Dokumen tersebut membahas pendekatan disiplin positif dan lima posisi kontrol guru dalam mendidik siswa, yaitu sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau, dan manajer. Pendekatan disiplin positif didasarkan pada kekuatan positif, tanggung jawab, pemahaman, dialog, dan hak anak. Lima posisi kontrol guru masing-masing memiliki dampak berbeda terhadap sikap siswa.
2. Disiplin
Positif Disiplin positif adalah pendekatan pedagogi yang
didasarkan pada kekuatan tindakan positif, rasa
tanggung jawab ( konsekuensi ) pemahaman (
logis ), dialog,dan penghargaan terhadap hak dan
kebutuhan perkembangan anak .
3. Nilai-Nilai Kebajikan
Universal
Selain disiplin positif, mengajarkan nilai-
nilai kebajikan universal juga memiliki peran
yang krusial dalam pembentukan karakter
siswa. Nilai-nilai seperti kejujuran, kerja
sama, rasa empati, dan tanggung jawab
bukan hanya penting dalam kehidupan
sehari-hari, tetapi juga dalam membangun
masyarakat yang lebih baik.
4. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu
kita sedang memenuhi satu atau lebih dari
satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untukbertahan hidup
(survival), kasih
sayang dan rasa diterima (love and belonging),kebebasan (freedom),
kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Ketika seorang murid
melakukan suatu perbuatan yang
bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan,
hal itu sebenarnya
dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Untuk lebih jelasnya,
mari kita lihat satu persatu kelima kebutuhan dasar ini.
5 Kebutuhan Dasar
Manusia
5. Menurut Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline
(1998) berdasarkan teori Kontrol Dr. William Glasser terdapat 5 macam posisi kontrol.
6. Penghukum
Pada posisi ini perbuatan guru berupa
menghardik, menunjuk-nunjuk,
menyindir, dan menyakiti. Hasilnya
siswa akan memberontak,
menyalahkan orang lain, dan
berbohong. Itu dilakukan agar tidak
dihukum. Siswa meletakkan guru di
luar dunia berkualitas. Karena siswa
benci atau tidak senang, guru seperti
ini bukan seseorang yang difavoritkan.
Pembuat Rasa Bersalah
Guru banyak berceramah dan mengeluarkan kata-kata
yang mengaduk-aduk perasaan sehingga murid merasa
bersalah. Hasilnya, siswa akan menyembunyikan,
menyangkal, dan berbohong untuk menutupi
kesalahannya. Siswa menjadi rendah diri, perasaan
dirinya jelek dan sang anak akan berkata,”Maafkan,
saya.” Siswa menganggap dirinya jelek dan bukan anak
yang baik. Dalam jangka panjang, hal ini bisa berakibat
buruk. akan bisa menggerogiti anak.
Teman
Guru mengambil posisi sebagai orang yang dekat
dengan anak-anak. Ia menjalin hubungan
pertemanan dengan humor dalam
mempengaruhi siswa. Tutur katanya ramah,
kadang bercanda, dan sok kenal sok dekat
dengan anak. Hasilnya, siswa memiliki
ketergantungan dengan guru. Misalnya, ketika
naik kelas. Anak-anak yang dulunya sikapnya baik,
begitu naik kelas “bubar”. Hal ini terjadi karena
mereka melakukan sesuatu motivasinya untuk
menyenangkan. Ketika gurunya berubah ia pun
berubah.
Pemantau
Pada posisi ini, jika siswa tidak disiplin, guru lebih santai.
Ia tidak menghardik, berkata dengan intonasi datar saja,
dan guru mengingatkan peraturan yang disepakati. Apa
aturan kita, sih?
Jadi, guru menghitung, mengukur, dan memberikan
konsekwensi. Akibatnya, anak menyesuaikan diri bila
diawasi dan ia menitiberatkan pada apa akibat atau
hadiah untuk dirinya.
Manajer
Dalam hal ini anak dilibatkan mencari
solusi dari kesalahan. Ia belajar belajar
dari kesalahan. Anak diajak mencari
solusi, mereka diajak “bicara” dan
diarahkan pada nilai-nilai yag diyakini
terutama pada kesepakatan kelas.
Hasilnya, hal itu akan menguatkan
pribadi. Siswa akan meletakkan dirinya
sebagai individu yang positif dalam dunia
berkualitas.
7. Pada posisi ini perbuatan guru berupa
menghardik, menunjuk-nunjuk, menyindir,
dan menyakiti. Hasilnya siswa akan
memberontak, menyalahkan orang lain, dan
berbohong. Itu dilakukan agar tidak dihukum.
Siswa meletakkan guru di luar dunia
berkualitas. Karena siswa benci atau tidak
senang, guru seperti ini bukan seseorang
yang difavoritkan.
Penghukum
8. Pembuat Rasa
Bersalah
Guru banyak berceramah dan mengeluarkan kata-kata
yang mengaduk-aduk perasaan sehingga murid merasa
bersalah. Hasilnya, siswa akan menyembunyikan,
menyangkal, dan berbohong untuk menutupi
kesalahannya. Siswa menjadi rendah diri, perasaan
dirinya jelek dan sang anak akan berkata,”Maafkan,
saya.” Siswa menganggap dirinya jelek dan bukan anak
yang baik. Dalam jangka panjang, hal ini bisa berakibat
buruk dan akan bisa menggerogioti psikis sang anak.
9. Tema
n
Guru mengambil posisi sebagai orang yang dekat dengan
anak-anak. Ia menjalin hubungan pertemanan dengan humor
dalam mempengaruhi siswa. Tutur katanya ramah, kadang
bercanda, dan sok kenal sok dekat dengan anak. Hasilnya,
siswa memiliki ketergantungan dengan guru. Misalnya, ketika
naik kelas. Anak-anak yang dulunya sikapnya baik, begitu naik
kelas “bubar”. Hal ini terjadi karena mereka melakukan
sesuatu motivasinya untuk menyenangkan. Ketika gurunya
berubah ia pun berubah.
10. Pemanta
u
Pada posisi ini, jika siswa tidak disiplin, guru lebih santai.
Ia tidak menghardik, berkata dengan intonasi datar saja,
dan guru mengingatkan peraturan yang disepakati. Apa
aturan kita, sih?
Jadi, guru menghitung, mengukur, dan memberikan
konsekwensi. Akibatnya, anak menyesuaikan diri bila
diawasi dan ia menitiberatkan pada apa akibat atau
hadiah untuk dirinya.
11. Manaje
r
Dalam hal ini anak dilibatkan mencari solusi dari kesalahan.
Ia belajar belajar dari kesalahan. Anak diajak mencari solusi,
mereka diajak “bicara” dan diarahkan pada nilai-nilai yag
diyakini terutama pada kesepakatan kelas.
Hasilnya, hal itu akan menguatkan pribadi. Siswa akan
meletakkan dirinya sebagai individu yang positif dalam
dunia berkualitas.