1. Atresia ani adalah kelainan bawaan dimana rectum tidak memiliki lubang keluar normal.
2. Kelainan ini terjadi pada 1 dari 4000-5000 kelahiran dan lebih umum pada laki-laki.
3. Penatalaksanaannya meliputi kolostomi, perineal anoplasti, atau pembedahan rekonstruksi sfingter ani untuk membentuk lubang anus.
1. ATRESIA ANI
KELOMPOK 10
Putri prihatin 211000414201049
Indri desra yonni 211000414201073
Intan Febrian 211000414201074
Kelas Kep B
DOSMA: Ns. Dian Sari S.kep M.Kep
2. LATAR BELAKANG
Atresia ani atau anus imperporata adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai
lubang ke luar (Wong,2004). Sebagian besar prognosis atresia ani biasanya baik bila didukung
perawatan yang tepat dan juga tergantung kelainaan letak anatomi saat lahir. Atresia ani merupakan
salah kelainan kongenital yang dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan atau
keduanya. Atresia ani terjadi pada 1 dari setiap 4000-5000 kelainan hidup.Secara umum atresia ani lebih
banyak ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan.
3. Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada
dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia
ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001). Atresia ani atau anus
imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian
endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna
Defenisi
4. Epidimiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh
dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran Secara umum
malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki
daripada perempuan Fistula rektouretra merupakan kelainan
yang paling banyak di temui pada bayi lakilaki, diikuti oleh
fistula perineal Sedangkan pada bayi perempuan, jenis
malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah
anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula
perineal.
5. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani
Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus
levator ani.
Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus
levator ani
Klasifikasi
6. Penyebab
* faktor genetik
* Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan
daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur
* Gangguan organogenesis dalam kandungan
* Berkaitan dengan sindrom down
* faktor lingkungan (seperti peggunaan obat-obatan
dan konsumsi alkohol selama masa kehamilan)
namun hal ini masih belum jelas(Bobak, 2005).
7. Patofisiologi
Pada usia gestasi minggu ke-5, kloaka berkembang
menjadi saluran urinari, genital dan rektum. Usia
gestasi minggu ke-6, septum urorektal membagi
kloaka menjadi sinus urogenital anterior dan
intestinal posterior. Usia gestasi minggu ke-7, terjadi
pemisahan segmen rectal dan urinari secara
sempurna. Pada usia gestasi minggu ke-9, bagian
urogenital sudah mempunyai lubang eksterna dan
bagian anus tertutup oleh membrane. Atresia ani
muncul ketika terdapat gangguan pada proses
tersebut
8. Manifestasi klinik
klien dengan atresia ani antara lain mekoniumtidak keluar dalam 24 jam
pertama setelah kelahiran atau keluarmelalui saluran urin, vagina atau
fistula. Pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda-tanda obstruksi usus
dan adanya konstipasi Muntah pada bayi umur 24-48 jam atau bila bayi
diberi makan juga perlu diperhatikan.
9. Diagnosa
Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan
kelainan adalah letak rendah
10. Penatalaksanaan
# Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau
TCD dahulu setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif
(PSARP).
# Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas
otot sfingter ani ekternus Bila terdapat fistula dilakukan cut back
incicion.
# Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin berbeda dengan Pena
dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
11. Komplikasi
• Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
• Obstruksi intestinal
• Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan
Eversi mukosa anal
• Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis
• Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid
• Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
• Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi
• Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi
12. Pengkajian
- Biodata klien
- Riwayat keperawatan
- Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
- Riwayat kesehatan masa lalu
- Riwayat psikologis.
- Riwayat tumbuh kembang anak.
- BB lahir abnormal.
- Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh
kembang pernah mengalami trauma saat sakit.
- Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.
- Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.
- Riwayat sosial.
Pemeriksaan fisik
13. Diagnosa Keperawatan
Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
Rencana keperawatan
Dx. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anusTujuan :
Terjadi peningkatan fungsi usus.
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan konsistensi tinja lembek
Terbentuknya tinja
Intervensi :
Lakukan dilatasi anal sesuai program.
Rasional :
Meningkatkan kenyamanan pada anak
Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam
Rasional :Menyakinkan berfungsinya usus dan ukur lingkar abdomen
14. Dx. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
Tujuan : Volume cairan terpenuhi
Kriteria Hasil :
Turgor kulit baik dan bibir tidak kering
TTV dalam batas normal
Intervensi :
Awasi masukan dan keluaran cairan.
Rasional:Untuk memberikan informasi tentang keseimbangan cairan.
Kaji tanda-tanda vital seperti TD, frekuensi jantung, dan nadi.
Rasional : Kekurangan cairan meningkatkan frekuensi jantung, TD dan
nadi turun.
15. DX.Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur perawatan.
Tujuan : Rasa cemas dapat hilang atau berkurang.
Kriteria Hasil :
Ansietas berkurang
Klien tidak gelisah
Intervensi :
Kaji status mental dan tingkat ansietas dari klien dan keluarga.
Rasional : Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut
diterima.
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan
takutnya.
Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa
16. CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon and infographics & images by Freepik
THANK
YOU!