1. Judicial Review Berdasarkan Teori Hierarki ( Stufenbau Theorie, Hans Kelsen : 1881-1973)
Oleh
Denisya Susanti
1220112004
PENDAHULUAN
Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu elemen pokok dalam sistem hukum
nasional. Sebagai suatu sistem, kaidah aturan yang termuat dalam semua bentuk peraturan
perundang-undangan yang tersusun secara hierarkis, berpuncak pada kostitusi sebagai hukum
tertinggi. Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, tidak boleh bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi. jika hal itu terjadi, berlaku asas hukum lex superior derogate legi
inferiori, hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah.1
Hanya dengan kaidah aturan yang tersusun secara hierarkis, hukum sebagai suatu sistem
dapat terbangun. Jika peraturan perundang-undangan saling bertentangan satu dengan yang
lainnya, tidak lagi dapat dilihat sebagai satu kesatuan sistem yang dapat dilaksanakan dan
ditegakkan. Untuk itu, diperlukan mekanisme yang dapat menjamin hierarki peraturan
perundang-undangan yang berpuncak pada konstitusi, yaitu pengujian peraturan perundangundangan. Oleh karena itu, mekanisme tersebut sangat penting artinya dalam upaya
pembangunan sistem hukum nasional dan menegakkan cita negara hukum yang demokratis.2
Pengujian peraturan perundang-undangan di Indonesia, yang disebabkan oleh adanya
pertentangan antara peraturan yang lebih rendah dengan peraturan yang lebih tinggi, merupakan
perpanjangan tangan dari teori jenjang atau teori hierarki atau Stufenbau theory dari Hans
Kelsen. Dalam teori tersebut Kelsen mengemukakan norma yang lebih rendah memperoleh
kekuasaan dari norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
dengan norma yang lebih tinggi. Norma yang lebih tinggi menjadi corong bagi norma yang lebih
rendah, sehingga aturan yang lebih rendah, mempedomani aturan yang lebih tinggi dan
merupakan penjelasan aturan dari aturan yang lebih tinggi, sehingga peraturan yang lebih rendah
1
Kata Pengantar dari Jimly Asshidiqie pada Zainal Arifin Hoesein, 2009, Judicial Review di Mahkamah
Agung Republik Indonesia, Tiga Dekade Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Jakarta, Rajawali Pers.
2
Ibid.,
1|Page
2. tersebut lebih konkrit dari pada peraturan yang lebih tinggi. Seperti hal nya di Indonesia,
Undang-Undang merupakan bentuk konkritisasi dari Undang-Undang Dasar, dan UndangUndang Dasar merupakan konkritisasi dari Pancasila.
MODEL JUDICIAL REVIEW DI INDONESIA
Jika suatu peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi
dalam suatu hierarki perundang-undangan, pengujian dapat dilakukan melalui lembaga yudikatif.
di Amerika pengujian undang-undang dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung, di Jepang
pengujian undang-undang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Di Swiss pengujian konstitusi
dilakukan oleh warga negara3, jadi warga negara yang mengubah Konstitusi melalui referendum.
Sedangkan di Indonesia, dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Ada
ketentuan-ketentuan yang menjadi kewenangan baik Mahkamah Agung maupun Mahkamah
Konstitusi.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi yaitu:4
a. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, untuk
menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar.
b. Memustuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-undang dasar
c. Memutus pembubaran partai politik.
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
e. Mahkamah Konstitusi juga berkewajiban memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau wakil
presiden menurut undang-undang dasar.
Kewenangan Mahkamah Agung yaitu:5
a. Mengadili pada tingkat Kasasi.
3
www.thelocal.ch/page/view/1964, judicial review is the swiss system of direct democracy, which allows
citizens to change the constitution, adding or amending law, if a proposal gets the majoritu of votes in a referendum,
in other words, swiss law is mainly revied by its citizens.
4
Pasal 24 C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5
Pasal 24 A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2|Page
3. b. Menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undangundang.
Terdapat perbedaan kewenangan pengujian terhadap Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi. Hal inilah yang dinamakan judicial review, yaitu pengujian peraturan perundangundangan oleh lembaga yudikatif. Judicial review merupakan pengujian peraturan perundangundangan yang kewenangannya hanya berbatas pada lembaga kekuasaan kehakiman, dan tidak
termasuk didalam nya pengujian oleh lembaga legislative dan eksekutif. Sedangkan pengertian
lainnya yaitu hak atau kewenangan untuk menguji atau hak uji tergantung pada sistem hukum
ditiap-tiap negara, dan termasuk untuk menentukan ke lembaga mana hak itu diberikan
(Toetsingrech).6
Bentuk-bentuk pengujian peraturan perundang-undangan, ada dua macam yaitu:
a. Pengujian formil yaitu pengujian yang dilakukan apabila proses atau prosedur dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Seperti Undang-undang No.12 Tahun 2011 yang mengatur tentang proses dan
prosedur pembentukan undang-undang.
b. pengujian materil yaitu pengujian yang dilakukan terhadap isi atau substansi atau
materi dari peraturan tersebut, apakah substansi nya tidak sesuai atau bertentangan
dengan peraturan yang diatasnya.
Penyebab terjadinya Judicial Review, antara lain:7
a. Bertentangan dengan UUD atau peraturan lain yang lebih tinggi.
b. Dikeluarkan oleh institusi yang tidak bewenang untuk mengeluarkan peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan.
c. Adanya kesalahan dalam proses pembuatan peraturan perundang undangan yang
bersangkutan.
d. Terdapat perbedaan penafsiran terhadap suatu peraturan perundang-undangan.
e. Terdapat ambiguitas atau keragu-raguan dalam penerapan suatu dasar hukum yang perlu
diklarifikasi.
6
Zainal Arifin Hoesein, 2009, Judicial Review di Mahkamah Agung Republik Indonesia, Tiga Dekade
Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 5, dikutip dari Jimly Asshidiqie, modelmodel pengujian Konstitusional di berbagai negara. Hlm. 4 dan hlm. 7.
7
http://elfi-indra.blogspot.com/2011/05/model-judicial-review-di-indonesia-dan.html
3|Page
4. TEORI JENJANG ATAU HIERARKI ( STUFENBAU THEORY)
Doktrin ini, pertama-tama dikemukakan oleh Adofl Merkl dan kemudian disetujui dan
diambil alih oleh Hans Kelsen dan merupakan bagian internal dari reine Rechtslehre.
Salah satu syarat sebuah teori yaitu konsisten dan sederhana, konsisten dalam artian
bahwa teori itu tidak boleh memuat atau mengandung pertentangan internal atau tidak boleh
membawa pada kesimpulan yang saling bertentangan. Ia juga tidak bertentangan dengan teoriteori yang diterima umum dalam ilmu terkait. Kesederhanaan sebuah teori juga dapat dilihat dari
manfaatnya untuk menciptakan ketertiban dalam suatu keseluruhan unsur yang kacau balau.
Suatu teori akan memperlihatkan pertalian suatu fenomena dengan jelas.8 Seperti teori yang
dikemukaan Hans Kelsen, bahwa peraturan hukum keseluruhannya diturunkan dari norma dasar
yang berada di puncak piramid. Norma dasar teratas adalah abstrak dan makin ke bawah semakin
konkret. Teori ini pun tetap menjadi dasar atau icon baik dalam mempelajari ilmu hukum pada
umum nya, dan ilmu perundang-undangan khususnya.
Grundnorm sebagai motor penggerak seluruh sistem hukum, menjadi dasar mengapa
hukum itu harus dipatuhi, dan menjadi dasar pertanggungjawaban mengapa hukum harus
dilaksanakan.9 Grundnorm inilah yang menjadi cikal bakal perkembangan stufenbau theory.
Teori ini melihat hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari susunan norma berbentuk
piramida yang menyatakan bahwa sistem hukum pada hakikatnya merupakan sistem hukum
hierarki dari peringkat terendah hingga peringkat tertinggi. Semakin tinggi peringkat
kedudukannya, semakin abstrak dan umum sifat norma yang dikandungnya dan semakin rendah
peringkatnya, semakin konkret operasional sifat kandungan norma nya. Norma yang lebih
rendah memperoleh kekuasaan dari norma yang lebih tinggi. norma yang paling tinggi yang
menduduki puncak piramida, oleh Kelsen disebut Grundnorm (norma dasar) atau
Unsprungnorm.10
8
Salim, 2009, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, Makasar, Rajawali Pers, hlm, 10-11.
9
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, 2012, Filsafat, Teori dan Ilmu hukum, Jakarta, Rawali
Pers, hlm. 206.
10
Ibid., hlm 207.
4|Page
5. Susunan norma menurut Teori ini yaitu:11
1. Norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm)
2. Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz) atau Grundnorm
3. Undang-undang formal (formell gesetz) atau General norm
4. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung) atau
norm.
Apabila disesuaikan dengan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia dengan
menambahkan pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm, yaitu sebagai berikut:12
a. Pancasila
b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
d. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
e. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Teori jenjang dari Kelsen dikembangkan oleh lagi oleh muridnya, yang bernama Hans
Nawiasky. Berbeda dengan Kelsen, Nawiasky mengkususkan pada norma hukum saja. Sebagai
penganut mahzab hukum positif, Nawiasky mengartikan hukum identik dengan undang-undang.
Teori Nawiasky disebut die lehre von dem stufenbau der rechtsordnung.
11
http://suhendarabas.blogspot.com/2011/05/stufenbau-teori-hans-kelsen-dan.html
12
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1), Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Pada Pasal 7 ayat (1) tersebut, Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
d. Peraturan Pemerintah.
e. Peraturan Presiden.
f. Peraturan Daerah Provinsi.
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
5|Page
6. Dasar-dasar pokok teori kelsen adalah sebagai berikut:
a. Tujuan teori hukum adalah untuk mengurangi kekalutan dan meningkatkan ilmu
pengetahuan.
b. Teori hukum adalah ilmu, bukan kehendak atau keinginan. Ia adalah pengetahuan
tentang hukum yang seharusnya ada.
c. Ilmu hukum adalah normatif, bukan alam.
d. Sebagai suatu teori tentang norma-norma, teori hukum tidak berurusan dengan
persoalan efektifitas norma-norma hukum.
e. Suatu teori tenyang hukum adalah formal, suatu teori tentang cara pengaturan dari isi
yang berubah-ubah menurut jalan atau polsa yang spesifik.
f. Hubungan antara teori hukum dengan suatu sistem hukum positif tertentu adalah
seperti antara hukum yang mungkin dan hukum yang ada.
SEDIKIT TENTANG HANS KELSEN
Ide mengenai Teori Hukum Murni (the Pure Theory of Law) diperkenalkan oleh seorang
filsuf dan ahli hukum terkemuka dari Austria yaitu Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen lahir di
Praha pada 11 Oktober 1881. Keluarganya yang merupakan kelas menengah Yahudi pindah ke
Vienna. Pada 1906, Kelsen mendapatkan gelar doktornya pada bidang hukum. Kelsen memulai
kariernya sebagai seorang teoritisi hukum pada awal abad ke-20. Oleh Kelsen, filosofi hukum
yang ada pada waktu itu dikatakan telah terkontaminasi oleh ideologi politik dan moralitas di
satu sisi, dan telah mengalami reduksi karena ilmu pengetahuan di sisi yang lain. Kelsen
menemukan bahwa dua pereduksi ini telah melemahkan hukum. Oleh karenanya, Kelsen
mengusulkan sebuah bentuk kemurnian teori hukum yang berupaya untuk menjauhkan bentukbentuk reduksi atas hukum. 13
KESIMPULAN
Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu bagian dari sistem hukum. Sebagai
peraturan tertulis, peraturan perundang-undangan memiliki tingkatan-tingkatan yang berpuncak
13
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Hukum_Murni
6|Page
7. pada aturan dasar yang peraturan tersebut berkedudukan tertinggi yang menjadi pedoman bagi
peraturan dibawahnya (stufenbau theory). Peraturan yang lebih rendah, juga tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. apabila terjadi pertentangan antara peraturan
yang lebih rendah dengan peraturan yang lebih tinggi, maka masalah tersebut akan dibawa ke
ranah Judicial Review yang dilakukan di oleh lembaga yudikatif, sebagai pengawas eksternal.
Ajaran Hans Kelsen mengenai teori hierarki ini sangat berpengaruh dalam mewujudkan judicial
review, khusus nya melalui pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar, dan
pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, terhadap undang-undang.
7|Page