3. PENGERTIAN FIQIH RAMADHAN
Hukum-hukum syara’ yang terkait dengan
bulan Ramadhan, antara lain:
1. Puasa Sunnah di bulan Sya’ban.
2. Hukum Rukyatul Hilal.
3. Bolehkah Mengganti Berpuasa dengan
Fidyah dengan Alasan Menjadi Relawan
Covid-19?
4. Hukum Membayar Zakat Fitrah Sebelum
Ramadhan.
5. Hukum Menyegerakan Zakat Mal.
6. Hukum Berzakat Kepada Non Muslim.
7. Hukum Shadaqah di Bulan Ramadhan.
4. PENGERTIAN FIQIH RAMADHAN
8. Hukum Shalat Traweh di Rumah.
9. Hukum Menukarkan Uang Yang Tidak
Senilai Menjelang Idul Fitri.
10. Hukum Sholat Idul Fitri di Rumah
Sendirian (Munfaridan).
6. 1.HUKUM PUASA SUNNAH SYA’BAN
Haram berpuasa sunnah jika sudah
mencapai pertengahan akhir bulan
Sya’ban, kecuali jika seseorang sudah
terbiasa puasa sunnah sebelumnya,
seperti puasa Senin dan Kamis, puasa
Daud, puasa 3 hari setiap bulan, dsb.
Dikecualikan puasa wajib, seperti puasa
qadha` atau puasa nadzar, tetap boleh
dilaksanakan meski sudah mencapai
pertengan akhir bulan Ramadhan.
(Imam Syirazi, Al Muhadzdzab, 1/189; Imam
Shan’ani, Subulus Salam, 2/171).
7. 1.HUKUM PUASA SUNNAH SYA’BAN
Dalil keharaman berpuasa sunnah jika sudah
mencapai pertengahan akhir bulan Sya’ban,
sabda Nabi SAW :
إذا
انتصف
شعبان
فال
تصوموا
حتى
يكون
رمضان
“Jika bulan Sya’ban telah mencapai
pertengahannya, maka janganlah kamu
berpuasa hingga datangnya bulan
Ramadhan.” (HR Ahmad, Abu Dawud, t
Tirmidzi, An Nasa`i, Ibnu Majah, dari Abu
Hurairah).
Hadis sahih menurut Ibnu Hibban, dan hadis
hasan menurut Imam Suyuthi. (Subulus
Salam, 2/171; Al Jami’ Al Shaghir, 1/21).
9. 2.HUKUM RUKYATUL HILAL
Wajib secara fardhu kifayah melakukan
rukyatul hilal, yaitu pengamatan bulan
sabit (hilal), yang menjadi tanda (sebab)
untuk mengawali puasa Ramadhan, dan
juga sebab untuk mengakhiri puasa
Ramadhan (beridul Fitri).
Jumhur ulama telah menetapkan bahwa
yang tanda (sebab) yang sahih untuk
masuknya bulan Ramadhan dan Syawal
adalah rukyatul hilal, bukan hisab.
(Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa
Adillatuhu, Juz II, bab Ash Shiyaam).
10. 2.HUKUM RUKYATUL HILAL
Dalil wajibnya rukyatul hilal, di antaranya
sabda Rasulullah SAW :
صوموا
لرؤيته
وأفطروا
،لرؤيته
فإن
غبي
عليكم
فأكملوا
عدة
ش
عبان
ثالثين
”Berpuasalah kamu karena melihat hilal
[Ramadhan], dan berbukalah kamu (beridul
fitrilah) karena melihat hilal [Syawwal]. Maka
jika pandangan kalian terhalang,
sempurnakanlah bilangan Sya’ban sebanyak
30 hari.” (HR Bukhari no 1810; Muslim no
1080). (Muhammad Husain Abdullah, Mafahim
Islamiyyah, 2/64).
11. 2.HUKUM RUKYATUL HILAL
Jika rukyatul hilal bulan Ramadhan telah
terbukti, berarti segala akibat hukumnya dapat
dilaksanakan, seperti niat berpuasa, makan
sahur, atau berpuasa. Sebaliknya jika rukyatul
hilal itu tidak terbukti, maka segala akibat
hukumnya tidak sah untuk dilaksanakan.
Kaidah fiqih menetapkan:
َ
ال
ىاقْباي
َ
ُمْكُحْلا
َ
ادْعاب
َ
الاواز
َ
هباباس
Laa yabqaa al hukmu ba’da zawaali sababihi
(suatu hukum tidak berlaku jika sudah hilang /
sudah tidak ada sebabnya). (Muhammad Shidqi
Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyyah,
2/949).
13. 3. MENGGANTI PUASA DENGAN FIDYAH
Bolehkah Mengganti Puasa Ramadhan
dengan Fidyah dengan Alasan Menjadi
Relawan Covid-19?
Jawab : Tidak boleh.
Karena fidyah itu hanya dibayarkan oleh 3
(tiga) golongan saja :
Pertama, Pertama, orang-orang yang tak
mampu berpuasa, yaitu laki-laki atau
perempuan yang sudah lanjut usia, dan
orang sakit yang tak dapat diharap
kesembuhannya. (Lihat QS Al Baqarah :
184)
14. 3. MENGGANTI PUASA DENGAN FIDYAH
Kedua, orang yang meninggal dalam keadaan
mempunyai hutang puasa yang wajib di-
qadha`. Dalam hal ini hukumnya boleh, tidak
wajib, bagi wali (keluarga) orang yang mati
tersebut untuk membayar fidyah.
Pendapat bolehnya membayar fidyah bagi
orang yang meninggal dalam keadaan
mempunyai utang puasa, merupakan pendapat
beberapa shahabat Nabi SAW, yaitu Umar bin
Khaththab, Ibnu ‘Umar, dan Ibnu Abbas,
radhiyallahu ‘anhum. (Mahmud Abdul Lathif
‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shiyam, hlm.
207).
15. 3. MENGGANTI PUASA DENGAN FIDYAH
Ketiga, Ketiga, suami yang menggauli istrinya
pada siang hari Ramadhan dengan sengaja dan
tak mampu membayar kaffarah berupa puasa
dua bulan berturut-turut. Suami ini wajib
membayar fidyah, yaitu memberi makan 60
(enam puluh) orang miskin. (HR Bukhari no
6164; Muslim no 2559). Abdul Lathif ‘Uwaidhah,
Al Jami’ li Ahkam As Shiyam, hlm. 207).
Adapun relawan Covid-19, yang asumsinya
bekerja dengan energi besar, termasuk golongan
yang mana?
Nah di sini perlu dilakukan tahqiiqul manath
(pemahaman fakta) yang teliti.
16. 3. MENGGANTI PUASA DENGAN FIDYAH
Adapun relawan Covid-19, yang asumsinya bekerja
dengan energi besar, lebih tepat digolongkan
kepada orang sakit yang masih dapat diharap
sembuh (lihat QS Al Baqarah : 184).
Jadi, kalau tidak berpuasa Ramadhan, relawan
Covid-19 wajib mengqadha`, bukan mengganti
puasa dengan fidyah.
Karena yang dapat mengganti puasa dengan fidyah,
adalah kategori orang tua atau orang sakit yang
sudah tidak bisa diharap lagi sembuhnya, yang
boleh membayar fidyah sebagai pengganti puasa
Ramadhan (lihat QS Al Baqarah : 184).
Apakah relawan Covid-19 akan dipilih dari orang yang sudah tua
atau yang berpenyakit parah yang tidak bisa diharap sembuh?
Tidak bukan?
18. 4. MEMBAYAR ZAKAT FITRAH SEBELUM RAMADHAN
Tidak boleh membayar zakat fitrah sebelum
bulan Ramadhan, karena belum terdapat sebab
yang disyariatkan untuk pembayaran zakat
fitrah, yaitu berpuasa (al shaum) atau berbuka (al
fithr), yaitu mengakhiri bulan Ramadhan dan
memasuki bulan Syawal.
Maka boleh membayar sejak awal bulan
Ramadhan, karena sudah ada sebab berupa
berpuasa (al shaum).
Boleh juga dibayar dengan sebab berbuka (al
fithr), yaitu memasuki bulan Syawal; yaitu sejak
saat matahari terbenam di hari terakhir bulan
Ramadhan, hingga selesainya sholat Idul Fitri.
19. 4. MEMBAYAR ZAKAT FITRAH SEBELUM RAMADHAN
Maka dari itu, tidak boleh mengeluarkan zakat
fitrah sebelum tibanya bulan Ramadhan,
Karena belum adanya sebab dari zakat fitrah itu,
yaitu yaitu berpuasa (al shaum) atau berbuka (al
fithr), yaitu mengakhiri bulan Ramadhan dan
memasuki bulan Syawal.
Kaidah fiqih menetapkan:
َ
ال
ىاقْباي
َ
ُمْكُحْلا
َ
ادْعاب
َ
الاواز
َ
هباباس
Laa yabqaa al hukmu ba’da zawaali sababihi
(suatu hukum tidak berlaku jika sudah hilang /
sudah tidak ada sebabnya). (Muhammad Shidqi
Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyyah,
2/949).
21. 5. MENYEGERAKAN ZAKAT MAL
Masalah menyegerakan zakat disebut oleh
para fuqaha` dengan istilah ta’jiil az zakaat,
yaitu mengeluarkan zakat sebelum waktu
wajibnya, yaitu sebelum berlalunya haul
(satu tahun qamariyah) sejak tanggal ketika
harta mencapai nishabnya.
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 12/225 & 23/294;
Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 815;
Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al
Fuqaha`, hlm. 102).
22. 5. MENYEGERAKAN ZAKAT MAL
Boleh hukumnya mengeluarkan zakat
sebelum waktu wajibnya, yaitu sebelum
berlalunya haul (satu tahun qamariyah)
asalkan nilai hartanya sudah mencapai
nishab.
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 23/243; Imam
Syaukani, Nailul Authar, hlm. 816).
Dalil yang membolehkan membayar zakat
mal sebelum sempurnanya haul asalkan
sudah mencapai nishab adalah hadis-hadis
Nabi SAW.
23. 5. MENYEGERAKAN ZAKAT MAL
Pertama, hadits dari Ali bin Abi Thalib RA, dia
berkata :
َ
ناأ
َا
اسَّبالع
َ
الاأاس
َ
الوُسار
هللا
ىَّلاص
هللا
َ
الاع
َ
هْي
َ
امَّلاساو
في
َ
عجيلات
َ
اداص
َ
هتاق
َ
الباق
َْناأ
َ
َّلحات
َا
صَّخاراف
َ
ُهال
في
َالكاذ
”Al ‘Abbas pernah bertanya kepada Rasulullah
SAW mengenai penyegeraan zakatnya
sebelum haulnya. Maka Rasulullah SAW
memberikan rukhsah (keringanan) dalam hal
yang demikian itu.” (HR Tirmidzi no 673 dalam
Sunan At Tirmidzi, dan Al Hakim no 5431
dalam Al Mustadrak ‘Ala Al Shahihain. Hadits
ini dinilai sahih oleh Imam Al Hakim dan
penilaian ini disepakati oleh Imam Dzahabi).
24. 5. MENYEGERAKAN ZAKAT MAL
Kedua, hadits dari Ali bin Abi Thalib RA, bahwa
Rasulullah SAW telah bersabda kepada ‘Umar :
اَّنإ
قد
اانْذاخاأ
َ
اةزكا
َ
اسَّبالع
َ
امعا
َ
لَّواألا
َ
للعام
”Sesungguhnya kita telah mengambil zakat dari
Al ‘Abbas pada tahun yang awal (lalu) untuk tahun
ini. (‘aamal awwali li al ‘aami).” (HR Tirmidzi no 674
dan Al Daruquthni no 2033).
Berdasarkan hadits-hadits seperti inilah, Imam
Syaukani berkata,”Boleh hukumnya
menyegerakan membayar zakat sebelum
berlalunya haul, walaupun untuk dua haul (dua
tahun). Inilah pendapat Syafi’i, Ahmad, Abu
Hanifah, juga pendapat Al Hadi dan Al Qasim.”
(Imam Syaukani, Nailur Authar, hlm. 816).
26. 6. BERZAKAT KEPADA NON MUSLIM
Pendapat yang rajih (kuat) adalah haram
hukumnya memberikan zakat kepada non
muslim.
Syekh Abdul Qadim Zallum menyatakan,
zakat hanya diberikan kepada muallaf yang
sudah muslim, adapun yang masih kafir
(non muslim), tidak diberikan :
ألنها
ل
تعطى
لكافر
لقول
الرسول
صلى
هللا
عليه
وسلم
لمع
اذ
بن
جبل
حين
بعثه
إلى
اليمن
:
فأعلمهم
أن
هللا
افترض
عليهم
ص
دقة
في
،أمولهم
تؤخذ
من
أغنيائهم
وترد
على
فقرائهم
.
رواه
البخار
ي
عن
طريق
ابن
عباس
27. 6. BERZAKAT KEPADA NON MUSLIM
“Karena zakat itu tidak diberikan kepada
orang kafir, berdasarkan sabda Rasulullah
SAW kepada Mu’adz bin Jabal yang diutus
Rasulullah SAW ke Yaman :
“…maka beritahukan kepada mereka [orang
Yaman yang sudah masuk Islam] bahwa
Allah telah mewajibkan zakat pada harta
mereka, yang diambil dari orang kaya
mereka dan dibagikan kepada orang fakir
mereka.” (HR Bukhari, dari Ibnu Abbas RA).
(Abdul Qadim Zallum, Al Amwaal fi Daulah
Al Khilafah, hlm. 175).
29. 7. BERSHADAQAH DI BULAN RAMADHAN
Bershadaqah hukumnya sunnah (mandub) dan
bershadaqah di bulan Ramadhan adalah sebaik-
baik shadaqah.
Sabda Rasulullah SAW :
عن
أنس
رضي
هللا
عنه
:
سئل
النبي
صلى
هللا
عليه
وسلم
أي
الصوم
أ
فضل
بعد
رمضان
فقال
شعبان
لتعظيم
،رمضان
فأي
الصدقة
أفضل
قال
ص
دقة
في
رمضان
Dari Anas RA, Nabi SAW pernah ditanya,”Puasa
apakah yang paling afdhol setelah Ramadhan?’
Nabi SAW menjawab,’Puasa di bulan Sya’ban,
karena keagungan bulan Ramadhan.” Ditanya
lagi,”Lalu shadaqah manakah yang paling afdhol?’
Nabi SAW menjawab,”Shadaqah di bulan
Ramadhan.” (HR Tirmidzi).
30. 7. BERSHADAQAH DI BULAN RAMADHAN
Bershadaqah boleh diberikan kepada orang kafir,
asalkan bukan kafir harbi, yaitu kaum kafir yang
memerangi umat Islam.
Firman Allah SWT :
ل
َ
ْمُكااهْناي
َ
ُ َّ
اّلل
َْانع
َاينذَّلا
َ
ْمال
َ
ُكوُلاتاقُي
َ
ْم
يف
َ
ينالد
َ
ْمال او
َ
ُكوُجرْخُي
َ
ْم
َْنم
َ
ْمُكارايد
َْناأ
َ
ْمُهوُّرابات
واُطسْقُتاو
َ
ْمهْيالإ
ََّنإ
َ
ا َّ
اّلل
َُّبحُي
َاينطسْقُمْلا
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik
dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.” (QS Al Mumtahanah : 8)
32. 8. SHOLAT TARAWIH DI RUMAH
Boleh sholat tarawih di rumah, baik sendiri
(munfaridan) atau berjamaah. Yang afdhol,
berjamaah. Kata Imam Nawawi :
َ
ُةالاص
َ
يحاوارَّتال
َ
ةَّنُس
َ
اعامْجإب
َ
اءامالُعْلا
. . .
َُوزُجاتاو
ًادرافْنُم
َ
اعااماجاو
َ
ًة
,
اامُهُّياأاو
َ
ُلاضْفاأ
؟
َ
يهف
َ
اناهْجاو
َ
اناورُهْشام
. . .
َ
ُحيحَّصال
َ
اقافاتب
َْصاألا
َ
اباح
ََّناأ
َ
ااةعااماجْلا
َ
ُلاضْفاأ
“Sholat tarawih adalah sunnah berdasarkan
ijma’ para ulama… dan boleh dilakukan sendiri
atau pun berjamaah. Manakah yang lebih
afdhol? Ada dua pendapat yang
masyhur…Yang sahih sesuai kesepakatan
ashab (ulama Syafiiyyah) berjamaah itu lebih
afdhol.” (Imam Nawawi, Al Majmuu’, 3/526).
34. 9. MENUKAR UANG TAK SENILAI
Haram menukarkan uang rupiah dengan sesama
uang rupiah yang tidak senilai.
Misalnya, 1 lembar Rp 100 ribu, ditukarkan dengan
uang pecahan Rp 5000 sebanyak 18 lembar.
Selisihnya adalah riba.
Yang boleh, 1 lembar Rp 100 ribu, ditukarkan
dengan uang pecahan Rp 5000 sebanyak 20
lembar (bukan 18 lembar).
Syarat menukarkan uang yang sejenis (rupiah
dengan fupiah, dollar dengan dollar, dst) ada dua
syarat :
Pertama, tamaatsul (sama nilainya).
Kedua, taqaabudh (kontan).
35. 9. MENUKAR UANG TAK SENILAI
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :
الذهب
،بالذهب
والفضة
،بالفضة
والبر
،بالبر
والشعير
،بالشعير
و
التمر
،بالتمر
والملح
بالملح
،
َ
ًالمث
،بمثل
سواء
،بسواء
َ
ًايد
،بيد
فإذا
اخ
تلفت
هذه
األصناف
فبيعوا
كيف
،شئتم
إذا
كان
َ
ًايد
بيد
”Emas ditukarkan dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum (al-burru bil
burri), jewawut dengan jewawut (asy-sya’ir bi
asy-sya’ir), kurma dengan kurma, garam dengan
garam, harus sama takarannya (mitslan bi mitslin
sawa`an bi sawa`in) dan harus dilakukan dengan
kontan (yadan bi yadin). Dan jika berbeda jenis-
jenisnya, maka juallah sesukamu asalkan
dilakukan dengan kontan (yadan bi yadin).” (HR
Muslim no 1587).
37. 10. HUKUM SHOLAT IDUL FITRI DI RUMAH
Sholat Idul Fitri adalah sunnah muakkadah menurut
mazhab Syafi’i, dikerjakan di musholla (tempat
lapang) atau di masjid. (Imam Nawawi, Al Majmuu’,
5/5)
Namun jika karena suatu udzur, misalnya Anda sakit
atau udzur yang lain, bolehkah dikerjakan sendirian
di rumah?
Menurut Imam Muzani (murid Imam Syafi’i) dalam
kitab Mukhtashor Al Umm (8/125) :
ويصلي
العيدين
المنفرد
في
بيته
والمسافر
والعبد
والمرأة
“Sholat Idul Fitri dan Idul Adha boleh dilakukan di
rumah oleh seseorang secara sendiri (munfarid),
demikian juga oleh musafir, budak, dan perempuan.”
39. HUKUM SHOLAT IDUL FITRI DI RUMAH
Tanya : Assalamualaikum, tanya tadz,
apabila besok solat idul fitri tdk bs
dilaksanakan berjamaah, dan harus sendiri,
bagaimana cara pelaksanaannya?
(Muhtadan)
Jawab : Sholat Idul Fitri adalah sunnah
muakkadah menurut mazhab Syafi’i,
dikerjakan di musholla (tempat lapang) atau
di masjid. (Imam Nawawi, Al Majmuu’, 5/5)
40. HUKUM SHOLAT IDUL FITRI DI RUMAH
Namun jika karena suatu udzur, misalnya
Anda sakit atau udzur yang lain, bolehkah
dikerjakan sendirian di rumah?
Menurut Imam Muzani (murid Imam Syafi’i)
dalam kitab Mukhtashor Al Umm (8/125) :
ويصلي
العيدين
المنفرد
في
بيته
والمسافر
والعبد
والمرأ
ة
“Sholat Idul Fitri dan Idul Adha boleh
dilakukan di rumah oleh seseorang secara
sendiri (munfarid), demikian juga oleh
musafir, budak, dan perempuan.”
41. HUKUM SHOLAT IDUL FITRI DI RUMAH
Adapun khutbah setelah Idul Fitri atau Idul
Adha, hukumnya sunnah, tidak wajib.
Demikian menurut ulama empat mazhab,
mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Ahmad.
(lihat Hasyiyah Ibnu Abidin, 2/175; Ibnu Ilyas,
Minahul Jalil, 1/466; An Nawawi, Al Majmuu’,
5/21; Ibnu Qudamah, Al Mughni, 2/287).
Maka jika diselenggarakan sholat Iedul Fitri
di rumah, boleh tidak ada khutbah.
Namun yang lebih baik adalah ada khutbah.
Wallahu a’lam.
42. HUKUM MENCATOK RAMBUT
Tanya : Ust afwan, bagaimana hukumnya
mencatok rambut? (Juni, Sumbawa)
Jawab :
Hukumnya boleh, karena mencatok rambut
hanya perlakuan fisik, yang tidak mengubah
sifat asli dari rambut, sehingga rambut akan
kembali ke bentuk semula.
Berbeda dengan rebonding yang tidak
terdapat perlakuan kimiawi yang mengubah
sifat asli rambut, sehingga perubahan
bersifat permanen.