Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Atresia ani adalah kelainan bawaan dimana terdapat penyumbatan atau tidak adanya lubang anus sejak lahir.
2. Terdapat beberapa bentuk kelainan atresia ani seperti lubang anus yang sempit atau salah letak, terdapat selaput pada lubang anus, atau rektum tidak terhubung dengan lubang anus.
3. Penatalaksanaan atresia ani meliputi operasi untuk memb
1. ASKEP ATRESIA ANI
A. Pengertian
Atresia ani (malformasi anorektal/anus imperforate) adalah bentuk kelainan bawaan
yang menunjukan keadaan tidak ada anus, atau tidak sempurnanya bentuk anus.
Keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular
secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat
yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi
karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai
saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia
ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata.
Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat
saluran seperti keadaan normalnya
Bentuk-bentuk kelainan atresia ani {(atresia anal)
Lubang anus sempit atau salah letak di depan tempat semestinya
Terdapat selaput pada saat pembukaan anus sehingga mengganggu proses pengeluaran
feses
Rektum(saluran akhir usu besar) tidak terhubung dengan lubang anus
Rektum terhubung dengan saluran kemih (kencing) atau sistem reproduksi melalui fistula
(lubang) dan tidak terdapat pembukaan anus.
Kelainan bentuk anus akan menyebabkan gangguan buang air besar.
Ketika lubang anus sempit, bayi kesulitan BAB menyebabkan konstipasi dan
ketidaknyamanan.
Jika terdapat selaput pada akhiran jalan keluar anus, bayi tidak bisa BAB.
Ketika rektum tidak berhubungan dengan anus tetapi terdapat fistula, feses akan keluar
melalui fistula tersebut sebagai pengganti anus. Hal ini dapat menyebabkan infeksi.
Jika rektum tidak berhubungan dengan anus dan tidak terdapat fistula sehingga feses
tidak dapat dikeluarkan dari tubuh dan bayi tidak dapat BAB.
Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross (1966)
membagi anus inperforata dalam 4 golongan, yaitu:
Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus
Membran anus menetap.
Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari
peritoneum
Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu
2. B. Etiologi Atresia Ani
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam
usia kehamilan.
C. Patofisiologi Atresia Ani
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.
Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
Berkaitan dengan sindrom down.
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Terdapat tiga macam letak
Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan
jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya
disertai dengan fistel ke saluran kencingatau saluran genital
Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya.
Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rectum paling jauh 1 cm.Pada wanita 90% dengan fistula kevagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius
D. Tanda dan gejala
Perut kembung.
Muntah (cairan muntahan berwarna hijau karena cairan empedu atau berwarna hitam
kehijauan
Bayi tidak bisa buang air besar .
Tidak ada atau tampak kelainan anus
E. Gambaran Klinik Atresia Ani
Pada sebagian besar anomati ini neonatus ditemukan dengan obstruksi usus. Tanda
berikut merupakan indikasi beberapa abnormalitas:
Tidak adanya apertura anal.
Mekonium yang keluar dari suatu orifisium abnormal.
Muntah dengan abdomen yang kembung.
3. Kesukaran defekasi, misalnya dikeluarkannya feses mirip seperti stenosis
Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus
dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai
sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai
sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk.
Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum.
Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna
hijau.
F. Pemeriksaan Penunjang Atresia Ani
1. X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus.
2. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu
sistouretrogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan
urinarius.
3. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium
G. Penatalaksanaan Atresia Ani
a. Medis :
1. Eksisi membran anal.
2. Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah umur 3 bulan
dilakukan koreksi sekaligus.
3. Kolostomi (pembuatan lubang anus di bagian perut)
4. Dilatasi Anal (pelebaran lubang anus)
5. Eksisi membran anal (pelepasan selaput anus).
6. Anoplasty (perbaikan organ anus)
b. Non Medis
1. Toilet Training.
2. Dimulai pada usia 2-3 tahun.
3. Menggunakan strategi yang sama dengan anak normal..
4. Bowel Management.
5. Menjaga kebersihan kantung kolostomi, meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari
untuk membersihkan kolon.
6. Diet makanan termasuk pengaturan asupan laktasi (ASI)
c. Keperawatan :
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan
keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap
yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan
operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga
kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta memperhatikan kesehatan bayi.
4. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA ANI
1. Pengkajian
1) Biodata klien
2) Riwayat keperawatan
a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan masa lalu
3) Riwayat psikologis
Koping keluarga dalam menghadapi masalah
4) Riwayat tumbuh kembang
a. BB lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang
pernah mengalami trauma saat sakit
c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
5) Riwayat sosial
Hubungan sosial
6) Pemeriksaan fisik
2. Diagnosa Keperawatan
Dx Pre Operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake,
muntah.
3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur perawatan.
Dx Post Operasi
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari
kolostomi.
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
3. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa Pre Operasi
Dx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion
Tujuan : Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.
Kriteria Hasil :
1. Penurunan distensi abdomen.
2. Meningkatnya kenyamanan.
Intervensi :
1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order
R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.
5. 2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam
R/ Meyakinkan berfungsinya usus
3. Ukur lingkar abdomen
R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi
Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
intake, muntah
Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
1. Output urin 1-2 ml/kg/jam
2. Capillary refill 3-5 detik
3. Turgor kulit baik
4. Membrane mukosa lembab
Intervensi :
1. Monitor intake – output cairan
R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien
2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV
R/ Mencegah dehidrasi
3. Pantau TTV
R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi
Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur perawatan.
Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang
Kriteria Hasil :
Klien tidak lemas
Intervensi :
1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan
fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar
R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien
2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua
R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan
3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
R/ Membantu mengurangi kecemasan klien
b. Diagnosa Post Operasi
Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder
dari kolostomi.
Tujuan : Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.
Intervensi :
1. Gunakan kantong kolostomi yang baik
2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong
3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter
6. Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di
rumah.
Intervensi :
1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori
tinggi protein.
2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.
4. Evaluasi
Pre Operasi Post operasi
1. Tidak terjadi konstipasi
2. Defisit volume cairan tidak terjadi
3. Lemas berkurang
1. Kerusakan integritas kulit tidak
terjadi
2. Klien memiliki pengetahuan
perawatan di rumah
7. DAFTAR PUSTAKA
1. Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-
3. Jakarta : EGC.
2. Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta
: EGC.
3. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih
(ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.