1. Makanan Halal dan Haram Dalam Islam
Diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda -Nu’man
menunjukkan kedua jarinya ke kedua telingannya-: ‘Sesungguhnya sesuatu yang halal itu
sudah jelas, dan sesuatu yang haram itu sudah jelas, di antara keduanya terdapat sesuatu
yang samar tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Siapa yang mencegah dirinya dari yang
samar maka ia telah menjaga agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam
hal yang samar itu berarti ia telah jatuh dalam haram. Seperti seorang penggembala yang
menggembala hewan ternaknya di sekitar daerah terlarang, dikhawatirkan lambat laun akan
masuk ke dalamnya. Ketauhilah, setiap raja memiliki area larangan, dan area larangan Allah
adalah apa-apa yang telah diharamkannya. Ketahuilah, bahwa di dalam tubuh terdapat
segumpal daging, bila ia baik maka akan baik seluruh tubuh. Namun bila ia rusak maka akan
rusaklah seluruh tubuh, ketahuilah ia adalah hati.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini, menurut Ibnu Rajab al-Hanbali, telah disepakati kesahihannya oleh para ulama hadis.
Menurut Imam an-Nawawi, hadis ini merupakan salah satu hadis tentang pokok ajaran agama. Ia
menjelaskan bahwa perkara yang halal sudah jelas, begitu pula perkara haram. Perkara halal dan
haram, termasuk makanan, telah diterangkan ajaran agama melalui al-Qur‟an dan hadis sahih.
Pengetahuan tentang halal dan haram ini sangat penting bagi umat, karena menyangkut
kehormatan diri dan kemurnian agama.
Berbicara halal dan haram lebih identik dengan pembahasan masalah pangan. Memang, hadis
ini menitikberatkan pada masalah pangan, karena masalah ini sangat urgen dalam aktivitas
manusia sehari-hari. Tidak heran, dalam penggalan hadis ini disebutkan bahwa orang yang tidak
peduli dengan hal-hal syubhat (samar), yang tidak jelas halal haramnya, seperti seorang
penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar area terlarang. Apabila tidak hati-hati
maka lambat laun akan masuk pada area terlarang. Area terlarang itu adalah hal-hal yang
diharamkan Allah.
Hadis ini ditutup dengan penjelasan Nabi SAW tentang peran sentral hati dalam aktivitas
manusia. Apabila hati baik maka akan muncul perilaku dan sikap yang baik. Namun bila hati
jahat maka perilaku dan sikap yang muncul menjadi buruk. Bahkan menurut Ibnu Hajar al`Asqalani dalam Fathul Bari, dalam riwayat lain digunakan kata shihhah dan saqam (sehat dan
sakit) bukan shalah dan fasad. Ini mengindikasikan bahwa hati juga merupakan salah satu
penyebab kesehatan bagi seseorang.
Tampaknya Nabi hendak menjelaskan kiat menjaga kebersihan dan kesehatan hati adalah
dengan sikap hati-hati mengonsumsi makanan dan minuman. Karena makan dan minuman yang
masuk ke dalam tubuh akan membentuk jaringan tubuh, termasuk hati. Tidak heran bila Nabi
SAW mengingatkan umat dalam sebuah hadis diriwayatkan Jabir bin Abdullah ketika Nabi
menasehati Ka‟ab bin „Ajrah: ”Wahai Ka‟ab bin „Ajrah, tidak akan masuk surga daging yang
tumbuh dari makanan haram.” (HR. Darimi dalam Sunan dengan sanad kuat).
Sebelum dilanjutkan pada masalah makanan ada baiknya kita pelajari terlebih dahulu apakah itu
syubhat?
2. Syubhat, Syubuhat, atau Subhat merupakan istilah didalam Islam yang menyatakan tentang
keadaan yang samar tentang kehalalan atau keharaman dari sesuatu. Syubhat juga dapat
merujuk kepada sebuah keadaan kerancuan berpikir dalam memahami sesuatu hal, yang
mengakibatkan sesuatu yang salah terlihat benar atau sebaliknya. Dalam permasalahan
kontemporer seringkali umat yang awam menghadapi permasalahan yang belum jelas dan
meragukan sehingga dibutuhkan keterangan atau penelitian lebih lanjut, syariat Islam
menuntut segala sesuatu dilakukan atas dasar keyakinan bukan keragu-raguan. Sering kali
dibutuhkan fatwa dan ijtihad ulama untuk menentukan status hukumnya.
Definisi syubhat:
- Secara bahasa:
Didalam KBBI didefinisikan sebagai "keragu-raguan atau kekurangjelasan tentang sesuatu
(apakah halal atau haram dsb); karena kurang jelas status hukumnya; tidak terang (jelas)
antara halal dan haram atau antara benar dan salah. Kata kerja bersyubhat berarti
“menaruh keragu-raguan”
- Secara istilah
Syubhat adalah ketidakjelasan atau kesamaran, sehingga tidak bisa diketahui halal
haramnya sesuatu secara jelas. Syubhat terhadap sesuatu bisa muncul baik karena
ketidakjelasan status hukumnya, atau ketidakjelasan sifat atau faktanya. Status
hukumnya dapat diketahui baik berdasarkan nash ataupun berdasarkan ijtihad
yang dilakukan ulama dengan metode qiyas, istishab, dan sebagainya. Syubhat
berbeda dengan perkara yang sudah jelas pengharamannya, atau dengan halal,
makruh, wajib, dan sunat. Syubhat muncul karena ketidaktahuan, bukan dari
pengetahuan. Kondisi tersebut akan terus meragukan dan tidak akan pernah
melahirkan kemantapan dalam menentukan sikap, hingga datangnya penjelasan
dari ulama. Kondisi seperti ini umumnya dialami kebanyakan oleh kelompok awam.
Syubhat sesungguhnya menggambarkan pengetahuan objektif sebagian besar orang
terhadap status hukum suatu perkara. Sebab, dalam pandangan hukum syariat, tidak ada
satu pun masalah yang tidak memiliki status hukum. Sekalipun kadang-kadang
diperdebatkan, ketidakjelasannya bukan karena keraguan, tapi berlandaskan keilmuan
yang jelas. Seseorang yang masih ragu-ragu terhadap hukum suatu perkara, dan belum
jelas mana yang benar baginya, maka perkara itu dianggap syubhat baginya, dia harus
menjauhi perkara tersebut hingga jelas baginya status kehalalannya. Sedangkan bagi orang
yang tahu (faham/berilmu), status perkaranya sudah jelas, walau kadang terdapat
perbedaan pendapat dikalangan Ahlul ilmi (ulama), utamanya diantara mazhab-mazhab
fiqih.
Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi
makanan haram. Rasulullah SAW. bersabda :
"Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah baik tidak
menerima kecuali hal-hal yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orangorang mu'min sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul”. Allah berfirman: "Hai
rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh.
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".
Dan firman-Nya yang lain: "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu" Kemudian beliau mencontohkan seorang laki-laki,
dia telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan
3. kedua tangannya ke langit: “Yaa Rabbi! Yaa Rabbi!” Sedangkan ia memakan makanan yang
haram, dan pakaiannya yang ia pakai dari harta yang haram, dan ia meminum dari
minuman yang haram, dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan
diterima do'anya". (HR Muslim no. 1015)
KAIDAH FIQIH HALAL-HARAM :
Ada beberapa kaidah fiqih yang dipakai para ulama dalam menentukan status kehalalan suatu
jenis hewan, yaitu :
Kaidah Pertama : Semua jenis makanan (daging) hukumnya halal, kecuali ada dalil yang
mentakhsiskannya (secara khusus menyebutkan pengharamannya).
Kaidah Kedua : Makanan halal memberikan pengaruh baik dan makanan haram memberikan
pengaruh buruk (madhorot) bagi manusia yang memakannya.
Kaidah Ketiga : Hukum halal-haram ditetapkan karena ada sebabnya (Al hukmu yadluru
ma’al illati).
Kaidah Keempat : Segala penyerupaan (mendekat-dekati) dengan bahan haram maka
diharamkan (al washilatu ila haromin haromun).
Kaidah Kelima : Tidak ada hubungannya antara halal-haram suatu daging dengan anggapan
(buruk) suatu kaum (Arab).
Kaidah Keenam : Setiap jenis hewan buas (karnivora) yang bertaring dan berkuku tajam
adalah haram dimakan.
Kaidah Ketujuh : Meskipun bertaring dan berkuku tajam, namun apabila ia adalah binatang
jinak (herbivora) maka tidak diharamkan.
Kaidah Kedelapan : Setiap jenis hewan yang diperintahkan agama untuk dibunuh, maka
dagingnya haram.
Kaidah Kesembilan : Setiap jenis hewan yang dilarang dibunuh, maka dagingnya haram.
Kaidah Kesepuluh : Setiap jenis hewan yang hidup di laut, maka ia halal dimakan (baik
ditemukan dalam keadaan hidup maupun telah mati).
Kaidah Kesebelas : Setiap jenis hewan pemakan kotoran (bangkai dan najis), maka
dagingnya haram dimakan (jallaalah).
Kaidah Kedua belas : Dalam keadaan terpaksa, semua jenis makanan haram dapat menjadi
halal.
4. PENJELASAN :
1. SEMUA MAKANAN HALAL, KECUALI YANG DIHARAMKAN
1.1
Bangkai :
Yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu. Macam-macam bangkai :
Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja atau
tidak.
Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras
hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.
Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau jatuh
ke dalam sumur sehingga mati.
An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya.
1.2
Darah :
Yaitu darah yang mengalir (QS. 2:173, 5:3, 6:145, dll.). Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah
mengatakan: "Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah
yang mengalir”.
Syaikh Dr. Shahih Al-Fauzan (Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461) mengatakan bahwa tidak ada
satupun ulama' yang mengharamkan darah yang diam (yang menempel pada daging).
Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair. Diceritakan bahwa orang-orang
jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah
alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau
hewan yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman.
1.3
Daging Babi :
Babi baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan mencakup seluruh anggota
tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur'an,
hadits dan ijma' ulama.
1.4
Sembelihan untuk selain Allah Swt. :
Yakni setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena
Allah mewajibkan agar setiap makhluk-Nya disembelih dengan nama-Nya yang mulia. Oleh
karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah
5. baik patung, taghut, berhala dan lain sebagainya , maka hukum sembelihan tersebut adalah
haram dengan kesepakatan ulama.
Belalang :
1. Ibnu Abu Aufa ra. berkata: “Kami berperang bersama Rasulullah SAW. sebanyak
tujuh kali, kami selalu makan belalang”. (Muttafaq „Alaihi).
Kuda dan khimar ahliyyah (keledai jinak)
1. Dari Jabir ra. berkata: "Rasulullah melarang pada perang khaibar dari (makan)
daging khimar dan memperbolehkan daging kuda". (HR Bukhori no. 4219 dan
Muslim no. 1941)
2. Dari Jabir ra. berkata: "Pada perang Khaibar, mereka menyembelih kuda, bighal dan
khimar. Lalu Rasulullah melarang dari bighal dan khimar dan tidak melarang dari
kuda.” (Shahih. HR Abu Daud (3789), Nasa'i (7/201), Ahmad (3/356), Ibnu Hibban
(5272), Baihaqi (9/327), Daraqutni (4/288-289) dan Al-Baghawi dalam Syarhu
Sunnah no. 2811).
3. Dari Atha' ra. bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij : "Salafmu biasa memakannya
(daging kuda)". Ibnu Juraij berkata : "Apakah beliau sahabat Rasulullah?” Jawabnya
: “Ya.” (HR. Bukhari-Muslim; Subulus Salam (4/146-147) oleh Imam As-Shan'ani).
4. Asma‟ ra. berkata : “Kami menyembelih kuda pada jaman Rasulullah SAW. dan
memakan dagingnya. Pada saat itu, kami telah berada di Madinah.” (HR. BukharyMuslim).
Keterangan : Khimar adalah sejenis kuda yang dipakai sebagai alat angkut barang-barang.
Kelinci dan sejenisnya
Dari Anas bin Malik ra. berkata : “Kami mencari kelinci di Marr az-Zahran dan aku pun
mendapatkannya. Lalu aku bawa kelinci itu kepada Abu Thalhah ra., beliau pun
menyembelihnya dan mengirimkan daging paha kelinci tersebut kepada Rasulullah SAW.,
dan beliau pun menerimanya” (HR. Bukhary-Muslim)
2.
MAKANAN HALAL MEMBERIKAN PENGARUH BAIK DAN MAKANAN
HARAM MEMBERIKAN PENGARUH BURUK
Jika Allah melarang kita mengkonsumsi bangkai, darah, daging babi, khamr, dll itu tentu
karena bahan-bahan tersebut (secara fisiologi/medis) bisa merusak kesehatan kita.
6. 3.
AL HUKMU YADLURU MA’AL ILLATI
Hukum dalam Syari‟at Islam ditetapkan karena ada sebab-sebab yang melatarbelakanginya.
4.
AL WASHILATU ILA HAROMIN HAROMUN
Segala penyerupaan (mendekat-dekati) dengan bahan haram maka diharamkan
5.
TIDAK ADA HUBUNGANNYA ANTARA HALAL-HARAM SUATU DAGING
DENGAN ANGGAPAN (BURUK) SUATU KAUM
Ad-dhab, bagi yang merasa jijik darinya (lihat video :
http://www.youtube.com/watch?v=VrV4Nm1dQ5s atau
http://www.youtube.com/watch?v=JHP8rZaz2cc&feature=related)
1. Dari Ibnu Abbas ra. dari Khalid bin Walid ra. bahwa : Beliau pernah masuk bersama
Rasulullah SAW. ke rumah Bunda Maimunah (salah satu istri Kanjeng Nabi SAW).
Di sana telah dihidangkan daging dhab panggang (binatang pemakan tanaman, mirip
dgn biawak). Rasulullah SAW. berkehendak untuk mengambilnya. Sebagian wanita
berkata : “Khabarkanlah pada Rasulullah tentang daging yang hendak beliau
makan!”, lalu mereka pun berkata : “Wahai Rasulullah, ini adalah daging dhab!”
Serta merta Rasulullah mengangkat tangannya (tidak jadi menyantap). Aku (Khalid
bin Walid) bertanya : “Apakah daging ini haram wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab : "Tidak, tetapi hewan ini tidak ada di kampung kaumku sehingga akupun
merasa tidak enak (merasa jijik) memakannya!” Khalid berkata : Lantas aku
mengambil dan memakannya sedangkan Rasulullah melihat. (HR. Bukhari no. 5537
dan Muslim no. 1946).
2. Hadits Abdullah bin Umar secara marfu' (sampai pada Nabi). "Dhob, saya tidak
memakannya dan saya juga tidak mengharamkannya." (HR. Bukhari no.5536 dan
Muslim no. 1943)
Kesimpulan : Apabila kita jijik terhadap suatu makanan (biawak, cacing, belut, bekicot, dll.),
maka kita tidak boleh memakannya.
6.
SEMUA BINATANG BUAS (YANG BERTARING DAN BERKUKU TAJAM)
DIHARAMKAN
1. Dari Abu Hurairah, Nabi SAW. bersabda: "Setiap binatang buas yang bertaring
adalah haram dimakan" (HR. Muslim no. 1933). Hadits mutawatir menurut Imam
Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (1/125) dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam
I'lamul Muwaqqi'in (2/118-119).
7. 2. Dari Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang
bertaring dan berkuku tajam." (HR Muslim no. 1934)
3. Abi Tsa‟labah ra. berkata : “Sesungguhnya Rasulullah SAW. melarang untuk
memakan daging binatang buas yang bertaring” (HR. Bukhary dan Muslim).
4. Imam Ahmad berkata : “Setiap binatang yang menggigit dengan taringnya, maka ia
termasuk binatang buas!”
5. Dari Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang
bertaring dan burung yang berkuku tajam." (HR Muslim no. 1934)
6. Imam Ibnu Abdil Barr juga mengatakan dalam At-Tamhid (1/127): "Saya tidak
melihat adanya persilangan pendapat di kalangan ulama kaum muslimin bahwa kera
tidak boleh dimakan dan tidak boleh dijual karena tidak ada manfaatnya. Dan kami
tidak mengetahui seorang ulama'pun yang membolehkan untuk memakannya.
Demikian pula anjing,gajah dan seluruh binatang buas yang bertaring. Semuanya
sama saja bagiku (keharamannya). Dan hujjah adalah sabda Nabi saw bukan
pendapat orang....".
Hukum Daging Anjing dan Kucing :
1. Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Bila seekor anjing minum
dari wadah milik kalian, maka cucilah 7 kali”.
2. Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sucinya wadah kalian yang
dimasuki mulut anjing adalah dengan mencucinya 7 kali salah satunya dengan
tanah”.
3. Bahwasanya Rasulullah SAW. diundang ke rumah suatu kaum, lalu baginda
memenuhi undangan tersebut, kemudian baginda diundang ke rumah satu kaum yang
lain namun tidak beliau penuhi. Lalu ditanya kepada Baginda Nabi kenapa? Baginda
menjawab: "Sesungguhnya pada rumah si fulan itu ada anjing." Lalu dikatakan
kepada baginda: "Dalam rumah si fulan (undangan pertama) ada kucing”. Baginda
menjawab: "Sesungguhnya kucing tidak najis." (HR. Al-Daruquthni dan Al-Hakim).
Hukum memelihara anjing :
1. Abu Hurairah ra. berkata : Rasulullah SAW. bersabda: "Barangsiapa memelihara
anjing -kecuali anjing penjaga ternak, anjing pemburu, atau anjing penjaga tanamanpahalanya akan dikurangi satu qirath setiap hari." (Muttafaq „Alaihi).
Satu qiroth itu kira-kira tumpukan emas sebanyak & setinggi bukit Uhud.
Hukum berburu dengan anjing :
1. 'Adiy Ibnu Hatim ra. berkata : Rasulullah SAW. bersabda: "Jika engkau melepaskan
anjingmu (untuk berburu), maka sebutlah nama Allah padanya. Bila ia menangkap
buruan untukmu dan engkau mendapatkannya masih hidup, maka sembelihlah. Bila
engkau mendapatkannya telah mati dan anjing itu tidak memakannya sama sekali,
8. maka makanlah. Bila engkau menemukan anjing lain selain anjingmu, sedang buruan
itu telah mati, maka jangan engkau makan sebab engkau tidak mengetahui anjing
mana yang membunuhnya. Apabila engkau melepaskan panahmu, sebutlah nama
Allah. Bila engkau baru menemukan buruan itu setelah sehari dan tidak engkau
temukan selain bekas panahmu, makanlah jika engkau mau. Jika engkau
menemukannya tenggelam di dalam air, janganlah engkau memakannya." (Muttafaq
„Alaihi; lafadznya menurut Muslim).
BURUNG YANG BERKUKU TAJAM
1. Ibnu Abbas ra. Menambahkan : "Dan setiap burung yang mempunyai kaki penerkam
(kuku yang tajam)." (HR. Muslim)
2. Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah (11/234): "Demikian juga setiap
burung yang berkuku tajam seperti burung garuda, elang, dan sejenisnya".
3. Imam Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim 13/72-73: "Dalam hadits ini
terdapat dalil bagi madzab Syafi'i, Abu Hanifah, Ahmad, Daud dan mayoritas ulama
tentang haramnya memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku
tajam."
7.
MESKIPUN BERTARING DAN BERKUKU TAJAM, NAMUN JIKA IA
BUKAN BINATANG BUAS, MAKA TIDAK DIHARAMKAN
Binatang yang bertaring dan berkuku tajam, tapi bukan binatang buas (misal:
herbivora)
1. Dari Ibnu Abi Ammar berkata: “Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang musang,
apakah ia termasuk hewan buruan ?” Jawabnya: "Ya". Lalu aku bertanya: “Apakah
boleh dimakan?” Beliau menjawab: “Ya!”. Aku bertanya lagi : “Apakah engkau
mendengarnya dari Rasulullah?” Jawabnya: “Ya!” (Shahih. HR. Abu Daud (3801),
Tirmidzi (851), Nasa'i (5/191) dan dishahihkan Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah,
Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al- Baihaqi, Ibnu Qoyyim serta Ibnu Hajar dalam At-Talkhis
Habir (1/1507).
Catatan : Musang adalah binatang pemakan kopi, bukan pemakan ayam. Terkadang orang
keliru menyamakan musang dengan kucing liar (Jawa : belacan, garangan)
8.
SETIAP HEWAN YANG DIPERINTAHKAN AGAMA UNTUK DIBUNUH,
MAKA DAGINGNYA HARAM
1. Dari Aisyah ra. berkata: Rasulullah bersabda: “Lima hewan fasik (al-hayyawan alfawwasik) yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu ular,
9. tikus, anjing hitam." (HR. Muslim no. 1198 dan Bukhari no. 1829 dengan lafadz
"kalajengking: gantinya "ular").
2. Rasulullah SAW. bersabda : “Ada 5 macam binatang fawwasik yang hendaknya
dibunuh di tanah halal maupun di tanah haram, yaitu : rajawali, burung gagak, tikus,
kalajengking, dan anjing gila!” (HR. Bukhary-Muslim).
3. Dari Ummu Syarik ra. berkata bahwa : “Nabi memerintahkan supaya membunuh
tokek / cecak" (HR. Bukhari no. 3359 dan Muslim 2237).
Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (6/129)" Tokek/cecak telah disepakati
keharaman memakannya".
1. Rasulullah SAW. bersabda : “Bunuhlah ular!” (HR. Bukhary-Muslim)
Imam ibnu Hazm mengatakan dalam Al-Muhalla (6/73-74): "Setiap binatang yang
diperintahkan oleh Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada sembelihan baginya, karena
Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan harta dan tidak halal membunuh binatang yang
dimakan" (Lihat pula Al-Mughni (13/323) oleh Ibnu Qudamah dan Al-Majmu' Syarh
Muhadzab (9/23) oleh Nawawi).
9.
SETIAP JENIS HEWAN YANG DILARANG DIBUNUH, MAKA DAGINGNYA
HARAM
1. Dari Ibnu Abbas ra. beliau berkata: “Rasulullah melarang membunuh 4 hewan, yaitu
: semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad." (HR Ahmad (1/332,347), Abu
Daud (5267), Ibnu Majah (3224), Ibnu Hibban (7/463) dan dishahihkan Baihaqi dan
Ibnu Hajar dalam At-Talkhis 4/916).
2. Imam syafi'i dan para sahabatnya mengatakan: "Setiap hewan yang dilarang dibunuh
berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan, tentu tidak akan
dilarang membunuhnya." (Lihat Al-Majmu' (9/23) oleh An Nawawi).
3. Dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyi ra. mengisahkan bahwasanya : “Seorang
tabib pernah bertanya kepada Rasulullah tentang kodok/katak dijadikan obat, lalu
Rasulullah melarang membunuhnya.” (HR Ahmad (3/453), Abu Daud (5269), Nasa'i
(4355), Al-Hakim (4/410-411), Baihaqi (9/258,318) dan dishahihkan Ibnu Hajar dan
Al-Albani).
4. Dari Abu Hurairah ra. beliau berkata: “Rasulullah SAW. melarang membunuh shurod
(burung Suradi), kodok, semut, dan burung hud-hud!” (HR. Ibnu Majah; shahih).
5. Dari Ibnu Umar ra. beliau berkata : “Janganlah kalian membunuh katak, karena bunyi
yang dikeluarkan katak adalah merupakan tasbih!”
10. SEMUA JENIS HEWAN YANG HIDUP DI LAUT (IKAN) HALAL DIMAKAN
1. Firman Allah Swt. : “Dihalalkan bagi kalian hewan buruan laut dan makanan (yang
berasal) dari laut.” (QS. Al-Maa`idah: 96)
10. 2. Dari Ibnu Umar berkata: "Dihalalkan untuk kalian 2 bangkai dan 2 darah. Adapun 2
bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang 2 darah yaitu hati dan limpa." (Shahih.
Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi 4/Th.11)
3. Rasululah juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda: "Laut itu suci
airnya dan halal bangkainya." (Sahih; HR. Daraqutni: 538).
4. Rasulullah ditanya tentang air laut, maka jawab beliau : “Dia (laut) adalah pensuci
airnya dan halal bangkainya”. (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa`i, dan Ibnu
Majah; dishahihkan oleh Imam Al-Bukhary).
5. Syaikh Muhammad Nasiruddin Al--Albani berkata dalam Silsilah As-Shahihah
(no.480): "Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya setiap bangkai
hewan laut sekalipun terapung di atas air (laut)?”. Beliau menjawab: "Sesungguhnya
yang terapung itu termasuk bangkainya.”
11. SETIAP HEWAN PEMAKAN KOTORAN, MAKA DAGINGNYA HARAM
DIMAKAN
Setiap jenis hewan jallaalah (pemakan kotoran : bangkai dan najis), dagingnya haram
dimakan
1. Dari Ibnu Umar ra. berkata: “Rasulullah melarang dari jalalah unta untuk dinaiki!”
(Sahih, HR. Abu Daud no. 2558).
2. Dalam riwayat lain disebutkan: “Rasulullah melarang dari memakan jallalah
(binatang pemakan kotoran) dan memerah susunya." (HR. Abu Daud : 3785,
Tirmidzi: 1823 dan Ibnu Majah: 3189).
3. Dari Amr bin Syu'aib ra. dari ayahnya dari kakeknya berkata: “Rasulullah melarang
dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan memakan dagingnya. "(HR Ahmad
(2/219) dan dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).
Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua yang makanan
pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran manusia/hewan dan sejenisnya (Fathul
Bari; 9/648).
Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa
beliau mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari. (Sanadnya shahih
sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).
Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (11/254) juga berkata: "Kemudian menghukumi suatu
hewan yang memakan kotoran sebagai jalalah perlu diteliti. Apabila hewan tersebut
memakan kotoran hanya bersifat kadang-kadang, maka ini tidak termasuk kategori
jalalah dan tidak haram dimakan seperti ayam dan sejenisnya...".