Tinjauan pustaka membahas tentang kista ovarium, meliputi pengertian, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi, dan diagnosa kista ovarium. Kista ovarium dijelaskan sebagai benjolan pada ovarium yang dapat menyebabkan pembesaran perut dan gangguan menstruasi. Diagnosa didasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti USG.
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
kista ovarium pdf.pdf
1. 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Kista Ovarium
1. Pengertian Kista Ovarium
Kista ovarium adalah suatu benjolan yang berada di ovarium yang
dapat mengakibatkan pembesaran pada abdomen bagian bawah dimana
pada kehamilan yang disertai kista ovarium seolah-olah terjadi perlekatan
ruang bila kehamilan mulai membesar (Prawirohardjo, 2009: 664).
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar,
kistik maupun solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007: 346).
Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di
dalam jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena
terbentuk setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi (Yatim, 2005: 17).
Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,
normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium)
(Nugroho, 2010: 101).
Kista ovarium adalah kantong berisi cairan atau bahan kental (semi
solid) yang terjadi di ovarium (Maimunah, 2004).
2. Etiologi Kista Ovarium
Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh
gangguan (pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan
ovarium.
8
2. 9
Beberapa teori menyebutkan bahwa penyebab tumor adalah bahan
karsinogen seperti rokok, bahan kimia, sisa-sisa pembakaran zat arang,
bahan-bahan tambang.
Beberapa faktor resiko berkembangnya kista ovarium, adalah
wanita yang biasanya memiliki:
a. Riwayat kista terdahulu
b. Siklus haid tidak teratur
c. Perut buncit
d. Menstruasi di usia dini (11 tahun atau lebih muda)
e. Sulit hamil
f. Penderita hipotiroid
3. Klasifikasi Kista Ovarium
a. Kista non fungsional
Suatu kista inklusi serosa terbentuk dari invaginasi pada epitel
permukaan ovarium, yang dilapisi epitel dan berdiameter <1 cm
(Sinclair, 2003: 603).
Gambar 2.1 Kista Ovarium
3. 10
b. Kista fungsional
1) Kista unilokular atau kista sederhana
Kista ini biasanya terbentuk dari folikel praovulasi yang
mengandung oosit. Kista ini bisa memiliki ukuran 4 cm dan
menetap ke siklus selanjutnya. Kista dapat kembali kambuh dan
sering terjadi pada awal maupun akhir masa reproduksi. Lima
puluh persen kista sembuh dalam 60 hari. Nyeri dapat timbul
akibat ruptur, torsi, atau hemoragi (Sinclair, 2003: 603).
Gambar 2.2 Kista Fungsional
2) Kista folikel
Menurut Benson dan Pernoll (2008: 574) kista folikel
adalah struktur normal, fisiologis, sementara dan sering kali
multiple, yang berasal dari kegagalan resorbsi cairan folikel dari
yang tidak berkembang sempurna. Paling sering terjadi pada
wanita muda yang masih menstruasi dan merupakan kista yang
paling lazim dijumpai dalam ovarium normal.
Kista folikel biasanya tidak bergejala dan menghilang
dengan spontan dalam waktu <60 hari. Jika muncul gejala,
4. 11
biasanya menyebabkan interval antar menstruasi yang sangat
pendek atau sangat panjang. Perdarahan intraperitoneal dan torsi
merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Kista yang terus
membesar dan menetap >60 hari memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut.
Gambar 2.3 Kista Folikular
3) Kista korpus luteum
Menurut Wiknjosastro (2007: 353), dalam keadaan normal
korpus luteum lambat laun mengecil dan menjadi korpus albikans.
Kadang-kadang korpus luteum mempertahankan diri (korpus
luteum persistens). Perdarahan yang sering terjadi di dalamnya
menyebabkan terjadinya kista, berisi cairan yang berwarna merah
coklat karena darah tua. Frekuensi kista korpus luteum lebih jarang
daripada kista folikel, dan yang pertama bisa menjadi lebih besar
daripada yang kedua.
5. 12
Pada pembelahan ovarium kista korpus luteum memberi
gambaran yang khas. Dinding kista terdiri atas lapisan berwarna
kuning, terdiri atas sel-sel luteum yang berasal dari sel-sel teka.
Kista korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid,
berupa amenorea diikuti oleh perdarahan tidak teratur. Adanya
kista dapat pula menyebabkan rasa berat dibagian bawah.
Perdarahan yang berulang dalam kista dapat menyebabkan ruptur.
Rasa nyeri di dalam perut yang mendadak dengan adanya
amenorea sering menimbulkan kesulitan dalam diagnosis
diferensial dengan kehamilan ektopik yang terganggu. Jika
dilakukan operasi, gambaran yang khas kista korpus luteum
memudahkan pembuatan diagnosis.
Penanganan kista korpus luteum ialah menunggu sampai
kista hilang sendiri. Dalam hal dilakukan operasi atas dugaan
kehamilan ektopik terganggu, kista korpus luteum diangkat tanpa
mengorbankan ovarium.
Gambar 2.4 Kista Korpus Luteum
6. 13
4) Kista theka-lutein
Kista theka lutein merupakan kista yang berisi cairan
bening dan berwana hitam seperti jerami. Timbulnya kista ini
berkitan dengan tumor ovarium dan terapi hormon (Nugroho,
2010:103).
Kista theka lutein biasanya bilateral, kecil dan lebih jarang
dibandingkan kista folikel atau kista korpus luteum. Kista teka
lutein diisi oleh cairan berwana kekuning-kuningan. Berhubungan
dengan penyakit trofoblastik kehamilan (misalnya mola hidatidosa
dan koriokarsinoma), kehamilan ganda atau kehamilan dengan
penyulit diabetes mellitus atau sensitisasi Rh, penyakit ovarium
polikistik (sindrom Stein-Laventhel) dan pemberian zat perangsang
ovulasi (misalnya klomifen atau terapi hCG). Komplikasi jarang
terjadi meliputi ruptur (dengan perdarahan intraperitoneal) serta
torsi ovarium (Benson dan Pernoll, 2008: 576).
5) Sindrom polikistik ovari (Policystic Ovarian Syndrom-PCOS)
Menurut Yatim (2005: 21-22), polikistik ovarium
ditemukan pada 5-10% perempun usia dewasa tua sampai usia
menopause, yang timbul karena gangguan perkembangan folikel
ovarium hingga tidak timbul ovulasi. Penderita polikistik ini juga
sering terlihat bulimia, androgen meningkat dan prolaktin darah
juga meningkat (hiperprolaktinemia).
7. 14
Polikistik ovarium sering dijumpai pada pemeriksaan USG
perempuan usia pertengahan, tetapi bukan berarti tidak normal,
mungkin ini ada kaitannya dengan prevalensi siklus tidak terjadi
ovulasi tinggi pada kelompok usia ini.
Publikasi lain mengemukaan bahwa sindrom polikistik
terdapat pada 5-10% perempuan menjelang umur menopause.
Kejadian ini berkaitan dengan gangguan hormone yang mulai
terjadi pada kelompok umur tersebut.
Perempuan yang mengandung polikistik dapat diketahui,
antara lain:
a) Darah menstruasi yang keluar sedikit (oligomenorrhea).
b) Tidak keluar darah menstruasi (amenorrhea).
c) Tidak terjadi ovulasi.
d) Mandul.
e) Berjerawat.
Gambar 2.5 Kista Polikistik
8. 15
4. Manifestasi Klinis Kista Ovarium
Menurut Nugroho (2010: 104), kebanyakan wanita yang memiliki
kista ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu. Namun
beberapa orang dapat mengalami gejala ini:
a. Nyeri saat menstruasi.
b. Nyeri di perut bagian bawah.
c. Nyeri saat berhubungan seksual.
d. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
e. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
f. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar
banyak.
5. Patofisiologi Kista Ovarium
Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormon
dan kegagalan pembentukan salah satu harmon tersebut bisa
mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara
normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormon hipofisa dalam
jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan
penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam
ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal
melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium
karena itu terbentuk kista di dalam ovarium (Corvin, E.J 2008: 649).
9. 16
6. Komplikasi Kista Ovarium
Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat
terjadi pada kista ovarium diantaranya:
a. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan
oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor
mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi,
sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut
kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat
juga mengakibatkan edema pada tungkai.
b. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu
sendiri mengeluarkan hormon.
c. Akibat komplikasi kista ovarium
1) Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur
menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya
menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika
perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan terjadi distensi
yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
10. 17
2) Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan
diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau
ligamentum rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini
dapat berkembang menjadi infark, peritonitis dan kematian. Torsi
biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma, TOA,
massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada ovarium
normal. Torsi ini paling sering muncul pada wanita usia
reproduksi. Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di
kuadran abdomen bawah, mual dan muntah. Dapat terjadi demam
dan leukositosis. Laparoskopi adalah terapi pilihan, adneksa
dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren dibuang,
setiap kista dibuang dan dievaluasi secara histologis.
3) Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
4) Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat
trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada
saat bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul
secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke
dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus
menerus disertai tanda-tanda abdomen akut.
11. 18
5) Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis
yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasannya.
Adanya asites dalam hal ini mencurigakan. Massa kista ovarium
berkembang setelah masa menopause sehingga besar kemungkinan
untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor inilah yang
menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.
7. Diagnosa Kista Ovarium
Menurut Djuwantono, dkk (2011: 282-287), yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosa kista ovarium adalah:
a. Anamnesa
Anamnesa lengkap merupakan bagian penting dari diagnosis
tumor adneksa. Pertanyaan tentang rasa nyeri, lokasi, dan derajat nyeri
serta kapan mulai timbulnya rasa nyeri tersebut akan memudahkan
penegakan diagnosis.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik diagnostik yang lengkap dan tertuju pada
gejala klinis atau tanda dari suatu infeksi atau tumor neoplastik sangat
diperlukan untuk menentukan etiologi dari massa tumor di daerah
rongga panggul. Pemeriksaan payudara secara sistematis diperlukan
karena ovarium merupakan metastasis yang umum dijumpai karsinoma
payudara.
12. 19
Pemeriksaan bimanual dan pemeriksaan rekto vagina
merupakan pemeriksaan pokok ginekologi yang harus mendapatkan
perhatian lebih untuk menegakkan diagnosis kelainan di daerah rongga
pelvis.
c. Pemeriksaan penunjang/tambahan kista ovarium
1) Ultrasonografi (USG)
Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih
tinggi daripada kemampuan pendengaran telinga manusia,
sehingga kita tidak bisa mendengarnya sama sekali. Suara yang
didengar manusia mempunyai frekuensi 20-20.000 Cpd (Cicles per
detik=Hz).
Masing-masing jaringan tubuh mempunyai impedence
acustic tertentu. Dalam jaringan yang heterogen akan ditimbulkan
bermacam-macam echo, disebut acho free atau bebas echo. Suatu
rongga berisi cairan bersifat anechoic, misalnya kista, asites,
pembuluh darah besar, pericardial atau pleural effusion.
USG pada kista ovarium akan terlihat sebagai struktur
kistik yang bulat (kadang-kadang oval) dan terlihat sangat
echolucent dengan dinding-dinding yang tipis/tegas/licin dan di
tepi belakang kista nampak bayangan echo yang lebih putih dari
dinding depannya. Kista ini dapat bersifat unilokuler (tidak
bersepta) atau multilokuler (bersepta-septa). Kadang-kadang
13. 20
terlihat bintik-bintik echo yang halus-halus (internal echoes) di
dalam kista yang berasal dari elemen-elemen darah di dalam kista.
a) Transabdominal sonogram
Pemeriksaan cara sonogram menggunakan gelombang bunyi
untuk melihat gambaran organ tubuh. Pemeriksaan jenis ini
bisa dilakukan melalui dinding perut atau bisa juga dimasukkan
melalui vagina dan memerlukan waktu sekitar 30 menit, bisa
diketahui ukuran dan bentuk kistanya. Syarat pemeriksaan
transabdominal sonogram dilakukan dalam keadaan vesica
urinaria terisi/penuh.
b) Endovaginal sonogram
Pemeriksaan ini dapat menggambarkan atau memperlihatkan
secara detail struktur pelvis. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cara endovaginal. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan
vesica urinaria kosong.
c) Kista endometriosis
Menunjukkan karakteristik yang difuse, low level/echoes pada
endometrium, yang memberikan gambaran yang padat.
d) Polikistik ovarium
Menunjukkan jumlah folikel perifer dan hiperechoid stroma.
2) CT-Scan
Akan didapat massa kistik berdinding tipis yang
memberikan penyangatan kontras pada dindingnya.
14. 21
3) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Gambaran MRI lebih jelas memperlihatkan jaringan halus
dibandingkan dengan CT-scan, serta ketelitian dalam
mengidentifikasi lemak dan produk darah. CT-scan dapat
memberikan petunjuk tentang organ asal dari massa yang ada. MRI
tidak terlalu dibutuhkan dalam beberapa/banyak kasus.
USG dan MRI jauh lebih baik dalam mengidentifikasi kista
ovarium dan massa/tumor pelvis dibandingkan dengan CT-scan.
4) CA-125
Dokter juga memeriksa kadar protein di dalam darah yang
disebut CA-125. Kadar CA-125 juga meningkat pada perempuan
subur, meskipun tidak ada proses keganasan. Tahap pemeriksaan
CA-125 biasanya dilakukan pada perempuan yang berisiko terjadi
proses keganasan.
8. Penatalaksanaan Kista Ovarium
a. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor
(dipantau) selama 1-2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang
dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini
diambil jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho, 2010: 105).
b. Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka
tindakan operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada
15. 22
gejala akut, tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu
dengan seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan
biasanya memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita
menopause yang memiliki kista ovarium juga disarankan operasi
pengangkatan untuk meminimalisir resiko terjadinya kanker ovarium.
Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko cukup besar terkena kenker
jenis ini. Bila hanya kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut
ovarian cystectomy. Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium
termasuk tuba fallopi, maka disebut salpingo-oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain
tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak,
kondisi ovarium dan jenis kista.
Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit
(twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan
tindakan darurat pembedahan (emergency surgery) untuk
mengembalikan posisi ovarium.
Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi)
menurut Yatim, (2005: 23) yaitu:
1) Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada
pemeriksaan sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan,
biasanya dokter melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan
cara ini, alat laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul
16. 23
dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut, yaitu sayatan
searah dengan garis rambut kemaluan.
2) Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan
dengan laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total.
Dengan cara laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah
mengalami proses keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah dalam
proses keganasan, operasi sekalian mengangkat ovarium dan
saluran tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.
9. Perawatan Post Operasi
Menurut Johnson (2008) perawatan post operasi yang perlu
dilakukan antara lain:
a. Perawatan luka insisi/post operasi
Beberapa prinsip yang perlu diimplementasikan antara lain:
1) Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama pasca
operasi.
2) Luka harus dikaji setelah operasi sampai hari pasca operasi sampai
klien diperbolehkan pulang.
3) Luka mengeluarkan cairan atau tembus, pembalut harus segera
diganti.
4) Pembalutan dilakukan dengan teknik aseptik.
b. Pemberian cairan
Pada 24 jam pertama klien harus puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan mengandung
17. 24
elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi hipotermia, dehidrasi, dan
komplikasi pada organ-organ lainnya.
Cairan yang dibutuhkan biasanya dekstrose 5-10%, garam
fisiologis, dan ranger laktat (RL) secara bergantian. Jumlah tetesan
tergantung pada keadaan dan kebutuhan, biasanya kira-kira 20 tetes
per menit. Bila kadar hemoglobin darah rendah, berikan transfusi
darah atau pocked-cell sesuai dengan kebutuhan.
c. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah klien
flatus, lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral,
sebenarnya pemberian sedikit minuman sudah boleh diberikan 6-10
jam pasca operasi berupa air putih atau air teh yang jumlahnya dapat
dinaikkan pada hari pertama dan kedua pasca operasi.
Setelah infuse dihentikan, berikan makanan bubur saring,
minuman, buah dan susu. Selanjutnya secara bertahap diperbolehkan
makan bubur dan akhirnya makanan biasa.
d. Nyeri
Dalam 24 jam pertama, rasa nyeri masih dirasakan di daerah
operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan obat-obatan anti
sakit dan penenang seperti suntikan intramuskuler (IM) pethidin
dengan dosis 100-150 mg atau morpin sebanyak 10-15 mg atau secara
perinfus atau obat-obatan lainnya.
18. 25
e. Mobilisasi
Mobilisasi segera sangat berguna untuk membantu jalannya
penyembuhan klien. Miring ke kanan dan ke kiri sudah dapat dimulai
6-10 jam pertama pasca operasi setelah klien sadar. Latihan pernafasan
dapat dilakukan sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar.
Pada hari kedua pasien dapat latihan duduk selama 5 menit dan tarik
nafas dalam-dalam. Kemudian posisi tidur diubah menjadi setengah
duduk atau semi fowler.
Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari klien
dianjurkan belajar duduk sehari, belajar berjalan dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ketiga sampai hari kelima pasca operasi.
f. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
nyaman pada klien. Karena itu dianjurkan pemasangan kateter tetap
(balon kateter) yang terpasang 24-48 jam atau lebih lama tergantung
jenis operasi. Dengan cara ini urine dapat ditampung dan diukur dalam
kantong plastik secara periodik. Bila tidak dipasang kateter tetap
dianjurkan untuk melakukan pemasangan kateter rutin kira-kira 12 jam
pasca operasi, kecuali bila klien dapat berkemih sendiri.
g. Pemberian Obat-obatan
1) Antibiotik, kemoterapi dan anti inflamasi
2) Obat-obatan pencegah perut kembung
3) Obat-obatan lainnya
19. 26
h. Perawatan Rutin
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan dan pengukuran
adalah:
1) Tanda-tanda vital, meliputi: tekanan darah (TD), nadi, pernafasan,
dan suhu.
2) Jumlah cairan yang masuk dan yang keluar.
3) Pemeriksaan lainnya menurut jenis operasi dan kasus.
20. 27
Pathways kista ovarium
Bagan 2.1 Pathways Kista Ovarium (Taufan Nugroho, 2010 & Imam Rasjidi, 2010)
Etiologi:
Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron
Pertumbuhan folikel tidak seimbang
Degenerasi ovarium
Infeksi ovarium
Tanda dan gejala:
Tanpa gejala
Nyeri saat menstruasi.
Nyeri di perut bagian bawah.
Nyeri saat berhubungan seksual.
Nyeri saat berkemih atau BAB.
Siklus menstruasi tidak teratur
Diagnosa:
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Kista fungsional Kista non-fungsional
Konservatif:
Observasi 1-2 bulan
Keluhan tetap:
Aktivitas hormon
Discomfort
Komplikasi:
Pembenjolan perut
Pola haid berubah
Perdarahan
Torsio (putaran tangkai)
Infeksi
Dinding kista robek
Perubahan keganasan
Laparatomi
Ovarian
cystectomy
Salpingo-
oophorectomy
Penyulit Post Operasi:
Nyeri
Perdarahan
Infeksi
Gangguan reproduksi
Kista ovarium
Laparoskopi
Perawatan Post Operasi:
Obat Analgetik
Mobilisasi
Personal hygiene
21. 28
B. Teori Manajemen Kebidanan
1. Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis
mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi (Sofyan, 2007).
Manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan pemecahan
masalah ibu dan anak yang khusus dilakukan oleh bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan kepada individu, keluarga dan masyarakat
(Depkes RI, 2005).
Menurut Hellen Varney 1997, manajemen kebidanan adalah proses
pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tidakan berdasarkan teori ilmiah
penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian tahapan yang logis
untuk pengambilan suatu keputusan berfokus pada klien.
2. Prinsip Manajemen Kebidanan
Varney (1997) menjelaskan bahwa prinsip manajemen adalah
pemecahan masalah. Dalam text book masalah kebidanan yang ditulisnya
pada tahun 1981 proses manajemen kebidanan diselesaikan melalui 5
langkah.
Setelah menggunakannya, Varney (1997) melihat ada beberapa hal
yang penting disempurnakan. Misalnya seorang bidan dalam manajemen
yang dilakukannya perlu lebih kritis untuk mengantisipasi masalah atau
22. 29
diagnosa potensial. Dengan kemampuan yang lebih dalam melakukan
analisa kebidanan akan menemukan diagnosa atau masalah potensial.
Kadang kala bidan juga harus segera bertindak untuk menyelesaikan
masalah tertentu dan mungkin juga harus melakukan kolaborasi,
konsultasi bahkan mungkin juga harus merujuk kliennya.
Varney kemudian menyempurnakan proses manajemen kebidanan
menjadi 7 langkah. Ia menambahkan langkah ke III agar bidan lebih
kritikal mengantisipasi masalah yang kemungkinan dapat terjadi pada
kliennya. Varney juga menambahkan langkah ke IV dimana bidan
diharapkan dapat menggunakan kemanpuannya untuk melakukan deteksi
dini dalam proses majemen, sehingga bila klien membutuhkan tindakan
segera atau kolaborasi, konsultasi bahkan dirujuk segera dapat
dilaksanakan. Proses manajemen kebidanan ini ditulis oleh Varney
berdasarkan proses manajemen kebidanan American College of Nurse
Midwife (ACNM) yang pada dasarnya mempunyai pemikiran sama dengan
proses manajemen menurut Varney.
3. Proses Manajemen Kebidanan Menurut Hellen Varney
a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang
akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan
mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami
komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam
23. 30
manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi (Muslihatun,
dkk. 2009: 115).
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan
semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien
(Anggraeni, Yeti, 2010: 131).
1) Data subyektif
a) Identitas pasien
(1) Nama
Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak keliru
dengan pasien-pasien lain.
(2) Umur
Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa
reproduksi.
(3) Agama
Untuk mengetahui pandangan agama klien mengenai
gangguan reproduksi.
(4) Pendidikan
Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan konseling
sesuai dengan pendidikannya.
(5) Suku/bangsa
Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau kebiasaan
sehari-hari pasien.
24. 31
(6) Pekerjaan
Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya.
(7) Alamat
Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
b) Alasan Kunjungan
Alasan apa yang mendasari ibu datang. Tuliskan sesuai
uangkapan.
c) Keluhan Utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk
mengetahui permasalahanutama yang dihadapi ibu mengenai
kesehatan reproduksi.
d) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat kesehatan yang lalu
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah
diderita yang dapat mempengaruhi dan memperparah
penyakit yang saat ini diderita.
(2) Riwayat kesehatan sekarang
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit yang diderita pada saat ini yang berhubungan
dengan gangguan reproduksi terutama kista ovarium.
25. 32
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gaangguan kesehatan
pasien.
e) Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah,
syah atau tidak, umur berapa menikah dan lama pernikahan.
f) Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus, lama
menstruasi, banyak menstruasi, sifat dan warna darah,
disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi
sehubungan dengan menstruasi.
g) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka
bidan harus menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa
apa yang terjadi pada ibu adalah normal atau patologis.
h) Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan saat
ini digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab atau
berpengaruh pada penyakityang diderita saat ini.
26. 33
i) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
(1) Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan
makanan yang masih mentah dan apakah ibu suka minum
minuman beralkohol karena dapat merangsang
pertumbuhan tumor dalam tubuh.
(2) Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu
kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah,
konsistensi dan bau serta kebiasaan air kecil meliputi
frekuensi, warna, jumlah.
(3) Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut
apakah menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau
sebaliknya.
(4) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang
cukup atau tidak.
(5) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga
kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia.
27. 34
(6) Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari-
hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap
kesehatannya.
2) Data Objektif
Seorang bidan harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa
keadaan klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam
komponen-komponen pengkajian data obyektif ini adalah:
a) Pemeriksaan umum
(1) Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.
(2) Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
(3) Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan
kondisi yang dialaminya.
(a) Tekanan darah
(b) Temperatur/ suhu
(c) Nadi
(d) Pernafasan
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung
kaki.
28. 35
(1) Kepala
Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut
rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.
(2) Muka
Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak,
pucat atau tidak.
(3) Mata
Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau
tidak, konjungtiva anemis atau tidak.
(4) Hidung
Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau
tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
(5) Telinga
Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret
atau tidak.
(6) Mulut
Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau
tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
(7) Leher
Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.
29. 36
(8) Ketiak
Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
limfe atau tidak.
(9) Dada
Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada
benjolan atau tidak.
(10) Abdomen
Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan
pembesaran perut.
(11) Ekstermitas atas
Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak,
ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
(12) Ekstermitas bawah
Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak,
sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella positif
atau tidak.
(13) Genitalia
Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun
pengeluaran yang tidak normal.
(14) Anus
Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau tidak.
30. 37
c) Pemeriksaan khusus
(1) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat
keadaan muka, payudara, abdomen dan genetalia.
(2) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau
tangan, digunakan untuk memeriksa payudara dan
abdomen.
d) Pemeriksaan Penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi,
kelainan dan penyakit.
b. Langkah II (kedua): Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar
terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan
(Muslihatun, dkk. 2009: 115).
Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan
diinterpretasikan menjadi diagnosa kebidanan dan masalah.
1) Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan dapat ditegakkan yang berkaitan dengan
nama ibu, umur ibu dan keadaan gangguan reproduksi.
31. 38
Data dasar meliputi:
a) Data Subyektif
Pernyataan ibu tentang keterangan umur serta keluhan yang
dialami ibu.
b) Data Obyektif
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
2) Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkaan pernyataan pasien
Data dasar meliputi:
a) Data Subyektif
Data yang didapat dari hasil anamnesa pasien.
b) Data Obyektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan.
c. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasikan Diagnosa atau Masalah
Potensial
Pada langkah ini, bidan mengidentifikasi masalah atau
diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis
yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi. Jika
memungkinkan, dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi
klien, bidan diharapkan dapat bersiap jika diagnosis atau masalah
potensial benar-benar terjadi. Langkah ini menentukan cara bidan
melakukan asuhan yang aman (Purwandari, 2008:79).
32. 39
d. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan
yang Memerlukan Penanganan Segera
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses
manajemen kebidanan. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan
dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang
gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan
keselamatan jiwa ibu (Muslihatun, dkk. 2009: 117).
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi
yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus
menunggu intervensi dari seorang dokter. Situasi lainya bisa saja tidak
merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi
dengan dokter (Muslihatun, dkk. 2009: 117).
e. Langkah V (kelima): Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi atau data
dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi (Purwandari, 2008: 81).
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa
yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah
yang berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap
wanita tersebut tentang apa yang akan terjadi berikutnya, apakah
dibutuhkan penyuluhan untuk masalah sosial ekonomi, budaya, atau
33. 40
psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah
mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan.
Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu
bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien
merupakan bagian pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada
langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai
hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat
kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya (Purwandari, 2008:
81).
f. Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti
yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan
aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh bidan atau sebagian
dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim
kesehatan yang lain. Jika bidan tidak melakukannya sendiri ia tetap
memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya.
Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta
meningkatkan mutu dari asuhan klien (Muslihatun, dkk. 2009: 118).
g. Langkah VII (terakhir): Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari
asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan
yang diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Ada kemungkinan
rencana tersebut efektif, sedang sebagian yang lain belum efektif.
34. 41
Mengingat proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum,
perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif
melalui proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian
pada rencana asuhan tersebut (Purwandari, 2008: 82).
Langkah proses manajemen pada umumnya merupakan
pengkajian yang memperjelas proses pemikiran dan mempengaruhi
tindakan serta orientasi proses klinis. Karena proses manajemen
tersebut berlangsung di dalam situasi klinis dan dua langkah yang
terakhir tergantung pada klien dan situasi klinis, tidak mungkin
manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja (Purwandari, 2008: 83).
4. Data Perkembangan
Menurut Muslihatun, (2009: 123-124) pendokumentasian atau
catatan manajemen kebidanan dapat deterapkan dengan metode SOAP,
yang merupakan singkatan dari:
a) S (Subjektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Hellen
Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang
diperoleh dari anamnesis.
b) O (Objektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Hellen
Varney langkah pertama (pengkajian data, terutama data yang
diperoleh dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium)
pemeriksaan diagnostik lain.
35. 42
c) A (Assessment)
Merupakaan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif.
d) P (Planning)
Berisi tentang rencana asuhan yang disusun berdasarkan hasil analisis
dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk
mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraannya.
C. Hukum Kewenangan Bidan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
(Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan meliputi :
1. Bab III Penyelenggaraan Praktik
a. Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi:
1) Pelayanan kesehatan ibu.
2) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana.
36. 43
b. Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
berwenang untuk:
1) Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana.
c. Pasal 13
1) Selain kewenangan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 10,
11, dan 12, bidan yang menjalankan program Pemerintah
berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi,
a) Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus
penyakit kronis tertentu di bawah supervise dokter.
b) Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang
kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan
penyehatan lingkungan.
c) Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas.
d) Melaksanakan deteksi dini, merujuk, dan memberikan
penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk
pemberian kondom, dan penyakit lainnya, dan
e) Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program
pemerintah.
37. 44
2) Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal
terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan
melaksanakan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan
terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya.
Dari uraian di atas sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia
(Permenkes) Nomor 1464/Menkes/PER/X/2010 Bidan berwenang
memberikan pelayanan Kesehatan Reproduksi Perempuan, bidan memiliki
tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan tidak hanya kepada
perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat.
Konseling dalam hal ini adalah mengenai Kista Ovarium pada wanita
dari pengertian, penyebab, tanda dan gejala, faktor resiko wanita yang dapat
terkena kista ovarium dan penatalaksanaan. Kegiatan ini harus mencakup
dapat meluas pada kesehatan perempuan terutama kesehatan reproduksi.