Dokumen tersebut membahas tentang pelunasan pajak dalam tahun berjalan meliputi pemotongan PPh Pasal 21, pemungutan PPh Pasal 22, pemotongan PPh Pasal 23, kredit pajak luar negeri berdasarkan PPh Pasal 24, angsuran PPh Pasal 25, dan ketentuan pemotongan PPh Pasal 26 untuk Wajib Pajak Luar Negeri.
2. PEMOTONGAN PPH PASAL 21
• Objek pemotongan pajak
Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apapun.
• Yang dikenakan pemotongan pajak
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
3. • Yang tidak dikenakan pemotongan pajak
Penghasilan yang diterima oleh :
1. Pejabat Negara
2. PNS
3. Pensiunan termasuk janda atau duda atau anak-anaknya
4. Penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain
5. Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri
6. Penghasilan berupa gaji, upah, serta imbalan lainnya
4. • Siapa pemotong pajak ?
a. Pemberi kerja
b. bendaharawan pemerintah
c. dana pensiun atau badan lain
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran
lain
e. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran
5. • Bukan pemotong pajak
Badan perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi
internasional.
• Besarnya tarif pemotongan pajak
Pada umumnya berlaku tarif umum, kecuali ditetapkan lain
dengan Peraturan Pemerintah.
6. • Penghasilan apa saja yang dikenakan PPh Pasal
21 yang bersifat final dan berapa tarifnya ?
honorarium dan imbalan Pejabat Negara, PNS (kecuali
Golongan II ke bawah), Anggota TNI/POLRI (kecuali
Pembantu Letnan Satu ke bawah), pensiunan 15 %
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri uang
pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua tarif
progresif 5%-25%
7. PEMUNGUTAN PPH PASAL 22
• objek pemungutan pajak
1. Pembelian barang oleh Pemerintah.
2. Impor barang.
3. Pembelian / penjualan barang di bidang usaha tertentu.
8. • Yang dikenakan pemungutan pajak
1. Pemasok barang kepada Pemerintah.
2. Importir / pengimpor barang.
3. Pemasok / pembeli barang dari badan-badan tertentu.
9. • Apa yang tidak dikenakan pemungutan pajak
1. Impor dan atau penyerahan barang yang berdasarkan UU
Pajak Penghasilan tidak terutang pajak.
2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau PPN
3. Impor barang sementara yang nyata-nyata akan diekspor
kembali.
4. Pembayaran yang berjumlah tidak lebih dari Rp.1.000.000,00.
5. Pembayaran untuk pembelian BBM, listrik, gas, air minum /
PDAM, dan benda pos
10. 6. Emas batangan untuk diproses menjadi perhiasan dan
ditujukan untuk ekspor.
7. Pembayaran dana Jaring Pengaman Sosial ( JJS ) oleh
KPKN.
8. Impor kembali barang yang sama yang sebelumnya
telah diekspor dan barang yang telah diekspor untuk
tujuan perbaikan, pengerjaan dan pengujian
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras
oleh Perum BULOG
11. • Siapa pemungut pajak?
a. Bank devisa dan DJBC
b. DJA, Bendaharawan Pemerintah Pusat / Daerah
c. BUMN / BUMD
d. Bank Indonesia, Perum BULOG, PT. TELKOM, PT.PLN, PT. Garuda
Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. PERTAMINA, dan
bank-bank BUMN
e. Badan usaha industri semen, rokok, kertas, baja ( hulu ), dan
otomotif
f. PT. PERTAMINA dan badan usaha lainnya di bidang industri
produk bahan bakar migas
g. Industri dan eksportir di sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan
12. • Besarnya tarif pemungutan pajak
a) Atas impor barang :
o Menggunakan API 2,5% nilai impor
o Tidak menggunakan API 7,5% nilai impor
o Tidak dikuasai 7,5% harga jual lelang
b) Pembelian Barang oleh Pemerintah dan
BUMN/BUMD 1,5% harga pembelian
c) Penjualan Produksi Dalam Negeri :
o Industri Otomotif 0,45% DPP PPN
o industri Rokok 0,15% dari harga bandrol
o industri Kertas 0,1% dari DPP PPN
o industri Semen 0,25% dari DPP PPN
o industri Baja 0,3% dari DPP PPN
13. d. Atas penjualan hasil produksi PT. PERTAMINA dan badan usaha
lainnya di bidang BBM :
o penebusan premium, solar, premix/super TT oleh
SPBU swastanisasi 0,3% penjualan
o penebusan premium, solar, premix/super TT oleh
SPBU Pertamina 0,25% penjualan
o penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas 0,3%
penjualan
e. Atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul
untuk keperluan diolah / diekspor 1,5% harga pembelian
14. PEMOTONGAN PPH PASAL 23
• Objek pemotongan pajak
1. Dividen
2. Bunga
3. Royalti
4. Hadiah dan penghargaan
5. bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
6. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain
15. • Yang dikenakan pemotongan pajak
Wajib Pajak dalam negeri dan BUT
• Yang tidak dikenakan pemotongan pajak
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa
guna usaha dengan hak opsi
3. Dividen.
4. Bunga obligasi
5. Bagian laba yang diterima anggota CV
6. Sisa hasil usaha koperasi
7. Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan
16. • Siapa pemotong pajak ?
a. Badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya
b. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
17. • Besarnya tarif pemotongan pajak
10% dari jumlah bruto, atas dividen, bunga, royalti, serta hadiah
dan penghargaan
10% dari jumlah bruto dan bersifat final, atas bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi
Sebesar 2% dari perkiraan penghasilan bruto atas :
a) sewa dan penghasilan lain
b) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain
18. PPH PASAL 24
• Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri
pajak atas penghasilan yg dibayar atau terutang diluar negeri
yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di
Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas
penghasilan yang diterima oleh wajib pajak
19. • Maksimum PPh Pasal 24 sebagai kredit Pajak Luar Negeri
Tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang
berdasarkan uu PPh
• Penentuan Sumber Penghasilan untuk menghitung Maksimum
PPh Pasal 24 sebagai Pajak LN
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya
2. Penghasilan bunga, royalti, sewa
3. Penghasilan berupa imbalan
4. Penghasilan bentuk usaha
5. Penghasilan pengalihan harta tetap
6. Keuntungan pengalihan
20. • Ketentuan Pelaksana PPh Pasal 24 sebagi Kredit
Pajak LN
PPh seluruh penghasilan
Penggabungan penghasilan
Kerugian
PPh pasal 24 dapat dikreditkan terhadap PPh terutang di
Indonesia
Jumlah kredit pajak
Jumlah tertentu
Kredit pajak untuk masing-masing negara
PKP tidak termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final
Jumlah pajak yang dibayar di LN melebihi yang diperkenankan
21. permohonan kredit pajak LN
Perpanjangan jangka waktu penyampaian lampiran permohonan
Perubahan penghasilan dari LN dengan pembetulan SPT
Pembetulan SPT kurang bayar tidak dikenakan sanksi bunga
Pembetulan SPT lebih bayar kompensasi dengan utang pajak
22. • Tata cara penghitungan kredit pajak LN :
1. Penggabungan seluruh penghasilan
2. Kerugian tidak dapat dikompensasikan
3. Batas maksimum kredit pajak LN
4. Penghasilan LN bersumber dari beberapa negara
5. WP memperoleh penghasilan yang dikenakan PPh final
23. PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
• Cara menghitung PPh pasal 25
cara menghitung PPh pasal 25 didasarkan pada data SPT tahun
sebelumnya. Artinya, asumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama
dengan penghasilan tahun sebelumnya.
angsuran pajak sebesar PPh terutang menurut SPT tahunan PPh
tahun lalu dikurangi kredit pajak PPh pasal 21, 22, 23, dan 24, dibagi
12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak.
24. Misal SPT tahunan 2007 sebagai berikut :
PPh terutang 50.000.000
Kredit pajak PPh Pasal 21,22,23,24 35.000.000
Selisih 15.000.000
PPh pasal 25 15.000.000 : 12
= 1.250.000
25. • PPh Pasal 25 Untuk Bulan-bulan sebelum Bulan
Batas Waktu Penyampaian SPT
Jika tahun pajak adalah tahun kalender (Januari-Desember),
maka yang dimaksud bulan-bulan sebelum batas waktu
penyampaian SPT tahunan adalah bulan Januari dan
Februari. Maka, PPh pasal 25 bulan Januari dan Februari 2008
= bulan Desember 2007.
26. • PPh pasal 25 dalam hal-hal tertentu
Dikjen pajak menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak
dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, apabila :
1. WP berhak atas kompensasi kerugian
2. WP memperoleh penghasilan tidak teratur
3. ST tahunan PPh tahun lalu disampaikan setelah batas waktu
yang ditentukan
4. WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
tahunan PPh
5. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang
mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran
bulanan sebelum pembetulan
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP
27. PPH PASAL 26
• Pemotong PPh Pasal 26
• Badan Pemerintah
• Subjek Pajak dalam negeri
• Penyelenggara Kegiatan
• BUT
• Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain
BUT di Indonesia
28. • Tarif dan Objek PPh Pasal 26
1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri :
a. Dividen
b. Bunga : premium, diskonto, dan imbalan
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain
d. Imbalan : jasa, pekerjaan, kegiatan
e. Hadian dan penghargaan
f. Pensiun, pembayaran berkala lain
g. Premi swap dan transaksi lindung lain
h. Keuntungan pembebasan utang
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b. premi asuransi
29. 3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan
atau pengalihan saham perusahaan antara conduit
company atau spesial purpose company
4. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi
pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
5. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada
persetujuan.
30. • Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran,
dan Pelaporan PPh Pasal 26
1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan,
tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh
pasal 26 rangkap 3 :
a. lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
b. lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
31. 3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling
lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat
terutangnya pajak.
4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua,
bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti
pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.
32. • Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei
2009, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2009 dan
dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20
Juni 2009.
• Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan
PPh Pasal 26 bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu
atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
33. • Pengecualian
1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan
dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan
kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan
modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan
di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan
b. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya
tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau
diperoleh penghasilan tersebut;
34. c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman
kembali tersebut sekurangkurangnya dalam waktu
2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat
penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.