Dokumen tersebut membahas revitalisasi konsep perlindungan konsumen berbasis masyarakat. Ia menyatakan bahwa konsumen merupakan modal berharga bagi bangsa dan negara, namun pengembalian modal konsumen masih terbatas. Dokumen ini menganalisis berbagai masalah yang dihadapi konsumen seperti standar baku yang mendiskriminasi dan dampak pajak terhadap harga barang. Dokumen ini menyarankan perlindungan konsumen yang lebih luas
Salinan PP Nomor 23 Tahun 2024 (Jalan Tol) (1).pdf
Paper revitalisasi konsumen
1. Ylbk Majalengka, 2019, Revitalisasi Konsep Perlindungan Konsumen Berbasis Masyarakat 1
REVITALISASI
KONSEP PERLINDUNGAN KONSUMEN
BERBASIS MASYARAKAT
Oleh :
Dede Aryana Syukur, SH, dan M. Shafari, S.Pd.I
YLBK Majalengka Tim projection
Diterbitkan oleh
YAYASAN LEMBAGA BANTUAN KONSUMEN
MAJALENGKA
2019
”Dilarang melakukan pengutipan sebagian ataupun seluruh isi paper ini, kecuali sesuai
dengan etika dan peraturan yang berlaku, dengan mencantumkan
nama dan sumber pengarang”
2. Ylbk Majalengka, 2019, Revitalisasi Konsep Perlindungan Konsumen Berbasis Masyarakat 2
REVITALISASI KONSEP PERLINDUNGAN KONSUMEN
BERBASIS MASYARAKAT
Oleh : Dede Aryana Syukur, SH, dan M. Shafari, S.Pd.I
YLBK Majalengka Tim projection
Rasionalitas pengembalian modal konsumen dalam tatanan politik konsumen
Manusia merupakan modal yang berkesinambungan secara genetis.
Setelah sekian lama terjajah yang diakhiri dengan kemerdekaan, manusia
Indonesia lambat laun berkembang seiring perubahan dunia global, namun sedikit
sekali pengembalian modal manusia selaku konsumen dari bangsa dan negaranya.
Sebagian besar pengembalian modal konsumen berada dalam pangsa ekonomi
yang spekulatif dalam konotasi terjebak dalam alam sosial individu yang super
egosentris.
Paradigma pembangunan yang super hit lambat laun dapat menikam
budaya asli yang bercirikan hilangnya watak karakter bangsa timur. Hal ini
diperlukan jalan orsinil demi tegaknya harkat dan martabat konsumen Indonesia
yang ber Pancasila dan ber Bhinneka Tunggal Ika.
Alat penting pemertahanan bangsa bukanlah terletak karena senjata dan
kekuatan hukum. Namun efisiensi atas investasi publik modal manusia Indonesia
yang Berbobot, yang dapat mengukur sedikitnya untuk pengembalian sosial yang
besar untuk generasi anak bangsanya dalam tujuan pembangunan berkelanjutan
dari generasi ke generasi.
Manusia berbudaya dalam peradabannya menciptakan reward
penghargaan atas individu manusia yang berprestasi dari negaranya, sehingga
3. Ylbk Majalengka, 2019, Revitalisasi Konsep Perlindungan Konsumen Berbasis Masyarakat 3
manfaat yang dimilikinya berkesinambungan dan kosisten tersalurkan terhadap
sosial masyarakat pada umumnya. Konsumen merupakan manusia prestasi dengan
membelinya menyisihkan stu keuntungan bagi pelaku usaha, pelaku ekonomi
bahkan pemerintah.
Bertitik tolak dari rasionalitas kondisi bangsa, maka dampak situasi yang
terbukti secara empiris mempengaruhi peradaban manusia Indonesia dapat
dikatakan amatlah terbatas, bahkan dapat ditolerir, manakala gaung kebijakan
negaranya memberikan implikasi besar yang signifikan terhadap limpahan
kemakmuran dalam mengatasi kesenjangan yang krusial secara independensial.
Maka diperlukan adanya upaya peningkatan modal manusia secara agregat yang
berpengaruh terhadap perbedaan produktivitas efek sosial dalam menjaring
modal-modal konsumen sebagai aset bangsa.
Politik yang handal tanpa makna akan menjadi klise belaka, manakala
kemaknaan hasil hanya berupa janji yang tak berfaedah secara sosial. Asas
generasi pembangunan dan keberlanjutan sebgai jawaban atas komitmen negara-
negara terhadap indikator Sustinable evelopment Goasl (SDGS) di Indonesia
dirintis dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) sesuai Perpres Nomor
59 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan. Esensinya masyarakat berbudaya mengonsep hidup ke arah
keberadaban dalam perdamaian dunia dan cinta kasih. Sehingga kompetisi dan
perjuangan hidup suatu bangsa menjadi pertaruhan sengit yang menjadi tanggung
jawab segala warga negara dalam memperbaharui negerinya. Rasa tanggung
4. Ylbk Majalengka, 2019, Revitalisasi Konsep Perlindungan Konsumen Berbasis Masyarakat 4
jawab atas kewibawaan negara merupakan pangkal pengembalian modal-modal
konsumen.
Mutlak kah Perspektif Konsumen Hanya di Sektor Rkonomi?
Konsep perlindungan konsumen merupakan ranah kehidupan yang luas
melingkupi kebutuhan manusia terhadap sektor produk dan jasa sebagai hasil
transaksi dan interaksi manusia sebagai mahluk sosial dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya sesuai dengan kaidah norma, nilai budaya karakteristik suatu
komunitas sosial masyarakat yang senantiasa bersentuhan dengan hukum dan
peraturan yang berlaku.
Selama ini regulasi hukum mengenai perlindungan konsumen yang
ditonjolkan para pakar ekonomi suatu instansi, akademisi dan sosial hanya
terfokus pada seabrek regulasi hukum yang berputar-putar di tempat dan kembali
lagi ke landasan UUPK seperti menempa bayangan yang sulit menemukan wujud
dan bentuknya
Hal ini menjadi suatu kelemahan strategi perlindungan konsumen,
disebabkan jurisdiksi yang ditempuh hanya berkisar secara normatif tanpa melihat
fakta empiris di lapangan sebagai bukti kasus realitas yang sebenarnya terjadi.
Bukan terkendala atas regulasi hukum UUPK yang lemah, tetapi manakala UUPK
kurang melandasi peraturan-peraturan yang dibuat, maka implementasinya
menjadi terbatas hanya bersinggungan dengan konteks ekonomi.
Padahal secara mutlak sisi ekonomi kekonsumenan cenderung
berkonstelasi dengan aspek lain sesuai objeknya tersendiri yang menyangkut
aspek ekonomi terhadap kebutuhan lainnnya yang fundamen seperti aspek
5. Ylbk Majalengka, 2019, Revitalisasi Konsep Perlindungan Konsumen Berbasis Masyarakat 5
kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan dan lainnya. Ibaratnya seperti seorang
konsumen yang bertransasksi ekonomi karena mengeluarkan uang dalam menebus
resep dokter yang dibelinya, atau membayar iuran BPJS per bulannya yang secara
hakikat transaksi tersebut terkait ekonomi. Namun esensinya aspek kesehatanlah
yang menjadi tujuan dengan adanya perolehan obat yang dibeli untuk kesembuhan
pasien.
Maka, patutlah kiranya mengindahkan batas-batas kekonsumenan yang
tiada lain senantiasa bersinggungan dengan humaniora terutama atas hak azasi
manusia di mana konsumen tidak boleh dirugikan dan perlu dibela seadil-adilnya
karena mereka hanya mengambil kecuali atas hak-haknya.
Jerat Standar Baku Persyaratan di Muka yang Mendiskriminasi Kewajiban
Konsumen
Kelemahan yang nampak pada sisi konsumen salah satunya daya
konsumen dalam mengaktualisasikan proses untuk memenuhi kebutuhannya. Hal
ini karena proses penetapan standar patokan yang ditransaksikan telah dibakukan
lebih awal sebelum konsumen bertaransaksi. Sehingga konsumen merupakan
pihak kedua yang menerima guna dan manfaat suatu produk dan ataupun barang
dan jasa yang diterimanya yang seringkali harus tunduk dan patuh pada
prasyaratan pembelian yang dijual oleh pihak pertama. Hal ini istilah Pembeli
adalah Raja akan teramat sulit dipahami di zaman ini, kecuali hanya ada di pasar
tradisonal. Berbeda dengan di pasar modern atau supermaket, maka pembeli
6. Ylbk Majalengka, 2019, Revitalisasi Konsep Perlindungan Konsumen Berbasis Masyarakat 6
identik dengan korban persugihan yang diserap darahnya oleh sekelompok
pengusaha yang mengatasnamakan korporasi.
Realitas sebagaimana yang telah disebutkan kerap terjadi pada segmentasi
pasar modern terutama yang menetapkan standar baku, termasuk tarif produk
yang modern pula. Berbeda dengan konteks pasar tradisional yang dari sisi
ekonomi konsumen dan pelaku usaha dapat saling menawar dan menentukan
kesepakatannnya secara syar’i (rida’iyah) atau kerelaan yang seimbang. Akar
fungsi sosial konsumen demikian terletak atas hilangnya fungsi tawar menawar
dalam bertransaksi terhadap asas kerelaan dan keseimbangan dalam bertransaksi
yang menentukan kesuaian produk maupun jasa yang diterimanya, karena proses
pembakuan telah ditetapkan sebelumnya.
Sehingga, patutkah bila perusahaan atau badan usaha tersebut milik
pemerintah itu dikatakan sebagai suatu pasar modern yang meregulasi mekanisme
dan tata kelola peraturan dengan segala persyaratannya terhadap konsumen,
karena pemerintah meraup keuntungan yang besar dari sisi ekonomi konsumen.
Tentu saja tidak, karena badan usaha milik pemerintah melakukan tata kelola
untuk kemaslahatan konsumen yang bersifat pelayanan publik. Sehingga setiap
barang yang berkenaan dengan kebutuhan publik, maka pemeritah wajib
hukumnya meregulasi hukum secara ekonomi.
Lalu yang menjadi permasalahan apakah peraturan yang ada itu bersifat
mengatur dan menata konsumen dan pelaku usaha agar tertib yang namun pada
akhirnya implementasi peraturan tersebut justru kebablasan berdampak buruk
terinfeksi monopoli. Maksud monopoli di sini yaitu kecenderungan adanya suatu
7. Ylbk Majalengka, 2019, Revitalisasi Konsep Perlindungan Konsumen Berbasis Masyarakat 7
penggiringan terhadap arah peningkatan kran-kran pendapatan pemerintah yang
dinamakan aset sering mengatasnamakan pungutan negara, bukankah tidak patut
disebut pungli karena ada payung hukum yang meregulasinya.
Otentikasinya konsumen sering terjebak membayar lebih tinggi dari harga
yang sebenarnya disebabkan adanya pajak-pajak tertentu ataupun abodemen.
Padahal di sisi lain hal tersebut bagi konsumen sebatas hanya untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan air PAM, listrik PLN, bahan bakar, gas
LPG dan sebagainya. Konotasi yang terjadi sebagai asas keseimbangan dan
keadilan konsumen, maka negara hadir menyiasatinya dengan pemberlakuan
subsidi.
Pajak dan Konsumen serta Pengembalian Modal Konsumen
Sudah menjadi keharusan bagi konsumen dalam menjunjung tinggi
negaranya sebagai wujud warga negara yang baik dengan taat pajak. Namun
bagaimana jadinya jika strategi yang diterapkan negara tersebut diaplikasikan pula
oleh sekelompok orang pelaku usaha atau badan-badan swasta tertentu sehingga
memainkan peranan yang sama dengan aktualisasi yang berbeda; dengan motif
ekonomi tertentu ataupun sebagai dampak responsibilitas akibat tekanan peraturan
pemerintah. Seperti halnya manakala pajak terhadap pelaku usaha atau suatu
barang tertentu meningkat yang tentunya secara meningkatkan pula tarif harga
barang yang dijualnya, sehingga konsumen membayar lebih tinggi dari
sebelumnya.
8. Ylbk Majalengka, 2019, Revitalisasi Konsep Perlindungan Konsumen Berbasis Masyarakat 8
Tak terhitung banyaknya pelaku ekonomi sebagai dominasi penduduk
mulai dari pelaku usaha kecil dan menengah bahkan pengusaha, yang dapat
berbentuk perseorangan ataupun perusahaan skala besar, mulai dari home industri
sampai dengan industri nasional baik sektor swasta maupun pemerintah yang
menjajakan produk maupun jasanya terhadap konsumen, namun disisi lain peran
pengawasan begitu lemah.
Akses informasi dan komunikasi ditengarai merupakan posisi taktis yang
menempati urutan teratas yang memfasuilitasi sektor ekonomi dan pembangunan.
Padanan informasi elektronis merupakan angin segar yang mengemban pengaruh
besar dalam membawa arah konsumen terhadap suatu perubahan dunia transaksi
dengan segala keberadabannya.
Kondisi konsumen kini berkembang searah pemenuhan kebutuhan hidup
yang berada dalam kulminasi kebutuhan tersier sebagai dampak globalisasi
modernisasi, sehingga kedudukan kebutuhan tersier tersebut dapat bergeser ke
arah kebutuhan dasar karena vitalnya peran akses komunikasi dalam
memperpendek jarak antar serang manusia dengan manusia lainnya di wilayah
yang berbeda sebagai suatu peradaban manusia.
Kebutuhan tersebut dalam era ini termasuk dalam kategori barang muatan
atau konten maya. Barang termasuk segala jenis bentuk produk yang berwujud
atau tidak berwujud maupun jasa pelayanan dengan bukti alat fisik yang
memfasilitasinya. Beberapa produk tersebut yang perlu pengawasan konsumen
diantaranya :
9. Ylbk Majalengka, 2019, Revitalisasi Konsep Perlindungan Konsumen Berbasis Masyarakat 9
Akses telekomunikasi berbasis virtual dan internet; percakapan telepon,
pesan SMS, Kuota data, dll
ATM Link; kartu debit
Jasa Transaksi Online Token, PAM, BPJS, dll
Kerugian massal di era konsumerisme, Bagaimana Kompensasinya
Banyak sekali kebutuhan vital manusia yang notabene dikuasasi oleh
beberapa badan usaha. Negara hanya manjadi esensi, sedangkan aplikasi
kemudian yang menjadi fundamen dimiliki sehelintir owner yang termasuk gurita
korporasi. Padahal sektor ini teramat vital karena menyangkut orang banyak.
Sehingga manakala kebutuhan produk ini merugikan konsumen, akan terasa sulit
tergantikan kompensasinya. Hal ini sangat kronik manakala radikalisme system
telah menajdi isu populer yang dredam ataupun direndam sehingga tidak muncul
ke permukaan. Hal ini menyangkut esensi vital ketidakadaannya akan
menyulitkan publik
Beberapa produk vital yang terkait konsumen publik secara massal sebagai
pekerjaan rumah Negara secara fakta :
Kerugian konsumen atas gangguan listrik, mati lampu, tiang-tiang listrik
yang ada di area konsumen, kabel listrik udara maupun ditanam dan
dampaknya sekarang ataupun ke depan dengan sekelumit rangkaian
masalah kekonsumenan
Kerugian konsumen atas pemanfaatan air PAM, di saat air; tidak mengalir,
debit air kurang, mutu kualitas rendah, polutan air, dan dampaknya
terhadap kualitas air minum konsumen terhadap berbagai penyakit
10. Ylbk Majalengka, 2019, Revitalisasi Konsep Perlindungan Konsumen Berbasis Masyarakat 10
Kerugian konsumen atas kelangkaan gas dan bahan bakar sebagai sumbu
penyulut peningkatan inflasi
Kerugian konsumen atas pelayanan asuransi BPJS di saat akses ditolak,
dan atau diterima fasilitas kesehatan namun layanan yang kurang sesuai
dari berbagai hal yang dikeluhkan pasien
Kerugian moril konsumen atas pekerjaan pembangunan pemerintah, disaat
hasil pekerjaan dinilai buruk, berdampak kerugian konsumen akibat
pembangunan, seperti akses jalan yang rusak, drainase yang buruk dengan
efek banjir, hilangnya tanah dan bangunan akibat pembangunan
Kerugian konsumen atas produk layanan pemerintah akibat oknum-oknum
dalam mekanisme pengurusan pajak, perizinan maupun adminsitrasi,
seperti halnya kasus pungli
Manakala kerugian-kerugian tersebut menyentuh langsung individu per
individu konsumen terhitung menjadi kerugian massal lalu sudah sejauhmanakah
pemerintah menyiasati kompensasinya sebagai wujud penegakan perlindungan
konsumen atas HAM yang direnggut dan diskriminasi publik teramsuk isolasi
konsumen.
Upaya-upaya startegi dalam menggagas perjuangan dan perlindungan
konsumen, diantaranya :
pencarian investasi modal konsumen dalam pengembaliannya yang akurat
mendobrak citra konsumen dalam bingkai HAM
menginisiasi dukungan konsumen lewat frame media
menggalang dunia siber kekonsumenan dalam era digital
11. Ylbk Majalengka, 2019, Revitalisasi Konsep Perlindungan Konsumen Berbasis Masyarakat 11
menjaring masyarakat konsumen dalam pengawasan ekonomi mikro
mengembangkan komunitas konsumen dari beragam rantai segmentasi dan
transaksi
mengakomodir dan pemfasilitasian keluhan pengaduan atas kerugian
konsumen dalama tahapan upaya peradilan konsumen
Untuk mengetahui signifikasi perlindungan konsumen sedikit banyaknya
dibutuhkan
Konsumen yang berdaya yaitu yang kritis dan berani menyampaikan pendapat
atas kekurangsesuaian produk yang diterima
Konsumen yang awas yaitu konsumen yang mampu merespon gejala indikasi
kerugian-kerugian konsumen di areanya
Konsumen yang cerdas yaitu konsumen yang mampu memilih dan memilah
produk yang dibutuhkannya secara efektif dan efisien