Standar Prosedur pelayanan pelacakan kasus KEJADIAN IKUTAN PASCA iMUNISASI
Makalah kimia farmasi_analis
1. MAKALAH KIMIA FARMASI ANALIS
Amin aromatik primer (Sulfonamida, Sulfonilurea dan thiazid)
Tugas ini diberikan oleh dosen : Bapak M. Nur Abdullah, M.Si.,Apt
Disusun oleh :
Nama Kelompok :
- Fatiya Zata Ishma (11151102) - Qonita Aliya (11151116)
- Febi Py (11151103) - Raka Purwa (11151119)
- Merisa (11151110) - Risda Herlani (11151121)
- Putri Rahmadhoni (11151117) - Gilang Eka Permana (11151142
Kelas : 2 FA 3
Kelompok : 4
Sekolah Tinggi Farmasi Bandung
2016/2017
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang amina
aromatis primer (sulfonamide, sulfonilurea dan thiazid) ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Bapak M. Nur Abdullah,
M.Si.,Apt selaku Dosen mata kuliah Kimia Farmasi Analisis yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai teori amina aromatis primer (sulfonamide, sulfonilurea, dan
thiazid) dalam analisis obat dan bahan obat beserta contoh obatnya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Bandung, 26 November 2016
Penyusun
3. DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
1.4 Prinsip
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendahuluan :
2.1 Definisi
2.2 Golongan
2.3 Contoh-Contoh
2.4 Reaksi
B. Identifikasi Senyawa :
2.5 Mini monografi (Nama , organoleotis, sifat fisika/kimia dan fisikokimia)
2.6 Gugus Fungsi
2.6 Golongan
2.7 Reaksi Spesifik
C. Volumetri :
2.8 Pentiter
2.9 Pembakuan
2.10 Reaksi, Perhitungan, Dan Stoikiometri
2.11 TAT
2.12 Prosedur Dan Pembahasan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
4. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seorang farmasis dituntun untuk menguasasi berbagai metode yang digunakan untuk
menetapkan kadar maupun pembakuan suatu bahan atau menganalisis senyawa obat salah
satunya adalah dengan titrasi nitrimetri yang termasuk kedalam titrasi volumetric. Nitrimetri
umumnya digunakan sebagai penentuan sebagian besar obat sulfonamida dan obat-obat lain
sesui penggunaannya
Nitritometri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif dengan menggunakan
larutan baku natrium nitrit. Nitritometri disebut juga dengan metode titrasi diazotasi.
Senyawa-senyawa yang dapat ditentukan kadarnya dengan metode nitritometri diantaranya
adalah golongan senyawa sulfanolamida, sulfonilurea dan thiazid. Penetapan kadar senyawa
ini dilakukan untuk mengetahui kemurnian zat tersebut dalam satu sample.
Diazotasi merupakan analisis kuantitatif yang berdasarkan pada reaksi antara amin
aromatis primer dengan asam nitrit sebagai penitrannya yang berlangsung dalam suasana
asam dan membentuk garam diazonium. Analisis golongan senyawa sulfanolamida,
sulfonilurea dan thiazid ini dianggap penting sebagaimana diketahui senyawa ini merupakan
zat aktif yang dapat digunakan sebagai antimikroba, antidiabetes, diuretik sehingga dapat
diketahui bagaimana sifat dari senyawa ini seperti kemurniaanya. Hal inilah yang melatar
belakangi dilakukannya percobaan ini.
Reaksi diazotasi telah digunakan secara umum untuk penetapan gugusan amino
aromatis dalam industri zat warna dan dapat dipakai untuk penetapan sulfanilamida dan
semua senyawa-senyawa yang mengandung gugus amino aromatis.
Senyawa-senyawa yang dapat ditentukan dengan metode nitritometri antara lain
sulfamerazin, sulfadiazine, sulfanilamide. Senyawa-senyawa ini dalam farmasi sangat
bermanfaat seperti sulfanilamide sebagai antimikroba. Melihat kegunaannya tersebut, maka
percobaan ini perlu dilakukan.
Analisis titrimetri adalah pemeriksaan atau penentuan sesuatu bahan dengan teliti.
Analisis ini dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu analisis kuantitatif dan analisis kulitatif.
Analisis kulitatif adalah pemeriksaan sesuatu berdasarkan komposisi atau kualitas, sedangkan
analisisi kuantitatif adalah pemeriksaan berdasarkan jumlahnya atau kuantitinya . Pada
percobaan ini akan dianalisis dari golongan senyawa sulfanolamida, sulfonilurea dan thiazid
secara kuantitatif yakni dengan menggunakan salah satu metode yang disebut dengan metode
diazotasi atau nitrimetri
I.2. Tujuan percobaan
Dapat mengetahui dan memahami cara menganalisa golongan senyawa
sulfanolamida, sulfonilurea dan thiazid dengan metode diazotasi atau nitrimetri. Tujuan
Titrasi Nitrimetri adalah untuk Memperoleh molaritas larutan baku NaNO2-,serta Menetapkan
kadar zat dalam sampel secara nitrimetri.
5. 1.3 Maksud percobaan
Dapat mengetahui dan memahami bagaimana cara menganalisa golongan senyawa
sulfanolamida, sulfonilurea dan thiazid dengan suatu metode.
I.3. Prinsip percobaan
Analisis golongan senyawa sulfanolamida, sulfonilurea dan thiazid menggunakan
metode diazotasi atau nitrimetri. Prinsipny yaitu penentuan kadar suatu senyawa yang
berdasarkan pada pembentukan garam diazonium yang diperoleh dari asam nitrit dengan cara
mereaksikan natrium nitrit dengan suatu asam.
6. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
1. Definisi
Amin adalah turunan organic dari amomonia dimana satu atau lebih atom hydrogen
pada nitrogen yang telah tergantikan oleh gugus alkil atau aril. Karena itu amina memiliki
sifat mirip dengan ammonia seperti alcohol dan eter terhadap air.
Amina adalah senyawa organic yang mengandung atom nitrogen trivalent yang
mengandung atom nitrogen trivalen yang berkaitan dengan satu atau dua atau tiga atom
karbon, dimana amina juga merupakan suatu senyawa yang mengandung gugusan amino (-
NH2, - NHR, atau – NH2). Gugusan amino mengandung nitrogen terikat, kepada satu sampai
tiga atom karbon (tetapi bukan gugusan karbonil). Apabila salah satu karbon yang terikat
pada atom nitrogen adalah karbonil, senyawanya adalah amida, bukan amina.
a. Ciri Khas
Di antara sejumlah golongan senyawa organic yang memiliki sifat basa, yang
terpenting adalah amina. Di samping itu sejumlah amina memiliki keaktifan faali (fisiologis),
misalnya efedrina berkhasiat sebagai peluruh dahak, meskalina yang dapat mengakibatkan
seseorang berhalusinasi, dan amfetamina yang mempunyai efek stimulant. Kelompok
senyawa alkaloid yang berasal dari tumbuhan secara kimia juga meripakan bagian dari
golongan basa organic amina.
b. Rumus Umum
Rumus umum untuk senyawa amina adalah :
RNH2 R2NH R3N:
Dimana R dapat berupa alkil atau aril
Struktur
Amina merupakan senyawa organik yang terpenting dalam kehidupan sehari-hari dan
memiliki urutan yang paling penting dalam senyawa organik, oleh karena itu amina tidak
terlepas dari semua unsur organik yang lain. Oleh karena itu sifat-sifat yang di pelajari dalam
senyawa amina akan sangat membantu dalam memahami aspek kimiawi kelompok alkoid
yang mempunyai peran pentig dalam pembuatan obat-obat sinetik dewasa ini.
SIFAT KIMIA
- Pada senyawa dengan rantai pendek, merupakan senyawa polar yang mudah larut
dalam air.
- Memiliki titik didih dan titik leleh yang dengan seiring bertambah cenderung
bertambah panjangnya rantai karbon.
7. - Semua amina bersifat sebagai basa lemah dan larutan amina dalam air bersifat basis.
SIFAT FISIKA
- Suku-suku rendah berbentuk gas.
- Tak berwarna, berbau amoniak, berbau ikan.
- Mudah larut dalam air
- Amina yang lebih tinggi berbentuk cair/padat.
- Kelarutan dalam air berkurang dengan naiknya BM.
c. Klasifikasi
Amina digolongkan menjadi amina primer (RNH2), sekunder (R2NH), atau tersier
(R3N), tergantung kepada jumlah atom karbon yang terikat pada atom nitrogen (bukan pada
atom karbon, seperti pada alkohol)
1. Amin Primer (suatu karbon Terikat kepada N).
2. Amin sekunder (Dua Korbon terikat kepadaN).
3. Amin Tersier (Tiga karbon Terkait kepada N).
Amin aromatis primer dan non aromatis primer adalah
2. Golongan
2.1 Sulfonamide
Sulfonamida adalah kemoterapeutik dalam resep. Biasanya sulfa
dikombinasi dengan Na-bicarbonat atau Natrium nitrat untuk mendapatkan suasana
alkalis, karena jika tidak dalam suasana alkalis maka sulfa-2 akan menghablur
dalam saluran air kencing, hal ini akan menimbulkan iritasi yang cukup
mengerikan. Tapi tidak semua sulfa dikombinasi dengan Natrium bikarbonat atau
8. Natrium sitras, misalnya : Trisulfa dan Elkosin, hal ini karena pH-nya sudah
alkalis, maka Kristal urea dapat dihindari.
1. Pemakaian
a) Kemoterapeutikum : Sulfadiazin, Sulfathiazol
b) Antidiabetikum : Nadisa, Restinon
c) Desibfektan saluran air kencing : Thidiour
d) Diuretikum : Diamox
2. Sifat – sifat
- Bersifat ampoter, karena itu sukar di pindahkan dengan acara
pengocokan yang umum digunakan dalam analisa organik.
- Mudah larut dalam aseton, kecuali Sulfasuksidin, Ftalazol dan Elkosin
3. Penarikan
Sebaiknya dilakukan pada pH 7, lalu diuapkan dan ditarik dengan aseton.
Tablet : ditarik dengan HCL encer atau NH4OH, filtrate ditambahkan Natrium asetat
atau asam asetat maka Sulfonamida akan mengendap.
4. Kelarutan
- Umumnya tidak melarut dalam air, tapi adakalanya akan larut dalam air
panas anas.
- Elkosin biasanya larut dalam air panas dan dingin.
- Tidak larut dalam eter, kloroform, petroleum eter.
- Larut baik dalam aseton.
- Sulfa – sulfa yang mempunyai gugus amin aromatik tidak bebas akan
mudah larut dalam HCl encer. Irgamid dan Irgafon tidak lariut dalam
HCl encer.
- Sulfa – sulfa dengan gugusan aromatik sekunder sukar larut dalam HCl,
misalnya septazin, soluseptazin, sulfasuksidin larut dalam HCl, akan
tetapi larut dalam NaOH.
- Sulfa dengan gugusan –SO2NHR akan terhidrolisis bila dimasak
dengan asam kuat HCl atau HNO3.
Sulfa bersifat bakteriostatik luas terhadap banyak bakteri gram positif
dan negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan antagonisme saingan antara
PABA (Para Amino Benzoic Acid) yang rumus dasarnya mirip dengan rumus
dasar sulfa :
H2N – C6H4 – COOH
Sulfonamida bertindak sebagai analog struktural dari asam p-aminobenzoik
(PABA), yang menghambat PABA saat pembentukan asam dihidropteroik dalam sintesis
9. asam folat.Organisme yang membuat sendiri asam folatnya dan tidak dapat memakai
pasokan eksogen dari vitamin menjadi sensitif terhadap sulfonamida, karena selnya dapat
menyerap obat ini, sementara organisme yang memerlukan asam folat eksogen untuk
pertumbuhannya tidak sensitif.Penundaan periode beberapa generasi terjadi antara
paparan sel yang sensitif pada sulfonamida dan penghambatan pertumbuhan; pada saat ini
sel menghabiskan pasokan asam folat endogen yang telah dibuat sebelumnya.Efek
penundaan ini memungkinkan sulfonamida dipakai bersama dengan antibiotik (misalnya
penisilin) yang hanya aktif terhadap organisme yang tumbuh.
Efek penghambat sulfonamida dapat dinetralkan dengan memasok sel dengan
metabolit yang normalnya membutuhkan asam folat untuk sintesisnya (misalnya purin,
asam amino tertentu); zat demikian dapat hadir misalnya dalam pus, sehingga
sulfonamida menjadi tidak efektif dalam perawatan infeksi suppuratif tertentu.Bakteri
yang siap mengembangkan resistansi pada sulfonamida, seperti modifikasi Streptococcus
pneumoniae yang dihasilkan lewat mutasi satu langkah pada sintetase asam
dihidropteroik dapat mengurangi afinitas enzim sulfonamida tanpa mengurangi
afinitasnya pada PABA.Hambatan dari plasmid juga muncul dan dapat terlibat, misalnya
plasmid tersandi sintase asam dihidropteroik resistan sulfonamida.
Gugus Fungsi Sulfonamida
Banyak jenis sulfonamida yang berbeda misalnya dalam sifat klinisnya,
toksisitasnya, dll.Sebagian besar turunan memiliki penyusun nitrogen dari grup
sulfonamida (NH2.C6H4.SO2.NHR). Substitusi grup p-amino menghasilkan hilangnya
aktifitas anti bakterial, namun turunan demikian dapat dihidrolisa in vivo menjadi turunan
yang aktif. Sebagai contoh, p-Nsuccunylsulfatiazol dan fitalilsulfatiazol tidak aktif dan
sulit diserap perut, namun mereka terhidrolisa pada usus bawah untuk melepaskan
komponen aktif sulfatiazol; obat ini telah digunakan misalnya pada saat sebelum dan
sesudah bedah perut
Hubungan Struktur dan aktivitas
a) Gugus amino-primer aromatik sangat penting untuk aktivitas karena banyak
modifikasi pada gugus tersebut ternyata menghilangkan aktivitas antibakteri, cont
oh- metabolit N4
b) asetilasi tidak aktif sebagai antibakteri. Oleh karena itu gugus amino harus tidak te
rsubtitusi (R’=H atau mengandung subtituen yang mudah dihilangkan pada in
vivo)
c) Bentuk yang aktif sebagai antibakteri adalah bentuk garam N1terionisasi (N1
mono subtitusi, sedangkan N1 disubtitusi tidak aktif sebagai antibakteri).
Penggantian cincin benzene dengan system cincin yang lain dan pemasukkan
substituent lain pada cincin benzene akan menurunkan atau menghilangkan
aktivitas.
d) Penggantian gugus SO2NH2 dengan SO2-C6H4-(p)NH2 senyawa tetap aktif
sebagai antibakteri. Penggantian dengan CONH- C 6H4-(p) N H2 atau CO6H4-
(p)NH2 akan menurunkan aktivitas.
e) Dari studi hubungan nilai pKa, turunan sulfonamide dengan aktivitas
antibakterinya secara in vitro, Bell dan Roblin mendapatkan bahwa aktivitas
antibakteri cukup tinggi ditunjukkan oleh turunan sulfonamida yang mempunyai
nilai pKa antara 6-7,4 dan terlihat bahwa aktivitas maksimal dicapai oleh
senyawa yang mempunyai nilai pKa mendekati pHfisiologis. Salah satu efek
samping turunan sulfonamida adalah kerusakan ginjal yang disebabkankarena
10. pembentukan kristal yang sukar larut di ginjal oleh metabolit sulfonamida dan
asetilsulfonamida. Sulfonamida mempunyai nilai pKa 10,4 dan dalam urin
mempunyai pH ± 6terdapat dalam bentuk tak terionisasi. Bentuk ini sukar larut
dalam air sehingga mudah membentuk Kristal di ginjal. Untuk membuat
sulfanilamide lebih mudah larut dalam urin sehingga memperkecil kemungkinan
pembentukan Kristal asetil sulfonamida di ginjal dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
Meningkatkan volume dan aliran urin, yaitu dengan minum air yang banyak pada
awal pemberian sulfonamida.
meningkatkan pH urun sampai > 10,4 (basa) yaitu dengan pemberian natrium
bikarbonat, ± 1-4 gram.
Pada pH basa sulfanilamide akan membentuk garam yang mudah larut air.
Membuat turunan sulfonamida yang mempunyai nilai pKa rendah, sehingga
pada pH urin terdapat dalam bentuk terionisasi yang mudah larut dalam air.
Contoh : sulfametoksasol pKa6,1 dan sulfisoksasol pKa.
Berdasarkan penggunaan terapetik sulfonamida dibagi menjadi enam
kelompok
yaitu sulfonamida untuk infeksi sistemik, untuk infeksi usus, untuk in
feksi mata, untuk infeksi saluran seni, untuk pengobatan luka bakar, dan lain-lain.
(Siswandono dan Soekardjo, 2008)
Efek samping
Kerusakan parah pada sel-sel darah, yang berupa antara lain agranulositosis dan
anemia hemolitis. Reaksi alergi , gangguan saluran cerna(mual,muntah, diare dan
sebagainya). Bahaya kristaluria
2.2 Sulfonilurea
Struktur :
Sulfonilurea adalah turunan sulfanilamid tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri.
Golongan ini bekerja merangsang sekresi insulin di pankreas sehingga hanya efektif bila
sel - pankreas masih dapat berproduksi. Golongan sulfonilurea dibagi 2, yaitu generasi I
(asetoheksaid, klorpropamid, tolazamid, tolbutaid) dan generasi II (glipizid, gliburid,
glimepirid). Indikasi : diabetes mellitus tipe II.
Sulfonilurea memiliki mekanisme kerja dengan meningkatkan sekresi insulin,
meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin, dan menurunkan sekresi glukagon.
Indikasi penggunaan sulfonilurea adalah untuk terapi DM tipe 2. Sedangkan
kontraindikasinya adalah pada pasien menyusui, ketoasidosis (kondisi yang terjadi ketika
tubuh tidak mampu menggunakan glukosa sebagai sumber energi akibat kurangnya kadar
insulin), dan gangguan ginjal. Sulfonilurea memiliki efek samping hipogilkemi (anjloknya
kadar gula darah menjadi di bawah normal), gangguan pencernaan, mual, dan anemia.
Ada 3 jenis sulfonil urea, yaitu :
11. 1. Sulfonilurea short acting, contohnya adalah tolbutamin. Jenis short acting memiliki
sifat absorpsinya (penyerapan) cepat dan tidak dipengaruhi oleh makanan. Efek
sampingnya bisa menyebabkan hipoglikemi dan terjadinya rash (kemerahan) di kulit
serta gangguan pencernaan.
2. Sulfonilurea intermediate acting, contohnya :
Acetoheksamid : memiliki sifat absorpsinya cepat dan berefek diuretik lemah (tidak
terlalu berefek memperbanyak pengeluaran urin).
Tolazamid : absorpsinya lambat
Gliburid : absorpsinya cepat, berefek diuretik lemah, dan menghambat produksi
glukosa di hepar (hati)
Glipizid : absorpsi cepat dan dapat dihambat oleh makanan
3. Sulfonilurea long acting : Klorpropamide dan glibenklamid
Keduanya memiliki sifat absorpsi yang cepat, berefek samping hipoglikemi, dan
bukan pilihan obat DM yang baik untuk pasien lansia.
Indikasi sulfonylurea
Pemilihan preparat sulfonilurea yang tepat untuk pasien tertentu penting untuk
suksesnya terapi.
Yang penting bukan umur pasien waktu terapi dimulai → tetapi umur pasien dimana
penyakit mulai timbul → pada umumnya hasilnya baik dengan terapi jika DM nya
timbul pada usia >40 tahun
Untk mengatasi hiperglikemi diutamakan pengaturan diet dan exercise → sampai
berat badan ideal→ obat merupakan pelengkap dalam mempertahankan euglikemik
Selama terapi pemeriksaan fisik & laboratorium tetap dilakukan teratur→ dalam
keadaan gawat seperti stress, komplikasi infeksi dan pembedahan→ tetap kembali
keterapi insulin.
Kontra indikasi
pada pasien DM dengan : disfungsi hati, ginjal endokrin, gizi buruk, alkoholisme,
akut dan pasien yang mendapat diuretik tiazid.
Efek potensasi → meningkatkan keadaan hipoglikemik dengan penggunaan bersama
preparat-preparat : sulfoniamid, propanolol, salisilat, clofibrat, fenilbutazon,
probenesid, dikumarol, kloramfenikol, mono amino oksidase inhibitor, alkohol.
Hipersensitif terhadap sulfonilurea, komplikasi diabetes karena ketoasidosis dengan
atau tanpa koma, komplikasi diabetes karena kehamilan.
4. Efek samping
UGDP (University Group Diabetes Program) 1970 jumlah kematian yang disebabkan
oleh penyakit kardiofaskuler pasien DM yang diobati dengan tolbutamide sangat
besar dibanding pasien yang diobati insulin atau placebo.
12. Seperti sediaan-sediaan lain sering dilaporkan : rasa tidak enak, sakit perut; ganguan
saluran cerna (mual, muntah, diare) ; saraf (vertigo, bingung, sakit kepala, ataksia).
Kegagalan sekunder → gagal mempertahankan respon yang baik pada terapi
sulfonilurea dalam jangka panjang pada pengelolaan DM tipe 2→( dianjurkan terapi
berselang dalam dosis tunggal dengan masa kerja pendek); juga penuruna progresif
pada masa sel β pada DM tipe 2 kronis juga berperan untuk kegagalan sekunder ini.
Efek teratogen pada hewan uji pernah dilaporkan pada dosis yang besar→sehingga
tak dianjurkan untuk wanita hamil.
Efek diuretic dijumpai pada klorpropamide, acetohexamide, tolazamide & gliburide.
Resiko terjadi ikterus obstruktif paling sering dilaporkan dengan sediaan
klorpropamide (± 0,4 %); pasien dengan predisposisi genetic bisa terjadi hyperemic
flush (= efek disulfiram = efek antabus ) bila mengkonsumsi alkohol didalam
penggunaan terapi tolbtamid, gliburide dan tersering klorpropamide.
Toksisitas hematologic (leucopenia sementara, trombositopenis ) terjadi pada kurang
dari 1% pasien dengan terapi klorpropamide.
Hipoglikemi : (dosis tidak tepat, diet ketat, gangguan fungsi hati dan atau ginjal) ; dan
cenderung terjadi pada derivate-derivat kerja kuat (glibenklamide, klorpropamide).
Nafsu makan diperbesar → berat badan meningkat.
3 Thiazid
Struktur :
Diuretik merupakan obat-obatan yang dapat meningkatkan laju aliran urin. Golongan
obat ini menghambat penyerapan ion natrium pada bagianbagian tertentu dari ginjal. Oleh
karena itu, terdapat perbedaan tekanan osmotik yang menyebabkan air ikut tertarik, sehingga
produksi urin semakin bertambah. Terdapat golongan-golongan dari diuretik yang memiliki
efektivitas yang bervariasi, mulai dari golongan diuretik hemat kalium yang hanya
mengekskresikan 2% ion natrium sampai golongan diuretik loop yang dapat
mengekskresikan sampai 20% ion natrium. Selain mempengaruhi ekskresi (pembuangan) ion
natrium, diuretik juga mempengaruhi kemampuan ginjal mengatasi ionion lain seperti
kalium, hidrogen, kalsium, magnesium, klor, bikarbonat, fosfat, dan asam urat. Diuretik juga
mempengaruhi secara tidak langsung sirkulasi darah.
Fungsi
Fungsi dari diuretik secara umum sesuai dengan definisi yaitu meningkatkan laju
aliran urin yang selanjutnya meningkatkan produksi urin. Akantetapi, fungsi secara khusus
bergantung pada masingmasing golongan dari diuretik. Terdapat 5 golongan diuretik
1. diuretik tiazid;
2. diuretik loop;
3. diuretik hemat kalium;
4. penghambat karbonik anhidrase;
5. diuretik osmotik.
Diuretik tiazid merupakan golongan yang umum digunakan. Seluruh obat-obatan
golongan ini bekerja pada tubulus distal ginjal dan memiliki efek diuretik yang sama.
13. Peningkatan dosis pada obat-obatan golongan ini tidak akan meningkatkan respon
peningkatan produksi urin. Salah satu obat yang termasuk golongan ini
adalah hydrochlorothiazide (HCT). Diuretik loop bekerja pada lengkung henle ginjal.
Dibandingkan dengan diuretik golongan lain, diuretik loop memiliki efektivitas tertinggi
dalam mengeluarkan ion natrium dan clor dari tubuh yang selanjutnya tentu diikuti dengan
meningkatnya jumlah produksi urin. Obat yang paling sering digunakan dari golongan
diuretik loop adalah furosemide.
Diuretic golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium klorida. Efeknya lebih lemah dan lambat tetapi tertahan lebih lama (6-48
jam) dan terutama igunakan dalam terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung
(dekompensatio cardis). Obat-obatan ini memiliki kurva dosis efek datar, artinya bila dosis
optimal dinaikan memiliki kurva dosis efek datar, artinya bila dosis optimal dinaikan lagin
efeknya (dieresis, penurunan tekanan darah) tidak bertambah.
Diuretik hemat kalium bekerja pada tubulus pengumpul ginjal untuk mencegah
penyerapan kembali ion natrium dan pengeluaran ion kalium. Obat golongan ini lebh sering
digunakan untuk mengobati hipertensi, dan sering dikombinasikan dengan diuretik tiazid.
Sangat penting memonitor kadar kalium dalam darah pada pasien yang mengkonsumsi obat
ini. Spironolactone merupakan obat dari golongan ini yang sering digunakan.
Acetazolamide merupakan obat yang bekerja sebagai penghambat enzim karbonik
anhidrase pada tubulus proksimal ginjal. Obat golongan ini lebih sering digunakan untuk
fungsi lain (seperti : pengobatan glaukoma) selain diuretik karena efektivitasnya yang lebih
rendah dibandingkan diuretik tiazid.
Diuretik osmotik merupakan substansi kimia sederhana (seperti : mannitol dan urea)
yang disaring dan keluar melalui ginjal. Obat golongan ini dapat memberikan efek diuretik
karena kemampuannya dalam membawa cairan bersamaan dengan keluarnya substansi ini ke
tubulus ginjal. Hanya sebagian kecil ion natrium yang ikut keluar bersamaan dengan
substansi ini. Diuretik osmotik merupakan tatalaksana utama dalam mengatasi peningkatan
tekanan di dalam otak, keracunan obat, trauma.
3. Contoh-contoh
1. Sulfonamide
Contoh-contoh sulfonamida antara lain:
1. Sulfacetamida (N-[(4-aminofenil)sulfonil]-asetamida);
2. Sulfadiazin
3. Sulfadimetoksin (4-amino-N-(2,6-dimetoksi-pirimidinil)benzenesulfonamida)
4. Sulfadimidin (=sulfametazin: 4-amino-N-(4,6-dimetil-2
pirimidinil)benzenesulfonamida);
5. Sulfaguanidin (4-amino-N-(aminoiminometil)benzenesulfonamide);
6. Sulfametizol (4-amino-N-(5-metil-1,3,4-tiadiazol-2-il)benzenesulphonamide);
7. Sulfametoksazol (4-amino-N-(5-metil-3-isoxazolil)benzenesulfonamida);
8. sulfatiazol (4-amino-N-2-tiazolilbenzenesulfonamida); dan sebagainya.
2. Sulfonilurea
1. Klorpropamide
2. Glibenklamid
3. Tolbutamid
14. 4. Tolazamid
5. Glimepiridin
6. Glibenklamid
7. Glipizid
8. Gliklazid
3. Tiazid
1. Klorotiazid
2. Hidroklorotiazid
3. Hidroflumetiazid
4. Politiazid
5. Benztiazid
6. Siklotiazid
7. Klortalidon
8. Kuinetazon
9. Indepamid.
4. Reaksi
1. Sulfonilamid
Reaksi Umum Penentuan Sulfonamida :
1. Pemeriksaan pendahuluan/ penggolongan
a. Reaksi elementor terhadap unsur C, N, S : positif
b. Reaksi terhadap gugus-gugus amin :
Reaksi Diazotasi, reaksi dengan p-DAB HCL (Erlich), reaksi korek/api dan reaksi
idophenol. Positif untuk amin-amin yang tidak terblokir/amin bebas, amin yang terblokir akn
negative misalnya ftalazol.
c. Reaksi terhadap gugus sulfon :
Sulfonamida akan positif bila terjadi reaksi dengan penambahan :
Zat + H2O2 30% + FeCl3 + HNO3 dan BaCl2 atau Barium Nitrat dan adanya endapan
BaSO4 putih (BaSO4 sukar larut, bahkan dalam aqua regia) positif untuk amin-amin bebas.
d. Reaksi furfural : terhadap gugus amin bebas
1 tetes pereaksi atau reagen (furfural 2% dalam asam asetat glasial) + zat
memberikan warna merah tua segera berubah menjadi ungu.
Semua sulfa memberikan hasil positif, kecuali sulfasuksidin, pthalazol, septazin.
e. Reaksi Vanilin : Huckhal dan Turftiti
15. Terhadap derivate metil piridin, diatas kaca arloji atau objek : 1 tetes H2SO4
ditambah beberapa Kristal vanillin, campurkan. + zat uji, panaskan diatas nyala api kecil :
kuning atau hijau muda (dilihat dibawah dasar putih).
Kecuali : Sulfamerazin Na : merah tua
Sulfamezathin Na : merah tua
Irgamid : hijau tua – hitam dengan tepi merah
f. Reaksi Korek Api
Zat + HCL encer lalu kedalamnya dicelupkan korek api, Sulfonamida akan positif, terjadi
warna jingga sampai jingga kuning dari amin aromatis. Selain sulfa yang positif untuk reaksi
ini adalah floroglucine, asam sulfa nitrat dan resorcine.
Asam sulfanilat : kuning
g. Reaksi Diazo : untuk amin aromatik primer
Zat + 2 gtt HCL 2 N dan air, + NaOH dan teteskan larutan 0,1 gram β-naftol dan α-naftol :
merah ungu.
Cratisin : kekeruhan jingga kuning
Negative : sulfasuksidin, seotazin, thalazol
Khusus amin aromatis mula-mula terjadi endapan jingga, penambahan β-naftol dalam
NaOH menimbulkan warna merah-ungu. Bila digunakan α-naftol terjadi warna merah darah.
Amin aromatis yang tak bebas reaksinya negatif. Setelah dihidrolisa baru memberikan hasil
positif.
h. Reaksi erlich dengan p-DAB HCL : reaksi yang umum dengan amin aromatic
Sulfonamida akan memberikan warna jingga dengan adanya amin aromatis primer
pada gugusnya. Bezokain dan alkaloid turunan amino benzoate lainnya positif dengan reaksi
ini.
Pereaksi : p-DAB HCL : 1 gram dalam 10 ml + air ad 100 ml Zat + pereaksi 1-2 tetes
diatas plat tetes : warna yang timbul adalah warna kuning jingga.
Kuning sitrun : Sulfametazin, Sulfadiazine, Sulfamorazin, Gratisin
Kuning : Elkosin
Kuning Tua : Thalazol, Sulfanilamide
Jingga : Sulfaguanidin
i. Reaksi dengan CuSO4
Larutkan CuSO4 dalam air yang encer. Reaksi ini diberikan oleh sulfa yang hetrosiklik dalam
NaOH dengan CuSO4 : endapan tidak berwarna.
Hijau : Elkosin, Globucid, Lucocil, Sulfapyridin.
Ungu : Sulfadiazin, Sulfasuksidin, Sulfatiazol
Putih : Irgafon, Sulfanilamid
j. Reaksi Indophenol ( khusus untuk amin aromatis dengan tempat para bebas )
16. Caranya :
Panaskan zat 100 mg dalam tabung reaksi + 2 cc air sampai mendidih lalu segera + 2 tetes
NaOH dan 2 ml kaforit + 1 tetes fenol liquafactum segar, amati warna yang terjadi.
- Albuoid : Hijau (hijau tua)
- Elkosin : Coklat
- Gantrisin : Merah coklat
- Irgafon : Hijau
- Lucosil : Coklat merah
- Sulfapyridin : Coklat
- Sulfa thiazol : Kuning jingga
- Sulfadiazin : Merah rose
- Sulfaquanidin : Kuning
- Sulfamorazin : Merah rose
- Sulfamotatin : Merah rose
- Sulfanolamid : Biru (ungu)
- Sulfasuksidin : Kuning lemah
- Thazalol : tidak berwarna
k. Reaksi Roux, amati perubahan warna
Pereaksi : Na Nitroprusida 10 ml
aquadest 100 ml
NaOH 2 ml
KMnO4,.
Cara melakukan reaksi:
Na Nitropusid dilarutkan dalam air lalu +kan NaOH kemudian + KMnO4, terjadi
endapan banyak. Saring ke dalam botol berwarna coklat,sebaiknya dibuat r.p. karena mudah
terurai dalam penyimpanan.
Cara melakukan reaksi :
Zat padat diletakkan diatas plat tetes lalu tambah satu tetes pereaksi lalu diaduk
dengan batang pengaduk. Dilihat perubahan warna yang terjadi.
- Albuoid : Coklat hijau-hijau
- Sulfapyridin : Ungu
- Elkosin : Ungu coklat-ungu
- Sulfasuksidin : Hijau kuning
- Sulfadiazin : Ungu- hijau biru
- Sulfathiazol : Hijau kuning
- Sulfaquanidin : ungu-coklat
- Sulfatiooreum : Merah biru
- Sulfamezatinus : Ungu- hijau tua
- Irgafen : Hijau Kuning
- Lucosil : Hijau kuning hijau
- Thazalol : (-0)
l. Reaksi dengan KBrO3
Tablet harus diisolasi terlbih dahulu.
17. Pelaksanaannya :
Dalam tabung reaks kecil 10 mg zat + 1 cc H2SO4 + 1 tetes K-Bromat jenuh amati
perubahan wana yang terjadi.
- Sulfa yang memberikan warna kuning
- Sulfa yang memberikan warna ungu-biru, rose merah
- Asam Sulfanilat : Ungu coklat
- Cratisin : Coklat
- Marfanil : Keruh putih kuning
- Medison : Coklat-ungu-coklat
- Ftalazol : Tidak berwarna
- Sulfadiazine : Kuning jingga coklat merah
- Sulfanilamide : Ungu merah
- Sulfasukdidin : Ungu coklat, endapan
- Thidicur : Kuning coklat jingga
m. Pirolisa
Semua sulfa kalau dipanaskan diatas titik leburnya akan terurai dan timbul warna dari
residu :
- Sulfadiazine : Merah
- Sulfaguanidin : Ungu
- Sulfanilamid : Violet
- Sulfatiazol : Coklat merah
Atau akan membebaskan H2S :
- Elkosin
- Septazin
- Soluseptazin
- Sulfamerazin
- Sulfasuksidin
- Ultraseptyl
- Sulfatiazol
- Na-Sulfamezatin
- Na-Sulfamerazin
- Na-Sulfathiazol
- Na-Irgafen
- Sulfamozatin
- Na-Irgamid
Yang membebaskan H2S adalah garam Na nya :
Atau melepaskan NH3 :
- Sulfaguanidin
- Sulfanilamide
- Sulfathiazole
Atau gas SO2:
- Lucosil
- Sulfapyridin
n. Sublimasi
Sublimasi, hanya beberapa sulfa yang positif (Sulfadiazin, Sulfamerazin,
Sulfamezatin, Thalazol, Elkosin).
18. 0. Reaksi Kristal
Rekristalisasi aseton – air
Dalam tabung reaksi zat dilarutkan dalam aseton, disaring filtratnya + air. Larutan
diteteskan pada glass objek.
Reaksi Kristal
Drogendorf, yaitu zat + HCl 0,5N + 1 tetes pereaksi dan asamkan beberapa lama, lihat
dibawah mikroskop.
Bouchardat, Fe kompleks, Bi kompleks dan Cu Kompleks. Pembentukan reaksi
kompleks terjadi setelah pemanasan dan ada yang tanpa pemanasan telah terbentuk,
misal Sulfasetamida, Asam pikrat, asam pikrolon ( jangan terlalu asam ), Asam
silikowalframat ( silikowalframat 2 % dalam HCl 4N ),
Reaksi Eder
( 1 bagian Br2, 1 bagian Kbr dan 20 bagian air ), PtCl3 ( AuCl3 ) dalam air 10 %
Reaksi Romyn dan Leveizer
Reagen berisi 10 g Cu asetat dalam NaOH 25 % hingga 100 ml, atau 1 g Cu asetat
dalam NaOH hingga 100 ml. Reaksi ini juga dapat memberikan bermacam-macam
warna dan positif untuk sulfa, barbital dan asam organik.
Rowin : zat +CuAc kristal + amin, digoraskan batang kaca. Aminnya methylamin,
dan ethylamin.
2. Reaksi pendahuluan dan reaksi warna
a. Zat murni, dilelehkan dalam tabung reaksi akan terjadi perubahan warna dan keluar
gas H2S, NH3 dan CO2.
b. Sublimasi, hanya beberapa sulfa yang positif (Sulfadiazin, Sulfamerazin,
Sulfamezatin, Thalazol, Elkosin).
c. Tes Weber ( K4Fe(CN)6 10 % + Na Nitroprusid 10 % + NaOH 10 % campur sama
banyak ), perhatikan perubahan warna
2. Sulfonilurea
1. Reaksi elementor terhadap unsur C, N, S : positif
2. Reaksi terhadap gugus sulfon :
Sulfonilurea akan positif bila terjadi reaksi dengan penambahan :
Zat + H2O2 30% + FeCl3 + HNO3 dan BaCl2 atau Barium Nitrat dan adanya endapan
BaSO4 putih (BaSO4 sukar larut, bahkan dalam aqua regia) positif untuk amin-amin bebas.
3. Reaksi furfural : terhadap gugus amin bebas
1 tetes pereaksi atau reagen (furfural 2% dalam asam asetat glasial) + zat
memberikan warna merah tua segera berubah menjadi ungu.
Semua sulfa memberikan hasil positif, kecuali sulfasuksidin, pthalazol, septazin.
4. Reaksi Vanilin : Huckhal dan Turftiti
19. Terhadap derivate metil piridin, diatas kaca arloji atau objek : 1 tetes H2SO4
ditambah beberapa Kristal vanillin, campurkan. + zat uji, panaskan diatas nyala api kecil :
kuning atau hijau muda (dilihat dibawah dasar putih).
Kecuali : Sulfamerazin Na : merah tua
Sulfamezathin Na : merah tua
Irgamid : hijau tua – hitam dengan tepi merah
5. Reaksi Diazo : untuk amin aromatik primer
Zat + 2 gtt HCL 2 N dan air, + NaOH dan teteskan larutan 0,1 gram β-naftol dan α-naftol :
merah ungu.
Cratisin : kekeruhan jingga kuning
Negative : sulfasuksidin, seotazin, thalazol
Khusus amin aromatis mula-mula terjadi endapan jingga, penambahan β-naftol dalam
NaOH menimbulkan warna merah-ungu. Bila digunakan α-naftol terjadi warna merah darah.
Amin aromatis yang tak bebas reaksinya negatif. Setelah dihidrolisa baru memberikan hasil
positif.
6. Reaksi erlich dengan p-DAB HCL : reaksi yang umum dengan amin aromatic
Sulfonamida akan memberikan warna jingga dengan adanya amin aromatis primer
pada gugusnya. Bezokain dan alkaloid turunan amino benzoate lainnya positif dengan reaksi
ini.
Pereaksi : p-DAB HCL : 1 gram dalam 10 ml + air ad 100 ml Zat + pereaksi 1-2 tetes
diatas plat tetes : warna yang timbul adalah warna kuning jingga.
Kuning sitrun : Sulfametazin, Sulfadiazine, Sulfamorazin, Gratisin
Kuning : Elkosin
Kuning Tua : Thalazol, Sulfanilamide
Jingga : Sulfaguanidin
7. Reaksi dengan CuSO4
Larutkan CuSO4 dalam air yang encer. Reaksi ini diberikan oleh sulfa yang hetrosiklik dalam
NaOH dengan CuSO4 : endapan tidak berwarna.
Hijau : Elkosin, Globucid, Lucocil, Sulfapyridin.
Ungu : Sulfadiazin, Sulfasuksidin, Sulfatiazol
Putih : Irgafon, Sulfanilamid
8. Reaksi Indophenol ( khusus untuk amin aromatis dengan tempat para bebas )
Caranya :
Panaskan zat 100 mg dalam tabung reaksi + 2 cc air sampai mendidih lalu segera + 2 tetes
NaOH dan 2 ml kaforit + 1 tetes fenol liquafactum segar, amati warna yang terjadi.
- Albuoid : Hijau (hijau tua)
20. - Elkosin : Coklat
- Gantrisin : Merah coklat
- Irgafon : Hijau
- Lucosil : Coklat merah
- Sulfapyridin : Coklat
- Sulfa thiazol : Kuning jingga
- Sulfadiazin : Merah rose
- Sulfaquanidin : Kuning
- Sulfamorazin : Merah rose
- Sulfamotatin : Merah rose
- Sulfanolamid : Biru (ungu)
- Sulfasuksidin : Kuning lemah
- Thazalol : tidak berwarna
9. Reaksi Roux, amati perubahan warna
Pereaksi : Na Nitroprusida 10 ml
aquadest 100 ml
NaOH 2 ml
KMnO4,.
Cara melakukan reaksi:
Na Nitropusid dilarutkan dalam air lalu +kan NaOH kemudian + KMnO4, terjadi
endapan banyak. Saring ke dalam botol berwarna coklat,sebaiknya dibuat r.p. karena mudah
terurai dalam penyimpanan.
Cara melakukan reaksi :
Zat padat diletakkan diatas plat tetes lalu tambah satu tetes pereaksi lalu diaduk
dengan batang pengaduk. Dilihat perubahan warna yang terjadi.
- Albuoid : Coklat hijau-hijau
- Sulfapyridin : Ungu
- Elkosin : Ungu coklat-ungu
- Sulfasuksidin : Hijau kuning
- Sulfadiazin : Ungu- hijau biru
- Sulfathiazol : Hijau kuning
- Sulfaquanidin : ungu-coklat
- Sulfatiooreum : Merah biru
- Sulfamezatinus : Ungu- hijau tua
- Irgafen : Hijau Kuning
- Lucosil : Hijau kuning hijau
- Thazalol : (-0)
10. Reaksi dengan KBrO3
Tablet harus diisolasi terlbih dahulu.
Pelaksanaannya :
Dalam tabung reaks kecil 10 mg zat + 1 cc H2SO4 + 1 tetes K-Bromat jenuh amati
perubahan wana yang terjadi.
- Sulfa yang memberikan warna kuning
- Sulfa yang memberikan warna ungu-biru, rose merah
21. - Asam Sulfanilat : Ungu coklat
- Cratisin : Coklat
- Marfanil : Keruh putih kuning
- Medison : Coklat-ungu-coklat
- Ftalazol : Tidak berwarna
- Sulfadiazine : Kuning jingga coklat merah
- Sulfanilamide : Ungu merah
- Sulfasukdidin : Ungu coklat, endapan
- Thidicur : Kuning coklat jingga
11. Pirolisa
Semua sulfa kalau dipanaskan diatas titik leburnya akan terurai dan timbul warna dari
residu :
- Sulfadiazine : Merah
- Sulfaguanidin : Ungu
- Sulfanilamid : Violet
- Sulfatiazol : Coklat merah
Atau akan membebaskan H2S :
- Elkosin
- Septazin
- Soluseptazin
- Sulfamerazin
- Sulfasuksidin
- Ultraseptyl
- Sulfatiazol
- Na-Sulfamezatin
- Na-Sulfamerazin
- Na-Sulfathiazol
- Na-Irgafen
- Sulfamozatin
- Na-Irgamid
Yang membebaskan H2S adalah garam Na nya :
Atau melepaskan NH3 :
- Sulfaguanidin
- Sulfanilamide
- Sulfathiazole
Atau gas SO2:
- Lucosil
- Sulfapyridin
12. Sublimasi
Sublimasi, hanya beberapa sulfa yang positif (Sulfadiazin, Sulfamerazin,
Sulfamezatin, Thalazol, Elkosin).
0. Reaksi Kristal
Rekristalisasi aseton – air
Dalam tabung reaksi zat dilarutkan dalam aseton, disaring filtratnya + air. Larutan
diteteskan pada glass objek.
Reaksi Kristal
22. Drogendorf, yaitu zat + HCl 0,5N + 1 tetes pereaksi dan asamkan beberapa lama, lihat
dibawah mikroskop.
Bouchardat, Fe kompleks, Bi kompleks dan Cu Kompleks. Pembentukan reaksi
kompleks terjadi setelah pemanasan dan ada yang tanpa pemanasan telah terbentuk,
misal Sulfasetamida, Asam pikrat, asam pikrolon ( jangan terlalu asam ), Asam
silikowalframat ( silikowalframat 2 % dalam HCl 4N ),
Reaksi Eder
( 1 bagian Br2, 1 bagian Kbr dan 20 bagian air ), PtCl3 ( AuCl3 ) dalam air 10 %
Reaksi Romyn dan Leveizer
Reagen berisi 10 g Cu asetat dalam NaOH 25 % hingga 100 ml, atau 1 g Cu asetat
dalam NaOH hingga 100 ml. Reaksi ini juga dapat memberikan bermacam-macam
warna dan positif untuk sulfa, barbital dan asam organik.
Rowin : zat +CuAc kristal + amin, digoraskan batang kaca. Aminnya methylamin,
dan ethylamin.
3. Reaksi pendahuluan dan reaksi warna
d. Zat murni, dilelehkan dalam tabung reaksi akan terjadi perubahan warna dan keluar
gas H2S, NH3 dan CO2.
e. Sublimasi, hanya beberapa sulfa yang positif (Sulfadiazin, Sulfamerazin,
Sulfamezatin, Thalazol, Elkosin).
f. Tes Weber ( K4Fe(CN)6 10 % + Na Nitroprusid 10 % + NaOH 10 % campur sama
banyak ), perhatikan perubahan warna
3. sulfothiazid
B. Identifikasi senyawa :
2.5 gugus fungsi
2.6 golongan
2.7 reaksi spesifik
Pemeriksaan amin sekunder
Zat dilarutkan dalam 2 ml 3N HCI didinginkan pada 5 ,kemudian direaksikan dengan 2 ml larutan
NaNO2, 1% lima menit kemudian larutan diencerkan dengan 5 ml air dan dikocok dua kali, setiap
kali dengan 5 ml eter. Larutan eter dicuci dan akhirnya diluapkan sampai kering.kepada sisa
penguapan ditambahkan 50mg fenol,dipanaskan sebentar,didinginkan dan direaksikan dengan 1 ml
H2SO4 : terbentuk warna biru-hijau pekat yang bila hasil reaksi dituangkan ke dalam air berubah
menjadi merah. Jika dibasakan, warna hijau-biru semula timbul lagi (percobaan nitrosamin dan
lieabermann).
23. Pemeriksaan amin ailfatik primer dan amin aromatik (reaksi isonitril)
Sedikit zat dilarutkan dalam etanol,direaksikan dengan beberapa tetes kloroform dan basa alkali
dalam etanol,kemudian dipanaskan dengan api kecil.tercium bau khas isonitril.
Pemeriksaan asam amino (reaksi Ninhidrin)
Ke dalam 1 ml larutan zat yang netral ditambahkan 2 tetes larutan ninhidrin 1% dalam air, kemudian
dipanaskan sampai mendidih.terbentuk warna kemerah-merahan,ungu,atau biru reaksi positif antar
lain untuk efedrin( merah) tolbutamida (ungu) oksendrin(merah-coklat sampai ungu),asam
askorbat(merah tua).
Pemeriksaan golongan guanidin ( reaksi sakaguchi)
Kedalam larutan 1 mg zat dalam 5 ml air ditambahkan 1 ml larutan NaOH 10% dan 1 ml larutan 1-
naftol 0,05% dalam etanol.campuran didinginkan pada _+ 15 C lalu ditambahkan 3 tetes larutan
natrium hipobromit (2g Na OH dalam 7,5 ml air +0,5 ml brom, ditambahkan air sampai 10 ml)
terbentuk warna merah-ungu(streptomisin).
Pemeriksaan turunan piridin
a. Pada pemanasan 100 mg zat dengan 100 mg natrium karbonat kering tercium bau pridin hal
ini terjadi pada sebagian besar turunan piridin.
b. Sejumlah 5 mg zat dicampur atau digerus dengan 10 mg 1 klor-2,4-dintrobenzol lalu
dilumerkan sebentar.Lumeran yang sudah dingin dilarutkan dalam 2 ml 0,5N K OH –
etanol.terbentuk warna tua (nikotilnamida).
2. Pemeriksaan senyawa pereduksi
Reaksi Fehling
Ke dalam 1 ml campuran pereaksi Fehling II sama banyak ditambahkan 20 mg zat lalu
dipanaskan 30 menit di penagas air.bila reduksi terbentuk endapan tembaga (I)oksida
berwarna merah bata.
Positif pada suhu kamar : asam askorbat.
Positif pada pemanasan : isoniazida ,gula pereduksi,hidrokortisin,sorbitol yang sebelumnya
dioksidasikan dengan KMNO4, sakarosa setelah dihidrolisis dengan asam.
Pereaksi Fehling I : larutan CuSO4,5H2 O 7%.
Pereaksi Fehling II: 35 g Kna-tartrat+ 10 g NaOH+air sampai 100 ml.
Percobaan kaliumpermangat
a. Dalam larutan netral atau asam
Ke dalam larutan zat dalam air (bila perlu dalam aseton atau asam asetat) ditambahkan
larutan KMnO 4 0,1% dalam air atau dalam aseton.warna semula yang hilang pada suhu
kamar kemudiaan berubah menjadi coklat terjadi pada asam askorbat,isoniazida,olefin.
Pada pemanasaan warna semula (warna KMnO4 )hilang ; terjadi pada asam sitrat,asam
tartrat,asam oksalat,asam mandelat,asam salisilat( juga asam benzoat),gula pereduksi
(sakarosa setelah dihidrolisa oleh asam),sorbitol.
Apabila ada basa,percobaan harus dilakukan dalam suasana asam sulfat.
24. Sebagian besar senyawa obat mengandung gugus amina alifatik aromatis yang dapat berupa
amina primer, sekunder atau tersier. Gugus amina sekunder dan tersier dapat dihidrolisis
menjadi amina primer. Salah satu sifat gugus amina aromatik primer atau gugus amina
aromatik bebas adalah dapat bereaksi dengan Natrium Nitrit dalam suasana asam,
membentuk garam diazonium. Selanjutnya garam diazonium ini dapat dikopel dengan suatu
senyawa fenol atau senyawa amina membentuk suatu senyawa azo yang sangat berwarna.
Salahn satu senyawa pengkopel adalah senyawa N – (1-naftil) etilendiamin, yaitu senyawa
amina yang dikenal sebagai Bratton-Marshall.
Reaksi diazotasi digabung dengan reaksi pengkopelan ini ternyata dapat digunakan
sebagai dasar analisis kuantitatif senyawa yang mengandung gugus amina aromatic primer
secara kolorimetri atau kromatografi lapis tipis.
Kromatografi lapis tipis yang pada mulanya merupakan metode pemisahan, sekarang
ini dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif ataupun analisis kuantitatif. Analisis
kuantitatif dapat dilakukan dengan cara pengukuran noda dengan planimeter,
spektrofotometri setelah noda dikerok dan dielusi, serta spektrofotodensitometri, yaitu
pengukuran in situ noda.
Reaksi spesifik yang baik : rekristalisasi
Reaksi golongan :
1. Sifat khas senyawa nitrogen
Nitrogen terdapat dalam bentuk nitrat dan nitrit sebagai senyawa nitro dalam ikatan
dengan senyawa karbon sebagai amin primer,sekunder,atau tersier yang bersifat basa
sebagi ammonium kuanterner golongan amin aromatik,asam amida netral,garam ion
zwitter seperti asam amino dan dalam bentuk lain.
Pemeriksaan nitrat
Semua nitrat larut dalam air dengan menambahkan FeSO4 dan H2SO4 pekat
terbentuk cincin berwarna coklat.
Pemeriksaan senyawa nitro aromatik
Sejumlah 50 mg zat dilarutkan dalam 3 ml etanol.sesudah pemberian 3 ml HCI encer,
4ml air dan 200 mg Zn campuran di penanganan air selama 10 menit. Lalu 2 ml
filtratnya direaksikan dengan 2 tetes pereaksi Diazo I. selanjutnya larutan dituangkan
ke dalam 2 ml pereaksi Diazo II terbentuk warna jingga atau endapan, misalnya pada
niklosamida,nitrazepam,dan kloramfenikol.
Pereaksi Diazo I : 10 g NaNO2 dalam 100 ml air suling.
Pereaksi DiazoII: 0,25 g 2-naftol dalam 100ml 3N NaOH
Pemeriksaan senyawa basa amin
Dengan pereaksi Mayer senyawa basa amin membentuk endapan kekuning-
kuningan.caranya kedalam larutan zat yang jernih yang bersifat asam lemah akibat
25. penambahan asam sulfat ditambahkan beberapa tetes pereaksi.Reaksi tidak sama
untuk semua senyawa basa amin.
Morfin dan efedrin hanya memberikan sedikit endapan atau sama sekali tidak.
Pereaksi Mayer :1,35 g HgCI2 dalam 100 ml larutan KJ 5%
Pemeriksaan amin alfatik primer (reaksi Senfol)
Larutan amin dalam etanol dituangi karbondisulfida sama banyak,dipanaskan sampai
karbondisulfida yang berlebih menguap.Pada sisa larutan ditambahkan beberapa tetes larutan
raksa (II)klorida 5% tercium bau khas “mustard” jika ada amin alfatik primer.
Pereaksi amin aromtik primer (reaksi Diazo)
Sejumlah 50 mg zat dilarutkan dalam 1 ml 3N HCL larutan direaksikan dengan 2 tetes
pereaksi Diazo I kemudian dituangkan kedalam 2 ml pereaksi Diazo II terbentuk warna
merah jingga atau endapan. Reaksi positif untuk benzokain,etrakridin,PAS,prokain dan
sulfonamide.
Pemeriksaan amin sekunder
Zat dilarutkan dalam 2 ml 3N HCI didinginkan pada 5 ,kemudian direaksikan dengan 2 ml larutan
NaNO2, 1% lima menit kemudian larutan diencerkan dengan 5 ml air dan dikocok dua kali, setiap
kali dengan 5 ml eter. Larutan eter dicuci dan akhirnya diluapkan sampai kering.kepada sisa
penguapan ditambahkan 50mg fenol,dipanaskan sebentar,didinginkan dan direaksikan dengan 1 ml
H2SO4 : terbentuk warna biru-hijau pekat yang bila hasil reaksi dituangkan ke dalam air berubah
menjadi merah. Jika dibasakan, warna hijau-biru semula timbul lagi (percobaan nitrosamin dan
lieabermann).
Pemeriksaan amin ailfatik primer dan amin aromatik (reaksi isonitril)
Sedikit zat dilarutkan dalam etanol,direaksikan dengan beberapa tetes kloroform dan basa alkali
dalam etanol,kemudian dipanaskan dengan api kecil.tercium bau khas isonitril.
Pemeriksaan asam amino (reaksi Ninhidrin)
Ke dalam 1 ml larutan zat yang netral ditambahkan 2 tetes larutan ninhidrin 1% dalam air, kemudian
dipanaskan sampai mendidih.terbentuk warna kemerah-merahan,ungu,atau biru reaksi positif antar
lain untuk efedrin( merah) tolbutamida (ungu) oksendrin(merah-coklat sampai ungu),asam
askorbat(merah tua).
Pemeriksaan golongan guanidin ( reaksi sakaguchi)
Kedalam larutan 1 mg zat dalam 5 ml air ditambahkan 1 ml larutan NaOH 10% dan 1 ml larutan 1-
naftol 0,05% dalam etanol.campuran didinginkan pada _+ 15 C lalu ditambahkan 3 tetes larutan
natrium hipobromit (2g Na OH dalam 7,5 ml air +0,5 ml brom, ditambahkan air sampai 10 ml)
terbentuk warna merah-ungu(streptomisin).
Pemeriksaan turunan piridin
26. c. Pada pemanasan 100 mg zat dengan 100 mg natrium karbonat kering tercium bau pridin hal
ini terjadi pada sebagian besar turunan piridin.
d. Sejumlah 5 mg zat dicampur atau digerus dengan 10 mg 1 klor-2,4-dintrobenzol lalu
dilumerkan sebentar.Lumeran yang sudah dingin dilarutkan dalam 2 ml 0,5N K OH –
etanol.terbentuk warna tua (nikotilnamida).
2. Pemeriksaan senyawa pereduksi
Reaksi Fehling
Ke dalam 1 ml campuran pereaksi Fehling II sama banyak ditambahkan 20 mg zat lalu
dipanaskan 30 menit di penagas air.bila reduksi terbentuk endapan tembaga (I)oksida
berwarna merah bata.
Positif pada suhu kamar : asam askorbat.
Positif pada pemanasan : isoniazida ,gula pereduksi,hidrokortisin,sorbitol yang sebelumnya
dioksidasikan dengan KMNO4, sakarosa setelah dihidrolisis dengan asam.
Pereaksi Fehling I : larutan CuSO4,5H2 O 7%.
Pereaksi Fehling II: 35 g Kna-tartrat+ 10 g NaOH+air sampai 100 ml.
Percobaan kaliumpermangat
b. Dalam larutan netral atau asam
Ke dalam larutan zat dalam air (bila perlu dalam aseton atau asam asetat) ditambahkan
larutan KMnO 4 0,1% dalam air atau dalam aseton.warna semula yang hilang pada suhu
kamar kemudiaan berubah menjadi coklat terjadi pada asam askorbat,isoniazida,olefin.
Pada pemanasaan warna semula (warna KMnO4 )hilang ; terjadi pada asam sitrat,asam
tartrat,asam oksalat,asam mandelat,asam salisilat( juga asam benzoat),gula pereduksi
(sakarosa setelah dihidrolisa oleh asam),sorbitol.
Apabila ada basa,percobaan harus dilakukan dalam suasana asam sulfat.
c. Dalam larutan basa(percobaan bayer terhadap ikatan tak jenuh olefin)
Tata kerja seperti pada butir a tetapi reaksi dilakukan setelah kedalam zat asal
ditambahkan natrium karbonat.perlu pemeriksaan blanko(misalnya amitriptilin).
Reaksi adisi dengan brom
Sejumlah 50 mg zat dilarutkan dalam 2 ml asam asetat,lalu ditambahkan tetes demi tetes
air brom (1,0 g Br2 atau 0,3 ml Br2/100 ml asam asetat).apabila ada ikatan tak
jenuh,warna brom hilang.senyawa aromatik,seperti asam salisilat,mengganggu,karna
terjadi subsitusi.
3.Pemeriksaan asam organik
Sejumlah 100 mg zat dipanaskan dengan 6 tetes tioniklorida di penangas air sampai
terbentuk gas yang baunya menusuk yang kemudian hilang,atau sampai ada sisa
kering.kepadanya ditambahkan 1 ml larutan hidroksilamin HCl 7% dalam metanol yang
mengandung timolftalein 0,02% kemudian campuran direaksikan dengan 2N K OH
dalam metanol sampai terbentuk warna biru.akhirnya ditambahkan 5 tetes basa (berlebih).
Campuran didihkan sebentar didinginkan,lalu direaksikan dengan 3 N HCI sampai warna
biru hilang.setelah ditambahkan beberapa tetes larutan besi(III) klorida 10% dan HCI
berlebih,terbentuk warna merah (kompleks besi-hidroksamat).
27. 4. Pemeriksaan ester (reaksi asam hidroksamat)
Sejumlah 50-100 mg zat direaksikan dengan 1 ml larutan hidroksilaminklorida 7% dalam
metanol.kemudian dilakukan cara serupa seperti pada pemeriksaan asam organik di
atas.asam amida dan asam anhidrida memberikan reaksi yang sama.
5. Pemeriksaan aldehida (reaksi schiff)
Zat dilarutkan atau diusapkan dalam air,diasamkan dengan 3N HCI sampai pH mencapai
kurang dari 3, lalu ditambahkan pereaksi schiff yang tak berwarna dengan volume sama
banyak,setelah beberapa waktu terbentuk warna merah sampai ungu.reaksi blanko
terhadap pereaksi perlu dilakukan.
Pereaksi schiff : 100mg rosanilinklorida dilarutkan dalam 50 ml air dengan cara
dipanaskan. Setelah ditambahkan 1,25g natrium sulfit dan 20 ml 6N HCI, diencerkan
sampai 100 ml jika setelah didiamkan selama 12 jam warna belum hilang,larutan dikocok
dengan 0,5 g karbon,lalu disaring pereaksi tahan selama 4 minggu.
6.Pemeriksaan hasil uraian formaldehida (reaksi asam kromotropat)
Pemeriksaan hasil urai formaldehida dilakukan dengan menambahkan 10 mg zat ke
dalam beberapa menit dengan hati-hati.terbentuk warna biru sampai ungu.
Natrium noramidopirin metan sulfonat,metamizol,karbokromen,hodroklorotiazida dan
asam etakrinat : ungu indometasin :merah-ungu
Fenoksimetilpenisilin :biru Triheksifenidil : merah-coklat
Etakridin laktat : merah
Reaksi diganggu oleh zat yang mengarang.
7.Pemeriksaan gugus aktif metilen (-CH2-CO-)
Ke dalam larutan zat dalam etanol ditambahkan beberapa butir kristal 1,3 dinitrobenzol dan
beberapa tetes larutan basa akial 15%.terbentuk warna merah,misalnya pada
diazepam,hidromorfin,hidrokodon,oksikodon.
8.Reaksi iodoform
Sejumlah 10 mg zat dipanaskan 2 ml 3N NaOH dan beberapa tetes air iodium (1,0g I2,20 g
KI,100 ml H2O). Bau iodium tercium jika ada aseton,etanol,isopropanol,asam laktat atau
benzoakain (turunan etilster),dan warfarin.
9.Reaksi besi(III) klorida
Sejumlah 5 mg zat dilarutkan dalam 1 ml air dinetralkan dengan NaHCO3 atau HCI, lalu
direaksikan dengan 2 tetes larutan FeCI3 1% yang dibuat segar. Warna merah sampai ungu
terbentuk jika ada asam hidroksi aromatik,fenol,enol,pirazolon,atau fenotiazin ,misalnya pada
zat berikut ini :
Asam asetilsalisilat: warna ungu baru terbentuk setelah campuran dimasak sebentar dan
kemudian didinginkan.
Asam askorbat :pada pH 8
Aminofenazon,fenazon
Asam p-aminosalisilat
Klorpromazin,prometazin
Asam mefenamat
Morfin:warna kebiru-biruan
28. Nipagin:warna ungu baru terbentuk setelah campuran dimasak sebentar dan kemudian
didinginkan
Metamizol :biru-ungu lemah
Piridoksin
Tetrasiklin
Rutodisa: warna hijau yang dengan NaOH berubah menjadi merah-coklat
10. Reaksi Millon
Larutan zat dan pereaksi Millon dalam jumlah sama banyak dipanaskan bersama-sama warna
merah terbentuk pada fenol,misalnya pada nipagin,simpatomimetika.pada metamizol sepintas
lalu berwarna biru.
Pereaksi Millon : sejumlah 10 g air raksa dilarutkan dengan pendingin dalam 10g asam nitrat
berasap.larutan tersebut diencerkan dengan 20 g air dingin,lalu didiamkan.pada metamizol
yang terbentuk dipisahkan dengan cara menungkan larutan (didekantasi).
11. Reaksi gabungan dengan asam sulfanilat terdiazotasi
Sejumlah 10mg zat dilarutkan dalam 1 ml 3N NaOH tambahkan campuran segar yang terdiri
atas larutan asam sulfat dan larutan NaNO2 10% sama banyak.warna merah terbentuk pada
zat yang mudah digabungkan seperti fenol dan imidazol,misalnya :
Tetrasiklin :merah tua
Piridoksin:kuning-jingga yang menjadi merah dengan asam asetat
Histidin,paracetamol : merah
Teofilin : warna merah-ungu terbentuk setelah campuran dipanaskan dengan 3 N NaOH.
Reaksi dengan pilokarpin :negatif!
Larutan asam sukfanilat :sejumlah 0,5 g asam sulfanilat digerus halus dilarutkan dalam 70 ml
air tanpa pemanasan.Larutan direaksikan dengan 6,0 ml 6N HCI,kemudiaan ditambahkan air
sampai 100 ml.
Volume teknik :
Nitrimetri :
Nitrimetri merupakan cara analisa volumetri yang berdasarkan pada reaksi
pembentukan garam diazonium. Pembentukan warna dari reaksi pembentukan garam azo
antara nitrit dengan atom nitrogen pada gugus amina atau heteroatom atau heterosiklik.
Garam diazonium itu terbentuk dari hasil reaksi antara senyawa yang mengandung
gugus amin aromatis bebas, pada suhu di bawah 15°C dalam senyawa asam. Titrasi diazotasi
berdasarkan pada pembentukan garam diazonium dari gugus amin aromatis bebas yang
29. direaksikan dengan asam nitrit, dimana asam nitrit ini diperoleh dengan cara mereaksikan
natrium nitrit dengan suatu asam
Salah satu metode yang termasuk dalam titrasi redoks adalah diazotasi (nitritometri).
Titrasi diazotasi berdasarkan pada pembentukan garam diazonium dari gugus amin aromatis
bebas yang direaksikan dengan asam nitrit, dimana asam nitrit ini diperoleh dengan cara
mereaksikan natrium nitrit dengan suatu asam.
Titrasi diazotasi sangat sederhana dan sangat berguna untuk menetapkan kadar
senyawa-senyawa antibiotik sulfonamida dan juga senyawa-senyawa anestesika lokal
golongan asam amino benzoat
Metode titrasi diazotasi disebut juga dengan nitrimetri yakni metode penetapan kadar
secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku natrium nitrit. Metode ini didasarkan
pada reaksi diazotasi yakni reaksi antara amina aromatik primer dengan asam nitrit dalam
suasana asam membentuk garam diazonium (Gandjar dan Rohman, 2007).
Titrasi nitrimetri merupakan titrasi yang dipergunakan dalam analisa senyawa-
senyawa organik, khususnya untuk persenyawaan amina primer. Penetapan kuantitas zat
didasari oleh reaksi antara fenil amina primer (aromatik) dengan natrium nitrit dalam suasana
asam yang membentuk garam diazonium dan dikenal sebagai reaksi diazotasi. Untuk
membuat suasana asam umumnya digunakan asam klorida.
Titrasi diazotasi ini sangat sederhana dan sangat berguna untuk menetapkan kadar-
kadar senyawa antibiotik sulfonamide dan juga senyawa-senyawa anastetika lokal golongan
asam amina benzoate. Metode titrasi diazotasi disebut juga nitrimetri, yaitu metode penetapan
kadar secara kuatitatif dengan menggunakan larutan baku NaNO2
-. Metode ini didasarkan
pada reaksi diazotasi yakni reaksi antara amina aromatik primer dengan asam nitrit dalam
suasana asam membentuk garam. Titik akhir titrasi diazotasi tercapai apabila pada
penggoresan larutan yang dititrasi pada pasta kanji iodide atau kertas kanji iodide akan
terbentuk warna hijau tosca atau biru (Wunas, 1968).
Dalam nitrimetri, berat ekivalen suatu senyawa sama dengan berat molekulnya karena 1
mol senyawa bereaksi dengan 1 mol asam nitrit dan menghasilkan 1 mol garam diazonium.
Dengan alasan ini pula, untuk nitrimetri, konsentrasi larutan baku sering dinyatakan dengan
molaritas (M) karena molaritasnya sama dengan normalitasnya (Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi nitrimetri adalah :
1. Suhu
Pada saat melakukan titrasi, suhu harus berada antara 5-15° C, walaupun sebenarnya
pembentukan garam diazonium berlangsung pada suhu yang lebih rendah yaitu 0-5° C. Pada
temperatur 5-15° C digunakan KBr sebagai stabilisator. Titrasi tidak dapat dilakukan pada
suhu tinggi karena :
HNO2 yang terbentuk akan menguap pada suhu tinggi
Garam diazonium yang terbentuk akan terurai menjadi fenol
2. Keasaman
Titrasi ini berlangsung pada pH ± 2 hal ini dibutuhkan untuk :
Mengubah NaNO2 menjadi HNO2
Pembentukan garam diazonium
3. Kecepatan Reaksi
30. Reaksi diazotasi berlangsung lambat sekali, sehingga agar reaksi sempurna maka titrasi
harus dilakukan perlahan-lahan dan dengan pengocokan yang kuat. Frekuensi tetesan pada
awal titrasi kira-kira 1 ml/menit, lalu menjelang titik akhir menjadi 2 ml/menit. Karena
asam nitrit terbentuk pada suasana asam, penambahan KBr pada titrasi nitrimetri diperlukan
sebagai :
1. Katalisator, yaitu untuk mempercepat reaksi, karena KBr dapat mengikat NO2 membentuk
nitrosobromid, yang akan meniadakan reaksi tautomerasi dari bentuk keto dan langsung
membentuk enol.
2. Stabilisator, yaitu untuk mengikat NO2 agar asam nitrit tidak terurai atau menguap.
3 Prinsip Reaksi Nitrimetri
Prinsip titrasi nitrimetri adalah reaksi diazotasi, yaitu :
1. Pembentukan garam diazonium dari gugus amin aromatik primer (amin aromatik sekunder
dan gugus nitro aromatik). Contoh zat yang memiliki gugus amin aromatik primer adalah
benzokain. Contoh zat yang memiliki gugus amin aromatis sekunder adalah parasetamol dan
fenasetin. Contoh zat yang memiliki gugus nitroaromatik adalah kloramfenikol.
2. Pembentukan senyawa nitrosamine dari amin alifatik sekunder. Contoh zat yang mempunyai
gugus amin alifatis adalah Na siklamat.
3. Pembentukan senyawa azo dari gugus hidrazida. Contoh zat yang memiliki gugus hidrazida
adalah INH.
4. Pemasukkan gugus nitro yang jarang terjadi karena sulitnya titrasi dengan menggunakan
asam nitrit dalam suasana asam.
Reaksi diazotasi tidak stabil dalam suhu kamar,karena garam diazonium yang
terbentuk mudah terdegradasi membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen. Sehingga reaksi
dilakukan pada suhu dibawah 15°C. Untuk mendapatkan suhu dibawah 15°C dapat dilakukan
dengan merendam erlenmeyer yang berisi sampel dalam bejana berisi batu es.
Jenis – jenis Reaksi Nitrimetri
Jenis titrasi diazotasi cukup sederhana untuk dilakukan dan sangat berguna untuk
analisis antibiotik sulfonamide dan anastetik lokal turunan asam benzoat. Titrasi dilakukan
dengan menggunakan natrium nitrit yang diasamkan, menyebabkan fungsi amin aromatik
primer diubah menjadi garam diazonium, seperti pada reaksi sulfasetamina dengan asam
nitrit (Watson, 2010).
Jenis – jenis reaksi nitrimetri meliputi:
1. Reaksi diazotasi antara sulfanilamide (mengandung gugus amin aromatis primer) dengan
asam nitrit (Gandjar dan Rohman, 2007).
Penjelasan dari reaksi diatas :
a. Ketika campuran asam nitrat dan asam sulfat (bereaksi secara in situ) direaksikan dengan
benzena, dalam perbandingan tertentu ion nitronium (NO2
-) yang merupakan spesies
nukleofilik, adalah ion nitrit (NO2
-) yang terdapat pada asam nitrit, dengan bahwa sesama
muatan sejenis tidak dapat bereaksi.
b. Secara in situ, Sn dan HCl akan bereaksi membentuk SnCl2, yang berperan sebagai reduktor
lemah dalam reaksinya dengan nitrobenzena sehingga anilin akan terbentuk.
c. Secara in situ asam klorida akan bereaksi dengan natrium nitrit (NO2
-) untuk membentuk
asam nitrit. Reaksi ini diperlukan karena asam nitrit tidak dapat dibuat secara langsung
karena asam nitrit dengan mudah teroksidasi menjadi asam nitrat (HNO3
-) apabila tidak
31. diisolasi dengan benar. Reaksi 3 inilah yang disebut reaksi diazotasi dengan benzena
daiazonium sebagai produknya.
d. Benzenadiazonium tidak stabil pada suhu panas sehingga reaksi diazotasidisarankan
berlangsung pada suhu rendah (biasanya 0oC). Penambahan air disertai protonisasi sebagai
pemacu reaksi akan mensubtitusi klorida yang terdapat dalam benzenadiazonium. Klorida
memiliki nilai elektronegativitas yang besar sehingga sebanyak klorida (benzenadiazonium)
tersebut tidak begitu stabil. Dengan adanya pemanasan hidroksi benzenadiazonium akan
terurai dan tertata ulang membentuk fenol.
2. Reaksi diazotasi pada analisis suksinil sulfatiazol (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada penetapan kadar senyawa yang mempunyai gugus aromatic yang terikat dengan
gugus lain seperti suksinil sulfatiazol harus dihidrolisis lebih dahulu sehingga diperoleh
gugus amin aromatis bebas untuk selanjutnya bereaksi dengan natrium nitrit dalam suasana
asam membentuk garam diazonium. Senyawa-senyawa yang mempunyai gugus nitro
aromatis seperti kloramfenikol (Gandjar dan Rohman, 2007).
3. Reaksi diazotasi pada analisis kloramfenikol (Gandjar dan Rohman, 2007).
Kloranfenikol yang mempunyai gugus nitro atomatis direduksi terlebih dahulu dengan
Zn/HCl untuk menghasilkan senyawa amin aromatis primer yang bebas yang selanjutnya
bereaksi dengan asam nitrit untuk membentuk garam diazonium.
Indikator
Pada titrasi diazotasi, penentuan titik akhir titrasi dapat menggunakan indikator luar,
indikator dalam, dan secara potensiometri (Gandjar dan Rohman, 2007).
1. Indikator Luar
Indikator luar yang digunakan adalah pasta kanji-iodida atau dapat pula menggunakan
kertas kanji-iodida. Ketika larutan digoreskan pada pasta atau kertas, adanya kelebihan asam
nitrit akan mengoksidasi iodide menjadi iodium dan dengan adanya kanji atau amilum akan
menghasilkan warna biru segera. Indikator kanji-iodida ini peka terhadap kelebihan 0,05 –
0,10 ml natrium nitrit dalam 200 ml larutan. Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai
berikut:
NaNO2 + HCl HNO2 + NaCl
KI + HCl KCl +HI
2 HI + 2 HONO I2 + 2 NO + 2 H2O
I2 + kanji kanji iod (biru)
Titik akhir titrasi tercapai apabila pada penggoresan lautan yang dititrasi pada pasta
kanji-iodida atau kertas kanji-iodida akan terbentuk warna biru juga terbentuk beberapa saat
setelah dibiarkan di udara. Hal ini disebabkan karena oksidasi iodida oleh udara (O2) menurut
reaksi (Gandjar dan Rohman, 2007):
4 KI + 4 HCl + O2 2H2O + 2 I2 + 4 KCl
I2 + kanji kanji iod (biru)
Untuk meyakinkan apakah benar-benar sudah terjadi titik akhir titrasi, maka pengujian seperti
di atas dilakukan lagi setelah dua menit (Gandjar dan Rohman, 2007). Dengan indikator luar,
dengan pasta kanji-KI mempunyai kelebihan dan kekurangan yaitu sebagai berikut :
Kelebihan :
a. Untuk beberapa zat lebih tepat dipakai karena perubahan warna lebih jelas.
Kekurangan :
32. a. Cara kerja tidak praktis
b. Terlalu sering menguap menyebabkan adanya kemungkinan zat terbuang.
c. Titrasi harus dilakukan pada suhu dibawah 150 C
d. Harus diketahui jumlah volume titran yang dibutuhkan. Bila tidak, titrasi akan berlangsung
sangat lama yang berarti makin banyak larutan yang dititrasi hilang (karena digoreskan pada
pasta kanji iodida untuk mengetahui titik akhir titrasi).
2. Indikator Dalam
Indikator dalam terdiri atas campuran tropeolin OO dan metilen biru. Tropoelin OO
merupakan indikator asam-basa yang berwarna merah dalam suasana asam dan berwarna
kuning bila dioksidasi oleh adanya kelebihan asam nitrit, sedangkan metilen biru sebagai
pengkontras warna sehingga pada titik akhir titrasi akan terjadi perubahan dari ungu menjadi
biru sampai hijau tergantung senyawa yang dititrasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada pemakaian Indikator dalam ini ternyata mempunyai kelebihan yaitu sebagai berikut :
a. Cara kerja cepat dan praktis.
b. Dapat dilakukan pada suhu kamar.
Pemakaian kedua indikator ini ternyata memiliki kekurangan. Pada indikator luar harus
diketahui dulu perkiraan jumlah titran yang diperlukan, sebab kalau tidak tahu perkiraan
jumlah titran yang dibutuhkan, maka akan sering melakukan pengujian apakah sudah tercapai
titik akhir titrasi atau belum. Di samping itu, kalau sering melakukan pengujian,
dikhawatirkan akan banyak larutan yang dititrasi (sampel) yang hilang pada saat pengujian
titik akhir. Sementara itu pada pemakaian indikator dalam walaupun perlakuannya mudah
tetapi sering kali untuk senyawa yang berbeda akan memberikan warna yang berbeda. Untuk
mengatasi hal ini, maka akan digunakan metode pengamatan titik akhir secara potensiometri
(Gandjar dan Rohman, 2007).
3. Secara Potensiometri
Metode yang baik untuk penetapan titik akhir nitrimetri adalah metode potensiometri
dengan menggunakan electrode kolomelplatina yang dicelupkan ke dalam nitrat. Pada saat
titik akhir titrasi (adanya kelebihan asam nitrit), akan terjadi perubahan arus yang sangat
tajam sekitar +0,80 Volt sampai +0,90 Volt. Metode ini sangat cocok untuk sampel dalam
bentuk sediaan sirup berwarna (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.5 Aplikasi Analisis Nitrimetri / Diazotasi Dalam Analisis Obat dan Bahan Obat Beserta
Beberapa Contohnya
Dalam farmakope Indonesia Titrasi diazotasi digunakan untuk menetapkan kadar:
benzokain primakuin fosfat dan sediaan tabletnya, prokain HCl, sulfasetamid, natrium
sulfasetamid, sulfametazin, sulfadoksin, sulfametoksazol, tetrakain, dan tetrakain HCl
(Gandjar, 2007).
Tirtasi diazotasi dapat digunakan untuk :
1. Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mempunyai gugus amin aromatis primer bebas
seperti selfamilamid.
2. Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mana gugus amin aromatic terikat dengan gugus
lain seperti suksinil sulfatiazol, ftalil sulfatiazol dan parasetamol. Pada penetapan kadar
senyawa yang mempunyai gugus aromatic yang terikat dengan gugus lain seperti suksinil
sulfatiazol harus dihidrolisis lebih dahulu sehingga diperoleh gugus amin aromatis bebas
untuk selanjutnya bereaksi dengan natrium nitrit dalam suasana asam membentuk garam
diazonium. Reaksi yang terjadi pada analisis suksinil sulfatiazol.
33. 3. Senyawa-senyawa yang mempunyai gugus nitro aromatis seperti kloramfenikol. Senyawa-
senyawa nitro aromatis dapat ditetapkan kadarnya secara nitrimetri setelah direduksi terlebih
dahulu untuk menghasilkan senyawa amin aromatis primer. Kloramfenikol yang mepunyai
gugus nitro aromatis direduksi terlebih dahulu dengan Zn/HCI untuk menghasilkan senyawa
amin aromatis primer yang bebas yang selanjutnya bereaksi dengan asam nitrit untuk
membentuk garam diazonium.
Penggunaan suatu zat warna azo sebagai indikator - metil jingga
Senyawa Azo berisi sistem yang sangat terdelokalisasi elektron yang mengambil di kedua cincin
benzena dan atom nitrogen dua menjembatani cincin. The delokalisasi juga dapat diperluas pada hal-hal yang
melekat pada cincin benzena juga.
Jika cahaya putih jatuh pada salah satu molekul, beberapa panjang gelombang yang diserap oleh elektron
terdelokalisasi. Warna yang Anda lihat adalah hasil dari panjang gelombang non-diserap. Kelompok-kelompok
yang memberikan kontribusi pada delokalisasi (dan sehingga untuk penyerapan cahaya) dikenal sebagai
sebuah kromofor.
Memodifikasi kelompok hadir dalam molekul dapat memiliki efek pada cahaya diserap, dan sebagainya
pada warna yang Anda lihatAnda dapat mengambil keuntungan dari hal ini dalam indikator.
Metil oranye adalah zat warna azo yang ada dalam dua bentuk tergantung pada pH:
Zat Warna Azo
Zat warna azo adalah senyawa yang paling banyak terdapat dalam limbah tekstil,
yaitu sekitar 60 % - 70 %
Senyawa azo memiliki struktur umum R─N═N─R’, dengan R dan R’ adalah rantai
organik yang sama atau berbeda.
Senyawa ini memiliki gugus ─N═N─ yang dinamakan struktur azo. Nama azo
berasal dari kata azote, merupakan penamaan untuk nitrogen bermula dari bahasa Yunani a
(bukan) + zoe (hidup). Untuk membuat zat warna azo ini dibutuhkan zat antara yang
direaksikan dengan ion diazonium (seperti pada Gambar 1).
Garam azo berwarna / Nitrimetri : Pembentukan warna dari reaksi pembentukan garam azo
antara nitrit dengan atom nitrogen pada gugus amina/heteroatom/heterosiklik.
Senyawa azo dapat berupa senyawa aromatik atau alifatik. Senyawa azo aromatik
bersifat stabil dan mempunyai warna menyala. Senyawa azo alifatik seperti dimetildiazin
(Gambar 2) lebih tidak stabil. Dengan kenaikan suhu atau iradiasi, ikatan nitrogen dan karbon
akan pecah secara simultan melepaskan gas nitrogen dan radikal. Dengan demikian, beberapa
senyawa azo alifatik digunakan sebagai inisiator radikal.
1. Pentiter : nano2
2. Pembakuan
pembakuan larutan baku NaNO2 oleh asam sulfanilat.
1. toimbang dengan seksama 100 mg asam oksalat.
2. Larutkan dalam labu Erlenmeyer dengan menggunakan aquadest 25 mL.
3. Tambahkan HCl 4N sebanyak 5 mL.
4. Tambahkan indicator campur tropeolin oo + metilen blue (5:3)
5. Dinginkan sampai suhu 15oC, tambah KBr sebanyak 10 mg jika perlu.
34. 6. Titrasi dengan larutan NaNO2 0,1N yang akan dibakukan kembali sampai
terjadi perubahan warna larutan ungu menjadi biru kehijauan.
7. hitung kadar NaNO2 0,1 N sebenarnya.
3.3.2. Penetapan kadar sample berberntuk larutan:
1. larutkan sample dalam labu ukur, dengan aquadest sampai tanda batas.
2. aduk larutan sample sampai larut sempurna.
3. pipet larutan sample dengan pipet ukur/volume pipet sebnyak 25 mL.
4. Tambahkan HCl 4N sebnyak 5 mL.
5. Tambahkan indicator campur Tropeolin oo + metilen blue (5:3)
6. Dinginkan sampai suhu 15oC, tambahkan KBr 10 mg jika perlu.
7. Titrasi dengan larutan NaNO2 0,1 N yang akan dibakukan kembali sampai
terjadi perubahan warna larutan ungu menjadi biru kehijauan.
8. Hitung kadar % zat aktif dalam sample.
3. Reaksi
NaNO2 + HCI HNO2 = NaCI
H2O + HCI H3O + CI
HNO2 + H3O + Br N=O + 2H2O
Br
4. Perhitungan
Soal : 20 tablet sulfametoksazol ditimbang seksama kemudian diserbuk.
Diketahui berat total hasil timbangan adalah 12 gram. Sebanyak o,3 gram
serbuk tersebut digunakan untuk penetapan kadar menggunakan titrasi nitrimetri
dengan prosedur sbb :
0,3 gram serbuk ditambah 5 ml hcl encer dan 50 ml air. Didinginkan hingga
suhu 15 derajat c kemudian dititrasi dengan nano2 0,05M hingga 1 tts larutan
segera memberikan warna biru pada kertas kanji iodide. Untuk itu diperlukan 15
ml nano2 0,05 M. jika diktahui kandungan sulfametoksazol per tablet adAlah
400 mg, tentukan kadar sulfa tsb! (valensi 2, MR sulfa =253,28)
Bobot 1 tablet = 12 gram = 600 mg/tablet
20 tablet
Kadar teoritis sulfametoksazol
= 300 mg x 400 mg
600 mg
= 200 mg
= 0,2 gram
35. N NaNO2 = Valensi x molaritas
= 2 x 0,05 M
= 0,1 N
(V1.N1) sulfa = (V2.N2) NaNO2
50 . N sulfa = 15 . 0,1
N sulfa = 0,03 N
N sulfa = Molaritas x Valensi
N = gram x 1000 x valensi
Mr V
0,03 = gram x 1000 x 2
253,28 50
Gram = 0,190 g
Kadar = 0,190 gram x 100% = 95%
0,200 gram
5. tat : biru kehijauan
6. prosedur dan pembahasan
pembakuan larutan baku NaNO2 oleh asam sulfanilat.
1. toimbang dengan seksama 100 mg asam oksalat.
2. Larutkan dalam labu Erlenmeyer dengan menggunakan aquadest 25 mL.
3. Tambahkan HCl 4N sebanyak 5 mL.
4. Tambahkan indicator campur tropeolin oo + metilen blue (5:3)
5. Dinginkan sampai suhu 15oC, tambah KBr sebanyak 10 mg jika perlu.
6. Titrasi dengan larutan NaNO2 0,1N yang akan dibakukan kembali sampai
terjadi perubahan warna larutan ungu menjadi biru kehijauan.
7. hitung kadar NaNO2 0,1 N sebenarnya.
3.3.2. Penetapan kadar sample berberntuk larutan:
1. larutkan sample dalam labu ukur, dengan aquadest sampai tanda batas.
36. 2. aduk larutan sample sampai larut sempurna.
3. pipet larutan sample dengan pipet ukur/volume pipet sebnyak 25 mL.
4. Tambahkan HCl 4N sebnyak 5 mL.
5. Tambahkan indicator campur Tropeolin oo + metilen blue (5:3)
6. Dinginkan sampai suhu 15oC, tambahkan KBr 10 mg jika perlu.
7. Titrasi dengan larutan NaNO2 0,1 N yang akan dibakukan kembali sampai
terjadi perubahan warna larutan ungu menjadi biru kehijauan.
8. Hitung kadar % zat aktif dalam sample.
Pembahasan :
Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk mendeteksi suatu
senyawa, unsur, ataupun zat lainnya dalam suatu larutan secara visual, baik dalam keadaan kering
maupun basah. Parameter dalam analisis kualitatif adalah endapan, perubahan warna pada larutan,
serta warna endapan yang terbentuk.
Analisis reaksi-reaksi khusus senyawa C, H, O, N merupakan suatu metode analisis yang
digunakan untuk mengetahui reaksi yang terjadi pada senyawa C, H, O, N yang terdapat dalam
sampel obat-obatan. Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif. Dalam metode ini hanya
dilakukan penentuan ada atau tidak adanya zat yang ingin diketahui di dalam sampel yang diteliti,
dimana dalam metode ini lebih mementingkan proses dibandingkan hasil akhir, oleh karena itu urut-
urutan kegiatan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang
ditemukan.
Percobaan pertama kami kami melarutkan parasetamol dalam 10 ml air yang kemudian
ditambah 1 tetes FeCl3 sampai warna larutan berubah menjadi biru violet yang menandakan hasil
positif. Parasetamol dicampurkan dengan air agar parasetamol bisa tercampur atau bisa larut. Besi (
III ) klorida ini akan mengikat 3 molekul parasetamol dan Fe3+ ini yang menjadi atom pusat. Fe ini
yang akan sebagai akseptor atau penerima elektronnya sedangkan ligannya yang akan memberikan
electron sehingga akan terjadi ikatan kovalen. FeCl3 merupakan senyawa kompleks yang mana
senyawa kompleks ini mempunyai ciri yang khas yaitu umumnya berwarna tapi warna itu
tergantung ligannya.
Analisis Kuantitatif
Reaksi diazotasi biasanya dilakukan pada senyawa yang memiliki gugus aromatis-
bebas. Reaksi diazotasi didasarkan pada pebentukan garam-garam diazonium yang terbentuk
dari reaksi asam nitrit dengan amin aromatik bebas.
Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar parasetamol dengan menggunakan
metode nitrimetri. Titran yang digunakan adalah NaNO2 0,1 N yang kemudian direaksikan
dengan HCl sehingga membentuk asam nitrit (HNO2). Titrasi
Hal ini karena garam diazonium tidak stabil dan jika suhunya lebih tinggi bisa terurai menjadi
fenol dan natrium. Pada pecobaan ini, digunakan indikator luar yakni kertas kanji iodida.
Pada kertas kanji iodida akan terjadi perubahan warna mendi biru karena iodida diubah
menjadi iodium ketika bertemu dan kanji. HNO2 akan bereaksi dengan sampel dan akan
37. membentuk garam diazonium, namun tidak semua HNO2 itu akan bereaksi dengan sampel.
Ketika larutan digoreskan pada kertas, adanya kelebihan / sisa asam nitrit akan mengoksidasi
iodida mejadi iodium dan dengan adanya amilum akan menghasilkan warna biru segera.
Berikut reaksinya :
2HI + 2HNO2 → I2 + 2NO + 2H2O
I2 + kanji → kanji iod (biru)
Pada percobaan ini, digunakan sampel parasetamol Untuk sampel paracetamol,
paracetamol 125 mg ditambahkan dengan H2SO4 10% sebagai bahan untuk menghidrolisa
gugus amin sekunder menjadi gugus amin primer. Kemudian dipanaskan dan ditambahkan
HCl encer. Untuk mempercepat reaksi, ditambahkan KBr lalu ditambahkan air. Setelah itu,
Hal ini karena garam diazonium tidak stabil dan jika
suhunya lebih tinggi bisa terurai menjadi fenol dan natrium. Selanjutnya dtirasi dengan
NaNO2 0,1 N. titrasi dihentikan ketika terbentuk warna biru segera ketika larutan digoreskan
di kertas kanji iodida. Kadar yang didapatkan adalah 60 %. Kadar ini tidak sesuai dengan
pustaka (FI III) yakni tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 101,0%. Hal tersebut
mungkin disebabkan oleh ketidaktelitian saat dilakukan nya titrasi (kesalahan Paradoksal) ,
karena titrasi ini menggunakan indikator luar, sehingga agak sulit untuk mengetahui kapan
titrasi sudah mendekati, maupun sudah mencapai titik akhir. Faktor lain yang menyebabkan
kesalahan dalam analisis parasetamol tsb adalah suhu yang tidak tepat dan tidak terjaga saat
dilakukannya titrasi.
Pembakuan larutan natrium nitrit terhadap asam sulfanilat
Natrium nitrit (sebagai larutan sekunder) sebelum digunakan untuk penentuan kadar
parasetamol, harus dilakukan pembakuan terlebih dahulu dengan asam sulfanilat (larutan
primer). Percobaan ini dilakukan pada suhu kurang dari 15oC, hal ini dilakukan karena asam
nitrit yang diperoleh dari reaksi natrium nitrit dengan asam klorida tidak stabil dan mudah
terurai dalam suhu kamar. Selain itu, garam diazonium yang terbentuk pun tidak stabil.
Ketidakstabilan ini dikarenakan garam diazonium yang terbentuk mudah terdegradasi
membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen. Sehingga reaksi dilakukan pada suhu dibawah
15 oC. Reaksi diazotasi dapat dipercepat dengan panambahan garam kalium bromida.
Indikator yang digunakan adalah jenis indikator dalam, yaitu indikator tropeolin OO dan
metilen biru. Tropeolin OO merupakan indicator asam-basa yang berwarna merah dalam
suasana asam dan berwarna kuning bila dioksidasi oleh adanya kelebihan asam nitrit,
sedangkan metilen biru sebagai pengkontras warna sehingga pada titik akhir titrasi akan
terjadi perubahan dari ungu menjadi biru sampai hijau. Metilen blue harus di tambahkan
karena titik akhir dari indikator Tropeolin OO ini transparan sehingga harus ditabahkan
pengontras warna.
Dalam nitrimetri, BE suatu senyawa sama dengan BM nya karena 1 mol senyawa bereaksi
dengan 1 mol asam nitrit dan menghasilkan 1 mol garam diazonium.
Dari hasil perhitungan, maka didapat konsentrasi NaNO2 adalah 0,0895
38. IX. KESIMPULAN
Analisis Kualitatif : Sampel merupakan positif parasetamol
Analisis Kuantitatif : Kadar Sampel parasetamol yang didapat adalah 60%
4. Kromatografi
Yang biasa digunakan adalah kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Sulfa
ditentukan berdasarkan besarnya Rf yang terlihat dan dibandingkan dengan zat pembanding.
Eluen yang biasa digunakan adalah :
Butanol – NH3
CHCl3 – Metanol
Butanol – HCl
Butanol – pyridin.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia edisi III, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Gandjar, I. G. dan Abdul R. 2007. Kimia Farmasi Analisis. PustakaPelajar. Yogyakarta.
Hamdani. 2013. Nitrimetri. Available online at http://catatankimia.com/catatan/nitrimetri.html
Setyawati. H. Murwani. I.K. 2010. Sintesis Dan Karakterisasi Senyawa Kompleks Besi(III)-
EDTA. Prosiding Seminar Nasional Sains. Jurusan Kimia ITS. Surabaya.
Zulfikar. 2010. Nitrimetri. Available online at http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-
kesehatan/pemisahan-kimia-dan-analisis/titrasi-nitrimetri
Read more: http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/06/laporan-praktikum-analisis-
kadar.html#ixzz4RK76y6f9
perbedaan amin aromatic dan non aromatic ?
cara pemutusan ikatan ?