1. Hirschsprung merupakan kelainan bawaan pada sistem pencernaan dimana terjadi gangguan pergerakan usus akibat tidak adanya sel saraf di dinding usus tertentu.
2. Penyakit ini disebabkan oleh ketidakhadiran sel saraf ganglion pada pleksus saraf usus, menyebabkan gangguan motilitas usus.
3. Gejala utama penyakit Hirschsprung adalah konstipasi, pembesaran perut, dan keluarnya fe
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
PPT KEL.4 HIRSCHPRUNGS.pptx
1. ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN
GANGGUAN PADA SISTEM
PENCERNAAN
(HIRSCHSPRUNG)
Chatarina S”,S.Kep.,Ners.,M.Kep.
Kelompok 4
1. Pratama Farhan Hamid 5. Sri Ayu Astuti
2. Ahmad Fahrudin 6. Ai Rosa Ristiani
3. Henriawan 7. Rizki Nabella
4. Halma Faujiah 8. Lala Komala Dewi
2. Penyakit hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan yang
menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani
internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus
sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian
bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada
neonatus.
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit yang terjadi pada usus, dan paling
sering pada usus besar (colon). Normalnya, otot pada usus secara ritmis akan
menekan feses hingga ke rectum pada penyalit hirscsprung. Saraf (sel
ganglion) yang berfungsi untuk mengontrol oto pada organ usus tidak
ditemukan. Hal ini mengakibatka feses tidak dapat terdorong seperti fungsi
fisiologis seharusnya (Henna N, 2011).
Pengertian HIRSCHSPRUNG
3. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis meissner dan aurbach
dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus
kearah proksimal, 70% terbatas di daerah rekstosigmoid,
10% sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5% dapat
mengenai seluruh usus sampai pylorus. Diduga terjadi
karena faktor genetik sering terjadi pada anak degan Down
Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam
dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik
dan sub mukosa dinding plexus (Budi,2010).
4. Patologi penyakit hisprung berkaitan dengan tidak adanya sel
ganglion di area usus yang terkena, mengakibatkan hilangnya
refleksrektosfingterik dan lingkungan mikro abnormal dari sel-sel
usus yang terkena. Istilah megakolon aganglionik kongenital
menggambarkan defek primer, yaitu tidak adanya sel ganglion di
pleksus myentrik auerbach dan pleksus submukosa meissner.
Tidak adanya sel ganglion pada bagian usus yang terkena
menyebabkan kurangnya stimulasi system saraf enteric, yang
menurunkan kemampuan sfingter internal untuk rileks. Stimulsi
simpatis yang tidak dilawan menyebabkan peningkatan tonus
usus. selain kontraksi usus yang abnormal dan kurangnya gerakan
peristaltic, juga tidak adanya reflex rektosfingterik.
Biasaya ketika feses memasuki rectum, sfingter normal
mengendur dan feses di dorong. Pada penyakit hisprung, sfingter
internal tidak mengendur. Dalam kebanyakan kasus, segmen
aganglionik meliputi rectum dan beberapa bagian dari kolon distal.
Patofisiologi
5. Gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah: Dalam rentang waktu
24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan mekonium (kotoran pertama bayi yang
berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman), malas makan, muntah yang
berwarna hijau, pembesaran perut (perut menjadi buncit)distensi abdomen,
konstipasi, dan diare meningkat. Sedangkan, gejala pada masa pertumbuhan (usia
1 -3 tahun) adalah sebagai berikut :
Manifestasi Klinis
6. Manifestasi Klinis
Pembesaran perut (perut
menjadi buncit)
Konstipasi (sembelit)
Tidak dapat meningkatkan
berat badan
Diare cair yang keluar
seperti disemprot
Demam dan kelelahan
adalah tanda-tanda dari
radang usus halus dan
dianggap sebagai keadaan
yang serius dan dapat
mengancam jiwa.
7.
8. 01
Konstipasi (sembelit)
Kotoran berbentuk pita
Berbau busuk
02
Pembesaran perut
Pergerakan usus yang
dapat terlihat oleh mata
(seperti gelombang)
Menunjukkan gejala
kekurangan gizi dan
anemia
03
Konstipasi
Distensi abdomen
Dinding abdomen tipis
04
Aktivitas peristaltic menurun
Terjadi malnutrisi
dan pertumbuhannya
terhambat
Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
Pada anak-dewasa :
9. ● Hirschprung segmen pendek : meliputi colon
sigmoid, rektum, dananal canal, tipeinilebih
sering diderita oleh laki – laki serta sering
ditemukan.
● Hirschprung segmen panjang: tidak
ditemukan sel-selganglionik hampir
diseluruh colon atau seluruh colon tidak
memiliki ganglion (aganglionik colon total),
biasanya melebihi sigmoid, kadang-kadang
sampai usus halus.
Klasifikasi
11. ● Rontgen abdomen (menunjukan pelebaran usus besar yang terisi
oleh gas dan tinja)
● Barium enema, yaitu dengan memasukan suatu cairan zat zat
radioaktif melalui anus, sehingga nantinya dapat terlihat jelas di
rontgen sampai sejauh manakah usus besar yang terkena penyakit
ini.
● Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan jarum)
melalui anus dapat menunjukkan secara pasti tidak adanya
persarafan pada usus besar. Biopsi ini biasanya dilakukan jika
usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang atau
pemeriksaan barium enema kurang dapat menggambarkan sejauh
mana usus besar yang terkena.
● Manometri anus (pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara
mengembangkan balon di dalam rectum).
● Pemeriksaan colok anus
● Pemeriksaan ini sangat penting, karena dengan pemeriksaan
tersebut jari akan merasakan jepitan, dan pada waktu ditarik akan
diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang
menyemprot.
Pemeriksaan Diagnostik
12. Penatalaksanaan
A. Pengobatan
1. Tindakan definitive ialah menghilangkan hambatan pada
segmen usus yang menyempit. Sebelum operasi definitive,
dapat dilakukan pengobatan konservatif yaitu tindakan darurat
untuk menghilangkan tanda – tanda obstruksi rendah dengan
jalan memasang anal tube dengan atau tanpa disertai
pembilasan dengan air garam hangat secara teratur. Tindakan
konservatif ini sebenarnya akan mengaburkan gambaran
pemeriksaan barium enema yang dibuat kemudian.
2. Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat dan
dimaksudkan untuk menghilangkan gejala obstruksi usus,
sambil menunggu dan memperbaiki keadaan umum penderita
sebelum operasi definitive.
3. Operasi devinitif dilakukan dengan mereseksi segmen yang
menyempit dan menarik usus yang sehat kea rah anus. Cara ini
dikenal dengan pull throught (Swenson, Renbein dan Duhamel)
13. B. Penatalaksaan
1. Operasi adalah untuk memperbaiki portion
aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari
obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar
sehingga normal dan juga fungsi spinghter ani interna
: Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu
:
2. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap
segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan
secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar
untuk mengembalikan ukuran normalnya.
3. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan
lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg (
20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi
pertama, dan usia 6 -12 bulan setelah operasi bayi
akan normal kembali
Penatalaksanaan
14. C. Perawatan
1. Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak
dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan
terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan
utama antara lain Membantu orang tua untuk
mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak
secara dini
2. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua
dan anak
3. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi
medis ( pembedahan )
4. Mendampingi orang tua pada perawatan
colostomy setelah rencana pulang.
Penatalaksanaan
16. A. Pengkajian
Menurut Wong (2004:507) mengungkapkan pengkajian pada penyakit hischprung :
1.Lakukan pengkajian
melalui wawancara
terutama identitas,
keluhan utama, pengkajian
pola fungsional dan
keluhan tambahan.
2.Monitor bowel
elimination pattern :
adanya konstipasi,
pengeluaran mekonium
yang terlambat lebih dari
24 jam, pengeluaran feses
yang berbentuk pita dan
berbau busuk.
3. Ukur lingkar abdomen
untuk mengkaji distensi
abdomen, lingkar abdomen
semakin besar seiring
dengan pertambahan
besarnya distensi abdomen.
18. 6. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk.
7. Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi.
a. Adanya mual, muntah, anoreksia, mencret.
b. Keadaan turgor kulit biasanya menurun.
c. Peningkatan atau penurunan berat badan.
d. Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parenteral.
8. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi
hiperaktif pada bagian proximal karena obstruksi, biasanya
terjadi hiperperistaltik usus.
9. Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan :
a. Anak : kemampuan beradaptasi dengan penyakit,
mekanisme koping yang digunakan.
b. Keluarga : respon emosional keluarga, koping yang
digunakan keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress
menghadapi penyakit anaknya.
10. Pemerikasaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit
dan albumin juga perlu dilakukan untuk mengkaji indikasi
terjadinya anemia, infeksi dan kurangnya asupan protein.
19. B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
2. Nyeri akut berhubungan dengan inkontinuitas jaringan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan masukan makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.
4. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan defek
persyarafan terhadap aganglion usus.
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah,
diare dan pemasukan terbatas karena mual.
20. C. Intervensi Keperawatan
Dx 1 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
a. Kriteria Hasil :
1) Frekuensi pernafasan dalam batas normal
2) Irama nafas sesuai yang diharapkan
3) Ekspansi dada simetris
4) Bernafas mudah
5) Keadaan inspirasi
b. Intervensi :
1) Monitor frekuensi, ritme, kedalamam pernafasan.
2) Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan.
3) Monitor pola nafas bradipnea , takipnea, hiperventilasi.
4) Palpasi ekspansi paru
5) Auskultasi suara pernafasan
Oxygen Therapy
1) Atur peralatan oksigenasi
2) Monitor aliran oksigen
3) Pertahankan jalan nafas yang paten
4)Pertahankan posisi pasien
21. Intervensi Keperawatan
Dx 2 : Nyeri akut berhubungan dengan inkontinuitas jaringan
a. Kriteria Hasil :
1) Mengenali faktor penyebab
2) Menggunakan metode pencegahan
3) Menggunakan metode pencegahan nonanalgetik untuk mengurangi nyeri.
4) Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
5) Mengenali gejala – gejala nyeri
b. Intervensi :
1) Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi, karakteristik dan
onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor
– faktor presipitasi.
2) Observasi isyarat – isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya
dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.
22. Intervensi Keperawatan
Dx 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang daru kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.
a. Kriteria Hasil :
1) Stamina 5) Daya tahan tubuh
2) Tenaga 6) Pertumbuhan
3) Kekuatan menggenggam
4) Penyembuhan jaringan
b. Intervensi :
1) Timbang Berat badan
2) Anjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan ASI
3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit C
Monitoring nutrisi
1) Monitor turgor kulit
2) Monitor mual dan muntah
3) Monitor intake nutrisi
4) Monitor pertumbuhan dan perkembangan
23. Intervensi Keperawatan
Dx 4 : Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan defek persyarafan
terhadap aganglion usus.
a. Kriteria Hasil :
1) Pola eliminasi dalam batas normal
2) Warna feses dalam batas normal
3) Feses lunak / lembut dan berbentuk
4) Bau feses dalam batas normal (tidak menyengat)
5) Konstipasi tidak terjadi
b. Intervensi :
1) Tetapkan alasan dilakukan tindakan pembersihan sistem pencernaan.
2) Pilih pemberian enema yang tepat
3) Jelaskan prosedur pada pasien
4) Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau pemberian obat oral
5) Catat keuntungan dari pemberian enema laxatif
6) Informasikan pada pasien kemungkinan terjadi perut kejang atau keinginan
untuk defekasi.
24. Intervensi Keperawatan
Dx 5 : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, diare dan pemasukan
terbatas karena mual.
a. Kriteria Hasil :
1) Keseimbangan intake dan output 24 jam
2) Berat badan stabil
3) Tidak ada mata cekung
4) Kelembaban kulit dalam batas normal
5) Membran mukosa lembab
b. Intervensi :
1) Timbang popok jika diperlukan
2) Pertahankan intake dan output yang akurat
3) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadiadekuat,
tekanan darah)
4) Monitor vital sign
5) Kolaborasikan pemberian cairan IV
6) Dorong masukan oral
7) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan