SlideShare a Scribd company logo
1 of 77
HAKEKAT KRITIK SASTRA
 Secara etimologis, kata kritik berasal dari bahasa
Yunani, yaitu dari kata krinein (menghakimi,
membanding, menimbang). Kata krinein menjadi
bentuk dasar bagi kata kreterion (dasar, pertimbangan,
penghakiman). Orang yang melakukan
pertimbangan/penghakiman disebut krites yang berarti
hakim. Bentuk krites inilah yang menjadi dasar kata
kritik.
 Secara harafiah, kritik sastra adalah upaya menentukan
nilai hakiki karya sastra dalam bentuk memberi pujian,
mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan lewat
pemahaman dan penafsiran yang sistemik
2. Jenis Kritik Sastra
 Menurut bentuk
 Kritik Teoritis
 Kritik Terapan
 Berdasarkan Pelaksanaan
 Kritik Judisial
 Kritik Induktif
 Kritik Impresionistik
 Berdasarkan Orientasi Terhadap Karya Sastra
 Mimetic criticism
 Pragmatic criticism
 Expresive criticism
 Objective criticism
Klasifikasi
Kritik Teoritis
 Kritik sastra yang berusaha (bekerja) atas dasar
prinsip-prinsip umum untuk menetapkan seperangkat
istilah yang berhubungan, pembedaan-pembedaan,
dan kategori-kategori, untuk diterapkan pada
pertimbangan-pertimbangan dan interpretasi-
interpretasi karya sastra maupun penerapan “kriteria”
(standar atau norma) untuk menilai karya sastra dan
pengarangnya.
Kritik Terapan
 Merupakan diskusi karya sastra tertentu dan penulis-
penulisnya. Misalnya buku “Kesusastraan Indonesia
Modern dalam Kritik dan Esei” Jilid II (1962) dikritik
sastrawan-sastrawan dan karyanya, diantaranya
Mohammad Ali, Nugroho Notosusanto, Subagio
Sastrowardoyo, dan lain sebagainya
Kritik Judisial
 Adalah kritik sastra yang berusaha menganalisis dan
menerangkan efek-efek karya sastra berdasarkan
pokoknya, organisasinya, teknik, serta gayanya, dan
mendasarkan pertimbangan-pertimbangan individu
kritikus atas dasar standar-standar umum tentang
kehebatan dan keluarbiasaan sastra
Kritik Induktif
 Kritik sastra yang menguraikan bagian-bagian karya
sastra berdasarkan fenomena-fenomena yang ada
secara objektif. Kritik induktif meneliti karya sastra
sebagaimana halnya ahli ilmu alam meneliti gejala-
gejala alam secara objektif, tanpa menggunakan
standar-standar yang tetap yang berasal dari luar
dirinya.
Kritik Impresionistik
 Adalah kritik sastra yang berusaha menggambarkan
dengan kata-kata, sifat-sifat yang terasa dalam bagian-
bagian khusus atau dalam sebuah karya sastra dan
menyatakan tanggapan-tanggapan (impresi) kritikus
yang ditimbulkan secara langsung oleh karya sastra.
Kritik Mimetik
 Kritik yang bertolak pada pandangan bahwa karya
sastra merupakan tiruan atau penggambaran dunia
dan kehidupan manusia. Kritik ini cenderung
mengukur kemampuan suatu karya sastra dalam
menangkap gambaran kehidupan yang dijadikan suatu
objek
Kritik Pragmatik
 Kritik yang disusun berdasrkan pandangan bahwa
sebuah karya sastra disusun untuk mencapai efek-efek
tertentu kepada pembaca, seperti efek kesenangan,
estetika, pendidikan, dan sebagainya. Model kritik ini
cenderung memberikan penilaian terhadap suatu
karya berdasarkan ukuran keberhasilannya dalam
mencapai tujuan tersebut.
Kritik Ekspresif
 Kritik yang menekankan kepada kebolehan pengarang
dalam mengekspresikan atau mencurahkan idenya ke
dalam wujud sastra. Kritik ini cenderung menimbang
karya sastra dengan memperlihatkan kemampuan
pencurahan, kesejatian, atau visi penyair yang secara
sadar atau tidak tercermin pada karya tersebut.
Kritik Objektif
 Suatu kritik sastra yang menggunakan pendekatan
bahwa suatu karya sastra adalah karya yang mandiri.
Kritik ini menekankan pada unsur intrinsik.
Fungsi Kritik Sastra
 Untuk pembinaan dan pengembangan sastra
 Untuk pembinaan kebudayaan dan apresiasi seni
 Untuk menunjang ilmu sastra
 Memberi sumbangan pendapat untuk menyusun
sejarah sastra
Pembinaan dan Pengembangan
Sastra
 Dengan kritikan yang ada, sastrawan dapat belajar
untuk dapat meningkatkan kecakapannya ataupun
mempertimbangkan untuk memperluas daerah
garapannya. Dengan begitu, kesusastraan akan dapat
berkembang, baik corak, gaya, maupun mutunya.
Pembinaan Kebudayaan dan
Apresiasi Seni
Dalam mengeritik, para kritikus menunjukkan daerah-
daerah gelap yang terdapat dalam suatu karya sastra
secara lebih baik dan lebih bermakna, yang akhirnya
dapat meningkatkan kemampuan apresiasi sastra ke
tingkat yang lebih tinggi dari sebelumnya. Hal ini
dimungkinkan karena kritikus menganalisis struktur
sastra, memberi komentar dan interpretasi,
menerangkan unsur-unsurnya, serta menunjukkan hal-
hal yang tersirat dari semua yang tersurat.
Menunjang Ilmu Sastra
 Analisis yang dilakukan kritikus dalam mengkritik
tentulah didasarkan pada referensi-referensi, teori-
teori yang akurat. Tidak jarang pula, perkembangan
teori sastra lebih lambat dibandingkan dengan
kemajuan proses kreatif pengarang. Untuk itu, dalam
melakukan kritik, kritikus seringkali harus meramu
teori-teori baru. Teori-teori sastra yang baru inilah
yang justru akan semakin memperkembangkan ilmu
sastra itu sendiri.
Memberi sumbangan pendapat
untuk menyusun sejarah sastra
 Dalam melakukan kritik, kritikus tentu akan
menunjukkan ciri-ciri karya sastra yang dikritik secara
struktural (ciri-ciri intrinsik). Tidak jarang pula
kritikus akan mencoba mengelompokkan karya sastra
yang dikritik ke dalam karya sastra yang berciri sama.
Kenyataan inilah yang dapat disimpulkan bahwa kritik
sastra sungguh membantu penyusunan sejarah sastra.
Peran Kritikus Sastra
 Menjalankan disiplin pribadinya sebagai jawaban
terhadap karya sastra tertentu. Berbeda dengan
seorang estetikus, karena kritikus adalah orang yang
terlatih kemampuannya dalam memisahkan hal-hal
yang bersifat emosional dengan hal-hal yang rasional.
 Bertindak sebagai pendidik yang berupaya membina
dan mengembangkan kejiwaan suatu masyarakat.
 Bertindak sebagai hakim yang bijaksana, yang dapat
membangkitkan kesadaran serta menghidupkan suara
hati nurani, pembinaan akal budi, ketajaman pikiran,
dan kehalusan cita rasa.
Klasifikasi Teori Sastra
Tanaka
Wellek
Abrams
• mikro
• makro
• Intrinsik
• Ekstrinsik
• Objektif
• Ekspresif
• Mimetik
• Pragmatik
Klasifikasi
 Abrams
ARTIST
PENCIPTA
REALITAS
UNIVERSE
WORK
KARYA
AUDIENCE
PEMBACA
1) Pendekatan objektif (yang terutama memperhatikan aspek karya sastra itu
sendiri);
2) Pendekatan ekspresif (yang menitikberatkan aspek pengarang atau pencipta
karya sastra);
3) Pendekatan mimetik (yang mengutamakan aspek semesta); dan
4) Pendekatan pragmatik (yakni pendekatan yang mengutamakan aspek
pembaca)
Mimetik
Objektif
Pragmatik
Ekspresif
TEORI-TEORI OBJEKTIF
1. Strukturalisme
2. New Criticism
3. Deconstruksi dan Post-Strukralisme
1.1 Struktural Formalis
 Istilah Formalisme (dari kata Latin forma yang berarti
bentuk, wujud) berarti cara pendekatan dalam ilmu
dan kritik sastra yang mengesampingkan data
biografis, psikologis, ideologis, sosiologis dan
mengarahkan perhatian pada bentuk karya sastra itu
sendiri. Para Formalis meletakkan perhatiannya pada
ciri khas yang membedakan sastra dari ungkapan
bahasa lainnya. Istilah Strukturalisme acap kali
digunakan pula untuk menyebut model pendekatan
ini karena mereka memandang karya sastra sebagai
suatu keseluruhan struktur yang utuh dan otonom
berdasarkan paradigma struktur kebahasaannya.
Pelopor Struktural Formalis
 Kaum Formalis Rusia tahun 1915-1930 dengan tokoh-
tokohnya seperti Roman Jakobson, Rene Wellek,
Sjklovsky, Eichenhaum, dan Tynjanov
 Rene Wellek dan Roman Jakobson beremigrasi ke
Amerika Serikat
 Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra
adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian
kita kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik.
Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah
teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum
Formalis.
Prinsip Dasar Struktural Formalis
 Prinsip keseluruhan (wholness) bahwa bagian-bagian
atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat
kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan
struktur maupun bagian-bagiannya.
 Prinsip transformasi (transformation), struktur itu
menyanggupi prosedur transformasi yang terus
menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan
baru
 Prinsip keteraturan yang mandiri (self regulation)
yaitu tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk
mempertahankan prosedur transformasi, struktur itu
otonom terhdap rujukan sistem lain
Langkah Kerja
1. Membangun teori struktur sastra sesuai dengan genre
yang diteliti. Struktur yang dibangun harus mampu
menggambarkan teori struktur yang handal, sehingga
mudah diikuti oleh peneliti sendiri. Peneliti perlu
memahami lebih jauh hakikat setiap unsur pembangun
karya sastra.
2. Peneliti melakukan pembacaan secara cermat, mencatat
unsur-unsur struktur yang terkandung dalam bacaan itu.
Setiap unsur dimasukkan ke dalam kartu data, sehingga
memudahkan analisis. Kartu data sebaiknya disusun
alpabetis, agar mudah dilacak pada setiap unsur.
3. Unsur tema, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu
sebelum membahas unsur lain, karena tema akan selalu
terkait langsung secara komprehensif dengan unsur lain.
Langkah Kerja
4. Setelah analisis tema, baru analisis alur, konflik,
sudut pandang, gaya, setting, dan sebagainya
andaikata berupa prosa.
5. Yang harus diingat, semua penafsiran unsur-unsur
harus dihubungkan dengan unsur lain, sehingga
mewujudkan kepaduan makna struktur.
6. Penafsiran harus dilakukan dalam kesadaran penuh
akan pentingnya keterkaitan antar unsur. Analisis
yang meninggalkan kepaduan struktur, akan bias
dan menghasilkan makna yang mentah.
Kelemahan Strukturalisme
Sebagai sebuah model teori kritik, strukturalisme bukan
tanpa kelemahan. Ada beberapa kelemahan yang perlu
direnungkan bagi pengeritik struktural, yaitu melalui
struktural karya sastra seakan-akan diasingkan dari
konteks fungsinya sehingga dapat kehilangan relevansi
sosial, tercerabut dari sejarah, dan terpisah dari aspek
kemanusiaan.
1.2 Struktural Genetik
 Muncul sebagai wujud ketidakpuasan terhadap teori
struktural yang melihat karya sastra sebagai sesuatu
yang otonom
 Pendirinya adalah Taine dan dikembangkan oleh
Lucian Goldman di Paris
 Prinsip Dasarnya: Karya sastra tidak sekedar fakta
imajinatif dan pribadi, melainkan juga sebagai
cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan
pikiran tertentu pada saat karya diciptakan
1.3 Struktural Dinamik
 Merupakan jembatan penghubung antara teori
struktural formalis dan teori semiotik
 Hampir sama dengan struktural genetik (mengaitkan
dengan asal-usul teks) tetapi penekanannya berbeda,
Struktural Dinamik menekankan pada struktur, tanda,
dan realitas
 Tokoh-tokohnya : Julia Cristeva dan Roland Bartes
(Strukturalisme Prancis)
2. Semiotik Sastra
 Dari kata semeion = tanda yaitu ilmu yang
mempelajari tanda-tanda, sistem-sistem tanda, dan
proses suatu tanda diartikan (Hartoko, 1986:131)
 Ilmu yang mempelajari berbagai objek, peristiwa, atau
seluruh kebudayaan sebagai tanda
 Tokohnya:
 Ferdinand de Saussure (Prancis)
 Jurij Lotman (Rusia)
 Charles Sanders Pierce (USA)
Icon
Index
Symbol
3. New Criticism
 Muncul tahun 1920-1960. John Crowe Ransom (USA)
The New Criticism.
 Tokoh lainnya: I. A. Richard, T. S. Eliot, Cleanth
Brooks, Robert Penn Warren, Allen Tate, R. P.
Blackmur, William K. Wimsatt
 Prinsip dasarnya hampir sama dengan Formalis,
namun contoh karya mereka lebih mengarah kepada
puisi sehinggga jenis karya sastra yang lainnya merasa
diabaikan.
Deconstruksi dan Post-Strukralisme
"Dekonstruksi" adalah sebuah istilah yang digunakan untuk
menyebut cara membaca sebuah teks (sastra maupun filsafat) yang
berdasarkan pada pola pandangan filsafat Jacques Derrida. Derrida
sendiri dipengaruhi pandanganl fenomenologi (Heidegger) dan
skeptisisme (Nietzche). Pandangan ini menentang klaim
strukturalisme yang menganggap sebuah teks mengandung makna
yang sah dalam struktur yang utuh di dalam sistem bahasa
tertentu. Dekonstruksi disebut juga sebagai Poststructuralism
(Pascastrukturalisme) karena membangun teorinya atas dasar
konsep-konsep strukturalisme-semiotik Ferdinand de Saussure.
Aliran ini mula-mula dikembangkan di Perancis oleh kelompok
penulis Tel Quel dengan tokoh perintis antara lain Jacques Derrida
dan Julia Kristeva
Rangkuman
 Pada umumnya penekanan perhatian teori sastra pada studi teks dapat digolongkan ke
dalam konsep strukturalisme, sekalipun konsep ini sangat beragam jangkauan, kedalaman,
dan model analisisnya. Strukturalisme, bagaimanapun, merupakan bidang teori sastra yang
sudah menjadi urutan utama kebudayaan intelektual ilmu sastra.
 Pendekatan struktural dari segi tertentu membawa hasil yang sangat memuaskan. Usaha
untuk memahami dan mengupas karya sastra atas dasar strukturnya memaksa peneliti sastra
untuk membebaskan din dari berbagai konsep metode dan teknik yang sebenarnya berada di
luar jangkauannya sebagai ahli sastra, seperti psikologi, sosiologi, sejarah, dan filsafat.
 Sekalipun demikian, patut kita catat bahwa banyak teoretisi sastra tidak puas terhadap
paradigma bahasa dalam pengkajian sastra. Teoretisi itu antara lain Lefevere (1977), Jameson
(1981), Eagleton (1983), dan para pemikii (pascastrukturalisme Derrida, Lacan, Foucault, dll.)
 Keberatan lain terhadap strukturalisme adalah sifatnya yang ahistoris; Strukturalisme
menghapus sejarah manusia karena berambisi membangun universal yang menghapus
pandangan individual.
 strukturalisme juga bersifat anti humanis (Selden, 1991:70-71).
 Keberatan-keberatan itulah yang kemudian memunculkan aliran Pascastrukturalisme yang
menentang setiap bentuk penyisteman yang mengabaikan keragaman kultural dan nilai-
nilai kemanusiaan. Sekalipun tidak disebutkan di atas, patut dicatat bahwa konsep-konsep
aliran Pascastrukturalisme; sangat mendukung dan memperkaya Teori Sastra Feminisme.
TEORI-TEORI MIMETIK
 Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau peniruan)
pertama kali dipergunakan dalam teori-teori tentang seni
seperti dikemukakan Plato (428-348) dan Aristoteles (384-
322), dan dari abad ke abad sangat memengaruhi teori-
teori mengenai seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg,
1986:15).
 Aristoteles juga mengambil teori mimesis Plato yakni seni
menggambarkan kenyataan, tetapi dia berpendapat bahwa
mimesis tidak semata-mata menjiblak kenyataan
melainkan juga menciptakan sesuatu yang baru karena
'kenyataan' itu tergantung pula pada sikap kreatif orang
dalam memandang kenyataan.
Sejarah Pertumbuhan
 Levin (1973:56-60) mengungkapkan bahwa konsep
'mimesis' itu mulai dihidupkan kembali pada zaman
humanisme Renaissance dan nasionalisme Romantik.
Humanisme Renaissance sudah berupaya menghilangkan
perdebatan prinsipial antara sastra modern dan sastra
kuno dengan menggariskan paham bahwa masing-
masing kesusastraan itu merupakan ciptaan unik yang
memiliki pembayangan historis dalam jamannya.
 Hippolyte Taine (1766-1817) merumuskan sebuah
pendekatan sosiologi sastra yang sepenuhnya ilmiah
dengan menggunakan metode-metode seperti yang
digunakan dalam ilmu alam dan pasti. Dalam bukunya
History of English Literature (1863) dia menyebutkan
bahwa sebuah karya sastra dapat dijelaskan menurut tiga
faktor, yakni ras, saat (momen), dan lingkungan (milieu)
SOSIOLOGI SASTRA
Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra
ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient
being, makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan
empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk
oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai
dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman
bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat
tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya
meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat
dalam berbagai dimensinya (Soemanto, 1993). Konsep dasar
sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan
Aristoteles yang mengajukan istilah 'mimesis', yang menyinggung
hubungan antara sastra dan masyarakat sebagai 'cermin'.
Peletak Dasar Sosiologi Sastra Modern adalah Hippolyte Taine
(Sosiologi sastra harus mampu mengungkap tiga hal: Ras, Saat,
lingkungan)
Asumsi Dasar Teori Sosiologi Sastra
Kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial.
Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya
sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang
mampu merefleksikan zamannya.
Prinsip Sosiologi Sastra
 Penelitian yang memandang karya sastra sebagai
dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi
situasi pada masa sastra tersebut diciptakan.
 Penelitian yang mengungkap sastra sebagai cermin
situasi sosial penulisnya.
 Penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi
peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya
(Laurenson dan Swingewood, 1971) .
Ketiga hal ini dapat berdiri sendiri-sendiri dan atau
diungkap sekaligus dalam suatu kajian sosiologi sastra
Perspektif Sosiologi Sastra
 Perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisis sebagai
sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya.
Teks biasanya dipotong-potong, diklasifikasikan, dan
dijelaskan makna sosiologisnya.
 Perspektif biografis, yaitu peneliti menganalisis pengarang.
Perspektif ini akan berhubungan dengan life history
seorang pengarang dan latar belakang sosialnya. Memang
analisis ini akan terbentur pada kendala jika pengarang
telah meninggal dunia, sehingga tidak bisa ditanyai.
Karena itu sebagai sebuah perfektif tentu diperuntukkan
bagi pengarang yang masih hidup dan mudah terjangkau.
 Perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan
masyarakat terhadap teks sastra.
Sasaran Kritik
 Fungsi Sosial Sastra
 Produksi dan Pemasaran Sastra
 Sastra sebagai Cermin Masyarakat
 Konteks Sosi0budaya
Fungsi Sosial Sastra
 sudut pandang kaum romantik yang menganggap
sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau
nabi, dalam pandangan ini tercakup wawasan agar
sastra berfungsi sebagai pembaharu atau perombak;
 sudut pandang bahwa karya sastra bertugas sebagai
penghibur belaka; dalam hal ini gagasan "seni untuk
seni" tak ada bedanya dengan praktik melariskan
dagangan untuk mencapai best seller; dan
 semacam kompromi dapat dicapai dengan meminjam
slogan klasik sastra harus mengajarkan sesuatu
dengan jalan menghibur.
Produksi dan Pemasaran Sastra
 Studi ini akan menghubungkan tiga kutub sastra,
yaitu penerbit, pembaca, dan pengarang.
 Fokus studi, memang sedikit mengesampingkan
sosiologi sastra sebagai teori, melainkan berupaya
memperhitungkan berbagai hal yang terkait dengan
faktor-faktor sosial yang menyangkut sastra. Faktor-
faktor tersebut antara lain: tipe dan taraf ekonomi
masyarakat tempat berkarya, kelas atau kelompok
sosial yang berhubungan dengan karya, sifat pembaca,
sistem sponsor, pengayom, tradisi sastra dan
sebagainya.
Sastra Sebagai Cermin Masyarakat
 Sosiologi sastra adalah penelitian tentang (a) studi ilmiah
manusia dan masyarakat secara objektif; (b) studi lembaga-
lembaga sosial lewat sastra dan sebaliknya; (c) studi proses
sosial, yaitu bagaimana masyarakat bekerja, bagaimana
msyarakat melangsungkan hidupnya. Studi semacam ini
secara ringkas merupakan penghayatan teks sastra
terhadap struktur sosial.
 Aspek-aspek sosiologis yang terpantul dalam sastra
tersebut, selanjutnya dihubungkan dengan beberapa hal,
yakni: (a) konsep stabilitas sosial; (b) konsep
kesinambungan masyarakat yang berbeda; (c) bagaimana
seorang individu menerima individu lain dalam
kolektifnya; (d) bagaimana proses masyarakat dapat
berubah secara bertingkat; dan (e) bagaimana perubahan
besar masyarakat, misalkan dari feodalisme ke kapitalisme.
Konteks Sosiobudaya
a. Karya sastra tidak dapat dipahami selengkap-lengkapnya
apabila dipisahkan dan lingkungan atau kebudayaan atau
peradaban yang telah menghasilkannya.
b. Gagasan yang ada dalam karya sastra sama pentingnya dengan
bentuk dan teknik penulisannya: bahkan boleh dikatakan
bahwa bentuk dan teknik itu ditentukan oleh gagasan
tersebut. Tak ada karya besar yang diciptakan berdasarkan
gagasan sepele dan dangkal; dalam pengertian ini sastra adalah
kegiatan yang sungguh-sungguh.
c. Setiap karya sastra yang bisa bertahan lama, pada hakikatnya
suatu moral, baik dalam hubungannya dengan kebudayaan
sumbernya maupun dalam hubungannya dengan orang-
seorang. Karya sastra bukan moral dalam arti sempit, yakni
yang sesuai dengan suatu kode atau sistem tindak-tanduk
tertentu, melainkan pengertian bahwa ia terlibat dalam
kehidupan dan menampilkan tanggapan evaluatif. Dengan
demikian sastra adalah eksperimen moral.
Lanjutan
d. Masyarakat dapat mendekati karya sastra dan dua arah: pertama,
sebagai suatu kekuatan atau faktor material istimewa, dan kedua,
sebagai tradisi — yakni kecenderungan-kecenderungan spiritual
maupun kultural yang bersifat kolektif. Bentuk dan isi dengan
sendirinya dapat mencerminkan perkembangan sosiologis, atau
menunjukkan perubahan-pembahan yang halus dalam watak
kultural.
e. Kritik sastra seharusnya lebih dari sekadar perenungan estetis yang
tanpa pamrih, ia harus melibatkan diri sendiri dalam suatu tujuan
tertentu. Kritik adalah kegiatan penting yang harus mampu
mempengaruhi penciptaan sastra, tanpa mendikte sastrawan agar
memilih tema tertentu misalnya, melainkan menciptakan iklim
tertentu yang bermanfaat bagi penciptaan seni besar.
f. Kritikus bertanggung jawab baik kepada sastra masa silam maupun
sastra masa datang. Dari sumber sastra yang sangat luas itu kritikus
harus memilih yang sesuai dengan masa kini. Perhatiannya bukan
seperti pengumpul benda kuno yang kerjanya hanya menyusun
kembali, tetapi memberi penafsiran seperti yang dibutuhkan oleh
masa kini. Dan karena setiap generasi membutuhkan pilihan yang
berbeda-beda, tugas kritikus untuk menggali masa lalu tak ada
habisnya.
Langkah yang bisa ditempuh
dengan pendekatan sosiobudaya
 Unsur sastra harus diambil terlepas dari unsur lain,
kemudian dihubungkan dengan suatu unsur
sosiobudaya
 Pendekatan ini boleh mengambil image atau citra
tentang “sesuatu”.
 Pendekatan ini juga boleh mengambil motif atau
tema, yang keduanya berbeda secara gradual. Tema
lebih abstrak dan motif dapat dikonkritkan lewat
pelaku.
Teori Sastra Marxis
Teori ini berakar pada doktrin Manifesto Komunis (1848) yang
diberikan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, khususnya
terhadap pernyataan bahwa perkembangan evolusi historis
manusia dan institusi-institusinya ditentukan oleh perubahan
mendasar dalam produksi ekonomi. Perubahan itu
mengakibatkan perombakan dalam struktur kelas-kelas
ekonomi, yang dalam setiap jaman selalu bersaing demi
kedudukan sosial ekonomi dan status politik. Kehidupan
agama, intelektual, dan kebudayaan setiap jaman -termasuk
seni dan kesusastraan - merupakan 'ideologi-ideologi' dan
'suprastruktur-suprastruktur' yang berkaitan secara dialektikal,
dan dibentuk atau merupakan akibat dari struktur dan
perjuangan kelas dalam jamannya (Abrams, 1981:178).
George Lukacs: Sastra Sebagai Cermin
Sebuah novel tidak hanya mencerminkan 'realitas' tetapi
lebih dari itu memberikan kepada kita "sebuah refleksi
realitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan
lebih dinamik" yang mungkin melampaui pemahaman
umum. Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan
fenomena idividual secara tertutup melainkan lebih
merupakan sebuah 'proses yang hidup'. Sastra tidak
mencerminkan realitas sebagai semacam fotografi,
melainkan lebih sebagai suatu bentuk khusus yang
mencerminkan realitas. Dengan demikian, sastra dapat
mencerminkan realitas secara jujur dan objektif dan
dapat juga mencerminkan kesan realitas subjektif
(Selden, 1991:27)
Bertold Brecht: Efek Alienasi
Menurut Brecht, dramawan bendaknya menghindari
alur yang dihuhungkan secara lancar dengan makna dan
nilai-nilai universal yang pasti. Fakta-fakta ketidakadilan
dan ketidakwajaran perlu dihadirkan untuk
mengejutkan dan mengagetkan penonton. Penonton
jangan ditidurkan dengan ilusi-ilusi palsu. Para pelaku
tidak harus menghilangkan personalitas dirinya untuk
mendorong identifikasi penonton atas tokoh-tokoh
pahlawannya. Mereka harus mampu menimbulkan efek
alienasi (keterasingan). Pemain bukan berfungsi
menunjukkan melainkan mengungkapkan secara
spontan individualitasnya (Selden, 1991:30-32)
Teori Neomarxisme
 Berdasarkan metode berpikir dialektis tersebut,
Fredric Jameson mengungkapkan bahwa hakikat suatu
karya sastra dapat diketahui dari penelitian tentang
latar belakang historisnya. Kita tidak hanya sekedar
ingin menangkap nilai-nilai yang sempit pada
permukaan (seperti dilakukan kaum New Criticism),
melainkan harus dapat menemukan hubungan
orisinal antara Subjek dan Objek sesuai dengan
kedudukannya (Culler, 1981:12-13). Jadi hasil kritik
dialektikal itu bukan hanya sekedar suatu interpretasi
sastra, melainkan juga sejarah model interpretasi dan
kebutuhan akan suatu model interpretasi yang
khusus.
Rangkuman
 Teori-teori sosiologi sastra mempersoalkan kaitan antara karya sastra dan 'kenyataan'.
Sebenarnya teori sosiologi sastra inilah yang paling tua usianya dalam sejarah kritik
sastra. Dalam kenyataannya, teori yang sudah dirintis oleh filsafat Plato (Abad 4-3 SM)
tentang 'mimesis' itu baru mulai dikembangkan pada abad 17-18 — yakni zaman
positivisme ilmiah — oleh Hippolite Taine dan berkembang pesat pada awal abad ke-19
dengan dicanangkannya doktrin Manifesto Komunis oleh Marx dan Engels.
 Studi-studi sosiologis terhadap sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra
dalam taraf tertentu merupakan ekspresi masyarakat dan bagian dari suatu masyarakat.
Kenyataan inilah yang menarik perhatian para teoretisi sosiologi sastra untuk mencoba
menjelaskan pola dan model hubungan resiprokal itu. Penjelasan Taine dengan
menggunakan metode-metode ilmu pasti menarik perhatian, namun ciri positivistis
dalam teorinya menimbulkan permasalahan yang rumit mengenai hakikat karya sastra
sebagai 'karya fiksi'. Teori-teori Marxisme, yang memandang seni (sastra) sebagai 'alat
perjuangan politik' terlalu menekankan aspek pragmatis sastra dan dalam banyak hal
mengabaikan struktur karya sastra.
 Pemikir-pemikir Neomarxis memanfaatkan filsafat dialektika materialisme Marx untuk
mendefinisikan aspek ideologi, politik, dan hubungan ekonomi suatu masyarakat.
Asumsi epistemologis mereka adalah bahwa sastra menyimpan sejarahnya yang
sebenarnya dan menjadi tugas studi sastra untuk mendefinisikannya secara jelas.
TEORI-TEORI
EKSPRESIVISME
TEORI-TEORI EKSPRESIVISME
 Teori ekspresif sastra (The expressive theory of literature)
adalah sebuah teori yang memandang karya sastra
terutama sebagai pernyataan atau ekspresi dunia batin
pengarangnya. Karya sastra dipandang sebagai sarana
pengungkap ide, angan-angan, cita-cita, cita rasa, pikiran
dan pengalaman pengarang. Dalam ungkapan yang lain,
sastra adalah proses imajinatif yang mengatur dan
menyintesiskan imajinasi-imajinasi, pemikiran-pemikiran,
dan perasaan-perasaan pengarang (Abrams, 1987:20). Studi
sastra dalam model ini berupaya mengungkapkan latar
belakang kepribadian dan kehidupan (biografi) pengarang
yang dipandang dapat membantu memberikan penjelasan
tentang penciptaan karya sastra. Oleh karena itu, teori ini
seringkali disebut pendekatan biografi.
Sejarah Pertumbuhan
 abad ke-3 M, Longinus, dalam bukunya berjudu Peri Hypsous
(Yun. = Tentang Keluhuran) mengungkapkan bahwa ciri khas
dan ukuran seni sastra adalah keluhuran (yang luhur, yang
mulia, yang unggul) sebagai sumber utama pemikiran dan
perasaan pengarang, yang bersumber dari daya wawasan yang
agung, emosi atau nafsu (passion) yang mulia, retorika yang
unggul, pengungkapan (diksi) dan penggubahan yang mulia.
Unsur terpenting dalam penciptaan seni sastra adalah
kreativitas dalam jiwa pengarang. Sumber-sumber keagungan
itu mengilhami dan merasuki kata-kata dengan semangat ilahi.
 Pandangan ini tidak banyak memengaruhi pertumbuhan teori
ekspresionisme. Baru sekitar tahun 1800 (pada jaman
Romantik, abad 18-19) teori ekspresivisme mendapat perhatian
dan berkembang dengan pesat.
Teori Sastra Romantik
Zaman Romantik ditandai dengan semacam "manifesto"
(pernyataan) yang revolusioner dari Wordsworth yang
menegaskan bahwa karya sastra yang baik adalah peluapan
yang spontan dari perasaan-perasaan yang kuat. Sastra
bukan lagi dilihat sebagai cermin tindak-tanduk manusia.
Unsur utama sastra adalah perasaan-perasaan dan emosi-
emosi manusia penyair yang dikumpulkan dalam keheningan
refleksi yang mendalam, yang kemudian diikuti dengan
pemikiran dan revisi dalam proses komposisinya. Akan tetapi
sastrawan yang baik, menurut mereka, selalu mendahulukan
aspek spontanitasnya. Ibarat tumbuhnya tanaman yang
mengikuti prinsip-prinsip organismenya sendiri secara
inheren, demikian pula seharusnya konsep setiap karya seni.
Dalam zaman ini, kritik ekspresif mendapat perhatian
utama. Oleh karena karya sastra dipahami sebagai ekspresi,
peluapan, atau ungkapan perasaan pengarangnya, atau
sebagai hasil imajinasi pengarangnya yang menjabarkan
pandangan, pemikiran, dan perasaannya, maka tolok ukur
penilaian terhadap karya sastra terutama ditujukan kepada:
kesungguhan hatinya (sincerity), keasliannya (genuineness),
dan kememadaiannya (adequacy) dalam mengungkapkan
visi dan pemikiran individual si pengarang itu sendiri.
Aspek-aspek itu seringkali dicari di dalam karya sastra
sebagai pembuktian akan watak dan pengalaman-
pengalaman khusus pengarang, baik yang disadarinya
maupun yang tidak disadarinya. Kritik semacam ini masih
diteruskan dalam tradisi-tradisi kritik sastra psikoanalitik
dan kritik kesadaran (critics of consciousness) dalam mazhab
Jenewa.
Praktek Ekspresivisme
Praktik-praktik kritik ekspresif sastra terpusat pada upaya
menyelami jiwa pengarang karya sastra tersebut. Menurut
mereka, materi dan bahan-bahan penulisan karya sastra tidak
terletak di luar diri individu melainkan terkandung dalam diri
dan jiwa manusia penciptanya. Pengarang dianggap seorang
pencipta yang membayangkan imajinasi kehidupan yang
terpilih dan teratur. Kedudukan pengarang dan karyanya begitu
erat, seperti seorang ibu yang melahirkan anaknya. Tolok ukur
sastra yang baik dalam pendekatan ini adalah: orisinalitas,
kreativitas, jenialitas (genuine), dan individualitas. Benar-
tidaknya, objektif-tidaknya suatu penilaian sastra sangat
tergantung pada intensi pengarang dalam mewujudkan
keorisinalan dan kebaruan penciptaan seninya. Data-data
biografis dan historis menjadi bahan yang penting dalam studi
sastra.
Dorongan Psikologis Dalam Proses
Kreatif Sastra
Keadaan jiwa yang mendorong lahirnya proses kreatif
sastrawan yaitu:
 Jiwa sedang iba (trenyuh), yaitu keadaan psikis
sastrawan merasa kasihan terhadap sebuah fenomena
 Jiwa sastrawan sedang geram, artinya dalam keadaan
marah
 Jiwa merasa kagum, artinya ada rasa heran, penuh
tanda tanya, ada rasa keagungan (Endraswara,
2008:213).
Dorongan Psikologis Dalam Proses
Kreatif Sastra
Kondisi internal (di dalam individu) yang
memungkinkan munculnya kreativitas yang konstruktif:
 Keterbukaan terhadap pengalaman (extensionality).
Kesadaran sensitif (kepekaan) terhadap semua
pengamatan dan pengalaman.
 Lokus evaluasi yang internal. Makna dari produknya
ditentukan tidak hanya oleh pujian atau kritikan orang
lain, tetapi oleh diri sendiri.
 Kemmpuan untuk bermain, yaitu kemampuan untuk
bermain secara spontan dengan ide-ide, hubungan-
hubungan, kata-kata, dan sebagainya (Rogers, dalam
Endraswara, 2008:153).
Kritik Terhadap Teori Ekspresivisme
1. Sekalipun sebuah karya sastra terwujud berkat adanya niat penulisnya
namun niat itu tidak dapat dijadikan norma untuk menilai arti sebuah teks.
2. Harus dipertanyakan apa yang dicari dalam hal niat pengarang itu. Jika
pengarang mampu menuangkan makna niatnya dalam karyanya, maka
justru makna muatan itu sajalah yang seharusnya dinilai tanpa perlu
meneliti apakah pengarang memang berniat demikian.
3. Jika ukuran keberhasilan karya sastra adalah kesejajaran antara makna
niatan pengarang dengan makna muatannya maka syarat-syarat
subjektivitas pengarang sesungguhnya sudah dilepaskan.
4. Apabila makna sebuah puisi sangat bersifat pribadi, maka kita boleh
menggunakan data biografis pengarangnya dengan sangat hati-hati, yakni
data-data yang dapat menjelaskan pemakaian bahasanya. Akan tetapi jika
penggunaan bahasanya sudah cukup jelas tidak perlulah berkonsultasi
kepada pengarangnya.
5. Makna niat merupakan suatu hal yang abstrak, sehingga mencari-cari
makna niat pengarang sungguh-sungguh suatu jalan pikiran yang sesat.
Teori Baru Tentang Pengarang
 Wayne Booth memperkenalkan istilah Implied Author
(penulis yang tersirat atau tersembunyi) dalam
bukunya The Rhetoric of Fiction (1963)
 Umberto Eco (1992), dengan memperkenalkan istilah
Liminal Author atau Author on the Threshold
(Pengarang Ambang)
Implied Author (penulis yang
tersirat atau tersembunyi)
 Teori ini merupakan jalan tengah atau memposisikan
dirinya diantara pengarang nyata dan narator
 pengarang implisit merupakan strategi eksplikasi
tekstual yang dapat dikenal melalui permainan bahasa
teks
Liminal Author atau Author on the
Threshold (Pengarang Ambang)
 Pengarang ambang adalah situasi penciptaan teks
sastra, di mana pengarang secara intens disugesti oleh
kekuatan-kekuatan misterius (ghostly). Kekuatan-
kekuatan misterius ini tidak bisa dijelaskan secara
tepat dengan perhitungan apa pun, baik oleh
pengarangnya sendiri maupun oleh pembaca.
Rangkuman
Pandangan-pandangan teoretis mengenai pengarang memiliki
kaitan timbal-balik dengan 'semangat jaman' yang berlaku pada
suatu kurun waktu tertentu. Ada fase, di mana manusia dipandang
sebagai 'hamba sahaya' yang tidak pantas meniru-niru karya cipta
Tuhannya. Ada tahap lain, di mana orang memandang manusia
sebagai ko-kreator 'Sang Pencipta Agung" yang menggemakan
keagungan-Nya Sang Pencipta melalui karya seninya sebagai
ekspresi pengalaman estetiknya berhadapan dengan alam (ilahi).
Refleksi-refleksi lebih lanjut menunjukkan bahwa studi sastra
anatomik yang teknis-prosedural dengan mengabaikan faktor
manusia, memunculkan kesadaran baru untuk mendefinisikan
kembali kedudukan dan hubungan antara pengarang; dan karyanya.
Dalam penjelasan Eco, ternyata bahwa antara pengarang dan teks,
dan antara pembaca dan teks terdapat diskrepansi yang tak mungkin
seluruhnya dijelaskan karena ada dimensi-dimensi transendental
(ghostly) yang terlihat di dalamnya.
TEORI-TEORI
RESEPSI SASTRA
Pengantar
Teori Resepsi merupakan salah satu aliran dalam
penelitian sastra yang terutama dikembangkan oleh
mazhab Konstanz tahun 1960-an di Jerman. Teori ini
menggeser fokus penelitian dari struktur teks ke arah
penerimaan (Latin: recipere, menerima) atau
penikmatan pembaca.
Model Kajian Resepsi Sastra
 Kajian yang bersifat Kualitatif (data berupa kata-kata,
fenomena, atau tingkah laku yang dapat diamati)
 Kajian yang bersifat Kuantitatif (data berupa angka-
angka)
Hans Robert Jauss:
Horison Harapan
Fokus perhatiannya, sebagaimana teori tanggapan
pembaca lainnya, adalah penerimaan sebuah teks. Minat
utamanya bukan pada tanggapan seorang pembaca
tertentu pada suatu waktu tertentu melainkan pada
perubahan-perubahan tanggapan, interpretasi, dan
evaluasi pembaca umum terhadap teks yang sama atau
teks-teks yang berbeda dalam kurun waktu berbeda
(Abrams, 1981:155).
Dalam buku Toward an Aesthetic of Reception (1982:20-45),
Jauss mengungkapkan tujuh tesis pemikiran teoretisnya. Secara
ringkas ketujuh tesis Jauss diuraikan di bawah ini.
1. Karya sastra bukanlah monumen yang mengungkap makna yang
satu dan sama, seperti anggapan tradisional mengenai objektivitas
sejarah sebagai deskripsi yang tertutup. Karya sastra ibarat orkestra:
selalu memberikan kesempatan kepada pembaca untuk
menghadirkan resonansi yang baru yang membebaskan teks itu dari
belenggu bahasa, dan menciptakan konteks yang dapat diterima
pembaca masa kini.
2. Sistem horison harapan pembaca timbul sebagai akibat adanya
momen historis karya sastra, yang meliputi suatu prapemahaman
mengenai genre, bentuk, dan tema dalam karya yang sudah
diakrabi, dan dari pemahaman mengenai oposisi antara bahasa
puitis dan bahasa sehari-hari. Sekalipun sebuah karya sastra tampak
baru sama sekali, ia sesungguhnya tidak baru secara mutlak seolah-
olah hadir dari kekosongan.
3. Jika ternyata masih ada jarak estetik antara horison
harapan dengan wujud sebuah karya sastra yang
baru, maka proses penerimaan dapat mengubah
harapan itu baik melalui penyangkalan terhadap
pengalaman estetik yang sudah dikenal, atau melalui
kesadaran bahwa sudah muncul suatu pengalaman
estetik yang baru.
4. Rekonstruksi mengenai horison harapan terhadap
karya sastra sejak diciptakan dan disambut pada
masa lampau hingga masa kini, akan menghasilkan
berbagai varian resepsi sesuai dengan semangat
jaman yang berbeda.
5. Teori estetika penerimaan tidak hanya sekedar
memahami makna dan bentuk karya sastra menurut
pemahaman historis.
6. Apabila pemahaman dan pemaknaan sebuah karya
sastra menurut resepsi historis (jadi dengan analisis
diakronis) tidak dapat dilakukan karena adanya
perubahan sikap estetik, maka seseorang dapat
menggunakan perspektif sinkronis untuk
menggambarkan persamaan, perbedaan,
pertentangan, ataupun hubungan antara sistem seni
sejaman dengan sistem seni dalam masa lampau.
7. Tugas sejarah sastra tidak menjadi lengkap hanya
dengan menghadirkan sistem-sistem karya sastra
secara sinkronis dan diakronis, melainkan harus juga
dikaitkan dengan sejarah umum.
Wolfgang Iser: Pembaca Implisit
Iser lebih memfokuskan perhatiannya kepada hubungan
individual antara teks dan pembaca (Wirkungs Estetik,
estetika pengolahan). Pembaca yang dimaksud oleh Iser
bukanlah pembaca konkret individual, melainkan
Implied Reader (pembaca implisit).
'Pembaca implisit' merupakan suatu instansi di dalam
teks yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara
teks dan pembacanya. Dengan kata lain, pembaca yang
diciptakan oleh teks-teks itu sendiri, yang
memungkinkan kita membaca teks itu dengan cara
tertentu.
Norman Holland & Simon Lesser:
Psikoanalisis
Menurut mereka, semua karya sastra mentransformasikan
fantasi-fantasi tak sadar (menurut psikoanalisis) kepada
makna-makna kesadaran yang dapat ditemukan dalam
interpretasi konvensiaonal. Jadi makna psikoanalisis
merupakan sumber bagi makna-makna lain. Makna
psikoloanalisis haras dicari karena tingkatan makna lain
hanyalah manifestasi historis atau sosial.
Setiap karya sastra memiliki efek-efek superego, ego, dan id
yang perlu direfleksikan oleh pembaca. Keterlibatan
pembaca ke dalam komponen-komponen kejiwaan itu hanya
dapat terpenuhi bila karya sastra mengandung aspek-aspek
yang kontradiktif, ambigu, tumpang-tindih, dan samar.
Jonathan Culler:
Konvensi pembacaan
Keinginan Culler yang utama adalah menggeser fokus
perhatian dari teks kepada pembaca. Culler menyatakan
bahwa suatu teori pembacaan harus mengungkap
norma dan prosedur yang menuntun pembaca kepada
suatu penafsiran. Kita semua tahu bahwa setiap
pembaca memiliki penafsiran yang berbeda-beda
mengenai sebuah teks yang sama. Berbagai variasi
penafsiran itu harus dapat dijelaskan oleh teori.
Sekalipun penafsiran itu berbeda-beda tetapi mungkin
saja mereka mengikuti satu konvensi penafsiran yang
sama (Selden, 1991:127).
Rangkuman
Tumbuhnya teori-teori resepsi sastra dipacu juga oleh alam
pemikiran filsafat (Fenomenologi) yang berkembang pada masa
itu. Pergeseran orientasi kritik sastra, dari pengarang kepada teks,
dan dari teks kepada pembaca diilhami oleh pandangan bahwa
teks-teks sastra merupakan salah satu gejala yang hanya menjadi
aktual jika sudah dibaca dan ditanggapi pembacanya. Teks hanya
sebuah pralogik dan logika yang sesungguhnya justru ada pada
benak pembacanya.
Melalui ketujuh tesisnya, Jauss meletakkan dasar-dasar resepsi
sastra dalam kaitannya dengan sejarah estetika penerimaan. Teori
resepsi ini pun segera mendapat perhatian berbagai ahli ilmu
sastra. Iser mengkhususkan dirinya pada penerimaan dan
pencerapan karya sastra oleh pembaca implisit. Culler
beranggapan bahwa pemahaman karya sastra sangat ditentukan
oleh kompetensi sastra, yakni kemampuan pembaca mewujudkan
konvensi-konvensi sastra dalam suatu jenis sastra tertentu.
Teori Objektif
 Strukturalisme
 Estetika
 Stilistika
 Psikologi Sastra
1. Perhatian pertama dicurahkan pada objek itu sendiri
yaitu organisasi internal krya sastra yang dikritik
2. Meneliti terminologi sebagai “kesadaran sosial” yaitu
perangkat norma-norma yang terpercaya untuk
sebuah kolektivitas tertentu yang diimplementasikan
oleh sebuah karya sastra
3. Subjek tidak lagi dipahami sebagai sarana struktur
supra-individual yang pasif, tetapi sebgai suatu
kekuatan yang beraksi dan berinteraksi dengan
struktur-struktur tersebut dan mengubahnya selama
terjadinya interaksi
1. Dimulai dengan analisis sistemik tentang sistem
linguistik karya sastra, dan dilanjutkan dengan
interpretasi ciri-ciri sastra, interpretasi diarahkan ke
makna secara total
2. Memelajari sejumlah ciri khas yang membedakan
satu sistem dengn sistem lain
1. Pendekatan tekstual, yang mengkaji aspek
psikologis tokoh dalam karya sastra
2. Pendekatan reseptif-pragmatik, yang
mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai
penikmat karya sastra yang terbentuk dari
pengaruh karya sastra yang dibacanya
3. Pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek
psikologis sang penulis ketika melakukan
proses kreatif yang terproyeksi lewat
karyanya, baik penulis sebagai pribadi
maupun wakil masyarakatnya
1. Struktural Formalis
2. Struktural Genetik
3. Struktural Dinamik
opahayat@gmail.com
http://opayat.multiply.com
opayat

More Related Content

What's hot

3. metode kritik sastra
3. metode kritik sastra3. metode kritik sastra
3. metode kritik sastraCoral Reef
 
[BOLD] Kisi-Kisi US Bahasa Inggris SMA 2023.pdf
[BOLD] Kisi-Kisi US Bahasa Inggris SMA 2023.pdf[BOLD] Kisi-Kisi US Bahasa Inggris SMA 2023.pdf
[BOLD] Kisi-Kisi US Bahasa Inggris SMA 2023.pdfYusufIsmail34
 
Unsur unsur ekstrinsik cerpen ppt
Unsur unsur ekstrinsik cerpen pptUnsur unsur ekstrinsik cerpen ppt
Unsur unsur ekstrinsik cerpen pptGrace Uit
 
Makna konotatif dan denotatif
Makna konotatif dan denotatif Makna konotatif dan denotatif
Makna konotatif dan denotatif Muhammad Jazuli
 
Descriptive text ppt
Descriptive text ppt Descriptive text ppt
Descriptive text ppt Nadia Rahayu
 
Teks Prosedur Kelas VII.pdf
Teks Prosedur Kelas VII.pdfTeks Prosedur Kelas VII.pdf
Teks Prosedur Kelas VII.pdfTengkuAldyHatta
 
Rpp learning English through song kelas X
Rpp learning English through song kelas XRpp learning English through song kelas X
Rpp learning English through song kelas Xhusninurulmaela
 
Pertimbangan dalam perumusan masalah
Pertimbangan dalam perumusan masalahPertimbangan dalam perumusan masalah
Pertimbangan dalam perumusan masalah20012011
 
Pengajaran Bahasa Indonesia Penutur Asing Tingkat Madya (Menulis)
Pengajaran Bahasa Indonesia Penutur Asing Tingkat Madya (Menulis)Pengajaran Bahasa Indonesia Penutur Asing Tingkat Madya (Menulis)
Pengajaran Bahasa Indonesia Penutur Asing Tingkat Madya (Menulis)Rini Adiani
 
Presentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpen
Presentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpenPresentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpen
Presentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpenHesta Anggia Sari
 
Power point membaca indah puisi
Power point membaca indah puisiPower point membaca indah puisi
Power point membaca indah puisisuhartonotono9
 
Application letter
Application letterApplication letter
Application letterYudhie Indra
 
Cara Tampil Menarik _Pelatihan "Etika BeRKOMUNIKASI"
Cara Tampil Menarik _Pelatihan "Etika BeRKOMUNIKASI"Cara Tampil Menarik _Pelatihan "Etika BeRKOMUNIKASI"
Cara Tampil Menarik _Pelatihan "Etika BeRKOMUNIKASI"Kanaidi ken
 
6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik
6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik
6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademikCoral Reef
 

What's hot (20)

3. metode kritik sastra
3. metode kritik sastra3. metode kritik sastra
3. metode kritik sastra
 
Slide Powerpoint Resensi
Slide Powerpoint ResensiSlide Powerpoint Resensi
Slide Powerpoint Resensi
 
Membaca kritis
Membaca kritisMembaca kritis
Membaca kritis
 
[BOLD] Kisi-Kisi US Bahasa Inggris SMA 2023.pdf
[BOLD] Kisi-Kisi US Bahasa Inggris SMA 2023.pdf[BOLD] Kisi-Kisi US Bahasa Inggris SMA 2023.pdf
[BOLD] Kisi-Kisi US Bahasa Inggris SMA 2023.pdf
 
Unsur unsur ekstrinsik cerpen ppt
Unsur unsur ekstrinsik cerpen pptUnsur unsur ekstrinsik cerpen ppt
Unsur unsur ekstrinsik cerpen ppt
 
Makna konotatif dan denotatif
Makna konotatif dan denotatif Makna konotatif dan denotatif
Makna konotatif dan denotatif
 
Descriptive text ppt
Descriptive text ppt Descriptive text ppt
Descriptive text ppt
 
Teks Prosedur Kelas VII.pdf
Teks Prosedur Kelas VII.pdfTeks Prosedur Kelas VII.pdf
Teks Prosedur Kelas VII.pdf
 
Rpp learning English through song kelas X
Rpp learning English through song kelas XRpp learning English through song kelas X
Rpp learning English through song kelas X
 
Pertimbangan dalam perumusan masalah
Pertimbangan dalam perumusan masalahPertimbangan dalam perumusan masalah
Pertimbangan dalam perumusan masalah
 
Pengajaran Bahasa Indonesia Penutur Asing Tingkat Madya (Menulis)
Pengajaran Bahasa Indonesia Penutur Asing Tingkat Madya (Menulis)Pengajaran Bahasa Indonesia Penutur Asing Tingkat Madya (Menulis)
Pengajaran Bahasa Indonesia Penutur Asing Tingkat Madya (Menulis)
 
tindak tutur
tindak tuturtindak tutur
tindak tutur
 
Ppt puisi
Ppt puisiPpt puisi
Ppt puisi
 
Teori Resepsi Sastra
Teori Resepsi SastraTeori Resepsi Sastra
Teori Resepsi Sastra
 
Ppt unsur unsur drama
Ppt unsur unsur dramaPpt unsur unsur drama
Ppt unsur unsur drama
 
Presentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpen
Presentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpenPresentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpen
Presentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpen
 
Power point membaca indah puisi
Power point membaca indah puisiPower point membaca indah puisi
Power point membaca indah puisi
 
Application letter
Application letterApplication letter
Application letter
 
Cara Tampil Menarik _Pelatihan "Etika BeRKOMUNIKASI"
Cara Tampil Menarik _Pelatihan "Etika BeRKOMUNIKASI"Cara Tampil Menarik _Pelatihan "Etika BeRKOMUNIKASI"
Cara Tampil Menarik _Pelatihan "Etika BeRKOMUNIKASI"
 
6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik
6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik
6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik
 

Similar to KRITIK SASTRA.pptx

Kritik sastra
Kritik sastraKritik sastra
Kritik sastraPenulis
 
Kritik sastra prosa
Kritik sastra prosaKritik sastra prosa
Kritik sastra prosaNuril anwar
 
Kritik sastra prosa(rev 01)
Kritik sastra prosa(rev 01)Kritik sastra prosa(rev 01)
Kritik sastra prosa(rev 01)Nuril anwar
 
02 pengantar ke arah kritik sastra
02 pengantar ke arah kritik sastra02 pengantar ke arah kritik sastra
02 pengantar ke arah kritik sastraFandy Cez
 
Lengkap lembar kerja mahasiswa 1
Lengkap lembar kerja mahasiswa 1Lengkap lembar kerja mahasiswa 1
Lengkap lembar kerja mahasiswa 1ErFani RetNo
 
Review buku kritik_sastra
Review buku kritik_sastraReview buku kritik_sastra
Review buku kritik_sastraWinda Ayu
 
7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern
7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern
7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modernCoral Reef
 
Lembar kerja mahasiswa 6
Lembar kerja mahasiswa 6Lembar kerja mahasiswa 6
Lembar kerja mahasiswa 6ErFani RetNo
 
2. macam macam kritik sastra
2. macam macam kritik sastra2. macam macam kritik sastra
2. macam macam kritik sastraCoral Reef
 
Analisis Kritis Sastra memudahkan dalam memahami karya sastra secara mendalam
Analisis Kritis Sastra memudahkan dalam memahami karya sastra secara mendalamAnalisis Kritis Sastra memudahkan dalam memahami karya sastra secara mendalam
Analisis Kritis Sastra memudahkan dalam memahami karya sastra secara mendalamnuzulaulad1996
 
Teori strukturalisme prosa fiksi
Teori strukturalisme prosa fiksiTeori strukturalisme prosa fiksi
Teori strukturalisme prosa fiksiLaila Purnamasari
 
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1Raden Mas Fatah
 
KRITIK DAN ESAI SASTRA
KRITIK DAN ESAI SASTRAKRITIK DAN ESAI SASTRA
KRITIK DAN ESAI SASTRAFaraz Sonia
 

Similar to KRITIK SASTRA.pptx (20)

Kritik sastra
Kritik sastraKritik sastra
Kritik sastra
 
Kritik sastra prosa
Kritik sastra prosaKritik sastra prosa
Kritik sastra prosa
 
Kritik sastra prosa(rev 01)
Kritik sastra prosa(rev 01)Kritik sastra prosa(rev 01)
Kritik sastra prosa(rev 01)
 
02 pengantar ke arah kritik sastra
02 pengantar ke arah kritik sastra02 pengantar ke arah kritik sastra
02 pengantar ke arah kritik sastra
 
Kritik Sastra
Kritik SastraKritik Sastra
Kritik Sastra
 
Kritik sastra ppt
Kritik sastra pptKritik sastra ppt
Kritik sastra ppt
 
Kritik sastra ppt (2)
Kritik sastra ppt (2)Kritik sastra ppt (2)
Kritik sastra ppt (2)
 
Lengkap lembar kerja mahasiswa 1
Lengkap lembar kerja mahasiswa 1Lengkap lembar kerja mahasiswa 1
Lengkap lembar kerja mahasiswa 1
 
Kritik satra
Kritik satraKritik satra
Kritik satra
 
Review buku kritik_sastra
Review buku kritik_sastraReview buku kritik_sastra
Review buku kritik_sastra
 
Tugas kritik sastra
Tugas kritik sastraTugas kritik sastra
Tugas kritik sastra
 
7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern
7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern
7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern
 
Kritik sastra
Kritik sastraKritik sastra
Kritik sastra
 
Lembar kerja mahasiswa 6
Lembar kerja mahasiswa 6Lembar kerja mahasiswa 6
Lembar kerja mahasiswa 6
 
Kritik sastra
Kritik sastraKritik sastra
Kritik sastra
 
2. macam macam kritik sastra
2. macam macam kritik sastra2. macam macam kritik sastra
2. macam macam kritik sastra
 
Analisis Kritis Sastra memudahkan dalam memahami karya sastra secara mendalam
Analisis Kritis Sastra memudahkan dalam memahami karya sastra secara mendalamAnalisis Kritis Sastra memudahkan dalam memahami karya sastra secara mendalam
Analisis Kritis Sastra memudahkan dalam memahami karya sastra secara mendalam
 
Teori strukturalisme prosa fiksi
Teori strukturalisme prosa fiksiTeori strukturalisme prosa fiksi
Teori strukturalisme prosa fiksi
 
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
 
KRITIK DAN ESAI SASTRA
KRITIK DAN ESAI SASTRAKRITIK DAN ESAI SASTRA
KRITIK DAN ESAI SASTRA
 

Recently uploaded

Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 

Recently uploaded (20)

Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 

KRITIK SASTRA.pptx

  • 1.
  • 2. HAKEKAT KRITIK SASTRA  Secara etimologis, kata kritik berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata krinein (menghakimi, membanding, menimbang). Kata krinein menjadi bentuk dasar bagi kata kreterion (dasar, pertimbangan, penghakiman). Orang yang melakukan pertimbangan/penghakiman disebut krites yang berarti hakim. Bentuk krites inilah yang menjadi dasar kata kritik.  Secara harafiah, kritik sastra adalah upaya menentukan nilai hakiki karya sastra dalam bentuk memberi pujian, mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan lewat pemahaman dan penafsiran yang sistemik
  • 3. 2. Jenis Kritik Sastra  Menurut bentuk  Kritik Teoritis  Kritik Terapan  Berdasarkan Pelaksanaan  Kritik Judisial  Kritik Induktif  Kritik Impresionistik  Berdasarkan Orientasi Terhadap Karya Sastra  Mimetic criticism  Pragmatic criticism  Expresive criticism  Objective criticism Klasifikasi
  • 4. Kritik Teoritis  Kritik sastra yang berusaha (bekerja) atas dasar prinsip-prinsip umum untuk menetapkan seperangkat istilah yang berhubungan, pembedaan-pembedaan, dan kategori-kategori, untuk diterapkan pada pertimbangan-pertimbangan dan interpretasi- interpretasi karya sastra maupun penerapan “kriteria” (standar atau norma) untuk menilai karya sastra dan pengarangnya.
  • 5. Kritik Terapan  Merupakan diskusi karya sastra tertentu dan penulis- penulisnya. Misalnya buku “Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei” Jilid II (1962) dikritik sastrawan-sastrawan dan karyanya, diantaranya Mohammad Ali, Nugroho Notosusanto, Subagio Sastrowardoyo, dan lain sebagainya
  • 6. Kritik Judisial  Adalah kritik sastra yang berusaha menganalisis dan menerangkan efek-efek karya sastra berdasarkan pokoknya, organisasinya, teknik, serta gayanya, dan mendasarkan pertimbangan-pertimbangan individu kritikus atas dasar standar-standar umum tentang kehebatan dan keluarbiasaan sastra
  • 7. Kritik Induktif  Kritik sastra yang menguraikan bagian-bagian karya sastra berdasarkan fenomena-fenomena yang ada secara objektif. Kritik induktif meneliti karya sastra sebagaimana halnya ahli ilmu alam meneliti gejala- gejala alam secara objektif, tanpa menggunakan standar-standar yang tetap yang berasal dari luar dirinya.
  • 8. Kritik Impresionistik  Adalah kritik sastra yang berusaha menggambarkan dengan kata-kata, sifat-sifat yang terasa dalam bagian- bagian khusus atau dalam sebuah karya sastra dan menyatakan tanggapan-tanggapan (impresi) kritikus yang ditimbulkan secara langsung oleh karya sastra.
  • 9. Kritik Mimetik  Kritik yang bertolak pada pandangan bahwa karya sastra merupakan tiruan atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia. Kritik ini cenderung mengukur kemampuan suatu karya sastra dalam menangkap gambaran kehidupan yang dijadikan suatu objek
  • 10. Kritik Pragmatik  Kritik yang disusun berdasrkan pandangan bahwa sebuah karya sastra disusun untuk mencapai efek-efek tertentu kepada pembaca, seperti efek kesenangan, estetika, pendidikan, dan sebagainya. Model kritik ini cenderung memberikan penilaian terhadap suatu karya berdasarkan ukuran keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut.
  • 11. Kritik Ekspresif  Kritik yang menekankan kepada kebolehan pengarang dalam mengekspresikan atau mencurahkan idenya ke dalam wujud sastra. Kritik ini cenderung menimbang karya sastra dengan memperlihatkan kemampuan pencurahan, kesejatian, atau visi penyair yang secara sadar atau tidak tercermin pada karya tersebut.
  • 12. Kritik Objektif  Suatu kritik sastra yang menggunakan pendekatan bahwa suatu karya sastra adalah karya yang mandiri. Kritik ini menekankan pada unsur intrinsik.
  • 13. Fungsi Kritik Sastra  Untuk pembinaan dan pengembangan sastra  Untuk pembinaan kebudayaan dan apresiasi seni  Untuk menunjang ilmu sastra  Memberi sumbangan pendapat untuk menyusun sejarah sastra
  • 14. Pembinaan dan Pengembangan Sastra  Dengan kritikan yang ada, sastrawan dapat belajar untuk dapat meningkatkan kecakapannya ataupun mempertimbangkan untuk memperluas daerah garapannya. Dengan begitu, kesusastraan akan dapat berkembang, baik corak, gaya, maupun mutunya.
  • 15. Pembinaan Kebudayaan dan Apresiasi Seni Dalam mengeritik, para kritikus menunjukkan daerah- daerah gelap yang terdapat dalam suatu karya sastra secara lebih baik dan lebih bermakna, yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan apresiasi sastra ke tingkat yang lebih tinggi dari sebelumnya. Hal ini dimungkinkan karena kritikus menganalisis struktur sastra, memberi komentar dan interpretasi, menerangkan unsur-unsurnya, serta menunjukkan hal- hal yang tersirat dari semua yang tersurat.
  • 16. Menunjang Ilmu Sastra  Analisis yang dilakukan kritikus dalam mengkritik tentulah didasarkan pada referensi-referensi, teori- teori yang akurat. Tidak jarang pula, perkembangan teori sastra lebih lambat dibandingkan dengan kemajuan proses kreatif pengarang. Untuk itu, dalam melakukan kritik, kritikus seringkali harus meramu teori-teori baru. Teori-teori sastra yang baru inilah yang justru akan semakin memperkembangkan ilmu sastra itu sendiri.
  • 17. Memberi sumbangan pendapat untuk menyusun sejarah sastra  Dalam melakukan kritik, kritikus tentu akan menunjukkan ciri-ciri karya sastra yang dikritik secara struktural (ciri-ciri intrinsik). Tidak jarang pula kritikus akan mencoba mengelompokkan karya sastra yang dikritik ke dalam karya sastra yang berciri sama. Kenyataan inilah yang dapat disimpulkan bahwa kritik sastra sungguh membantu penyusunan sejarah sastra.
  • 18. Peran Kritikus Sastra  Menjalankan disiplin pribadinya sebagai jawaban terhadap karya sastra tertentu. Berbeda dengan seorang estetikus, karena kritikus adalah orang yang terlatih kemampuannya dalam memisahkan hal-hal yang bersifat emosional dengan hal-hal yang rasional.  Bertindak sebagai pendidik yang berupaya membina dan mengembangkan kejiwaan suatu masyarakat.  Bertindak sebagai hakim yang bijaksana, yang dapat membangkitkan kesadaran serta menghidupkan suara hati nurani, pembinaan akal budi, ketajaman pikiran, dan kehalusan cita rasa.
  • 19. Klasifikasi Teori Sastra Tanaka Wellek Abrams • mikro • makro • Intrinsik • Ekstrinsik • Objektif • Ekspresif • Mimetik • Pragmatik
  • 20. Klasifikasi  Abrams ARTIST PENCIPTA REALITAS UNIVERSE WORK KARYA AUDIENCE PEMBACA 1) Pendekatan objektif (yang terutama memperhatikan aspek karya sastra itu sendiri); 2) Pendekatan ekspresif (yang menitikberatkan aspek pengarang atau pencipta karya sastra); 3) Pendekatan mimetik (yang mengutamakan aspek semesta); dan 4) Pendekatan pragmatik (yakni pendekatan yang mengutamakan aspek pembaca) Mimetik Objektif Pragmatik Ekspresif
  • 21. TEORI-TEORI OBJEKTIF 1. Strukturalisme 2. New Criticism 3. Deconstruksi dan Post-Strukralisme
  • 22. 1.1 Struktural Formalis  Istilah Formalisme (dari kata Latin forma yang berarti bentuk, wujud) berarti cara pendekatan dalam ilmu dan kritik sastra yang mengesampingkan data biografis, psikologis, ideologis, sosiologis dan mengarahkan perhatian pada bentuk karya sastra itu sendiri. Para Formalis meletakkan perhatiannya pada ciri khas yang membedakan sastra dari ungkapan bahasa lainnya. Istilah Strukturalisme acap kali digunakan pula untuk menyebut model pendekatan ini karena mereka memandang karya sastra sebagai suatu keseluruhan struktur yang utuh dan otonom berdasarkan paradigma struktur kebahasaannya.
  • 23. Pelopor Struktural Formalis  Kaum Formalis Rusia tahun 1915-1930 dengan tokoh- tokohnya seperti Roman Jakobson, Rene Wellek, Sjklovsky, Eichenhaum, dan Tynjanov  Rene Wellek dan Roman Jakobson beremigrasi ke Amerika Serikat  Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian kita kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis.
  • 24. Prinsip Dasar Struktural Formalis  Prinsip keseluruhan (wholness) bahwa bagian-bagian atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya.  Prinsip transformasi (transformation), struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru  Prinsip keteraturan yang mandiri (self regulation) yaitu tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasi, struktur itu otonom terhdap rujukan sistem lain
  • 25. Langkah Kerja 1. Membangun teori struktur sastra sesuai dengan genre yang diteliti. Struktur yang dibangun harus mampu menggambarkan teori struktur yang handal, sehingga mudah diikuti oleh peneliti sendiri. Peneliti perlu memahami lebih jauh hakikat setiap unsur pembangun karya sastra. 2. Peneliti melakukan pembacaan secara cermat, mencatat unsur-unsur struktur yang terkandung dalam bacaan itu. Setiap unsur dimasukkan ke dalam kartu data, sehingga memudahkan analisis. Kartu data sebaiknya disusun alpabetis, agar mudah dilacak pada setiap unsur. 3. Unsur tema, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu sebelum membahas unsur lain, karena tema akan selalu terkait langsung secara komprehensif dengan unsur lain.
  • 26. Langkah Kerja 4. Setelah analisis tema, baru analisis alur, konflik, sudut pandang, gaya, setting, dan sebagainya andaikata berupa prosa. 5. Yang harus diingat, semua penafsiran unsur-unsur harus dihubungkan dengan unsur lain, sehingga mewujudkan kepaduan makna struktur. 6. Penafsiran harus dilakukan dalam kesadaran penuh akan pentingnya keterkaitan antar unsur. Analisis yang meninggalkan kepaduan struktur, akan bias dan menghasilkan makna yang mentah.
  • 27. Kelemahan Strukturalisme Sebagai sebuah model teori kritik, strukturalisme bukan tanpa kelemahan. Ada beberapa kelemahan yang perlu direnungkan bagi pengeritik struktural, yaitu melalui struktural karya sastra seakan-akan diasingkan dari konteks fungsinya sehingga dapat kehilangan relevansi sosial, tercerabut dari sejarah, dan terpisah dari aspek kemanusiaan.
  • 28. 1.2 Struktural Genetik  Muncul sebagai wujud ketidakpuasan terhadap teori struktural yang melihat karya sastra sebagai sesuatu yang otonom  Pendirinya adalah Taine dan dikembangkan oleh Lucian Goldman di Paris  Prinsip Dasarnya: Karya sastra tidak sekedar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan juga sebagai cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya diciptakan
  • 29. 1.3 Struktural Dinamik  Merupakan jembatan penghubung antara teori struktural formalis dan teori semiotik  Hampir sama dengan struktural genetik (mengaitkan dengan asal-usul teks) tetapi penekanannya berbeda, Struktural Dinamik menekankan pada struktur, tanda, dan realitas  Tokoh-tokohnya : Julia Cristeva dan Roland Bartes (Strukturalisme Prancis)
  • 30. 2. Semiotik Sastra  Dari kata semeion = tanda yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda, sistem-sistem tanda, dan proses suatu tanda diartikan (Hartoko, 1986:131)  Ilmu yang mempelajari berbagai objek, peristiwa, atau seluruh kebudayaan sebagai tanda  Tokohnya:  Ferdinand de Saussure (Prancis)  Jurij Lotman (Rusia)  Charles Sanders Pierce (USA) Icon Index Symbol
  • 31. 3. New Criticism  Muncul tahun 1920-1960. John Crowe Ransom (USA) The New Criticism.  Tokoh lainnya: I. A. Richard, T. S. Eliot, Cleanth Brooks, Robert Penn Warren, Allen Tate, R. P. Blackmur, William K. Wimsatt  Prinsip dasarnya hampir sama dengan Formalis, namun contoh karya mereka lebih mengarah kepada puisi sehinggga jenis karya sastra yang lainnya merasa diabaikan.
  • 32. Deconstruksi dan Post-Strukralisme "Dekonstruksi" adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut cara membaca sebuah teks (sastra maupun filsafat) yang berdasarkan pada pola pandangan filsafat Jacques Derrida. Derrida sendiri dipengaruhi pandanganl fenomenologi (Heidegger) dan skeptisisme (Nietzche). Pandangan ini menentang klaim strukturalisme yang menganggap sebuah teks mengandung makna yang sah dalam struktur yang utuh di dalam sistem bahasa tertentu. Dekonstruksi disebut juga sebagai Poststructuralism (Pascastrukturalisme) karena membangun teorinya atas dasar konsep-konsep strukturalisme-semiotik Ferdinand de Saussure. Aliran ini mula-mula dikembangkan di Perancis oleh kelompok penulis Tel Quel dengan tokoh perintis antara lain Jacques Derrida dan Julia Kristeva
  • 33. Rangkuman  Pada umumnya penekanan perhatian teori sastra pada studi teks dapat digolongkan ke dalam konsep strukturalisme, sekalipun konsep ini sangat beragam jangkauan, kedalaman, dan model analisisnya. Strukturalisme, bagaimanapun, merupakan bidang teori sastra yang sudah menjadi urutan utama kebudayaan intelektual ilmu sastra.  Pendekatan struktural dari segi tertentu membawa hasil yang sangat memuaskan. Usaha untuk memahami dan mengupas karya sastra atas dasar strukturnya memaksa peneliti sastra untuk membebaskan din dari berbagai konsep metode dan teknik yang sebenarnya berada di luar jangkauannya sebagai ahli sastra, seperti psikologi, sosiologi, sejarah, dan filsafat.  Sekalipun demikian, patut kita catat bahwa banyak teoretisi sastra tidak puas terhadap paradigma bahasa dalam pengkajian sastra. Teoretisi itu antara lain Lefevere (1977), Jameson (1981), Eagleton (1983), dan para pemikii (pascastrukturalisme Derrida, Lacan, Foucault, dll.)  Keberatan lain terhadap strukturalisme adalah sifatnya yang ahistoris; Strukturalisme menghapus sejarah manusia karena berambisi membangun universal yang menghapus pandangan individual.  strukturalisme juga bersifat anti humanis (Selden, 1991:70-71).  Keberatan-keberatan itulah yang kemudian memunculkan aliran Pascastrukturalisme yang menentang setiap bentuk penyisteman yang mengabaikan keragaman kultural dan nilai- nilai kemanusiaan. Sekalipun tidak disebutkan di atas, patut dicatat bahwa konsep-konsep aliran Pascastrukturalisme; sangat mendukung dan memperkaya Teori Sastra Feminisme.
  • 34. TEORI-TEORI MIMETIK  Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau peniruan) pertama kali dipergunakan dalam teori-teori tentang seni seperti dikemukakan Plato (428-348) dan Aristoteles (384- 322), dan dari abad ke abad sangat memengaruhi teori- teori mengenai seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg, 1986:15).  Aristoteles juga mengambil teori mimesis Plato yakni seni menggambarkan kenyataan, tetapi dia berpendapat bahwa mimesis tidak semata-mata menjiblak kenyataan melainkan juga menciptakan sesuatu yang baru karena 'kenyataan' itu tergantung pula pada sikap kreatif orang dalam memandang kenyataan. Sejarah Pertumbuhan
  • 35.  Levin (1973:56-60) mengungkapkan bahwa konsep 'mimesis' itu mulai dihidupkan kembali pada zaman humanisme Renaissance dan nasionalisme Romantik. Humanisme Renaissance sudah berupaya menghilangkan perdebatan prinsipial antara sastra modern dan sastra kuno dengan menggariskan paham bahwa masing- masing kesusastraan itu merupakan ciptaan unik yang memiliki pembayangan historis dalam jamannya.  Hippolyte Taine (1766-1817) merumuskan sebuah pendekatan sosiologi sastra yang sepenuhnya ilmiah dengan menggunakan metode-metode seperti yang digunakan dalam ilmu alam dan pasti. Dalam bukunya History of English Literature (1863) dia menyebutkan bahwa sebuah karya sastra dapat dijelaskan menurut tiga faktor, yakni ras, saat (momen), dan lingkungan (milieu)
  • 36. SOSIOLOGI SASTRA Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya (Soemanto, 1993). Konsep dasar sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles yang mengajukan istilah 'mimesis', yang menyinggung hubungan antara sastra dan masyarakat sebagai 'cermin'. Peletak Dasar Sosiologi Sastra Modern adalah Hippolyte Taine (Sosiologi sastra harus mampu mengungkap tiga hal: Ras, Saat, lingkungan)
  • 37. Asumsi Dasar Teori Sosiologi Sastra Kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya.
  • 38. Prinsip Sosiologi Sastra  Penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan.  Penelitian yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya.  Penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya (Laurenson dan Swingewood, 1971) . Ketiga hal ini dapat berdiri sendiri-sendiri dan atau diungkap sekaligus dalam suatu kajian sosiologi sastra
  • 39. Perspektif Sosiologi Sastra  Perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisis sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Teks biasanya dipotong-potong, diklasifikasikan, dan dijelaskan makna sosiologisnya.  Perspektif biografis, yaitu peneliti menganalisis pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan life history seorang pengarang dan latar belakang sosialnya. Memang analisis ini akan terbentur pada kendala jika pengarang telah meninggal dunia, sehingga tidak bisa ditanyai. Karena itu sebagai sebuah perfektif tentu diperuntukkan bagi pengarang yang masih hidup dan mudah terjangkau.  Perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.
  • 40. Sasaran Kritik  Fungsi Sosial Sastra  Produksi dan Pemasaran Sastra  Sastra sebagai Cermin Masyarakat  Konteks Sosi0budaya
  • 41. Fungsi Sosial Sastra  sudut pandang kaum romantik yang menganggap sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi, dalam pandangan ini tercakup wawasan agar sastra berfungsi sebagai pembaharu atau perombak;  sudut pandang bahwa karya sastra bertugas sebagai penghibur belaka; dalam hal ini gagasan "seni untuk seni" tak ada bedanya dengan praktik melariskan dagangan untuk mencapai best seller; dan  semacam kompromi dapat dicapai dengan meminjam slogan klasik sastra harus mengajarkan sesuatu dengan jalan menghibur.
  • 42. Produksi dan Pemasaran Sastra  Studi ini akan menghubungkan tiga kutub sastra, yaitu penerbit, pembaca, dan pengarang.  Fokus studi, memang sedikit mengesampingkan sosiologi sastra sebagai teori, melainkan berupaya memperhitungkan berbagai hal yang terkait dengan faktor-faktor sosial yang menyangkut sastra. Faktor- faktor tersebut antara lain: tipe dan taraf ekonomi masyarakat tempat berkarya, kelas atau kelompok sosial yang berhubungan dengan karya, sifat pembaca, sistem sponsor, pengayom, tradisi sastra dan sebagainya.
  • 43. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat  Sosiologi sastra adalah penelitian tentang (a) studi ilmiah manusia dan masyarakat secara objektif; (b) studi lembaga- lembaga sosial lewat sastra dan sebaliknya; (c) studi proses sosial, yaitu bagaimana masyarakat bekerja, bagaimana msyarakat melangsungkan hidupnya. Studi semacam ini secara ringkas merupakan penghayatan teks sastra terhadap struktur sosial.  Aspek-aspek sosiologis yang terpantul dalam sastra tersebut, selanjutnya dihubungkan dengan beberapa hal, yakni: (a) konsep stabilitas sosial; (b) konsep kesinambungan masyarakat yang berbeda; (c) bagaimana seorang individu menerima individu lain dalam kolektifnya; (d) bagaimana proses masyarakat dapat berubah secara bertingkat; dan (e) bagaimana perubahan besar masyarakat, misalkan dari feodalisme ke kapitalisme.
  • 44. Konteks Sosiobudaya a. Karya sastra tidak dapat dipahami selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dan lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya. b. Gagasan yang ada dalam karya sastra sama pentingnya dengan bentuk dan teknik penulisannya: bahkan boleh dikatakan bahwa bentuk dan teknik itu ditentukan oleh gagasan tersebut. Tak ada karya besar yang diciptakan berdasarkan gagasan sepele dan dangkal; dalam pengertian ini sastra adalah kegiatan yang sungguh-sungguh. c. Setiap karya sastra yang bisa bertahan lama, pada hakikatnya suatu moral, baik dalam hubungannya dengan kebudayaan sumbernya maupun dalam hubungannya dengan orang- seorang. Karya sastra bukan moral dalam arti sempit, yakni yang sesuai dengan suatu kode atau sistem tindak-tanduk tertentu, melainkan pengertian bahwa ia terlibat dalam kehidupan dan menampilkan tanggapan evaluatif. Dengan demikian sastra adalah eksperimen moral.
  • 45. Lanjutan d. Masyarakat dapat mendekati karya sastra dan dua arah: pertama, sebagai suatu kekuatan atau faktor material istimewa, dan kedua, sebagai tradisi — yakni kecenderungan-kecenderungan spiritual maupun kultural yang bersifat kolektif. Bentuk dan isi dengan sendirinya dapat mencerminkan perkembangan sosiologis, atau menunjukkan perubahan-pembahan yang halus dalam watak kultural. e. Kritik sastra seharusnya lebih dari sekadar perenungan estetis yang tanpa pamrih, ia harus melibatkan diri sendiri dalam suatu tujuan tertentu. Kritik adalah kegiatan penting yang harus mampu mempengaruhi penciptaan sastra, tanpa mendikte sastrawan agar memilih tema tertentu misalnya, melainkan menciptakan iklim tertentu yang bermanfaat bagi penciptaan seni besar. f. Kritikus bertanggung jawab baik kepada sastra masa silam maupun sastra masa datang. Dari sumber sastra yang sangat luas itu kritikus harus memilih yang sesuai dengan masa kini. Perhatiannya bukan seperti pengumpul benda kuno yang kerjanya hanya menyusun kembali, tetapi memberi penafsiran seperti yang dibutuhkan oleh masa kini. Dan karena setiap generasi membutuhkan pilihan yang berbeda-beda, tugas kritikus untuk menggali masa lalu tak ada habisnya.
  • 46. Langkah yang bisa ditempuh dengan pendekatan sosiobudaya  Unsur sastra harus diambil terlepas dari unsur lain, kemudian dihubungkan dengan suatu unsur sosiobudaya  Pendekatan ini boleh mengambil image atau citra tentang “sesuatu”.  Pendekatan ini juga boleh mengambil motif atau tema, yang keduanya berbeda secara gradual. Tema lebih abstrak dan motif dapat dikonkritkan lewat pelaku.
  • 47. Teori Sastra Marxis Teori ini berakar pada doktrin Manifesto Komunis (1848) yang diberikan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, khususnya terhadap pernyataan bahwa perkembangan evolusi historis manusia dan institusi-institusinya ditentukan oleh perubahan mendasar dalam produksi ekonomi. Perubahan itu mengakibatkan perombakan dalam struktur kelas-kelas ekonomi, yang dalam setiap jaman selalu bersaing demi kedudukan sosial ekonomi dan status politik. Kehidupan agama, intelektual, dan kebudayaan setiap jaman -termasuk seni dan kesusastraan - merupakan 'ideologi-ideologi' dan 'suprastruktur-suprastruktur' yang berkaitan secara dialektikal, dan dibentuk atau merupakan akibat dari struktur dan perjuangan kelas dalam jamannya (Abrams, 1981:178).
  • 48. George Lukacs: Sastra Sebagai Cermin Sebuah novel tidak hanya mencerminkan 'realitas' tetapi lebih dari itu memberikan kepada kita "sebuah refleksi realitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik" yang mungkin melampaui pemahaman umum. Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena idividual secara tertutup melainkan lebih merupakan sebuah 'proses yang hidup'. Sastra tidak mencerminkan realitas sebagai semacam fotografi, melainkan lebih sebagai suatu bentuk khusus yang mencerminkan realitas. Dengan demikian, sastra dapat mencerminkan realitas secara jujur dan objektif dan dapat juga mencerminkan kesan realitas subjektif (Selden, 1991:27)
  • 49. Bertold Brecht: Efek Alienasi Menurut Brecht, dramawan bendaknya menghindari alur yang dihuhungkan secara lancar dengan makna dan nilai-nilai universal yang pasti. Fakta-fakta ketidakadilan dan ketidakwajaran perlu dihadirkan untuk mengejutkan dan mengagetkan penonton. Penonton jangan ditidurkan dengan ilusi-ilusi palsu. Para pelaku tidak harus menghilangkan personalitas dirinya untuk mendorong identifikasi penonton atas tokoh-tokoh pahlawannya. Mereka harus mampu menimbulkan efek alienasi (keterasingan). Pemain bukan berfungsi menunjukkan melainkan mengungkapkan secara spontan individualitasnya (Selden, 1991:30-32)
  • 50. Teori Neomarxisme  Berdasarkan metode berpikir dialektis tersebut, Fredric Jameson mengungkapkan bahwa hakikat suatu karya sastra dapat diketahui dari penelitian tentang latar belakang historisnya. Kita tidak hanya sekedar ingin menangkap nilai-nilai yang sempit pada permukaan (seperti dilakukan kaum New Criticism), melainkan harus dapat menemukan hubungan orisinal antara Subjek dan Objek sesuai dengan kedudukannya (Culler, 1981:12-13). Jadi hasil kritik dialektikal itu bukan hanya sekedar suatu interpretasi sastra, melainkan juga sejarah model interpretasi dan kebutuhan akan suatu model interpretasi yang khusus.
  • 51. Rangkuman  Teori-teori sosiologi sastra mempersoalkan kaitan antara karya sastra dan 'kenyataan'. Sebenarnya teori sosiologi sastra inilah yang paling tua usianya dalam sejarah kritik sastra. Dalam kenyataannya, teori yang sudah dirintis oleh filsafat Plato (Abad 4-3 SM) tentang 'mimesis' itu baru mulai dikembangkan pada abad 17-18 — yakni zaman positivisme ilmiah — oleh Hippolite Taine dan berkembang pesat pada awal abad ke-19 dengan dicanangkannya doktrin Manifesto Komunis oleh Marx dan Engels.  Studi-studi sosiologis terhadap sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra dalam taraf tertentu merupakan ekspresi masyarakat dan bagian dari suatu masyarakat. Kenyataan inilah yang menarik perhatian para teoretisi sosiologi sastra untuk mencoba menjelaskan pola dan model hubungan resiprokal itu. Penjelasan Taine dengan menggunakan metode-metode ilmu pasti menarik perhatian, namun ciri positivistis dalam teorinya menimbulkan permasalahan yang rumit mengenai hakikat karya sastra sebagai 'karya fiksi'. Teori-teori Marxisme, yang memandang seni (sastra) sebagai 'alat perjuangan politik' terlalu menekankan aspek pragmatis sastra dan dalam banyak hal mengabaikan struktur karya sastra.  Pemikir-pemikir Neomarxis memanfaatkan filsafat dialektika materialisme Marx untuk mendefinisikan aspek ideologi, politik, dan hubungan ekonomi suatu masyarakat. Asumsi epistemologis mereka adalah bahwa sastra menyimpan sejarahnya yang sebenarnya dan menjadi tugas studi sastra untuk mendefinisikannya secara jelas.
  • 53. TEORI-TEORI EKSPRESIVISME  Teori ekspresif sastra (The expressive theory of literature) adalah sebuah teori yang memandang karya sastra terutama sebagai pernyataan atau ekspresi dunia batin pengarangnya. Karya sastra dipandang sebagai sarana pengungkap ide, angan-angan, cita-cita, cita rasa, pikiran dan pengalaman pengarang. Dalam ungkapan yang lain, sastra adalah proses imajinatif yang mengatur dan menyintesiskan imajinasi-imajinasi, pemikiran-pemikiran, dan perasaan-perasaan pengarang (Abrams, 1987:20). Studi sastra dalam model ini berupaya mengungkapkan latar belakang kepribadian dan kehidupan (biografi) pengarang yang dipandang dapat membantu memberikan penjelasan tentang penciptaan karya sastra. Oleh karena itu, teori ini seringkali disebut pendekatan biografi.
  • 54. Sejarah Pertumbuhan  abad ke-3 M, Longinus, dalam bukunya berjudu Peri Hypsous (Yun. = Tentang Keluhuran) mengungkapkan bahwa ciri khas dan ukuran seni sastra adalah keluhuran (yang luhur, yang mulia, yang unggul) sebagai sumber utama pemikiran dan perasaan pengarang, yang bersumber dari daya wawasan yang agung, emosi atau nafsu (passion) yang mulia, retorika yang unggul, pengungkapan (diksi) dan penggubahan yang mulia. Unsur terpenting dalam penciptaan seni sastra adalah kreativitas dalam jiwa pengarang. Sumber-sumber keagungan itu mengilhami dan merasuki kata-kata dengan semangat ilahi.  Pandangan ini tidak banyak memengaruhi pertumbuhan teori ekspresionisme. Baru sekitar tahun 1800 (pada jaman Romantik, abad 18-19) teori ekspresivisme mendapat perhatian dan berkembang dengan pesat.
  • 55. Teori Sastra Romantik Zaman Romantik ditandai dengan semacam "manifesto" (pernyataan) yang revolusioner dari Wordsworth yang menegaskan bahwa karya sastra yang baik adalah peluapan yang spontan dari perasaan-perasaan yang kuat. Sastra bukan lagi dilihat sebagai cermin tindak-tanduk manusia. Unsur utama sastra adalah perasaan-perasaan dan emosi- emosi manusia penyair yang dikumpulkan dalam keheningan refleksi yang mendalam, yang kemudian diikuti dengan pemikiran dan revisi dalam proses komposisinya. Akan tetapi sastrawan yang baik, menurut mereka, selalu mendahulukan aspek spontanitasnya. Ibarat tumbuhnya tanaman yang mengikuti prinsip-prinsip organismenya sendiri secara inheren, demikian pula seharusnya konsep setiap karya seni.
  • 56. Dalam zaman ini, kritik ekspresif mendapat perhatian utama. Oleh karena karya sastra dipahami sebagai ekspresi, peluapan, atau ungkapan perasaan pengarangnya, atau sebagai hasil imajinasi pengarangnya yang menjabarkan pandangan, pemikiran, dan perasaannya, maka tolok ukur penilaian terhadap karya sastra terutama ditujukan kepada: kesungguhan hatinya (sincerity), keasliannya (genuineness), dan kememadaiannya (adequacy) dalam mengungkapkan visi dan pemikiran individual si pengarang itu sendiri. Aspek-aspek itu seringkali dicari di dalam karya sastra sebagai pembuktian akan watak dan pengalaman- pengalaman khusus pengarang, baik yang disadarinya maupun yang tidak disadarinya. Kritik semacam ini masih diteruskan dalam tradisi-tradisi kritik sastra psikoanalitik dan kritik kesadaran (critics of consciousness) dalam mazhab Jenewa.
  • 57. Praktek Ekspresivisme Praktik-praktik kritik ekspresif sastra terpusat pada upaya menyelami jiwa pengarang karya sastra tersebut. Menurut mereka, materi dan bahan-bahan penulisan karya sastra tidak terletak di luar diri individu melainkan terkandung dalam diri dan jiwa manusia penciptanya. Pengarang dianggap seorang pencipta yang membayangkan imajinasi kehidupan yang terpilih dan teratur. Kedudukan pengarang dan karyanya begitu erat, seperti seorang ibu yang melahirkan anaknya. Tolok ukur sastra yang baik dalam pendekatan ini adalah: orisinalitas, kreativitas, jenialitas (genuine), dan individualitas. Benar- tidaknya, objektif-tidaknya suatu penilaian sastra sangat tergantung pada intensi pengarang dalam mewujudkan keorisinalan dan kebaruan penciptaan seninya. Data-data biografis dan historis menjadi bahan yang penting dalam studi sastra.
  • 58. Dorongan Psikologis Dalam Proses Kreatif Sastra Keadaan jiwa yang mendorong lahirnya proses kreatif sastrawan yaitu:  Jiwa sedang iba (trenyuh), yaitu keadaan psikis sastrawan merasa kasihan terhadap sebuah fenomena  Jiwa sastrawan sedang geram, artinya dalam keadaan marah  Jiwa merasa kagum, artinya ada rasa heran, penuh tanda tanya, ada rasa keagungan (Endraswara, 2008:213).
  • 59. Dorongan Psikologis Dalam Proses Kreatif Sastra Kondisi internal (di dalam individu) yang memungkinkan munculnya kreativitas yang konstruktif:  Keterbukaan terhadap pengalaman (extensionality). Kesadaran sensitif (kepekaan) terhadap semua pengamatan dan pengalaman.  Lokus evaluasi yang internal. Makna dari produknya ditentukan tidak hanya oleh pujian atau kritikan orang lain, tetapi oleh diri sendiri.  Kemmpuan untuk bermain, yaitu kemampuan untuk bermain secara spontan dengan ide-ide, hubungan- hubungan, kata-kata, dan sebagainya (Rogers, dalam Endraswara, 2008:153).
  • 60. Kritik Terhadap Teori Ekspresivisme 1. Sekalipun sebuah karya sastra terwujud berkat adanya niat penulisnya namun niat itu tidak dapat dijadikan norma untuk menilai arti sebuah teks. 2. Harus dipertanyakan apa yang dicari dalam hal niat pengarang itu. Jika pengarang mampu menuangkan makna niatnya dalam karyanya, maka justru makna muatan itu sajalah yang seharusnya dinilai tanpa perlu meneliti apakah pengarang memang berniat demikian. 3. Jika ukuran keberhasilan karya sastra adalah kesejajaran antara makna niatan pengarang dengan makna muatannya maka syarat-syarat subjektivitas pengarang sesungguhnya sudah dilepaskan. 4. Apabila makna sebuah puisi sangat bersifat pribadi, maka kita boleh menggunakan data biografis pengarangnya dengan sangat hati-hati, yakni data-data yang dapat menjelaskan pemakaian bahasanya. Akan tetapi jika penggunaan bahasanya sudah cukup jelas tidak perlulah berkonsultasi kepada pengarangnya. 5. Makna niat merupakan suatu hal yang abstrak, sehingga mencari-cari makna niat pengarang sungguh-sungguh suatu jalan pikiran yang sesat.
  • 61. Teori Baru Tentang Pengarang  Wayne Booth memperkenalkan istilah Implied Author (penulis yang tersirat atau tersembunyi) dalam bukunya The Rhetoric of Fiction (1963)  Umberto Eco (1992), dengan memperkenalkan istilah Liminal Author atau Author on the Threshold (Pengarang Ambang)
  • 62. Implied Author (penulis yang tersirat atau tersembunyi)  Teori ini merupakan jalan tengah atau memposisikan dirinya diantara pengarang nyata dan narator  pengarang implisit merupakan strategi eksplikasi tekstual yang dapat dikenal melalui permainan bahasa teks
  • 63. Liminal Author atau Author on the Threshold (Pengarang Ambang)  Pengarang ambang adalah situasi penciptaan teks sastra, di mana pengarang secara intens disugesti oleh kekuatan-kekuatan misterius (ghostly). Kekuatan- kekuatan misterius ini tidak bisa dijelaskan secara tepat dengan perhitungan apa pun, baik oleh pengarangnya sendiri maupun oleh pembaca.
  • 64. Rangkuman Pandangan-pandangan teoretis mengenai pengarang memiliki kaitan timbal-balik dengan 'semangat jaman' yang berlaku pada suatu kurun waktu tertentu. Ada fase, di mana manusia dipandang sebagai 'hamba sahaya' yang tidak pantas meniru-niru karya cipta Tuhannya. Ada tahap lain, di mana orang memandang manusia sebagai ko-kreator 'Sang Pencipta Agung" yang menggemakan keagungan-Nya Sang Pencipta melalui karya seninya sebagai ekspresi pengalaman estetiknya berhadapan dengan alam (ilahi). Refleksi-refleksi lebih lanjut menunjukkan bahwa studi sastra anatomik yang teknis-prosedural dengan mengabaikan faktor manusia, memunculkan kesadaran baru untuk mendefinisikan kembali kedudukan dan hubungan antara pengarang; dan karyanya. Dalam penjelasan Eco, ternyata bahwa antara pengarang dan teks, dan antara pembaca dan teks terdapat diskrepansi yang tak mungkin seluruhnya dijelaskan karena ada dimensi-dimensi transendental (ghostly) yang terlihat di dalamnya.
  • 66. Pengantar Teori Resepsi merupakan salah satu aliran dalam penelitian sastra yang terutama dikembangkan oleh mazhab Konstanz tahun 1960-an di Jerman. Teori ini menggeser fokus penelitian dari struktur teks ke arah penerimaan (Latin: recipere, menerima) atau penikmatan pembaca.
  • 67. Model Kajian Resepsi Sastra  Kajian yang bersifat Kualitatif (data berupa kata-kata, fenomena, atau tingkah laku yang dapat diamati)  Kajian yang bersifat Kuantitatif (data berupa angka- angka)
  • 68. Hans Robert Jauss: Horison Harapan Fokus perhatiannya, sebagaimana teori tanggapan pembaca lainnya, adalah penerimaan sebuah teks. Minat utamanya bukan pada tanggapan seorang pembaca tertentu pada suatu waktu tertentu melainkan pada perubahan-perubahan tanggapan, interpretasi, dan evaluasi pembaca umum terhadap teks yang sama atau teks-teks yang berbeda dalam kurun waktu berbeda (Abrams, 1981:155).
  • 69. Dalam buku Toward an Aesthetic of Reception (1982:20-45), Jauss mengungkapkan tujuh tesis pemikiran teoretisnya. Secara ringkas ketujuh tesis Jauss diuraikan di bawah ini. 1. Karya sastra bukanlah monumen yang mengungkap makna yang satu dan sama, seperti anggapan tradisional mengenai objektivitas sejarah sebagai deskripsi yang tertutup. Karya sastra ibarat orkestra: selalu memberikan kesempatan kepada pembaca untuk menghadirkan resonansi yang baru yang membebaskan teks itu dari belenggu bahasa, dan menciptakan konteks yang dapat diterima pembaca masa kini. 2. Sistem horison harapan pembaca timbul sebagai akibat adanya momen historis karya sastra, yang meliputi suatu prapemahaman mengenai genre, bentuk, dan tema dalam karya yang sudah diakrabi, dan dari pemahaman mengenai oposisi antara bahasa puitis dan bahasa sehari-hari. Sekalipun sebuah karya sastra tampak baru sama sekali, ia sesungguhnya tidak baru secara mutlak seolah- olah hadir dari kekosongan.
  • 70. 3. Jika ternyata masih ada jarak estetik antara horison harapan dengan wujud sebuah karya sastra yang baru, maka proses penerimaan dapat mengubah harapan itu baik melalui penyangkalan terhadap pengalaman estetik yang sudah dikenal, atau melalui kesadaran bahwa sudah muncul suatu pengalaman estetik yang baru. 4. Rekonstruksi mengenai horison harapan terhadap karya sastra sejak diciptakan dan disambut pada masa lampau hingga masa kini, akan menghasilkan berbagai varian resepsi sesuai dengan semangat jaman yang berbeda. 5. Teori estetika penerimaan tidak hanya sekedar memahami makna dan bentuk karya sastra menurut pemahaman historis.
  • 71. 6. Apabila pemahaman dan pemaknaan sebuah karya sastra menurut resepsi historis (jadi dengan analisis diakronis) tidak dapat dilakukan karena adanya perubahan sikap estetik, maka seseorang dapat menggunakan perspektif sinkronis untuk menggambarkan persamaan, perbedaan, pertentangan, ataupun hubungan antara sistem seni sejaman dengan sistem seni dalam masa lampau. 7. Tugas sejarah sastra tidak menjadi lengkap hanya dengan menghadirkan sistem-sistem karya sastra secara sinkronis dan diakronis, melainkan harus juga dikaitkan dengan sejarah umum.
  • 72. Wolfgang Iser: Pembaca Implisit Iser lebih memfokuskan perhatiannya kepada hubungan individual antara teks dan pembaca (Wirkungs Estetik, estetika pengolahan). Pembaca yang dimaksud oleh Iser bukanlah pembaca konkret individual, melainkan Implied Reader (pembaca implisit). 'Pembaca implisit' merupakan suatu instansi di dalam teks yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara teks dan pembacanya. Dengan kata lain, pembaca yang diciptakan oleh teks-teks itu sendiri, yang memungkinkan kita membaca teks itu dengan cara tertentu.
  • 73. Norman Holland & Simon Lesser: Psikoanalisis Menurut mereka, semua karya sastra mentransformasikan fantasi-fantasi tak sadar (menurut psikoanalisis) kepada makna-makna kesadaran yang dapat ditemukan dalam interpretasi konvensiaonal. Jadi makna psikoanalisis merupakan sumber bagi makna-makna lain. Makna psikoloanalisis haras dicari karena tingkatan makna lain hanyalah manifestasi historis atau sosial. Setiap karya sastra memiliki efek-efek superego, ego, dan id yang perlu direfleksikan oleh pembaca. Keterlibatan pembaca ke dalam komponen-komponen kejiwaan itu hanya dapat terpenuhi bila karya sastra mengandung aspek-aspek yang kontradiktif, ambigu, tumpang-tindih, dan samar.
  • 74. Jonathan Culler: Konvensi pembacaan Keinginan Culler yang utama adalah menggeser fokus perhatian dari teks kepada pembaca. Culler menyatakan bahwa suatu teori pembacaan harus mengungkap norma dan prosedur yang menuntun pembaca kepada suatu penafsiran. Kita semua tahu bahwa setiap pembaca memiliki penafsiran yang berbeda-beda mengenai sebuah teks yang sama. Berbagai variasi penafsiran itu harus dapat dijelaskan oleh teori. Sekalipun penafsiran itu berbeda-beda tetapi mungkin saja mereka mengikuti satu konvensi penafsiran yang sama (Selden, 1991:127).
  • 75. Rangkuman Tumbuhnya teori-teori resepsi sastra dipacu juga oleh alam pemikiran filsafat (Fenomenologi) yang berkembang pada masa itu. Pergeseran orientasi kritik sastra, dari pengarang kepada teks, dan dari teks kepada pembaca diilhami oleh pandangan bahwa teks-teks sastra merupakan salah satu gejala yang hanya menjadi aktual jika sudah dibaca dan ditanggapi pembacanya. Teks hanya sebuah pralogik dan logika yang sesungguhnya justru ada pada benak pembacanya. Melalui ketujuh tesisnya, Jauss meletakkan dasar-dasar resepsi sastra dalam kaitannya dengan sejarah estetika penerimaan. Teori resepsi ini pun segera mendapat perhatian berbagai ahli ilmu sastra. Iser mengkhususkan dirinya pada penerimaan dan pencerapan karya sastra oleh pembaca implisit. Culler beranggapan bahwa pemahaman karya sastra sangat ditentukan oleh kompetensi sastra, yakni kemampuan pembaca mewujudkan konvensi-konvensi sastra dalam suatu jenis sastra tertentu.
  • 76. Teori Objektif  Strukturalisme  Estetika  Stilistika  Psikologi Sastra 1. Perhatian pertama dicurahkan pada objek itu sendiri yaitu organisasi internal krya sastra yang dikritik 2. Meneliti terminologi sebagai “kesadaran sosial” yaitu perangkat norma-norma yang terpercaya untuk sebuah kolektivitas tertentu yang diimplementasikan oleh sebuah karya sastra 3. Subjek tidak lagi dipahami sebagai sarana struktur supra-individual yang pasif, tetapi sebgai suatu kekuatan yang beraksi dan berinteraksi dengan struktur-struktur tersebut dan mengubahnya selama terjadinya interaksi 1. Dimulai dengan analisis sistemik tentang sistem linguistik karya sastra, dan dilanjutkan dengan interpretasi ciri-ciri sastra, interpretasi diarahkan ke makna secara total 2. Memelajari sejumlah ciri khas yang membedakan satu sistem dengn sistem lain 1. Pendekatan tekstual, yang mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra 2. Pendekatan reseptif-pragmatik, yang mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya sastra yang dibacanya 3. Pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek psikologis sang penulis ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat karyanya, baik penulis sebagai pribadi maupun wakil masyarakatnya 1. Struktural Formalis 2. Struktural Genetik 3. Struktural Dinamik