SlideShare a Scribd company logo
1 of 32
Download to read offline
Penatalaksanaan
Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
KONSENSUS NASIONAL
Editor:
Marcellus Simadibrata K
Dadang Makmun
Murdani Abdullah
Ari Fahrial Syam
Achmad Fauzi
Kaka Renaldi
Hasan Maulahela
Amanda P Utari
2014
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI)
Kelompok Studi Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI)
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI)
Kelompok Studi Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI)
KONSENSUS NASIONAL
Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi
Helicobacter pylori
Editor:
Marcellus Simadibrata K
Dadang Makmun
Murdani Abdullah
Ari Fahrial Syam
Achmad Fauzi
Kaka Renaldi
Hasan Maulahela
Amanda P Utari
2014
- V -
Konsensus Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
© 2014 Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) dan Kelompok
Studi Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI)
xvi + 16 halaman
14,8 x 21 cm
ISBN No. 978-602-17913-8-7
1.	 Hak cipta dipegang oleh para penyusun dan dilindungi undang-
undang.
2.	 Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian
atau seluruh isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk apapun
juga tanpa seijin dari penyusun dan penerbit.
- VII -
Kata Pengantar Tim Editor
Buku ini merupakan hasil konsensus para pakar gastroenterologi di Indonesia
mengenai penatalaksanaan dispepsia dan infeksi Helicobacter pylori yang ada di
Indonesia.
Semua hal tentang definisi, etiologi, diagnosis dan penatalaksaan dispepsia
maupun infeksi H.pylori sudah pernah dibahas dalam konsensus sebelumnya secara
terpisah, namun kali ini digabungkan karena penatalaksanaan dispepsia tidak lepas
dari penatalaksaan infeksi H.pylori, disertai penambahan pengetahuan baru terkait
definisi, patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan dispepsia dan infeksi H.pylori.
Konsensus nasional penatalaksanaan dispepsia dan infeksi H.pylori tahun 2014
di Indonesia ini tetap dibuat berdasarkan evidence based medicine, sehingga cukup
berbobot digunakan sebagai rujukan para dokter di Indonesia dalam menangani
kasus-kasus dispepsia dan infeksi H.pylori di tempat praktik sehari-hari. Diharapkan
dengan adanya buku konsensus ini, para dokter dapat lebih meningkatkan
pelayanannya kepada pasien-pasien dispepsia dan infeksi H.pylori.
Kepada seluruh peserta konsensus yang telah meluangkan waktunya dalam
penyusunan konsensus nasional penatalaksanaan dispepsia dan infeksi H.pylori
tahun 2014 ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Tidak lupa
juga terima kasih kami kepada PT. Otsuka Indonesia, PT. Dexa Medica, PT. Kalbe
Farma dan PT. Eisai Indonesia yang telah menjadi sponsor dan membantu hingga
terbitnya konsensus ini.
Kami merasa bahwa buku konsensus nasional penatalaksanaan dispepsia dan
infeksi H.pylori ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
teman-teman sejawat akan sangat kami hargai.
Akhirnya dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas karunia-
Nya, kami persembahkan buku konsensus nasional penatalaksanaan dispepsia dan
infeksi H.pylori ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi sejawat di Indonesia.
Jakarta, 1 April 2014
Tim Editor
- IX -
Kata Sambutan Ketua Pengurus Besar Perkumpulan
Gastroenterologi Indonesia (PB PGI)
Dispepsia merupakan salah satu dari berbagai keluhan umum yang dapat
ditemui oleh dokter di berbagai bidang, tidak terbatas hanya pada ahli saluran cerna
saja dalam praktik kesehariannya. Pengertian mengenai patofisiologi dispepsia terus
berkembang sejak dimulainya investigasi secara ilmiah pada 1980-an sampai dengan
saat ini yang memandang infeksi Helicobacter pylori sebagai salah satu faktor kunci
dalam menangani dispepsia, baik terkait ulkus maupun non-ulkus. Pembahasan
dispepsia pun harus menghubungkan dengan manajemen dari infeksi H.pylori.
Prevalensi infeksi H.pylori di dunia cukup tinggi dan bervariasi bergantung
pada area, etnisitas, usia, dan status sosial ekonomi. Infeksi H.pylori ditemukan lebih
banyak pada negara-negara yang masih berkembang walaupun secara umum,
pada saat ini terlihat kecenderungan penurunan angka kejadian. Pengurus Besar
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PB PGI) telah menyadari pentingnya suatu
panduan dalam menanggulangi hal ini yang tercermin pada penyusunan Konsensus
Nasional Penatalaksanaan Infeksi Helicobacter pylori, yang disusun oleh Kelompok
Studi Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI) pada tahun 1996 dan diperbaharui tahun
2003. Konsensus ini membahas secara komprehensif mengenai diagnosis dan tata
laksana infeksi Helicobacter pylori, terutama dari sudut pandang dokter di pelayanan
primer.
Infeksi H.pylori sering dijumpai pada pasien-pasien Asia, sehingga eksklusi
bakteri ini merupakan bagian penting dari pendekatan diagnosis dalam
penanganan dispepsia pada populasi ini. Eradikasi H.pylori telah terbukti efektif
dalam menghilangkan gejala dispepsia terkait ulkus peptikum, namun demikian
untuk dispepsia non-ulkus hubungannya masih belum meyakinkan. Saat ini,
terdapat perkembangan terkini mengenai infeksi H.pylori, mulai dari patogenesis,
faktor risiko, hubungannya dengan manifestasi klinis penyakit lain sampai kepada
resistensi terhadap antibiotik.
Oleh karena itu, Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia
(PB PGI) memandang perlunya dilakukan pembaharuan panduan ini, disesuaikan
dengan perkembangan yang ada dan diharapkan akan dapat menjadi pedoman
bagi sejawat dalam penatalaksanaan pasien-pasien dengan dispepsia sehingga
didapatkan penatalaksanaan yang optimal.
Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PB PGI)
Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, Sp.PD-KGEH, FINASIM,FACG, FASGE
- XI -
Susunan Panitia Pelaksana Penyusunan Konsensus
Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
Penasehat : 	 Prof. Dr. dr.Daldiyono, FINASIM, Sp.PD-KGEH
                   	 Prof. dr. H. A Aziz Rani, FINASIM, Sp.PD-KGEH
                    	 Dr. dr. H. Chudahman Manan, FINASIM,
Sp.PD-KGEH
      	 Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, Sp.PD-
KGEH, FINASIM,FACG, FASGE
Ketua        : 	 Dr. dr. Ari Fahrial Syam, MMB, Sp.PD-KGEH,
FINASIM,FACP
Sekretaris    : 	 dr. Kaka Renaldi,Sp.PD
Ilmiah           : 	 Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, Sp.PD-
KGEH, FINASIM,FACG, FASGE
             	 Dr. dr. H. Dadang Makmun, Sp.PD-KGEH,
FINASIM,FACG
Dr. dr. Murdani Abdullah, Sp.PD-KGEH, FINASIM, FACG
dr. Hasan Maulahela, Sp.PD
dr. Amanda P Utari, Sp.PD
Bendahara      : 	 dr. Achmad Fauzi, Sp.PD-KGEH, FINASIM
EO	 :	 Centra Communications
Sekretariat   : 	 Darwi
- XIII -
Daftar Isi
Kata Pengantar Tim Editor ...............................................................................VII
Kata Sambutan Ketua Pengurus Besar Perkumpulan
Gastroenterologi Indonesia (PB PGI) ............................................................IX
Susunan Panitia Pelaksana Penyusunan Konsensus
Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori (Hp).........XI
I.	 Pendahuluan....................................................................................................1
II.	 Definisi...............................................................................................................1
III.	 Epidemiologi....................................................................................................2
IV.	 Patofisiologi......................................................................................................2
IV.1. Peranan gangguan motilitas gastroduodenal ..........................3
IV.2. Peranan hipersensitivitas viseral ....................................................3
IV.3. Peranan faktor psikososial.................................................................3
IV.4. Peranan asam lambung .....................................................................3
IV.5. Peranan infeksi Hp................................................................................3
V.	 Diagnosis...........................................................................................................4
V.1. Diagnosis Dispepsia..............................................................................4
V.2. Diagnosis infeksi Hp..............................................................................6
VI.	 Tata laksana......................................................................................................8
VI.1. Dispepsia belum diinvestigasi.
.........................................................8
VI.2. Dispepsia yang telah diinvestigasi.................................................9
		 VI.2.1. Dispepsia organik....................................................................9
		 VI.2.2. Dispepsia fungsional..............................................................9
VI.3. Tata laksana dispepsia dengan infeksi Hp................................10
VII.	 Lampiran........................................................................................................13
Lampiran 1. Algoritme Tata Laksana Dispepsia di Berbagai 	
Tingkat Layanan Kesehatan............................................13
Lampiran 2. Algoritme Tata Laksana Dispepsia Fungsional.........14
Lampiran 3. Algoritme Tata Laksana Eradikasi Infeksi Hp.
............15
Daftar Pustaka......................................................................................................16
1
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
I.	 Pendahuluan
Dispepsia merupakan keluhan yang umum ditemui dalam praktik sehari-
hari dan telah dikenal sejak lama dengan definisi yang terus berkembang,
mulai dari semua gejala yang berasal dari saluran cerna bagian atas, sampai
dieksklusinya gejala refluks hingga ke definisi terkini yang mengacu kepada
kriteria Roma III.1
Infeksi Helicobacter pylori (Hp) saat ini dipandang sebagai salah satu
faktor penting dalam menangani dispepsia, baik organik maupun fungsional,
sehingga pembahasan mengenai dispepsia perlu dihubungkan dengan
penanganan infeksi Hp. Berbagai studi meta-analisis menunjukkan adanya
hubungan antara infeksi Hp dengan penyakit gastroduodenal yang ditandai
keluhan/gejala dispepsia.2,3
Prevalensi infeksi Hp di Asia cukup tinggi, sehingga perlu diperhatikan
dalam pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan dispepsia. Eradikasi Hp
telah terbukti efektif dalam menghilangkan gejala dispepsia organik, tetapi
untuk dispepsia fungsional masih diperlukan penelitian lebih lanjut.4
Konsensus ini disusun untuk memberikan panduan pada dokter umum,
spesialis dan konsultan dalam penatalaksanaan dispepsia. Konsensus ini
menggabungkan penatalaksanaan dispepsia dan infeksi Hp, sehingga akan
dicapai hasil yang lebih baik.
II.	 Definisi
Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah
abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah
satu atau beberapa gejala berikut yaitu: nyeri epigastrium, rasa terbakar di
epigastrium, rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada
saluran cerna atas, mual, muntah, dan sendawa.5
Untuk dispepsia fungsional,
keluhan tersebut di atas harus berlangsung setidaknya selama tiga bulan
terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan.
2 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
III.	Epidemiologi
	 Prevalensi pasien dispepsia di pelayanan kesehatan mencakup 30%
dari pelayanan dokter umum dan 50% dari pelayanan dokter spesialis
gastroenterologi.
	 Mayoritas pasien Asia dengan dispepsia yang belum diinvestigasi dan
tanpa tanda bahaya merupakan dispepsia fungsional. Berdasarkan hasil
penelitian di negara-negara Asia (Cina, Hong Kong, Indonesia, Korea, Malaysia,
Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam) didapatkan 43-79,5% pasien
dengan dispepsia adalah dispepsia fungsional.5
Dari hasil endoskopi yang dilakukan pada 550 pasien dispepsia dalam
beberapasenterdiIndonesiapadaJanuari2003sampaiApril2004,didapatkan
44,7 % kasus kelainan minimal pada gastritis dan duodenitis; 6,5% kasus
dengan ulkus gaster; dan normal pada 8,2% kasus.6
	 Di Indonesia, data prevalensi infeksi Hp pada pasien ulkus peptikum
(tanpa riwayat pemakaian obat-obatan anti-inflamasi non-steroid/OAINS)
bervariasi dari 90-100% dan untuk pasien dispepsia fungsional sebanyak 20-
40% dengan berbagai metode diagnostik (pemeriksaan serologi, kultur, dan
histopatologi).7
	 Prevalensi infeksi Hp pada pasien dispepsia yang menjalani pemeriksaan
endoskopik di berbagai rumah sakit pendidikan kedokteran di Indonesia
(2003-2004) ditemukan sebesar 10.2%. Prevalensi yang cukup tinggi ditemui
di Makasar tahun 2011 (55%), Solo tahun 2008 (51,8%), Yogyakarta (30.6%)
dan Surabaya tahun 2013 (23,5%), serta prevalensi terendah di Jakarta (8%).
6,8-10
IV.	Patofisiologi
Patofisiologi ulkus peptikum yang disebabkan oleh Hp dan obat-obatan
anti-inflamasi non-steroid (OAINS) telah banyak diketahui.1
Dispepsia
fungsional disebabkan oleh beberapa faktor utama, antara lain gangguan
motilitas gastroduodenal, infeksi Hp, asam lambung, hipersensitivitas viseral,
dan faktor psikologis. Faktor-faktor lainnya yang dapat berperan adalah
genetik, gaya hidup, lingkungan, diet dan riwayat infeksi gastrointestinal
sebelumnya.11,12
3
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
IV.1. Peranan gangguan motilitas gastroduodenal
Gangguan motilitas gastroduodenal terdiri dari penurunan kapasitas
lambung dalam menerima makanan (impaired gastric accommodation),
inkoordinasi antroduodenal, dan perlambatan pengosongan lambung.
Gangguan motilitas gastroduodenal merupakan salah satu mekanisme
utama dalam patofisiologi dispepsia fungsional, berkaitan dengan perasaan
begah setelah makan, yang dapat berupa distensi abdomen, kembung, dan
rasa penuh.5,12
IV.2. Peranan hipersensitivitas viseral
Hipersensitivitas viseral berperan penting dalam patofisiologi dispepsia
fungsional,terutamapeningkatansensitivitassarafsensorikperiferdansentral
terhadap rangsangan reseptor kimiawi dan reseptor mekanik intraluminal
lambung bagian proksimal. Hal ini dapat menimbulkan atau memperberat
gejala dispepsia.5
IV.3. Peranan faktor psikososial
Gangguanpsikososialmerupakansalahsatufaktorpencetusyangberperan
dalam dispepsia fungsional. Derajat beratnya gangguan psikososial sejalan
dengan tingkat keparahan dispepsia. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa depresi dan ansietas berperan pada terjadinya dispepsia fungsional.5,12
IV.4. Peranan asam lambung
Asam lambung dapat berperan dalam timbulnya keluhan dispepsia
fungsional. Hal ini didasari pada efektivitas terapi anti-sekretorik asam dari
beberapa penelitian pasien dispepsia fungsional. Data penelitian mengenai
sekresi asam lambung masih kurang, dan laporan di Asia masih kontroversial.5
IV.5. Peranan infeksi Hp
PrevalensiinfeksiHppasiendispepsiafungsionalbervariasidari39%sampai
87%. Hubungan infeksi Hp dengan ganggguan motilitas tidak konsisten
namun eradikasi Hp memperbaiki gejala-gejala dispepsia fungsional.
4 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
Penanda biologis seperti ghrelin dan leptin , serta perubahan ekspresi
muscle-specific microRNAs berhubungan dengan proses patofisiologi
dispepsia fungsional, yang masih perlu diteliti lebih lanjut.5,13
V.	 Diagnosis
V.1. Diagnosis Dispepsia
Dispepsia yang telah diinvestigasi terdiri dari dispepsia organik dan
fungsional. Dispepsia organik terdiri dari ulkus gaster, ulkus duodenum,
gastritis erosi, gastritis, duodenitis dan proses keganasan. Dispepsia
fungsional mengacu kepada kriteria Roma III.Kriteria Roma III belum divalidasi
di Indonesia. Konsensus Asia-Pasifik (2012) memutuskan untuk mengikuti
konsep dari kriteria diagnosis Roma III dengan penambahan gejala berupa
kembung pada abdomen bagian atas yang umum ditemui sebagai gejala
dispepsia fungsional.5
Dispepsia menurut kriteria Roma III adalah suatu penyakit dengan satu
atau lebih gejala yang berhubungan dengan gangguan di gastroduodenal:
•	 Nyeri epigastrium
•	 Rasa terbakar di epigastrium
•	 Rasa penuh atau tidak nyaman setelah makan
•	 Rasa cepat kenyang
Gejala yang dirasakan harus berlangsung setidaknya selama tiga bulan
terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan.
Kriteria Roma III membagi dispepsia fungsional menjadi 2 subgrup, yakni
epigastric pain syndrome dan postprandial distress syndrome. Akan tetapi, bukti
terkini menunjukkan bahwa terdapat tumpang tindih diagnosis dalam dua
pertiga pasien dispepsia.1
5
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
Dispepsia belum diinvestigasi
Pemeriksaan penunjang
(sesuai indikasi):
- Laboratorium darah
- Endoskopi
- Urea Breath Test
- USG Abdomen
Dispepsia fungsional
- Dispepsia organik
- Ulkus peptikum
- Gastritis erosif
- Gastritis sedang-berat
- Kanker lambung
Sindroma distress
setelah makan
Sindroma nyeri
epigastrium
* Pada praktik sehari-hari dapat ditemukan tumpang tindih antara dispepsia
denganGERD
Gambar 1.Alur Diagnosis dispepsia belum diinvestigasi
Evaluasi tanda bahaya harus selalu menjadi bagian dari evaluasi pasien-
pasien yang datang dengan keluhan dispepsia. Tanda bahaya pada dispepsia
yaitu:
•	 Penurunan berat badan (unintended)
•	 Disfagia progresif
•	 Muntah rekuren atau persisten
•	 Perdarahan saluran cerna
•	 Anemia
•	 Demam
•	 Massa daerah abdomen bagian atas
•	 Riwayat keluarga kanker lambung
•	 Dispepsia awitan baru pada pasien di atas 45 tahun
Pasien-pasien dengan keluhan seperti di atas harus dilakukan investigasi
terlebih dahulu dengan endoskopi.5
6 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
V.2. Diagnosis infeksi Hp14
Tes diagnosis infeksi Hp dapat dilakukan secara langsung melalui
endoskopi (rapid urease test, histologi, kultur dan PCR) dan secara tidak
langsung tanpa endoskopi (urea breath test, stool test, urine test, dan
serologi). Urea breath test saat ini sudah menjadi gold standard untuk
pemeriksaan Hp, salah satu urea breath test yang ada antara lain 13
CO2
breathanalyzer.SyaratuntukmelakukanpemeriksaanHp,yaituharusbebas
antibiotik dan PPI (proton-pump inhibitor) selama 2 minggu. Ada beberapa
faktor yang perlu dipertimbangkan: situasi klinis, prevalensi infeksi,
prevalensi infeksi dalam populasi, probabilitas infeksi prates, perbedaan
dalam performa tes, dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil tes,
seperti penggunaan terapi antisekretorik dan antibiotik.
Tabel 1. Perbandingan berbagai metode tes diagnosis infeksi Hp
Tes Sn Sp Keterangan
Dengan endoskopi
Rapid urease
test
>98% 99% •	Cepat dan murah
•	Sensitivitas pascaterapi
berkurang
•	Sampel diambil dari antrum
Histologi >95% >95% •	Deteksi meningkat dengan
pewarnaan khusus (Warthin-
Starry/ hemaktoksilin-eosin/
Giemsa)
•	Sampel diambil dari antrum dan
korpus
Kultur •	Sangat spesifik, sensitivitas
buruk bila media transportasi
tidak tersedia
•	Dibutuhkan pengalaman
•	Mahal, sering tidak tersedia
•	Sampel diambil dari antrum dan
korpus
•	Media yang digunakan antara
lain Sparrow
7
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
PCR •	Sensitif dan spesifik
•	Tidak terstandarisasi
•	Sampel diambil dari antrum dan
korpus
•	Terhitung eksperimental
Tanpa endoskopi
Serologi ELISA 85-92% 79-83% •	Kurang akurat dan tidak
menggambarkan infeksi aktif
•	Prediktor infeksi yang handal
di negara berkembang dengan
prevalensi tinggi
•	Tidak direkomendasikan setelah
terapi
•	Murah dan tersedia
13
C urea
breath test
(UBT) misal:
13
CO2
breath
analyzer
95% 96% •	Direkomendasikan untuk
diagnosis Hp sebelum terapi14
•	Tes terpilih untuk konfirmasi
eradikasi
•	Pasien tidak boleh
mengkonsumsi PPI dan
antibiotik selama 2 minggu
sebelum pemeriksaan
dilakukan15,16
•	Ketersediaan bervariasi
Antigen feses 95% 94% Tidak sering digunakan meskipun
sensitivitas dan spesifisitas tinggi,
sebelum dan sesudah terapi
Serologi
finger-stick
Sangat buruk dan tidak dapat
menyamai serologi ELISA
Antibodi di
urin:
•	Rapid Urine
Test17-19
•	Urine-based
ELISA18,19
73,2-
82%
74,4-
90%
78,6-
90,7%
68-81%
Saat ini urine test belum tersedia
di Indonesia
Sn: sensitivitas, Sp: spesifisitas, ELISA: enzyme-linked immunosorbent assay,
PCR: polymerase chain reaction, PPI: proton-pump inhibitor
8 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
VI.	Tata laksana
Tatalaksanadispepsiadimulaidenganusahauntukidentifikasipatofisiologi
dan faktor penyebab sebanyak mungkin.11
Terapi dispepsia sudah dapat
dimulai berdasarkan sindroma klinis yang dominan (belum diinvestigasi) dan
dilanjutkan sesuai hasil investigasi.
VI.1. Dispepsia belum diinvestigasi
Strategi tata laksana optimal pada fase ini adalah memberikan terapi
empirik selama 1-4 minggu sebelum hasil investigasi awal, yaitu pemeriksaan
adanya Hp.11,13
Untuk daerah dan etnis tertentu serta pasien dengan faktor
risiko tinggi, pemeriksaan Hp harus dilakukan lebih awal.
Obat yang dipergunakan dapat berupa antasida, antisekresi asam
lambung (PPI misalnya omeprazole, rabeprazole dan lansoprazole dan/atau
H2-Receptor Antagonist [H2RA]), prokinetik, dan sitoprotektor (misalnya
rebamipide), di mana pilihan ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan
riwayat pengobatan pasien sebelumnya. Masih ditunggu pengembangan
obatbaruyangbekerjamelaluidown-regulationprotonpumpyangdiharapkan
memiliki mekanisme kerja yang lebih baik dari PPI, yaitu DLBS 2411.
Terkait dengan prevalensi infeksi Hp yang tinggi, strategi test and treat
diterapkan pada pasien dengan keluhan dispepsia tanpa tanda bahaya.
Test and treat dilakukan pada:20
•	 Pasien dengan dispepsia tanpa komplikasi yang tidak berespon
terhadap perubahan gaya hidup, antasida, pemberian PPI tunggal
selama 2-4 minggu dan tanpa tanda bahaya.
•	 Pasien dengan riwayat ulkus gaster atau ulkus duodenum yang belum
pernah diperiksa.
•	 Pasien yang akan minum OAINS, terutama dengan riwayat ulkus
gastroduodenal.
•	 Anemia defisiensi besi yang tidak dapat dijelaskan, purpura
trombositopenik idiopatik dan defisiensi vitamin B12.
Test and treat tidak dilakukan pada:20
•	 Penyakit refluks gastroesofageal (GERD)
•	 Anak-anak dengan dispepsia fungsional
9
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
VI.2. Dispepsia yang telah diinvestigasi
Pasien-pasien dispepsia dengan tanda bahaya tidak diberikan terapi
empirik, melainkan harus dilakukan investigasi terlebih dahulu dengan
endoskopi dengan atau tanpa pemeriksaan histopatologi sebelum ditangani
sebagai dispepsia fungsional.
Setelah investigasi, tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa pada
beberapa kasus dispepsia ditemukan GERD sebagai kelainannya.
VI.2.1. Dispepsia organik	
Apabila ditemukan lesi mukosa (mucosal damage) sesuai hasil endoskopi,
terapi dilakukan berdasarkan kelainan yang ditemukan. Kelainan yang
termasuk ke dalam kelompok dispepsia organik antara lain gastritis, gastritis
hemoragik, duodenitis, ulkus gaster, ulkus duodenum, atau proses keganasan.
Pada ulkus peptikum (ulkus gaster dan/ atau ulkus duodenum), obat yang
diberikan antara lain kombinasi PPI, misal rabeprazole 2x20 mg/ lanzoprazole
2x30 mg dengan mukoprotektor, misalnya rebamipide 3x100 mg.
VI.2.2. Dispepsia fungsional
Apabila setelah investigasi dilakukan tidak ditemukan kerusakan mukosa,
terapi dapat diberikan sesuai dengan gangguan fungsional yang ada.
Penggunaan prokinetik seperti metoklopramid, domperidon, cisaprid,
itopriddanlainsebagainyadapatmemberikanperbaikangejalapadabeberapa
pasien dengan dispepsia fungsional. Hal ini terkait dengan perlambatan
pengosongan lambung sebagai salah satu patofisiologi dispepsia fungsional.
Kewaspadaan harus diterapkan pada penggunaan cisaprid oleh karena
potensi komplikasi kardiovaskular.11
Data penggunaan obat-obatan antidepresan atau ansiolitik pada pasien
dengan dispepsia fungsional masih terbatas. Dalam sebuah studi di Jepang
baru-baru ini menunjukkan perbaikan gejala yang signifikan pada pasien
dispepsia fungsional yang mendapatkan agonis 5-HT1 dibandingkan plasebo.
Di sisi lain venlafaxin, penghambat ambilan serotonin dan norepinerfrin tidak
menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding plasebo.5
10 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
Gangguan psikologis, gangguan tidur, dan sensitivitas reseptor serotonin
sentral mungkin merupakan faktor penting dalam respon terhadap terapi
antidepresan pada pasien dispepsia fungsional.5
VI.3. Tata laksana dispepsia dengan infeksi Hp20
Eradikasi Hp mampu memberikan kesembuhan jangka panjang terhadap
gejala dispepsia. Dalam salah satu studi cross-sectional pada 21 pasien di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta (2010) didapatkan bahwa terapi
eradikasi memberikan perbaikan gejala pada mayoritas pasien dispepsia
dengan persentase perbaikan gejala sebesar 76% dan 81% penemuan Hp
negatif yang diperiksa dengan UBT.21
Penelitian prospektif oleh Syam AF, dkk tahun 2010 menunjukkan bahwa
terapi eradikasi Hp dengan triple therapy (rabeprazole, amoksisilin, dan
klaritromisin) selama 7 hari lebih baik dari terapi selama 5 hari.22
11
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
Tabel 2. Regimen Terapi Eradikasi Hp14,23
Obat Dosis Durasi
Lini Pertama:
PPI*
Amoksisilin
Klaritromisin
2x1
1000 mg (2x1)
500 mg (2x1)
7-14 hari
Di daerah yang diketahui resistensi klaritromisin >20%:
PPI*
Bismut subsalisilat
Metronidazole
Tetrasiklin
2x1
2 x 2 tablet
500 mg (3x1)
250 mg (4x1)
7-14 hari
Jika bismut tidak ada:
PPI*
Amoksisilin
Klaritromisin
Metronidazole
2x1
1000 mg (2x1)
500 mg (2x1)
500 mg (3x1)
7-14 hari
Lini Kedua: Golongan obat ini dipakai bila gagal dengan rejimen
yang mengandung klaritromisin
PPI*
Bismut subsalisilat
Metronidazole
Tetrasikilin
2x1
2 x 2 tablet
500 mg (3x1)
250 mg (4x1)
7-14 hari
PPI*
Amoksisilin
Levofloksasin
2x1
1000 mg (2x1)
500 mg (2x1)
7-14 hari
Lini ketiga: Jika gagal dengan rejimen lini kedua. Bila
memungkinkan, pilihan ditentukan berdasarkan uji resistensi dan/
atau perubahan klinis.
PPI*
Amoksisilin
Levofloksasin
Rifabutin
2x1
1000 mg (2x1)
500 mg (2x1)
7-14 hari
*PPI yang digunakan antara lain rabeprazole 20 mg, lansoprazole 30
mg,omeprazole 20 mg, pantoprazole 40 mg, esomeprazole 40 mg.
Catatan : Terapi sekuensial (dapat diberikan sebagai lini pertama apabila tidak
ada data resistensi klaritromisin) : PPI + amoxicillin selama 5 hari diikuti PPI +
klaritromisin dan nitroimidazole (tinidazole) selama 5 hari.
12 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
Pada daerah dengan resistensi klaritromisin tinggi, disarankan untuk
melakukan kultur dan tes resistensi (melalui sampel endoskopi) sebelum
memberikan terapi.Tes molekular juga dapat dilakukan untuk mendeteksi Hp
dan resistensi klaritromisin dan/atau fluorokuinolon secara langsung melalui
biopsi lambung.
Setelah pemberian terapi eradikasi, maka pemeriksaan konfirmasi harus
dilakukan dengan menggunakan UBT atau H. pylori stool antigen monoclonal
test. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam waktu paling tidak 4 minggu setelah
akhir dari terapi yang diberikan. Untuk HpSA, ada kemungkinan hasil false
positive.
13
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
VII.	Lampiran
Lampiran 1. Algoritme Tata Laksana Dispepsia di Berbagai Tingkat
Layanan Kesehatan5
Dispepsia belum diinvestigasi selama 3 bulan
atau lebih
PF, anamnesis, singkirkan penyebab
dispepsia organik, mis. obat-obatan
Tanda bahaya
Terapi
empiris
Tidak
Endoskopi SCBA
Respons
setelah
2 minggu
Lanjutkan
terapi
Ya
Rujuk
Rujuk
Tidak Ya
Temuan
menjelaskan
gejala
Apabila ada indikasi: parasit dan darah
samar tinja, kimia darah, dan/atau
pencitraan abdomen
Dispepsia organik
Hasil
pemeriksaan
menjelaskan
gejala
Dispepsia fungsional
PPK-1
PPK-2-3
*Tanda bahaya: penurunan berat badan (unintended), disfagia progresif,
muntah rekuren/persisten, perdarahan saluran cerna, anemia, demam, massa
daerah abdomen bagian atas, riwayat keluarga kanker lambung, dispepsia
awitan baru pada pasien >45 tahun.
PF: pemeriksaan fisik, SCBA: saluran cerna bagian atas, PPK-1: Pemberi
Pelayanan KesehatanTingkat Pertama, PPK-2-3: Pemberi Pelayanan Kesehatan
Tingkat Kedua dan Ketiga.
14 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
Lampiran 2. Algoritme Tata Laksana Dispepsia Fungsional5
Dispepsia fungsional
Modifikasi diet
Nyeri/rasa terbakar pada
epigastrium
Rasa penuh setelah makan,
cepat kenyang,
kembung, mual,
muntah, bersendawa
Prokinetik dengan atau
tanpa PPI
PPI dengan atau tanpa
prokinetik
Sitoprotektor
PPI-down regulation
• Coba antidepresan atau
ansiolitik
• Coba terapi herbal
Rujuk ke spesialis
Coba hentikan atau terapi
sesuai kebutuhan
Respons
setelah 4 atau
8 minggu
Respons
setelah 4 atau
8 minggu
Ya Ya
Tidak ada respons
Tidak
Tidak
Gejala
predominan
PPI: proton-pump inhibitor.
15
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
Lampiran 3. Algoritme Tata Laksana Eradikasi Infeksi Hp5
Positif tes H.pylori
Daerah resistensi
klaritromisin tinggi
Daerah resistensi
klaritromisin rendah
Bismut quadruple,
bila tak tersedia: quadruple
non-bismut
PPI-klaritromisin-
amoksisilin/metronidazol
atau bismut quadruple
Bismut quadruple atau PPI-
levofloksasin-amoksisilin
PPI-
levofloksasin-amoksisilin
Sesuai dengan kultur dan tes resisrensi
Lini pertama
Lini kedua
Lini ketiga
16 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori
Daftar Pustaka
1.	 Ford AC, Moayyedi P. Dyspepsia. Curr Opin Gastroenterol. 2013;29:662-8.
2.	 Saad AM, Choudhary A, Bechtold ML. Effect of Helicobacter pylori treatment on gastroesophageal reflux disease (GERD):
meta-analysis of randomized controlled trials. Scand J Gastroenterol 2012;47:129-35.
3.	 Tang CL,Ye F, LiuW, Pan XL, Qian J, Zhang GX. Eradication of Helicobacter pylori infection reduces the incidence of peptic ulcer
disease in patients using nonsteroidal anti-inflammatory drugs: a meta-analysis. Helicobacter 2012;17:286-96.
4.	 Lee YY, Chua AS. Investigating functional dyspepsia in Asia. J Neurogastroenterol Motil 2012;18:239-45.
5.	 Miwa H, Ghoshal UC, Gonlachanvit S, et al. Asian consensus report on functional dyspepsia. J Neurogastroenterol Motil
2012;18:150-68.
6.	 Syam AF, Abdullah M, Rani AA, et al. Evaluation of the use of rapid urease test: Pronto Dry to detect H pylori in patients with
dyspepsia in several cities in Indonesia. World J Gastroenterol 2006;12:6216-8.
7.	 Rani AA, Fauzi A. Infeksi Helicobacter pylori dan penyakit gastro-duodenal. In: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006:331-6.
8.	 Hidayati PS, Iswan Abbas Nusi IA, Maimunah U. Hubungan Seropositivitas CagA H.pylori dengan Derajat Keparahan Gastritis
pada Pasien Dispepsia. Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNAIR – RSU Dr Soetomo
Surabaya; 2013. (Unpublished manuscript).
9.	 Jumlah data Helicobacter pylori positif. RSUD Dr Moewardi Surakarta; 2008. (Unpublished raw data).
10.	 Parewangi AML. Jumlah data Helicobacter pylori positif di Makassar. Makassar: RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo; 2011.
(Unpublished raw data).
11.	 Futagami S, Shimpuku M, Yin Y, et al. Pathophysiology of functional dyspepsia. J Nippon Med Sch 2011;78:280-5.
12.	 Choung RS, Talley NJ. Novel mechanisms in functional dyspepsia. World J Gastroenterol 2006;12:673-7.
13.	 Harmon RC, Peura DA. Evaluation and management of dyspepsia. Therap Adv Gastroenterol 2010;3:87-98.
14.	 Hunt RH, Xiao SD, Megraud F, et al. Helicobacter pylori in developing countries. World Gastroenterology Organisation Global
Guideline. J Gastrointestin Liver Dis 2011;20:299-304.
15.	 Altschuler S, Peura DA. Helicobacter pylori and peptic ulcer disease. In: McNally PR, ed.  GI/Liver Secrets Plus. 4th ed.
Philadelphia, Pa: Elsevier Mosby; 2010:chap 11.
16. Chey WD, Woods M, Scheiman JM, Nostrant TT, Del Valle J. Lansoprazole and ranitidine affect the accuracy of the 14C-urea
breath test by a pH dependent mechanism. Am J Gastroenterol. 1997;92:446-450.
17. Nguyen LT, Uchida T, Tsukamoto Y, et al. Evaluation of rapid urine test for the detection of Helicobacter pylori infection in the
Vietnamese population. Dig Dis Sci 2010;55:89-93.
18.	 Leodolter A, Vaira D, Bazzoli F, et al. European multicentre validation trial of two new non-invasive tests for the detection of
Helicobacter pylori antibodies: urine-based ELISA and rapid urine test. Aliment Pharmacol Ther 2003;18:927-31.
19.	 Demiray Gurbuz E, Gonen C, Bekmen N, et al. The diagnostic accuracy of urine IgG antibody tests for the detection of
Helicobacter pylori infection in Turkish dyspeptic patients. Turk J Gastroenterol 2012;23:753-8.
20.	 Malfertheiner P, Megraud F, O’Morain CA, et al. Management of Helicobacter pylori infection--the Maastricht IV/ Florence
Consensus Report. Gut 2012;61:646-64.
21.	 Utia K, Syam AF, Simadibrata M, Setiati S, Manan C. Clinical evaluation of dyspepsia in patients with functional dyspepsia,
with the history of Helicobacter pylori eradication therapy in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Acta Med Indones
2010;42:86-93.
22.	 Syam AF, Abdullah M, Rani AA, et al. A comparison of 5 or 7 days of rabeprazole triple therapy for eradication of Helicobacter
pylori. Med J Indones 2010:113-7.
23. Chey WD, Wong BC, Practice Parameters Committee of the American College of G. American College of Gastroenterology
guideline on the management of Helicobacter pylori infection. Am J Gastroenterol 2007;102:1808-25.
Terima Kasih Kepada:
13
CO2
breath analyzer
DISPEPSI Hp

More Related Content

What's hot (20)

Acute limb ischemia
Acute limb ischemiaAcute limb ischemia
Acute limb ischemia
 
Rhinitis alergi
Rhinitis alergi Rhinitis alergi
Rhinitis alergi
 
Makalah ulkus peptikum
Makalah ulkus peptikumMakalah ulkus peptikum
Makalah ulkus peptikum
 
Angina pectoris stabil
Angina pectoris stabilAngina pectoris stabil
Angina pectoris stabil
 
Panduan manajemen nyeri
Panduan manajemen nyeri Panduan manajemen nyeri
Panduan manajemen nyeri
 
Artritis reumatoid
Artritis reumatoidArtritis reumatoid
Artritis reumatoid
 
Asma ppt (2)
Asma ppt (2)Asma ppt (2)
Asma ppt (2)
 
P 4a gerd
P 4a gerdP 4a gerd
P 4a gerd
 
P 3b kolesistitis
P 3b kolesistitisP 3b kolesistitis
P 3b kolesistitis
 
Guideline stroke-2011
Guideline stroke-2011Guideline stroke-2011
Guideline stroke-2011
 
Sirosis hati
Sirosis hatiSirosis hati
Sirosis hati
 
Migrain
MigrainMigrain
Migrain
 
Referat low back pain
Referat low back painReferat low back pain
Referat low back pain
 
Abses hepar
Abses heparAbses hepar
Abses hepar
 
Diare - Power Point
Diare - Power PointDiare - Power Point
Diare - Power Point
 
Modul Luka/trauma
Modul Luka/traumaModul Luka/trauma
Modul Luka/trauma
 
Diare
DiareDiare
Diare
 
Perdarahan Saluran Cerna
Perdarahan Saluran CernaPerdarahan Saluran Cerna
Perdarahan Saluran Cerna
 
Woc kista ovarium
Woc kista ovariumWoc kista ovarium
Woc kista ovarium
 
Gastritis
GastritisGastritis
Gastritis
 

Similar to DISPEPSI Hp

288201524 konsensus-gerd-2013
288201524 konsensus-gerd-2013288201524 konsensus-gerd-2013
288201524 konsensus-gerd-2013Bisma Kertanegara
 
Buku rekomendasi gangguan saluran cerna
Buku rekomendasi gangguan saluran cernaBuku rekomendasi gangguan saluran cerna
Buku rekomendasi gangguan saluran cernaIsur Sloww
 
Konsensus-Diagnosis-dan-TataLaksana-Sepsis-Pada-Anak.pdf
Konsensus-Diagnosis-dan-TataLaksana-Sepsis-Pada-Anak.pdfKonsensus-Diagnosis-dan-TataLaksana-Sepsis-Pada-Anak.pdf
Konsensus-Diagnosis-dan-TataLaksana-Sepsis-Pada-Anak.pdfverrarahwany1
 
Buku pedoman tatalaksana covid 19 5 op edisi 3 2020
Buku pedoman tatalaksana covid 19 5 op edisi 3 2020Buku pedoman tatalaksana covid 19 5 op edisi 3 2020
Buku pedoman tatalaksana covid 19 5 op edisi 3 2020Tazkiyatan Isria
 
P 3a ulkus peptikum
P 3a ulkus peptikumP 3a ulkus peptikum
P 3a ulkus peptikumfikri asyura
 
P 3a ulkus peptikum
P 3a ulkus peptikumP 3a ulkus peptikum
P 3a ulkus peptikumfikri asyura
 
TATALAKSANA BATUK PADA ANAK (EFIR).docx
TATALAKSANA BATUK PADA ANAK (EFIR).docxTATALAKSANA BATUK PADA ANAK (EFIR).docx
TATALAKSANA BATUK PADA ANAK (EFIR).docxUGDPKMMARIDAN
 
Pedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakitPedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakitAndinaPutri3
 
Buku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022
Buku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022Buku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022
Buku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022CIkumparan
 
Buku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022.pdf
Buku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022.pdfBuku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022.pdf
Buku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022.pdfShabrinaIzzati4
 
Sk tim ppi sibela 2019 oke
Sk tim ppi sibela 2019 okeSk tim ppi sibela 2019 oke
Sk tim ppi sibela 2019 okeNataliananovita
 
Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014
Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014
Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014Dokter Tekno
 
ppra - 1.ppt
ppra - 1.pptppra - 1.ppt
ppra - 1.pptMuliNur
 

Similar to DISPEPSI Hp (20)

288201524 konsensus-gerd-2013
288201524 konsensus-gerd-2013288201524 konsensus-gerd-2013
288201524 konsensus-gerd-2013
 
Bab i ikhsan copper
Bab i ikhsan copperBab i ikhsan copper
Bab i ikhsan copper
 
Buku rekomendasi gangguan saluran cerna
Buku rekomendasi gangguan saluran cernaBuku rekomendasi gangguan saluran cerna
Buku rekomendasi gangguan saluran cerna
 
Bab i ikhsan copper
Bab i ikhsan copperBab i ikhsan copper
Bab i ikhsan copper
 
Konsensus-Diagnosis-dan-TataLaksana-Sepsis-Pada-Anak.pdf
Konsensus-Diagnosis-dan-TataLaksana-Sepsis-Pada-Anak.pdfKonsensus-Diagnosis-dan-TataLaksana-Sepsis-Pada-Anak.pdf
Konsensus-Diagnosis-dan-TataLaksana-Sepsis-Pada-Anak.pdf
 
Buku pedoman tatalaksana covid 19 5 op edisi 3 2020
Buku pedoman tatalaksana covid 19 5 op edisi 3 2020Buku pedoman tatalaksana covid 19 5 op edisi 3 2020
Buku pedoman tatalaksana covid 19 5 op edisi 3 2020
 
P 3a ulkus peptikum
P 3a ulkus peptikumP 3a ulkus peptikum
P 3a ulkus peptikum
 
P 3a ulkus peptikum
P 3a ulkus peptikumP 3a ulkus peptikum
P 3a ulkus peptikum
 
Epidemiologi Gizi.pdf
Epidemiologi Gizi.pdfEpidemiologi Gizi.pdf
Epidemiologi Gizi.pdf
 
TATALAKSANA BATUK PADA ANAK (EFIR).docx
TATALAKSANA BATUK PADA ANAK (EFIR).docxTATALAKSANA BATUK PADA ANAK (EFIR).docx
TATALAKSANA BATUK PADA ANAK (EFIR).docx
 
Pedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakitPedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakit
 
Buku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022
Buku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022Buku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022
Buku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022
 
Buku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022.pdf
Buku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022.pdfBuku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022.pdf
Buku Tatalaksana COVID-19 5 OP Edisi 4 Jan 2022.pdf
 
Makalah pmm margono
Makalah pmm margonoMakalah pmm margono
Makalah pmm margono
 
Sk tim ppi sibela 2019 oke
Sk tim ppi sibela 2019 okeSk tim ppi sibela 2019 oke
Sk tim ppi sibela 2019 oke
 
Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014
Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014
Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014
 
ppra - 1.ppt
ppra - 1.pptppra - 1.ppt
ppra - 1.ppt
 
Pedoman ART 2011
Pedoman ART 2011Pedoman ART 2011
Pedoman ART 2011
 
Pedoman Pengobatan ARV 2011
Pedoman Pengobatan ARV 2011Pedoman Pengobatan ARV 2011
Pedoman Pengobatan ARV 2011
 
vedro
vedrovedro
vedro
 

More from HaInYoo

Indonesian national consensus of dyspepsia
Indonesian national consensus of dyspepsiaIndonesian national consensus of dyspepsia
Indonesian national consensus of dyspepsiaHaInYoo
 
16111 58433-2-pb
16111 58433-2-pb16111 58433-2-pb
16111 58433-2-pbHaInYoo
 
383 988-1-sm
383 988-1-sm383 988-1-sm
383 988-1-smHaInYoo
 
Analisis senyawa sulfonamida
Analisis senyawa sulfonamidaAnalisis senyawa sulfonamida
Analisis senyawa sulfonamidaHaInYoo
 
Makalah kimia farmasi_analis
Makalah kimia farmasi_analisMakalah kimia farmasi_analis
Makalah kimia farmasi_analisHaInYoo
 
Percobaan 3.docx
Percobaan 3.docxPercobaan 3.docx
Percobaan 3.docxHaInYoo
 
119050890 laporan-praktikum-analisis-farmasi
119050890 laporan-praktikum-analisis-farmasi119050890 laporan-praktikum-analisis-farmasi
119050890 laporan-praktikum-analisis-farmasiHaInYoo
 
Laporan analisis kimia_golongan_senyawa
Laporan analisis kimia_golongan_senyawaLaporan analisis kimia_golongan_senyawa
Laporan analisis kimia_golongan_senyawaHaInYoo
 
343059576 44100-kfa-ii-06-reaktivitas-amin-aromatik-primer
343059576 44100-kfa-ii-06-reaktivitas-amin-aromatik-primer343059576 44100-kfa-ii-06-reaktivitas-amin-aromatik-primer
343059576 44100-kfa-ii-06-reaktivitas-amin-aromatik-primerHaInYoo
 
12352 article text-16072-1-10-20150709
12352 article text-16072-1-10-2015070912352 article text-16072-1-10-20150709
12352 article text-16072-1-10-20150709HaInYoo
 
12352 article text-16072-1-10-20150709 (1)
12352 article text-16072-1-10-20150709 (1)12352 article text-16072-1-10-20150709 (1)
12352 article text-16072-1-10-20150709 (1)HaInYoo
 

More from HaInYoo (11)

Indonesian national consensus of dyspepsia
Indonesian national consensus of dyspepsiaIndonesian national consensus of dyspepsia
Indonesian national consensus of dyspepsia
 
16111 58433-2-pb
16111 58433-2-pb16111 58433-2-pb
16111 58433-2-pb
 
383 988-1-sm
383 988-1-sm383 988-1-sm
383 988-1-sm
 
Analisis senyawa sulfonamida
Analisis senyawa sulfonamidaAnalisis senyawa sulfonamida
Analisis senyawa sulfonamida
 
Makalah kimia farmasi_analis
Makalah kimia farmasi_analisMakalah kimia farmasi_analis
Makalah kimia farmasi_analis
 
Percobaan 3.docx
Percobaan 3.docxPercobaan 3.docx
Percobaan 3.docx
 
119050890 laporan-praktikum-analisis-farmasi
119050890 laporan-praktikum-analisis-farmasi119050890 laporan-praktikum-analisis-farmasi
119050890 laporan-praktikum-analisis-farmasi
 
Laporan analisis kimia_golongan_senyawa
Laporan analisis kimia_golongan_senyawaLaporan analisis kimia_golongan_senyawa
Laporan analisis kimia_golongan_senyawa
 
343059576 44100-kfa-ii-06-reaktivitas-amin-aromatik-primer
343059576 44100-kfa-ii-06-reaktivitas-amin-aromatik-primer343059576 44100-kfa-ii-06-reaktivitas-amin-aromatik-primer
343059576 44100-kfa-ii-06-reaktivitas-amin-aromatik-primer
 
12352 article text-16072-1-10-20150709
12352 article text-16072-1-10-2015070912352 article text-16072-1-10-20150709
12352 article text-16072-1-10-20150709
 
12352 article text-16072-1-10-20150709 (1)
12352 article text-16072-1-10-20150709 (1)12352 article text-16072-1-10-20150709 (1)
12352 article text-16072-1-10-20150709 (1)
 

Recently uploaded

MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfMATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfestidiyah35
 
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdfPROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdfMeiRianitaElfridaSin
 
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptxPENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptxandibtv
 
mater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUAR
mater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUARmater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUAR
mater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUARGregoryStevanusGulto
 
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxDASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxNadiraShafa1
 
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docximplementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docxhurufd86
 
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.pptKEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.pptmutupkmbulu
 
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdfDiagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdfAlanRahmat
 
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptxMETODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptxika291990
 
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptPENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptssuser940815
 
PPT TUGAS PEMBIAYAAN RS DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL.pptx
PPT TUGAS PEMBIAYAAN RS DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL.pptxPPT TUGAS PEMBIAYAAN RS DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL.pptx
PPT TUGAS PEMBIAYAAN RS DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL.pptxnoviariansari
 
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRBimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRJessieArini1
 

Recently uploaded (12)

MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfMATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
 
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdfPROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
 
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptxPENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
 
mater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUAR
mater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUARmater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUAR
mater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUAR
 
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxDASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
 
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docximplementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
 
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.pptKEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
 
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdfDiagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
 
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptxMETODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
 
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptPENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
 
PPT TUGAS PEMBIAYAAN RS DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL.pptx
PPT TUGAS PEMBIAYAAN RS DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL.pptxPPT TUGAS PEMBIAYAAN RS DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL.pptx
PPT TUGAS PEMBIAYAAN RS DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL.pptx
 
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRBimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
 

DISPEPSI Hp

  • 1. Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori KONSENSUS NASIONAL Editor: Marcellus Simadibrata K Dadang Makmun Murdani Abdullah Ari Fahrial Syam Achmad Fauzi Kaka Renaldi Hasan Maulahela Amanda P Utari 2014 Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) Kelompok Studi Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI)
  • 2.
  • 3. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) Kelompok Studi Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI) KONSENSUS NASIONAL Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori Editor: Marcellus Simadibrata K Dadang Makmun Murdani Abdullah Ari Fahrial Syam Achmad Fauzi Kaka Renaldi Hasan Maulahela Amanda P Utari 2014
  • 4.
  • 5. - V - Konsensus Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori © 2014 Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) dan Kelompok Studi Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI) xvi + 16 halaman 14,8 x 21 cm ISBN No. 978-602-17913-8-7 1. Hak cipta dipegang oleh para penyusun dan dilindungi undang- undang. 2. Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk apapun juga tanpa seijin dari penyusun dan penerbit.
  • 6.
  • 7. - VII - Kata Pengantar Tim Editor Buku ini merupakan hasil konsensus para pakar gastroenterologi di Indonesia mengenai penatalaksanaan dispepsia dan infeksi Helicobacter pylori yang ada di Indonesia. Semua hal tentang definisi, etiologi, diagnosis dan penatalaksaan dispepsia maupun infeksi H.pylori sudah pernah dibahas dalam konsensus sebelumnya secara terpisah, namun kali ini digabungkan karena penatalaksanaan dispepsia tidak lepas dari penatalaksaan infeksi H.pylori, disertai penambahan pengetahuan baru terkait definisi, patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan dispepsia dan infeksi H.pylori. Konsensus nasional penatalaksanaan dispepsia dan infeksi H.pylori tahun 2014 di Indonesia ini tetap dibuat berdasarkan evidence based medicine, sehingga cukup berbobot digunakan sebagai rujukan para dokter di Indonesia dalam menangani kasus-kasus dispepsia dan infeksi H.pylori di tempat praktik sehari-hari. Diharapkan dengan adanya buku konsensus ini, para dokter dapat lebih meningkatkan pelayanannya kepada pasien-pasien dispepsia dan infeksi H.pylori. Kepada seluruh peserta konsensus yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan konsensus nasional penatalaksanaan dispepsia dan infeksi H.pylori tahun 2014 ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Tidak lupa juga terima kasih kami kepada PT. Otsuka Indonesia, PT. Dexa Medica, PT. Kalbe Farma dan PT. Eisai Indonesia yang telah menjadi sponsor dan membantu hingga terbitnya konsensus ini. Kami merasa bahwa buku konsensus nasional penatalaksanaan dispepsia dan infeksi H.pylori ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari teman-teman sejawat akan sangat kami hargai. Akhirnya dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas karunia- Nya, kami persembahkan buku konsensus nasional penatalaksanaan dispepsia dan infeksi H.pylori ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi sejawat di Indonesia. Jakarta, 1 April 2014 Tim Editor
  • 8.
  • 9. - IX - Kata Sambutan Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PB PGI) Dispepsia merupakan salah satu dari berbagai keluhan umum yang dapat ditemui oleh dokter di berbagai bidang, tidak terbatas hanya pada ahli saluran cerna saja dalam praktik kesehariannya. Pengertian mengenai patofisiologi dispepsia terus berkembang sejak dimulainya investigasi secara ilmiah pada 1980-an sampai dengan saat ini yang memandang infeksi Helicobacter pylori sebagai salah satu faktor kunci dalam menangani dispepsia, baik terkait ulkus maupun non-ulkus. Pembahasan dispepsia pun harus menghubungkan dengan manajemen dari infeksi H.pylori. Prevalensi infeksi H.pylori di dunia cukup tinggi dan bervariasi bergantung pada area, etnisitas, usia, dan status sosial ekonomi. Infeksi H.pylori ditemukan lebih banyak pada negara-negara yang masih berkembang walaupun secara umum, pada saat ini terlihat kecenderungan penurunan angka kejadian. Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PB PGI) telah menyadari pentingnya suatu panduan dalam menanggulangi hal ini yang tercermin pada penyusunan Konsensus Nasional Penatalaksanaan Infeksi Helicobacter pylori, yang disusun oleh Kelompok Studi Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI) pada tahun 1996 dan diperbaharui tahun 2003. Konsensus ini membahas secara komprehensif mengenai diagnosis dan tata laksana infeksi Helicobacter pylori, terutama dari sudut pandang dokter di pelayanan primer. Infeksi H.pylori sering dijumpai pada pasien-pasien Asia, sehingga eksklusi bakteri ini merupakan bagian penting dari pendekatan diagnosis dalam penanganan dispepsia pada populasi ini. Eradikasi H.pylori telah terbukti efektif dalam menghilangkan gejala dispepsia terkait ulkus peptikum, namun demikian untuk dispepsia non-ulkus hubungannya masih belum meyakinkan. Saat ini, terdapat perkembangan terkini mengenai infeksi H.pylori, mulai dari patogenesis, faktor risiko, hubungannya dengan manifestasi klinis penyakit lain sampai kepada resistensi terhadap antibiotik. Oleh karena itu, Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PB PGI) memandang perlunya dilakukan pembaharuan panduan ini, disesuaikan dengan perkembangan yang ada dan diharapkan akan dapat menjadi pedoman bagi sejawat dalam penatalaksanaan pasien-pasien dengan dispepsia sehingga didapatkan penatalaksanaan yang optimal. Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PB PGI) Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, Sp.PD-KGEH, FINASIM,FACG, FASGE
  • 10.
  • 11. - XI - Susunan Panitia Pelaksana Penyusunan Konsensus Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori Penasehat :  Prof. Dr. dr.Daldiyono, FINASIM, Sp.PD-KGEH                     Prof. dr. H. A Aziz Rani, FINASIM, Sp.PD-KGEH                      Dr. dr. H. Chudahman Manan, FINASIM, Sp.PD-KGEH        Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, Sp.PD- KGEH, FINASIM,FACG, FASGE Ketua        :  Dr. dr. Ari Fahrial Syam, MMB, Sp.PD-KGEH, FINASIM,FACP Sekretaris    :  dr. Kaka Renaldi,Sp.PD Ilmiah           :  Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, Sp.PD- KGEH, FINASIM,FACG, FASGE               Dr. dr. H. Dadang Makmun, Sp.PD-KGEH, FINASIM,FACG Dr. dr. Murdani Abdullah, Sp.PD-KGEH, FINASIM, FACG dr. Hasan Maulahela, Sp.PD dr. Amanda P Utari, Sp.PD Bendahara      :  dr. Achmad Fauzi, Sp.PD-KGEH, FINASIM EO : Centra Communications Sekretariat   : Darwi
  • 12.
  • 13. - XIII - Daftar Isi Kata Pengantar Tim Editor ...............................................................................VII Kata Sambutan Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PB PGI) ............................................................IX Susunan Panitia Pelaksana Penyusunan Konsensus Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori (Hp).........XI I. Pendahuluan....................................................................................................1 II. Definisi...............................................................................................................1 III. Epidemiologi....................................................................................................2 IV. Patofisiologi......................................................................................................2 IV.1. Peranan gangguan motilitas gastroduodenal ..........................3 IV.2. Peranan hipersensitivitas viseral ....................................................3 IV.3. Peranan faktor psikososial.................................................................3 IV.4. Peranan asam lambung .....................................................................3 IV.5. Peranan infeksi Hp................................................................................3 V. Diagnosis...........................................................................................................4 V.1. Diagnosis Dispepsia..............................................................................4 V.2. Diagnosis infeksi Hp..............................................................................6 VI. Tata laksana......................................................................................................8 VI.1. Dispepsia belum diinvestigasi. .........................................................8 VI.2. Dispepsia yang telah diinvestigasi.................................................9 VI.2.1. Dispepsia organik....................................................................9 VI.2.2. Dispepsia fungsional..............................................................9 VI.3. Tata laksana dispepsia dengan infeksi Hp................................10 VII. Lampiran........................................................................................................13 Lampiran 1. Algoritme Tata Laksana Dispepsia di Berbagai Tingkat Layanan Kesehatan............................................13 Lampiran 2. Algoritme Tata Laksana Dispepsia Fungsional.........14 Lampiran 3. Algoritme Tata Laksana Eradikasi Infeksi Hp. ............15 Daftar Pustaka......................................................................................................16
  • 14.
  • 15. 1 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori I. Pendahuluan Dispepsia merupakan keluhan yang umum ditemui dalam praktik sehari- hari dan telah dikenal sejak lama dengan definisi yang terus berkembang, mulai dari semua gejala yang berasal dari saluran cerna bagian atas, sampai dieksklusinya gejala refluks hingga ke definisi terkini yang mengacu kepada kriteria Roma III.1 Infeksi Helicobacter pylori (Hp) saat ini dipandang sebagai salah satu faktor penting dalam menangani dispepsia, baik organik maupun fungsional, sehingga pembahasan mengenai dispepsia perlu dihubungkan dengan penanganan infeksi Hp. Berbagai studi meta-analisis menunjukkan adanya hubungan antara infeksi Hp dengan penyakit gastroduodenal yang ditandai keluhan/gejala dispepsia.2,3 Prevalensi infeksi Hp di Asia cukup tinggi, sehingga perlu diperhatikan dalam pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan dispepsia. Eradikasi Hp telah terbukti efektif dalam menghilangkan gejala dispepsia organik, tetapi untuk dispepsia fungsional masih diperlukan penelitian lebih lanjut.4 Konsensus ini disusun untuk memberikan panduan pada dokter umum, spesialis dan konsultan dalam penatalaksanaan dispepsia. Konsensus ini menggabungkan penatalaksanaan dispepsia dan infeksi Hp, sehingga akan dicapai hasil yang lebih baik. II. Definisi Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala berikut yaitu: nyeri epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna atas, mual, muntah, dan sendawa.5 Untuk dispepsia fungsional, keluhan tersebut di atas harus berlangsung setidaknya selama tiga bulan terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan.
  • 16. 2 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori III. Epidemiologi Prevalensi pasien dispepsia di pelayanan kesehatan mencakup 30% dari pelayanan dokter umum dan 50% dari pelayanan dokter spesialis gastroenterologi. Mayoritas pasien Asia dengan dispepsia yang belum diinvestigasi dan tanpa tanda bahaya merupakan dispepsia fungsional. Berdasarkan hasil penelitian di negara-negara Asia (Cina, Hong Kong, Indonesia, Korea, Malaysia, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam) didapatkan 43-79,5% pasien dengan dispepsia adalah dispepsia fungsional.5 Dari hasil endoskopi yang dilakukan pada 550 pasien dispepsia dalam beberapasenterdiIndonesiapadaJanuari2003sampaiApril2004,didapatkan 44,7 % kasus kelainan minimal pada gastritis dan duodenitis; 6,5% kasus dengan ulkus gaster; dan normal pada 8,2% kasus.6 Di Indonesia, data prevalensi infeksi Hp pada pasien ulkus peptikum (tanpa riwayat pemakaian obat-obatan anti-inflamasi non-steroid/OAINS) bervariasi dari 90-100% dan untuk pasien dispepsia fungsional sebanyak 20- 40% dengan berbagai metode diagnostik (pemeriksaan serologi, kultur, dan histopatologi).7 Prevalensi infeksi Hp pada pasien dispepsia yang menjalani pemeriksaan endoskopik di berbagai rumah sakit pendidikan kedokteran di Indonesia (2003-2004) ditemukan sebesar 10.2%. Prevalensi yang cukup tinggi ditemui di Makasar tahun 2011 (55%), Solo tahun 2008 (51,8%), Yogyakarta (30.6%) dan Surabaya tahun 2013 (23,5%), serta prevalensi terendah di Jakarta (8%). 6,8-10 IV. Patofisiologi Patofisiologi ulkus peptikum yang disebabkan oleh Hp dan obat-obatan anti-inflamasi non-steroid (OAINS) telah banyak diketahui.1 Dispepsia fungsional disebabkan oleh beberapa faktor utama, antara lain gangguan motilitas gastroduodenal, infeksi Hp, asam lambung, hipersensitivitas viseral, dan faktor psikologis. Faktor-faktor lainnya yang dapat berperan adalah genetik, gaya hidup, lingkungan, diet dan riwayat infeksi gastrointestinal sebelumnya.11,12
  • 17. 3 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori IV.1. Peranan gangguan motilitas gastroduodenal Gangguan motilitas gastroduodenal terdiri dari penurunan kapasitas lambung dalam menerima makanan (impaired gastric accommodation), inkoordinasi antroduodenal, dan perlambatan pengosongan lambung. Gangguan motilitas gastroduodenal merupakan salah satu mekanisme utama dalam patofisiologi dispepsia fungsional, berkaitan dengan perasaan begah setelah makan, yang dapat berupa distensi abdomen, kembung, dan rasa penuh.5,12 IV.2. Peranan hipersensitivitas viseral Hipersensitivitas viseral berperan penting dalam patofisiologi dispepsia fungsional,terutamapeningkatansensitivitassarafsensorikperiferdansentral terhadap rangsangan reseptor kimiawi dan reseptor mekanik intraluminal lambung bagian proksimal. Hal ini dapat menimbulkan atau memperberat gejala dispepsia.5 IV.3. Peranan faktor psikososial Gangguanpsikososialmerupakansalahsatufaktorpencetusyangberperan dalam dispepsia fungsional. Derajat beratnya gangguan psikososial sejalan dengan tingkat keparahan dispepsia. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa depresi dan ansietas berperan pada terjadinya dispepsia fungsional.5,12 IV.4. Peranan asam lambung Asam lambung dapat berperan dalam timbulnya keluhan dispepsia fungsional. Hal ini didasari pada efektivitas terapi anti-sekretorik asam dari beberapa penelitian pasien dispepsia fungsional. Data penelitian mengenai sekresi asam lambung masih kurang, dan laporan di Asia masih kontroversial.5 IV.5. Peranan infeksi Hp PrevalensiinfeksiHppasiendispepsiafungsionalbervariasidari39%sampai 87%. Hubungan infeksi Hp dengan ganggguan motilitas tidak konsisten namun eradikasi Hp memperbaiki gejala-gejala dispepsia fungsional.
  • 18. 4 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori Penanda biologis seperti ghrelin dan leptin , serta perubahan ekspresi muscle-specific microRNAs berhubungan dengan proses patofisiologi dispepsia fungsional, yang masih perlu diteliti lebih lanjut.5,13 V. Diagnosis V.1. Diagnosis Dispepsia Dispepsia yang telah diinvestigasi terdiri dari dispepsia organik dan fungsional. Dispepsia organik terdiri dari ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis erosi, gastritis, duodenitis dan proses keganasan. Dispepsia fungsional mengacu kepada kriteria Roma III.Kriteria Roma III belum divalidasi di Indonesia. Konsensus Asia-Pasifik (2012) memutuskan untuk mengikuti konsep dari kriteria diagnosis Roma III dengan penambahan gejala berupa kembung pada abdomen bagian atas yang umum ditemui sebagai gejala dispepsia fungsional.5 Dispepsia menurut kriteria Roma III adalah suatu penyakit dengan satu atau lebih gejala yang berhubungan dengan gangguan di gastroduodenal: • Nyeri epigastrium • Rasa terbakar di epigastrium • Rasa penuh atau tidak nyaman setelah makan • Rasa cepat kenyang Gejala yang dirasakan harus berlangsung setidaknya selama tiga bulan terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Kriteria Roma III membagi dispepsia fungsional menjadi 2 subgrup, yakni epigastric pain syndrome dan postprandial distress syndrome. Akan tetapi, bukti terkini menunjukkan bahwa terdapat tumpang tindih diagnosis dalam dua pertiga pasien dispepsia.1
  • 19. 5 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori Dispepsia belum diinvestigasi Pemeriksaan penunjang (sesuai indikasi): - Laboratorium darah - Endoskopi - Urea Breath Test - USG Abdomen Dispepsia fungsional - Dispepsia organik - Ulkus peptikum - Gastritis erosif - Gastritis sedang-berat - Kanker lambung Sindroma distress setelah makan Sindroma nyeri epigastrium * Pada praktik sehari-hari dapat ditemukan tumpang tindih antara dispepsia denganGERD Gambar 1.Alur Diagnosis dispepsia belum diinvestigasi Evaluasi tanda bahaya harus selalu menjadi bagian dari evaluasi pasien- pasien yang datang dengan keluhan dispepsia. Tanda bahaya pada dispepsia yaitu: • Penurunan berat badan (unintended) • Disfagia progresif • Muntah rekuren atau persisten • Perdarahan saluran cerna • Anemia • Demam • Massa daerah abdomen bagian atas • Riwayat keluarga kanker lambung • Dispepsia awitan baru pada pasien di atas 45 tahun Pasien-pasien dengan keluhan seperti di atas harus dilakukan investigasi terlebih dahulu dengan endoskopi.5
  • 20. 6 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori V.2. Diagnosis infeksi Hp14 Tes diagnosis infeksi Hp dapat dilakukan secara langsung melalui endoskopi (rapid urease test, histologi, kultur dan PCR) dan secara tidak langsung tanpa endoskopi (urea breath test, stool test, urine test, dan serologi). Urea breath test saat ini sudah menjadi gold standard untuk pemeriksaan Hp, salah satu urea breath test yang ada antara lain 13 CO2 breathanalyzer.SyaratuntukmelakukanpemeriksaanHp,yaituharusbebas antibiotik dan PPI (proton-pump inhibitor) selama 2 minggu. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan: situasi klinis, prevalensi infeksi, prevalensi infeksi dalam populasi, probabilitas infeksi prates, perbedaan dalam performa tes, dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil tes, seperti penggunaan terapi antisekretorik dan antibiotik. Tabel 1. Perbandingan berbagai metode tes diagnosis infeksi Hp Tes Sn Sp Keterangan Dengan endoskopi Rapid urease test >98% 99% • Cepat dan murah • Sensitivitas pascaterapi berkurang • Sampel diambil dari antrum Histologi >95% >95% • Deteksi meningkat dengan pewarnaan khusus (Warthin- Starry/ hemaktoksilin-eosin/ Giemsa) • Sampel diambil dari antrum dan korpus Kultur • Sangat spesifik, sensitivitas buruk bila media transportasi tidak tersedia • Dibutuhkan pengalaman • Mahal, sering tidak tersedia • Sampel diambil dari antrum dan korpus • Media yang digunakan antara lain Sparrow
  • 21. 7 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori PCR • Sensitif dan spesifik • Tidak terstandarisasi • Sampel diambil dari antrum dan korpus • Terhitung eksperimental Tanpa endoskopi Serologi ELISA 85-92% 79-83% • Kurang akurat dan tidak menggambarkan infeksi aktif • Prediktor infeksi yang handal di negara berkembang dengan prevalensi tinggi • Tidak direkomendasikan setelah terapi • Murah dan tersedia 13 C urea breath test (UBT) misal: 13 CO2 breath analyzer 95% 96% • Direkomendasikan untuk diagnosis Hp sebelum terapi14 • Tes terpilih untuk konfirmasi eradikasi • Pasien tidak boleh mengkonsumsi PPI dan antibiotik selama 2 minggu sebelum pemeriksaan dilakukan15,16 • Ketersediaan bervariasi Antigen feses 95% 94% Tidak sering digunakan meskipun sensitivitas dan spesifisitas tinggi, sebelum dan sesudah terapi Serologi finger-stick Sangat buruk dan tidak dapat menyamai serologi ELISA Antibodi di urin: • Rapid Urine Test17-19 • Urine-based ELISA18,19 73,2- 82% 74,4- 90% 78,6- 90,7% 68-81% Saat ini urine test belum tersedia di Indonesia Sn: sensitivitas, Sp: spesifisitas, ELISA: enzyme-linked immunosorbent assay, PCR: polymerase chain reaction, PPI: proton-pump inhibitor
  • 22. 8 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori VI. Tata laksana Tatalaksanadispepsiadimulaidenganusahauntukidentifikasipatofisiologi dan faktor penyebab sebanyak mungkin.11 Terapi dispepsia sudah dapat dimulai berdasarkan sindroma klinis yang dominan (belum diinvestigasi) dan dilanjutkan sesuai hasil investigasi. VI.1. Dispepsia belum diinvestigasi Strategi tata laksana optimal pada fase ini adalah memberikan terapi empirik selama 1-4 minggu sebelum hasil investigasi awal, yaitu pemeriksaan adanya Hp.11,13 Untuk daerah dan etnis tertentu serta pasien dengan faktor risiko tinggi, pemeriksaan Hp harus dilakukan lebih awal. Obat yang dipergunakan dapat berupa antasida, antisekresi asam lambung (PPI misalnya omeprazole, rabeprazole dan lansoprazole dan/atau H2-Receptor Antagonist [H2RA]), prokinetik, dan sitoprotektor (misalnya rebamipide), di mana pilihan ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan pasien sebelumnya. Masih ditunggu pengembangan obatbaruyangbekerjamelaluidown-regulationprotonpumpyangdiharapkan memiliki mekanisme kerja yang lebih baik dari PPI, yaitu DLBS 2411. Terkait dengan prevalensi infeksi Hp yang tinggi, strategi test and treat diterapkan pada pasien dengan keluhan dispepsia tanpa tanda bahaya. Test and treat dilakukan pada:20 • Pasien dengan dispepsia tanpa komplikasi yang tidak berespon terhadap perubahan gaya hidup, antasida, pemberian PPI tunggal selama 2-4 minggu dan tanpa tanda bahaya. • Pasien dengan riwayat ulkus gaster atau ulkus duodenum yang belum pernah diperiksa. • Pasien yang akan minum OAINS, terutama dengan riwayat ulkus gastroduodenal. • Anemia defisiensi besi yang tidak dapat dijelaskan, purpura trombositopenik idiopatik dan defisiensi vitamin B12. Test and treat tidak dilakukan pada:20 • Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) • Anak-anak dengan dispepsia fungsional
  • 23. 9 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori VI.2. Dispepsia yang telah diinvestigasi Pasien-pasien dispepsia dengan tanda bahaya tidak diberikan terapi empirik, melainkan harus dilakukan investigasi terlebih dahulu dengan endoskopi dengan atau tanpa pemeriksaan histopatologi sebelum ditangani sebagai dispepsia fungsional. Setelah investigasi, tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa pada beberapa kasus dispepsia ditemukan GERD sebagai kelainannya. VI.2.1. Dispepsia organik Apabila ditemukan lesi mukosa (mucosal damage) sesuai hasil endoskopi, terapi dilakukan berdasarkan kelainan yang ditemukan. Kelainan yang termasuk ke dalam kelompok dispepsia organik antara lain gastritis, gastritis hemoragik, duodenitis, ulkus gaster, ulkus duodenum, atau proses keganasan. Pada ulkus peptikum (ulkus gaster dan/ atau ulkus duodenum), obat yang diberikan antara lain kombinasi PPI, misal rabeprazole 2x20 mg/ lanzoprazole 2x30 mg dengan mukoprotektor, misalnya rebamipide 3x100 mg. VI.2.2. Dispepsia fungsional Apabila setelah investigasi dilakukan tidak ditemukan kerusakan mukosa, terapi dapat diberikan sesuai dengan gangguan fungsional yang ada. Penggunaan prokinetik seperti metoklopramid, domperidon, cisaprid, itopriddanlainsebagainyadapatmemberikanperbaikangejalapadabeberapa pasien dengan dispepsia fungsional. Hal ini terkait dengan perlambatan pengosongan lambung sebagai salah satu patofisiologi dispepsia fungsional. Kewaspadaan harus diterapkan pada penggunaan cisaprid oleh karena potensi komplikasi kardiovaskular.11 Data penggunaan obat-obatan antidepresan atau ansiolitik pada pasien dengan dispepsia fungsional masih terbatas. Dalam sebuah studi di Jepang baru-baru ini menunjukkan perbaikan gejala yang signifikan pada pasien dispepsia fungsional yang mendapatkan agonis 5-HT1 dibandingkan plasebo. Di sisi lain venlafaxin, penghambat ambilan serotonin dan norepinerfrin tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding plasebo.5
  • 24. 10 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori Gangguan psikologis, gangguan tidur, dan sensitivitas reseptor serotonin sentral mungkin merupakan faktor penting dalam respon terhadap terapi antidepresan pada pasien dispepsia fungsional.5 VI.3. Tata laksana dispepsia dengan infeksi Hp20 Eradikasi Hp mampu memberikan kesembuhan jangka panjang terhadap gejala dispepsia. Dalam salah satu studi cross-sectional pada 21 pasien di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta (2010) didapatkan bahwa terapi eradikasi memberikan perbaikan gejala pada mayoritas pasien dispepsia dengan persentase perbaikan gejala sebesar 76% dan 81% penemuan Hp negatif yang diperiksa dengan UBT.21 Penelitian prospektif oleh Syam AF, dkk tahun 2010 menunjukkan bahwa terapi eradikasi Hp dengan triple therapy (rabeprazole, amoksisilin, dan klaritromisin) selama 7 hari lebih baik dari terapi selama 5 hari.22
  • 25. 11 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori Tabel 2. Regimen Terapi Eradikasi Hp14,23 Obat Dosis Durasi Lini Pertama: PPI* Amoksisilin Klaritromisin 2x1 1000 mg (2x1) 500 mg (2x1) 7-14 hari Di daerah yang diketahui resistensi klaritromisin >20%: PPI* Bismut subsalisilat Metronidazole Tetrasiklin 2x1 2 x 2 tablet 500 mg (3x1) 250 mg (4x1) 7-14 hari Jika bismut tidak ada: PPI* Amoksisilin Klaritromisin Metronidazole 2x1 1000 mg (2x1) 500 mg (2x1) 500 mg (3x1) 7-14 hari Lini Kedua: Golongan obat ini dipakai bila gagal dengan rejimen yang mengandung klaritromisin PPI* Bismut subsalisilat Metronidazole Tetrasikilin 2x1 2 x 2 tablet 500 mg (3x1) 250 mg (4x1) 7-14 hari PPI* Amoksisilin Levofloksasin 2x1 1000 mg (2x1) 500 mg (2x1) 7-14 hari Lini ketiga: Jika gagal dengan rejimen lini kedua. Bila memungkinkan, pilihan ditentukan berdasarkan uji resistensi dan/ atau perubahan klinis. PPI* Amoksisilin Levofloksasin Rifabutin 2x1 1000 mg (2x1) 500 mg (2x1) 7-14 hari *PPI yang digunakan antara lain rabeprazole 20 mg, lansoprazole 30 mg,omeprazole 20 mg, pantoprazole 40 mg, esomeprazole 40 mg. Catatan : Terapi sekuensial (dapat diberikan sebagai lini pertama apabila tidak ada data resistensi klaritromisin) : PPI + amoxicillin selama 5 hari diikuti PPI + klaritromisin dan nitroimidazole (tinidazole) selama 5 hari.
  • 26. 12 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori Pada daerah dengan resistensi klaritromisin tinggi, disarankan untuk melakukan kultur dan tes resistensi (melalui sampel endoskopi) sebelum memberikan terapi.Tes molekular juga dapat dilakukan untuk mendeteksi Hp dan resistensi klaritromisin dan/atau fluorokuinolon secara langsung melalui biopsi lambung. Setelah pemberian terapi eradikasi, maka pemeriksaan konfirmasi harus dilakukan dengan menggunakan UBT atau H. pylori stool antigen monoclonal test. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam waktu paling tidak 4 minggu setelah akhir dari terapi yang diberikan. Untuk HpSA, ada kemungkinan hasil false positive.
  • 27. 13 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori VII. Lampiran Lampiran 1. Algoritme Tata Laksana Dispepsia di Berbagai Tingkat Layanan Kesehatan5 Dispepsia belum diinvestigasi selama 3 bulan atau lebih PF, anamnesis, singkirkan penyebab dispepsia organik, mis. obat-obatan Tanda bahaya Terapi empiris Tidak Endoskopi SCBA Respons setelah 2 minggu Lanjutkan terapi Ya Rujuk Rujuk Tidak Ya Temuan menjelaskan gejala Apabila ada indikasi: parasit dan darah samar tinja, kimia darah, dan/atau pencitraan abdomen Dispepsia organik Hasil pemeriksaan menjelaskan gejala Dispepsia fungsional PPK-1 PPK-2-3 *Tanda bahaya: penurunan berat badan (unintended), disfagia progresif, muntah rekuren/persisten, perdarahan saluran cerna, anemia, demam, massa daerah abdomen bagian atas, riwayat keluarga kanker lambung, dispepsia awitan baru pada pasien >45 tahun. PF: pemeriksaan fisik, SCBA: saluran cerna bagian atas, PPK-1: Pemberi Pelayanan KesehatanTingkat Pertama, PPK-2-3: Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua dan Ketiga.
  • 28. 14 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori Lampiran 2. Algoritme Tata Laksana Dispepsia Fungsional5 Dispepsia fungsional Modifikasi diet Nyeri/rasa terbakar pada epigastrium Rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, kembung, mual, muntah, bersendawa Prokinetik dengan atau tanpa PPI PPI dengan atau tanpa prokinetik Sitoprotektor PPI-down regulation • Coba antidepresan atau ansiolitik • Coba terapi herbal Rujuk ke spesialis Coba hentikan atau terapi sesuai kebutuhan Respons setelah 4 atau 8 minggu Respons setelah 4 atau 8 minggu Ya Ya Tidak ada respons Tidak Tidak Gejala predominan PPI: proton-pump inhibitor.
  • 29. 15 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori Lampiran 3. Algoritme Tata Laksana Eradikasi Infeksi Hp5 Positif tes H.pylori Daerah resistensi klaritromisin tinggi Daerah resistensi klaritromisin rendah Bismut quadruple, bila tak tersedia: quadruple non-bismut PPI-klaritromisin- amoksisilin/metronidazol atau bismut quadruple Bismut quadruple atau PPI- levofloksasin-amoksisilin PPI- levofloksasin-amoksisilin Sesuai dengan kultur dan tes resisrensi Lini pertama Lini kedua Lini ketiga
  • 30. 16 Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori Daftar Pustaka 1. Ford AC, Moayyedi P. Dyspepsia. Curr Opin Gastroenterol. 2013;29:662-8. 2. Saad AM, Choudhary A, Bechtold ML. Effect of Helicobacter pylori treatment on gastroesophageal reflux disease (GERD): meta-analysis of randomized controlled trials. Scand J Gastroenterol 2012;47:129-35. 3. Tang CL,Ye F, LiuW, Pan XL, Qian J, Zhang GX. Eradication of Helicobacter pylori infection reduces the incidence of peptic ulcer disease in patients using nonsteroidal anti-inflammatory drugs: a meta-analysis. Helicobacter 2012;17:286-96. 4. Lee YY, Chua AS. Investigating functional dyspepsia in Asia. J Neurogastroenterol Motil 2012;18:239-45. 5. Miwa H, Ghoshal UC, Gonlachanvit S, et al. Asian consensus report on functional dyspepsia. J Neurogastroenterol Motil 2012;18:150-68. 6. Syam AF, Abdullah M, Rani AA, et al. Evaluation of the use of rapid urease test: Pronto Dry to detect H pylori in patients with dyspepsia in several cities in Indonesia. World J Gastroenterol 2006;12:6216-8. 7. Rani AA, Fauzi A. Infeksi Helicobacter pylori dan penyakit gastro-duodenal. In: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006:331-6. 8. Hidayati PS, Iswan Abbas Nusi IA, Maimunah U. Hubungan Seropositivitas CagA H.pylori dengan Derajat Keparahan Gastritis pada Pasien Dispepsia. Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNAIR – RSU Dr Soetomo Surabaya; 2013. (Unpublished manuscript). 9. Jumlah data Helicobacter pylori positif. RSUD Dr Moewardi Surakarta; 2008. (Unpublished raw data). 10. Parewangi AML. Jumlah data Helicobacter pylori positif di Makassar. Makassar: RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo; 2011. (Unpublished raw data). 11. Futagami S, Shimpuku M, Yin Y, et al. Pathophysiology of functional dyspepsia. J Nippon Med Sch 2011;78:280-5. 12. Choung RS, Talley NJ. Novel mechanisms in functional dyspepsia. World J Gastroenterol 2006;12:673-7. 13. Harmon RC, Peura DA. Evaluation and management of dyspepsia. Therap Adv Gastroenterol 2010;3:87-98. 14. Hunt RH, Xiao SD, Megraud F, et al. Helicobacter pylori in developing countries. World Gastroenterology Organisation Global Guideline. J Gastrointestin Liver Dis 2011;20:299-304. 15. Altschuler S, Peura DA. Helicobacter pylori and peptic ulcer disease. In: McNally PR, ed.  GI/Liver Secrets Plus. 4th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier Mosby; 2010:chap 11. 16. Chey WD, Woods M, Scheiman JM, Nostrant TT, Del Valle J. Lansoprazole and ranitidine affect the accuracy of the 14C-urea breath test by a pH dependent mechanism. Am J Gastroenterol. 1997;92:446-450. 17. Nguyen LT, Uchida T, Tsukamoto Y, et al. Evaluation of rapid urine test for the detection of Helicobacter pylori infection in the Vietnamese population. Dig Dis Sci 2010;55:89-93. 18. Leodolter A, Vaira D, Bazzoli F, et al. European multicentre validation trial of two new non-invasive tests for the detection of Helicobacter pylori antibodies: urine-based ELISA and rapid urine test. Aliment Pharmacol Ther 2003;18:927-31. 19. Demiray Gurbuz E, Gonen C, Bekmen N, et al. The diagnostic accuracy of urine IgG antibody tests for the detection of Helicobacter pylori infection in Turkish dyspeptic patients. Turk J Gastroenterol 2012;23:753-8. 20. Malfertheiner P, Megraud F, O’Morain CA, et al. Management of Helicobacter pylori infection--the Maastricht IV/ Florence Consensus Report. Gut 2012;61:646-64. 21. Utia K, Syam AF, Simadibrata M, Setiati S, Manan C. Clinical evaluation of dyspepsia in patients with functional dyspepsia, with the history of Helicobacter pylori eradication therapy in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Acta Med Indones 2010;42:86-93. 22. Syam AF, Abdullah M, Rani AA, et al. A comparison of 5 or 7 days of rabeprazole triple therapy for eradication of Helicobacter pylori. Med J Indones 2010:113-7. 23. Chey WD, Wong BC, Practice Parameters Committee of the American College of G. American College of Gastroenterology guideline on the management of Helicobacter pylori infection. Am J Gastroenterol 2007;102:1808-25.