SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
HUKUM ORAL SEKS 
Oral seks yang dilakukan pasangan sah secara Syar’i, hukumnya Mubah tanpa ada 
keberatan baik oral seks yang berupa Fellatio maupun Cunnilungus, dilakukan untuk 
pemanasan sebelum berhubungan seks (foreplay), mencapai ejakulasi/orgasme, maupun 
sekedar kesenangan, selama kemaluan dibersihkan dari najis dan dalam pelaksanaan tidak 
sampai menelan benda najis secara sengaja. Semuanya dihukumi mubah dan pasangan sah 
bisa memilih untuk melakukannya atau tidak. Jika hal tersebut dipandang bagian 
kenikmatan, maka silakan melakukan, tetapi jika malah dipandang membuat tidak nyaman 
maka silakan menghindari. Semuanya menjadi pilihan pasangan, karena hukum mubah 
bermakna kebebasan untuk memilih antara melakukan ataukah tidak. 
Oral seks ( اااااال ج نس عن طري ق ال فم/ /ف مويال ااااا halada ) ال ش فوي/ال جماع ال فموي 
aktivitas mencium,mengecup, menjilat, mengulum, menghisap, dan mempermainkan 
kemaluan pasangan memakai mulut, lidah, gigi atau kerongkongan dengan tujuan 
merangsang atau mencapai klimaks (ejakulasi/orgasme). Dalam istilah kontemporer, aktivitas 
menghisap penis lelaki oleh seorang wanita disebut dengan istilah Fellatio sementara 
aktivitas menghisap clitoris wanita oleh seorang lelaki disebut dengan istilah Cunnilingus. 
Umumnya orang melakukan oral seks untuk kepentingan pemanasan (foreplay) sebelum 
berhubungan seksual, atau dinikmati sebagai intercourse/senggama sebagai salah satu tehnik 
mencapai klimaks (ejakulasi atau orgasme). 
Dalam kajian budaya, Romawi Kuno, Kristen, dan penduduk Sub Sahara Afrika 
menghindarinya karena dianggap tabu, kotor, menghambat perkembangbiakan, dan tidak 
natural. Taoisme menganggap oral seks malah dikaitkan dengan keyakinan spiritual membuat 
umur panjang. Adapun dalam budaya Barat saat ini, oral seks dianggap biasa dan secara luas 
dipraktekkan sebagaimana seks bebas yang juga dianggap biasa. 
Oral seks dihukumi Mubah berdasarkan dua argumentasi berikut; 
Pertama; Syara’ membolehkan Istimta’/ عاتمتسالا )bersenang-senang/berlezat-lezat/ 
bernikmat-nikmat) kepada pasangan yang sah dalam bentuk umum dan mutlak tanpa 
batasan, dan hanya dikecualikan dalam hal-hal tertentu yang dinyatakan oleh Nash. 
Dalil yang menunjukkan bolehnya Istimta’ secara mutlak tanpa batasan adalah Nash-Nash 
berikut; 
] }هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ{ ]البقرة: 781 
Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka (Al-Baqoroh; 187) 
Dalam ayat di atas pasangan suami istri diumpamakan seperti pakaian. Suami menjadi 
pakaian istri dan istri menjadi pakaian suami. Ungkapan ini adalah kinayah intimnya relasi 
suami istri dan kedekatannya yang maksimal sehingga bersenang-senang model apapun 
selama dalam batas-batas Syariat diizinkan. Suami boleh menikmati, bersenang-senang, dan 
berlezat-lezat dengan istri dengan cara dan model apapun, sebagaimana istri boleh 
menikmati, bersenang-senang, dan berlezat-lezat dengan suami dengan cara dan model 
apapun. Bersenang-senang itu tidak dibatasi hanya dalam Jimak saja, namun berlaku pula
pada jenis menikmati tubuh yang lain. Jadi ayat ini menjadi dalil atas bolehnya Istimta’ 
pasangan suami istri yang bersifat umum dan mutlak tanpa batasan. 
Secara khusus, Istimta’ berupa kontak seksual dibolehkan dengan gaya dan posisi apapun. 
Allah berfirman; 
] }نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَن ى شِئْتُمْ { ]البقرة: 222 
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah 
tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki (Al-Baqoroh; 223) 
Artinya, mensetubuhi istri pada kemaluannya boleh dilakukan dengan cara apapun baik 
terlentang, miring, duduk, berdiri, bersujud, rukuk, dll. Ayat ini menegaskan kebolehan saling 
menikmati bagi suami istri dengan cara apapun yang diinginkan. 
Dalam hadis riwayat Bukhari dijelaskan kebolehan Istimta’ dengan mencium mulut dan 
menghisap ludah istri. Bukhari meriwayatkan; 
)71 / صحيح البخاري ) 71 
مُحَارِبٌ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللََِّّ رَضِيَ اللََُّّ عَنْهُمَا يَقُولُ 
تَزَوَّجْتُ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَزَوَّجْتَ فَقُلْتُ تَزَوَّجْتُ ثَ يِبًا فَقَالَ مَا لَكَ وَلِلْعَذَارَى وَلِعَابِهَا 
فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِعَمْرِو بْنِ دِينَارٍ فَقَالَ عَمْرٌو سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللََِّّ يَقُولُ قَالَ لِي رَسُولُ اللََّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَاَّ ج جَارِيَ تُلََعِب هَا وَتُلََعِبُكَ 
Muharib berkata; Aku mendengar Jabir bin Abdullah radliallahu ‘anhuma berkata; aku telah 
menikah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya padaku: “siapa wanita yang kamu 
nikahi? Kujawab; aku menikahi seorang janda.” Beliau bersabda: “Kenapa tidak dengan 
seorang gadis, dengan segenap air ludahnya?” Lalu aku pun menuturkan hal itu pada Amru 
bin Dinar, lalu Amru berkata; Aku mendengar Jabir bin Abdullah berkata; Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda padaku: “)Kenapa bukan) wanita yang masih gadis, 
sehingga kamu dapat bermain-main dengannya dan ia pun dapat bermain-main denganmu.” 
(H.R.Bukhari) 
Ungkapan 
“Kenapa tidak dengan seorang gadis, dengan segenap air ludahnya?” 
Maknanya adalah mencium dan mengecup bibir istri sembari menghisap ludahnya dengan 
maksud bersenang-senang. Lafadz 
“)Kenapa bukan) wanita yang masih gadis, sehingga kamu dapat bermain-main dengannya 
dan ia pun dapat bermain-main denganmu.” 
malah lebih umum lagi menjelaskan kebolahan bersenang-senang secara mutlak tanpa 
pembatasan. Karena lafadz “)Kenapa bukan) wanita yang masih gadis, sehingga kamu dapat 
bermain-main dengannya dan ia pun dapat bermain-main denganmu.” Bisa diberlakukan 
pada jenis kontak fisik apapun yang bersifat bersenang-senang, sehingga mencakup aktivitas
memegang, meraba, mengelus, meremas,menggelitik, mengecup, mencium, menjilat, 
menghisap, mengulum, menggigit ringan, dan sebagainya. Karena itu Hadis ini menguatkan 
kebolehan Istimta’ secara mutlak tanpa batasan bagi suami istri. 
Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam sendiri melakaukan Istimta’ saat Istrinya Haid 
dengan kontak kulit yang diungkapkan dalam riwayat dalam bentuk umum dan mutlak. 
Bukhari meriwayatkan; 
)944 / صحيح البخاري ) 7 
عَنْ عَائِشَ قَالَتْ 
كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَالنَّ بِيُّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ كِاَ جنَا جُنُبٌ وَكَانَ يَأْمُرُنِي فَأتَ زِرُ فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ 
Dari ‘Aisyah berkata, “Aku dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mandi bersama dari 
satu bejana. Saat itu kami berdua sedang junub. Beliau juga pernah memerintahkan aku 
mengenakan kain, lalu beliau mencumbuiku sementara aku sedang Haid.” )H.R.Bukhari) 
Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam bersenang-senang 
dengannya melalui kontak kulit tanpa menerangkan jenis kontak kulit apa yang terlarang. Hal 
ini menguatkan bahwa hukum asal Istimta’ bagi suami istri adalah mubah dengan cara 
apapun selama tidak ada dalil yang melarang. 
Rekomendasi Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam kepada lelaki yang ingin bersenang-senang 
dengan istri sementara istri dalam keadaan Haid lebih jelas lagi dalam menerangkan 
kebolehan Istimta’ secara mutlak. Abu Dawud meriwayatkan; 
)701 / سنن أبى داود – م ) 7 
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ الْيَهُودَ كَانَتْ إِذَا حَاضَتْ مِ نْهُمُ امْرَأَةٌ أَخْرَجُوهَا مِنَ الْبَيْتِ وَلَمْ يُؤَاكِلُوهَا وَلَمْ يُشَارِبُوهَا وَلَمْ يُجَامِعُوهَا فِى 
الْبَيْتِ فَسُئِلَ رَسُولُ اللََِّّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ذَلِكَ فَأنَْزَلَ اللََُّّ سُبْحَانَهُ )وَيَسْألَُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا 
جَامِعُوهُنَّ فِى الْبُيُوتِ وَاصْنَعُوا كُ ل شَىْءٍ غَيْرَ « - الن سَاءَ فِى الْمَحِيضِ( إِلَى آخِرِ الآيَ فَقَالَ رَسُولُ اللََِّّ -صلى الله عليه وسلم 
» الن كَاح 
Dari Anas bin Malik bahwa orang-orang Yahudi apabila seorang isteri mengalami Haid maka 
mereka mengeluarkannya dari rumah, dan tidak makan bersamanya, tidak minum 
bersamanya, dan tidak menggaulinya di rumah. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi 
wasallam ditanya mengenai hal tersebut; kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan 
ayat: “Mereka bertanya kepadamu tentang Haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu 
kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu Haidh.” 
Hingga akhir ayat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bergaullah dengan 
mereka di rumah dan lakukan segala sesuatu selain bersenggama.” )H.R.Abu Dawud) 
Lafadz 
“lakukan segala sesuatu selain bersenggama” 
menunjukkan izin tegas bersenang-senang secara umum dan mutlak dengan cara apapun yang 
inginkan. Lafadz ini bermakna kebolehan Istimta’ secara umum dan mutlak tanpa batasan 
dan hanya boleh dibatasi oleh dalil yang jelas yang menunjukkan pengecualian itu.
Di zaman shahabat, ada riwayat bagaimana Shahabat tidak mengingkari Istimta’ yang 
dilakukan dengan mengulum dan menghisap payudara istri. Imam Malik meriwayatkan; 
)0 / موطأ مالك ) 9 
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ أَنَّ رَجُاً ج سَألََ أَبَا مُوسَى الْْشَْعَرِيَّ فَقَالَ 
إِن ي مَصِصْتُ عَنْ امْرَأَتِي مِنْ ثَدْيِهَا لَبَنًا فَذَهَبَ فِي بَطْنِي فَقَالَ أَبُو مُوسَى لََ أُرَاهَا إِلََّ قَدْ حَرُمَتْ عَلَيْكَ فَقَالَ عَبْدُ اللََِّّ بْنُ 
مَسْعُودٍ انْظُرْ مَاذَا تُفْتِي بِهِ الرَّجُلَ فَقَالَ أَبُو مُوسَى فَمَاذَا تَقُولُ أَنْتَ فَقَالَ عَبْدُ اللََِّّ بْنُ مَسْ عُودٍ لََ رَضَاعَ إِلََّ مَا كَانَ فِي الْحَوْ لَيْنِ 
فَقَالَ أَبُو مُوسَى لََ تَسْألَُونِي عَنْ شَيْءٍ مَا كَانَ هَذَا الْحَبْرُ بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ 
Dari Malik dari Yahya bin Sa’id berkata, “Seorang lelaki bertanya kepada Abu Musa Al 
Asy’ari; “Saya pernah menghisap payudara isteriku hingga air susunya masuk ke dalam 
perutku?” Abu Musa menjawab; “Menurutku isterimu setatusnya telah berubah menjadi 
mahram kamu.” Abdullah bin Mas’ud pun berkata; “Lihatlah apa yang telah kamu fatwakan 
kepada lelaki ini! ” Abu Musa bertanya; “Bagaimana pendapatmu dalam hal ini?” Abdullah 
bin Mas’ud berkata; “Tidak berlaku hukum penyusuan kecuali bila masih pada masa 
penyusuan.” Kemudian Abu Musa berkata; “Janganlah kalian menanyakan suatu perkara 
kepadaku selama orang alim ini )Ibnu Mas’ud) masih berada di tengah-tengah kalian.” 
(H.R.Malik) 
Semua riwayat-riwayat ini dan yang semakna dengannya menunjukkan bahwa Syara 
membolehkan Istimta’ bagi pasangan suami istri secara mutlak dan bersifat umum tanpa 
pembatasan. Kebolehan Istimta’ tersebut juga tidak membatasi apakah dilakukan dengan 
tangan, hidung, mulut, lidah, gigi, telinga, leher, ,payudara, pantat, betis, kaki dll. Oleh 
karena itu, kebolehan itu tidak boleh dibatasi kecuali dengan pembatasan yang dinyatakan 
oleh Nash. Artinya, Selama tidak ada Nash yang melarang, semua jenis cara Istimta’ 
diizinkan sehingga hukumnya mubah berdasarkan dalil umum kebolehan Istimta’ tersebut. 
Pengecualian yang dinyatakan Nash atas kebolehan Istimta’ mutlak tersebut hanyalah dua 
cara; yakni mensetubuhi istri saat Haid dan mensetubuhi istri pada dubur/anusnya. Dalil yang 
menunjukkan haramnya mensetubuhi istri saat Haid adalah ayat berikut; 
] }وَيَسْألَُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا الن سَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلََ تَقْرَبُوهُ ن حَت ى يَطْهُرْنَ { ]البقرة: 222 
Mereka bertanya kepadamu tentang Haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. 
oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu Haidh; dan janganlah 
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. (Al-Baqoroh; 222) 
Dalil haramnya mensetubuhi istri pada duburnya diantaranya adalah hadis berikut; 
)751 / مسند أحمد ) 71 
عَنِ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِي دُبُرِ هَا 
Dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “terlaknat 
orang yang menyetubuhi istrinya di dubur.” )H.R.Ahmad) 
Adapula larangan mensetubuhi istri dalam momen-momen tertentu seperti saat puasa 
Ramadhan dan saat Haji sebelum Tahallul.
Nash-Nash pengecualian ini saja yang layak dan boleh dijadikan pembatas keumuman dan 
kemutlakan kebolehan Istimta’. Selain selain hal-hal yang dinyatakn oleh Nash, maka 
Istimta’ kembali pada hukum umum kemubahannya dan tidak bisa diharamkan. Semua jenis 
Istimta’ yang dilarang telah diterangkan oleh Syara’ dan tidak ada yang luput tidak 
diterangkan karena Islam sudah turun dengan sempurna dan Allah menegaskan bahwa tidak 
ada yang diluputkan dari penjelasan hukumnya. Allah berfirman; 
] } مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ { ]الْنعام: 28 
Tiadalah Aku alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab (Al-An’am; 38) 
Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan seluruh Nash-Nash yang dipaparkan sebelumnya 
tentang kebolehan Istimta’ secara mutlak, oral seks hukumnya mubah karena termasuk 
keumuman Istimta’ yang dimubahkan dan tidak termasuk pengertian mensetubuhi istri saat 
Haid atau mensetubuhi istri pada duburnya. Oral seks dengan maksud mencapai ejakulasi 
atau orgasme atau sekedar bersenang-senang hukumnya mubah berdasarkan keumuman 
mubahnya Istimta’. 
Kedua (yakni argumentasi kedua mubahnya oral seks); Syara’ memerintahkan mengawali 
Jimak dengan pemanasan (foreplay). 
Dalam kitab-kitab fikih yang membahas adab Jimak, telah disepakati sunnahnya melakukan 
pemanasan sebelum melakukan kontak seksual. Pemanasan yang dimaksud di sini adalah 
aktivitas saling merangsang sebagai persiapan dan pengkondisian agar Jimak berlangsung 
dengan penuh kenikmatan dan menyenangkan. Secara dalil, sebenarnya tidak ada dalil 
khusus yang Shahih dan Marfu’ yang memerintahkan dilakukan pemanasan sebelum Jima’. 
Namun secara fakta, pemanasan memang diperlukan karena jika diabaikan maka pihak 
wanita akan kesakitan dan merasa tidak nyaman padahal suami diperintahkan syara 
mempergauli istri dengan baik. Karena itu, sunnahnya pemanasan sebelum jimak termasuk 
keumuman perintah mempergauli istri dengan baik seperti dalam ayat; 
] }وَعَاشِرُوهُ ن بِالْمَعْرُوفِ { ]النساء: 74 
Dan bergaullah dengan mereka ma’ruf )An-Nisa; 19) 
Dan juga hadis’ 
52 ، بترقيم الشامل آليا( / سنن الترمذى – مكنز ) 79 
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ « - عَنْ عَائِشَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللََِّّ -صلى الله عليه وسلم 
“Dari Aisyah; beliau berkata; Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; yang paling 
baik diantara kalian adalah yang paling baik bagi istrinya (H.R.At-Tirmidzi) 
Atsar yang ditemukan berkaitan sunnahnya foreplay ini, disebutkan Ibnu Qudamah dalam Al- 
Mughni. Ibnu Qudamah menulis; 
)91 / المغني ) 71
رُوِيَ عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ ، عَنْ النَّبِ ي صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : } لََ تُوَاقِعْهَا إلََّ وَقَدْ أَتَاهَا مِنْ الشَّهْوَةِ مِثْلُ مَا أَتَاك 
، لِكَيْ لََ تَسْبِقَهَا بِالْفَرَاغِ . 
“Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz dari Nabi SAW bahwasanya beliau berkata; 
janganlah engkau menjimakinya kecuali dia telah bangkit syahwatnya sebagaimana dirimu, 
agar engkau tidak mendahuluinya dalam klimaks” 
Cara merangsang sebagai pemanasan sebelum Jimak ini tidak dibatasi dengan cara tertentu 
atau anggota badan tertentu. Oleh karena itu, mubah hukumnya merangsang dengan tangan, 
leher, payudara, punggung, betis, gesekan tubuh, termasuk mulut. Merangsang dengan mulut 
bisa dilakukan dengan mencium, mengecup lembut, menghisap, mengulum, dan menjilat. 
Daerah yang menjadi obyek rangsangan mulut juga tidak dibatasi. Rangsangan dengan mulut 
boleh diterapkan pada bibir, leher, payudara, perut, pinggang, termasuk kemaluan. Dari sini, 
oral seks sebenarnya tidak ada bedanya dengan merangsang anggota tubuh yang lain 
memakai mulut. Oleh karena itu oral seks dari sisi ini, yakni disyariatkannya pemanasan 
sebelum Jimak, hukumnya mubah karena termasuk uslub (teknik) melaksanakan tuntunan 
syara, yakni melakukan foreplay sebelum berhubungan seks. 
Catatan Kritis Terhadap Pendapat Yang Mengharamkan Oral Seks 
Berikut ini akan dipaparkan sejumlah argumentasi yang dijadikan dasar untuk mengharamkan 
oral seks dengan disertai ulasan terhadap argumentasi tersebut. 
Diantara argumentasi yang dipakai untuk mengharamkan oral seks adalah; 
Pertama; Surat Al-Baqoroh ayat; 222. Allah berfirman; 
] }فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْت وهُ ن مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ا للّ { ]البقرة: 222 
Apabila mereka telah Suci, maka campurilah mereka itu “Min Haitsu Amarokumullah”-dari 
sisi yang diperintahkan Allah- (Al-Baqoroh; 222) 
Dari ayat diatas difahami bahwa Allah memerintahkan mensetubuhi istri ditempat yang 
diperintahkan, yaitu kemaluan. Oleh karena itu oral seks hukumnya haram karena 
mensetubuhi istri bukan pada tempat yang diperintahkan. 
Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; 
Makna lafadz “Min Haitsu Amarokumullah” bukanlah perintah mensetubuhi istri pada 
kemaluannya. Artinya, tekanan makna dalam ayat ini bukan perintah mensetubuhi istri pada 
kemaluannya. Makna lafadz “Min Haitsu Amarokumullah” adalah; setubuhilah istri dalam 
kondisi yang suci, karena itulah kondisi yang diperintahkan Allah mengingat Allah hanya 
memperbolehkan mensetubuhi istri dalam kondisi suci dan melarang mensetubuhi istri dalam 
kondisi Haid. Konteks ayat tersebut yang berbicara tentang haramnya mensetubuhi istri saat 
Haid menguatkan pemaknaan ini. Apalagi lanjutan ayat berikutnya menerangkan bahwa 
Allah menyukai orang –orang yang bersuci. Jadi, pemaknaan lafadz “Min Haitsu 
Amarokumullah” lebih tepat difahami ; mensetubuhi istri saat suci, yakni berhenti dari Haid 
dan mandi Janabah. Lagi pula, seandainya tekanan maknanya adalah berbicara “lokasi” 
ditempatkannya kemaluan, seharusnya lafadznya Fii Haitsu, bukan “Min Haitsu 
Amarokumullah”. Penggunaan lafadz Min Haitsu menunjukkan bahwa Syara tidak
memaksudkan menekankan perintah menyetubuhi pada kemaluan istri, tapi tekanannya 
adalah pada kondisi istri, yaitu kondisi suci dari Haid. Dalam Tafsir Jalalain dinyatakan; 
)227 / تفسير الجا جلين ) 7 
مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمْ اللََّّ ” بِتَجَنُّبِهِ فِي الْحَيْض وَهُوَ الْقُبُل وَلََ تَعْدُوهُ إلَى غَيْره 
“Min Haitsu Amarokumullah, yakni; dengan menjauhinya saat Haid yakni pada 
kemaluannya dan jangan melampaui pada yang lebih dari itu (Tafsir Al-Jalalain; vol.1 hlm 
231) 
Al-Farro’ juga menyatakan dalam Ma’ani Al-Qur’an; 
)728 / معانى القرآن للفراء ) 7 
}فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَ يْثُ أَمَرَكُمُ اللََُّّ{ ولم يقل: فى حَيْثُ، وهو الفرج. وإنما قال: من حيث كما تقول للرجل: اِيت زيدا من مأتاه من 
الوجه الذى يؤتى منه. 
“Fa’tuhunna Min Haitsu Amarokumullah. Allah tidak mengatakan Fi Haitsu yang bermakna 
farji/kemaluan tetapi mengatakan Min Haitsu seperti ucapan Anda kepada seseorang; 
datangilah zaid dari waktu/tempat/hal kedatangannya, yakni dari sisi yang di didatangi 
darinya” )Ma’ani Al-Qur’an. Vol 1, hlm 128) 
Lagipula, dengan asumsi bahwa penafsiran lafadz “Min Haitsu Amarokumullah”yang 
dimaknai perintah mensetubuhi pada kemaluan diterima, maka pemahaman ini belum cukup 
untuk mengharamkan oral seks mengingat Istimta’ secara mutlak hukumnya Mubah sehingga 
para Fuqoha membolehkan usaha mencapai ejakulasi dengan paha, payudara, pantat atau 
kocokan tangan istri. Padahal seharusnya jika cara pemahaman seperti yang disebutkan dalam 
argumen pertama pendapat yang mengharamkan oral seks diikuti, seharusnya usaha 
mencapai ejakulasi dengan jepitan plus gesekan payudara, paha, dan pantat, atau kocokan 
tangan istri semuanya juga dihukumi haram karena bermakna mensetubuhi istri bukan pada 
“tempat yang diperintahkan Allah/kemaluannya”. Pemahaman ini tidak dapat diterima karena 
mencapai ejakulasi dengan jepitan payudara, paha, pantat, atau kocokan tangan istri 
semuanya dihukumi Mubah. 
Kedua (yaitu argumentasi kedua yang dipakai pendapat yang mengharamkan oral seks); 
Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam dan Aisyah tidak pernah saling melihat 
kemaluan sebagaimana dinyatakan dalam riwayat berikut; 
)271 / سنن ابن ماجه ) 7 
عن عائش 
: – قالت ما نظرت أو ما رأيت فرج رسول الله صلى الله عليه و سلم قط 
“Dari Aisyah beliau berkata; Aku tidak pernah melihat kemaluan Rasulullah Shallalahu 
‘Alaihi Wasallam sama sekali” )H.R.Ibnu Majah) 
” ما أتى رسول الله صلى الله عليه وسلم أحدا من نسائه إلَ متقنعا، يرخي الثوب على رأسه، وما رأيته من رسول الله صلى 
الله عليه وسلم ولَ رآه مني “.
“Tidaklah Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam menggauli seorangpun dari istri-istrinya 
kecuali dalam keadaan memakai selubung, beliau melabuhkan kain pada kepalanya. Dan aku 
tidak pernah melihat milik Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam sebagaimana beliau tidak 
pernah melihat milikku” )H.R.Abu as-Syaikh) 
Oral seks jelas akan melihat kemaluan pasangan, dan ini bertentangan dengan Sunnah 
Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam sehingga dihukumi haram. 
Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; 
Riwayat diatas tidak bisa dijadikan dalil karena tidak shahih. Riwayat pertama Dhoif, karena 
salah satu perawinya Majhul (tidak dikenal) yaitu maula Aisyah, sementara riwayat kedua 
malah Maudhu (palsu) karena salah seorang perawinya yang bernama Muhammad bin Al- 
Qosim Al-Asadi adalah seorang pendusta. 
Lagipula, riwayat tersebut bertentangan dengan riwayat shahih yang menjelaskan Rasulullah 
Shallalahu ‘Alaihi Wasallam dan Aisyah mandi bersama dalam satu bejana. Bukhari 
meriwayatkan; 
)944 / صحيح البخاري ) 7 
عَنْ عَائِشَ قَالَتْ 
كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ كِاَ جنَا جُنُبٌ وَكَانَ يَأْمُرُ نِي فَ أتَ زِرُ فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ 
Dari ‘Aisyah berkata, “Aku dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mandi 
bersama dari satu bejana. Saat itu kami berdua sedang junub. Beliau juga pernah 
memerintahkan aku mengenakan kain, lalu beliau mencumbuiku sementara aku sedang 
Haid.” )H.R.Bukhari) 
Ketiga; oral seks sama dengan menjimaki dubur wanita. Karena mensetubuhi dubur 
haram, maka oral seks juga haram karena bisa diqiyaskan. 
Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; 
Oral seks tidak bisa disamakan dengan mensetubuhi dubur karena mulut bukan dubur dan 
tidak bisa disamakan dengan dubur. Mulut adalah tempat masuk makanan, dubur untuk 
pelepasan. Mulut adalah tempat masuk makanan yang suci, sedangkan dubur adalah tempat 
keluar benda najis 
Lagipula, Qiyas yg Syar’i harus ada illat )penyebab hukum)nya. Illat pun juga harus Syar’i 
dan digali dari Nash, tidak boleh ditetapkan dengan akal. Larangan jimak dubur tidak ada 
Illatnya sama sekali sehingga tdk bisa diqiyaskan dengan yg lain. 
Keempat; tidak ada riwayat Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam dan para Shahabat 
melakukan oral seks sehingga oral seks termasuk bid’ah yang hukumnya haram. 
Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut;
Tidak adanya riwayat tidak bermakna tidak dilakukan. Karena riwayat tidak mungkin 
menampung semua kejadian hidup suatu generasi secara mendetail, apalagi hal-hal yang 
terlalu teknis yang sudah tercakup dalam pengertian Nash-Nash umum. Lagipula, tidak boleh 
memahami bahwa apa yang tidak dilakukan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam dan 
Shahabat maka hal itu langsung dihukumi haram. Perbuatan baru tidak haram, selama masih 
tercakup dalam kandungan lafadz Nash yang dinyatakan dalam bentuk umum, mutlak dan 
garis-garis besar. Orang yang membiasakan membaca Quran setelah shalat shubuh misalnya, 
tidak boleh perbuatannya dihukumi haram dengan alasan tidak ada riwayat bahwa Rasulullah 
Shallalahu ‘Alaihi Wasallam dan shahabat melakukannya. Membiasakan membaca Al-Quran 
setelah shubuh diizinkan secara syar’i karena ada Nash yang memerintahkan membaca Al- 
Quran dalam bentuk umum dan mutlak yang tidak dibatasi waktunya. Latihan baris-berbaris 
dalam rangka persiapan jihad tidak bisa diharamkan dengan alasan tidak ada riwayat 
Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam dan Shahabat melakukan, karena Nash yang 
memerintahkan mempersiapkan kekuatan jihad dinyatakan dalam bentuk umum sehingga 
mencakup semua persiapan menuju ke arah sana. Demikianlah seterusnya. Abu Bakar 
menulis Quran dalam satu Mushaf, Utsman menyeragamkan mushaf dan memerintahkan 
pembakaran semua mushaf selain mushaf utsmani, dll semua adalah perbuatan yang tidak 
pernah dilakukan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam namun diizinkan secara syar’i 
karena didasarkan oleh Nash-Nash yang dinyatakan secara umum dan mutlak. 
Boleh jadi juga akan ditemukan kesulitan jika berusaha mencari riwayat lugas bagaimana 
generasi awal umat ini meremas payudara, menjilat ketiak, mengulum pubis dll karena hal ini 
terlalu teknis dan tidak perlu. Karena itu alasan bahwa tidak ditemukannya riwayat 
Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam dan Shahabat melakukan oral seks adalah alasan 
yang belum cukup kuat untuk mengharamkan oral seks. 
Kelima; melakukan oral seks termasuk melampaui batas karena mencari pemuasan 
selain pada kemaluan istri atau budak sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat berikut; 
}وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ) 5( إِلََّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ) 1( فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ 
]1 - فَأوُلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ { ]المؤمنون: 5 
5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 
6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki Maka Sesungguhnya 
mereka dalam hal ini tiada terceIa. 
7. Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui 
batas. (Al-Mu’minun; 5-7) 
Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; 
Ayat tersebut belum cukup dipakai sebagai dalil untuk mengharamkan oral seks, karena 
maksud ayat tersebut adalah celaan kapada orang yang mencari pemuasan dari selain istri, 
misalnya dengan cara berzina atau yang semakna dengannya. Adapun oral seks, aktivitas ini 
justru mencari pemuasan dari istri sehingga tercakup dalam pengertian menjaga kemaluan 
memakai istri yang didukung oleh Nash2 kebolehan Istimta’ yang bersifat mutlak tanpa 
pembatasan. Jika Istimta’ yang berupa Jimak diizinkan secara Syar’i, maka Istimta’ dengan 
cara oral seks lebih utama dimubahkan karena oral seks lebih ringan daripada Jimak.
Keenam; oral seks itu menjijikkan,menghinakan manusia dan memalukan karena kotor 
dan hewanpun tidak ada yang melakukan. Mulut adalah suci, yang digunakan untuk 
berdzikir dan membaca Al-Quran, sehingga tidak pantas dibuat mengulum dan menjilati 
kemaluan. 
Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; 
Alasan kotor, jijik, hina, tidak pantas dilakukan dan semisalnya adalah perasaan subyektif 
manusia yang tidak bisa dijadikan standar untuk menentukan status hukum syara. Perasaan 
jijik orang bisa saja berbeda-beda, tetapi hukum syara tetap satu. Biawak hukumnya halal, 
namun Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam merasa jijik sehingga tidak mau memakannya 
yang itu berbeda dengan Khalid yang sama sekali tidak merasa jijik sehingga memakannya. 
Air kencing unta barangkali sebagian orang merasa jijik meminumnya, namun sejumlah 
orang di zaman Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam meminumnya sebagai obat atas 
perintah Nabi. Wanita-wanita Anshor memandang jijik dan hina disetubuhi dengan gaya 
Doggy Style sehingga menolaknya, namun ternyata turun ayat yang mengoreksi bahwa gaya 
demikian boleh saja. Abu Dawud meriwayatkan; 
)18 / سنن أبى داود ) 1 
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ 
إِنَّ ابْنَ عُمَرَ وَاللََُّّ يَغْفِرُ لَهُ أَوْهَمَ إِنَّمَا كَانَ هَذَا الْحَيُّ مِنْ الْْنَْصَارِ وَهُمْ أَهْلُ وَثَنٍ مَعَ هَذَا الْحَ ي مِنْ يَهُودَ وَهُمْ أَهْلُ كِتَابٍ وَكَانُوا 
يَرَوْنَ لَهُمْ فَضْاً ج عَلَيْهِمْ فِي الْعِلْمِ فَكَانُوا يَقْتَدُونَ بِكَثِيرٍ مِنْ فِعْلِهِمْ وَكَانَ مِنْ أَمْرِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَنْ لََ يَأْتُوا الن سَاءَ إِلََّ عَلَى حَرْفٍ 
وَذَلِكَ أَسْتَرُ مَا تَكُونُ الْمَرْأَةُ فَكَانَ هَذَا الْحَيُّ مِنْ الْْنَْصَارِ قَدْ أَخَذُوا بِذَلِكَ مِنْ فِعْلِهِمْ وَكَانَ هَذَا الْحَيُّ مِنْ قُرَيْشٍ يَشْرَحُونَ ال ن سَاءَ 
شَرْحًا مُنْكَرًا وَيَتَلَذَّذُونَ مِنْهُنَّ مُقْبِاَ جتٍ وَمُدْبِرَاتٍ وَمُسْتَلْقِيَاتٍ فَلَمَّا قَدِمَ الْمُهَاجِرُونَ الْمَدِينَ تَزَوَّجَ رَجُلٌ مِنْهُمْ امْرَأَةً مِنْ الْْنَْصَارِ 
فَذَهَبَ يَصْنَعُ بِهَا ذَلِكَ فَأنَْكَرَتْهُ عَلَيْهِ وَقَالَتْ إِنَّمَا كُنَّا نُؤْتَى عَلَى حَرْفٍ فَاصْنَعْ ذَلِكَ وَإِلََّ فَاجْتَنِبْنِي حَتَّى شَرِيَ أَمْرُهُمَا فَبَلَ ذَلِكَ 
رَسُولَ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأنَْزَلَ اللََُّّ عَزَّ وَجَلَّ 
} نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ { 
أَيْ مُقْبِاَ جتٍ وَمُدْبِرَاتٍ وَمُسْتَلْقِيَاتٍ يَعْنِي بِذَلِكَ مَوْضِعَ الْوَلَدِ 
Dari Ibnu Abbas, ia berkata; sesungguhnya Ibnu Umar semoga Allah mengampuninya, ia 
telah silap. Sesungguhnya terdapat sebuah kampong anshar yang merupakan para penyembah 
berhala, hidup bersama kampong yahudi yang merupakan ahli kitab. Dan mereka 
memandang bahwa orang-orang yahudi memiliki keutamaan atas mereka dalam hal ilmu. 
Dan mereka mengikuti kebanyakan perbuatan orang-orang yahudi. Diantara keadaan ahli 
kitab adalah bahwa mereka tidak menggauli isteri mereka kecuali dengan satu cara yaitu 
dengan miring berhadapan, dan hal tersebut dipandang lebih menjaga rasa malu seorang 
wanita. Dan orang-orang anshar ini mengikuti perbuatan mereka dalam hal tersebut. 
Sementara orang-orang Quraisy menggauli isteri-isteri mereka dengan cara menelentangkan 
istri sesukanya dan menikmati mereka, dalam keadaan menghadap dan membelakangi serta 
dalam keadaan terlentang. Kemudian tatkala orang-orang muhajirin datang ke Madinah, salah 
seorang diantara mereka menikahi seorang wanita anshar. Kemudian ia melakukan hal 
tersebut. Kemudian wanita anshar tersebut mengingkarinya dan berkata; sesungguhnya kami 
didatangi dengan satu cara, maka lakukan hal tersebut, jika tidak maka jauhilah aku! akhirnya 
tersebarlah permasalahan mereka, dan hal tersebut sampai kepada Rasulullah shallallahu 
‘alaihi wasallam. kemudian Allah ‘azza wajalla menurunkan ayat: “Isteri-isterimu adalah 
(seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-
tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” Yakni dalam keadaan menghadap )saling 
berhadapan), membelakangi dan terlentang, yaitu pada tempat lahirnya anak (farj). (H.R. Abu 
Dawud) 
Umar juga merasa tidak enak ketika menjimaki istrinya dari belakang sehingga berkonsultasi 
dengan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam, namun ternyata Rasulullah Shallalahu 
‘Alaihi Wasallam membolehkan. Ahmad meriwayatkan; 
)707 / مسند أحمد ) 1 
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ 
جَاءَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِلَى رَسُولِ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللََِّّ هَلَكْتُ ق الَ وَمَا الَّذِي أَهْلَكَكَ قَالَ حَ ولْتُ رَحْ لِيَ 
الْبَارِحَة قَالَ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ شَيْئًا قَالَ فَأوَْحَى اللََُّّ إِلَى رَسُولِهِ هَذِهِ الْآيَ } نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ { 
أَقْبِلْ وَأَدْبِرْ وَاتَّقِ الدُّبُرَ وَالْحَيْضَ Dari Ibnu Abbas, ia berkata; Umar bin Khaththab datang kepada Rasulullah shallallahu 
‘alaihi wasallam lalu berkata; “Wahai Rasulullah, aku telah binasa.” Beliau bertanya: “Apa 
yang membinasakanmu?” Umar menjawab; “Aku membalik tungganganku )yakni istriku) 
tadi malam.” Ibnu Abbas berkata; Beliau tidak mengatakan apa-apa mengenai itu. Ibnu 
Abbas melanjutkan; Lalu Allah mewahyukan kepada Rasul-Nya ayat ini: (Istri-istrimu adalah 
(seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok 
tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki) )lalu beliau mengatakan): “Bagaimana saja 
kamu kehendaki, dari depan atau belakang tapi hindarilah dubur dan Haidl.” )H.R.Ahmad) 
Alasan bahwa islam mencintai kebersihan, sementara oral seks itu kotor dan najis, juga 
kurang kuat, karena peluang munculnya kotor saat bersenang-senang tidak diharamkan 
dengan bukti foreplay yg mubah, padahal berpeluang mengeluarkan Madzi yang mengenai 
tubuh, bantal, selimut, kasur. dll. 
Alasan bahwa lisan itu dipakai berdzikir dan membaca Al-Quran sehingga tidak layak 
berinteraksi dengan kemaluan juga kurang kuat, karena menghisap ketiak, payudara,pusar, 
punggung, telinga, dan mulut yang berpeluang gusinya berdarah hukumnya mubah. 
Ringkasnya, perasaan manusia yang subyektif bukan standar halal-haram, dan tidak boleh 
dijadikan dalil untuk menentukan status keharaman sesuatu. Halal-haram hanya boleh 
ditetapkan dengan Nash, bukan perasaan subyektif manusia. 
Statemen bahwa tidak ada hewan yang melakukan oral seks juga tidak benar, karena -dari 
sumber-sumber referensi dan realitas yang bisa disaksikan- kambing, primata, anjing hutan, 
kelelawar dan domba malakukan oral seks. Hanya saja oral seks yang dilakukan hewan bukan 
untuk bersenang-senang, namun pengkondisian aktivitas reproduksi biasa. 
Ketujuh; Oral seks bisa membuat Madzi termakan, padahal memakan najis hukumnya 
haram. Jadi oral seks haram karena bisa membuat termakannya benda najis yang hukumnya 
haram.
Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; 
Mengharamkan oral seks dengan alasan peluang tertelannya benda najis tidak bisa diterima, 
karena tidak pasti, tidak sengaja, bisa dimuntahkan, atau dilindungi dengan kondom. Seorang 
suami yang mencium dan menghisap mulut istrinya yang berpeluang keluarnya darah dari 
gusinya, tidak bisa dilarang dan diharamkan dengan alasan peluang termakannya darah yang 
najis. Peluang darah tertelan adalah hal yang tidak pasti, tidak sengaja, dan bisa dimuntahkan, 
sehingga hal ini tidak bisa menjadi dalil haramnya ciuman. 
Lagi pula syara membedakan tubuh yg terkena najis dan tubuh yang telah disucikan. Tubuh 
yang terkena najis haram dipakai untuk shalat, namun jika disucikan maka tidak lagi tercela. 
Tersentuhnya mulut oleh najis tidak ada bedanya dengan tersentuhnya tangan atau anggota 
tubuh yang lain oleh Madzi. 
Kedelapan; oral seks termasuk Tasyabbuh (menyerupai) orang Kafir sehingga 
hukumnya haram. 
Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; 
Menilai oral seks termasuk Tasyabbuh dengan orang Kafir sehingga hukumnya haram adalah 
penilaian yang belum bisa diterima karena maksud larangan Tasyabbuh adalah Tasyabbuh 
yang terkait dengan kekufuran, syiar dan adat-istiadat mereka yg bertentangan dengan Islam. 
Al-Ghazzi mendefinisikan Tasaybbuh dengan berkata; 
“هو عبارة عن محاول الإنسان أن يكون شبهَ المتشبَّه به وعلى هيئته وحليته ونعته وصفته، .)حسن التنبه لما ورد في 
.)94/7( )2/ التشبه )ق 2 
Tasyabbuh adalah upaya seseorang agar menjadi mirip dengan yang ditiru dalam penampilan, 
perhiasan, sifat dan karakternya. (Husnu At-Tanabbuh Lima Waroda Fi At-Tasyabbuh, vol.1 
hlm 49) 
Jadi Tasyabbuh itu harus ada upaya/usaha sengaja untuk mengidentikkan diri dengan yang 
ditiru, bukan semata-mata melakukan perbuatan yang kebetulan sama. Fenomane fans-fans 
artis yang berusaha meniru gaya rambut, gaya berpakaian, gaya jalan, gaya berbicara artis 
yang diidolakan adalah contoh yang paling dekat dengan makna Tasyabbuh. Kesamaan 
melakukan perbuatan tidak bisa disebut Tasyabbuh jika tidak terealisasi sifat-sifat ini. Sistem 
Diwan dari Persia yang diadopsi Umar tidak bisa disebut Tasyabbuh dengan bangsa Persia 
yang Kafir karena tidak terkait kekufuran dan syiar-syiar yang bertentangan dengan islam. 
Terkait dengan hubungan seksual, yang tepat disebut Tasyabbuh adalah jika kaum muslimin 
ikut-ikutan bergaya seks bebas, merekam adegan intim, lalu menyebarkannya apalagi 
memkomersialkannya. Adapun oral seks, maka hal ini tidak termasuk ciri kekufuran suatu 
kaum, tetapi hanyalah teknik dan kreasi Istimta’, fore play, dan bersenang-senang. 
Lagipula, Romawi Kuno, Kristen, dan penduduk Sub Sahara Afrika konon juga 
“mengharamkan” oral seks. Jika cara penarikan kesimpulan Tasyabbuh pendapat yang 
mengharomkan oral seks diikuti, maka mengharamkan oral seks juga bisa difahami 
Tasyabbuh kepada romawi kuno dan kristen yang Kafir yang hukumnya haram. 
Kesembilan; oral seks menyerupai hewan, sehingga hkumnya haram
Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; 
Mengharamkan oral seks dengan alasan menyerupai hewan tidak bisa diterima, karena gaya 
bersetubuh dari belakang yang diistilahkan di zaman sekarang dengan nama Doggy Style 
hukumnya mubah dan dilakukan shahabat-Shahabat Muhajirin termasuk Umar, padahal 
Doggy Style jelas menyerupai anjing dalam bersetubuh. Larangan-larangan menyerupai 
hewan seperti dinyatakan dalam hadis-hadis berikut; 
)222 / سنن أبى داود – م ) 7 
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شِبْلٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللََِّّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَقْرَةِ الْغُرَابِ وَافْتِرَاشِ السَّبُعِ وَأَنْ يُوَ طنَ الرَّجُلُ 
الْمَكَانَ فِى الْمَسْجِدِ كَمَا يُوَ طنُ الْبَعِيرُ. هَذَا لَفْظُ قُتَيْبَ . 
Dari Abdurrahman bin Syibl dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang 
(sujud dengan cepat) seperti burung gagak mematuk dan (menghamparkan lengan ketika 
sujud) seperti binatang buas yang sedang membentangkan kakinya dan melarang seseorang 
mengambil lokasi khusus di Masjid (untuk ibadatnya) sebagaimana unta menempati tempat 
berderumnya.” )H.R.Abu Dawud) 
)724 / سنن ابن ماجه ) 2 
عَنْ عَلِ ي قَالَ 
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَلِيُّ لََ تُقْعِ إِقْعَاءَ الْكَلْبِ 
dari Ali ia berkata; “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hai Ali, janganlah duduk 
seperti duduknya anjing )dalam shalat). ” )H.R. Ibnu Majah) 
)279 / صحيح البخاري ) 2 
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ 
عَنْ النَّبِ ي صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اعْتَدِلُوا فِي السُّجُودِ وَلََ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ 
Dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Seimbanglah 
kalian salam sujud, dan janganlah salah seorang dari kalian membentangkan kedua sikunya 
sebagaimana anjing membentangkan tangannya.” )H.R.Bukhari) 
)927 / صحيح مسلم ) 2 
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ 
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا لِي أَرَاكُمْ رَافِعِي أَيْدِيكُمْ كَأنََّهَا أَذْنَابُ خَيْلٍ شُمْ سٍ اسْكُنُوا فِي الصَّاَ جة Dari Jabir bin Samurah dia berkata, “Mengapa aku melihat kalian mengangkat tangan kalian, 
seakan-akan ia adalah ekor kuda yang tidak bisa diam. Kalian tenanglah di dalam shalat.” 
(H.R.Muslim) 
Semuanya terkait dengan perbuatan shalat, sehingga tidak bisa dijadikan dalil untuk 
mengharamkan perbuatan yang lain. Duduk seperti anjing saat buang air besar adalah alami
dan hukumnya mubah, menderum seperti unta saat tiarap latihan militer demi kepentingan 
jihad juga mubah karena bagian dari persiapan Jihad. 
Kesepuluh; oral seks itu tidak natural, menyimpang, keluar dari fitrah dan zalim 
sebagaimana orang makan pakai hidung, jadi hukumnya haram. 
Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; 
Oral seks tidak bisa disebut penyimpangan karena tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa 
itu penyimpangan. Malah Nash-Nash Istimta’ dan perintah foreplay membuat oral seks 
termasuk cakupan makna kebolehannya. Alasan bahwa hal itu tdk natural/menyimpang dari 
fitrah tidak punya batasan dan standar baku yg didukung/digali dari Nash, sehingga argumen 
ini hanyalah penilaian subyektif perasaan. Sama seperti perasaan tidak natural saat 
bersetubuh dengan gaya doggy style. 
Kesebelas; oral seks bertentangan dengan adab yang luhur dan akhlaq yang mulia 
sehingga hukumnya haram 
Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; 
Alasan bahwa oral seks bertentangan dengan adab yang luhur dan akhlaq yang tinggi sulit 
ditemukan batasannya, karena jimak dari belakang misalnya, secara perasaan bertentangan 
dengan adab yang tinggi karena menyerupai hewan, akan tetapi ternyata Nash jelas 
membolehkannya. Jadi alasan ini tidak boleh dijadikan dalil mengharamkan oral seks. 
Keduabelas; oral seks tidak menghasilkan anak, tidak sesuai dengan maksud 
penciptaan syahwat, dan bisa membinasakan spesies manusia sehingga hukumnya 
haram 
Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; 
Argumentasi bahwa oral seks haram karena tidak sesuai dengan maksud diciptakannya 
syahwat dan kecenderungan berhubungan seks, yaitu untuk melestarikan spesies manusia, 
maka argumen ini tidak bisa diterima karena syara’ memubahkan berhubungan seksual 
semata-mata untuk bersenang-senang meski tanpa maksud untuk memperoleh keturunan 
sebagaimana tampak pada hadis Azl berikut; 
)275 / صحيح مسلم ) 1 
عَ نْ جَابِرٍ 
أَنَّ رَجُاً ج أَتَى رَسُولَ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ لِي جَارِيَ هِيَ خَادِمُنَا وَسَانِيَ تُنَا وَأَنَا أَطُوفُ عَلَيْهَا وَأَنَا أَكْرَهُ أَنْ تَحْمِلَ 
فَقَالَ اعْزِلْ عَنْهَا إِنْ شِئْتَ 
Dari Jabir bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam 
sambil bertanya; “Saya memiliki seorang budak perempuan yang bekerja melayani dan 
menyirami tanaman kami, saya sering mensetubuhinya, akan tetapi saya tidak ingin jika dia 
hamil.” Lantas beliau bersabda: “Jika kamu mau, lakukanlah azl/coitus interuptus/senggama 
terputus (H.R.Muslim)
Lelaki yang ingin mensetubuhi tetapi tidak ingin anak dalam hadis di atas jelas sekali tujuan 
persetubuhannya adalah sekedar berlezat-lezat dan bersenang-senang. Ternyata Nabi 
membolehkan, sehingga hadis ini menjadi dalil bahwa bersetubuh dengan maksud bersenang 
senang, termasuk oral seks dengan maksud bersenang-senang hukumnya mubah. 
Lagipula, dalil keumuman bolehnya Istimta’ menunjukkan bahwa bersenang-senang suami 
istri tanpa niat punya anak hukumnya Mubah, sehingga oral seks termasuk di dalamnya. 
Fakta oral seks juga ada yang dimaksudkan hanya sebagai pemanasan sebelum berhubungan 
seksual sehingga argumen memusnahkan keturunan menjadi tidak relevan. 
Ketigabelas; oral seks menimbulkan berbagai macam resiko penyakit seperti; herpes, 
kanker mulut, penyakit kulit, jamur pada vagina, kanker tenggorokan,hepatitis A/B/C, 
syphilis, Shigella, Campylobacter, Chlamydia, Gonorrhea dan aids. Jadi, hal oral seks bisa 
menimbulkan Dhoror dan Dhoror diharamkan oleh islam. 
Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; 
Peluang terjdinya Dhoror karena dilakukannya suatu perbuatan tidak bisa dijadikan dalil 
mengharomkan suatu perbuatan. Orang naik sepeda motor, makan mie, dan makan sate bisa 
terkena resiko penyakit, namun hal tersebut tidak bisa dijadikan dalil haramnya naik sepeda, 
makan mie dan makan sate. Dhoror yang membuat suatu perbuatan diharamkan harus bersifat 
pasti dan langsung, bukan sesuatu yang tidak pasti dan tidak langsung. Persetubuhan 
normalpun juga mengandung resiko seperti otot tertarik, punggung terluka, luka bakar, leher 
terkilir, lutut atau siku tersentak, memar bahu, lutut bengkok, terkilir di pergelangan tangan, 
terkilir di pergelangan kaki, jari bengkok,lecet dan memar, sakit otot dan persendian, lecet 
pada organ genital, dehidrasi, infeksi saluran kencing, sakit punggung, kerusakan urat syaraf, 
penglihatan terganggu, serangan jantung, penis patah, memadamkan hasrat yang bersifat 
alami, organ-organ tubuh yang alami menjadi lemah, dan hal-hal yang tidak alami menjadi 
kuat, daya tahan tubuh melemah, semangat menurun, gerakan tubuh berkurang, perut menjadi 
besar dan hati melemah, proses pencernaan di dalamnya menjadi tidak baik, sel darah 
menjadi rusak, urat-urat menjadi lemah, proses penuaan menjadi lebih cepat, keceriaan dan 
kewibawaan wajah menghilang, pandangan mata melemah, rambut menjadi tipis dan mudah 
rontok, bahkan dapat menimbulkan kebotakan dan darah membeku, membahayakan urat 
syaraf, menimbulkan gemetar dan gerakan yang lemah, serta membahayakan dada dan paru-paru. 
Termasuk pula resiko diserangnya berbagai penyakit kelamin seperti Syphilis, Gonorhe 
& Chlamiydia, Herpes, Infeksi Jamur, Bisul Pada Alat Kelamin, Kutu Kelamin, Hpv, Pid, 
Bv, Vaginistis, Aids, Keputihan, Kondiloma Akuminata, dll. Namun resiko-resiko ini tidak 
bisa dijadikan dalil haramnya bersetubuh bagi suami istri. 
Dengan demikian, semua argumentasi pendapat yang mengharamkan oral seks perlu ditinjau 
ulang dengan ulasan-ulasan yang telah dipaparkan diatas. 
Adapun pendapat yang memakruhkan oral seks, maka pendapat ini sulit diikuti karena tidak 
ada dalil yang mendasarinya. Dalil yang dipakai tidak lebih perasaan jijik terhadap oral seks 
yang dikombinasi dengan kenyataan tidak ditemukannya Nash lugas yang mengharamkan 
oral seks. Perasaan jijik tidak bisa dijadikan standar penetapan hukum karena bersifat relatif 
dan bukan dalil Syara’ 
Statemen-Statemen Ulama Salaf Yang menunjukkan Bahwa Oral Seks Hukumnya 
Mubah
Terdapat sejumlah ulama yang membahas fikih hubungan suami istri dan menyatakan 
statemen yang bisa difahami bahwa oral seks menurut mereka hukumnya mubah. Diantara 
mereka adalah Ashbagh, salah seorang ulama bermadzhab maliki. Al-Qurthubi menyatakan; 
)222 / تفسير القرطبي ) 72 
قال ابن العربي. وقد قال أصب من علمائنا: يجوز له أن يلحسه بلسانه 
“Ibnu Al-’Aroby berkata; Ashbagh salah satu ulama kami berkata; Boleh baginya )suami) 
menjilatnya (kemaluan istrinya) dengan lidahnya (Tafsir Al-Qurthubi, vol.12, hlm 232) 
Termasuk pula Al-Milyabary. Beliau berkata dalam kitabnya Fathu Al-Mu’in; 
)290 / فتح المعين ) 2 
يجوز للزوج كل تمتع منها بما سوى حلق دبرها ولو بمص بظرها 
“Boleh bagi suami menikmati semua jenis aktivitas menikmati dari istrinya selain lingkaran 
anusnya, meskipun (menikmati tersebut dilakukan) dengan menghisap Clitorisnya (Fathu Al- 
Mu’in, vol.3. hlm 340) 
Diriwayatkan Imam Malik juga termasuk membolehkan. Ar-Ru’ainy berkata; 
)22 / مواهب الجليل لشرح مختصر الخليل ) 5 
روي عن مالك أنه قال لَ بأس أن ينظر إلى الفرج في حال الجماع وزاد في رواي ويلحسه بلسانه 
“Diriwayatkan dari Imam Malik bahwasanya beliau berkata; Tidak apa-apa melihat kemaluan 
saat Jimak” dan menambah dalam riwayat yang lain; serta menjilat kemaluan tersebut dengan 
lidahnya” )Mawahib Al-Jalil Li Syarhi Mukhtashor Al-Kholil, vol.5, hlm 23) 
Termasuk pula Qodhi Iyadh. Al-Buhuti berkata; 
)921 / كشاف القناع عن متن الإقناع ) 71 
قَالَ الْقَاضِي يَجُوزُ تَقْبِيلُ فَرْجِ الْمَرْأَةِ قَبْلَ الْجِمَاع “Al-Qodhi )Iyadh) berkata; Boleh mencium vagina wanita sebelum Jimak” )Kassyaf Al- 
Qina’ ‘An Matni Al-Iqna’, vol 16 hlm 436) 
Termasuk pula Al-Mirdawi, beliau berkata dalam Al-Inshof; 
)21 / الإنصاف ) 8 
ليس لها استدخال ذكر زوجها وهو نائم با ج إذنه ولها لمسه وتقبيله بشهوة 
“Tidak ada hak bagi istri memasukkan penis suaminya sementara suami dalam keadaan tidur 
tanpa izinnya, namun istri boleh merabanya dan menciumnya dengan syahwat” )Al-Inshof, 
vol 8 hlm 27)
Penutup 
Demikianlah hukum oral seks. Sejumlah ulama kontemporer juga berpendapat mubahnya 
oral seks seperti Sa’id Romadhon Al-Buthi , Ali Jumu’ah , Salman Audah, Ahmad Al-Kurdy, 
Abdullah Al-Faqih, Mas’ud Shobri, Sabri Abdur Rauf, dan Musa Hasan Mayan. As-Syafii 
dalam Al-Umm menyinggung juga masalah oral seks, namun masih sulit diidentifikasi sikap 
beliau dalam hal ini. Dalam Al Umm dinyatakan; 
)21 / الْم ) 7 
وَلََ نُوجِبُ الْغُسْلَ إلََّ أَنْ يُغَي بَهُ في الْفَرْجِ نَفْسِهِ أو الدُّبُرِ فَأمََّا الْفَمُ أو غَيْرُ ذلك من جَسَدِهَا فَاَ ج يُوجِبُ غُسْاً ج إذَا لم يُنْزِلْ 
“Kami tidak mewajibkan mandi kecuali dia memasukkan kemaluannya kedalam farji atau 
anus. Adapun (memasukkan penis ke dalam) mulut atau yang lainnya dari tubuh istri, maka 
hal itu tidak membuat wajib mandi jika tidak mengeluarkan mani (Al-Umm, vol 1, hlm 37) 
Adapun ulama yang mengharamkan, diantaranya adalah; Muhammad As-Sayyid Ad-Dusuqi, 
Kholid Al-Jundi,Sholih Al-Luhaidan, Ahmad bin Yahya An-Najmi, Ibnu Baz, dan Ubaid bin 
‘Abdillah bin Sulaiman AI-Jabiry. Al-Albani bisa juga ditafsirkan termasuk kelompok ini 
dilihat dari penyerupaan beliau atas oral seks dengan perilaku hewan. Yusuf Qordhowi 
termasuk yang memakruhkan, sementara Abdullah bin Jibrin tidak berani mengharamkan, 
tetapi jijik terhadapnya. 
Bagi seorang muslim, hukum manapun yang diikuti apakah mubah, makruh atau haram, 
hendaknya semuanya didasarkan pada hujjah dan memilih pendapat yang dipandang paling 
kuat yang lebih dekat pada kebenaran tanpa Taklid secara membuta. 
Wallahua’lam.

More Related Content

What's hot

Nbr 5733 cimento portland de alta resistência inicial
Nbr 5733   cimento portland de alta resistência inicialNbr 5733   cimento portland de alta resistência inicial
Nbr 5733 cimento portland de alta resistência inicialprofNICODEMOS
 
Estudo de Séries Temporais do Mercado Financeiro - Murilo Antunes Braga
Estudo de Séries Temporais do Mercado Financeiro - Murilo Antunes BragaEstudo de Séries Temporais do Mercado Financeiro - Murilo Antunes Braga
Estudo de Séries Temporais do Mercado Financeiro - Murilo Antunes Bragamurilobraga
 
Aula 4. balanço de massa com reação química
Aula 4. balanço de massa com reação químicaAula 4. balanço de massa com reação química
Aula 4. balanço de massa com reação químicaLéyah Matheus
 
09 esgostos vazao dbo dqo
09   esgostos vazao dbo dqo09   esgostos vazao dbo dqo
09 esgostos vazao dbo dqoMarlos Nogueira
 
Capitulo 2 balanço de massa
Capitulo 2   balanço de massaCapitulo 2   balanço de massa
Capitulo 2 balanço de massaPk Keller
 
Fenômeno do transporte aula 01
Fenômeno do transporte aula 01Fenômeno do transporte aula 01
Fenômeno do transporte aula 01Diomedes Manoel
 
Relatorio de lab fis a 1
Relatorio de lab fis a 1Relatorio de lab fis a 1
Relatorio de lab fis a 1Anne Tremonti
 
Nbr 7181 1984 - solo - análise granulométrica
Nbr 7181   1984 - solo - análise granulométricaNbr 7181   1984 - solo - análise granulométrica
Nbr 7181 1984 - solo - análise granulométricaChrystian Santos
 
O processo de fabricação de açúcar e álcool na usina
O processo de fabricação de açúcar e álcool na usinaO processo de fabricação de açúcar e álcool na usina
O processo de fabricação de açúcar e álcool na usinaCleuber Martins
 
Grafos De Bruijn para identificação de variações genéticas usando GBS
Grafos De Bruijn para identificação de variações genéticas usando GBSGrafos De Bruijn para identificação de variações genéticas usando GBS
Grafos De Bruijn para identificação de variações genéticas usando GBSMarcos Castro
 
Transferencia de massa livro
Transferencia de massa livroTransferencia de massa livro
Transferencia de massa livroLuciano Costa
 
Tipler para cientistas e engenheiros resolução 6 edição
Tipler para cientistas e engenheiros resolução 6 ediçãoTipler para cientistas e engenheiros resolução 6 edição
Tipler para cientistas e engenheiros resolução 6 ediçãoLowrrayny Franchesca
 
Aulas psicrometria jesue
Aulas  psicrometria jesueAulas  psicrometria jesue
Aulas psicrometria jesueDavid Chacón
 
3-Treinamento Tratamento De Caldo
3-Treinamento Tratamento De Caldo3-Treinamento Tratamento De Caldo
3-Treinamento Tratamento De CaldoLeandro Cândido
 
Teoria - Transferência de Calor - capítulos 1, 2 e 3
Teoria - Transferência de Calor - capítulos 1, 2 e 3Teoria - Transferência de Calor - capítulos 1, 2 e 3
Teoria - Transferência de Calor - capítulos 1, 2 e 3Dharma Initiative
 
5-Treinamento Fermentação /Destilação
5-Treinamento Fermentação /Destilação5-Treinamento Fermentação /Destilação
5-Treinamento Fermentação /DestilaçãoLeandro Cândido
 

What's hot (20)

Nbr 5733 cimento portland de alta resistência inicial
Nbr 5733   cimento portland de alta resistência inicialNbr 5733   cimento portland de alta resistência inicial
Nbr 5733 cimento portland de alta resistência inicial
 
Estudo de Séries Temporais do Mercado Financeiro - Murilo Antunes Braga
Estudo de Séries Temporais do Mercado Financeiro - Murilo Antunes BragaEstudo de Séries Temporais do Mercado Financeiro - Murilo Antunes Braga
Estudo de Séries Temporais do Mercado Financeiro - Murilo Antunes Braga
 
Aula 4. balanço de massa com reação química
Aula 4. balanço de massa com reação químicaAula 4. balanço de massa com reação química
Aula 4. balanço de massa com reação química
 
09 esgostos vazao dbo dqo
09   esgostos vazao dbo dqo09   esgostos vazao dbo dqo
09 esgostos vazao dbo dqo
 
Capitulo 2 balanço de massa
Capitulo 2   balanço de massaCapitulo 2   balanço de massa
Capitulo 2 balanço de massa
 
Fenômeno do transporte aula 01
Fenômeno do transporte aula 01Fenômeno do transporte aula 01
Fenômeno do transporte aula 01
 
Distribuição binomial, poisson e hipergeométrica - Estatística I
Distribuição binomial, poisson e hipergeométrica - Estatística IDistribuição binomial, poisson e hipergeométrica - Estatística I
Distribuição binomial, poisson e hipergeométrica - Estatística I
 
Relatorio de lab fis a 1
Relatorio de lab fis a 1Relatorio de lab fis a 1
Relatorio de lab fis a 1
 
Cromatografia
CromatografiaCromatografia
Cromatografia
 
Nbr 7181 1984 - solo - análise granulométrica
Nbr 7181   1984 - solo - análise granulométricaNbr 7181   1984 - solo - análise granulométrica
Nbr 7181 1984 - solo - análise granulométrica
 
Tabelas termo 07
Tabelas termo 07Tabelas termo 07
Tabelas termo 07
 
O processo de fabricação de açúcar e álcool na usina
O processo de fabricação de açúcar e álcool na usinaO processo de fabricação de açúcar e álcool na usina
O processo de fabricação de açúcar e álcool na usina
 
Grafos De Bruijn para identificação de variações genéticas usando GBS
Grafos De Bruijn para identificação de variações genéticas usando GBSGrafos De Bruijn para identificação de variações genéticas usando GBS
Grafos De Bruijn para identificação de variações genéticas usando GBS
 
1-Treinamento Pcts
1-Treinamento Pcts1-Treinamento Pcts
1-Treinamento Pcts
 
Transferencia de massa livro
Transferencia de massa livroTransferencia de massa livro
Transferencia de massa livro
 
Tipler para cientistas e engenheiros resolução 6 edição
Tipler para cientistas e engenheiros resolução 6 ediçãoTipler para cientistas e engenheiros resolução 6 edição
Tipler para cientistas e engenheiros resolução 6 edição
 
Aulas psicrometria jesue
Aulas  psicrometria jesueAulas  psicrometria jesue
Aulas psicrometria jesue
 
3-Treinamento Tratamento De Caldo
3-Treinamento Tratamento De Caldo3-Treinamento Tratamento De Caldo
3-Treinamento Tratamento De Caldo
 
Teoria - Transferência de Calor - capítulos 1, 2 e 3
Teoria - Transferência de Calor - capítulos 1, 2 e 3Teoria - Transferência de Calor - capítulos 1, 2 e 3
Teoria - Transferência de Calor - capítulos 1, 2 e 3
 
5-Treinamento Fermentação /Destilação
5-Treinamento Fermentação /Destilação5-Treinamento Fermentação /Destilação
5-Treinamento Fermentação /Destilação
 

Similar to Hukum oral seks

Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)Marhamah Saleh
 
80 ensiklopedi-fiqih-islam 6-kitab-munakahat
80 ensiklopedi-fiqih-islam 6-kitab-munakahat80 ensiklopedi-fiqih-islam 6-kitab-munakahat
80 ensiklopedi-fiqih-islam 6-kitab-munakahatSemut Njekleg
 
Kamasutra islami
Kamasutra islamiKamasutra islami
Kamasutra islamiBerbaginfo
 
Ikhtilath dalam dunia pendidikan
Ikhtilath dalam dunia pendidikan Ikhtilath dalam dunia pendidikan
Ikhtilath dalam dunia pendidikan Muhammad Zain
 
Tuntunan nabi dalam Berhubungan antar Suami dan Istri
Tuntunan nabi dalam Berhubungan antar Suami dan IstriTuntunan nabi dalam Berhubungan antar Suami dan Istri
Tuntunan nabi dalam Berhubungan antar Suami dan IstriMudhofar Khanif
 
PAI XII Bab Munakahat
PAI XII Bab MunakahatPAI XII Bab Munakahat
PAI XII Bab Munakahatpawzonfire
 
Fiqh munakahat 250620021
Fiqh munakahat 250620021Fiqh munakahat 250620021
Fiqh munakahat 250620021Ahmad Nizam
 
Fiqih jima' #1 mengapa fiqih jima' penting
Fiqih jima' #1 mengapa fiqih jima' pentingFiqih jima' #1 mengapa fiqih jima' penting
Fiqih jima' #1 mengapa fiqih jima' pentingfirdaushasan3
 
Nikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyah
Nikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyahNikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyah
Nikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyahAZA Zulfi
 
Adab Jimak @ Persetubuhan
Adab Jimak @ PersetubuhanAdab Jimak @ Persetubuhan
Adab Jimak @ Persetubuhanebuku
 
Presentasi Fiqh Poligami
Presentasi Fiqh PoligamiPresentasi Fiqh Poligami
Presentasi Fiqh PoligamiMarhamah Saleh
 
Takhrij hadis tentang walimah dan mahar
Takhrij hadis tentang walimah dan maharTakhrij hadis tentang walimah dan mahar
Takhrij hadis tentang walimah dan maharadidiklat
 
Kupinang engkau dengan al qur`an
Kupinang engkau dengan al qur`anKupinang engkau dengan al qur`an
Kupinang engkau dengan al qur`anYISC Al-Azhar
 
Fikih - Talaq, Khuluk, Fasakh, Iddah dan Rujuk
Fikih - Talaq, Khuluk, Fasakh, Iddah dan RujukFikih - Talaq, Khuluk, Fasakh, Iddah dan Rujuk
Fikih - Talaq, Khuluk, Fasakh, Iddah dan RujukHaafizha Kiromi
 

Similar to Hukum oral seks (20)

Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
 
80 ensiklopedi-fiqih-islam 6-kitab-munakahat
80 ensiklopedi-fiqih-islam 6-kitab-munakahat80 ensiklopedi-fiqih-islam 6-kitab-munakahat
80 ensiklopedi-fiqih-islam 6-kitab-munakahat
 
Kamasutra islami
Kamasutra islamiKamasutra islami
Kamasutra islami
 
Ikhtilath dalam dunia pendidikan
Ikhtilath dalam dunia pendidikan Ikhtilath dalam dunia pendidikan
Ikhtilath dalam dunia pendidikan
 
Fiqh Munakahat
Fiqh MunakahatFiqh Munakahat
Fiqh Munakahat
 
Tuntunan nabi dalam Berhubungan antar Suami dan Istri
Tuntunan nabi dalam Berhubungan antar Suami dan IstriTuntunan nabi dalam Berhubungan antar Suami dan Istri
Tuntunan nabi dalam Berhubungan antar Suami dan Istri
 
PAI XII Bab Munakahat
PAI XII Bab MunakahatPAI XII Bab Munakahat
PAI XII Bab Munakahat
 
Fiqh munakahat 250620021
Fiqh munakahat 250620021Fiqh munakahat 250620021
Fiqh munakahat 250620021
 
Fiqih jima' #1 mengapa fiqih jima' penting
Fiqih jima' #1 mengapa fiqih jima' pentingFiqih jima' #1 mengapa fiqih jima' penting
Fiqih jima' #1 mengapa fiqih jima' penting
 
Nikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyah
Nikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyahNikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyah
Nikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyah
 
Fiqih III
Fiqih IIIFiqih III
Fiqih III
 
Ragu Menikah__ Oleh: Ust. Ali Nur, Lc.
Ragu Menikah__ Oleh: Ust. Ali Nur, Lc.Ragu Menikah__ Oleh: Ust. Ali Nur, Lc.
Ragu Menikah__ Oleh: Ust. Ali Nur, Lc.
 
Adab Jimak @ Persetubuhan
Adab Jimak @ PersetubuhanAdab Jimak @ Persetubuhan
Adab Jimak @ Persetubuhan
 
anjuran menikah.pptx
anjuran menikah.pptxanjuran menikah.pptx
anjuran menikah.pptx
 
Presentasi Fiqh Poligami
Presentasi Fiqh PoligamiPresentasi Fiqh Poligami
Presentasi Fiqh Poligami
 
Bab 5
Bab 5Bab 5
Bab 5
 
Takhrij hadis tentang walimah dan mahar
Takhrij hadis tentang walimah dan maharTakhrij hadis tentang walimah dan mahar
Takhrij hadis tentang walimah dan mahar
 
Kupinang engkau dengan al qur`an
Kupinang engkau dengan al qur`anKupinang engkau dengan al qur`an
Kupinang engkau dengan al qur`an
 
Fikih - Talaq, Khuluk, Fasakh, Iddah dan Rujuk
Fikih - Talaq, Khuluk, Fasakh, Iddah dan RujukFikih - Talaq, Khuluk, Fasakh, Iddah dan Rujuk
Fikih - Talaq, Khuluk, Fasakh, Iddah dan Rujuk
 
Training pra nikah
Training pra nikahTraining pra nikah
Training pra nikah
 

More from Abyanuddin Salam

Tentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdf
Tentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdfTentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdf
Tentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdfAbyanuddin Salam
 
TAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docx
TAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docxTAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docx
TAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docxAbyanuddin Salam
 
TAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdf
TAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdfTAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdf
TAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdfAbyanuddin Salam
 
TAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdf
TAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdfTAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdf
TAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdfAbyanuddin Salam
 
Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.
Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.
Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.Abyanuddin Salam
 
Tawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaan
Tawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaanTawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaan
Tawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaanAbyanuddin Salam
 
Wanita wanita yang haram dinikahi
Wanita wanita yang haram dinikahiWanita wanita yang haram dinikahi
Wanita wanita yang haram dinikahiAbyanuddin Salam
 
Cara berfikir orang dzalim
Cara berfikir orang dzalimCara berfikir orang dzalim
Cara berfikir orang dzalimAbyanuddin Salam
 
Hadits tentang Khadijah,Aisyah,Fathimah
Hadits tentang Khadijah,Aisyah,FathimahHadits tentang Khadijah,Aisyah,Fathimah
Hadits tentang Khadijah,Aisyah,FathimahAbyanuddin Salam
 
Makanan halal dan haram dalam Islam
Makanan halal dan haram dalam IslamMakanan halal dan haram dalam Islam
Makanan halal dan haram dalam IslamAbyanuddin Salam
 

More from Abyanuddin Salam (20)

Tentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdf
Tentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdfTentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdf
Tentang Fenomena Hudutsnya Alam Semesta_Said Hawwa.pdf
 
TAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docx
TAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docxTAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docx
TAWAKAL 229 - IBUMU IBUMU.docx
 
TAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdf
TAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdfTAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdf
TAWAKAL 235 DZIKIR-DZIKIR YANG LAUR BIASA KASIATNYA.pdf
 
TAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdf
TAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdfTAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdf
TAWAKAL 231 AQIDAH DAN AKHLAQ JAHILIYYAH.pdf
 
Peristiwa hari akhir
Peristiwa hari akhirPeristiwa hari akhir
Peristiwa hari akhir
 
Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.
Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.
Tawakal 216 akhlaq agung dan kelembutan nabi saw.
 
Tawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaan
Tawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaanTawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaan
Tawakal 212 tiada azab tanpa kedurhakaan
 
Wanita wanita yang haram dinikahi
Wanita wanita yang haram dinikahiWanita wanita yang haram dinikahi
Wanita wanita yang haram dinikahi
 
Introspeksi diri
Introspeksi diriIntrospeksi diri
Introspeksi diri
 
Membina keluarga
Membina keluargaMembina keluarga
Membina keluarga
 
Anak sholeh
Anak sholehAnak sholeh
Anak sholeh
 
Cara berfikir orang dzalim
Cara berfikir orang dzalimCara berfikir orang dzalim
Cara berfikir orang dzalim
 
Hati2
Hati2Hati2
Hati2
 
Hadits tentang Khadijah,Aisyah,Fathimah
Hadits tentang Khadijah,Aisyah,FathimahHadits tentang Khadijah,Aisyah,Fathimah
Hadits tentang Khadijah,Aisyah,Fathimah
 
Food ingredient numbers
Food ingredient numbersFood ingredient numbers
Food ingredient numbers
 
Pemimpin dalam Islam
Pemimpin dalam IslamPemimpin dalam Islam
Pemimpin dalam Islam
 
Hati yang bersih
Hati yang bersihHati yang bersih
Hati yang bersih
 
Makanan halal dan haram dalam Islam
Makanan halal dan haram dalam IslamMakanan halal dan haram dalam Islam
Makanan halal dan haram dalam Islam
 
Tentang Adopsi Anak
Tentang Adopsi AnakTentang Adopsi Anak
Tentang Adopsi Anak
 
Saudariku
SaudarikuSaudariku
Saudariku
 

Recently uploaded

Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Adam Hiola
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRobert Siby
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSRobert Siby
 
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptxPRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptxSaeful Malik
 
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptxPERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptxAfifahNuri
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfDianNovitaMariaBanun1
 

Recently uploaded (6)

Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
 
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptxPRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
 
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptxPERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
 

Hukum oral seks

  • 1. HUKUM ORAL SEKS Oral seks yang dilakukan pasangan sah secara Syar’i, hukumnya Mubah tanpa ada keberatan baik oral seks yang berupa Fellatio maupun Cunnilungus, dilakukan untuk pemanasan sebelum berhubungan seks (foreplay), mencapai ejakulasi/orgasme, maupun sekedar kesenangan, selama kemaluan dibersihkan dari najis dan dalam pelaksanaan tidak sampai menelan benda najis secara sengaja. Semuanya dihukumi mubah dan pasangan sah bisa memilih untuk melakukannya atau tidak. Jika hal tersebut dipandang bagian kenikmatan, maka silakan melakukan, tetapi jika malah dipandang membuat tidak nyaman maka silakan menghindari. Semuanya menjadi pilihan pasangan, karena hukum mubah bermakna kebebasan untuk memilih antara melakukan ataukah tidak. Oral seks ( اااااال ج نس عن طري ق ال فم/ /ف مويال ااااا halada ) ال ش فوي/ال جماع ال فموي aktivitas mencium,mengecup, menjilat, mengulum, menghisap, dan mempermainkan kemaluan pasangan memakai mulut, lidah, gigi atau kerongkongan dengan tujuan merangsang atau mencapai klimaks (ejakulasi/orgasme). Dalam istilah kontemporer, aktivitas menghisap penis lelaki oleh seorang wanita disebut dengan istilah Fellatio sementara aktivitas menghisap clitoris wanita oleh seorang lelaki disebut dengan istilah Cunnilingus. Umumnya orang melakukan oral seks untuk kepentingan pemanasan (foreplay) sebelum berhubungan seksual, atau dinikmati sebagai intercourse/senggama sebagai salah satu tehnik mencapai klimaks (ejakulasi atau orgasme). Dalam kajian budaya, Romawi Kuno, Kristen, dan penduduk Sub Sahara Afrika menghindarinya karena dianggap tabu, kotor, menghambat perkembangbiakan, dan tidak natural. Taoisme menganggap oral seks malah dikaitkan dengan keyakinan spiritual membuat umur panjang. Adapun dalam budaya Barat saat ini, oral seks dianggap biasa dan secara luas dipraktekkan sebagaimana seks bebas yang juga dianggap biasa. Oral seks dihukumi Mubah berdasarkan dua argumentasi berikut; Pertama; Syara’ membolehkan Istimta’/ عاتمتسالا )bersenang-senang/berlezat-lezat/ bernikmat-nikmat) kepada pasangan yang sah dalam bentuk umum dan mutlak tanpa batasan, dan hanya dikecualikan dalam hal-hal tertentu yang dinyatakan oleh Nash. Dalil yang menunjukkan bolehnya Istimta’ secara mutlak tanpa batasan adalah Nash-Nash berikut; ] }هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ{ ]البقرة: 781 Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka (Al-Baqoroh; 187) Dalam ayat di atas pasangan suami istri diumpamakan seperti pakaian. Suami menjadi pakaian istri dan istri menjadi pakaian suami. Ungkapan ini adalah kinayah intimnya relasi suami istri dan kedekatannya yang maksimal sehingga bersenang-senang model apapun selama dalam batas-batas Syariat diizinkan. Suami boleh menikmati, bersenang-senang, dan berlezat-lezat dengan istri dengan cara dan model apapun, sebagaimana istri boleh menikmati, bersenang-senang, dan berlezat-lezat dengan suami dengan cara dan model apapun. Bersenang-senang itu tidak dibatasi hanya dalam Jimak saja, namun berlaku pula
  • 2. pada jenis menikmati tubuh yang lain. Jadi ayat ini menjadi dalil atas bolehnya Istimta’ pasangan suami istri yang bersifat umum dan mutlak tanpa batasan. Secara khusus, Istimta’ berupa kontak seksual dibolehkan dengan gaya dan posisi apapun. Allah berfirman; ] }نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَن ى شِئْتُمْ { ]البقرة: 222 Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki (Al-Baqoroh; 223) Artinya, mensetubuhi istri pada kemaluannya boleh dilakukan dengan cara apapun baik terlentang, miring, duduk, berdiri, bersujud, rukuk, dll. Ayat ini menegaskan kebolehan saling menikmati bagi suami istri dengan cara apapun yang diinginkan. Dalam hadis riwayat Bukhari dijelaskan kebolehan Istimta’ dengan mencium mulut dan menghisap ludah istri. Bukhari meriwayatkan; )71 / صحيح البخاري ) 71 مُحَارِبٌ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللََِّّ رَضِيَ اللََُّّ عَنْهُمَا يَقُولُ تَزَوَّجْتُ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَزَوَّجْتَ فَقُلْتُ تَزَوَّجْتُ ثَ يِبًا فَقَالَ مَا لَكَ وَلِلْعَذَارَى وَلِعَابِهَا فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِعَمْرِو بْنِ دِينَارٍ فَقَالَ عَمْرٌو سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللََِّّ يَقُولُ قَالَ لِي رَسُولُ اللََّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَاَّ ج جَارِيَ تُلََعِب هَا وَتُلََعِبُكَ Muharib berkata; Aku mendengar Jabir bin Abdullah radliallahu ‘anhuma berkata; aku telah menikah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya padaku: “siapa wanita yang kamu nikahi? Kujawab; aku menikahi seorang janda.” Beliau bersabda: “Kenapa tidak dengan seorang gadis, dengan segenap air ludahnya?” Lalu aku pun menuturkan hal itu pada Amru bin Dinar, lalu Amru berkata; Aku mendengar Jabir bin Abdullah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda padaku: “)Kenapa bukan) wanita yang masih gadis, sehingga kamu dapat bermain-main dengannya dan ia pun dapat bermain-main denganmu.” (H.R.Bukhari) Ungkapan “Kenapa tidak dengan seorang gadis, dengan segenap air ludahnya?” Maknanya adalah mencium dan mengecup bibir istri sembari menghisap ludahnya dengan maksud bersenang-senang. Lafadz “)Kenapa bukan) wanita yang masih gadis, sehingga kamu dapat bermain-main dengannya dan ia pun dapat bermain-main denganmu.” malah lebih umum lagi menjelaskan kebolahan bersenang-senang secara mutlak tanpa pembatasan. Karena lafadz “)Kenapa bukan) wanita yang masih gadis, sehingga kamu dapat bermain-main dengannya dan ia pun dapat bermain-main denganmu.” Bisa diberlakukan pada jenis kontak fisik apapun yang bersifat bersenang-senang, sehingga mencakup aktivitas
  • 3. memegang, meraba, mengelus, meremas,menggelitik, mengecup, mencium, menjilat, menghisap, mengulum, menggigit ringan, dan sebagainya. Karena itu Hadis ini menguatkan kebolehan Istimta’ secara mutlak tanpa batasan bagi suami istri. Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam sendiri melakaukan Istimta’ saat Istrinya Haid dengan kontak kulit yang diungkapkan dalam riwayat dalam bentuk umum dan mutlak. Bukhari meriwayatkan; )944 / صحيح البخاري ) 7 عَنْ عَائِشَ قَالَتْ كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَالنَّ بِيُّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ كِاَ جنَا جُنُبٌ وَكَانَ يَأْمُرُنِي فَأتَ زِرُ فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ Dari ‘Aisyah berkata, “Aku dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mandi bersama dari satu bejana. Saat itu kami berdua sedang junub. Beliau juga pernah memerintahkan aku mengenakan kain, lalu beliau mencumbuiku sementara aku sedang Haid.” )H.R.Bukhari) Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam bersenang-senang dengannya melalui kontak kulit tanpa menerangkan jenis kontak kulit apa yang terlarang. Hal ini menguatkan bahwa hukum asal Istimta’ bagi suami istri adalah mubah dengan cara apapun selama tidak ada dalil yang melarang. Rekomendasi Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam kepada lelaki yang ingin bersenang-senang dengan istri sementara istri dalam keadaan Haid lebih jelas lagi dalam menerangkan kebolehan Istimta’ secara mutlak. Abu Dawud meriwayatkan; )701 / سنن أبى داود – م ) 7 عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ الْيَهُودَ كَانَتْ إِذَا حَاضَتْ مِ نْهُمُ امْرَأَةٌ أَخْرَجُوهَا مِنَ الْبَيْتِ وَلَمْ يُؤَاكِلُوهَا وَلَمْ يُشَارِبُوهَا وَلَمْ يُجَامِعُوهَا فِى الْبَيْتِ فَسُئِلَ رَسُولُ اللََِّّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ذَلِكَ فَأنَْزَلَ اللََُّّ سُبْحَانَهُ )وَيَسْألَُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا جَامِعُوهُنَّ فِى الْبُيُوتِ وَاصْنَعُوا كُ ل شَىْءٍ غَيْرَ « - الن سَاءَ فِى الْمَحِيضِ( إِلَى آخِرِ الآيَ فَقَالَ رَسُولُ اللََِّّ -صلى الله عليه وسلم » الن كَاح Dari Anas bin Malik bahwa orang-orang Yahudi apabila seorang isteri mengalami Haid maka mereka mengeluarkannya dari rumah, dan tidak makan bersamanya, tidak minum bersamanya, dan tidak menggaulinya di rumah. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya mengenai hal tersebut; kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat: “Mereka bertanya kepadamu tentang Haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu Haidh.” Hingga akhir ayat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bergaullah dengan mereka di rumah dan lakukan segala sesuatu selain bersenggama.” )H.R.Abu Dawud) Lafadz “lakukan segala sesuatu selain bersenggama” menunjukkan izin tegas bersenang-senang secara umum dan mutlak dengan cara apapun yang inginkan. Lafadz ini bermakna kebolehan Istimta’ secara umum dan mutlak tanpa batasan dan hanya boleh dibatasi oleh dalil yang jelas yang menunjukkan pengecualian itu.
  • 4. Di zaman shahabat, ada riwayat bagaimana Shahabat tidak mengingkari Istimta’ yang dilakukan dengan mengulum dan menghisap payudara istri. Imam Malik meriwayatkan; )0 / موطأ مالك ) 9 و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ أَنَّ رَجُاً ج سَألََ أَبَا مُوسَى الْْشَْعَرِيَّ فَقَالَ إِن ي مَصِصْتُ عَنْ امْرَأَتِي مِنْ ثَدْيِهَا لَبَنًا فَذَهَبَ فِي بَطْنِي فَقَالَ أَبُو مُوسَى لََ أُرَاهَا إِلََّ قَدْ حَرُمَتْ عَلَيْكَ فَقَالَ عَبْدُ اللََِّّ بْنُ مَسْعُودٍ انْظُرْ مَاذَا تُفْتِي بِهِ الرَّجُلَ فَقَالَ أَبُو مُوسَى فَمَاذَا تَقُولُ أَنْتَ فَقَالَ عَبْدُ اللََِّّ بْنُ مَسْ عُودٍ لََ رَضَاعَ إِلََّ مَا كَانَ فِي الْحَوْ لَيْنِ فَقَالَ أَبُو مُوسَى لََ تَسْألَُونِي عَنْ شَيْءٍ مَا كَانَ هَذَا الْحَبْرُ بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ Dari Malik dari Yahya bin Sa’id berkata, “Seorang lelaki bertanya kepada Abu Musa Al Asy’ari; “Saya pernah menghisap payudara isteriku hingga air susunya masuk ke dalam perutku?” Abu Musa menjawab; “Menurutku isterimu setatusnya telah berubah menjadi mahram kamu.” Abdullah bin Mas’ud pun berkata; “Lihatlah apa yang telah kamu fatwakan kepada lelaki ini! ” Abu Musa bertanya; “Bagaimana pendapatmu dalam hal ini?” Abdullah bin Mas’ud berkata; “Tidak berlaku hukum penyusuan kecuali bila masih pada masa penyusuan.” Kemudian Abu Musa berkata; “Janganlah kalian menanyakan suatu perkara kepadaku selama orang alim ini )Ibnu Mas’ud) masih berada di tengah-tengah kalian.” (H.R.Malik) Semua riwayat-riwayat ini dan yang semakna dengannya menunjukkan bahwa Syara membolehkan Istimta’ bagi pasangan suami istri secara mutlak dan bersifat umum tanpa pembatasan. Kebolehan Istimta’ tersebut juga tidak membatasi apakah dilakukan dengan tangan, hidung, mulut, lidah, gigi, telinga, leher, ,payudara, pantat, betis, kaki dll. Oleh karena itu, kebolehan itu tidak boleh dibatasi kecuali dengan pembatasan yang dinyatakan oleh Nash. Artinya, Selama tidak ada Nash yang melarang, semua jenis cara Istimta’ diizinkan sehingga hukumnya mubah berdasarkan dalil umum kebolehan Istimta’ tersebut. Pengecualian yang dinyatakan Nash atas kebolehan Istimta’ mutlak tersebut hanyalah dua cara; yakni mensetubuhi istri saat Haid dan mensetubuhi istri pada dubur/anusnya. Dalil yang menunjukkan haramnya mensetubuhi istri saat Haid adalah ayat berikut; ] }وَيَسْألَُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا الن سَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلََ تَقْرَبُوهُ ن حَت ى يَطْهُرْنَ { ]البقرة: 222 Mereka bertanya kepadamu tentang Haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu Haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. (Al-Baqoroh; 222) Dalil haramnya mensetubuhi istri pada duburnya diantaranya adalah hadis berikut; )751 / مسند أحمد ) 71 عَنِ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِي دُبُرِ هَا Dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “terlaknat orang yang menyetubuhi istrinya di dubur.” )H.R.Ahmad) Adapula larangan mensetubuhi istri dalam momen-momen tertentu seperti saat puasa Ramadhan dan saat Haji sebelum Tahallul.
  • 5. Nash-Nash pengecualian ini saja yang layak dan boleh dijadikan pembatas keumuman dan kemutlakan kebolehan Istimta’. Selain selain hal-hal yang dinyatakn oleh Nash, maka Istimta’ kembali pada hukum umum kemubahannya dan tidak bisa diharamkan. Semua jenis Istimta’ yang dilarang telah diterangkan oleh Syara’ dan tidak ada yang luput tidak diterangkan karena Islam sudah turun dengan sempurna dan Allah menegaskan bahwa tidak ada yang diluputkan dari penjelasan hukumnya. Allah berfirman; ] } مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ { ]الْنعام: 28 Tiadalah Aku alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab (Al-An’am; 38) Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan seluruh Nash-Nash yang dipaparkan sebelumnya tentang kebolehan Istimta’ secara mutlak, oral seks hukumnya mubah karena termasuk keumuman Istimta’ yang dimubahkan dan tidak termasuk pengertian mensetubuhi istri saat Haid atau mensetubuhi istri pada duburnya. Oral seks dengan maksud mencapai ejakulasi atau orgasme atau sekedar bersenang-senang hukumnya mubah berdasarkan keumuman mubahnya Istimta’. Kedua (yakni argumentasi kedua mubahnya oral seks); Syara’ memerintahkan mengawali Jimak dengan pemanasan (foreplay). Dalam kitab-kitab fikih yang membahas adab Jimak, telah disepakati sunnahnya melakukan pemanasan sebelum melakukan kontak seksual. Pemanasan yang dimaksud di sini adalah aktivitas saling merangsang sebagai persiapan dan pengkondisian agar Jimak berlangsung dengan penuh kenikmatan dan menyenangkan. Secara dalil, sebenarnya tidak ada dalil khusus yang Shahih dan Marfu’ yang memerintahkan dilakukan pemanasan sebelum Jima’. Namun secara fakta, pemanasan memang diperlukan karena jika diabaikan maka pihak wanita akan kesakitan dan merasa tidak nyaman padahal suami diperintahkan syara mempergauli istri dengan baik. Karena itu, sunnahnya pemanasan sebelum jimak termasuk keumuman perintah mempergauli istri dengan baik seperti dalam ayat; ] }وَعَاشِرُوهُ ن بِالْمَعْرُوفِ { ]النساء: 74 Dan bergaullah dengan mereka ma’ruf )An-Nisa; 19) Dan juga hadis’ 52 ، بترقيم الشامل آليا( / سنن الترمذى – مكنز ) 79 خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ « - عَنْ عَائِشَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللََِّّ -صلى الله عليه وسلم “Dari Aisyah; beliau berkata; Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik bagi istrinya (H.R.At-Tirmidzi) Atsar yang ditemukan berkaitan sunnahnya foreplay ini, disebutkan Ibnu Qudamah dalam Al- Mughni. Ibnu Qudamah menulis; )91 / المغني ) 71
  • 6. رُوِيَ عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ ، عَنْ النَّبِ ي صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : } لََ تُوَاقِعْهَا إلََّ وَقَدْ أَتَاهَا مِنْ الشَّهْوَةِ مِثْلُ مَا أَتَاك ، لِكَيْ لََ تَسْبِقَهَا بِالْفَرَاغِ . “Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz dari Nabi SAW bahwasanya beliau berkata; janganlah engkau menjimakinya kecuali dia telah bangkit syahwatnya sebagaimana dirimu, agar engkau tidak mendahuluinya dalam klimaks” Cara merangsang sebagai pemanasan sebelum Jimak ini tidak dibatasi dengan cara tertentu atau anggota badan tertentu. Oleh karena itu, mubah hukumnya merangsang dengan tangan, leher, payudara, punggung, betis, gesekan tubuh, termasuk mulut. Merangsang dengan mulut bisa dilakukan dengan mencium, mengecup lembut, menghisap, mengulum, dan menjilat. Daerah yang menjadi obyek rangsangan mulut juga tidak dibatasi. Rangsangan dengan mulut boleh diterapkan pada bibir, leher, payudara, perut, pinggang, termasuk kemaluan. Dari sini, oral seks sebenarnya tidak ada bedanya dengan merangsang anggota tubuh yang lain memakai mulut. Oleh karena itu oral seks dari sisi ini, yakni disyariatkannya pemanasan sebelum Jimak, hukumnya mubah karena termasuk uslub (teknik) melaksanakan tuntunan syara, yakni melakukan foreplay sebelum berhubungan seks. Catatan Kritis Terhadap Pendapat Yang Mengharamkan Oral Seks Berikut ini akan dipaparkan sejumlah argumentasi yang dijadikan dasar untuk mengharamkan oral seks dengan disertai ulasan terhadap argumentasi tersebut. Diantara argumentasi yang dipakai untuk mengharamkan oral seks adalah; Pertama; Surat Al-Baqoroh ayat; 222. Allah berfirman; ] }فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْت وهُ ن مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ا للّ { ]البقرة: 222 Apabila mereka telah Suci, maka campurilah mereka itu “Min Haitsu Amarokumullah”-dari sisi yang diperintahkan Allah- (Al-Baqoroh; 222) Dari ayat diatas difahami bahwa Allah memerintahkan mensetubuhi istri ditempat yang diperintahkan, yaitu kemaluan. Oleh karena itu oral seks hukumnya haram karena mensetubuhi istri bukan pada tempat yang diperintahkan. Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; Makna lafadz “Min Haitsu Amarokumullah” bukanlah perintah mensetubuhi istri pada kemaluannya. Artinya, tekanan makna dalam ayat ini bukan perintah mensetubuhi istri pada kemaluannya. Makna lafadz “Min Haitsu Amarokumullah” adalah; setubuhilah istri dalam kondisi yang suci, karena itulah kondisi yang diperintahkan Allah mengingat Allah hanya memperbolehkan mensetubuhi istri dalam kondisi suci dan melarang mensetubuhi istri dalam kondisi Haid. Konteks ayat tersebut yang berbicara tentang haramnya mensetubuhi istri saat Haid menguatkan pemaknaan ini. Apalagi lanjutan ayat berikutnya menerangkan bahwa Allah menyukai orang –orang yang bersuci. Jadi, pemaknaan lafadz “Min Haitsu Amarokumullah” lebih tepat difahami ; mensetubuhi istri saat suci, yakni berhenti dari Haid dan mandi Janabah. Lagi pula, seandainya tekanan maknanya adalah berbicara “lokasi” ditempatkannya kemaluan, seharusnya lafadznya Fii Haitsu, bukan “Min Haitsu Amarokumullah”. Penggunaan lafadz Min Haitsu menunjukkan bahwa Syara tidak
  • 7. memaksudkan menekankan perintah menyetubuhi pada kemaluan istri, tapi tekanannya adalah pada kondisi istri, yaitu kondisi suci dari Haid. Dalam Tafsir Jalalain dinyatakan; )227 / تفسير الجا جلين ) 7 مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمْ اللََّّ ” بِتَجَنُّبِهِ فِي الْحَيْض وَهُوَ الْقُبُل وَلََ تَعْدُوهُ إلَى غَيْره “Min Haitsu Amarokumullah, yakni; dengan menjauhinya saat Haid yakni pada kemaluannya dan jangan melampaui pada yang lebih dari itu (Tafsir Al-Jalalain; vol.1 hlm 231) Al-Farro’ juga menyatakan dalam Ma’ani Al-Qur’an; )728 / معانى القرآن للفراء ) 7 }فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَ يْثُ أَمَرَكُمُ اللََُّّ{ ولم يقل: فى حَيْثُ، وهو الفرج. وإنما قال: من حيث كما تقول للرجل: اِيت زيدا من مأتاه من الوجه الذى يؤتى منه. “Fa’tuhunna Min Haitsu Amarokumullah. Allah tidak mengatakan Fi Haitsu yang bermakna farji/kemaluan tetapi mengatakan Min Haitsu seperti ucapan Anda kepada seseorang; datangilah zaid dari waktu/tempat/hal kedatangannya, yakni dari sisi yang di didatangi darinya” )Ma’ani Al-Qur’an. Vol 1, hlm 128) Lagipula, dengan asumsi bahwa penafsiran lafadz “Min Haitsu Amarokumullah”yang dimaknai perintah mensetubuhi pada kemaluan diterima, maka pemahaman ini belum cukup untuk mengharamkan oral seks mengingat Istimta’ secara mutlak hukumnya Mubah sehingga para Fuqoha membolehkan usaha mencapai ejakulasi dengan paha, payudara, pantat atau kocokan tangan istri. Padahal seharusnya jika cara pemahaman seperti yang disebutkan dalam argumen pertama pendapat yang mengharamkan oral seks diikuti, seharusnya usaha mencapai ejakulasi dengan jepitan plus gesekan payudara, paha, dan pantat, atau kocokan tangan istri semuanya juga dihukumi haram karena bermakna mensetubuhi istri bukan pada “tempat yang diperintahkan Allah/kemaluannya”. Pemahaman ini tidak dapat diterima karena mencapai ejakulasi dengan jepitan payudara, paha, pantat, atau kocokan tangan istri semuanya dihukumi Mubah. Kedua (yaitu argumentasi kedua yang dipakai pendapat yang mengharamkan oral seks); Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam dan Aisyah tidak pernah saling melihat kemaluan sebagaimana dinyatakan dalam riwayat berikut; )271 / سنن ابن ماجه ) 7 عن عائش : – قالت ما نظرت أو ما رأيت فرج رسول الله صلى الله عليه و سلم قط “Dari Aisyah beliau berkata; Aku tidak pernah melihat kemaluan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam sama sekali” )H.R.Ibnu Majah) ” ما أتى رسول الله صلى الله عليه وسلم أحدا من نسائه إلَ متقنعا، يرخي الثوب على رأسه، وما رأيته من رسول الله صلى الله عليه وسلم ولَ رآه مني “.
  • 8. “Tidaklah Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam menggauli seorangpun dari istri-istrinya kecuali dalam keadaan memakai selubung, beliau melabuhkan kain pada kepalanya. Dan aku tidak pernah melihat milik Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam sebagaimana beliau tidak pernah melihat milikku” )H.R.Abu as-Syaikh) Oral seks jelas akan melihat kemaluan pasangan, dan ini bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam sehingga dihukumi haram. Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; Riwayat diatas tidak bisa dijadikan dalil karena tidak shahih. Riwayat pertama Dhoif, karena salah satu perawinya Majhul (tidak dikenal) yaitu maula Aisyah, sementara riwayat kedua malah Maudhu (palsu) karena salah seorang perawinya yang bernama Muhammad bin Al- Qosim Al-Asadi adalah seorang pendusta. Lagipula, riwayat tersebut bertentangan dengan riwayat shahih yang menjelaskan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam dan Aisyah mandi bersama dalam satu bejana. Bukhari meriwayatkan; )944 / صحيح البخاري ) 7 عَنْ عَائِشَ قَالَتْ كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ كِاَ جنَا جُنُبٌ وَكَانَ يَأْمُرُ نِي فَ أتَ زِرُ فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ Dari ‘Aisyah berkata, “Aku dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mandi bersama dari satu bejana. Saat itu kami berdua sedang junub. Beliau juga pernah memerintahkan aku mengenakan kain, lalu beliau mencumbuiku sementara aku sedang Haid.” )H.R.Bukhari) Ketiga; oral seks sama dengan menjimaki dubur wanita. Karena mensetubuhi dubur haram, maka oral seks juga haram karena bisa diqiyaskan. Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; Oral seks tidak bisa disamakan dengan mensetubuhi dubur karena mulut bukan dubur dan tidak bisa disamakan dengan dubur. Mulut adalah tempat masuk makanan, dubur untuk pelepasan. Mulut adalah tempat masuk makanan yang suci, sedangkan dubur adalah tempat keluar benda najis Lagipula, Qiyas yg Syar’i harus ada illat )penyebab hukum)nya. Illat pun juga harus Syar’i dan digali dari Nash, tidak boleh ditetapkan dengan akal. Larangan jimak dubur tidak ada Illatnya sama sekali sehingga tdk bisa diqiyaskan dengan yg lain. Keempat; tidak ada riwayat Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam dan para Shahabat melakukan oral seks sehingga oral seks termasuk bid’ah yang hukumnya haram. Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut;
  • 9. Tidak adanya riwayat tidak bermakna tidak dilakukan. Karena riwayat tidak mungkin menampung semua kejadian hidup suatu generasi secara mendetail, apalagi hal-hal yang terlalu teknis yang sudah tercakup dalam pengertian Nash-Nash umum. Lagipula, tidak boleh memahami bahwa apa yang tidak dilakukan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam dan Shahabat maka hal itu langsung dihukumi haram. Perbuatan baru tidak haram, selama masih tercakup dalam kandungan lafadz Nash yang dinyatakan dalam bentuk umum, mutlak dan garis-garis besar. Orang yang membiasakan membaca Quran setelah shalat shubuh misalnya, tidak boleh perbuatannya dihukumi haram dengan alasan tidak ada riwayat bahwa Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam dan shahabat melakukannya. Membiasakan membaca Al-Quran setelah shubuh diizinkan secara syar’i karena ada Nash yang memerintahkan membaca Al- Quran dalam bentuk umum dan mutlak yang tidak dibatasi waktunya. Latihan baris-berbaris dalam rangka persiapan jihad tidak bisa diharamkan dengan alasan tidak ada riwayat Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam dan Shahabat melakukan, karena Nash yang memerintahkan mempersiapkan kekuatan jihad dinyatakan dalam bentuk umum sehingga mencakup semua persiapan menuju ke arah sana. Demikianlah seterusnya. Abu Bakar menulis Quran dalam satu Mushaf, Utsman menyeragamkan mushaf dan memerintahkan pembakaran semua mushaf selain mushaf utsmani, dll semua adalah perbuatan yang tidak pernah dilakukan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam namun diizinkan secara syar’i karena didasarkan oleh Nash-Nash yang dinyatakan secara umum dan mutlak. Boleh jadi juga akan ditemukan kesulitan jika berusaha mencari riwayat lugas bagaimana generasi awal umat ini meremas payudara, menjilat ketiak, mengulum pubis dll karena hal ini terlalu teknis dan tidak perlu. Karena itu alasan bahwa tidak ditemukannya riwayat Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam dan Shahabat melakukan oral seks adalah alasan yang belum cukup kuat untuk mengharamkan oral seks. Kelima; melakukan oral seks termasuk melampaui batas karena mencari pemuasan selain pada kemaluan istri atau budak sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat berikut; }وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ) 5( إِلََّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ) 1( فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ ]1 - فَأوُلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ { ]المؤمنون: 5 5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. 7. Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al-Mu’minun; 5-7) Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; Ayat tersebut belum cukup dipakai sebagai dalil untuk mengharamkan oral seks, karena maksud ayat tersebut adalah celaan kapada orang yang mencari pemuasan dari selain istri, misalnya dengan cara berzina atau yang semakna dengannya. Adapun oral seks, aktivitas ini justru mencari pemuasan dari istri sehingga tercakup dalam pengertian menjaga kemaluan memakai istri yang didukung oleh Nash2 kebolehan Istimta’ yang bersifat mutlak tanpa pembatasan. Jika Istimta’ yang berupa Jimak diizinkan secara Syar’i, maka Istimta’ dengan cara oral seks lebih utama dimubahkan karena oral seks lebih ringan daripada Jimak.
  • 10. Keenam; oral seks itu menjijikkan,menghinakan manusia dan memalukan karena kotor dan hewanpun tidak ada yang melakukan. Mulut adalah suci, yang digunakan untuk berdzikir dan membaca Al-Quran, sehingga tidak pantas dibuat mengulum dan menjilati kemaluan. Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; Alasan kotor, jijik, hina, tidak pantas dilakukan dan semisalnya adalah perasaan subyektif manusia yang tidak bisa dijadikan standar untuk menentukan status hukum syara. Perasaan jijik orang bisa saja berbeda-beda, tetapi hukum syara tetap satu. Biawak hukumnya halal, namun Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam merasa jijik sehingga tidak mau memakannya yang itu berbeda dengan Khalid yang sama sekali tidak merasa jijik sehingga memakannya. Air kencing unta barangkali sebagian orang merasa jijik meminumnya, namun sejumlah orang di zaman Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam meminumnya sebagai obat atas perintah Nabi. Wanita-wanita Anshor memandang jijik dan hina disetubuhi dengan gaya Doggy Style sehingga menolaknya, namun ternyata turun ayat yang mengoreksi bahwa gaya demikian boleh saja. Abu Dawud meriwayatkan; )18 / سنن أبى داود ) 1 عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ إِنَّ ابْنَ عُمَرَ وَاللََُّّ يَغْفِرُ لَهُ أَوْهَمَ إِنَّمَا كَانَ هَذَا الْحَيُّ مِنْ الْْنَْصَارِ وَهُمْ أَهْلُ وَثَنٍ مَعَ هَذَا الْحَ ي مِنْ يَهُودَ وَهُمْ أَهْلُ كِتَابٍ وَكَانُوا يَرَوْنَ لَهُمْ فَضْاً ج عَلَيْهِمْ فِي الْعِلْمِ فَكَانُوا يَقْتَدُونَ بِكَثِيرٍ مِنْ فِعْلِهِمْ وَكَانَ مِنْ أَمْرِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَنْ لََ يَأْتُوا الن سَاءَ إِلََّ عَلَى حَرْفٍ وَذَلِكَ أَسْتَرُ مَا تَكُونُ الْمَرْأَةُ فَكَانَ هَذَا الْحَيُّ مِنْ الْْنَْصَارِ قَدْ أَخَذُوا بِذَلِكَ مِنْ فِعْلِهِمْ وَكَانَ هَذَا الْحَيُّ مِنْ قُرَيْشٍ يَشْرَحُونَ ال ن سَاءَ شَرْحًا مُنْكَرًا وَيَتَلَذَّذُونَ مِنْهُنَّ مُقْبِاَ جتٍ وَمُدْبِرَاتٍ وَمُسْتَلْقِيَاتٍ فَلَمَّا قَدِمَ الْمُهَاجِرُونَ الْمَدِينَ تَزَوَّجَ رَجُلٌ مِنْهُمْ امْرَأَةً مِنْ الْْنَْصَارِ فَذَهَبَ يَصْنَعُ بِهَا ذَلِكَ فَأنَْكَرَتْهُ عَلَيْهِ وَقَالَتْ إِنَّمَا كُنَّا نُؤْتَى عَلَى حَرْفٍ فَاصْنَعْ ذَلِكَ وَإِلََّ فَاجْتَنِبْنِي حَتَّى شَرِيَ أَمْرُهُمَا فَبَلَ ذَلِكَ رَسُولَ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأنَْزَلَ اللََُّّ عَزَّ وَجَلَّ } نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ { أَيْ مُقْبِاَ جتٍ وَمُدْبِرَاتٍ وَمُسْتَلْقِيَاتٍ يَعْنِي بِذَلِكَ مَوْضِعَ الْوَلَدِ Dari Ibnu Abbas, ia berkata; sesungguhnya Ibnu Umar semoga Allah mengampuninya, ia telah silap. Sesungguhnya terdapat sebuah kampong anshar yang merupakan para penyembah berhala, hidup bersama kampong yahudi yang merupakan ahli kitab. Dan mereka memandang bahwa orang-orang yahudi memiliki keutamaan atas mereka dalam hal ilmu. Dan mereka mengikuti kebanyakan perbuatan orang-orang yahudi. Diantara keadaan ahli kitab adalah bahwa mereka tidak menggauli isteri mereka kecuali dengan satu cara yaitu dengan miring berhadapan, dan hal tersebut dipandang lebih menjaga rasa malu seorang wanita. Dan orang-orang anshar ini mengikuti perbuatan mereka dalam hal tersebut. Sementara orang-orang Quraisy menggauli isteri-isteri mereka dengan cara menelentangkan istri sesukanya dan menikmati mereka, dalam keadaan menghadap dan membelakangi serta dalam keadaan terlentang. Kemudian tatkala orang-orang muhajirin datang ke Madinah, salah seorang diantara mereka menikahi seorang wanita anshar. Kemudian ia melakukan hal tersebut. Kemudian wanita anshar tersebut mengingkarinya dan berkata; sesungguhnya kami didatangi dengan satu cara, maka lakukan hal tersebut, jika tidak maka jauhilah aku! akhirnya tersebarlah permasalahan mereka, dan hal tersebut sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. kemudian Allah ‘azza wajalla menurunkan ayat: “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-
  • 11. tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” Yakni dalam keadaan menghadap )saling berhadapan), membelakangi dan terlentang, yaitu pada tempat lahirnya anak (farj). (H.R. Abu Dawud) Umar juga merasa tidak enak ketika menjimaki istrinya dari belakang sehingga berkonsultasi dengan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam, namun ternyata Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam membolehkan. Ahmad meriwayatkan; )707 / مسند أحمد ) 1 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَاءَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِلَى رَسُولِ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللََِّّ هَلَكْتُ ق الَ وَمَا الَّذِي أَهْلَكَكَ قَالَ حَ ولْتُ رَحْ لِيَ الْبَارِحَة قَالَ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ شَيْئًا قَالَ فَأوَْحَى اللََُّّ إِلَى رَسُولِهِ هَذِهِ الْآيَ } نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ { أَقْبِلْ وَأَدْبِرْ وَاتَّقِ الدُّبُرَ وَالْحَيْضَ Dari Ibnu Abbas, ia berkata; Umar bin Khaththab datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata; “Wahai Rasulullah, aku telah binasa.” Beliau bertanya: “Apa yang membinasakanmu?” Umar menjawab; “Aku membalik tungganganku )yakni istriku) tadi malam.” Ibnu Abbas berkata; Beliau tidak mengatakan apa-apa mengenai itu. Ibnu Abbas melanjutkan; Lalu Allah mewahyukan kepada Rasul-Nya ayat ini: (Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki) )lalu beliau mengatakan): “Bagaimana saja kamu kehendaki, dari depan atau belakang tapi hindarilah dubur dan Haidl.” )H.R.Ahmad) Alasan bahwa islam mencintai kebersihan, sementara oral seks itu kotor dan najis, juga kurang kuat, karena peluang munculnya kotor saat bersenang-senang tidak diharamkan dengan bukti foreplay yg mubah, padahal berpeluang mengeluarkan Madzi yang mengenai tubuh, bantal, selimut, kasur. dll. Alasan bahwa lisan itu dipakai berdzikir dan membaca Al-Quran sehingga tidak layak berinteraksi dengan kemaluan juga kurang kuat, karena menghisap ketiak, payudara,pusar, punggung, telinga, dan mulut yang berpeluang gusinya berdarah hukumnya mubah. Ringkasnya, perasaan manusia yang subyektif bukan standar halal-haram, dan tidak boleh dijadikan dalil untuk menentukan status keharaman sesuatu. Halal-haram hanya boleh ditetapkan dengan Nash, bukan perasaan subyektif manusia. Statemen bahwa tidak ada hewan yang melakukan oral seks juga tidak benar, karena -dari sumber-sumber referensi dan realitas yang bisa disaksikan- kambing, primata, anjing hutan, kelelawar dan domba malakukan oral seks. Hanya saja oral seks yang dilakukan hewan bukan untuk bersenang-senang, namun pengkondisian aktivitas reproduksi biasa. Ketujuh; Oral seks bisa membuat Madzi termakan, padahal memakan najis hukumnya haram. Jadi oral seks haram karena bisa membuat termakannya benda najis yang hukumnya haram.
  • 12. Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; Mengharamkan oral seks dengan alasan peluang tertelannya benda najis tidak bisa diterima, karena tidak pasti, tidak sengaja, bisa dimuntahkan, atau dilindungi dengan kondom. Seorang suami yang mencium dan menghisap mulut istrinya yang berpeluang keluarnya darah dari gusinya, tidak bisa dilarang dan diharamkan dengan alasan peluang termakannya darah yang najis. Peluang darah tertelan adalah hal yang tidak pasti, tidak sengaja, dan bisa dimuntahkan, sehingga hal ini tidak bisa menjadi dalil haramnya ciuman. Lagi pula syara membedakan tubuh yg terkena najis dan tubuh yang telah disucikan. Tubuh yang terkena najis haram dipakai untuk shalat, namun jika disucikan maka tidak lagi tercela. Tersentuhnya mulut oleh najis tidak ada bedanya dengan tersentuhnya tangan atau anggota tubuh yang lain oleh Madzi. Kedelapan; oral seks termasuk Tasyabbuh (menyerupai) orang Kafir sehingga hukumnya haram. Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; Menilai oral seks termasuk Tasyabbuh dengan orang Kafir sehingga hukumnya haram adalah penilaian yang belum bisa diterima karena maksud larangan Tasyabbuh adalah Tasyabbuh yang terkait dengan kekufuran, syiar dan adat-istiadat mereka yg bertentangan dengan Islam. Al-Ghazzi mendefinisikan Tasaybbuh dengan berkata; “هو عبارة عن محاول الإنسان أن يكون شبهَ المتشبَّه به وعلى هيئته وحليته ونعته وصفته، .)حسن التنبه لما ورد في .)94/7( )2/ التشبه )ق 2 Tasyabbuh adalah upaya seseorang agar menjadi mirip dengan yang ditiru dalam penampilan, perhiasan, sifat dan karakternya. (Husnu At-Tanabbuh Lima Waroda Fi At-Tasyabbuh, vol.1 hlm 49) Jadi Tasyabbuh itu harus ada upaya/usaha sengaja untuk mengidentikkan diri dengan yang ditiru, bukan semata-mata melakukan perbuatan yang kebetulan sama. Fenomane fans-fans artis yang berusaha meniru gaya rambut, gaya berpakaian, gaya jalan, gaya berbicara artis yang diidolakan adalah contoh yang paling dekat dengan makna Tasyabbuh. Kesamaan melakukan perbuatan tidak bisa disebut Tasyabbuh jika tidak terealisasi sifat-sifat ini. Sistem Diwan dari Persia yang diadopsi Umar tidak bisa disebut Tasyabbuh dengan bangsa Persia yang Kafir karena tidak terkait kekufuran dan syiar-syiar yang bertentangan dengan islam. Terkait dengan hubungan seksual, yang tepat disebut Tasyabbuh adalah jika kaum muslimin ikut-ikutan bergaya seks bebas, merekam adegan intim, lalu menyebarkannya apalagi memkomersialkannya. Adapun oral seks, maka hal ini tidak termasuk ciri kekufuran suatu kaum, tetapi hanyalah teknik dan kreasi Istimta’, fore play, dan bersenang-senang. Lagipula, Romawi Kuno, Kristen, dan penduduk Sub Sahara Afrika konon juga “mengharamkan” oral seks. Jika cara penarikan kesimpulan Tasyabbuh pendapat yang mengharomkan oral seks diikuti, maka mengharamkan oral seks juga bisa difahami Tasyabbuh kepada romawi kuno dan kristen yang Kafir yang hukumnya haram. Kesembilan; oral seks menyerupai hewan, sehingga hkumnya haram
  • 13. Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; Mengharamkan oral seks dengan alasan menyerupai hewan tidak bisa diterima, karena gaya bersetubuh dari belakang yang diistilahkan di zaman sekarang dengan nama Doggy Style hukumnya mubah dan dilakukan shahabat-Shahabat Muhajirin termasuk Umar, padahal Doggy Style jelas menyerupai anjing dalam bersetubuh. Larangan-larangan menyerupai hewan seperti dinyatakan dalam hadis-hadis berikut; )222 / سنن أبى داود – م ) 7 عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شِبْلٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللََِّّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَقْرَةِ الْغُرَابِ وَافْتِرَاشِ السَّبُعِ وَأَنْ يُوَ طنَ الرَّجُلُ الْمَكَانَ فِى الْمَسْجِدِ كَمَا يُوَ طنُ الْبَعِيرُ. هَذَا لَفْظُ قُتَيْبَ . Dari Abdurrahman bin Syibl dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang (sujud dengan cepat) seperti burung gagak mematuk dan (menghamparkan lengan ketika sujud) seperti binatang buas yang sedang membentangkan kakinya dan melarang seseorang mengambil lokasi khusus di Masjid (untuk ibadatnya) sebagaimana unta menempati tempat berderumnya.” )H.R.Abu Dawud) )724 / سنن ابن ماجه ) 2 عَنْ عَلِ ي قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَلِيُّ لََ تُقْعِ إِقْعَاءَ الْكَلْبِ dari Ali ia berkata; “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hai Ali, janganlah duduk seperti duduknya anjing )dalam shalat). ” )H.R. Ibnu Majah) )279 / صحيح البخاري ) 2 عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِ ي صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اعْتَدِلُوا فِي السُّجُودِ وَلََ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ Dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Seimbanglah kalian salam sujud, dan janganlah salah seorang dari kalian membentangkan kedua sikunya sebagaimana anjing membentangkan tangannya.” )H.R.Bukhari) )927 / صحيح مسلم ) 2 عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا لِي أَرَاكُمْ رَافِعِي أَيْدِيكُمْ كَأنََّهَا أَذْنَابُ خَيْلٍ شُمْ سٍ اسْكُنُوا فِي الصَّاَ جة Dari Jabir bin Samurah dia berkata, “Mengapa aku melihat kalian mengangkat tangan kalian, seakan-akan ia adalah ekor kuda yang tidak bisa diam. Kalian tenanglah di dalam shalat.” (H.R.Muslim) Semuanya terkait dengan perbuatan shalat, sehingga tidak bisa dijadikan dalil untuk mengharamkan perbuatan yang lain. Duduk seperti anjing saat buang air besar adalah alami
  • 14. dan hukumnya mubah, menderum seperti unta saat tiarap latihan militer demi kepentingan jihad juga mubah karena bagian dari persiapan Jihad. Kesepuluh; oral seks itu tidak natural, menyimpang, keluar dari fitrah dan zalim sebagaimana orang makan pakai hidung, jadi hukumnya haram. Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; Oral seks tidak bisa disebut penyimpangan karena tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa itu penyimpangan. Malah Nash-Nash Istimta’ dan perintah foreplay membuat oral seks termasuk cakupan makna kebolehannya. Alasan bahwa hal itu tdk natural/menyimpang dari fitrah tidak punya batasan dan standar baku yg didukung/digali dari Nash, sehingga argumen ini hanyalah penilaian subyektif perasaan. Sama seperti perasaan tidak natural saat bersetubuh dengan gaya doggy style. Kesebelas; oral seks bertentangan dengan adab yang luhur dan akhlaq yang mulia sehingga hukumnya haram Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; Alasan bahwa oral seks bertentangan dengan adab yang luhur dan akhlaq yang tinggi sulit ditemukan batasannya, karena jimak dari belakang misalnya, secara perasaan bertentangan dengan adab yang tinggi karena menyerupai hewan, akan tetapi ternyata Nash jelas membolehkannya. Jadi alasan ini tidak boleh dijadikan dalil mengharamkan oral seks. Keduabelas; oral seks tidak menghasilkan anak, tidak sesuai dengan maksud penciptaan syahwat, dan bisa membinasakan spesies manusia sehingga hukumnya haram Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; Argumentasi bahwa oral seks haram karena tidak sesuai dengan maksud diciptakannya syahwat dan kecenderungan berhubungan seks, yaitu untuk melestarikan spesies manusia, maka argumen ini tidak bisa diterima karena syara’ memubahkan berhubungan seksual semata-mata untuk bersenang-senang meski tanpa maksud untuk memperoleh keturunan sebagaimana tampak pada hadis Azl berikut; )275 / صحيح مسلم ) 1 عَ نْ جَابِرٍ أَنَّ رَجُاً ج أَتَى رَسُولَ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ لِي جَارِيَ هِيَ خَادِمُنَا وَسَانِيَ تُنَا وَأَنَا أَطُوفُ عَلَيْهَا وَأَنَا أَكْرَهُ أَنْ تَحْمِلَ فَقَالَ اعْزِلْ عَنْهَا إِنْ شِئْتَ Dari Jabir bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam sambil bertanya; “Saya memiliki seorang budak perempuan yang bekerja melayani dan menyirami tanaman kami, saya sering mensetubuhinya, akan tetapi saya tidak ingin jika dia hamil.” Lantas beliau bersabda: “Jika kamu mau, lakukanlah azl/coitus interuptus/senggama terputus (H.R.Muslim)
  • 15. Lelaki yang ingin mensetubuhi tetapi tidak ingin anak dalam hadis di atas jelas sekali tujuan persetubuhannya adalah sekedar berlezat-lezat dan bersenang-senang. Ternyata Nabi membolehkan, sehingga hadis ini menjadi dalil bahwa bersetubuh dengan maksud bersenang senang, termasuk oral seks dengan maksud bersenang-senang hukumnya mubah. Lagipula, dalil keumuman bolehnya Istimta’ menunjukkan bahwa bersenang-senang suami istri tanpa niat punya anak hukumnya Mubah, sehingga oral seks termasuk di dalamnya. Fakta oral seks juga ada yang dimaksudkan hanya sebagai pemanasan sebelum berhubungan seksual sehingga argumen memusnahkan keturunan menjadi tidak relevan. Ketigabelas; oral seks menimbulkan berbagai macam resiko penyakit seperti; herpes, kanker mulut, penyakit kulit, jamur pada vagina, kanker tenggorokan,hepatitis A/B/C, syphilis, Shigella, Campylobacter, Chlamydia, Gonorrhea dan aids. Jadi, hal oral seks bisa menimbulkan Dhoror dan Dhoror diharamkan oleh islam. Jawaban dari argumentasi ini adalah sebagai berikut; Peluang terjdinya Dhoror karena dilakukannya suatu perbuatan tidak bisa dijadikan dalil mengharomkan suatu perbuatan. Orang naik sepeda motor, makan mie, dan makan sate bisa terkena resiko penyakit, namun hal tersebut tidak bisa dijadikan dalil haramnya naik sepeda, makan mie dan makan sate. Dhoror yang membuat suatu perbuatan diharamkan harus bersifat pasti dan langsung, bukan sesuatu yang tidak pasti dan tidak langsung. Persetubuhan normalpun juga mengandung resiko seperti otot tertarik, punggung terluka, luka bakar, leher terkilir, lutut atau siku tersentak, memar bahu, lutut bengkok, terkilir di pergelangan tangan, terkilir di pergelangan kaki, jari bengkok,lecet dan memar, sakit otot dan persendian, lecet pada organ genital, dehidrasi, infeksi saluran kencing, sakit punggung, kerusakan urat syaraf, penglihatan terganggu, serangan jantung, penis patah, memadamkan hasrat yang bersifat alami, organ-organ tubuh yang alami menjadi lemah, dan hal-hal yang tidak alami menjadi kuat, daya tahan tubuh melemah, semangat menurun, gerakan tubuh berkurang, perut menjadi besar dan hati melemah, proses pencernaan di dalamnya menjadi tidak baik, sel darah menjadi rusak, urat-urat menjadi lemah, proses penuaan menjadi lebih cepat, keceriaan dan kewibawaan wajah menghilang, pandangan mata melemah, rambut menjadi tipis dan mudah rontok, bahkan dapat menimbulkan kebotakan dan darah membeku, membahayakan urat syaraf, menimbulkan gemetar dan gerakan yang lemah, serta membahayakan dada dan paru-paru. Termasuk pula resiko diserangnya berbagai penyakit kelamin seperti Syphilis, Gonorhe & Chlamiydia, Herpes, Infeksi Jamur, Bisul Pada Alat Kelamin, Kutu Kelamin, Hpv, Pid, Bv, Vaginistis, Aids, Keputihan, Kondiloma Akuminata, dll. Namun resiko-resiko ini tidak bisa dijadikan dalil haramnya bersetubuh bagi suami istri. Dengan demikian, semua argumentasi pendapat yang mengharamkan oral seks perlu ditinjau ulang dengan ulasan-ulasan yang telah dipaparkan diatas. Adapun pendapat yang memakruhkan oral seks, maka pendapat ini sulit diikuti karena tidak ada dalil yang mendasarinya. Dalil yang dipakai tidak lebih perasaan jijik terhadap oral seks yang dikombinasi dengan kenyataan tidak ditemukannya Nash lugas yang mengharamkan oral seks. Perasaan jijik tidak bisa dijadikan standar penetapan hukum karena bersifat relatif dan bukan dalil Syara’ Statemen-Statemen Ulama Salaf Yang menunjukkan Bahwa Oral Seks Hukumnya Mubah
  • 16. Terdapat sejumlah ulama yang membahas fikih hubungan suami istri dan menyatakan statemen yang bisa difahami bahwa oral seks menurut mereka hukumnya mubah. Diantara mereka adalah Ashbagh, salah seorang ulama bermadzhab maliki. Al-Qurthubi menyatakan; )222 / تفسير القرطبي ) 72 قال ابن العربي. وقد قال أصب من علمائنا: يجوز له أن يلحسه بلسانه “Ibnu Al-’Aroby berkata; Ashbagh salah satu ulama kami berkata; Boleh baginya )suami) menjilatnya (kemaluan istrinya) dengan lidahnya (Tafsir Al-Qurthubi, vol.12, hlm 232) Termasuk pula Al-Milyabary. Beliau berkata dalam kitabnya Fathu Al-Mu’in; )290 / فتح المعين ) 2 يجوز للزوج كل تمتع منها بما سوى حلق دبرها ولو بمص بظرها “Boleh bagi suami menikmati semua jenis aktivitas menikmati dari istrinya selain lingkaran anusnya, meskipun (menikmati tersebut dilakukan) dengan menghisap Clitorisnya (Fathu Al- Mu’in, vol.3. hlm 340) Diriwayatkan Imam Malik juga termasuk membolehkan. Ar-Ru’ainy berkata; )22 / مواهب الجليل لشرح مختصر الخليل ) 5 روي عن مالك أنه قال لَ بأس أن ينظر إلى الفرج في حال الجماع وزاد في رواي ويلحسه بلسانه “Diriwayatkan dari Imam Malik bahwasanya beliau berkata; Tidak apa-apa melihat kemaluan saat Jimak” dan menambah dalam riwayat yang lain; serta menjilat kemaluan tersebut dengan lidahnya” )Mawahib Al-Jalil Li Syarhi Mukhtashor Al-Kholil, vol.5, hlm 23) Termasuk pula Qodhi Iyadh. Al-Buhuti berkata; )921 / كشاف القناع عن متن الإقناع ) 71 قَالَ الْقَاضِي يَجُوزُ تَقْبِيلُ فَرْجِ الْمَرْأَةِ قَبْلَ الْجِمَاع “Al-Qodhi )Iyadh) berkata; Boleh mencium vagina wanita sebelum Jimak” )Kassyaf Al- Qina’ ‘An Matni Al-Iqna’, vol 16 hlm 436) Termasuk pula Al-Mirdawi, beliau berkata dalam Al-Inshof; )21 / الإنصاف ) 8 ليس لها استدخال ذكر زوجها وهو نائم با ج إذنه ولها لمسه وتقبيله بشهوة “Tidak ada hak bagi istri memasukkan penis suaminya sementara suami dalam keadaan tidur tanpa izinnya, namun istri boleh merabanya dan menciumnya dengan syahwat” )Al-Inshof, vol 8 hlm 27)
  • 17. Penutup Demikianlah hukum oral seks. Sejumlah ulama kontemporer juga berpendapat mubahnya oral seks seperti Sa’id Romadhon Al-Buthi , Ali Jumu’ah , Salman Audah, Ahmad Al-Kurdy, Abdullah Al-Faqih, Mas’ud Shobri, Sabri Abdur Rauf, dan Musa Hasan Mayan. As-Syafii dalam Al-Umm menyinggung juga masalah oral seks, namun masih sulit diidentifikasi sikap beliau dalam hal ini. Dalam Al Umm dinyatakan; )21 / الْم ) 7 وَلََ نُوجِبُ الْغُسْلَ إلََّ أَنْ يُغَي بَهُ في الْفَرْجِ نَفْسِهِ أو الدُّبُرِ فَأمََّا الْفَمُ أو غَيْرُ ذلك من جَسَدِهَا فَاَ ج يُوجِبُ غُسْاً ج إذَا لم يُنْزِلْ “Kami tidak mewajibkan mandi kecuali dia memasukkan kemaluannya kedalam farji atau anus. Adapun (memasukkan penis ke dalam) mulut atau yang lainnya dari tubuh istri, maka hal itu tidak membuat wajib mandi jika tidak mengeluarkan mani (Al-Umm, vol 1, hlm 37) Adapun ulama yang mengharamkan, diantaranya adalah; Muhammad As-Sayyid Ad-Dusuqi, Kholid Al-Jundi,Sholih Al-Luhaidan, Ahmad bin Yahya An-Najmi, Ibnu Baz, dan Ubaid bin ‘Abdillah bin Sulaiman AI-Jabiry. Al-Albani bisa juga ditafsirkan termasuk kelompok ini dilihat dari penyerupaan beliau atas oral seks dengan perilaku hewan. Yusuf Qordhowi termasuk yang memakruhkan, sementara Abdullah bin Jibrin tidak berani mengharamkan, tetapi jijik terhadapnya. Bagi seorang muslim, hukum manapun yang diikuti apakah mubah, makruh atau haram, hendaknya semuanya didasarkan pada hujjah dan memilih pendapat yang dipandang paling kuat yang lebih dekat pada kebenaran tanpa Taklid secara membuta. Wallahua’lam.