1. Trematoda Darah
Oleh:
Vitria Handayani ( 6411414143 )
Nadhila Azmi A ( 6411414148 )
Nur Siti Desy R ( 6411414153 )
Moh Aditiyo N ( 6411414159 )
Alivia Salma L ( 6411414164 ) Rombel 6
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Negeri Semarang
2. Schistosoma japonicum
Hospes definitif manusia, anjing, kucing, rusa, tikus
sawah, sapi, babi rusa, dan lain-lain
Hospes perantara Oncomelania hupensis ( keong air )
Penyakit oriental schistosomiasis, schistosomiasis
japonica, katayama atau penyakit demam keong
Penyakit berhubungan erat dengan pertanian yang
mendapat air dari irigasi
Di Indonesia Danau Lindu & Lembah Napu ( Sulawesi
Tengah )
3.
4.
5. Patologi dan Gejala Klinis
• Stadium I :
– Gatal-gatal (urtikaria)
– Gejala intoksikasi : demam, hepatomegali, dan eosinofilia
tinggi
• Stadium II :
– Sindrom disentri
• Stadium III :
– Sirosis hati dan splenomegali serta emasiasis
• Telur cacing S. japonicum dapat mencapai jaringan otak sehingga
menyebabkan gangguan saraf yaitu: koma dan paralysis (99%
kasus)
6. Diagnosis
Untuk pemeriksaan sampel tinja dapat dilakukan dengan
menggunakan metode sentrifugasi formalin-eter sesuai
dengan standar dari WHO yaitu :
1. Membuat suspensi tinja dengan melarutkan tinja seberat 0,5
gram ke dalam 10 ml formalin 10% dan biarkan selama 30
menit.
2. Suspensi tinja disaring melalui kawat kasa dan dimasukkan
ke dalam tabung sentrifugasi.
7. 3. Menambahkan 3 ml eter lalu larutan disentrifugasi
selama 2 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Harus
dihasilkan 4 lapisan ; lapisan 1 adalah endapan didasar
tabung; lapisan 2 adalah lapisan formalin; lapisan 3
adalah kotoran tinja dan lapisan teratas adalah eter.
4. Dengan pengaduk, lapisan kotoran diaduk dan seluruh
cairan dibuang dengan hati-hati. Satu atau dua tetes
cairan yang tertinggal di tepi tabung akan turun ke
endapan dibagian bawah. Campur cairan tersebut
dengan endapan.
8. 5. Pemeriksaan telur Schistosoma japonicum dengan
meneteskan endapan sampel tinja yang telah
disentrifugasi dengan menggunakan pipet tetes ke
permukaan kaca objek, selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup.
6. Ditetesi lugol kemudian diperiksa di bawah mikroskop
dengan perbesaran 10 x 10. Pemeriksaan dilakukan
sebanyak tiga kali untuk setiap sampel tinja.
9. Sedangkan infeksi schistosomiasis pada hewan
dilakukan dengan melihat telur cacing trematoda dengan
cara filtrasi. Tinja hewan seberat 3 gram dicampur
dengan air, dihomogenkan dan disaring dengan saringan
yang berukuran 1 mm. Hasil saringan tersebut disaring
lagi secara bertingkat dengan saringan berukuran 4 µ,
100 µ, dan 45 µ. Filtrat terakhir dituangkan ke dalam
cawan petri dan adanya telur cacing trematoda diamati
dan dihitung jumlahnya
10. Daftar Pustaka
Departemen Parasitologi. 2009. Parasitologi Kedokteran. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI
Sumarni, Sri, dkk. Penularan Schistosomiasis di Desa Dodolo
dan Mekarsari Dataran Tinggi Napu Sulawesi Tengah. Media
Litbang Kesehatan Vol XX No 3 Tahun 2010
Tiuria, risa, dkk. Kecacingan Trematoda pada Badak Jawa dan
Banteng Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. Jurnal Venteriner
Juni 2008 Vol 9 No 2: 94 - 98
11. Daftar Pustaka
Nurwidayati, Anis, dkk. Analisis Gen Penyandi Schistosoma
japonicum Gluthation s Transferase (SJ26GST) di Dataran Tinggi
Lindu, Sulawesi Tengah Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan
Vol 42 No 4 Desember 2014: 231 - 236
Anastasia, Hayani, dkk. Kontribusi Hewan Mamalia Sapi, Kerbau,
Kuda, Babi dan Anjing dalam Penularan Schistosomiasis di
Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah Tahun
2013. Media Litbangkes Vol 24 No 4 Desember 2014: 209 – 214
Vrisca, Visia, dkk. Gambaran Penyakit Schistosomiasis japonicum
Ditinjau dari Jarak Antara Rumah Anak yang Terinfeksi dengan
Danau Lindu. Kandidat Skripsi FK & Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Universitas Sam Ratulangi Manado