2. BERTEORI SOSIAL DIAWALI DENGAN
KEMAMPUAN UNTUK MENGERTI DAN
MEMAHAMI KONSEP-KONSEP SOSIAL
TEORI SOSIAL MERUPAKAN GABUNGAN
ATAU KUMPULAN DARI KONSEP-KONSEP
SOSIAL YANG TELAH DIUJI KEBENARANNYA
SECARA UMUM (OBYEKTIF, METODOLOGIS)
DAN MEMILIKI SIFAT GENERALISASI
BELAJAR TEORI SOSIAL BERBEDA DENGAN
PRAKTEK TEORI SOSIAL (AKTUALISASI –
REAKTUALISASI)
4. Peristiwa/Fenomena/Realita/Gejala
Proses dan kemampuan Penginderaan (sensing)
Definisi konsep (sbg knowledge)
Pembentukan proposisi (postulat/aksioma dan teorem)
TEORI Non Uji Hipotesis
(kualitatif)
Uji Hipotesis (kuantitatif)
Variabel dan Indikator
Definisi operasional
Fokus
8. GRAND THEORY
(Analisis Menyeluruh)
MIDDLE RANGE THEORY/
MESO THEORY (Analisis Sebagian)
CASE/SUBSTANTIVE/
IDEOGRAFIS THEORY
(Analisis Kasus/Isu dari Fakta Empiris)
I
II
III
10. HEURISTIK = Menghimpun jejak-jejak dan
dokumen sejarah perkembangan teori sosial
VERIFIKASI = Menguji kebenaran dari data dan
informasi (referensi) tentang perkembangan
konsep dan teori-teori sosial
INTERPRETASI = Melakukan penafsiran suatu
peristiwa / pandangan realistis empiris dari
sejarah perkembangan teori sosial
13. Buku Muqaddimah (Lajnah al-Bayan al-Arabi) =
Membahas pengaruh letak geografis (letak bumi)
terhadap gejala, perilaku dan aktivitas masyarakat
IBNU KHALDUN
(ABDURRACHMAN ABU ZAID WALIUDDIN BIN KHALDUN)
(1332 – 1350 M)
14. IL PRINCIPE (Politik Kekuasaan, 1513) atau RES PUBLICA
(Kekuasaan Rakyat) dan DISCORSI (Politik Kerakyatan, 1519)
THE AIM JUSTIFY THE WAY (Tujuan menghalalkan cara)
JADILAH SEKUAT SINGA, SEKALIGUS SELICIK RUBAH
(1469 – 1559)
15. Sekularisme adalah ide dasar yang
mengesampingkan peran agama dari
pengaturan kehidupan (dunia)
Sekularisme menuntun manusia untuk
menempatkan agama hanya pada ranah
individu dan wilayah spiritual (moral,
teologi)
Sekularisme mengharamkan agama ikut
andil dalam mengatur kehidupan
Sekularisme mengajarkan bahwa manusia
bebas mengatur hidupnya sendiri tanpa
campur tangan Tuhan/ Allah
17. Bahwa sejarah umat manusia, baik secara
individual maupun secara kolektif,
berkembang menurut tiga tahap, yaitu:
1. Tahap teologi atau fiktif (Mitologi)
2. Tahap metafisik atau abstrak (Ideologi)
3. Tahap positif atau ilmiah atau riel (Ilmu)
*)
*)Tahap positif atau filsafat positivisme = sebagai
sesuatu yang nyata, pasti, jelas, bermanfaat, serta
lawan dari sesuatu yang negatif
18. 1. Ketidakpuasan terhadap dominasi
positivisme, terutama terhadap
latarbelakangnya yang naturalistik dan
deterministik. Naturalisme dan
determinisme inilah yang dimasa lalu telah
mendorong berkembangnya metafisika yang
materialistik (kuantitatif), dengan
implikasinya yang luas dalam segi
kehidupan umat manusia
19. 2. Reaksi terhadap kenyataan semangat
kemajuan (progress) yang terjadi pada
abad ke 20 sebagai akibat dari pengaruh
pemikiran-pemikiran historis yang kuat,
tetapi sekaligus juga membuktikan adanya
ketidak sinambungan (diskontinyuitas) di
dalam perkembangan itu sendiri
3. Timbulnya reaksi terhadap pengertian
istilah PERKEMBANGAN (linear Vs
kontinuum) yang menjadi mitos
masyarakat secara umum. Selanjutnya,
melahirkan upaya untuk memperhatikan
struktur dari fenomena yang sebenarnya,
atau secara lebih formal terhadap bentuk-
bentuk logis yang lebih realistik
22. INTUISI
AGAMA
RASIONAL
EMPIRIS
Aliran Positivistik – Naturalistik
(Auguste Comte)
Aliran Humanistik – Kulturalistik
(Ibnu Khaldun, Ibnu Roos, Ibnu Tamia)
Non- Empiris
23. INTUISI
AGAMA
RASIONAL
EMPIRIS
Aliran Positivistik - Naturalistik
Aliran Humanistik - Kulturalistik
Non-Empiris Non-Mainstream
Mainstream
•DEDUKTIF
•INDUKTIF
24.
25. MEMBANTU MEMPERJELAS
MASALAH YANG DIHADAPI
MENGUMPULKAN DATA
DAN FAKTA
MENGANALISA DAN
MENAFSIRKAN DATA
MENGAJUKAN
REKOMENDASI
PEMECAHAN MASALAH
MEMPELAJARI HALANGAN
YANG MUNGKIN TERJADI
MEMBERIKAN PENJELASAN
DAN MENDORONG
KEGIATAN
MENANGGULANGI MASALAH
SARAN-SARAN
Proses dimulai lagi