Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Pemerintah Indonesia melakukan negosiasi dengan PT Freeport Indonesia untuk mengubah kontrak karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus dan memiliki 51% saham Freeport.
2. Perjanjian baru menjamin penerimaan negara yang lebih besar dan membangun smelter dalam 5 tahun.
3. Setiap pemerintahan di Indonesia memiliki tantangan berbeda seperti geopolitik, ekonomi, dan ketahan
BE & GG, eko agus nurhadi, hapzi ali, shareholders and the markets for corporate control, universitas mercu buana, 2017
1. FORUM
Menurut saya, penjualan Indosat karena desakan lembaga donor yang memberikan pinjaman
kepada Indonesia saat krisis 1998, karena pada saat itu Indonesia banyak mendapat bantuan
dana dari lembaga keuangan dunia. Persoalannya ialah divestasi BUMN sehingga hak control
pemerintah hilang atau pemilikan pemerintah atas BUMN tersebut kurang dari 51 persen. Ada
kemungkinan jika sektor telekomunikasi diprivatisasi ke pihak asing semua pembicaraan
rahasia negara melalui saluran telepon bisa disadap dan kekuatan Indonesia terlihat jelas oleh
asing. Konsep buyback juga tidak terjadi sampai saat ini, pasalnya pemerintah pada saat itu
berpendapat bahwa 10 tahun setelah Indosat dijual pada tahun 2002 dapat dibeli kembali.
Cerita berbeda terjadi pada PT Freeport Indonesia. Pada awal periode pemerintahan Soeharto,
pemerintah mengambil kebijakan untuk segera melakukan berbagai langkah nyata demi
meningkatkan pembanguan ekonomi. Namun dengan kondisi ekonomi nasional yang terbatas
setelah penggantian kekuasaan, pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan
mengeluarkan Undang-undang Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967). Undang-undang tersebut
merupakan dasar awal mula berdirinya PT. Freeport Indonesia. Persoalannya ialah mengenai
perjanjian kerjasama antara pihak Indonesia dengan pihak swasta asing mengenai kontrak
karya yang tertuang pada UU No 11 Tahun 1967.
Kontrak karya adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan swasta asing
atau patungan perusahaan asing dengan perusahaan Indonesia untuk melaksanakan usaha
pertambangan di luar minyak gas dan bumi. Pengusahaan pertambangan umum mencakup
kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan serta penjualan bahan galian. Dalam perjanjian kontrak karya, seluruh urusan
manajemen dan operasional diserahkan kepada penambang. Negara tidak memiliki kontrol atas
kegiatan operasional perusahaan. Negara hanya memperoleh royalty yang besarnya ditentukan
dalam perjanjian Kontrak karya tersebut.
Tahun 2017 ini pemerintah Indonesia melakukan langkah konkret mengenai negoisasi dengan
PT Freeport Indonesia. Setelah 50 tahun dimiliki oleh pihak asing, pemerintah melalui
kepemimpinan Presiden Jokowi, berhasil menguasai 51 persen saham Freeport sehingga
menjadi milik Republik Indonesia. Suatu hasil perundingan yang luar biasa. Selama ini, saham
pemerintah Indonesia hanya 9,36%.
Yang tidak kalah pentingnya, dengan adanya jaminan fiskal dan hukum, penerimaan negara
yang diterima akan lebih besar bila dibandingkan dengan menggunakan kontrak karya.
Freeport juga akhirnya akan membangun smelter setelah dikeluarkannya Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK) sesuai dengan UU No 4 tahun 2009. Kesepakatan yang
diperoleh pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia yaitu
1. Landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan PT Freeport
Indonesia akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bukan berupa
Kontrak Karya (KK).
2. Divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan Nasional
Indonesia. Hal-hal teknis terkait tahapan divestasi dan waktu pelaksanaan akan
dibahas oleh tim dari Pemerintah dan PT Freeport Indonesia.
2. 3. PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter
selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus selesai pada 2022, kecuali
terdapat kondisi force majeur.
4. Stabilitas Penerimaan Negara. Penerimaan negara secara agregat lebih besar
dibanding penerimaan melalui Kontrak Karya selama ini, yang didukung dengan
jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk PT Freeport Indonesia.
Menurut hemat saya setiap pemerintahan di Indonesia memiliki tantangan yang berbeda-beda.
Diantaranya kondisi geopolitik, ekonomi dan ketahanan nasional. Kondisi demikian menuntut
pemerintah selalu sigap dalam mengambil keputusan dan menghitung untung-rugi yang akan
terjadi di kemudian hari, terutama untuk BUMN ataupun sumberdaya strategis, misalnya pada
sektor telekomunikasi, energi, transportasi, dan sektor pelayanan publik lainnnya.
Perlu diingat setiap keputusan yang diambil harus didasari pasal 33 UUD 1945 yang
menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dengan demikian
negara wajib membuat regulasi yang memihak kemakmuran rakyat dan melindungi
kepentingan dalam negeri sehingga cita-cita menjadi negara yang Berdaulat secara Politik,
Mandiri secara Ekonomi, Bermartabat Secara Budaya akan tercapai.
Daftar Pustaka
Anonym, 2017, Freeport Indonesia. Wikipedia :
https://id.wikipedia.org/wiki/Freeport_Indonesia (diakses pada 8-10-2017)
Batubara Marwan, 2004, Divestasi Indosat “Kebusukan Sebuah Rezim”, Satu Negeri .com :
https://drive.google.com/file/d/0B6rk4lW09MCLNmRyV3p5dDlLTU0/edit (diakses
pada 8-10-2017)
Gunawan Johanes, 2013, Perjanjian Kerjasama Operasi dan Kontrak Karya, Bogor : Makalah
Pelatihan Tematik Hukum Acara Perdata Bagi Hakim di lingkungan Peradilan Umum,
Komisi Yudisial Republik Indonesia
Jefriando Maikel, 2017. Sri Mulyani : RI Kuasai Freeport Setelah 50 Tahun Dimiliki Asing.
Detik.com: https://finance.detik.com/energi/3621103/sri-mulyani-ri-kuasai-freeport-setelah-50-
tahun-dimiliki-asing (diakses pada 8-10-2017)
Kementerian ESDM, 2009, Undang-undang RI Nomor 4 tahun 2009, Jakarta: Prokum ESDM
: http://prokum.esdm.go.id/uu/2009/UU%204%202009.pdf (diakses pada 8-10-2017)
KUIS
A. Pemegang Saham
3. Pemegang saham (bahasa Inggris: shareholder atau stockholder), adalah seseorang atau badan
hukum yang secara sah memiliki satu atau lebih saham pada perusahaan. Para pemegang saham
adalah pemilik dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang terdaftar dalam bursa efek berusaha
untuk meningkatkan harga sahamnya. Konsep pemegang saham adalah sebuah teori bahwa
perusahaan hanya memiliki tanggung jawab kepada para pemegang sahamnya dan pemiliknya,
dan seharusnya bekerja demi keuntungan mereka.
Pemegang saham pengendali adalah badan hokum dan/atau perorangan dan/atau kelompok
usaha yang :
1. Memiliki saham sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham
yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara
2. Memiliki saham kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang
dikeluarkan dan mempunyai hak suara namun dapat dibuktikan telah melakukan
pengendalian baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Pasal 7 ayat (2) UUPT, Bagian atas saham tersebut wajib diambil oleh para pendiri
pada saat Perseroan tersebut didirikan. Para pendiri yang telah mengambil bagian sahamnya
disebut sebagai pemegang saham.
B. Hak dan Kewajiban pemegang saham
Hak
Setiap jenis saham memberikan hak-hak dasar kepada para pemiliknya. Kecuali dibatasi
atau ditetapkan dalam akte pendirian perseroan atau oleh ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Perlu diperhatikan bahwa perseroan didirikan dan dijalankan atas dasar Anggaran
Dasar yang dibuat di antara para pemegang saham. Sehingga segala hak dan kewajibannya pun
harus dituangkan sejelas mungkin di dalam Anggaran Dasar tersebut, yang dapat dikatakan
sebagai perjanjian di mereka. Karena dianggap sebagai perjanjian, maka Anggaran Dasar harus
tunduk pada UUPT, Undang-Undang dan peraturan lain yang terkait dengan hak dan kewajiban
pemegang saham. Setiap jenis saham memberikan hak-hak dasar kepada para pemiliknya
sebagai berikut:
1. Hak untuk ikut serta dalam pengelolaan perusahaan. Termasuk memilih anggota direksi
dengan hak suara yang proporsional dengan hak kepemilikan sahamnya di dalam
perusahaan, dan hak untuk memperoleh laporan keuangan perusahaan dan menentukan
kebijakan-kebijakan strategis perusahaan.
2. Hak untuk mendapatkan pembagian laba dalam bentuk dividen yang dibagikan oleh
perusahaan.
3. Hak untuk memperoleh saham dari penerbitan saham selanjutnya (first right of refusal)
4. Hak mendahulu untuk ditawarkan dan membeli saham dari pemegang saham lainnya
yang hendak menjual sahamnya
5. Hak untuk memanggil RUPS dan Hak untuk hadir serta bersuara dalam RUPS
4. 6. Hak untuk mendapatkan pembagian aktiva bersih perusahaan. Meliputi hak untuk
membagi dividen dan hak memperoleh pembayaran kembali atas penyertaan modalnya
apabila perusahaan harus dibubarkan atau dilikuidasi.
7. Hak untuk mengubah akte pendirian, anggaran dasar dan rumah tangga perusahaan.
Meliputi hak untuk memberikan persetujuan atas perubahan-perubahan akte pendirian,
anggaran dasar dan rumah tangga perusahaan, dan hak untuk mempertahankan rasio
kepemilikan sahamnya diperusahaan.
8. Hak untuk dapat mempertahankan jumlah relative saham yang dimiliki melalui
pembelian saham-saham baru yang diterbitkan oleh perusahaan yang disebut
preemptive right. Yang memungkinkan seorang pemegang saham untuk membeli
sejumlah saham tambahan dalam hal perusahaan melakukan emisi atau menerbitkan
saham baru. Sebagai akibatnya, rasio kepemilikan saham tidak bisa dikurangi sebagai
akibat dari penerbitan saham-saham baru yang dilakukan oleh perusahaan, kecuali
pemegang saham tidak menggunakan haknya untuk membeli saham baru.
Tidak setiap pemegang saham memperoleh hak-hak dasar sebagaimana dikemukakan
diatas. Sebagai contoh, preemptive right seringkali sudah dieliminasi melalui perubahan akta
pendirian, anggaran dasar dan rumah tangga perusahaan. Disamping itu, memang sengaja tidak
setiap pemegang saham diberikan hak-hak yang sama. Banyak perusahaan besar menerbitkan
beberapa jenis sekuritas saham, dengan karakteristik dan hak-hak yang berbeda (hak suara
dalam rapat umum pemegang saham, hak prioritas untuk memperolah pembayaran dividen,
hak atas jumlah minimum dividen).
Salah satu efek dari struktur kepemilikan melalui saham adalah terciptanya struktur
pemegang saham mayoritas dan minoritas. Pada dasarnya masing-masing mempunyai hak
yang sama. Terutama terhadap hak suara. Yaitu 1 saham adalah 1 suara. Ketentuan tambahan
terhadap hak suara dapat diatur secara tegas-tegas sehubungan dengan klasifikasi saham.
Dengan mekanisme pemilikan yang demikian, pemegang saham mayoritas menjadi pihak yang
diuntungkan dengan sendirinya. Semakin banyak saham yang dimilikinya, maka makin dapat
berkuasa ia dalam menentukan keputusan mengenai keberadaan dan jalannya suatu perseroan
terbatas.
Persoalannya adalah bagaimana melindungi kepentingan pemegang saham minoritas yang
beresiko dirugikan oleh kekuasaan pemegang saham mayoritas. Ini beberapa pasal yang dapat
berusaha mengatur kepentingan pemegang saham baik mayoritas dan minoritas:
a. Tindakan Derivatif
Ketentuan ini mengatur bahwa Pemegang saham dapat mengambil alih untuk mewakili urusan
perseroan demi kepentingan perseroan, karena ia menganggap Direksi dan atau Komisaris telah
lalai dalam kewajibannya terhadap perseroan.
1. Pemegang saham dapat melakukan tindakan-tindakan atau bertindak selaku wakil
perseoran dalam memperjuangkan kepentingan perseroan terhadap tindakan perseroan
yang merugikan, sebagai akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh anggota
Direksi dan atau pun oleh komisaris (ps.85 (3) jo. ps.98 (2) UUPT).
5. 2. Melalui ijin dari Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi kedudukan
perseroan, pemegang saham dapat melakukan sendiri pemanggilan RUPS (baik RUPS
tahunan maupun RUPS lainnya) apabila direksi ataupun komisaris tidak
menyelenggarakan RUPS atau tidak melakukan pemanggilan RUPS (ps.67 UUPT).
b. Hak Pemegang Minoritas
Pada dasarnya ketentuan-ketentuan di bawah ini terutama ditujukan untuk melindungi
kepentingan pemegang saham minoritas dari kekuasaan pemegang saham mayoritas.
1. Hak Menggugat
Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan melalui
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi kedudukan perseroan, bila tindakan
perseroan merugikan kepentingannya (ps. 54 UUPT)
2. Hak Atas Akses Informasi Perusahaan
Pemegang saham dapat melakukan pemeriksaan terhadap perseroan, permintaan data
atau keterangan dilakukan apabila ada dugaan bahwa perseroan dan atau anggota
direksi atau komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan
pemegang saham atau pihak ketiga (ps.110 UUPT).
3. Hak Atas Jalannya Perseroan
Pemegang saham dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk
membubarkan perseroan (ps.117 UUPT).
4. Hak Perlakuan Wajar
Pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan
harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang
merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa:
(i) perubahan anggaran dasar perseroan;
(ii) penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan
perseroan; atau
(iii) penggabungan, peleburan atau pengambilalihan perseroan.(ps.55 UUPT)
Kewajiban
Menurut Pasal 3 ayat (1) UU PT, pemegang saham Perseroan Terbatas (?strong>Perseroan?
tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan
tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. Ketentuan di
dalam pasal ini mempertegas ciri dari Perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung
jawab sebesar setoran atas seluruh saham dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.
Namun, masih ada kemungkinan pemegang saham harus bertanggung jawab hingga
menyangkut kekayaan pribadinya berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UU PT yang menyatakan bahwa
ketentuan di dalam Pasal 3 ayat (1) tidak berlaku apabila:
6. 1. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan
itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh Perseroan; atau
4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara
melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan
Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
Selain itu berkaitan dengan masalah likuidasi, menurut Pasal 150 ayat (5) UU PT pemegang
saham wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil likuidasi secara proporsional dengan jumlah
yang diterima terhadap jumlah tagihan. Kewajiban untuk mengembalikan sisa kekayaan hasil
likuidasi tersebut wajib dilakukan oleh pemegang saham apabila dalam hal sisa kekayaan hasil
likuidasi telah dibagikan kepada pemegang saham dan terdapat tagihan kreditor yang belum
mengajukan tagihannya.
Pada hakekatnya, tanggung jawab pemegang saham sebatas pada jumlah nilai saham yang
disetornya. Dia akan bertanggung jawab secara pribadi (tidak terbatas) bila memenuhi salah
satu kondisi:
a. melakukan satu atau lebih hal yang mengakibatkan terjadinya pengungkapan tabir
perusahaan (piercing corporate veil; Pasal 3 Undang-Undang No.1 tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas); atau
b. menjadi penanggung pribadi (personal guarantor) berdasarkan perjanjian
penanggungan pribadi sehubungan dengan transaksi pemberian fasilitas kredit oleh
bank kepada perusahaan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kredit atau
pinjaman tertentu.
Bila dia diwajibkan untuk membayar, maka pemegang saham yang bersangkutan wajib
membayar lunas seluruh dan setiap hutang yang harus dibayar oleh perusahaan. Bila ada
pemegang saham lain yang mempunyai kewajiban yang sama, maka pelaksanaan kewajiban
pembayaran tersebut dilakukan secara tanggung renteng di antara para pemegang saham
tersebut. Pihak kreditor sebagai pihak ketiga hanya berkepentingan dalam hal hutangnya lunas
(dibayar), sedangkan urusan internal sehubungan dengan pertanggung jawaban secara
tanggung renteng itu sewajarnya hanya menjadi urusan di antara para pemegang saham pada
perusahaan yang bersangkutan.
Kewajiban pembayaran oleh pemegang saham yang dimaksud di atas dapat timbul dari titik
atau sudut pandang yang berlainan, yaitu dari salah satu dari kondisi butir (a) dan (b) di atas,
atau bahkan keduanya. Dalam hal butir (a), pendekatan (baca: sudut pandang) yang dilakukan
adalah pertanggung jawaban dilihat dari sisi ketentuan hukum perusahaan. Sedangkan, dalam
hal butir (b), pendekatan yang kedua adalah pertanggung jawaban yang dilihat dari sisi struktur
transaksi pemberian fasilitas kredit. Yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa setiap dari
kedua pendekatan tersebut tidak ada yang paling benar, karena hanya merupakan pendekatan
dalam melakukan analisa apakah pemegang saham dapat dimintakan pertanggungjawabannya
secara pribadi. Jadi, kondisi dimana/bila pemegang saham harus atau dapat bertanggung jawab
7. secara pribadi tersebut lah yang harus lebih diperhatikan daripada sejauh mana kewajiban dia
itu dapat dimintakan.
C. Pemegang saham mengendalikan Perusahaan
RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) adalah organ Perseroan Terbatas yang memiliki
kewenangan ekslusif yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Kewenangan
RUPS, bentuk dan luasannya, ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan
Anggaran Dasar Perseroan.
Dalam bentuk kongkret-nya RUPS merupakan sebuah forum, dimana para pemegang
saham memiliki kewenangan untuk memperoleh keterangan-keterangan mengenai Perseroan,
baik dari Direksi maupun Dewan Komisaris. Keterangan-keterangan itu merupakan landasan
bagi RUPS untuk menentukan kebijakan dan langkah strategis Perseroan dalam mengambil
keputusan sebagai sebuah badan hukum. Dalam forum RUPS, mekanisme penyampaian
keterangan dan keputusan itu disusun secara teratur dan sistematis sesuai agendanya. Dalam
forum RUPS, para peserta tidak dapat memberikan keterangan dan keputusan diluar agenda
rapat – kecuali RUPS itu dihadiri oleh semua pemegang saham dan mereka menyetujui
penambahan agenda rapat itu dengan suara bulat.
Sebagai sebuah forum, pada prinsipnya RUPS harus diselenggarakan di Indonesia.
Penyelenggaraan itu dilakukan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan
melakukan kegiatan utamanya. Selain di tempat Perseroan, RUPS juga dapat diselenggarakan
melalui media elektronik, misalnya media telekonferensi atau video konferensi. Semua peserta
RUPS yang diselenggarakan dengan media elektronik harus bisa saling melihat dan mendengar
secara langsung serta berpartisipasi di dalam rapat. Meskipun sifatnya telekonferensi, RUPS
itu juga harus dibuatkan risalah rapatnya dan ditandatangani oleh semua peserta rapat.
Jenis RUPS dapat terdiri dari RUPS Tahunan dan RUPS Lainnya. RUPS Tahunan wajib
diselenggarakan Direksi minimal 6 bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir. Dalam RUPS
Tahunan, Direksi mengajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan. RUPS Lainnya
dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan Perseroan.
A. Permintaan Diadakannya RUPS
Sebelum diselenggarakannya RUPS, terlebih dahulu dilakukan Pemanggilan RUPS, dan
sebelum Pemanggilan RUPS para pemegang saham yang memiliki hak suara mengajukan
Permintaan RUPS. Permintaan diadakannya RUPS dilakukan dengan surat tercatat beserta
alasannya kepada Direksi – dan tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris. Setelah
Direksi menerima surat tercatat, selanjutnya Direksi wajib melakukan Pemanggilan RUPS.
Pemanggilan itu dilakukan dalam jangka waktu 15 hari sejak tanggal permintaan dengan surat
tercatat itu diterima oleh Direksi.
Ada kalanya Direksi tidak melakukan Pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang telah
ditentukan – 15 hari sejak menerima surat tercatat. Jika Direksi tidak juga melakukan
Pemanggilan RUPS dalam batas waktu itu, maka permintaan diadakannya RUPS diajukan
8. kembali dengan surat tercatat oleh pemegang saham, namun kali ini bukan kepada Direksi
melainkan kepada Dewan Komisaris. Selanjutnya, Dewan Komisaris yang melakukan
Pemanggilan RUPS – juga dengan jangka waktu 15 hari sejak penerimaan surat tercatat.
Ada kemungkinan juga baik Direksi maupun Dewan Komisaris, setelah diajukannya
Permintaan RUPS oleh pemegang saham, tidak melakukan Pemanggilan RUPS. Jika hal ini
yang terjadi maka pemegang saham dapat mengajukan permohonan itu sekali lagi melalui
pengadilan. Kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan Perseroan, pemegang saham mengajukan permohonan untuk dibuat penetapan
pengadilan agar: memberikan izin kepada pemohon (pemegang saham) untuk melakukan
sendiri Pemanggilan RUPS. Pengadilan, setelah mempelajari keterangan dan bukti dari
pemegang saham, Direksi dan Dewan Komisaris, selanjutnya menetapkan pemberian izin
penyelenggaraan RUPS. Permohonan dapat ditolak jika pemegang saham tidak dapat
membuktikan alasannya – persyaratan dan kepentingannya.
B. Pemanggilan RUPS
Pemanggilan RUPS dilakukan oleh Direksi kepada para pemegang saham – atau oleh
Dewan Komisaris dan pemegang saham sendiri dalam hal Direksi tidak melaksanakan
pemanggilan. Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 hari
sebelum RUPS diselenggrakan. Selain dengan surat tercatat, pemanggilan RUPS dapat juga
dilakukan melalui surat kabar. Dalam pemanggilan itu harus dicantumkan “tanggal”, “waktu”,
“tempat”, dan “agenda” rapat. Selain deskripsi rapat, dalam pemanggilan juga wajib disertakan
pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS telah tersedia di kantor
Perseroan sejak tanggal pemanggilan sampai dengan RUPS diadakan. Perseroan wajib
memberikan salinan bahan tersebut kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta.
C. Hak Suara Pemegang Saham dalam RUPS
Pada prinsipnya setiap saham yang dikeluarkan oleh Perseroan memiliki setidaknya satu
hak suara. Namun, Perseroan juga dapat menentukan hak suara itu lebih besar atau lebih kecil,
selama hal itu ditentukan dalam Anggaran Dasarnya. Meskipun setiap saham memiliki
setidaknya satu hak suara, namun hak suara itu tidak berlaku bagi saham-saham berikut:
a. Saham yang dikuasai sendiri oleh Perseroan.
b. Saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak Perseroannya – baik langsung
maupun tidak langsung.
c. Saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya langsung atau
tidak langsung telah dimiliki Perseroan.
Hak suara para pemegang saham dapat digunakan untuk mengambil keputusan dalam
RUPS – kecuali saham yang tidak memiliki hak suara. Dalam pemungutan suara untuk
mengambil keputusan, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh
saham yang dimilikinya. Pemegang saham tidak boleh memberikan kuasa kepada lebih dari
9. seorang kuasa untuk sebagian dari saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda. Dalam
pemungutan suara, anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta karyawan Perseroan, dilarang
bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham. Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam
RUPS, surat kuasa yang telah diberikan untuk mewakili kehadirannya menjadi tidak berlaku
untuk rapat tersebut.
D. Kuorum RUPS
RUPS baru dapat diselenggarakan jika 1/2 lebih dari seluruh saham dengan hak suara
menghadirinya – kecuali Anggaran Dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar. Jika
kuorum tersebut tidak tercapai, Direksi dapat melakukan Pemanggilan RUPS Kedua.
Pemanggilan RUPS Kedua harus menyebutkan bahwa RUPS Pertama telah dilaksanakan dan
tidak mencapai kuorum. RUPS Kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika RUPS itu
dihadiri oleh minimal 1/3 dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Jika kuorum RUPS
Kedua juga tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri agar
ditetapkan kuorum untuk RUPS Ketiga. Selanjutnya, RUPS Ketiga itu dilangsungkan dengan
dasar kuorum yang ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri. Pemanggilan RUPS Ketiga harus
menyebutkan bahwa RUPS Kedua telah dilaksanakan dan tidak mencapai kuorum.
Pemanggilan RUPS Kedua dan RUPS Ketiga masing-masing dilakukan dalam jangka waktu
paling lambat 7 hari sebelum RUPS Kedua atau RUPS Ketiga itu dilaksanakan. RUPS Kedua
dan RUPS Ketiga diselenggarakan dalam jangka waktu paling cepat 10 hari dan paling lambat
21 hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.
Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal upaya
musyawarah untuk mufakat itu tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui oleh lebih
dari 1/2 bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan. RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar
dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara hadir atau diwakili, dan keputusannya sah jika disetujui paling sedikit 2/3
bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan – kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum
kehadiran yang lebih besar. Dalam hal kuorum kehadiran tidak tercapai, dapat diselenggarakan
RUPS Kedua. RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling
sedikit 3/5 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, dan
keputusannya sah jika disetujui paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
E. Risalah Rapat
Dalam setiap penyelenggaraan RUPS, ketua rapat wajib membuat dan menandatangani
risalah RUPS. Selain ketua rapat, minimal 1 orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan
oleh peserta RUPS juga menandatangani risalah tersebut. Tanda tangan itu tidak disyaratkan
apabila risalah RUPS dibuat dengan akta notaris. Selain dalam rapat, pemegang saham dapat
juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham
dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usulan yang
bersangkutan.
10. Daftar Pustaka
Anonim, 2016, Pemegang Saham, Wikipedia : https://id.wikipedia.org/wiki/Pemegang_saham
(diakses : 05-10-2017)
Anonim, 2012, Pengertian Pemegang Saham Pengendali, Saham OK :
https://www.sahamok.com/pengertian-pemegang-saham-pengendali/ (diakses : 05-10-
2017)
Anonim, 2001, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Hukum online :
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl209/tanggung-jawab-pemegang-saham
(diakses : 5-10-2017)
Anonim, 2006, Perlindungan Terhadap Pemegang Saham, Hukum online :
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1017/perlindungan-terhadap-pemegang-
saham (diakses : 5-10-2017)
Anonim, 2016, Hak dan Kewajiban Pemegang Saham, carajadikaya.com :
https://www.carajadikaya.com/hak-dan-kewajiban-pemegang-saham/ (diakses : 5-10-
2017)
Redaksi, 2016, Hak dan Kewajiban Pemegang Saham, Berita transparansi | PT. Pagi Indonesia
: https://www.beritatransparansi.com/hak-dan-kewajiban-pemegang-saham/ (diakses : 5-
10-2017)
Sukandar Dadang, 2016, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), legalakses :
http://www.legalakses.com/rapat-umum-pemegang-saham-rups/ (diakses : 5-10-2017)