewan Komisaris akan memperkuat
pengaruh VACA terhadap return on aset (ROA).” Hipothesis 3b: “Rata-rata kehadiran
pertemuan rutin Dewan Komisaris akan memperkuat pengaruh VAHU terhadap return
on aset (ROA).” Hipothesis 3c: “Rata-rata kehadiran pertemuan rutin Dewan Komisaris
akan memperkuat pengaruh STVA terhadap return on aset (ROA).”
Model Penelitian
𝑹 𝑶 𝑨 = 𝜷 𝟎 + 𝜷 𝟏 𝑽𝑨𝑪𝑨 + 𝜷 𝟐 𝑽𝑨𝑯𝑼 + 𝜷 𝟑 𝑺𝑻𝑽𝑨 + 𝜷 𝟒 𝑮𝑪𝑮 +
𝜷 𝟓 𝑻𝑺 + 𝜺 ..model utama
Model ini pergunakan untuk menguji uji asumsi klasik (Uji Normalitas, Uji
Heteroskedastisitas, Uji Multikolinieritas, Uji Autokorelasi)
Hipothesis 1 𝛽1 > 0; 𝛽2 > 0; 𝛽3 > 0;
𝑹 𝑶 𝑨 = 𝜷 𝟎 + 𝜷 𝟏 𝑽𝑨𝑪𝑨 + 𝜷 𝟐 𝑽𝑨𝑯𝑼 + 𝜷 𝟑 𝑺𝑻𝑽𝑨 + 𝜷 𝟒 𝑮𝑪𝑮 + 𝜷 𝟓 𝑰𝑻𝑺 +
𝜷 𝟔 𝑮𝑪𝑮 ∗ 𝑽𝑨𝑪𝑨 + 𝜷 𝟕 𝑮𝑪𝑮 ∗ 𝑽𝑨𝑯𝑼 + 𝜷 𝟖 𝑮𝑪𝑮 ∗ 𝑺𝑻𝑽𝑨 + 𝜷 𝟗 𝑰𝑻𝑺 ∗ 𝑽𝑨𝑪𝑨 +
𝜷 𝟏𝟎 𝑰𝑻𝑺 ∗ 𝑽𝑨𝑯𝑼 + 𝜷 𝟏𝟏 𝑰𝑻𝑺 ∗ 𝑺𝑻𝑽𝑨 + 𝜺 ... model interaksi
Pada model interaksi moderasi di atas, akan dipergunakan untuk melakukan uji terhadap
Hipothesis 2 𝛽6 > 0; 𝛽7 > 0; 𝛽8 > 0;
Hipothesis 3 𝛽9 > 0; 𝛽10 > 0; 𝛽11 > 0;
D. Hasil dan Pembahasan
Gambaran Umum Objek Penelitian
Dengan menggunakan data laporan keuangan dari 33 perusahaan perbankan yang
telah terdaftar pada Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2013 dan 2014, maka total
data yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 66 data. Dimana terdapat 3 data yang
menjadi pencilan dan tidak diikut sertakan pada proses pengujian, maka hanya 61 data
yang digunakan pada penelitian ini. Periode 2013 dan 2014 adalah periode dimana rata-
rata net profit margin perusahaan perbankan menurun sekitar 0,7% berdasarkan survei
dari Indonesian banking survey. Industri perbankan adalah industri yang paling intensif
IC-nya (Firer dan William, 2003).
Analisis Statistik Deskriptif
Penelitian ini menggunakan 61 data dengan 33 perusahan bank sebagai sample
penelitian yang akan menguji tiga variabel independen yaitu VACA, VAHU dan STVA
dengan dua variabel moderasi (GCG dan ITS) terhadap variabel dependen ROA.
Variabel ROA memiliki rerata 2,080 dengan nilai tertinggi 7,58 dan nilai
terendah -0,93. Namun, median berada pada 1,710 dengan standar deviasi 1,501. Kondisi
ini memperlihatkan bahwa pada rentang sebaran yang sangat -panjang, yaitu 8,51, data
ke-31 (median) masih berada pada nilai 1,710 sementara rerata 2,080. ROA memiliki
nilai di bawah median memiliki rentang yang lebih pendek (2,64) sedangkan ROA yang
diatas nilai median memiliki rentang yang lebih panjang (5,87). Nilai rerata tersebut
menjelaskan bahwa perusahaan dapat menghasilkan keuntungan sebesar 2,080 pada
setiap satu aset yang dimilikinya. Nilai ROA yang tinggi ini memperlihatkan bahwa
perusahaan perbankan mampu menghasilkan laba yang tinggi dengan menggunakan
seluruh asetnya.
9. 9
Variabel VACA yang merupakan salah satu dari komponen dalam melakukan
penilaian terhadap modal intelektual, memiliki rerata 0,579 dengan nilai tertinggi 2,655
dan nilai terendah 0,013. Nilai rerata tersebut sedikit lebih tinggi dari nilai median yang
berada di angka 0,467 dengan standar deviasinya 0,506. Kondisi tersebut terjadi karena
VACA memiliki rentang yang cukup lebar yaitu sebesar 2,642 dan ada beberapa
perusahaan yang memiliki nilai VACA yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa
perusahaan perbankan memiliki penambahan setiap capital employed yang sangat rendah,
yaitu kurang dari 1 dan hanya 4 perusahaan yang memiliki nilai lebih dari 1. Dengan kata
lain dapat diartikan bahwa kontribusi yang dimiliki oleh capital employed pada
perusahaan perbankan terhadap value added organisasi perbankan sangat rendah.
Komponen lain untuk perhitungan intellectual capital adalah VAHU yang
memiliki rerata 3,498 dengan nilai tertinggi 7,702 dan nilai terendah 1,001. Nilai rerata
tersebut sedikit lebih rendah dari nilai median yang berada di angka 3,594 dengan standar
deviasinya 0,944. Hal tersebut menunjukan bahwa rerata value added yang dihasilkan
perusahaan perbankan 3,498 kali dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Nilai tersebut
menjelaskan adanya kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang ditanamkan dalam
human capital terhadap value added yang diihasilkan oleh perusahaan perbankan cukup
tinggi.
Komponen intellectual capital terakhir yang akan dibahas pada penelitian ini
adalah STVA yang memiliki rerata 0,683 dengan nilai tertinggi 0,870 dan nilai terendah
0,001. Nilai rerata tersebut sedikit lebih rendah dari nilai median yang berada di angka
0,722 dengan standar deviasinya 0,143. Angka-angka tersebut menunjukan bahwa rerata
modal struktural (structural capital) yang menghasilkan 1 rupiah dari nilai tambah (value
added) perusahaan perbankan sebesar 0,683 dan hanya terdapat 2 perusahaan yang
memiliki nilai STVA yang sangat rendah. Hal ini mengindikasikan keberhasilan
structural capital perusahaan perbankan dalam penciptaan nilai.
Variabel DK merupakan variabel yang digunakan untuk pengukuran tata kelola
perusahaan (GCG) yang memiliki rerata 11,219 dengan nilai tertinggi 44,2 dan nilai
terendah 1,5. Nilai rerata tersebut sedikit lebih tinggi dari nilai median yang berada di
angka 7 dengan standar deviasinya 10,587. Hasil perhitungan variabel DK menunjukan
bahwa rerata pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris terhadap operasional
perusahaan perbankan hampir dilakukan setiap bulan. Hal ini ditunjukan dari angka
rerata kedatangan rapat dewan komisaris sebanyak 11,219. Padahal nilai tengahnya hanya
7 kali dalam 1 tahun.
Variabel ITS merupakan variabel kategorik yang menunjukan dukungan CEO
terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk teknologi perusahaan. Data yang dimiliki
oleh variabel ITS memperlihatkan terdapat 27 perusahaan sampel yang tidak memiliki
CIO. Jadi para kepala divisi atau kepala group IT bertanggung jawab langsung atas
kinerjanya kepada CEO. Sementara terdapat 31 perusahaan sampel yang memiliki CIO,
yang terdiri dari 6 perusahaan yang memiliki CIO namun tidak langsung bertanggung
jawab terhadap CEO dan 25 perusahaan sampel yang langsung bertanggung jawab
terhadap CEO. Dan ada 3 perusahaan sampel yang CIO merangkap sebagai CEO atau
kepala divisi atau group IT bertanggung jawab langsung terhadap CEO.
Analisis Hasil Uji Hubungan
Berdasarkan atas pengujian korelasi antar variable memperlihatkan ada beberapa
variabel yang memiliki signifikan pada alpha 1%. Hubungan signifikansi yang terbentuk
pada alpha 1%, antara lain hubungan pada variable ROA dengan variabel VAHU yang
memiliki hubungan positif secara signifikan dengan nilai kekuatan hubungannya sebesar
57,2%. Begitu juga dengan hubungan variabel ROA terhadap STVA yang memiliki
hubungan positif secara signifikan dengan nilai prosentase signifikansi sebesar 38%.
Hubungan yang terbentuk antara variabel VAHU dan STVA bersifat positif signifikan
dengan prosentase kekuatan hubungan 80,6%.
10. 10
Hubungan variabel pada tingkat alpha 5% antara lain hubungan yang terbentuk
antara variabel ROA dan variabel GCG dengan nilai kekuatan hubungan positif secara
signifikan sebesar 29,3%. Hubungan yang bersifat positif secara signifikan juga
ditunjukan dengan variabel VAHU dan GCG dengan nilai sebesar 26%. Sementara itu
nilai 27,1% dihasilkan dari hubungan antara variabel STVA dan GCG yang juga memiliki
kekuatan positif secara signifikan. Dan terdapat satu hubungan yang marjinal signifikan
yaitu hubungan antara variabel VACA dan ITS sebesar 24,8% (dengan tingkat
signifikansi 0,054).
Analisis Hasil Pengujian Model dengan Variabel Utama
Pengujian ini dilakukan untuk melihat bagaimana variabel utama (VACA,
VAHU, STVA, GCG, ITS) dalam mempengaruhi ROA. Berdasarkan tabel 4.2,
memperlihatkan bahwa model untuk pengujian variabel utama ini telah memiliki model
yang baik. Hal ini ditunjukan dari nilai F-sig sebesar 0,000 yang lebih kecil dari nilai α.
Tabel 4.2 Hasil pengujian model dengan variabel utama
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square FSig.
1Regression 51,172 5 10,234 6,705 000a
Residual 83,953 55 1,526
Total 135,125 60
a. Predictors: (Constant), ITS, GCG, VACA, VAHU, STVA
b. Dependent Variable: ROA
Sumber : data olahan
Lebih lanjut, besarnya kontribusi VACA, VAHU, STVA, GCG, ITS secara
bersama-sama dalam mempengaruhi ROA adalah sebesar 37,9% (berdasarkan R-square
pada lampiran 7) dan 62,1% sisanya ditangkap oleh variabel lain yang tidak diujikan
dalam model ini.
Tabel 4.3 Uji-t Model Utama
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
T Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) -,168 ,943 -,178 ,859
VACA ,179 ,331 ,060 ,540 ,591
STVA -2,963 1,917 -,283 -1,545 ,128
GCG ,025 ,016 ,173 1,565 ,123
ITS -,087 ,161 -,060 -,538 ,593
VAHU 1,186 ,287 ,746 4,137 ,000
a. Dependent Variable: ROA
Sumber : data olahan
Sementara itu untuk pengujian setiap variabel independen terhadap variabel
dependen (ROA), berdasarkan tabel 4.3, menunjukan hanya variabel VAHU yang
memiliki pengaruh positif signifikan terhadap ROA sebesar 1,186. Artinya, setiap rupiah
yang dikeluarkan untuk mendapatkan keunggulan human capital akan memberikan
tingkat keuntungan atas operasionalisasi aset (ROA) sebesar 1,186%. Hasil ini konsisten
dengan (Wijaya, 2012; Ulum, 2007; Bontis, 2000). Dimana keunggulan human capital
11. 11
dalam bentuk inovasi, strategi, individual capability, individual motivation, leadership
dapat mendorong perusahaan untuk menggunakan asetnya secara optimal dalam rangka
menghasilkan keuntungan.
Analisis Hasil Pengujian Model dengan Interaksi Moderasi
Pengujian yang dilakukan terhadap model dengan interaksi moderasi (VACA,
VAHU, STVA, GCG, ITS, VACAG, VAHUG, STVAG, VACAI, VAHUI, dan STVAI)
dalam hubungannya terkait pengaruh terhadap ROA. Hasil uji model ini memperlihatkan
nilai F-sig sebesar 0,000. Nilai tersebut lebih kecil daripada nilai α (5%), yang dapat
diartikan bahwa model interaksi moderasi merupakan model yang baik (lampiran 9).
Kontribusi yang diberikan oleh setiap variabel dalam model interaksi moderasi
terhadap pengaruhnya pada variabel ROA sebesar 51,6% (hasil dari R-square pada tabel
4.4).
Tabel 4.4 R-square Model Interaksi Moderasi
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 ,684a
,468 ,349 1,21076
a. Predictors: (Constant), STVAI, GCG, VACA, VAHU, STVA, VACAG, ITS, VACAI, VAHUG, VAHUI, STVAG
Sumber : data olahan
Pada model yang menggunakan interaksi moderasi, hasil uji memperlihatkan
bahwa variabel VACA dan VAHU mempunyai hasil yang bertolak belakang dengan hasil
uji model utama. Variabel VACA mempunyai hasil uji t-sig yang lebih kecil dari nilai α
yaitu sebesar 0,017. Sedangkan variabel VAHU memiliki nilai uji t-sig sebesar 0,608.
Artinya variabel VACA memiliki kontribusi terciptanya suatu nilai terhadap profit
perusahan sebesar 8,524 setiap penambahan 1 physical capital. Dan ditemukan juga bukti
bahwa dengan dukungan yang di berikan CEO terhadap strategi IT akan memperlemah
penciptaan nilai dari modal fisik yang di miliki oleh perusahaan terhadap kinerja. Artinya,
bila VACA memiliki pengaruh positif terhadap kinerja sebesar 8,524 namun dengan
mempertimbangkan adanya dukungan CEO terhadap strategi IT membuat pengaruh
positif tersebut semakin kecil (8,524 – 2,092).
Kondisi tersebut diduga bahwa adanya dukungan CEO terhadap strategi IT
memberikan insentif kepada perusahaan perbankan untuk tidak lagi dibutuhkannya
adanya modal fisik yang terlalu besar. Misalnya perusahaan perbankan tidak perlu
melakukan perluasan dengan membuka kantor cabang/ kantor cabang pembantu/kantor
kas/kantor unit yang banyak, namun hanya dengan kehadiran beberapa titik anjungan
tunai mandiri (ATM) cash deposit machine (CDM), sudah dapat melayani kebutuhan
nasabah dalam melakukan transaksi perbankan. Belum lagi ditambah dengan adanya
fasilitas mobile banking, internet banking yang juga merupakan salah satu strategi IT
untuk melayani kemudahan bertransaksi nasabah melalui perbankan, yang didukung oleh
manajemen puncak (CEO) menyebabkan perusahaan perbankan tidak lagi memperlukan
modal fisik dalam bentuk infrastruktur fisik.
Pembahasan hasil penelitian
Berdasarkan hasil pengujian model tanpa menggunakan moderasi tabel 4.3
memperlihatkan bahwa hasil penelitian ini konsisten dengan resource based view yang
menyatakan bahwa perusahaan dapat memiliki keunggulan bersaing yang unik melalui
sumber daya yang potensial, bernilai, langka, tidak dapat ditiru dan tidak ada
penggantinya (Barney, 1991); yaitu modal manusia (human capital).
Modal manusia merupakan unsur terpenting dalam penciptaan nilai (Bontis, 1998)
oleh karenanya, pengembangan karyawan adalah suatu investasi dari pengembangan
modal manusia dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan. Kondisi ini sesuai dengan
12. 12
asumsi yang melekat pada RBV yaitu resource heterogeneity dan resource immobility
(Nothnagel, 2008).
Sumber daya manusia adalah sumber daya yang unik, sulit untuk ditiru, sehingga
merupakan keunggulan bersaing (resource heterogenety). Meski dapat ditiru sekalipun,
perusahaan pesaing membutuhkan dana yang sangat besar (resource immobility).
Keunikan karakter sumber daya manusia tersebut akan dikelola dengan baik, sehingga
menjadi keunggulan bersaing yang sulit ditiru oleh para pesaingnya (Barney, 1991).
Program-program yang dibuat dalam rangka membuat karakteristik tersebut akan
menciptakan strategi-strategi yang unik berdasarkan kompetensi karyawan (Lippman dan
Rumelt, 1982; Barney, 1986) dan bakat manajerial yang dimiliki oleh karyawan
(Hambrick, 1987). Dengan kompetensi dan bakat manajerial karyawan tersebut akan
membuat sumber daya manusia suatu perusahaan perbankan semakin unggul dalam
persaingan karena dapat menciptakan nilai perusahaan secara lebih baik (Absah, 2008).
Hasil ini juga senada dengan teori stewardship dimana setiap manusia memiliki
sifat integritas (yang merupakan bakat manajerial) yang dapat dipercaya dalam
pengambilan keputusan perusahaan.
Dengan melihat hasil yang diberikan pada pengujian terhadap model dengan
menggunakan interaksi moderasi, menunjukan bahwa modal fisik atau modal usaha yang
dikeluarkan untuk investasi oleh perusahaan perbankan dalam terciptanya nilai tambah
bagi perusahaan telah berjalan secara efisien yang konsisten dengan teori tentang physical
capital (Soedaryono, et al. 2012).
Tabel 4.5 UJI-t Model dengan Interaksi Moderasi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) 1,001 9,024 ,111 ,912
VACA 8,524 3,444 2,871 2,475 ,017
VAHU ,958 1,855 ,602 ,516 ,608
STVA -9,377 20,050 -,895 -,468 ,642
GCG ,193 ,838 1,365 ,231 ,818
ITS -,457 1,892 -,314 -,242 ,810
VACAG -,038 ,065 -,183 -,589 ,559
VAHUG -,033 ,125 -,952 -,265 ,792
STVAG -,017 1,716 -,089 -,010 ,992
VACAI -2,092 ,860 -2,950 -2,433 ,019
VAHUI ,012 ,545 ,034 ,022 ,983
STVAI 1,928 4,591 1,078 ,420 ,676
a. Dependent Variable: ROA
Sumber: Data olahan
Modal fisik merupakan faktor yang dasar yang penting dalam terciptanya nilai baru
atau nilai tambah bagi perusahaan. Hal ini dikarenakan hubungannya dengan penambahan
nilai persuahaan yang diciptakan oleh sumber daya manusianya. Kondisi ini sesuai dalam
membangun indeks kinerja modal intelektual (El-Bannany, 2008).
13. 13
Interaksi moderasi strategi informasi yang terintegrasi terhadap VACA konsisten
dengan kondisi terkait peranan strategi informasi perusahaan perbankan sebagai media
yang dapat memberikan kemudahan dalam pencapaian informasi yang dimiliki oleh
perusahaan perbankan itu sendiri. Dan juga dapat menjadi prasarana untuk pengetahuan
dengan keunggulannya dalam memfasilitasi penyimpanan informasi yang handal (Josefa
Ruiz-Mercader, et al, 2006). Pembentukan strategi IT harus diketahui oleh para
sumberdaya IT yang terlibat agar mereka dapat mengetahui visi dan misi serta bagaimana
cara pencapaiannya dengan menggunakan semua aset yang dimiliki oleh perusahaan
(Mckeen dan Smith, CIO Brief vol 16).
Hal ini senada dengan penelitian terkait investasi terhadap teknologi informasi
pada perusahaan di industri perbankan (El-Bannany, 2008). Dimana investasi fisik terkait
IT dibutuhkan untuk mencapai tujuan perusahaan (pendapatan perusahaan). Investasi
secara fisik meliputi pengadaan PC, laptop/notebook, ATM, CDM, EDC dan lainnya.
Strategi IT yang berdasarkan terhadap investasi secara fisik bertujuan agar perusahaan
perbankan dapat mengakomodasi semua kebutuhan perusahaan dan nasabahnya dalam
persaingan yang ada pada industri perbankan itu sendiri (Fredric and Pritam, 2003).
Karena IT dipergunakan sebagai alat bantu operasi perbankan dengan fungsinya sebagai
alat penyimpanan dan penyediaan data untuk diproses sebagai informasi.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pembuatan strategi IT yang terintegrasi
terhadap operasional perusahaan perbankan dapat memberikan keuntungan kepada
perusahaan (Fredric and Pritam, 2003). Kondisi tersebut dapat berjalan dengan efisien
selama mendapat persetujuan dan dukungan dari CEO/CIO perusahaan (Johnson dan
Lederer, 2006). Dukungan top management diperlukan untuk mengeliminasi resiko dan
kesalahan yang dapat terjadi terkait proses pembuatan strategi IT (McGee, 2009; Macey
dan Ohara, 2003).
Nilai Lebih dan Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian
memperlihatkan IT-strategy integration dan corporate governance sebagai variabel
pemoderasi pada pengaruh IC terhadap ROA. Bahwa penelitian ini memperlihatkan
variabel corporate governance bukan merupakan variabel pemoderasi yang baik antara
IC terhadap ROA. Hal ini dikarenakan rata-rata tingkat kehadiran rapat yang rendah,
sehingga seyogyanya para dewan komisaris menghadiri setiap pertemuan yang berkaitan
dengan tata kelola perusahaan. Demikian pula dengan variabel pemoderasi IT-strategy
integration. Dimana variabel ini menunjukan hasil hanya pada interaksinya terhadap
VACA dan belum berhasil memoderasi pengaruh IC lainnya terhadap ROA.
Beberapa komponen penggunaan data pada penelitian ini dapat dikembangkan,
seperti periode waktu yang digunakan hanya 2 tahun. Selain itu komponen yang
digunakan untuk pengujian IC dilakukan secara terpisah.
Oleh karena itu, untuk mencapai kesempurnaan pada penelitian selanjutnya,
peneliti berikutnya diharapkan untuk melakukan penambahan terkait penggunaan periode
waktu penelitian. Selain itu, pengukuran terhadap kinerja perusahaan tidak hanya terbatas
dengan faktor profitabilitasnya, melainkan bisa menggunakan faktor lain seperti
produktifitas, investor respon, dan lainnya.
E. Kesimpulan
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian atas hipotesis penelitian, maka penelitian ini
menyimpulkan bahwa, VAHU atau nilai tambah dari modal manusia terbukti memiliki
pengaruh terhadap kinerja perusahaan (ROA). Hasil ini mengindikasikan kemampuan
human capital pada industri perbankan yang terdaftar pada di BEI telah dapat
14. 14
menciptakan nilai perusahaan. Sehingga, dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja pada
industri perbankan memberikan nilai tambah yang merupakan indikator paling objektif
untuk menilai keberhasilan bisnis dan sekaligus menunjukan kemampuan perusahaan
dalam penciptaan nilai.
IT-strategy integration terbukti secara signifikan memperlemah pengaruh VACA
terhadap ROA (hipotesis 2A terbukti). Hal ini menunjukan bahwa physical capital yang
dimiliki oleh perusahaan perbankan dinilai memiliki value added yang semakin kecil
justru pada saat top management memberikan komitmen penuh pada penetapan strategi
IT. Dimana semakin bagus dan terintegrasinya strategi IT yang dimiliki maka perusahaan
perbankan akan mulai melakukan investasi secara IT dan mengurangi jumlah investasi
terkait infrastruktur fisik dan kebutuhan terkait peralatan penunjang yang secara tidak
langsung akan berdampak terhadap jumlah karyawan yang akan dipekerjakannya. Pilihan
investasi tersebut dikarenakan dengan investasi secara IT, perusahaan perbankan dapat
menjangkau nasabahnya diseluruh wilayah dan tidak terbatas hanya pada wilayah
Indonesia saja.
15. 15
F. DAFTAR PUSTAKA
Acharya, Viral V., Stewart Myers, and Raghuram Rajan, 2008. The internal governance of firms.
Working paper, London Business School. Perusahaan: Suatu Analisis dengan
Pendekatan Partial Least Square. Simponsium Nasional Akuntansi 12.
Barney, Jay B. 1986. Organizational CultureL Can It Be a Source of Sustained Competitive
Advantage? Acadey of Management Review 11 (3) : 656-665.
Barney, Jay B. 1991. Firm Resources and Sustained Competitive Advantage. Journal of
Management 17 (1): 99-20.
Becalli, Elena. (2006). Does IT Investment Improve Bank Performance? Evidence from Europe.
Journal of Banking and Finance 31 (2007) 2205-2230.
Bontis, N. 2001. “Assessing knowledge assets: a review of the models used to measure intellectual
capital”. International Journal of Technology Management. Vol. 3 No. 1. pp. 41-60
Chen, M.C., S.J. Cheng, Y. Hwang. 2005. “An empirical investigation of the relationship between
intellectual capital and firms’ market value and financial performance”. Journal of
Intellectual Capital. Vol. 6 N0. 2. pp. 159-176
Conger, J. A.; Finegold, D. & Lawler, E. (1998). Appraising boardroom performance. Harvard
Business Review, 76, 136-164.
El-Bannany, Magdi. (2008). A Study of Determinants of Intellectual Capital Performance in
Banks: The UK Case. www.emeraldinsight.com/1469-1930.htm
Firer, S., and S.M. Williams. 2003. “Intellectual capital and traditional measures of corporate
performance”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 4 No. 3. pp. 348-360.
Garengo, P.; Biazzo, S. & Bititci, U.S. (2005). Performance measurement systems in SMEs: A
review for a research agenda. International Journal of Management Reviews. 7(1), pp.
25 – 47.
Gujarati, Damodar N. (2004). Fourth Edition, Basic Econometrics. McGraw-Hill. New York.
Guthrie, J. T., et al. 2006. Influences of stimulating task on reading motivation and
comprehension. The Journal of Educational Research, 99(4): 232-245.
Harrison, S., and P.H. Sullivan. (2000). “Profitting form intellectual capital; Learning from leading
companies”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1 No. 1. pp. 33-46.
Henderson, J. C. dan Venkatraman, N. (1993). Strategic Alignment: Leveraging Information
Technology for Transforming Organization. IBM Journal 32:1 (1993) 2-16.
Johnson, Alice M. dan Lederer, Albert M. (2006). The Impact of CEO/CIO Convergence on IT
Strategic Alignment. Emerging Trends and Challenges in Information Technology
Management volume 1, 2.
Kamath, G.B. 2007. “The intellectual capital performance of Indian banking sector”. Journal of
Intellectual Capital. Vol. 8 No. 1. pp. 96-123.
Kehelwalatenna, Sampath. dan Premaratne, Gamini. 2012. An Empirical Investigation on
Intellectual Capital Performance: Evidence from Banking Sector. University Brunei
Darussalam, Brunei.
16. 16
Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia.
Kutum, Imad. 2015. Board characteristics and Firm Performance: Evidence From PALESTINE.
European Journal of Accounting Auditing and Finance Research Vol.3, No.3, pp.32-47,
March 2015
Lawson, B. & Samson, D. 2001. Developing innovation capability in organisations: dynamic
capabilities approach. International journal of innovation management, 5(03), 377-400.
Li, Mingfang. dan Ye, Richard, 1998. Information Technology and Firm Performance: Linking
with environmental, Strategic and Managerial Contexts. Information and Management
35 (1999) 43-51.
Lippman, Steven A. and Rumelt, Richard P. 1982. “Uncertain imitability: an analysis of inter firm
deficiency under competition”. The Bell Journal of Economics 13: 418-438.
Lockett, A., Thompson, S. And Morgenstern, U. 2009. The development of resource-based view
of the firm: A critical appraisal. International Journal of Management Reviews, 11, 9-
28.
LPS. 2015. Perekonomian dan Perbankan 2015. Jakarta. Indonesia.
Macey, J. R. & O'hara, M. 2003. The corporate governance of banks. Economic Policy Review,
9(1).
Mavridis, D.G. 2004. “The intellectual capital performance of the Japanese banking sector”.
Journal of Intellectual Capital. Vol. 5 No. 3. pp. 92-115.
McGee, R. W. 2009. Corporate Governance in Transition Economies (pp. 3-20). Springer US.
Nazari, Jamal A. 2010. An Investigation of The Relationship Between The Intellectual Capital
Components and Firm Performance. University of Calgary, Canada.
Powell, Thomas C and Anne Dent-Micallef. 1997. Information Technology as Competitive
advantage: The Role of Human, Business, and Technology Resources. Strategic
Management Journal, Vol. 18, No. 5 (May, 1997), 374-405.
Pulic, A. 1998. Measuring the Performance of Intellectual Potential in Knowledge Economy.
Paper presented at the 2nd World Congress on Measurring and Managing Intellectual
Capital, McMaster University, Hamilton.
Pulic, A. 2000. VAICTM
– an Accounting Tool for IC Management. International Journal of
Technology Management 20 (5/6/7/8) 702-714.
Pulic, A. 2004. Intellectual Capital - Does it Create or Destroy Value?. Measurring Business
Excellence 8(1) 62-68.
PwC. 2015. Indonesia Banking Survey 2015. Indonesia. http://www.pwc.com/id
Raghunathan, B., Raghunathan, T. S., and Qiang, T. 1999. “Dimensionality of the Strategic Grid
Framework: The Construct and its Measurement,” Information Systems Research
(10:4), Dec 1999, 343-355.
Ronen, J. & Yaari, V. 2008. Earnings management: emerging insights in theory, practice, and
research (Vol. 3). New York: Springer Verlag.
17. 17
Ross, J.W and Weill, P. 2002. Six IT Decisions Your IT People Shouldn’t Make. Harvard
Business Review(80:11), pp. 84-91.
Ruiz-Mercader, J., et al. 2006. Information technology and learning: Their relationship and impact
on organisational performance in small businesses. International Journal of Information
Management (26): 16-29.
Sekaran, Uma. dan Bougie, R. 2010. Research Methods for Business: A Skill Building Approach.
UK: Hohn Wiley & Sons.
Soedaryono, Bambang; Murtanto dan Ari Prihartini. 2012. Effect Intellectual Capital (Value
Added Intellectual Capital) to Market Value and Financial Performance of Banking
Sector Companies Listed in Indonesia Stock Exchange. The 2012 International
Conference on Business and Management. Phuket. Thailand.
Stewart, T A. 1997. “Intellectual Capital: The New Wealth of Organizations.” New York:
Doubleday.
Swierczek, Fredric W. dan Shrestha, Pritam K. 2003. Information Technology and Productivity: A
Comparison of Japanese and Asia-Pasific Banks. Journal of High Technology
Management Research 14 (2003) 269-288.
Tim Studi OECD 2004. 2006. Studi Penerapan Prinsip – prinsip OECD 2004 Dalam Peraturan
Bapepam Mengenai Corporate Governance. Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Ulum, Ihyaul. 2007. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan
Perbankan di Indonesia. Universitas Diponegoro, Semarang
Ulum, Ihyaul. Imam Ghozali dan Anis Chariri. 2009. Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan
Ulum, Ihyaul. 2012. iB-VAIC: Model Pengukuran Kinerja Intellectual Capital Perbankan Syariah
di Indonesia. Jurnal Inferensi vol 7, no 1, hlm 183-204. ISSN: 1978-7332.
Van Slyke, David M. 2006. Agents or Stewards : Using Theory to Understand the Government-
Nonprofit Social Service Contracting Relationship.Oxford University Press.
Wijaya, Novia. 2012. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan dan Nilai Pasar
Perusahaan Perbankan dengan Metode Value Added Intellectual Coefficient. Jurnal
Bisnis dan Akuntansi 14 (2012)157-180.