Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
OPTIMAL NUTRITION FOR THE ELDERLY
1. PENDEKATAN TATA LAKSANA
NUTRISI PADA LANSIA
M. Darma Muda Setia Sp.PD. FINASIM
Divisi Geriatri dan Gerontologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK Unsyiah/RSUDZA Banda Aceh (2017)
2. PENDAHULUAN
– Diet seimbang adalah diet yang mengandung baik makronutrien maupun
mikronutrien yang dibutuhkan dan bila tidak dapat dipertahankan dapat
terjadi malnutrisi yang berdampak buruk bagi kesehatan dan
kesejahteraan seseorang
– National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) : rerata
asupan energy harian pria 70 tahun ke atas sebesar 1800 Kkal/hari
sedangkan wanita 1400 Kkal/hari, namun terdapat lebih dari 10% usia
lanjut yang mengonsumsi makanan kurang dari 1000 Kkal/hari
– Penelitian multisenter oleh Setiati dkk di Indonesia yang melibatkan 702
pasien rawat jalan dari 10 rumah sakit Indonesia melaporkan bahwa
terdapat 56,7% subyek yang berisiko
3. MALNUTRISI
• Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan, atau ketidakseimbangan protein, energy,
dan zat gizi lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh
• pengertian malnutrisi meliputi dua hal, yaitu kondisi gizi kurang atau gizi lebih
4. Penurunan BB ≥ 5% dalam 1 bulan terakhir
Konfirmasi adanya penurunan BB
Asupan kalori adekuat ?
Akses terhadap
ketersediaan pangan
adekuat?
• Faktor sosial
• Memerlukan bantuan
careiver
• Evaluasi “Meals of Wheels”
• Daycare (asuhan siang)
Adanya masalah oral
atau proses menelan
Perawatan gigi
Evaluasi lain sesuai Indikasi
Anoreksis
1. Depresi?
2. Medikasi?
3. Penyakit?
4. Digeusfa?
Malabsorbsi
• Gangguan metabolisme
• Endokrinopati
• Keganasan
• Infeksi
• Penyakit Jantung
• PPOK
Rawat Spesifik
penyakit
5. Tabel Malnutrisi dan Faktor Risiko Kemungkinan Penyebabnya
Faktor Asupan energy, protein, dan
Mikronutrien yang tidak memadai Kemungkinan Penyebab
Pembatasan asupan makanan/diet Diet bebas garam, upaya pelangsingan tubuh diabetes, menurunkan
kolestrol, diet rendah residu jangka panjang.
Sosio ekonomi
Pendapatan (income) rendah, akses yang rendah untuk
mendapatkan makanan (terisolasi secara sosial,
fasilitaspenyimpanan makanan yang tidak memadai), pengetahuan
tentang nutrisi rendah, ketergantungan kepada orang/pihak lain
(pelaku rawat atau institusi tertentu)
Psikologik, sosial, dan lingkungan Isolasi sosial, berduka, kesulitan finansial, terapi pengobatan,
perawatan dirumamh sakit, perubahan gaya hidup (masuk ke
institusi panti) depresi, gangguan perilaku
Penyakit akut/perawatan di Rumah Sakit
Kegagalan untuk memantau asupan makanan dan mencatat berat badan,
kegagalan untuk mempertimbangkan peningkatan kebutuhan metabolik,
kelaparan akibat iatrogenik (puasa/nothing peroral/NPO untuk prosedur
diagnostik), keterlambatan dalam memberikan dukungan gizi.
6. Kelainan dan gigi geligi
Gangguan mastikasi, kondisi gigi beligi yang buruk atau tidak tersusun baik,
kekeringan rongga mulut, kandidiasis orofaring , dll
Gangguan menelan Penyakit THT, penyakit neudrdegeneratif vaskular
Gangguan psikiatrik Sindrom depresi, gangguan perilaku
Demensia Penyakit alzheimer, demensia tipe lain
Terapi obat jangka panjang
Polifarmasi, kekeringan rongga mulut, disgeusia gangguan saluran cerna,
anoreksia, dan mengantuk akibat efek samping obat, terapi kortikosteroid
jangka panjang
Kelainan akut atau dekompensasi penyakit kronik
Nyeri, penyakit infeksi, hendaya akibat patah tulang, prosedur pembedahan,
konstipasi berat, ulkus dekubitus
Ketergantungan dalam aktivitas hidup sehari hari Ketergantungan dalam makan, ketergantungan dalam mobilitas
7. Tabel “Meals on Wheels” : penyebab Involuntary Weight Loss pada usia lanjut
M Medication effects (pengaruh obat)
E Emotional problems (masalah emosi terutama depresi)
A Anorexia nervosa, alcoholism (alkoholisme)
L Late-life paranoia (paranoid pada usia lanjut)
S Swallowing disorders (gangguan menelan)
O Oral factors (faktor rongga mulut, seperti karies, susunan gigi geligi yang buruk)
N No money (tidak memiliki uang)
W Wandering and other dementia-related behaviors (berkelana dan berbagai gangguan perilaku terkait demensia)
H Hyperthyroidism, Hypothyroidism, Hyperparathyroidism, Hypoadrenalism
E Enteric problems (masalah saluran cerna)
E Eating Problems (masalah makan, misalnya tidak mampu untuk makan secara Mandiri
L Low-salt, Low-choleterol diet (diet rendah garam, diet rendah koleterol)
S Stones, Social problems (masalah sosial seperti isolasi, tidak mampu untuk mendapatkan makanan yang diinginkan)
8. Tabel Dampak Penerunan Berat Badan dan Malnutrisi Energi dan Protein pada Orang Usia Lanjut
Dampak terhadap tubuh Keterangan
Penurunan fungsi otot Penurunan relaksasi otot
Penurunan massa otot
Penurunan kekuatan otot
Peningkatan risiko fraktur
Penurunan massa tulang
Peningkatan insiden jatuh
Disfungsi imun Peningkatan risiko infeksi
Penurunan hipersensitifitaa kulit
Limfositopenia sel-T
Penurunan sintesis interleukin-2
Penurunan aktifitas sel sitolitik
Penurunan respon vaksinasi influenza
Anemia
Penyembuhan luka yang buruk
Penyembuhan pasca pembedahan yang terhambat
Penurunan fungsi kognitif
Penurunan output kardiak
Penurunan cairan intravaskular (dehidrasi)
Peningkatan insiden ulkus dekubitus
Penurunan kapasitas pernapasan maksimal
Peningkatan rawat inap dan lama rawat
Peningkatan mortalitas
10. PENGKAJIAN STATUS GIZI DENGAN
INSTRUMEN
Mini Nutrisional Assesment (MNA)
MNA berisi 19 pertanyaan dengan skor maksimal 30
Terdiri dari 4 kelompok pertanyaan :
1. Pengukuran Antropometrik : IMT, LLA, dan Linkar Betis
2. Asupan makanan (8 pertanyaan terkait asupan makanan dan cairan, jumlah asupan,
dan kemampuan makan secara mandiri)
3. Penilaian global (6 pertanyaan terkait gaya hidup, obat-obatan, mobilitas, ada/tidak
stres akut,demensis, depresi)
4. Penilaian subjektif (persepsi pasien tentang kesehatan dan gizi)
12. Tabel 4. Klasifikasi Berat Badan Berdasarkan skor IMT
Indeks Massa Tubuh Klasifikasi
<90% berat badan ideal atau
IMT < 18,5kg/m2
Berat badan kurang
18,5 kg/m2 23,0 kg/m2 Normal
Berat badan ideal > 110%
atau 23 kg/m2 ≤ IMT < 25 kg/m2
Berat badan berlebih
>25 kg/m2 Obesitas
13. Tabel 5. Parameter Biokimiawi/Hematologik Untuk menentukan Risiko Malnutrisi
Parameter Kadar yang Berisiko Keterangan
Albumin serum <3,5 g/dL Waktu paruh 21 hari, tidak berespons
terhadap perubahan asupan protein dan
energi dalam jangka pendek.
Jumlah limfosit total <1500 sel/mm3 Menurun pada penyakit tertentu atau
efek samping obat
Transferrin serum <140 mg/dL Waktu paruh 7 hari, lebih sensitive pada
kondisi malnutrisi protein – energi dini,
namun tidak dapat diandalkan pada
kondisi defisiensi zat besi, hipoksemia,
infeksi kronik, dan penyakit hati
Prealbumin serum <17 mg/dL Waktu paruh 23 hari untuk deteksi
penurunan status gizi akut. Lebih superior
untuk skrinning
TIBC <250 mcg/dL
Kolestrol serum <150 mg/dL Lebih mencerminkan inflamasi disbanding
malnutrisi
Hb < 12 (perempuan)
<13 (laki-laki)
Anemia dapat disebabkan oleh berbagai
hal, seperti pendarahan atau hemolitik
16. TATA LAKSANA ASUHAN GIZI
Secara garis besar, tata laksana dukungan asuhan gizi bagi
pasien mainutrisi terdiri atas 2 pilar, yaitu tata laksana
penyebab mainutrisi dan perbaikan status gizi
Tata laksana penyebab mainutrisi dilakukan dengan
mengidentifikasi dan mengatasi faktor penyebab kehilangan
berat badan yang terjadi
Pilar kedua yaitu perbaikan status gizi yang dilakukan
dengan menerapkan strategi dukungan gizi. Kebutuhan gizi
berfariasi antar subjek, bergantung pada kebutuhan
individual serta penyakit yang mendasari
18. Kebutuhan protein
Kondisi Kebutuhan protein (gram/kg BB)
Stres metabolik
- Ringan
- Sedang sampai berat
Ulkus dekubitus
- Stadium I dan II
- Stadium III
- Stadium IV
Deplesi protein
- Ringan (albumin 2,8 3,5 g/dL)
- Sedang (albumin 2,1 – 2,7 g/dL)
- Berat (albumin < 2,0 g/dL)
1,2 – 1,5
1,5 – 2,0
1,25 – 1,5
1,5 – 1,75
1,75 – 2,0
1,0 – 1,2
1,2 – 1,5
1,5 – 2,0
19. Kebutuhan cairan usia lanjut dapat dihitung berdasarkan berat badan, yaitu 25-30 mL/kg
20. JALUR PEMBERIAN NUTRISI
Diusahakan agar pemberian nutrisi dilakukan sealamiah dan
sefisiologis mungkin
Bila memungkinkan, pemberian nutrisi secara oral merupakan
pilihan utama untuk dukungan nutrisi pada pasien lansia dengan
risiko mainutrisi
Namun, bila asupan gizi melalui oral tidak dapat diberikan atau tidak
adekuat, pemberian nutrisi dilakukan secara enternal
Namun, pasien dengan fungsi sauran cerna yang tidak dapat
digunakan atau bila nutrisi enternal tidak dapat mencapai nutrisi
yang adekuat, nutrisi parenteral perlu dipertimbangkan
23. GANGGUAN MENELAN
• Gangguan menelan dapat disebabkan karena gangguan neurogenik atau mekanik dengan
manifestasi tidak mampu menelan makanan cair dan atau padat.
• pendekatan multidisiplin termasuk tatalaksana medis dan jika diperlukan dilakukan tindakan
pembedahan untuk penyakit penyebab. Selain itu juga penting dilakukan edukasi diet (sesuai
dengan jenis gangggan menelan) dan latihan menelan
• pemberian modifikasi diet (bubur atau pengentalan cairan) yang dierikan untuk menghindari risiko
aspirasi tidak cukup
• untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien, maka dapat diberikan nutrisi enteral lewat selang
nasogastrik.
• Jika gangguan menelan berlangsung lebih dari 2 minggu, nutrisi enteral harus diberikan lewat
gastrostomy (PEG).
25. KANKER
• stadium lanjut biasanya kehilangan nafsu makan. Karena gangguan menelan yang dialami. Sulit
mencapai asupan gizi adekuat stadium lanjut sehingga diupayakan keinginan/kemauan pasien
untuk makan
• Pasien kanker yang mengalarni mukositis berat dan radiasi berat perlu mendapatkan nutrisi
parenterai
• pada pasien kaheksia yang perlu nutrisi parenteral diperlukan formula yang tinggi lemak.
Nutrisi parenteral jangka panjang dipertimbangkan pada pasien yang asupan gizi enteral tidak
mencukupi yang diprediksi lebih dari 3 bulan
26. Jenis obat kanker Interaksi dengan makanan
Bexarotene
Bexarotene
Plicamycin
Procarbazine
Temozolomide
Jus anggur dapat meningkatkan efek Obat
Alkohol dapat meningkatkan risiko kerusakan liver
Suplemen kalsium dan vitamin D dapat menurunkan efek obat
Alkohol dapat menyebabkan sakit kepala,mual, muntah,gangguan
nafas. Kafein meningkatkan tekanan darah
Makanan memperlambat atau mengurangi efek obat
27. PPOK
• Potensial menyebabkan malnutrisi yang berat. Secara umum pasien diedukasi untuk makan
dalam porsi kecil namun sering, meningkatkan lemak agar produksi karbon dioksida dapat
berkurang, minum dalam yang cukup untuk menjaga status hidrasi dan menjaga konsistensi
sekret nafas dan menghindari peningkatan berat badan berlebih
• (misalnya teofilin) yang dapat menyebabkan anoreksia dan mual, derivat kromolin atau sodium
neodoromil yang menimbulkan efek yang sama dan kortikosteroid meningkatkan nafsu
makan, demineralisasi tulang dan wasting lean body mass
28. SARKOPENIA
• Untuk memaksimalkan sintesis protein otot, asupan protein 25-30 gram protein dengan
kualitas tinggi per kali makan (setara dengan 10 g asam amino esensial)
• Leusin, suatu insulin secretagogue, dapat meningkatkan sintesis protein otot, sehingga
suplementasi leusin ke dalam asupan makanan dapat mencegah terjadinya sarkopenia
29. STROKE DAN HIPERTENSI
• Semua pasien stroke sebaiknya menjalani evaluasi fungsi menelan dalam 24 jam
pertama. Bila pasien diidentifikasi memiliki masalah menelan misalnya disfagia
atau memiliki risiko pneumonia aspirasi, pasien harus dirujuk untuk pemeriksaan
fungsi menelan yang lebih menyeluruh
• pada pasien yang tidak mampu menerima nutrisi oral upayakan untuk
mendapatkan nutrisi enteral baik dengan pemasangan selang nasogastrik atau
selang percutaneus endoscopic gastrostomy (PEG)
• Penelltian menunjukkan bahwa pola makan sesuai dengan Dietary Allowance to
Stop Hypertension (DASH) dapat menurunkan tekanan darah hingga 8-14 mmHg.
• 2100 Kkal terdiri atas 55% karbohidrat. 18% protein, 27% total lemak, 6% asam
lemak jenuh, 150 mg kolesterol, 1,5 gram garam, 4,7 gram kalium, 1,25 gram
kalsium, 500 mg magnesiun dan 30 gram serat.
• Prinsip DASH adalah pola makan yang tinggi serat dengan banyak asupan sayur
dan buah.
30. Gangguan Fungsi Hati dan ginjal
• Pemasangan PEG tidak direkomendasikan karena tingginya komplikasi yang mungkin timbul.
Formula tinggi protein yang diperkaya dengan asam amino rantai cabang bermanfaat pada pasien
sirosis hepatis terutama dengan ensefalopati hepatikum
• gangguan fungsi ginjal, jumlah kebutuhan protein 0,6-0,8 gram/KgBB/hari
• asupan kalori yang direkomendasikan adalah 35 kkal/kgBB/hari keseimbangan nitrogen yang
lebih
• Apabila direncanakan pemberian nutrisi enteral lebih dari 5 hari, berikan formula rendah protein
dengan pembatasanelektrolit
• Pemberian asam amino esensial dengan formula rendah protein dapat memertahankan fungsi
ginjal lebih lama
31. Kondisi Kritis
• Pasien yang diprediksi tidak mendapatkan nutrisi oral > 3 hari langsung diberikan nutrisi
enteral
• Pada awal fase kritis diperlukan 20-25 Kkal/kgBB/hari pada fase anabolik diperlukan 25-30
Kkal/kgBB/hari
• Bila target tidak dapat tercapai dapat dipertimbangkan pemberian nutrisi parenteral
• Pemberian nutrisi parenteral yang tidak terlalu awal (setelah hari ke-8) terbukti menunjukkan
perbaikan yang lebih cepat dan komplikasi yang lebih sedikit dibandingkan bila dimulai dini (48
jam pertama saat pasien masuk ICU)
32.
33. ALOGARITME PEMBERIAN DUKUNGAN NUTRISI
Kebutuhan gizi dapat dipenuhi dengan
asupan per oral ?
Pemantauan Saluran cerna berfungsi?
Nutrisi Enteral Nutrisi Parenteral
Jangka panjang
( > 6 minggu )
Risiko aspirasi :
• Selang nasoduodenal/
nasojejunal
Risiko asprasi :
• Selang nasogatrik
• PEG
• Gastrostomi
• Jejunostomi
Jangka pendek
( < 6 minggu )
Nutrisi parenteral
akses vena senteral
Jangka pendek
Jangka panjang
Nutrisi parenteral
akses vena perifer
YA TIDAK
YA TIDAK
34. - Malnutrisi adalah masalah utama pasien lanjut
usia (>65 tahun) yang dirawat di Rumah Sakit.
- Diagnosis malnutrisi pada pasien lanjut usia masih
sering missed, disebabkan distribusi pengetahuan
yang kurang baik atau klinisi terlalu fokus
mengobservasi diagnosis utama pasien.
- Dengan tingkat kepahaman yang tinggi serta
manajemen nutrisi secara holistik pada pasien
geriatri kita akan dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas secara signifikan