Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
PERMASALAHAN SOSIAL
1. PERMASALAHAN SOSIAL
DALAM CERPEN AIR
KARYA RAS SIREGAR
(TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA)
Kajian Karya Sastra
Guru Pengampu: Helena Wulandari, S. S.
Diajukan untuk memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia
Mid Semester Ganjil Tahun Ajaran 2012/ 2013
Disusun oleh:
Vanny Andriani
XII IPA 7
32
Jalan Bangau No. 60/ 1258
SMA Xaverius 1 Palembang
Yayasan Xaverius Palembang
Tahun Ajaran 2012/ 2012
2. PENGANTAR
Puji syukur peneliti haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan kajian karya sastra ini dengan
baik. Peneliti juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Helena Wulandari
karena telah membimbing peneliti hingga selesainya kajian karya satra ini. Peneliti
juga mengucapkan terimakasih kepada orangtua dan teman-teman yang telah
mendukung peneliti dalam penulisan kajian karya sastra ini.
Dalam kajian karya sastra sederhana ini, peneliti mengkaji permasalahan sosial
apa saja yang dibahas dalam cerita pendek Air karya Ras Siregar. Hal ini dilakukan
karena peneliti tertarik dengan permasalahan yang diangkat oleh Bung Ras. Dalam
pengkajiannya, peneliti memanfaatkan dan mengaplikasikan tinjauan sosiologi sastra
sebagai pedoman dan panduan pengkajian.
Dengan adanya kajian karya sastra ini, peneliti berharap agar kajian karya
sastra ini bermanfaat bagi para pembaca agar dapat menjadi bahan referensi,
memperluas pengetahuan, dan menambah informasi serta bagi peneliti sendiri agar
dapat mengembangkan kemampuan menulis dengan baik dan menjawab rasa ingin
tahu peneliti atas permasalahan sosial yang diangkat. Demi terwujudnya kajian karya
sastra yang lebih baik di masa mendatang, peneliti sangat mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca. Peneliti mohon maaf apabila ada kesalahan. Sekian.
Palembang, September 2012
Peneliti
3. ABSTRAK
Andriani, Vanny. 2012. “Permasalahan Sosial dalam Cerpen Air Karya Ras Siregar (Tinjauan
Sosiologi Sastra)”. Palembang: SMA Xaverius 1
Karya sastra dapat dikatakan sebagai media penyalur penyampaian suatu gambaran
kehidupan sebagai fakta sosial. Diperlukan teori tinjauan atau pendekatan untuk menganalisisnya.
Dari sekian banyak macamnya, teori pendekatan yang paling cocok untuk cerita pendek Air karya Ras
Siregar adalah tinjauan sosiologi sastra. Kajian jenis ini akan lebih menekankan pada hal-hal yang
bersifat sosial kemasyarakatan yang diangkat oleh masyarakat. Oleh karena itu, peneliti mengangkat
judul “Permasalahan Sosial dalam Cerpen Air karya Ras Siregar (Tinjauan Sosiologi Sastra)”.
Pada kajian karya sastra ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif analisis dengan
menggunakan sumber kepustakaan. Tidak hanya menguraikan dan mendeskripsikan, metode ini juga
memberikan pemahaman dan penjelasan. Sumber data yang digunakan ada dua, primer dan sekunder.
Data primer diambil dari teks cerita pendek Air karya Ras Siregar. Sedangkan data sekunder diambil
dari sumber bacaan yang berkenaan dengan cerita pendek tersebut.
Berdasarkan penelitian terhadap cerita pendek Air karya Ras Siregar, didapatkan bahwa dalam
ceritanya fenomena sosial yang diangkat oleh Bung Ras adalah dampak penyegelan air ledeng bagi
masyarakat, tepatnya kedua keluarga serumah tersebut. Di samping itu, beliau juga sedikit
mengangkat kisah kesenjangan status sosial di dalam cerita pendeknya tersebut.
Kata kunci: Karya Sastra, Cerpen
4. DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ i
PENGANTAR ................................................................................................ ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB I PEMBUKAAN
1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
BAB II KAJIAN TEORI
1. Kajian Penelitian yang Relevan .......................................................... 6
2. Kajian Teori .......................................................................................... 9
3. Harmoni ................................................................................................ 13
4. Sinopsis Air ........................................................................................... 14
5. Ras Siregar ............................................................................................ 15
BAB III METODELOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian .................................................................................... 17
2. Motode Penelitian................................................................................ 18
3. Sumber Data ........................................................................................ 18
4. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 19
5. Teknik Analisis Data ........................................................................... 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 20
BAB V PENUTUP
1. Simpulan ............................................................................................. 28
2. Saran ................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30
LAMPIRAN ................................................................................................... 32
TENTANG PENELITI.................................................................................. 34
5. BAB I
PEMBUKAAN
1. Latar Belakang
Karya sastra dapat didefinisikan sebagai media atau saran untuk
menyampaikan suatu gambaran kehidupan sebagai fakta sosial. Menurut
etimologisnya, kata „Sastra‟ berasal dari bahasa Sanskerta yaitu „Shastra‟ yang
berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman. Menurut Plato, sastra
merupakan hasil peniruan dari kenyataan (fakta) dan merupakan pengaktualisasi
alam semesta menjadi fakta. Pendapat senada juga diungkapkan oleh seorang
budayawan dan sastrawan Indonesia, Mursal Esten. Ia mengungkapkan bahwa
sastra atau kesusastraan dapat diartikan sebagai pengungkapan fakta artistik dan
imajinatif. Faktra tersebut dapat dijadikan manifestasi kehidupan bermasyarakat
melalui medium bahasa. Dengan dibuatnya karya sastra, diharapkan berefek
positif terhadap kehidupan manusia (http://asemmanis.wordpress.com
/2009/10/03/pengertian-sastra-secara-umum-dan-menurut-para-ahli/, diunduh
pada 12 September 2012).
Diperlukan pendekatan tertentu untuk mengkaji karya sastra. Banyaknya
ragam sastra yang berkembang secara dinamis dan terdapatnya kesulitan
memahami gejala sastra memicu ditemukannya beberapa pendekatan. Beberapa
pendekatan tersebut antara lain pendekatan mimetik, ekspresif, pragmatik,
objektif, struktural, semiotik, sosiologi sastra, resepsi sastra, psikologi sastra,
moral, dan feminisme. Beberapa teori pendekatan ini dapat dijadikan patokan atau
tolak ukur pengkaji dalam mengkaji karya sastranya. Setiap jenis pendekatan
memiliki satu fungsi khusus dan berbeda-beda dengan jenis pendekatan yang lain.
Sebut saja pendekatan sosiologi sastra. Sosiologi sastra merupakan pendekatan
yang mengacu dan menghubungkan aspek karya sastra dengan aspek kehidupan
bermasyarakat (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Materi%20Kuliah%20
Pengantar%20Kajian%20Sastra%20II,%20%27Pendekatan%20dalam%20Pengka
jian%20Sastra%27.ppt, diunduh pada 12 September 2012).
6. Sosiologi sastra merupakan pendekatan karya sastra yang menghubungkan
aspek masyarakat dengan karya sastra yang akan dikaji. Pendekatan ini lebih
menekankan pada hal-hal yang bersifat sosial kemasyarakatan yang diangkat
pengarang sebagai penjelas fenomena sosial. Menurut Rene Wellek dan Austin
Werren, terdapat tiga macam pendekatan sosiologi sastra. Pertama, sosiologi
pengarang yang mempermasalahkan segala sesuatu yang menyakut pengarang
seperti status sosial dan ideologi yang dianut pengarang. Dalam kajian jenis ini,
latar sosial pengaranglah yang akan dipergunakan untuk mengkaji karya sastra.
Kedua, sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan hal-hal yang tersembunyi
atau tersirat dan tujuan karya sastra itu dibuat. Terakhir, sosiologi antara pembaca
dan pengaruh sosialnya. Pendekatan jenis ini akan menilai seberapa jauh karya
sastra itu berpengaruh pada pembacanya dan seberapa jauh pembacanya
terpengaruh oleh karya sastra tersebut (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/
Materi%20Kuliah%20Pengantar%20Kajian%20Sastra%20II,%20%27Pendekatan
%20dalam%20Pengkajian%20Sastra%27.ppt, diunduh pada 12 September 2012).
Dari penjelasan mengenai pendekatan sosiologi sastra di atas, jenis
pendekatan yang relevan dan sederhana untuk digunakan sebagai pedoman
pengkajian adalah sosiologi sastra mengenai karya sastra. Di sana, diperlukan
ketelitian dalam menemukan dan memahami permasalahan atau topik utama yang
di angkat oleh pengarang. Pemahaman permasalahan atau topik utama akan
membantu pengkaji dalam menentukan tujuan pengarang dalam membuat karya
sastra tersebut.
Air merupakan salah satu cerpen karya Ras Siregar. Beliau merupakan
sastrawan Indonesia asal Rantauprapat, Sumatera Utara. Sebelum menjadi seorang
sastrawan, beliau sempat duduk sebagai Kepala Bagian Hubungan Masyarakat
Bank Pembangunan Indonesia Pusat. Karyanya dimulai pada tahun 1964 dengan
kumpulan cerpennya, Harmoni dan romannya Terima Kasih. Kumpulan cerpen
Harmoni mengisahkan tentang perjalanan hidup tinggal di daerah Harmoni,
Jakarta di era 1960an. Mulai dari lika-liku perumahtanggaan, kesulitan ekonomi,
hingga masalah sosial yang timbul. Kemudian dilanjutkan dengan buku Bahasa
Indonesia Jurnalistrik di tahun 1987 dan novel Di Simpang Jalan pada tahun 1988.
Tujuh tahun sebelum beliau wafat, tahun 1986, Mari Bermain Bridge dirilis
7. (http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/2518/Ras-Siregar, diunduh
pada 12 Sepetember 2012).
Alasan peneliti tertarik mengkaji cerita pendek Air karya Ras Siregar ini
dikarenakan terdapat keistimewaan tersendiri pada topik bahasan atau masalah
utama yang diangkat. Lewat buku cetakan 1964 itu, beliau memaparkan dan
menggambarkan bagaimana suasana dan kondisi Indonesia setelah di sekitar 20
tahun merdeka berlatar setting hidup keseharian keluarga. Alasan kedua yang
mendasari pemilihan cerita pendek ini adalah adanya julukan sastrawan „ngebut‟
atau penulis sprint oleh seorang teman Ras. Hal ini dikarenakan beliau terkadang
hanya membutuhkan waktu 40 menit untuk menulis sebuah artikel di koran
(http://akhirmh.blogspot.com/2011/04/willem-iskander-dan-lahirnya-tokoh.html,
diunduh pada 13 September 2012). Alasan berikutnya yang turut mendasari
pemilihan cerita pendek ini adalah kumpulan cerita pendek Harmoni ini sempat
menjadi bagian konflik budaya di era 1960an (http://aramdhon.staff.uns.ac.id/,
diunduh pada 13 September 2012). Dengan ikut andilnya cerita pendek Air karya
Ras Siregar yang dikemas dalam kumpulan cerita pendek Harmoni, tersulutlah
rasa ingin tahu peneliti tentang isi cerita tersebut dan ingin mengkajinya lewat
tinjauan sosiologi sastra.
Penjabaran latar belakang di atas mendasari peneliti untuk memunculkan
judul kajian “Permasalahan Sosial dalam Cerpen Air Karya Ras Siregar (Tinjauan
Sosiologi Sastra)”. Peneliti berharap dengan adanya kajian ini, dapat dijadikan
referensi, memperluas ilmu pengetahuan, dan menjawab keingintahuan peneliti
maupun para pembaca.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian
ini adalah “Bagaimana Permasalahan Sosial dalam Cerpen Air Karya Ras Siregar
(Tinjauan Sosiologi Sastra)?”
8. 3. Tujuan Penelitian
Penelitian karya sastra ini bertujuan memaparkan permasalahan sosial dalam
cerpen Air karya Ras Siregar dengan menggunakan tinjauan sosiologi sastra.
4. Manfaat Penelitian
Manfaat analisis karya sastra ini adalah
1. Secara Teoritis
Manfaat teoritis dari penganalisisan karya sastra cerita pendek Air
adalah
1. analisis ini diharapkan dapat memperkaya wawasan ilmu
pengetahuan, khususnya teori tinjauan sosiologi sastra dalam analisis
karya sastra,
2. hasil analisis ini dapat dijadikan model penerapan tinjauan sosiologi
sastra,
3. hasil analisis ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian yang
memaparkan kehidupan faktual masyarakat, terutama masyarakat di
ibu kota Jakarta tepatnya di Harmoni.
2. Secara Praktis
Manfaat praktis dari penganalisisan karya sastra cerita pendek Air
adalah
1. bagi pembaca, hasil analisis ini dapat memperkaya pengetahuan dalam
menganalisis karya sastra,
2. bagi pembelajar, hasil analisis ini dapat dijadikan referensi dalam
mengkaji karya sastra,
3. bagi guru atau dosen, hasil analisis ini dapat dijadikan referensi dalam
pembelajaran di sekolah dan mengimplementasikannya ke dalam
dunia pendidikan,
4. bagi pecinta karya sastra, hasil analisis ini dapat dijadikan referensi
dalam memberikan penilaian terhadap karya sastra,
9. 5. bagi penganalisa, analisis karya sastra ini dapat dijadikan penyalur
pembelajaran pembuatan analisis karya sastra yang baik dan dapat
memperluas wawasan ilmu pengetahuan.
10. BAB II
KAJIAN TEORI
1. Kajian Penelitian yang Relevan
1. Penelitian Sosiologi Sastra
1. Penelitian berjudul “Analisis „Der Brief‟ Karya Otto Flake Menggunakan
Pendekatan Sosiologi Sastra”, karya Elin Pratiwi, mahasiswi Sastra
Jerman di Universitas Negeri Surabaya (http://edukasi.kompasiana
.com/2012/05/22/%E2%80%9Canalisis-%E2%80%9Cderbrief%E2%80
%9D-karya-otto-flake-menggunakan-pendekatan-sosiologi-sastra%E2
%80%9Doleh-elin-pratiwi/, diunduh pada 13 September 2012).
Hasil penelitian tersebut adalah
1. sastra dapat digunakan sebagai cerminan masalah sosial, cerminan
budaya serta kebiasaan masyarakat, untuk penyampaian ide dan
amanat di masa sekarang dan yang akan datang, dan untuk melihat
struktur kelas pada masyarakat,
2. sosiologi sastra digunakan untuk menguak segala gejala sosial melalui
analisis teks,
3. melalui novel Der Brief, diketahui bahwa karya sastra ini merupakan
suatu alur cerita yang menggabungkan antara hubungan manusia dan
kekuatan informasi (fakta) yang saling bertimbal balik, dan
4. sastra dapat difungsikan dari kajian ini juga dapat disimpulkan bahwa
karya sastra yang dianalisis dengan tinjauan sosiologi sastra, maka
penggalan kalimat dalam karya sastra ini merupakan pengadopsian ide
yang muncul dari kebisaan lingkungan yang mencerminkan kehidupan
sosial masyarakat saat itu.
2. Penelitian berjudul “Analisis Novel Sebelas Patriot melalui Pendekatan
Sosiologi Sastra”, karya Henry Trias Puguh Jatmiko, mahasiswa program
studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta (http://edukasi.
11. kompasiana.com/2012/08/13/analisis-novel-sebelas-patriot-melalui-
pendekatan-sosiologi-sastra/, diunduh pada 13 September 2012).
Hasil penelitian tersebut antara lain
1. sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya dan juga karya
sastra merupakan karya fiksi yang bersifat imajinatif dan pengarang
memanfaatkan kondisi sosial di sekitarnya sebagai objek karya sastra,
2. pada novel Sebelas Patriot terdapat tiga unsur sosial budaya, yaitu
kondisi budaya di zaman pemerintahan Belanda di Belitong, kondisi
sosial dan budaya ketika Ikal tumbuh, dan sosial budaya di Eropa,
3. hubungan sosial budaya dalam tokoh Ikal yakni, sejarah ayahnya di
masa pemerintahan Belanda dan kehidupan Ikal saat di kampong
Belitong yang dididik keras dan disiplin.
3. Penelitian berjudul “Analisis Sosiologi Sastra dalam Naskah Drama
„Lakon Koran‟ Karya Agung Widodo”, karya Herawati Murti Gustiani,
mahasiswi Prodi S1 Bahasa dan Sastra Indonesia UPI BHMN
(http://www.scribd.com/doc/82014610/Makalah-Sosiologi-Sastra-Drama,
diunduh pada 13 September 2012).
Hasil penelitian tersebut antara lain
1. naskah „Lakon Koran‟ ini menceritakan tentang masyarakat modern
yang meliputi kisah perselingkuhan, penipuan identitas, penggusuran
bangunan, dan lainnya,
2. naskah „Lakon Koran‟ menggambarkan atau mendeskripsikan
kehidupan masyarakat Indonesia sekarang ini dan tercermin bahwa
perselingkuhan bukan hal yang tabu lagi,
3. dari naskah „Lakon Koran‟ ini juga dapat diketahui bahwa di era serba
modern, kita dapat mencari informasi dengan cepat dan dibutuhkan
tindakan jaga diri.
4. Penelitian berjudul “Kajian Sosiologi Sastra Novel Salah Asuhan Karya
Abdoel Moeis”, karya Wilda Fajaratu Rahmi A., mahasiswi Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
12. Negeri Indonesia (http://orangerango.blog.com/2011/02/07/kajian-
sosiologi-sastra-novel-salah-asuhan-karya-abdoel-moeis/, diunduh pada
12 September 2012).
Berikut hasil penelitiannya
1. masalah yang diangkat pada novel Salah Asuhan ini adalah ras. Di
mana dikisahkan seorang pribumi yang berusaha untuk sejajar dengan
bangsa Eropa,
2. masalah sosial yang terjadi pada novel Salah Asuhan ini adalah
dikucilkannya seorang pribumi oleh bangsa pribumi sendiri dan
bangsa Eropa,
3. dalam segi sastra, novel Salah Asuhan menampilkan kehidupan sosial
masyarakat mengenai diskriminasi kelas dan menganggap pernikahan
campur antar bangsa adalah hal yang tabu.
5. Penelitian berjudul “Skripsi Ngarto Februana, Konflik Sosial dan Politik
dalam Novel Nyali Karya Putu Wijaya, Tinjauan Sosiologi Sastra ”,
karya Setyawati Ayu W., mahasiswi Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas
Sastra Universitas Gadjah Mada (www.starbacks.ca/ngartogebruana/
.htm, diunduh pada 13 September 2012).
Hasil penelitian tersebut antara lain
1. pokok permasalahan yang diangkat dalam novel Nyali ini adalah
konflik sosial dan politik sebuah negara. Konflik digambarkan melalui
pemberontakan gerombolan Zabaza di bawah pimpinan Kropos.
2. dalam novel Nyali juga ditunjukkan bahwa adanya konflik
menyebabkan perubahahan sosial dan politik menjadi lebih baik.
3. konflik yang diceritakan dalam novel Nyali memiliki persamaan
dengan konflik sosial dan politik di sejarah Indonesia pasca
kemerdekaan.
Perbedaan penelitian cerita pendek Air karya Ras Siregar dengan
penelitian yang telah dipaparkan di atas terletak pada objek karya sastranya.
13. Sedangkan persamaannya terletak pada teori tinjauan atau pendekatan yang
diaplikasikan peneliti pada penelitian ini, yaitu teori tinjauan sosiologi sastra.
2. Kajian Teori
1. Teori Tinjauan atau Pendekatan Sosiologi Sastra
1. Sosiologi Sastra
Menurut etimologis bahasanya, kata sosiologi sastra berasal dari
bahasa Yunani dan bahasa Sanskerta. Kata sosiologi sendiri berasal dari
kata sos (bahasa Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, dan logi
atau logos yang berarti sabda atau perumpamaan. Sedangkan kata sastra
berakar dari kata sas (bahasa Sanskerta) yang berarti mengarahkan atau
member instruksi atau petunjuk dan akhiran tra berarti alat atau sarana
(http://kajiansastra.blogspot.com/2009/04/sosiologi-sastra-sebagai-
pendekatan.html, diunduh pada 12 September 2012). Merujuk pada
definisi secara etimologis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
sosiologi sastra merupakan sarana pemberian instruksi mengenai
hubungan dengan lingkungan sekitar dalam suatu kajian karya sastra.
2. Sosiologi Sastra sebagai Tinjauan Karya Sastra
Sosiologi sastra termasuk salah satu teori yang dapat
diaplikasikan peneliti dalam mengkaji suatu karya sastra. Sosiologi
sastra sendiri merupakan pendekatan atau tinjauan yang melihat sebuah
karya sastra dalam suatu hubungan kenyataan atau fakta dan
permasalahan yang diangkat karya sastra tersebut
(http://kajiansastra.blogspot.com/2009/04/sosiologi-sastra-sebagai-
pendekatan.html, diunduh pada 12 September 2012). Dari penjelasan
singkat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tinjauan sosiologi sastra
dalam pengkajiannya, menaruh perhatian pada aspek fakta atau
dokumenter yang disiratkan maupun telah dituliskan oleh pengarang
sastra tersebut.
Kenyataan atau fakta atau fenomena sosial yang diangkat
pengarang dalam karyanya merupakan sesuatu yang konkret dan benar-
14. benar terjadi di lingkungan masyarakat. Oleh pengarang, fakta tersebut
akan diuraikan atau dijabarkan kembali menjadi suatu wacana yang
telah „dibumbui‟ ide atau gagasan kreatif pengarang itu sendiri. wacana
tersebut nantinya akan dihadirkan lewat sastra bersifat evaluatif,
subjektif, dan imajinatif (http://kajiansastra.blogspot.com/2009/04/
sosiologi-sastra-sebagai-pendekatan.html, diunduh pada 12 September
2012). Sehingga dihasilkanlah suatu karya sastra yang menyajikan
gambaran hidup yang terdiri dari fenomena atau fakta sosial.
Menurut Ratna dikutip http://kajiansastra.blogspot.com/2009/04/
sosiologi-sastra-sebagai-pendekatan.html (diunduh pada 12 September
2012) mengatakan bahwa ada sejumlah definisi mengenai sosiologi
sastra, antara lain
1. sosiologi sastra merupakan pemahaman terhadap karya sastra
dengan mempertimbangkan aspek kemasyarakatan,
2. sosiologi sastra merupakan totalitas karya yang disertai dnegan
aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya,
3. sosiologi sastra merupakan karya sastra yang dilatarbelakangi
hubungan masyarakat,
4. sosiologi sastra dapat didefinisikan sebagai hubungan dua arah
antara sastra dan masyarakat,
5. sosiologi sastra diguankan untuk menemukan kualitas
interdependensi antara masyarakat dan sastra.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosiologi
sastra tidak dapat dilepas dan menumpukan objek yang dibicarakan
pada manusia atau masyarakat.
Dikutip oleh http://kajiansastra.blogspot.com/2009/04/ sosiologi-
sastra-sebagai-pendekatan.html (diunduh pada 12 September 2012),
Rene Wellek dan Austin Warren mengemukakan bahwa tinjauan
sosiologi sastra terbagi menjadi tiga, antara lain
1. sosiologi pengarang, di mana latar belakang pengarang menjadi
konsentrasi utama dalam pengkajian. Latar belakang pengarang
tersebut meliputi profesi, institusi, masalah yang pernah dihadapi,
15. latar belakang sosial dan ekonomi, ideologi atau gagasan yang
dianut, dan kegiatan yang kerap dilakukan oleh pengarang.
Tinjauan jenis ini dapat dilakukan dengan menjadikan biografi
pengarang sebagai sumber utama.
2. sosiologi karya sastra, di mana letak permasalahan berada pada
permasalahan yang diangkat oleh karya sastra itu sendiri.
Sehingga dalam penelaahannya atau kajiannya, peneliti harus
mengungkap dan menemukan tujuan yang tersirat maupun
tersurat dalam karya sastra tersebut. Tinjauan sosiologi sastra
jenis ini dapat dilakukan dengan cara menjadikan dokumen sosial
menjadi fenomena sosial. Menurut penyusun seajarah Inggris
pertama, Thomas Warton, dokumen sosial dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu catatan adat istiadat, buku sumber sejarah, dan catatan
peradaban.
3. pembaca sosiologi sastra dan dampak sosialnya, seperti
bagaimana pengaruh karya sastra tersebut dengaan pembacanya
dan apakah yang dirasakan pembaca saat karya sastra itu dibaca.
Berbagai macam respek dapat diberikan, mulai dari marah,
senang, geram, dan lain sebagainya.
2. Cerpen (cerita pendek)
Cerita pendek atau cerpen merupakan bagian dari prosa, dan prosa
sendiri termasuk dalam karya sastra. Cerita pendek dapat digolongkan
sebagai cerita kreatif yang ditulis pendek dengan patokan panjang cerita
2000 hingga 10000 kata. Menurut panjang-pendeknya cerita, cerpen dibagi
menjadi empat, yaitu cerita pendek (Short Story), cerita pendek yang pendek
(Short, Short Story), dan cerita pendek yang sangat pendek (Very Short-
Short Story) serta cerita pendek yang panjang (Novelette)
(http://www.visikata.com/pengertianceritapendek-cerpen/, diunduh pada 15
September 2012).
Cerita pendek (Short Story) merupakan cerita yang hanya terdiri 750
hingga 1000 kata dan biasanya disebut sebagai cerita mini atau cermin.
16. Sedangkan cerita pendek yang panjang merupakan cerita yang ditulis hingga
10000 kata. Biasanya cerita pendek jenis ini dapat dikembangkan sebagai
novel pendek. Di samping adanya bermacam jenis cerpen menurut panjang-
pendek ceritanya, juga terdapat cerpen yang ideal. Cerpen yang ideal
merupakan cerita pendek yang ditulis dengan 3000 hingga 4000 kata.
Melalui cerpen ini, pengarang menjadikan medium bahasanya mudah
dipahami, sehingga pembacanya hanya membutuhkan waktu kurang dari
satu jam untuk membaca dan memahami isi cerpen (http://www.
visikata.com/pengertian ceritapendek-cerpen/, diunduh pada 15 September
2012).
Berdasarkan sempurna-tidaknya, cerpen dapat digolongkan menjadi dua
macam yaitu
1. cerpen sempurna (Well Made Short-Story), merupakan cerita yang
ditulis secara fokus pada satu tema dengan satu plot yang sangat
jelas dan ending atau akhir yang mudah dipahami. Cerpen jenis
ini biasanya enak dibaca dan mudah dipahami, karena sifatnya
yang konvensional dan menjadikan suatu fakta sebagai dasar
ceritanya.
2. cerpen tidak sempurna (Slice of Life Short-Story), merupakan
cerita yang ditulis dengan tema yang tidak fokus dan memencar.
Oleh pengarang atau penulis, plot atau alur dibuat tidak
berstruktur dan terkadang dibuat mengambang. Cerpen jenis ini
sukar dipahami dan diperlukan pembacaan berulang kali. Hal ini
dikarenakan cerpen ini ditulis dengan gaya kontemporer dan
bersumber dari ide gagasan pengarang, bukan dari suatu fakta.
Sedangkan berdasarkan jenis masalah yang diangkat dalam cerpen, terdapat
tiga jenis, yaitu cerpen kedaerahan, cerpen nasional, dan cerpen pop
(http://ortipulang.blogspot.com/ 2008/09/definisi-cerpen.html, diunduh pada
15 September 2012).
Walaupun terdapat berbagai jenis cerpen, masih terdapat persamaan
dari isi atau inti cerita yang diangkat dalam cerpen oleh pengarang, seperti
bercerita tentang manusia atau sesuatu yang dimanusiakan. Selain itu,
17. cerpen jenis apapun akan menyajikan satu peristiwa lampau atau sekarang,
atau yang akan datang dengan jumlah tokoh paling banyak tiga orang.
Cerita pendek juga ditulis dengan kurun waktu peristiwa yang sangat
terbatas dan diisi dengan dialog dan konflik (http://www.visikata.com/
pengertianceritapendek -cerpen/, diunduh pada 15 September 2012)
Dalam penulisannya, cerpen didukung oleh dua unsur yaitu unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik terdiri dari tema, amanat, alur
atau plot, tokoh dan penokohan, latar atau setting, sudut pandang, dan gaya
bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik dalam cerpen meliputi segala sesuatu
yang berhubungan dengan pengarang. Seperti biografi, latar belakang
budaya, moral, dan agama pengarang (http://ortipulang.blogspot.com/
2008/09/definisi-cerpen.html, diunduh pada 15 September 2012).
3. Air
Air merupakan salah satu karya sastra milik Ras Siregar, seorang sastrawan
muda di era tahun 1960. Tahun 1964 tepatnya, cerpen ini sempat diterbitkan dan
awal 1965 karya ini mulai diedarkan di kalangan masyarakat. Belum sempat
dinikmati oleh pengarangnya, buku ini telah ludes dibakar. Hal ini dapat
dibuktikan oleh pernyataan penerbit Pustaka Karya Grafika Utama di kolom
pengantar (Siregar, 1987: 3) yang mengatakan,”…buku tersebut termasuk yang
dibakar golongan anti Manifes Kebudayaan. Khususnya di Surabaya. Karena itu,
praktis tidak beredar.”
Anti Manifes Kebudayaan sendiri merupakan kelompok sastrawan yang
bergabung dengan PKI setelah diiming-imingi unsur ekonomis. Anti Manifes
Kebudayaan sendiri memiliki semboyan yaitu „Seni untuk Rakyat‟. Artinya,
mereka membuat suatu karya sastra dengan berisikan segala sesuatu yang
menyangkut rakyat, namun tanpa nilai estetik didalamnya (http://lontar.ui.
ac.id/file?file=digital/127327-RB01S31m-Manifes%20kebudayaan-Literatur
.pdf, diunduh pada 15 September 2012).
Hal ini bertolak belakang pada dasar pikiran sastrawan saat itu, terutama H.
B. Jassin yang menganut „Humanisme Universal‟. Anti Manifes Kebudayaan
menganggap semua sastrawan yang menghasilkan karya non-revolusi adalah
18. sastrawan kontrarevolusioner. Akibatnya, mulailah Anti Manifes Kebudayaan
membatasi ruang gerak para sastrawan serta tak luput para wartawan
(http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/127327-RB01S31m-Manifes%20
kebudayaan-Literatur.pdf, diunduh pada 15 September 2012). Tentunya hal ini
ikut berimbas pada Ras Siregar yang pada saat itu ikut menandatangani
“Manifes Kebudayaan”.
Diketahui pula bahwa sekitar 2000 eksemplar buku yang berisi cerita
pendek Air berhasil lolos dari para Anti Manifes Kebudayaan pada jaman itu.
Tertulis pada kolom pengantar buku kumpulan cerita pendek Harmoni bahwa
2000 eksemplar buku berhasil terjual habis di dua toko buku di Surabaya.
Penerbit Pustaka Karya Grafika Utama juga menyebutkan bahwa toko buku
yang andil dalam penjualan buku ini adalah Toko Gunung Agung dan Balai
Budaya (Siregar, 1987: 3).
Dalam peredarannya, cerita pendek Air dikemas dalam suatu buku
kumpulan cerpen bersama dengan beberapa judul cerita pendek lainnya. Seperti
Layang-layang putus talinya, Lewat tengah malam, Amblang gila Paus
Harmoni, Berpeluk dengan malam, dan lain sebagainya. Semua cerita pendek
memiliki satu persamaan, yaitu permasalahan yang diangkat. Oleh Ras, cerpen
diceritakan sedemikian rupa untuk mendeskripsikan kepada pembacanya
bagaimana suasana kehidupan di kota Harmoni tersebut.
4. Sinopsis Air
Air mengisahkan tentang kehidupan di kota Harmoni. Ras menempatkan
tokoh utama pada tokoh „Aku‟ yang merupakan seorang penulis cerita pendek
yang bekerja pada suatu „induk semang‟ alias perusahaan. Tokoh „Aku‟ tinggal
di atas sebuah rumah toko di bilangan Harmoni, tepatnya di deretan toko-toko
mewah dan kantor-kantor. Tak hanya sendiri, tokoh „Aku‟ tinggal dengan
keluarga „Rekan‟ yang berjumlah sembilan orang di lain kamar.
Cerpen ini diawali dengan digambarkannya oleh pengarang bagaimana
nyamannya seorang yang tinggal di kawasan Harmoni berkaitan dengan air
19. bersih. Tidak seperti kawasan Kemayoran, Petojo, Menteng, dan Grogol,
kawasan Harmoni tak pernah luput dari air bersih, tinggal memutar keran saja.
Dikisahkan pula pada era itu harga sewa air 250 perak, sebesar honorarium
tokoh „Aku‟ atas sebuah cerita pendek. Keluarga bertambah, keluarga rekan
memiliki seorang anak dan tokoh „Aku‟ menikah. Jadilah dua belas orang
tinggal di rumah atas tersebut. Sewa air naik, menjadi 300 perak per bulannya.
Namun air bersih masih mengalir deras, tidak ada yang dipusingkan.
Jumlah manusia bertambah, empat belas orang sekarang. Keluarga rekan
tambah makmur, mereka mengambil dua orang pembantu untuk dipekerjakan.
Tak hanya pembantu, mereka juga banyak mengundang orang untuk berpesta
dan menyediakan tempat inap untuk sanak saudaranya. Tokoh „Aku‟ dan istrinya
tetap santai, selama air bersih masih mengalir.
Tamu-tamu terus ada, masalah mulai datang menghampiri. Rekening air
naik menjadi dua ribu delapan ratus rupiah. Tokoh „Aku‟ dan istri terdiam,
termangu melihat angka itu yang membengkak akibat denda pemakaian air
berlebihan.
Air ledeng disegel, keluarga rekan mulai merasakan suatu tanggungan. Pesta
dan tamu tak sebanyak dulu. Kedua pembantu berhenti bekerja dan banyak
perabot dijual olehnya. Lalu, mulailah pertengkaran antara kedua keluarga.
Tokoh „Aku‟ dan istri yang hanya hidup berdua tetap nyaman walau
menggunakan air belian pikulan seharga 750 perak per bulan dengan 25 perak
per pikulnya.
Kini air pikulan naik menjadi 40 perak. Keluarga rekan mulai meradang,
mencari bahan tengkaran dengan keluargaku. Akhirnya tokoh „Aku‟ mengalah,
kutemui teman yang bekerja di perusahaan air dan segel rumah pun dibuka. Air
mengalir kembali. Istri rekan dan istri tokoh „Aku‟ keluar kamar dan berpapasan,
tersenyum. Rekening air kembali 300 perak perbulan, separuh seorang per
keluarga.
5. Ras Siregar
Ras Siregar merupakan salah satu yang ikut penandatanganan “Manifes
Kebudayaan” di era setelah bergabungnya sastrawan dan kelompok PKI yang
20. membentuk Lakra. Beliau merupakan sastrawan Indonesia asal Rantauprapat,
Sumatera Utara. Menilik masa lalu, Bung Ras pernah bekerja di Lembaga Ilmu
Bidang Fakultas Kedokteran Hewan (Bogor), Laboratorium Kimia Fakultas
Kedokteran Universitas Hasannuddin Makassar, Laboratorium Talens & Zoom
NV, Laboratorium Pusat Kimia Fanna Jakarta, dan menjabat sebagai Kepala
Bagian Hubungan Masyarakat Bank Pembangunan Indonesia Pusat di Jakarta
(http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/2518/Ras-Siregar, diunduh
pada 12 Sepetember 2012).
Ras sempat dijuluki sastrawan „ngebut‟ atau penulis sprint oleh rekan
penulisnya. Hal ini dikarenakan Ras terkadang hanya membutuhkan waktu 40
menit untuk menulis sebuah artikel di koran (http://akhirmh.blogspot.com/
2011/04/willem-iskander-dan-lahirnya-tokoh.html, diunduh pada 13 September
2012).
Beliau memulai karya sastranya pada tahun 1964 dengan kumpulan
cerpennya yaitu Harmoni dan romannya Terima Kasih. Kemudian dilanjutkan
dengan buku Bahasa Indonesia Jurnalistik di tahun 1987 dan novel Di Simpang
Jalan tahun 1988. Tujuh tahun sebelum beliau wafat, tahun 1986, Mari Bermain
Bridge dirilis (http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/2518/Ras-
Siregar, diunduh pada 12 Sepetember 2012).
21. BAB III
METODELOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif.
Menurut Nazir (1985: 65 – 68) dikutip http://resources.unpad.ac.id/unpad-content
/uploads/publikasi_dosen/metode_penelitian_sastra.PDF (diunduh 16 September
2012) mengatakan bahwa terdapat beberapa jenis metode penelitian deskriptif
antara lain
1. metode survei, di mana peneliti perlu menyelidiki karya sastra dan
sumber lainnya untuk memperoleh fakta dan gejala dalam keterangan
secara faktual,
2. metode deskriptif berkesinambungan, di mana peneliti melakukan
penelitian secara detail pada objek yang ditelitinya. Sehingga dapat
dihasilkan suatu keterangan atau informasi faktual yang mendetail,
3. metode studi kasus, biasanya dilakukan peneliti untuk mengetahui status
subjek penelitian yang berhubungan dengan sesuatu yang spesifik.
Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun
masyarakat. Tujuan diadakan studi kasus ini untuk memberikan
gambaran mendetail tentang latar belakang, sifat, serta karakter khas
dasri suatu kasus,
4. metode studi komparatif, cara ini dapat ditempuh peneliti untuk mencari
jawaban mendasar sebab akibat dengan menganalisis faktor penyebab
munculnya suatu fenomena. Metode tersebut dapat ditempuh dengan cara
ex post facto, yang merupakan pengumpulan data setelah kejadian telah
selesai. Namun, faktor penyebab fenomena tersebut terkadang sulit
sebab jenis penelitian ini tidak mempunyai kontrol.
Jenis penelitian deskriptif sendiri merupakan suatu metode yang meneliti
status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, dan suatu sistem
pemikiran. Tujuan dilakukannya penelitian deskriptif ini guna membuat deskripsi
dan gambaran secara sistematis. Selain secara sistematis, data atau fakta yang
22. digunakan harus faktual dan akurat. Dikatakan pula bahwa jenis penelitian
deskriptif cocok digunakan untuk meneliti tata cara, kegiatan, sikap, pandangan,
proses, dan pengaruh suatu fenomena dalam suatu masyarakat. Menurut http://
massofa.wordpress.com/2011/10/19/metode-penelitian-yg-dapat-digunakan-pada-
penelitian-sastra/ (diunduh pada 16 September 2012) terdapat beberapa ketentuan
dalam jenis penelitian deskriptif antara lain
1. secara umum, masalah yang dirumuskan nilai ilmiahnya tidak terlalu
jelas, tujuan peneliti harus tegas dan tidak terlalu umum, data yang
digunakan harus fakta terpercaya, standar yang digunakan harus memiliki
validitas, memiliki deskripsi jelas mengenai tempat dan waktu, dan hasil
penelitian harus detail,
2. secara khusus, data yang digunakan dinyatakan dalam nilai, fakta yang
digunakan mengenai masalah status dan sifat penelitiannya tidak
memiliki kontrol.
2. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan adalah metode deskriptif analisis dengan
menggunakan sumber kepustakaan. Lewat metode ini, fakta-fakta dari sumber
data dideskripsikan kemudian dianalisis. Tidak hanya menguraikan dan
mendeskripsikan, metode ini juga memberikan pemahaman dan penjelasan
(http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/
metode_penelitian_sastra.PDF, diunduh pada 16 September 2012).
Sumber data juga dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sekunder.
Sumber data primer yang digunakan peneliti adalah cerita pendek Air karya Ras
Siregar. Sedangkan sumber data sekunder didapat dari bahan bacaan yang
berkenaan dengan cerita pendek tersebut.
3. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah cerita pendek Air karya Ras Siregar yang
diterbitkan PT Pustaka Karya Grafika Utama di Jakarta tahun 1987 (cetakan
kedua). Sumber pendukung didapat peneliti dari sumber bacaan yang berkenaan
dengan cerita pendek Air karya Ras Siregar ini.
23. 4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan yang digunakan peneliti adalah teknik deskriptif
analisis lewat kajian kepustakaan. Penelitian dilakukan dengan menilik langsung
cerita pendek Air karya Ras Siregar. Berikut langkah kerjanya
1. membaca, dengan cermat keseluruhan cerita pendek Air karya Ras
Siregar dibaca,
2. identifikasi, peneliti hendaknya segera mengidentifikasi masalah sosial
atau fenomena sosial apa yang diangkat oleh pengarang dalam cerita
pendek Air karya Ras Siregar. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini
digunakan tinjauan sosiologi sastra,
3. mencari data, setelah mengidentifikasi dan menentukan masalah utama,
peneliti mencari data yang berkaitan dengan cerita pendek Air karya Ras
Siregar, pengarangnya, serta tinjauan yang akan diaplikasikan,
4. simpulan, menggabungkan keseluruhan cerita dengan fenomena sosial
yang diangkat dalam suatu kesimpulan.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan peneliti secara bertahap. Berikut penjabaran
tahapannya
1. membaca dan merumuskan masalah sosial yang diangkat pengarang
dalam cerita pendek Air karya Ras Siregar,
2. memberikan kurun wilayah atau sejauh mana kajian tersebut dilakukan
peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi diri pada masalah
sosial yang diangkat oleh cerita pendek Air karya Ras Siregar,
3. menelusuri sumber kepustakaan, terutama yang berhubungan dengan
masalah yang ingin dikaji,
4. menyimpulkan permasalahan yang diangkat dalam cerita pendek Air
karya Ras Siregar dan mengkajinya.
24. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian sosiologi sastra dalam cerita pendek Air karya Ras Siregar dapat
dilakukan dalam beberapa tahap dengan menggunakan teknik deskriptif analisis
lewat kajian kepustakaan. Pada tahap pertama, peneliti membaca dan merumuskan
masalah sosial yang diangkat pengarang dalam cerita pendek Air karya Ras Siregar.
Dilanjutkan dengan memberikan kurun wilayah atau sejauh mana kajian tersebut
akan diteliti. Setelah membaca, merumuskan, dan memberi kurun wilayah kajian,
peneliti segera menelusuri sumber kepustakaan terutama yang berhubungan dengan
masalah yang ingin dikaji. Terakhir, peneliti akan menyimpulkan permasalahan yang
diangkat dalam cerita pendek Air karya Ras Siregar dan mengkajinya.
1. Meneliti dan merumuskan masalah sosial yang diangkat pengarang
dalam cerita pendek Air karya Ras Siregar.
Pada cerita pendek Air karya Ras Siregar, masalah atau fenomena
sosial utama yang diangkat adalah masalah air bersih di kawasan ibu kota
Jakarta, tepatnya di Harmoni.
Diceritakan bahwa Harmoni merupakan kawasan elit dengan
berbagai macam bangunan menjulang menghiasinya. Berikut kutipan
cerita pendek Air karya Ras Siregar (1987: 28) yang mengatakan
bahwa,”Harmoni! Di satu deretan toko-toko mewah dan kantor-kantor
yang menghasilkan banyak. Harmoni!” Dengan kesan sebagai kawasan
elit, tak heran jasa air ledeng di Harmoni tak pernah bermasalah. Hal ini
dapat dibuktikan dengan kutipan cerita pendek Air karya Ras Siregar
(1987: 28) yang mengungkapkan,”Aku rasa, Harmoni ialah satu daerah
yang surplus air.”
Di lain daerah di ibukota Jakarta, berbeda lagi. Masih banyak
kawasan yang kekurangan air bersih, malah langka. Hal ini disimpulkan
peneliti dari kutipan cerita pendek Air karya Ras Siregar (1987: 28) yang
mengungkapkan
25. Beberapa tahun yang lalu, aku pernah tinggal d
Daerah Kemayoran. Airnya setetes-setetes. Kalau
aku mandi lebih dari lima gayung, induk semangku
akan bermuka masam. Lantas, ketika aku pindah ke
Petojo, airnya mengucur sebesar kencing monyet.
Tapi tetap, jika aku mandi lebih dari lima gayung,
induk semangku akan mengomel panjang. Katanya
air mahal! Ketika aku tinggal di Grogol hanya mandi
dengan air sumur. Coklatnya memang tidak secoklat
Kali Ciliwung. Gerutuan tetap saja sama. Air mahal!
Maksudnya tentu air minum! Lebih dari itu, mereka
merasa iri dengan orang yang sudah hidup dengan
air ledeng. Kecuali daerah elite Menteng dan
Kebayoran Baru, semua orang menggerutu tentang
air.
Tidak hanya kawasan ibukota yang tidak terlewati jasa air ledeng
saja yang disebutkan pada kutipan di atas. Juga dari kutipan tersebut
dapat dilihat bahwa setelah sekitar 20 tahun Indonesia merdeka, di daerah
ibukota Jakarta saja masih banyak orang yang hidup tanpa air ledeng
mengaliri. Tentu ini akan mempengaruhi fenomena dan gejala sosial
yang ditimbulkan.
Dalam cerita pendek Air karya Ras Siregar ini juga sempat
diceritakan bagaimana pengaruh air bersih itu sendiri pada kehidupan
masyarakat. Indonesia yang dikelilingi oleh air tidak mampu memberi air
bersih pada rakyatnya, tentu akan menuai pro dan kontra di lingkungan.
Berikut kutipan yang didapat dari cerita pendek Air karya Ras Siregar
(1987: 29)
Indonesia penuh dengan air. Tapi akhirnya
diharuskan membeli air dari pemikul-pemikul
dengan harga tinggi. Ini pun biasa! Seperti harga
barang naik, mulanya menggerutu, protes kiri dan
kanan, akhirnya protes ituditelan keprotesan massa.
Lantas jadi biasa.
Tak terkecuali, tokoh „Aku‟ dalam cerita pendek Air karya Ras
Siregar juga merasakan dampak kekeringan air, sejak ledeng tempat
tinggalnya disegel. Pertengkaran mulai terdengar di antara istri rekan dan
26. istri tokoh „Aku‟. Lilitan masalah ekonomi keluarga rekan makin
kencang. Dan pada klimaksnya, harga air pikulan yang digunakan dua
keluarga dalam satu rumah itu naik 15 perak per pikulnya. Berikut
kutipan pendukung pernyataan di atas dari cerita pendek Air karya Ras
Siregar (1987: 34 – 35)
Sial bagi tamu itu yang datang itu karena sehari
kemudian ledeng air disegel berhubung peringatan
untuk ketigakalinya tidak kami indahkan. Dan sejak
itu, keran air terkunci dan setetes air pun tiada.
Wastafel di kamarku menguning. Kloset berbau
yang sangat menusuk dan memualkan. Tahi anak-
anak dan warna air kencing kuning kemerah-
merahan.
Dilanjutkan dengan kutipan yang mendukung pernyataan bahwa
pertengkaran antara istri rekan dan istri tokoh „Aku‟ mulai terdengar
Ketika aku pulang dari kantor, kudengar isteri rekan
serumah dan isteriku sedang bertengkar.
“Kamu, sih, buka air besar-besar!” bentak istri
rekan.
“Habis!”
“Habis apa? Mandi semaunya! Make air
sesukanya!”
“Bayarnya sama saja,” balas isteriku kalam.
“Mentang-mentang suamimu mampu!”
…
“Terlalu! Make air semaunya! Kalau sudah distop,
eh-eh, malah sok tenang!” gerutu isteri rekan dengan
berani.
“Kalian yang mandi berapa? Kami kan hanya
berdua! Tapi, bayaran jumlah kamu semua dan kami
berdua, yah sama saja! Jadi, yang royal itu, buakn
kami,” kataku kalam (Siregar, 1987: 35 – 36).
27. Dilanjutkan dengan kutipan yang mendukung pernyataan bahwa
keadaan semakin parah akibat disegelnya air di rumah toko itu, berikut
kutipan dari cerpen Air karya Ras Siregar (1987: 36 – 37)
Wastafel itu makin kuning kehijau-hijauan. Kloset
berbau sengit. Karena sengitnya, tak seorang pun
berani masuk ke kamar kecil itu. Aku sendiri buang
air di kantor dan isteriku mengungsi ke rumah
temannya yang tak jauh dari rumah itu.
…
Dari wajah mereka aku dapat menduga bahwa
mereka kehilangan segala. Kemerdekaan mereka
terlihat diperkosa dan direnggutkan. Akhirnya
pertengkaran antara mereka sering terdengar. Juga
aku dapat kabar dari isteriku, isteriku sesekali
bertengkar juga dengan isteri rekan.
Dari kutipan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masalah
layanan jasa seperti air ledeng dapat menjadi pemicu masalah sosial antar
masyarakatnya. Dalam cerita pendek Air karya Ras Siregar
kebersitegangan tersebut terjadi pada keluarga rekan dan keluarga tokoh
„Aku‟.
Selain terjadi percikan tengkar di antara kedua keluarga serumah
tersebut, juga ada permasalahan lain yang diangkat Bung Ras dalam
cerita pendeknya Air. Permasalahan lain yang diangkat Bung Ras adalah
masalah terjadinya kesenjangan antara orang berada dan tidak. Hal ini
dapat dilihat saat rekan serumah dan sepekerja tokoh „Aku‟ yang
bertindak seperti ia yang paling tahu dan ia boleh bicara sesukanya
setelah ia menjadi orang berada. Pernyataan tersebut diperkuat dengan
kutipan cerita pendek Air karya Ras Siregar (1987: 31 – 32) yang
mengatakan
…. Terkadang kami pernah berdebat soal
penggunaan kaporit dan pemakaiannya. Tapi aku
28. merasa tidak senang sebab dia sendiri tidak tahu, apa
dan bagaimana kegunaan kaporit. Dia tak tahu soal
kaporit tetapi mengajak berdebat soal kaporit. Dan
dari nada debatnya, aku melihat watak berikutnya. Ia
kini merasa telah punya segala, berarti ia boleh
bicara tentang apa saja.
…
Sejak itu sikapku kepadanya dingin saja. Aku
berusaha menghindarkan pertemuan dan percakapan
dengannya karena pembicaraannya akan lebih
banyak merupakan percakapan sok kuasa.
Adanya kutipan di atas memperjelas fenomena sosial yang terjadi
pada keluarga rekan dan keluarga tokoh „Aku‟ dalam cerita pendek Air
karya Ras Siregar. Keluarga rekan memperoleh rejeki berlebih lewat
menyatut dan hidup sejahtera. Mereka sekeluarga bahagia, namun di lain
pihak sifat mereka berangsur berubah menjadi lebih ego dan sombong.
Namun roda berputar, kini keluarga itu mulai merasakan berat beban
tanggungan keluarga. Hal itu dikarenakan pencatutan rekan tokoh „Aku‟
tidak mendapat komisi lagi.
2. Memberikan kurun wilayah atau sejauh mana kajian tersebut akan
diteliti.
Cerita pendek Air karya Ras Siregar berlokasikan pada kawasan
Harmoni, Jakarta dan berada pada era 1960an. Dari cerita pendek
tersebut, peneliti membatasi diri dalam pengkajiannya. Hal ini
dikarenakan banyak yang dapat diteliti lewat cerita pendek tersebut
mengingat lokasi dan era cerita tersebut. Maka dari itu, peneliti memilih
hanya membahas masalah sosial atau fenomena sosial apa saja yang
berada pada cerita pendek tersebut.
3. Menelusuri sumber kepustakaan.
1. Sejarah kawasan Harmoni
29. Harmoni merupakan nama salah satu kawasan di ibukota
yang berasal dari kata Harmonie, yang merupakan nama sebuah
gedung. Harmoni dulunya merupakan kawasan elit tempat para
noni atau perempuan Belanda untuk berkumpul dan berpesta.
Namun kini gedung Harmonie tersebut telah rata dengan tanah
sejak Maret 1982. Hal ini dilakukan pemerintah demi tata kota
Jakarta. Kepala UPT Kota Tua Chandrian dikutip http://
indonesiaindonesia.com/f/68840-legenda-harmoni-jakarta/
(diunduh pada 17 Maret 2012) mengatakan,”Memang gedung itu
diratakan oleh pemerintah, dengan alasan untuk perluasan gedung
secretariat negara, kini jejak gedung itu pun sudah sirna,”
Disebutkan dalam catatan sejarah, pelopor pendirian gedung
Harmonie adalah seorang Belanda yaitu Reiner de Klerk pada
tahun 1776. Kemudian saat Inggris menjajah Indonesia, Gubernur
Jenderal Herman Williem Daendels memindahkan gedung tersebut.
Selain memiliki gedung Harmonie, kawasan Harmoni juga
memiliki hotel papan atas yang setara dengan hotel Raffles di
Singapura. Namanya Hotel des Indes dengan pemiliki Reiner de
Klerk dan beroperasi mulai 1856. Namun saat pembanguan 1971,
hotel tersebut ikut dirata-tanahkan oleh pemerintah demi tata kota
(http://indonesiaindonesia.com/f/68840-legenda-harmoni-jakarta/
,diunduh pada 17 Maret 2012) Berbagai gedung dan fasilitas
mewah dimiliki kawasan Harmoni turut menguatkan bahwa
Harmoni merupakan kawasan yang tak pernah „mati‟.
2. Lika-liku peredaran kumpulan cerpen Air karya Ras Siregar
Harmoni merupakan salah satu karya sastra milik Ras
Siregar, seorang sastrawan muda di era tahun 1960. Tahun 1964
tepatnya, kumpulan cerpen ini sempat diterbitkan dan awal 1965
karya ini mulai diedarkan di kalangan masyarakat. Belum sempat
dinikmati oleh pengarangnya, buku ini telah ludes dibakar. Hal ini
dapat dibuktikan oleh pernyataan penerbit Pustaka Kita di kolom
pengantar (Harmoni, 1987: 3) yang mengatakan,”…buku tersebut
30. termasuk yang dibakar golongan anti Manifes Kebudayaan.
Khususnya di Surabaya. Karena itu, praktis tidak beredar.”
Anti Manifes Kebudayaan sendiri merupakan kelompok
sastrawan yang bergabung dengan PKI setelah diiming-imingi
unsur ekonomis. Anti Manifes Kebudayaan sendiri memiliki
semboyan yaitu „Seni untuk Rakyat‟. Artinya, mereka membuat
suatu karya sastra dengan berisikan segala sesuatu yang
menyangkut rakyat, namun tanpa nilai estetik didalamnya
(http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/127327-RB01S31m-
Manifes%20kebudayaan-Literatur.pdf, diunduh pada 15 September
2012).
Hal ini bertolak belakang pada dasar pikiran sastrawan saat
itu, terutama H. B. Jassin yang menganut „Humanisme Universal‟.
Anti Manifes Kebudayaan menganggap semua sastrawan yang
menghasilkan karya non-revolusi adalah sastrawan
kontrarevolusioner. Akibatnya, mulailah Anti Manifes Kebudayaan
membatasi ruang gerak para sastrawan serta tak luput para
wartawan (http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/127327-RB01S31
m-Manifes%20kebudayaan-Literatur.pdf, diunduh pada 15
September 2012). Tentunya hal ini ikut berimbas pada Ras Siregar
yang pada saat itu ikut menandatangani “Manifes Kebudayaan”.
Perjalanan peredaran buku Harmoni tidak berhenti di sana.
Beruntung bagi Ras Siregar, tidak semua bukunya dibakar habis
oleh Anti Manifes Kebudayaan. Sekitar 2000 eksemplar bukunya
sempat diedarkan dan habis terjual walaupun tidak merata. Berikut
kutipan penerbit Pustaka Kita (Harmoni, 1987: 3)
Beruntung bagi Bung Ras, honor baginya
sejumlah 2000 buku yang diedarkannya lewat
Toko Gunung Agung dan Balai Budaya pada
akhirnya terjual habis. Cuma, peredarannya
tidak merata.
Di dalam buku 135 halaman ini, terdapat beberapa judul
cerpen antara lain Harmoni, Air, Layang-layang putus talinya,
31. Lewat tengah malam, Hadiah ulang tahun buat istriku, Darah
tinggi, Di bawah serumpun pohon bambu, Dering lonceng di
tengah malam, Amblang gila Paus Harmoni, Berpeluk dengan
malam, dan Pembantu Rumah Tangga. Semua cerpen tersebut
memiliki satu persamaan, yaitu permasalahan yang diangkat. Oleh
Ras, cerpen diceritakan sedimikian rupa untuk mendeskripsikan
kepada pembacanya bagaimana suasana kehidupan di kota
Harmoni tersebut.
4. Menyimpulkan permasalahan yang diangkat dalam cerita pendek
Air karya Ras Siregar dan mengkajinya
Lewat cerita pendek Air, Ras Siregar memaparkan fenomena sosial
yang sedang berlangsung saat itu. Melalui cerita pendeknya, tokoh „Aku‟
ditempatkan sebagai tokoh utama. Tokoh „Aku‟ diposisikan untuk
mewakili keadaan di era 1960an. Lewat tokoh „Aku‟ juga, peneliti dapat
mengetahui fenomena sosial apa saja yang ingin disampaikan Bung Ras
kepada pembaca cerita pendeknya.
Tokoh „Aku‟ memberi gambaran bahwa kawasan tempat
tinggalnya, Harmoni, merupakan kawasan elit. Sehingga jasa pelayanan
air ledeng siap sedia. Juga diceritakan bagaimana dampak yang dialami
tokoh „Aku‟ saat jasa air ledeng tersebut disegel. Selain dampak
penyegelan jasa air, Ras Siregar juga menyelipkan nilai sosial mengenai
kesenjangan status sosial di masyarakat. Hal ini disiratkannya lewat
tindak tanduk keluarga rekan tokoh „Aku‟ sesaat setelah menjadi orang
berada.
32. BAB V
PENUTUP
1. Simpulan
Sosiologi sastra merupakan salah satu teori tinjauan untuk mengkaji suatu
karya sastra yang menghubungkan kenyataan atau fakta sosial dan permasalahan
yang diangkat dalam karya sastra tersebut. Dalam pengakajiannya, peneliti hanya
menaruh perhatian pada aspek fakta atau dokumenter yang disiratkan maupun
disuratkan oleh pengarang karya sastra.
Dalam pengkajian cerita pendek Air karya Ras Siregar, dibutuhkan empat
tahap pengkajian. Pada tahap pertama, peneliti membaca dan merumuskan
masalah sosial yang diangkat pengarang dalam cerita pendek Air karya Ras
Siregar. Dilanjutkan dengan memberikan kurun wilayah atau sejauh mana kajian
tersebut akan diteliti. Setelah membaca, merumuskan, dan memberi kurun
wilayah kajian, peneliti segera menelusuri sumber kepustakaan terutama yang
berhubungan dengan masalah yang ingin dikaji. Terakhir, peneliti akan
menyimpulkan permasalahan yang diangkat dalam cerita pendek Air karya Ras
Siregar dan mengkajinya.
Berdasarkan penelitian, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa cerita
pendek Air karya Ras Siregar menempatkan tokoh „Aku‟ sebagai pencitraan atau
perwakilan dari era 1960an. Lewat tokoh „Aku‟, Ras Siregar memaparkan
fenomena sosial yang sedang berlangsung di era itu. Fenomena sosial yang
ditemukan peneliti dalam cerita pendek ini adalah dampak penyegelan air bersih
dan timbulnya kesenjangan status sosial berdasarkan harta benda.
2. Saran
Dari penelitian ini, peneliti dapat menyarankan bahwa dalam melakukan
pengkajian karya sastra tinjauan sosiologi sastra harus dilandaskan pada
pemahaman yang kuat. Sehingga bagi pembaca atau peneliti yang tertarik pada
penelitian sejenis dapat mengaplikasi tinjauan sosiologi sastra dengan lebih
cermat dan tidak terburu-buru dalam membaca karya sastra. Karena dalam
33. tinjauan ini diperlukan pemahaman yang dalam akan masalah yang diangkat
penulis.
Diharapkan hasil penelitian cerita pendek Air karya Ras Siregar dapat
dijadikan suatu yang positif bagi pembacanya, seperti dijadikan pengetahuan.
Nilai-nilai sosial yang tersirat dalam cerita pendek pun sebaiknya juga diserap
pembacanya dan hal positif dari nilai tersebut segera diaplikasikan pada dunia
nyata.
34. DAFTAR PUSTAKA
A., Wilda Fajaratu Rahmi. 2011. “Kajian Sosiologi Sastra Novel Salah Asuhan
Karya Abdoel Moeis”. http://orangerango.blog.com/2011/02/07/kajian-
sosiologi-sastra-novel-salah-asuhan-karya-abdoel-moeis/, diunduh pada 13
September 2012
Azis, Siti Aida. 2009. “Sosiologi Sastra sebagai Pendekatan Menganalisis Karya
Sastra”. http://kajiansastra.blogspot.com/2009/04/sosiologi-sastra-sebagai-
pendekatan.html, diunduh pada 13 September 2012
Gustiani, Herawati Murti. 2012. “Analisis Sosiologi Sastra dalam Naskah Drama
„Lakon Koran‟ Karya Agung Widodo”. http://www.scribd.com/doc/82014610/
Makalah-Sosiologi-Sastra-Drama, diunduh pada 13 September 2012
Hastuti, Saktiana Dwi. 2009. “Latar Belakang Lahirnya Manifes Kebudayaan”.
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/127327-RB01S31m-Manifes%20
kebudayaan-Literatur.pdf, diunduh pada 15 September 2012
Hudayat, Asep Yusup. 2007. “Metode Penelitian Sastra”. http://resources.unpad
.ac.id/unpad-content /uploads/publikasi/dosen /metode_penelitian_sastra.PDF,
diunduh pada 16 September 2012
Jatmiko, Henry Trias Pungguh. 2012. “Analisis Novel Sebelas Patriot melalui
Pendekatan Sosiologi Sastra”. http://edukasi. kompasiana.com/2012/08/13/
analisis-novel-sebelas-patriot-melalui-pendekatan-sosiologi-sastra/, diunduh
pada 13 September 2012
Massofa. 2011. “Metode Penelitian yang dapat Digunakan pada Penelitian Sastra”.
http:// massofa.wordpress.com/2011/10/19/metode-penelitian-yg-dapat-
digunakan-pada-penelitian-sastra/, diunduh pada 16 September 2012
Pranoto, Naning. 2009. “Pengertian Cerita Pendek (Cerpen)”. http://www.
visikata.com/pengertianceritapendek-cerpen/, diunduh pada 15 September
2012
Pratiwi, Elin. 2012. “Analisis „Der Brief‟ Karya Otto Flake Menggunakan
Pendekatan Sosiologi Sastra”. http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/22
/%E2%80%9Canalisis-%E2%80%9Cderbrief%E2%80 %9D-karya-otto-flake-
menggunakan-pendekatan-sosiologi-sastra%E2 %80%9Doleh-elin-pratiwi/,
diunduh pada 13 September 2012
Saddhilie, Hassan. 2009. “Pengertian Sastra secara Umum dan Menurut para Ahli”.
http://asemmanis.wordpress.com/2009/10/03/pengertian-sastra-secara-umum-
dan-menurut-para-ahli/, diunduh pada 12 September 2012
Siregar, Ras. 1987. Air. Jakarta: Pustaka Karya Grafika Utama
35. tt. “Bermula di Tempat Kongkow Noni Belanda”. http:// indonesiaindonesia.com
/f/68840-legenda-harmoni-jakarta/, diunduh pada 17 September 2012
tt. “Definisi Cerpen”. http://ortipulang.blogspot.com/%202008/09/definisi-
cerpen.html, diunduh pada 15 September 2012
tt. “Ras Siregar”. http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/2518, diunduh
pada 12 September 2012
tt. “Willem Iskander dan Lahirnya Tokoh-tokoh Sastrawan Nasional dari Tapanuli
Bagian Selatan”. http://akhirmh.blogspot.com/2011/04/willem-iskander-dan-
lahirnya-tokoh.html, diunduh pada 12 September 2012
tt. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/
Materi%20Kuliah%20Pengantar%20Kajian%20Sastra%20II,%20%27Pendeka
tan%20dalam%20Pengkajian%20Sastra%27.ppt, diunduh pada 12 September
2012
36. LAMPIRAN
Sinopsis Air
Air mengisahkan tentang kehidupan di kota Harmoni. Ras menempatkan
tokoh utama pada tokoh „Aku‟ yang merupakan seorang penulis cerita pendek
yang bekerja pada suatu „induk semang‟ alias perusahaan. Tokoh „Aku‟ tinggal
di atas sebuah rumah toko di bilangan Harmoni, tepatnya di deretan toko-toko
mewah dan kantor-kantor. Tak hanya sendiri, tokoh „Aku‟ tinggal dengan
keluarga „Rekan‟ yang berjumlah sembilan orang di lain kamar.
Cerpen ini diawali dengan digambarkannya oleh pengarang bagaimana
nyamannya seorang yang tinggal di kawasan Harmoni berkaitan dengan air
bersih. Tidak seperti kawasan Kemayoran, Petojo, Menteng, dan Grogol,
kawasan Harmoni tak pernah luput dari air bersih, tinggal memutar keran saja.
Dikisahkan pula pada era itu harga sewa air 250 perak, sebesar honorarium
tokoh „Aku‟ atas sebuah cerita pendek. Keluarga bertambah, keluarga rekan
memiliki seorang anak dan tokoh „Aku‟ menikah. Jadilah dua belas orang
tinggal di rumah atas tersebut. Sewa air naik, menjadi 300 perak per bulannya.
Namun air bersih masih mengalir deras, tidak ada yang dipusingkan.
Jumlah manusia bertambah, empat belas orang sekarang. Keluarga rekan
tambah makmur, mereka mengambil dua orang pembantu untuk dipekerjakan.
Tak hanya pembantu, mereka juga banyak mengundang orang untuk berpesta
dan menyediakan tempat inap untuk sanak saudaranya. Tokoh „Aku‟ dan istrinya
tetap santai, selama air bersih masih mengalir.
Tamu-tamu terus ada, masalah mulai datang menghampiri. Rekening air
naik menjadi dua ribu delapan ratus rupiah. Tokoh „Aku‟ dan istri terdiam,
termangu melihat angka itu yang membengkak akibat denda pemakaian air
berlebihan.
Air ledeng disegel, keluarga rekan mulai merasakan suatu tanggungan. Pesta
dan tamu tak sebanyak dulu. Kedua pembantu berhenti bekerja dan banyak
perabot dijual olehnya. Lalu, mulailah pertengkaran antara kedua keluarga.
Tokoh „Aku‟ dan istri yang hanya hidup berdua tetap nyaman walau
37. menggunakan air belian pikulan seharga 750 perak per bulan dengan 25 perak
per pikulnya.
Kini air pikulan naik menjadi 40 perak. Keluarga rekan mulai meradang,
mencari bahan tengkaran dengan keluargaku. Akhirnya tokoh „Aku‟ mengalah,
kutemui teman yang bekerja di perusahaan air dan segel rumah pun dibuka. Air
mengalir kembali. Istri rekan dan istri tokoh „Aku‟ keluar kamar dan berpapasan,
tersenyum. Rekening air kembali 300 perak perbulan, separuh seorang per
keluarga.