Dokumen tersebut membahas tentang sistem transportasi dan hukum pengangkutan di Indonesia. Secara ringkas, sistem transportasi adalah kesatuan komponen yang dapat memindahkan barang dan manusia dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan hukum pengangkutan mengatur hubungan antara pengirim, pengangkut dan penerima barang serta tanggung jawab masing-masing pihak. Dokumen ini juga membahas asas dan ketentuan umum dalam hukum
1. I. PENDAHULUAN
Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan
yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan
melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia.[1]
Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya akan kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan
kenyamanan, keamanan, dan kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan
pembangunan yang berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan
distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air misalnya, sektor industri,
perdagangan, pariwisata, dan pendidikan.
Dalam dunia perdagangan soal angkutan memegang peranan yang sangat vital: tidak hanya sebagai alat
fisik, alat yang harus membawa barang-barang yang diperdagangkan dari produsen ke konsumen, tetapi
juga alat penentu harga dari barang-barang tersebut.
Tiap-tiap pedagang selalu akan berusaha mendapat frekuensi angkutan yang kontinue dan tinggi dengan
biaya angkut yang rendah. Untuk semua ini diperlukan peraturan-peraturan lalu-lintas baik di darat, di
laut maupun di udara. Peraturan-peraturan yang mengatur ketertiban dan keamanan, juga mengatur
hubungan keperdataan antara pedagang dan konsumen, pedagang satu sama lain dan pedagang dengan
para pengangkut barang-barang dagang tersebut. Dalam makalah ini penulis akan membahas beberapa
hal mengenai hukum transportasi.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana pengertian system transportasi?
B. Bagaimana pengertian Hukum Pengangkutan?
C. Apa saja asas dan ketentuan-ketentuan umum mengenai pengangkutan?
D. Bagaimana Kedudukan Hukum Pihak Pengangkut dan Penerima?
E. Apa saja Tanggung jawab pihak pengangkut ?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Transportasi atau Pengangkutan
Transportasi merupakan usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan suatu
objek dari suatu tempat ke tempat lain dimana di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau
2. dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu (Miro, 2005). Transportasi diartikan sebagai pemindahan
barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan (Nasution, 1996). Dalam hubungan ini terlihat
ada tiga hal sebagai berikut :
1. Ada muatan yang diangkut
2. Tersedia kendaraan sebagai alat angkutannya, dan
3. Ada jalanan yang dapat dilalui.
Proses transportasi merupakan gerakan dari tempat asal, dari mana kegiatan pengangkutan dimulai, ke
tempat tujuan, ke mana kegiatan pengangkutan diakhiri.transportasi menyebabkan nilai barang lebih
tinggi di tempat tujuan daripada di tempat asal, dan nilai ini lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan
untuk pengangkutannya. Nilai yang diberikan oleh transportasi adalah adalah berupa nilai tempat (place
utility) dan nilai waktu (time utility). Kedua nilai ini diperoleh jika barang telah diamgkut ke tempat di
mana nilainya lebih tinggi dan dapat dimanfaatkan tepat pada waktunya.
Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan. Dalam setiap organisasi
sistem, perubahan pada satu komponen dapat menyebabkan perubahan pada komponen lainnya.
Siatem tarnsportasi adalah suatu kesatuan komponen yang dapat memindahkan barang dan manusia
dari tempat asal ke tempat tujuan dan apabila salah satu unsure tidak ada maka sistem transportasi
tidak dapat berjalan dengan baik. Sistem transportasi dijelaskan dalam bentuk sistem transportasi
makro yang terdiri dari beberapa sistem transportasi mikro. Sistem transportasi secara menyeluruh
(makro) dapat dipecahkan menjadi beberapa sistem yang lebih kecil (mikro) yang masing-masing saling
terkait dan saling mempengaruhi.
Bentuk perpindahan manusia atau barang tersebut secara fisik dapat dilihat dari besarnya hubungan lalu
lintas melalui suatu prasarana penghubung yang disebut dengan jalan. Oleh sebab itu, jalan sebagai
prasarana perangkutan diharapkan dapat menampung semua kendaraan yang melintas dan
memberikan pelayanan yang baik bagi semua pengguna jalan. Jadi transportasi berfungsi sebagai sektor
penunjang pembangunan (The promoting sector) dan pemberi jasa (The servicing sector) bagi
perkembangan ekonomi[2]
B. Pengertian Hukum Pengangkutan
Hukum angkutan Adalah merupakan kedudukan yang sama antara pengangkut dan pengirim disebrangi
antara pengangkutan dan pengirim disebrangi dengan perjanjian-perjanjian kemudian perjanjian itu
berakhir/habis pada waktu yang tidak pasti. Contoh : apabila pengangkutan sudah selesai maka
perjanjian itu berakhir dengan sendirinya.
Menurut H. M. M PURWO SUCIPTO SH Hukum angkutan adalah orang yang mengikatkan dirinya untuk
menyelenggarakan pengangkutan/barang ke tempat tujuan dengan selamat Sedangakn Pengirim adalah
orang yang mengikatkan dirinya untuk membayar upah angkutan.
Dalam Hukum Angkutan di atur tentang jenis-jenis pengangkutan diantaranya adalah :
3. 1. Pengangkutan Darat
Yang diatur pada KUHP Buku I Bab V bagian I, II pasal 96-98 dan dasar hukum yang lain dapat kita lihat
pada BW / KUHP Perdata. Buku III (Overen Comet) Dalam hal pengangkutan darat sekalian diatur
tentang pengangkatan barang, pengangkutan lain yang diatur :
a. Pada Stb 1927/262 tentang pengangkatan kereta pai
b. UU No 3 / 1965 (lembaran negara 1965 No 25) tentang lalu lintas jalan raya)
c. Stb 1936 No 451 berdasarkan PP No 28 / 1951 (LN 1951 No 2 ) dan PP No 2/1964/LN 1964 no 5
tentang peraturan lalu lintas jalan raya.
d. Peraturan tentang pos dan telekomunikasi
2. Pengangkutan laut
Dalam pengangkutan laut diatur pada :
a. KUHP Buku II Bab V, tentang perjanjian antara kapal
b. KUHP Buku II Bab V A, tentang pengangkatan barang
c. KUHP Buku II Bab V B, tentang pengangkutan orang
d. Peraturan-peraturan Khusus lainnya.
3. Pengangkutan laut
Dalam pengangkutan laut diatur pada :
a. KUHP Buku II Bab V, tentang perjanjian antara kapal
b. KUHP Buku II Bab V A, tentang pengangkatan barangKUHP Buku II Bab V B, t
c. entang pengangkutan orang
d. Peraturan-peraturan Khusus lainnya.
4. Pengangkutan Perairan Pedalaman
Diatur pada ;
Buku I Bab V KUHP bagian 2 dan 3 pasal 90 – 98 misalnya pengangkutan di Sungai dan di selat, danau
dsb
Dalam pengangkutan ada beberapa unsur yang harus diketahui :
1. Ada pengangkut / orangnya (person)
4. 2. Adanya barang-barang yang menjadi objek angkutana
3. Adanya alat/sarana angkutan/isntrumen
4. Adanya di pengirim.
5. adanya di penerima.
Dalam hukum Angkutan dikenal perjanjian timbal balik dimana di pengirim melakukan perjanjian
dengan di penerima dengan kewajiban membayar ongkos angkut. Perjanjian timbal balik, baiknya dibuat
dengan Akta Autentik.[3]
C. Asas dan Ketentuan-Ketentuan Hukum Pengangkutan
Ada beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai berikut:
1. Asas manfaat yaitu, bahwa penerbangan harus dapat memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi
kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan perikehidupan yang
berkesinambungan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan keamanan negara;
2. Asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang
penerbangan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat
dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan;
3. Asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan penerbangan harus dapat memberikan
pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh
masyarakat;
4. Asas keseimbangan yaitu, bahwa penerbangan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga
terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan
penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan
internasional;
5. Asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan penerbangan harus mengutamakan
kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas;
6. Asas keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh,
terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar moda transportasi;
7. Asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada pemerintah untuk menegakkan dan
menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar
dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan penerbangan;
8. Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa penerbangan harus berlandaskan pada kepercayaan
akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada kepribadian bangsa;
5. 9. Asas keselamatan Penumpang, yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan penumpang
harus disertai dengan asuransi kecelakaan.
Ketentuan-ketentuan umum mengenai pengangkutan dalam KUH Dagang dapat dijumpai dalam:
a) Bagian III titel 5 buku I pasal 91 sampai dengan 98 mengenai petugas pengangkut serta juragan
kapan yang berlayar di sungai-sungai dan perairan kedalam.
b) Bagian II titel 5 buku I pasal 86 sampai dengan 90 mengenai kedudukan para “ekspeditur” sebagai
pengusaha perantara.
Mengingat bahwa hukum di Indonesia adalah konkordan dengan hukum yang berlaku di negara
Belanda, dimana persoalan pelayaran di sungai dan perairan pedalaman perlu diatur secara khusus,
maka tidak mengherankan bahwa ketentuan-ketentuan tersebut juga dapat ditemukan di Indonesia.
Dimana persoalan sebenarnya sangat berlainan sekali, namun demikian dalam pasal-pasal tersebut
terdapat pengertian-pengertian dasar yang berguna bagi pembahasan hukum pengangkutan, sedangkan
kedudukan ekspeditur sebagai pengusaha perantara mengingat kedudukannya yang erat hubungannya
dengan angkutan, dibahas pula dalam Bab ini. Seperti diketahui maka dalam pengangkutan terdapat
sebutan-sebutan bagi petugas pengangkutan yang antara lain disebut:
a. Petugas pengangkut (voerlui) adalah pihak pengangkutan yang bertugas dan berkewajiban
mengangkut dan bertanggung jawab terhadap semua kerugian yang diderita dalam pengangkutan
barang-barang, (pasal 91 KUH Dagang).
Apabila mereka secara umum menawarkan jasanya kepada masyarakat dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan, maka undang-undang menyebutnya sebagai pengusaha pengangkutan umum (ondernemers
van openbare rijtuigen en vaartuigen) seperti sebutan yang dipergunakan dalam pasal 96 KUH Dagang.
b. Pengusaha perantara dengan sebutan ekspeditur yang tugasnya adalah memberi jasa sebagai
perantara dalam mengadakan persetujuan pengangkutan barang-barang baik dari darat maupun di laut
dengan menerima uang jasa dan tidak menyelenggarakan pengangkutannya sendiri (pasal 86 sub 1 KUH
Dagang).
c. Dalam praktek terdapat pula apa yang disebut sebagai pengusaha angkutan (vervoer – atau
transportondernemer) atau juga disebut transporteur ialah pengusaha yang menerima pengangkutan
tetapi menyerahkan pengangkutannya kepada pihak lain.
Kebutuhan akan pengusaha-pengusaha perantara dalam soal angkutan adalah hal yang mudah
dimengerti karena untuk ini diperlukan syarat-syarat pengetahuan mengenai macam-macam alat
angkutan/komunikasi di sampingnya pengetahuan adsministratif mengenai pergudangan, clearance dan
lain sebagainya mengingat tugas tersebut merupakan tugas spesialisasi. Disamping pengusaha-pengusaha
perantara tersebut diatas, dalam praktek terdapat pula:
6. a) Perusahaan-perusahaan veem (veem-bedrijven) ialah perusahaan yang berkecimpung dalam
bidang “pemuatan dan pembongkaran” (in-en uitklaren) barang-barang, penyimpanan dalam gudang
dan pengiriman barang-barang yang harus diangkut dengan kapal.
b) Kargadur (cargadoor) ialah makelar kapal, tengkulak muatan dan pembongkaran kapal.
Mengenai hubungan hukum antara pihak pengirim dan pihak penerima terdapat berbagai tanggapan
hukum, antara lain tanggapan untuk memberikan kedudukan kepada pihak pengirim sebagai pihak yang
menerima perintah (lasthebber) atau kuasa hukum (zaakwaarnemer) dari pihak penerima, ada pula
tanggapan untuk mempersamakan hak dari pihak penerima sebagai semacam hak dalam cessie yang
dianggap berlaku secara diam-diam yang diterimanya dari pihak-pihak pengirim kepada pihak penerima.
Sedangkan tanggapan umum adalah: Bahwa pihak penerima adalah pihak ke 3 untuk kepentingan
diadakan perjanjian atara pihak peniriman dan pihak pengngkut, sehingga dengan demikian pasal 1317
KUH perdata mengenai perjanjian bagi kepentingan pihak ke 3 dapat dilakukan, sekalipun secara rill
realisasinya hal ini agak “terpaksa”.
Surat angkutan ini memuat syarat-syarat pengangkutannya seperti waktu pengangkutan, pergantian
dalam hal kelambatan dan lain sebagainya, ditekankan lagi disini, bahwa surat angkutan ini tidak
merupakan syarat mutlak bagi adanya persetujuan pengangkutan. Surat ini ditanda tangani oleh pihak
pengirim (ekspeditur) dan disampaikan bersama-sama dengan barangnya dengan pihak pertama, dalam
hal ini maka surat tersebut merupakan alat bukti terhadap pihak pengangkut. Dalam surat tersebut
dimuat mulai nama barang-barang yang diangkut, beratnya, ukurannya dan keterangan-keterangan lain
yang diperlukan. Catatan-catatan yang dapat dilihat dapat dicek oleh pihak pengangkut, sedangkan
mengenai hal-hal yang tidak dapat dilihat, pihak pengangkut tdak dapat dipertanggung jawabkan.
D. Kedudukan Hukum Pihak Pengangkut dan Kedudukan Penerima
1. Kedudukan Hukum Pihak Pengangkut
Pada perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pengangkut dan pengirim sama tinggi atau
koordinasi (geeoordineerd), tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana kedudukan para pihak
tidak sama tinggi atau kedudukan subordinasi gesubordineerd. Mengenai sifat hukum perjanjian
pengangkutan terdapat beberapa pendapat, yaitu :
a. Perjanjian Timbal balik= Dalam melaksanakan perjanjian itu, antara pihak-pihak dalam perjanjian
yaitu pihak pengirim dan pengangkut mempunyai masing-masing hak dan kewajiban. Pihak pengirim
mempunyai hak dan kewajiban sebagai pengirim dan sebaliknya pihak pengangkut mempunyai hak dan
kewajiban pula sebagai pengangkut.
b. Perjanjian Pelayanan berkala= Dalam melaksanakan perjanjian itu, hubungan kerja antara pengirim
dengan pengangkut tidak terus-menerus, tetapi hanya kadangkala, kalau pengirim membutuhkan
pengangkutan untuk pengiriman barang. Hubungan semacam ini disebut pelayanan berkala, sebab
pelayanan itu tidak bersifat tetap, hanya kadangkala saja, bila pengirim membutuhkan pengangkutan.
7. c. Perjanjian Pemberian Kuasa= Perjanjian jenis ini mengandung maksud bahwa pihak pengirim
memberikan kuasa sepenuhnya kepada pihak pengangkut mengenai keselamatan barang muatan yang
di muat hingga selamat sampai tujuan yang ditentukan.
d. Perjanjian Pemborongan= Seperti yang ditentukan dalam Pasal 1601 (b) KUH Perdata yang
menentukan, pemborongan pekerjaan adalah persetujuan, dengan mana pihak yang satu si pemborong,
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu persetujuan bagi pihak yang lain, dengan menerima
suatu harga yang ditentukan.
e. Perjanjian Campuran= Pada pengangkutan ada unsur melakukan pekerjaan (pelayanan berkala)
dan unsur penyimpanan, karena pengangkut berkewajiban untuk menyelenggara-kan pengangkutan
dan menyimpan barang-barang yang diserahkan kepadanya untuk diangkut (Pasal 466, 468 ayat (1)
KUHD).[4]
2. Kedudukan Penerima
Dalam perjanjian pengangkutan, termasuk kewajiban pengangkut adalah menyerahkan barang angkutan
kepada penerima. Disini penerima bukan merupakan pihak yang ada dalam perjanjian pengangkutan
tetapi pada dasarnya dia adalah pihak ketiga yang berkepentingan dalam pengangkutan ( Pasal 1317
KUH Perdata ).
Penerima bisa terjadi adalah pengirim itu sendiri tetapi mungkin juga orang lain. Penerima akan
berurusan dengan pengangkut apabila ia telah menerima barang-barang angkutan. Pihak penerima
harus membayar ongkos angkutannya, kecuali ditentukan lain. Apabila penerima tidak mau membayar
ongkos atau uang angkutnya maka pihak pengangkut mempunyai hak retensi terhadap barang-barang
yang diangkutnya.
E. Tanggung Jawab Pihak Pengangkut
Tanggung jawab pengankut adalah Melakukan pengangkutan dengan baik, mulai barang yang dimuat
sampai ketempat penerima. Jika tidak selamat maka si pengangkut bertangung jawab terhadap barang
yang rusak tersebut.
Dengan demikian pengangkutan berarti dapat dituntut ganti rugi dari rusaknya barang kecuali 4 hal yang
harus diperhatikan sebagaimana pasal 91 KUHP
a. Keadaan memaksa Overmach
b. Cacat barang itu sendiri
c. Kesalahan si pengirim
d. Terlambat barang sampai tujuan karena rusak
Sebaliknya Pengangkut Dapat Mendapat Tuntutan Dalam Pasal dimana pengangkut mempunyai
beberapa alasan :
8. a. Tidak dapat dilaksanakannya
b. Tidak sempurna
c. Tidak tepat waktu dilaksanakannya perikatan itu disebabkan karena suatu peristiwa yang tidak
dapat diduga lebih dahulu dan tidak dapat dipertanggung jawabkan dan tida ada itikat buruk dalam hal
ini dapat diberikan dalam pengangkut
Menurut pasal 517 B.W bahwa di pengangkut menawarkan diri pada umumnya bagi orang yang ingin
memakai jalannya tetapi pengangkut berhak menolak jika : Barang yang berbahaya Ex : ganja, bom,
dll.[5]
IV. KESIMPULAN
Transportasi merupakan usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan suatu
objek dari suatu tempat ke tempat lain dimana di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau
dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu (Miro, 2005). Transportasi diartikan sebagai pemindahan
barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan (Nasution, 1996).
Hukum angkutan Adalah merupakan kedudukan yang sama antara pengangkut dan pengirim disebrangi
antara pengangkutan dan pengirim disebrangi dengan perjanjian-perjanjian kemudian perjanjian itu
berakhir/habis pada waktu yang tidak pasti.
Ada beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai berikut: Asas manfaat, Asas
usaha bersama dan kekeluargaan, Asas adil dan merata, Asas keseimbangan, Asas kepentingan umum,
Asas keterpaduan, Asas kesadaran hokum, Asas percaya pada diri sendiri , Asas keselamatan
Penumpang
Kedudukan Hukum Pihak Pengangkut, Pada perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yai tu
pengangkut dan pengirim sama tinggi atau koordinasi (geeoordineerd). tidak seperti dalam perjanjian
perburuhan, dimana kedudukan para pihak tidak sama tinggi atau kedudukan subordinasi
gesubordineerd. Mengenai sifat hukum perjanjian pengangkutan terdapat beberapa pendapat,
Kedudukan penerima bukan merupakan pihak yang ada dalam perjanjian pengangkutan tetapi pada
dasarnya dia adalah pihak ketiga yang berkepentingan dalam pengangkutan ( Pasal 1317 KUH Perdata ).
Penerima bisa terjadi adalah pengirim itu sendiri tetapi mungkin juga orang lain. Penerima akan
berurusan dengan pengangkut apabila ia telah menerima barang-barang angkutan. Pihak penerima
harus membayar ongkos angkutannya, kecuali ditentukan lain
Tanggung jawab pengankut adalah Melakukan pengangkutan dengan baik, mulai barang yang dimuat
sampai ketempat penerima. Jika tidak selamat maka si pengangkut bertangung jawab terhadap barang
yang rusak tersebut.
9. V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Munkin masih jauh dari kesempurnaan, Oleh karena kritik
dan saran yang konstruktif kami harapkan demi kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamin.