1. AKP. drg. Budi Santoso, Sp.Prost/M10
DEDICATED FOR MOLAR PSPDG UMY 2012
PENYIDIKAN KASUS
PENYIDIKAN, PENYIDIK, PENYIDIK PEMBANTU
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari & mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi & guna menemukan
tersangka, dalam hal & menurut cara yang diatur dalam UU (KUHAP).
Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU untuk melakukan penyidikan.
Kewenangan Penyidik (Pasal 7 KUHAP) yaitu :
1. Menerima laporan/pengaduan tentang tindak pidana
2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
3. Menyuruh berhenti seorang tersangka & memeriksa tanda pengenal diri tersangka
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan & penyitaan
5. Melakukan pemeriksaan & penyitaan surat
6. Mengambil sidik jari & memotret seseorang
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan
perkara
9. Mengadakan penghentian penyidikan
10.Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab
Penyidik Pembantu adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena
diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam UU.
Menurut PP no.27/1983 Pejabat Polisi Negara RI tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat serda atau PNS di lingkungan Polisi sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur
Muda Tingkat II (Gol. II/a) atau yang disamakan.
Penyidik Pembantu mempunyai wewenang yang sama dengan Penyidik kecuali mengenai
penahanan yang hanya bisa dilakukan dengan pelimpahan wewenang dari Penyidik.
PENYELIDIKAN, PENYELIDIK
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari & menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana.
Penyelidik adalah Pejabat Polisi Negara RI yang diberi wewenang oleh UU untuk
melakukan penyelidikan.
2. AKP. drg. Budi Santoso, Sp.Prost/M10
DEDICATED FOR MOLAR PSPDG UMY 2012
Wewenang Penyelidik, yaitu :
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana
2. Mencari keterangan & BB
3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai & menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri
4. Mengadakan tindakan lain yang menurut hukum yang bertanggungjawab
Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa :
1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan & penyitaan
2. Pemeriksaan & penyitaan surat
3. Mengambil sidik jari & memotret seorang
4. Membawa & menghadapkan seorang kepada penyidik
Penyelidik melaporkan hasil kegiatannya ke Penyidik.
Hal-hal yang berkaitan dengan tugas penyelidikan :
a. Peristiwa yang terjadi
b. BB
c. Saksi
d. Korban
e. Tersangka
f. Waktu
TAHAPAN DALAM PENYELIDIKAN
1. Menerima laporan/pengaduan
2. Meneliti laporan/pengaduan
- Apa yang terjadi
- Dimana terjadi
- Bilamana terjadi
- Siapa yang terlibat
- Dengan apa dilakukan
- Bagaimana terjadi
- Mengapa dilakukan
3. Meneliti & mempelajari peristiwa pidana yang disangkakan apakah memenuhi
unsur pidana/tidak agar dapat dilakukan penyidikan
3. AKP. drg. Budi Santoso, Sp.Prost/M10
DEDICATED FOR MOLAR PSPDG UMY 2012
PROSES PENYIDIKAN
HASIL PENYIDIKAN
Setelah mempelajari & meneliti peristiwa berdasarkan bukti yang ada, maka penyidik
menentukan sikap “apakah tindakan penyidikan dilanjutkan ataukah tidak”
1. Jika YA maka penyidik menyelesaikan berkas laporan penyidikan & menyerahkan ke
PU (pasal 110 (1))
2. Jika TIDAK maka penyidik memberitahukan hal tersebut ke PU, tersangka dan
keluarga
Penyidikan tidak dilanjutkan karena :
1. Tidak terdapat cukup bukti
2. Peristiwa tersebut bukan tindak pidana
3. Penyidikan dihentikan demi hukum
PENGOLAHAN TKP
TKP merupakan tempat dimana suatu tindakan pidana terjadi atau akibat yang
ditimbulkannya & tempat-tempat lain dimana BB atau korban yang berhubungan dengan
tindak pidana tersebut ditemukan.
Besar kecilnya nilai suatu TKP berdasarkan :
1. Faktor kecepatan penanganan TKP
Semakin cepat TKP ditangani, semakin besar harapan mendapat jejak atau BB yang
bernilai dalam penyidikan. Faktor waktu dapat mengubah kwalitas sebagai akibat
dari pengaruh mekanis (hujan, angin, dll) & pengaruh kimia (reaksi terhadap
udara/unsur kimia lainnya)
2. Faktor keutuhan TKP
Semakin banyak orang yang tidak berkepentingan memasuki TKP, semakin besar
resiko jejak & BB yang kabur
4. AKP. drg. Budi Santoso, Sp.Prost/M10
DEDICATED FOR MOLAR PSPDG UMY 2012
3. Faktor kemampuan penanganan TKP
Tergantung kemampuan petugas (profesionalisme), kemampuan mencari jejak &
BB, pengumpulan, pengamanan serta pengiriman sample (lab)
PENANGANAN TKP
Tujuan :
1. Memperoleh petunjuk pertama
2. Sebagai tindakan seleksi pertama terhadap para saksi maupun tersangka (bila ada)
sehingga hanya orang-orang yang diperkirakan sangat erat hubungannya dengan
suatu tindak pidana yang diperiksa lebih lanjut, sedangkan yang tidak bersalah
dapat segera dibebaskan
Dari suatu TKP dapat digali keterangan/petunjuk pertama :
1. Waktu
Bisa didapat dari saksi, temuan yang ada di TKP seperti jam, tanda-tanda kematian
korban
2. Tempat terjadinya tindak pidana
Dengan mendatangi TKP dapat diketahui apakah TKP tersebut benar-benar TKP
sesungguhnya
3. Jalannya kejadian tindak pidana
Dari TKP petugas dapat gambaran tentang jalannya peristiwa, misalnya adanya
bekas perkelahian, meskipun korban nampak mati tergantung, sehingga
memungkinkan diragukan korban bunuh diri
4. Motif (alasan) dilakukan suatu tindak pidana
Misalnya korban mati dengan luka tapi tidak ada barang yang hilang sangat mungkin
motif balas dendam sebagai penyebab
PENGOLAHAN TKP
Bukti Segitiga
ALAT
KEJAHATAN
TKP
PELAKU KORBAN
5. AKP. drg. Budi Santoso, Sp.Prost/M10
DEDICATED FOR MOLAR PSPDG UMY 2012
PENYIDIKAN VERSUS KEDOKTERAN
TKP :
1. Korban (hidup/meninggal)
2. Benda yg bs jd BB dan menjadi petunjuk dalam penyidikan
E. FERRI (1859 – 1927)
Menggunakan “Metode Saksi Diam”
Benda atau tubuh manusia - diterjemahkan oleh dokter melalui VER
Senjata atau alat
Jejak atau bekas
Benda-benda yang terbawa
Benda-benda yang tertinggal
Alat bukti yang sah berdasarkan pasal 184 KUHAP
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
KETERANGAN AHLI
PASAL 1 BUTIR 28 KUHAP
“Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan.” (Pengertian K.A. secara umum atau generik)
KETERANGAN AHLI DIBERIKAN SECARA LISAN
PASAL 186
“Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.”
PENJELASAN PASAL 186
“Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik
atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan
mengingat sumpah di waktu menerima jabatan atau pekerjaan (BAP saksi ahli).”
6. AKP. drg. Budi Santoso, Sp.Prost/M10
DEDICATED FOR MOLAR PSPDG UMY 2012
KETERANGAN AHLI KETERANGAN AHLI DIBERIKAN SECARA TERTULIS
PASAL 187 KUHAP
“Surat sebagaimana tesebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan
atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :
(c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.”
PERMINTAAN SEBAGAI SAKSI AHLI (Masa Persidangan)
PASAL 179 (1) KUHAP
“Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.”
PASAL 224 KUHP
“Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang
dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus
dipenuhinya, diancam : dalam perkara pidana, dengan penjara paling lama sembilan
bulan.”
DASAR (Masa Penyidikan)
PASAL 133 KUHAP
“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.”
Ps 133 (2-3) KUHAP
“Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.”
“Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan
pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.”
7. AKP. drg. Budi Santoso, Sp.Prost/M10
DEDICATED FOR MOLAR PSPDG UMY 2012
KETERANGAN SAKSI
“Keterangan saksi adalah keterangan yang merupakan hal-hal yang dialami atau didengar
atau dilihat sendiri oleh saksi. Keterangan saksi tidak boleh berupa pendapat atau hasil
rekaan saksi, ataupun keterangan dari orang lain (hearsay = secondary information).”
Ketentuan tentang keterangan saksi diatur dalam pasal 185 KUHAP.
“Keterangan saksi harus diberikan oleh orang yang kompeten, yaitu orang yang mampu
secara hukum. Orang disebut kompeten apabila tidak di bawah umur, sadar dan tidak di
dalam pengampuan, misalnya sakit jiwa.”
Keterahgan saksi dianggap sah apabila diajukan oleh sedikitnya dua orang saksi (unus testis
nullum testis = satu saksi bukan saksi), sedangkan bila berasal dari satu orang saja harus
didukung oleh alat bukti sah lain. Oleh karena itu, visum et repertum sebagai salah satu
alat bukti sah surat, dapat mengakibatkan keterangan saksi korban yang hanya satu orang
menjadi alat bukti sah apabila substansinya mendukung substansi keterangan saksi.
Penilaian keterangan saksi dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan
keterangan saksi lain, kesesuaiannya dengan alat bukti sah lain, alasan diperolehnya
keterangan saksi / pengetahuan saksi, serta reputasi saksi.
SURAT
Pasal 187 KUHAP
“Surat harus dibuat berdasarkan sumpah atau dikuatkan dengan sumpah. Surat dapat
berupa berita acara pejabat umum yang berwenang atau dibuat di hadapannya, surat
yang dibuat berdasarkan tata laksana atau prosedur yang berlaku, surat keterangan ahli
yang dibuat atas permintaan resmi, atau surat-surat lain bila ada hubungannya dengan isi
dari alat pembuktian yang lain.”
Rekam medik dapat pula dijadikan alat bukti surat, terutama dalam kasus dugaan adanya
malpraktek medik.
PETUNJUK
Petunjuk adalah perbuatan atau kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik
antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
Petunjuk dapat ditarik dari keterangan saksi, surat atau keterangan terdakwa.
8. AKP. drg. Budi Santoso, Sp.Prost/M10
DEDICATED FOR MOLAR PSPDG UMY 2012
KETERANGAN TERDAKWA
Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang pengadilan tentang
perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan ini
dapat membenarkan ataupun mengingkari bahwa ia adalah seorang pelaku pidana yang
didakwakan kepadanya.
Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan untuk dirinya sendiri dan tidak dapat
digunakan untuk bukti pada persidangan terdakwa lain pada kasus perbarengan (saksi
mahkota). Keterangan terdakwa yang menyatakan bahwa ia bersalah secara sendiri, tidak
dapat digunakan untuk membuat putusan bahwa ia bersalah, kecuali bila didukung oleh
alat bukti sah yang lain.
Terdakwa (juga tersangka) tidak dibebani pembuktian, maka ia tidak wajib mengaku,
memberi keterangan yang benar ataupun melakukan upaya-upaya untuk membuktikan
kesalahannya, dan bahkan tidak disumpah pada waktu memberikan keterangannya.
ASPEK MEDIKO-LEGAL
Keterangan ahli di dalam persidangan
Kaitan pengadaan Visum Et Repertum
Tentang pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka
Pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian Visum
Et Repertum dengan rahasia kedokteran
Tentang penerbitan surat keterangan kematian dan surat keterangan medik
Tentang fitness/ kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik
KUHAP PASAL 184 AYAT 1
“Dokter yg menangani kasus-kasus tsb secara hukum wajib memeriksa dan membuat
visum et repertum”
V et R adalah surat atau keterangan ahli
9. AKP. drg. Budi Santoso, Sp.Prost/M10
DEDICATED FOR MOLAR PSPDG UMY 2012
PERMINTAAN VISUM ET REPERTUM
Ps 133 KUHAP
Wewenang penyidik
Tertulis (resmi)
Terhadap korban, bukan tersangka
Ada dugaan akibat peristiwa pidana
Bila mayat :
- Identitas pada label
- Jenis pemeriksaan yang diminta
- Ditujukan kepada :
Ahli kedokteran forensik
Dokter di rumah sakit
Kewajiban dokter :
- Membantu penyidik
- Memberikan keterangan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan
- Informed consent
- Membuat V et R
SANKSI HUKUM BILA MENOLAK
PASAL 216 KUHP
“Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.”
SKEMA VER
MUSIBAH/KECELAKAAN/TINDAK KEKERASAN
KORBAN MATI KORBAN HIDUP
OTOPSI / DVI FORENSIK KLINIK
V et R V et R
10. AKP. drg. Budi Santoso, Sp.Prost/M10
DEDICATED FOR MOLAR PSPDG UMY 2012
VER KORBAN HIDUP
Surat permintaan VER dapat “terlambat” :
- Korban luka dibawa ke dokter (RS) dulu sebelum ke polisi
- Spv menyebutkan peristiwa pidana yang dimaksud
- VER = surat keterangan, jadi dapat dibuat berdasarkan rekam medis (RM telah
menjadi barang bukti sejak datang spv)
- Pembuatan VER tanpa ijin pasien, sedangkan skm lain harus dengan ijin
Pasien / klien boleh tidak diantar petugas kepolisian, alasan :
- Korban luka dibawa ke dokter (rs) dulu sebelum ke polisi
- Tak ada peraturan yang mengharuskan adanya petugas pengantar korban
Memang sebaiknya diantar petugas agar dapat dipastikan identitas korban dan statusnya
sebagai “barang bukti”. Memang sebaiknya dilengkapi spv agar jelas statusnya sebagai
“barang bukti”.
Dapatkah pemeriksaan forensik pada korban hidup dihalang-halangi? Atau bolehkah
korban menolak pemeriksaan? Tidak ada peraturan perundang-undangan yang
mengharuskan atau memberi sanksi bagi pelanggarnya. Korban adalah juga pasien yang
masih memiliki hak autonominya (rights to self determination)
(status barang bukti = bukan orangnya)
PERLUKAAN
- Gangguan kontinuitas suatu jaringan (medis)
- Suatu akibat dari perbuatan merusak kesehatan dengan sengaja (hukum)
- Derajat luka diklasifikasikan ringan, sedang, berat, kematian
PERLUKAAN
- Berdasarkan sebab
- Kekerasan mekanis
- Kekerasan kimiawi
- Kekerasan fisis
- Jenis gabungan
VISUM ET REPERTUM
Uraian jelas. Identifikasi luka lokasi, ukuran, bentuk, jenis dan derajatnya. Bahasa mudah
dimengerti orang awam. Tidak memakai istilah hukum yang mengarah pada suatu
klasifikasi
- Visum et repertum sementara
Hasil pemeriksaan sementara tentang keadaan korban. Diminta oleh penyidik untuk
digunakan sebagai pertimbangan perlu tidaknya menahan tersangka.
11. AKP. drg. Budi Santoso, Sp.Prost/M10
DEDICATED FOR MOLAR PSPDG UMY 2012
- Visum et repertum lanjutan
Korban memerlukan penanganan lebih lanjut sehingga dirujuk ke RS lain. Korban
meminta pindah ke RS lain.
- Visum et repertum definitive
Hasil visum terakhir
Hasil sementara + lab
Saat korban sudah sembuh
Bagi korban lakalantas berguna untuk asuransi/santunan
AUTOPSI
Terdapat 3 jenis autopsi :
- Autopsi anatomis
Untuk pendidikan mahasiswa kedokteran.
Dasar : uu kesehatan
- Autopsi klinis
Untuk kepentingan diagnosis akhir
Cara kematian : natural (sakit)
Dasar : kesepakatan (HK. Perdata)
- Autopsi forensik
Untuk kepentingan peradilan
Cara & sebab kematian : belum diketahui
Dasar : kuhap (hk. Pidana)
AUTOPSI FORENSIK
PASAL 134 KUHAP
(1) Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberi-tahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tsb.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak
yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
APAKAH AUTOPSI FORENSIK DAPAT DIHALANG-HALANGI ?
PASAL 222 KUHP
“Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”
12. AKP. drg. Budi Santoso, Sp.Prost/M10
DEDICATED FOR MOLAR PSPDG UMY 2012
PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM BAGI TERSANGKA (Misalnya : VR psikiatris)
PASAL 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus.
PASAL 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
Pengadilan, Hakim Ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan
Temen-temen yang mau tau lebih lanjut tentang Penyidikan Kasus bisa langsung kirim
email ke dosennya ya : kevinfebryan@yahoo.co.id