1. MO BERBAGI ILMU YANG DAH SAYA DAPET, KALO DA PENDAPAT
LAIN SILAHKAN DI EMAIL BALES.....
Puasa Arafah Dan Hari Raya Ikut pemerintah Atau Saudi?
Permasalahan ini sering muncul dari berbagai pihak ketika menghadapi hari Arofah. Ketika
para jama’ah haji sudah wukuf tanggal 9 Dzulhijah di Saudi Arabia, padahal di Indonesia
masih tanggal 8 Dzulhijah, mana yang harus diikuti dalam puasa Arofah? Apakah ikut waktu
jama’ah haji wukuf atau ikut penanggalan Hijriyah di negeri ini sehingga puasa Arofah tidak
bertepatan dengan wukuf di Arofah?
Syaikh Muhammad bin Sholih ‘Utsamin pernah diajukan pertanyaan:
Kami khususnya dalam puasa Ramadhan mubarok dan puasa hari Arofah, di antara saudara-
saudara kami di sini terpecah menjadi tiga pendapat.
Pendapat pertama: kami berpuasa bersama Saudi Arabia dan juga berhari Raya bersama
Saudi Arabia.
Pendapat kedua: kami berpuasa bersama negeri kami tinggal dan juga berhari raya bersama
negeri kami.
Pendapat ketiga: kami berpuasa Ramadhan bersama negeri kami tinggal, namun untuk
puasa Arofah kami mengikuti Saudi Arabia.
Kami mengharapkan jawaban yang memuaskan mengenai puasa bulan Ramadhan dan puasa
Hari Arofah. Kami memberikan sedikit informasi bahwa lima tahun belakangan ini, kami
tidak pernah bersamaan dengan Saudi Arabia ketika melaksanakan puasa Ramadhan dan
puasa Arofah. Biasanya kami di negeri ini memulai puasa Ramadhan dan puasa Arofah
setelah pengumuman di Saudi Arabia. Kami biasa telat satu atau dua hari dari Saudi, bahkan
terkadang sampai tiga hari. Semoga Allah senantiasa menjaga antum.
Syaikh menjawab:
Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat dalam masalah ru’yah hilal apabila di
satu negeri kaum muslimin telah melihat hilal sedangkan negeri lain belum melihatnya.
Apakah kaum muslimin di negeri lain juga mengikuti hilal tersebut ataukah hilal tersebut
hanya berlaku bagi negeri yang melihatnya dan negeri yang satu matholi’ (tempat terbit hilal)
dengannya.
Pendapat yang lebih kuat adalah kembali pada ru’yah hilal di negeri setempat. Jika dua negeri
masih satu matholi’ hilal, maka keduanya dianggap sama dalam hilal. Jika di salah satu
negeri yang satu matholi’ tadi telah melihat hilal, maka hilalnya berlaku untuk negeri
tetangganya tadi. Adapun jika beda matholi’ hilal, maka setiap negeri memiliki hukum
masing-masing. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah. Pendapat inilah yang lebih bersesuaian dengan Al Qur’an, As Sunnah dan
qiyas.
2. Dalil dari Al Qur’an yaitu firman Allah Ta’ala,
رَ و سَْر عُْس لَْرا مُْسكُْس بِك دُْسرديِك ديُْس لَ و وَ و رَ و سَْر يُْسلَْرا مُْسكُْس بِك للَّهُْس ا دُْسرديِك ديُْس رَ و خَ و أُْس مٍ ٍماديَّأهَ و نَْر مِك ةٌ ِمدَّهعِك فَ و رٍ فَ وسَ و ل ىَ وعَ و وَْر أَ و ٍماضًا رديِك مَ و نَ و ٍماكَ و نَْر مَ و وَ و هُْس مَْر صُْس يَ ولَْرفَ و رَ و هَْر شَّه ال مُْسكُْس نَْرمِك دَ وهِك شَ و نَْر مَ و فَ و
نَ و روُْس كُْس شَْر تَ و مَْر كُْس لَّهعَ و لَ ووَ و مَْر كُْس داَ وهَ و ٍمامَ و ل ىَ وعَ و للَّهَ و ا رواُْس بِّركَ و تُْسلِكوَ و ةَ ودَّهعِك لَْرا لاواُْسمِك كَْر تُْسلِكوَ و
“Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu,
maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185). Dipahami dari ayat ini, barang siapa yang tidak
melihat hilal, maka ia tidak diharuskan untuk puasa.
Adapun dalil dari As Sunnah, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
رواُْس طِك فَْرأَ وفَ و هُْسماوُْس تُْسديْأَرَ ورَ و ذاَ وإِكوَ و ، ماواُْس صاوُْس فَ و هُْسماوُْس تُْسديْأَرَ ورَ و ذاَ وإِك
“Jika kalian melihat hilal Ramadhan, maka berpuasalah. Jika kalian melihat hilal Syawal,
maka berhari rayalah.” (HR. Bukhari no. 1900 dan Muslim no. 1080). Dipahami dari hadits
ini, siapa saja yang tidak menyaksikan hilal, maka ia tidak punya kewajiban puasa dan tidak
punya keharusan untuk berhari raya.
Adapun dalil qiyas, mulai berpuasa dan berbuka puasa hanya berlaku untuk negeri itu sendiri
dan negeri yang terbit dan tenggelam mataharinya sama. Ini adalah hal yang disepakati.
Engkau dapat saksikan bahwa kaum muslimin di negeri timur sana -yaitu Asia-, mulai
berpuasa sebelum kaum muslimin yang berada di sebelah barat dunia, begitu pula dengan
buka puasanya. Hal ini terjadi karena fajar di negeri timur terbit lebih dulu dari negeri barat.
Begitu pula dengan tenggelamnya matahari lebih dulu di negeri timur daripada negeri barat.
Jika bisa terjadi perbedaan sehari-hari dalam hal mulai puasa dan berbuka puasa, maka begitu
pula hal ini bisa terjadi dalam hal mulai berpuasa di awal bulan dan mulai berhari raya.
Keduanya tidak ada bedanya.
Akan tetapi yang perlu jadi perhatian, jika dua negeri yang sama dalam matholi’ (tempat
terbitnya hilal), telah diputuskan oleh masing-masing penguasa untuk mulai puasa atau
berhari raya, maka wajib mengikuti keputusan penguasa di negeri masing-masing.
Masalah ini adalah masalah khilafiyah, sehingga keputusan penguasalah yang akan
menyelesaikan perselisihan yang ada.
Berdasarkan hal ini, hendaklah kalian berpuasa dan berhari raya sebagaimana puasa
dan hari raya yang dilakukan di negeri kalian (yaitu mengikuti keputusan penguasa).
Meskipun memulai puasa atau berpuasa berbeda dengan negeri lainnya. Begitu pula dalam
masalah puasa Arofah, hendaklah kalian mengikuti penentuan hilal di negeri kalian.
[Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 19/24-25, Darul
Wathon – Darul Tsaroya, cetakan terakhir, tahun 1413 H]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin juga mendapat pertanyaan sebagai berikut, “Jika
terdapat perbedaan tentang penetapan hari Arofah disebabkan perbedaan mathla’ (tempat
3. terbit bulan) hilal karena pengaruh perbedaan daerah. Apakah kami berpuasa mengikuti
ru’yah negeri yang kami tinggali ataukah mengikuti ru’yah Haromain (dua tanah suci)?”
Syaikh rahimahullah menjawab:
“Permasalahan ini adalah turunan dari perselisihan ulama apakah hilal untuk seluruh dunia itu
satu ataukah berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah. Pendapat yang benar, hilal itu
berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah.
Misalnya di Makkah terlihat hilal sehingga hari ini adalah tanggal 9 Dzulhijjah. Sedangkan di
negara lain, hilal Dzulhijjah telah terlihat sehari sebelum ru’yah Makkah sehingga tanggal 9
Dzulhijjah di Makkah adalah tanggal 10 Dzulhijjah di negara tersebut. Tidak boleh bagi
penduduk Negara tersebut untuk berpuasa Arofah pada hari ini karena hari ini adalah hari
Iedul Adha di negara mereka.
Demikian pula, jika kemunculan hilal Dzulhijjah di negara itu selang satu hari setelah ru’yah
di Makkah sehingga tanggal 9 Dzulhijjah di Makkah itu baru tanggal 8 Dzulhijjah di negara
tersebut. Penduduk negara tersebut berpuasa Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah menurut
mereka meski hari tersebut bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijjah di Mekkah.
Inilah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Jika kalian melihat hilal Ramadhan hendaklah kalian berpuasa dan jika kalian
melihat hilal Syawal hendaknya kalian berhari raya” (HR Bukhari dan Muslim).
Orang-orang yang di daerah mereka hilal tidak terlihat maka mereka tidak termasuk orang
yang melihatnya.
Sebagaimana manusia bersepakat bahwa terbitnya fajar serta tenggelamnya matahari
itu mengikuti daerahnya masing-masing, demikian pula penetapan bulan itu sebagaimana
penetapan waktu harian (yaitu mengikuti daerahnya masing-masing)”.
[Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 20/47-48, Darul
Wathon – Darul Tsaroya, cetakan terakhir, tahun 1413 H]
***
Demikian penjelasan dari Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah. Intinya,
kita tetap berpuasa Ramadhan, berhari raya dan berpuasa Arofah sesuai dengan
penetapan hilal yang ada di negeri ini, walaupun nantinya berbeda dengan puasa, hari
raya atau wukuf di Saudi Arabia.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal