2. BAB I
1.PENDAHULUAN
Fungsi Guru sebagai evaluator memegang kunci yang penting karena
akan bisa menentukan tingkat keberhasilan siswa. Untuk itu guru harus
pandai memainkan peranan nya sebelum memberikan evaluasi terhadap
siswa. Guru harus merumuskan dulu apa tujuan dari evaluasi tersebut,
selain itu guru harus pandai menyusun alat evaluasi yang tepat yang akan
di gunakan untuk mengukur tujuan dari apa yang hendak di ukur. Belajar
dan berlatih menyusun alat evaluasi adalah sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang di harapkan. Di dalam
pembelajaran, fungsi guru sebagai evaluator tidak hanya menilai produk
( hasil dari pengajaran ), tetapi juga menilai proses, karena dengan kedua
kegiatan itu akan di peroleh feedback tentang pelaksanaan interaksi
edukatif yang telah di laksanakan.
3. 1.1 Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan,kita ketahui bahwa setiap jenis dan jenjangpendidikan pada waktu-
waktu tertentu/periode pendidikan selalu mengadakan evaluasi, artinya penilaian yang telah
dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun pendidik. Demikian pula setiap kali proses belajar
mengajar, guru hendaknya menjadi evaluator yang baik. Penilaian dilakukan untuk mengetahui
apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau tidak, apakah materi yang diajarkan sudah
dikuasai atau belum oleh siswa, dan apakah metode yang digunakan sudah cukup tepat. Penilaian
perlu dilakukan, karena melalui penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan,
penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan metode mengajar. Tujuan lain penilaian
ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau kelompoknya.
Dalam penilaian, guru dapat menetapkan apakah seorang siswa termasuk dalam kelompok
siswa pandai, sedang, kurang, atau cukup baik di kelasnya, jika dibandingkan dengan teman-
temannya. Dengan menelaah pencapaian tujuan mengajar, guru dapat mengetahui apakah proses
belajar mengajar yang dilakukan cukup efektif, cukup memberikan hasil yang baik dan
memuaskan, atau sebaliknya. Kiranya jelasl bahwa guru harus mampu dan terampil dalam
melaksanakan penilaian, karena dalam penilaian, guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai
oleh siswa setelah ia mengikuti proses belajar mengajar. Dalam fungsinya sebagai penilaian hasil
belajar siswa, guru hendaknya secara terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai
siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan
balik terhadap proses belajar mengajar, di mana umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk
memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian, proses
belajar mengajar akan terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal. Dari
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
4. guru mempunyai peranan utama dan sangat menentukan dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar, karena kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa kedudukan dan peranan guru sebagai evaluator?
1.2.2 Apa pengertian, tujuan, dan fungsi evaluasi?
1.2.3 Apa prinsip-prinsip dan teknik evaluasi?
1.2.4 Bagaimana cara menyusun tes?
1.2.5 Bagaimana cara menganalisis hasil tes?
1.2.6 Bagaimana cara memberi nilai hasil tes?
1.3 Tujuan Pembahasan
1.3.1 Mengetahui kedudukan dan peranan guru sebagai evaluator.
1.3.2 Mengetahui pengertian, tujuan, dan fungsi evaluasi.
1.3.3 Mengetahui prinsip-prinsip dan teknik evaluasi.
1.3.4 Mengetahui cara menyusun tes.
1.3.5 Mengetahui cara menganalisis hasil tes.
1.3.6 Mengetahui cara member nilai hasil tes.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kedudukan dan Peranan Guru Sebagai Evaluator
Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai
pengajar, pendidik dan sebagai evaluator dan sebagai pegawai. Yang paling utama ialah
kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. Bedasarkan kedudukannya
sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan
5. yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat. Apa yang dituntut dari guru dalam aspek etis,
intelektual dan sosial lebih tinggi dari pada yang dituntut dari orang dewasa lainnya. Guru
sebagai pendidik dan Pembina generasi muda harus menjadi teladan, didalam maupun diluar
sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24 jam sehari. Dimana dan
kapan saja ia akan selalu dipandang sebagai guru yang harus memperlihatkan kelakuan yang
dapat ditiru oleh masyarakat, khususnya oleh anak didik.
Penyimpangan dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sorotan dan kecaman yang lebih
tajam. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti berjudi, mabuk,
pelanggaran seks, korupsi atau ngebut, namun kalau guru melakukannya maka dianggap sangat
serius . Guru yang berbuat demikian akan dapat merusak murid-murid yang dipercayakan
kepadanya. Orang yang kurang bermoral dianggap tidak akan mungkin menghasilkan anak didik
yang mempunyai etik tinggi.
Sebaliknya harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru.
Guru-guru memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan yang layak bagi guru dan
menjadikannya sebagai norma kelakuan dalam segala situasi sosial di dalam dan di luar sekolah.
Ini akan terjadi bila guru menginternalisasi norma-norma itu sehingga menjadi bagian dari
pribadinya. Ada norma-norma yang umum bagi semua guru di suatu Negara, adapula yang di
tentukan oleh norma-norma yang khas yang berlaku di daerah tertentu menurut adat istiadat yang
terdapat dilingkungan itu.
Kedudukan guru juga ditentukan oleh fakta bahwa ia seorang dewasa . Dalam masyarakat kita
orang yang lebih tua harus di hormati. Oleh sebab guru lebih tua daripada muridnya maka
berdasarkan usianya ia mempunyai kedudukan yang harus dihormati, apalagi karena guru juga
dipandang sebagai pengganti orang tua. Hormat anak terhadap orang tuanya sendiri harus pula
diperlihatkannya terhadap gurunya dan sebaliknya guru harus pula dapat memandang murid
6. Adapun sejumlah kegiatan yang harus dilakukan guru sejalan dengan peranannya sebagai
evaluator dalam interaksi belajar-mengajar ini adalah:
1.Memahami sejumlah prinsip yang bersangkutan dengan penilaian terhadap rancangan program,
pelaksanaan program serta penilaian hasil belajar, baik yang dimanfaatkan untuk memahami
tingkat pencapaian tujuan pengajaran maupun tingkat penguasaan materi pengajaran.
2.Berusaha mengidentifikasi fungsi dan pemanfaatan lanjut dari evaluasi, misalnya apakah
berkaitan dengan perbaikan rancangan program karena hasil belajar ternyata tidak sesuai dengan
situasi belajar-mengajar yang akan diciptakan, untuk mengadakan bimbingan belajar, bimbingan
pribadi atau mungkin juga bersangkutan dengan pelaksanaan program itu sendiri.
3.Merancang alat pengukur yang akan digunakan, baik dalam kaitannya dengan penilaian
rancangan program pengajaran, pelaksanaan pengajaran, terutama yang bersangkutan dengan
rancangan tes yang memiliki sasaran siswa sebagai subjek belajar.
4.Mengembangkan rancangan tes sesuai dengan bentuk yes yang telah ditetapkan, sesuai dengan
tujuan serta pengalaman belajar yang dimiliki siswa.
5.Berusaha memahami tingkat kelebihan alat pengukur yang digunakan.
6.Mengadministrasikan tes, baik dari pemberian skor, penentuan hasil, pengarsipan, dan
penyimpanan alat ukur.
7.Menyusun bahan umpan-balik hasil tes terhadap siswa maupun guru itu sendiri sebagai
perancang maupun pelaksana program dalam interaksi belajr-mengajar. (Masnur,Hasanah,
Bassenang,1987)
2.2 Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Evaluasi Pendidikan
2.2.1 Pengertian Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
7. Memang tidak semua orang menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan
evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan
penilaian.
Dari dua kalimat di atas kita sudah menemui tiga buah istilah yaitu: evaluasi, pengukuran dan
penilaian. Sementara orang memang lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai
suatu pengertian yang sama sehingga dalam memaknainya hanya tergantung dari kata mana yang
sedang siap untuk diucapkannya. Akan tetapi sementara orang yang lain, membadakan ketiga
istilah tersebut. Dan untuk memahami apa persamaan, perbedaan, ataupun hubungan antara
ketiganya, dapat dipahami melalui contoh-contoh di bawah ini:
1.Apabila ada orang yang akan member sebatang pensil kepada kita, dan kita disuruh memilih
antara dua pensil yang tidak sama panjangnya, maka tentu saja kita akan memilih yang
“panjang”. Kita tidak akan memilih yang “pendek” kecuali ada alasan yang khusus.
2.Pasar, merupakan suatu tempat bertemunya orang-orang yang akan menjual dan membeli.
Sebelum menentukan barang yang akan dibelinya, seorang pembeli akan memilih dahulu mana
barang yang lebih “baik” menurut ukurannya.
Dua langkah kegiatan yang dilalui sebelum mengambil barang untuk kita, itulah yang disebut
mengadakan evaluasi, yakni mengukur dan menilai. Kita tidak dapat mengatakan penilaian
sebelum kita mengadakan pengukuran.
•Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif.
•Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk.
Penilaian bersifat kualitatif.
•Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni mengukur dan menilai.
8. Dalam istilah asingnya, pengukuran adalah measurement, sedang penilaian adalah evaluation.
Dari kata evalution inilah diperoleh kata Indonesia evaluasi yang berarti menilai (tetapi dilakukan
dengan mengukur terlebih dahulu)
(Suharsimi, 1984)
2.2.2 Tujuan evaluasi pendidikan
Evaluasi pendidikan adalah kegiatan menilai yang terjadi dalam kegiatan pendidikan. Guru
ataupun pengelola pengajaran mengadakan penilaian dengan maksud melihat apakah usaha yang
dilakukan melalui pengajaran sudah mencapai tujuan.
Apabila sekolah diumpamakan sebagai tempat mengolah sesuatu dan calon siswa diumpamakan
sebagai bahan mentah maka lulusan dari sekolah iu dapat disamakan dengan hasil olahan yang
sudah siap digunakan. Dalam istilah inovasi yang menggunakan teknologi maka tempat
pengolahan ini disebut transformasi.
Tujuan utama melakukan evaluasi dalam proses belajar-mengajar adalah untuk mendapatkan
informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa sehingga
dapat diupayakan tindak lanjutnya. Tindak lanjut termaksud merupakan fungsi evaluasi dan dapat
berupa:
•Penempatan pada tempat yang tepat
•Pemberian umpan balik
•Diagnosis kesulitan belajar siswa
•Penentuan kelulusan
2.2.3 Fungsi Evaluasi Pendidikan
Dengan mengetahui manfaat evaluasi ditinjau dari berbagai segi dalam sistem pendidikan, maka
dengan cara lain dapat dikatakan bahwa fungsi evaluasi ada beberapa hal:
9. 1.Evaluasi berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan evaluasi guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi terhadap
siswanya. Seleksi itusendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain:
1.Untuk memilih siswa yang dapat diterima disekolah tertentu
2.Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
3.Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
4.Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah dan sebagainya.
2. Evaluasi berfungsi diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi persyaratan, maka dengan meliha
hasilnaya, guru akan mengetahuai kelemahan siswa. Di samping itu diketahui pula sebab-
musabab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan evaluasi, sebenarnya guru mengadakan
diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya sebab-seba
kelemahan ini, akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasi.
3.Evaluasi berfungsi sebagai penempatan
Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan di Negara barat adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri
dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket belajar, baik itu berbentuk modul maupun paket
belajar yang lain. Sebagai alasan dari timbulnya sistem ini adalah adanya pengakuan yang besar terhadap
kemampuan individual. Setiap siswa sejak lahirnya telah membawa bakar sendiri-sendiri sehingga pelajaran
akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Akan tetapi disebabkan keterbatasan
sarana dan tenaga, pendidikan yang bersifat individual kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan. Pendekata
yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan adalah pengajaran secara kelompok. Untuk dapat
menentukan dengan pasti dikelompok
10. mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu evaluasi. Sekompok siswa
yang mempunyai hasil evaluasi yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama
dalam belajar.
4..Evaluasi berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan
Fungsi keempat dari evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu
program berhasil diterapkan. Keberhasilan program ditentukan oleh beberapa factor
yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana dan sistem kurikulum.
2.3 Prinsip-prinsip dan teknik Evaluasi
2.3.1 Prinsip-prinsip Evaluasi
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi.
Betapapun baiknya prosedur evaluasi diikuti dan sempunanya teknik evaluasi
diterapkan, apabila tidak dipadukan dengan prinsip-prinsip penunjangnya maka hasil
evaluasi pun kurang akan kurang dari yang diharapkan. Prinsip-prinsip termaksud
adalah sebagai berikut:
1.Keterpaduan
Evaluasi merupakan komponen integral dalam program pengajaran di samping tukuan
instruksional dan materi serta metode pengajaran. Tujuan instruksional, materi dan
metode pengajaran, serta evaluasi merupakan tiga kesatuan terpadu yang tidak boleh
dipisahkan. Karena itu, perencanaan evaluasi harus sudah ditetapkan pada waktu
menyusun satuan pengajaran sehingga dapat disesuaikan secara harmonis dengan tujuan
instruksional dan materi pengajaran yang hendak disajikan.
2.Keterlibatan siswa
11. Prinsip ini berkaitan erat dengan metode belajar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif)yang menuntut
keterlibatan siswa secara aktif, siswa mutlak. Untuk dapat mengetahui sejauh mana siswa
berhasil dalam kegiatan belajar-mengajar yang dijalaninya secara aktif, siswa membutuhkan
evaluasi. Dengan demikian, evaluasi bagi siswa merupakan kebutuhan, bukan swauatu yang ingin
dihindari. Penyajian evaluasioleh guru merupakan upaya guru untuk memenuhi kebutuhan siswa
akan informasi mangenai kemajuannya dalam program belajar-mengajar. Siswa akan merasa
kecewa apabila usahanya tidak dievaluasi.
3.Koherensi
Dengan prinsip koherensi dimaksudkan evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang
sudah disajikan dan sesuai dengan ranah kemampuan yang hendak diukur. Tidak dapat
dibenarkan menyusun alat evaluasi hasil belajar atau evaluasi pencapaian belajar yang
mengukurbahan yang belum disajika dalam kegiatan belajar-mengajar. Demikian pula tidak
diterima apabila alat evaluasi berisi butir yang tidak berkaitan dengan bidang kemampuan yang
hendak diukur.
4.Pedagogis
Disamping sebagai alat penilai hasil/pencapaian belajar, evaluasi juga perlu diterapkan sebagai
upaya perbaikan sikap dan tingkah laku ditinjau dari segi pedagigis. Evaluasi dan hasilnya
hendaknya dapat dipakai sebagai alat motivasi untuk siswa dalam kegiatan belajarnya. Hasil
evaluasi hendaknya dirasakan sebagai ganjaran (reward) yakni sebagai penghargaan bagi yang
berhasil tetapi merupakan hukuman bagi yang tidak/kurang berhasil.
5.Akuntabilitas
Sejauh mana keberhasilan program pengajaran perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
dengan pendidikan sebagai laporan pertanggungjawaban (accountability). Pihak-pihak termaksud antara lain
orang tua, calon majikan, masyarakatlingkungan pada umumnya, dan lembaga
12. pendidikan sendiri. Pihak-pihak ini perlu mengetahui keadaan kemajuan belajar siswa
agar dapat dipertimbangkan pemanfaatannya.
2.3.2 Teknik Evaluasi
Secara garis besar, teknik evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi 2
macam, yaitu: teknik tes dan teknik non-tes.
1.Teknik non-tes
Ada beberapa teknik non-tes yaitu:
1.Skala bertingkat (rating scale)
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil
pertimbangan. Sebagai contoh adalah skor atau biji yang diberikan oleh guru di sekolah
untuk menggambarkan tingkat prestasi belajar siswa. Siswa yang mendapat skor 8,
digambarkan ditempat yang lebih kanan dalam skala, dibandingkan penggambaran skor
5.
Biasanya angka-angka yang digunakan diterangkan pada skala dengan jarak yang
sama. Meletakkannya secara bertingkat dari yang rendah ke yang tinggi. Dengan
demikian maka skala ini dinamakan skala bertingkat.
2.Kuesioner
Kuesioner juga sering dikenal sebagai angket. Pada dasarnya, kuesioner adalah
sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden).
Dengan kuesioner ini orang dapat diketahui tentang keadaan / data diri, pengalaman,
pengetahuan sikap atau pendapatnya dan lain-lain. Tentang macam-macam kuesioner,
dapat ditinjau dari beberapa segi:
13. 1) Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, maka ada:
a) Kuesioner langsung
Kuesioner dikatakan langsung jika kuesioner tersebut dikirimkan dan diisi langsung
oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.
b) Kuesioner tidak langsung
Kuesioner tidak langsung adalah kuesioner yang dikirimkan dan diisi oleh bukan orang
yang dimintai keterangannya. Kuesioner tidak langsung biasanya digunakan untuk
mencari informasi tentang bahan, anak, saudara, tetangga dan sebagainya.
2) Ditinjau dari segi cara menjawab:
a) Kuesioner tertutup.
Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban
langkah sehingga pengisi hanya tinggal member tanda pada jawaban yang dipilih.
Contoh :
Tingkat pendidikan yang sekarang Anda ikuti adalah:
SD SLTP SLTU Perguruan Tinggi
Tanda cek (V) di bubuhkan pada kotak di depan “perguruan tinggi” jika pengisi
berstatus mahasiswa.
b) Kuesioner terbuka
Kuesioner terbuka adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas
mengemukakan pendapatnya. Kuesioner terbuka disusun apabila
14. Pernyataan Penting Biasa Tidak penting
1. Melihat pemandangan
2. Olahraga tiap hari
3. Melihat film
macam jawaban pengisi belum terperinci dengan jelas sehingga jawabannya adalah beranekaragam.
Contoh:
Untuk membimbing mahasiswa kea rah kebiasaan membaca buku-buku asing, maka sebaiknya setiap dosen
menunjuk buku asing sebagai salah satu buku wajib. Bagaimana pendapat saudara?
Jawaban :………………………………………….
1.Daftar cocok (check list)
Yang dimaksud dengan daftar cocok adalah deretan pertanyaan (yang biasanya disingkat-singkat), dimana
responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok ( ) di tempat yang sudah disediakan.
Contoh : berikan tanda cek pada kolom yang sesuai dengan pendapat saudara.
2.Wawancara (interview)
Wawancara adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari
responden dengan jalan Tanya jawab sepihak.Dikatakan sepihak karena dalam
wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan
pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi.
Wawancara dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
15. a) Interview bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan
pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi.
b) Interview terpimpin, yaitu interview yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu. Jadi dalam hal ini
responden pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan
oleh penanya. Pertanyaan itu kadang-kadang bersifat sebagai pemimpin, mengarahkan dan
penjawab sudah dipimpin oleh sebuah daftar cocok, sehingga dalam menuliskan jawaban, ia
tinggal membubuhkan tanda cocok ditempat yang sesuai dengan keadaan responden.
3.Pengamatan (observation)
Pengamatan adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara
teliti serta pencatatan secara sistematis.
Ada 3 macam observasi:
1) Observasi partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu
pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati. Observasi
partisipan dilaksanakan sepenuhnya jka pengamat betul-betul mengikuti kegiatan kelompok,
bukan hanya pura-pura. Dengan demikian ia dapat menghayati dan merasakan seperti apa yang
dirasakan orang-orang dalam kelompok yang diamati.
2) Observasi sistematik, yaitu observasi dimana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar
secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Berbeda dengan observasi partisipan,
maka dalam observasi sistematik ini pengamat berada di luar kelompok. Dengan demikian maka
pengamat tidak dibingungkan oleh situasi yang melingkungi dirinya.
16. 3) Observasi eksperimental, terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam
kelompok. Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsure-unsur penting dalam situasi
sedemikian rupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi.
4.Riwayat hidup
Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa
kehidupnya. Dengan mempelajari riwayat hidup, maka subjek evaluasi akan dapat
menarik suatu kesimpulan temtang kepribadian kebiasaan dan sikap dari objek yang
dimulai.
2. Teknik tes
Tes merupakan suatu alat pengumpul informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-
alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan.
Ditinjau dari segi kegunaanuntuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya 3
macam tes, yaitu:
a) Tes diagnostik
Tes diagnostik adalah yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa
sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian
perlakuan yang tepat.
b) Tes formatif
Dari arti kata “form” yang merupakan dasar dari istilah “formatif” maka evaluasi
formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah
mengikuti sesuatu program tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini tes formatif dapat
juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran.
17. TIK dan Aspek tingkah laku
Ingatan Pemahaman Aplikasi Keterangan
1. Sisawa dapat menjumlah kan 2 bilangan
bersusun
V V
Evaluasi formatif atau tes formatif diberikan pada akhir setiap program. Tes ini merupakan post-test atau res
akhir proses.
c) Tes sumatif
Evaluasi simatif atau tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau
sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman di sekolah, tes formatif dapat disamakan dengan
ulangan harian, sedangkan res sumatif ini dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya
dilaksanakan pada tiap akhir catur wulan atau akhir semester.
(Daryanto,2007)
2.4 Langkah-langkah penyusunan tes
Tentu saja setiap guru akan dengan mudah mengatakan bagian pelajaran mana yang akan dicakup dalam
sebuah tes jika sudah diketahui tujuannya. Urutan langkah yang dilakukan adalah:
1.Menentukan tujuan mengadakan tes.
2.Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan.
3.Merumuskan tujuan instruksional khusus (TIK) dari tiap bagian bahan.
4.Menderetkan semua TIK dalam tabel persiapan yang memuat pula aspek tingkah laku terkandung dalam
TIK itu. Tabel ini digunakan untuk mengadakan identifikasi terhadap tingkah laku yang dikehendaki, agar
tidak terlewati.
Contoh :
Tabel TIK dan aspek tingkah laku yang dicakup.
18. Bilangan bersusun
1. Siswa dapat menerangkan hukum komulatif
dan sebagainya
V V
1.Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi, aspek berpikir yang diukurbeserta
imbangan antara kedua hal tersebut. Uraian secara terperinci tentang tabel spesifikasi
, akan disajikan bada bab berikutnya.
2.Menuliskan butir-butir soal, didasarkan atas TIK-TIK yang sudah dituliskan pada tabel TIK dan
aspek tingkah laku yang dicakup. Apabila TIK ditulis sangat khusus, maka satu TIK diukur
oleh satu butir soal. jika TIKitu merupakan TIKesensial, maka satu TIK dapat diukur dengan
lebih dengan satu butir soal.
(Suharsimi,1984))
2.5 Menganalisis Hasil Tes
2.5.1 Menilai tes yang dibuat sendiri
Ada 4 cara untuk menilai tes, yaitu:
1.Cara pertama meneliti secara jujur soal-soal yang sudah disusun, kadang-kadang dapat
diperoleh jawaban tentang ketidakjelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran dan lain-lain
keadaan soal tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain:
(1) Apakah pertanyaan soal untuk tiap topik sudah seimbang?
(2) Apakah semua soal menanyakan bahan yang telah diajarkan
19. (3) Apakah soal yang kita susun tidak merupakan pertanyaan yang membingungkan?
(4) Apakah soal itu tidak sukar untuk dimengerti?
(5) Apakah soal itu dapat dikerjakan oleh sebagian besar siswa?
2.Cara kedua adalah mengadakan analisis soal (terms analysis)
Analisis soal adalah suatu proses yang sistematis, yang akan memberikan informasi-
informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang kita susun.
Faedah mengadakan analisis soal:
(1) Membantu kita dalam mengidentifikasi bitur-butir soal yang jelek
(2) Memperoleh informasi yang akan dapat digunakan untuk menyempurnakan soal-
soal untuk kepentingan lebih lanjut.
(3) Memperoleh gambaran secara selintas tentang keadaan yang kita susun.
3.Cara ketiga adalah mengadakan checking validitas. Validitas yang paling penting dari
tes buatn guru adalah validitas kulikuler (content validity). Utuk mengadakan checking
validitas kulikuler, kita harus merumuskan tujuan setiap bagian pelajaran secara khusus
dan jelas sehingga setiap soal dapat kita jodohkan dengan setiap tujuan khusus tersebut.
Tes yang tidak mempunyai validitas kulikuler atau walaupun mempunyai tetapi kecil,
maka dapat juga terjadi jika salah satu atau beberapa tujuan khusus tidak dicantumkan
dalam tabel spesifik. Semakin banyak tujuan khusus yang tidak dicantumkan, berarti
bahwa validitas kulikulernya semakin kecil
20. 4.Cara keempat adalah dengan mengadakan Checking reabilita. Salah satu indicator untuk tes
yang mempunyai reliabilitas yang tinggi adalah bahwa kebanyakan dari soal-soal tes itu
mempunyai daya pembeda yang tinggi.
2.5.2 Analisis Butir-butir Soal
Analisis soal antara lain bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang
baik, dan soal yang jelek. Dengan analisis soal dapat diperoleh informasi tentang kejelekan
sebuah soal dan “petunjuk” untuk mengadakan perbaikan.
Kapan sebuah soal dikatakan baik? Untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini, perlu
diterangkan tiga masalah yang berhubungan dengan analisis soal, yaitu:
1. Taraf kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu
mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal
yang terlalu sukar akan menyababkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat
untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.
2.Daya pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang
pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan remdah). Angka yang
menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks kesukaran, indeks diskriminasi (daya
pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal
tanda negatif (-), tetapi pada indeks diskriminasi ada tamda negatif. Tanda negative pada indeks
diskriminasi digunakan jika sesuatu soal “terbalik” menunjukkan kualitas testee. Yitu anak pandai
disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai.
21. 3. Pola jawaban soal
Yang dimaksud dengan pola jawaban disini adalah distribusi testee dalam hal menentukan
pilihan jawabanpada soal bentuk pilihan ganda. Pola jawaban soal diperoleh dengan menghitung
banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban a, b, c, atau d yang tidak memilih pilihan
manapun (blangko). Dalam evaluasi disebut omit, disingkat O.
Dari pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi sebagai
pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti
pengecoh itu jelek, terlalu menyolok menyesatkan. Sebaliknya sebuah pengecoh dapat dikatakan
berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi
pengikut-pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan.
Dengan melihat pola jawaban soal, dapat diketahui:
(1) Taraf kesukaran soal.
(2) Taraf pembeda soal.
(3) Baik dan tidaknya distraktor.
Sesuatu distraktor dapat diperlakukan dengan 3 cara:
a) Diterima, karena sudah baik.
b) Ditolak karena tidak baik
c) Ditulis kembali, karena kurang baik.
Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis
kembali, dengan perubahan seperlunya.
Menulis soal adalah suatu kesukaran yang sulit, sehingga apabila masih dapat
22. Menulis soal adalah suatu kesukaran yang sulit, sehingga apabila masih dapat distraktor dapat
dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih 5% pengikut tes.
(evaluasi pendidikan, daryanto)
2.6 Pemberian Nilai
Pemberian nilai (grading) merupakan proses penerjemahan skor hasil tes yang telah
dikonversikan., kedalam klasifikasi evaluasi menurut norma atau kriteria yang relevan.
Apa yang terjadi selama ini, banyak di antara para guru sendiri yang masih mencampuradukkan
antara dua pengertian yaitu skor dan nilai.
Skor : adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka
bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa.
Nilai : adalah angka ubahan dari skor, dimana sudah dijadikan satu dengan skor-skor lain
serta telah disesuaikan pengaturannya dengan suatu standar tertentu. (dasar2 evaluasi pendidikan,
suharsimi)
2.6.1 Penilaian Relatif
Penilaina relative adalah pemberian nilai terhadap siswa yang didasarkan atas norma kelas atau
norma kelompok yaitu dengan menentukan posisi relatifnya terhadap siswa lain. Nama lain untuk
penilain relatif adalah norm-referenced evaluation.
Norma sendiri berarti rata-rata, yang menunukkan kepada kecenderungan umum suatu
kelompok. Karakteristik distribusi hasil tes akan sangat menentukan skor yang menjdai batas
angka yang sesuai dengan norma penilaiain yang berlaku bagi masing-masing kelompok siswa
yang bersangkutan. Skor yang menjadi batasan angka yang sesuai dengan norma itu baru dapat
dihitung bila data skor tes
23. telah diperoleh akan tetapi norma penilaiannya sendiri harus sudah ditetapkan terlebih dahulu.
Berikut ini adalah uraian mengenai beberapa prosedur pemberian nilai relatif.
1.Penilaian dengan persentil
Salah satu prosedur penilaian relatif adalah dengan menggunakan persentil (pn) yang dihitung
dari distribusi skor kelas. Dengan cara ini ditentukan terlebih dahulu suatu norma penilaian yang
diinginkan.
Norma tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
E D C B A
(10%) (20%) (40%) (25%) (5%)
P10 P30 P70 P95
Selanjutnya, apabila distribusi skor para siswa telah didapat, keempat skor presentil yang telah
ditentukan itu dihitung. Setelah harga masing-masing persentil ditemukan, maka skor mentah
para siswa dapat diterjemahkan kedalam nilai huruf yang dikehendaki semula.
2.Penilaian dengan skor standar
Pemberian nilai yang menggunakan skor standar dilakukan dengan mengubah skor hasil tes siswa
ke dalam bentuk penyimpangannya dari mean dalam satu deviasi srandar. Dalam hal ini pun
suatu pedoman pemberian nilai yang merupakan norma, ditentukan terlebih dahulu.
Sebagai suatu contoh, untuk memberikan suatu nilai dalam lima kategori seperti di atas,
ditetapkan terlebih dahulu norma
24. 3.Penilaian dengan stanine
Stanine (dibaca stenain) adalah semacam skor standar yang membagi distribusi frekuensi
skor kedalam Sembilan bagian. Istilah stanine berasal dari kata standard nine.
Dalam system penilaian ini, angka stanine yang tertinggi adalah 9 dan yang terendah adalah
1 sehingga terdapat 9 klasifikasi nilai dengan angka 5 terletak ditengah-tengah klasifikasi.
Distribusi stanine merupakan distribusi skor standar yang memiliki mean sebesar 5 dan deviasi
standar sebesar 1. Setiap nilai stanine, kecuali 0 dan 1, mencakup sebaran skor mentah yang
luasnya 0,50s.
Stanine 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Presentase 4% 7% 12% 17% 20% 17% 12% 7% 4%
2.6.2 Penilain Absolut
Penilaian absolut adalah pemberian nilai yang didasarkan atas tercapainya suatu standar atau
criteria penguasaan (competence) tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Penilaian absolut tidak membandingkan posisi atau kedudukan relatif sibjek yang satu
dengan posisi subjek yang lain dalam kelompoknya akan tetapi melihat apakah performansi
subjek sudah mencapai batas tertentu. Dengan kata lain, penilaian absolute akan melihat apakah
subjek mampu melakukan tugas spesifik yang ada dalam tes. Karena itu pula, penilaian absolute
biasanya dipergunakan dalam mastery testing dimana setiap tujuan tes dinyatakan dalam tugas-
tugas spesifik secara tegas. Kriteria sebagai ukuran penugasan yang diindikasikan oleh
performansi subjek dapat berupa kecepatan penyelesaian, kecermatan pengerjaan, ataupun
persentase aitem yang dapat dijawab dengan benar.
25. 2.6.3 Penilaian Kombinasi
Prosedur penilain relatif maupun penilaian absolut yang diterapkan
seperti apa adanya tidak selalu dapat memuaskan. Bahkan kadang-
kadang tidak mungkin untuk dilakukan. Hal tersebut disebabkan keadaan
distribusi skor hasil tes yang tidak selalu mumanuhi asumsi tertentu
sebagai syarat penggunaan salah satu prosedur yang bersangkutan atau
disebabkan alas an-alasan praktis dan pertimbangan-pertimbangan
didaktik lain.
Menghadapi kemungkinan tidak dapatnya penerapan prosedur
penilaian relatif atau absolut secara murni, suatu kombinasi dari kedua
prosedur tersebut dapat digunakan sebagai jalan keluar.
Gambaran Sederhana prosedur kombinasi ini adalah penetapan lebih
dahulu suatu skor sebagai criteria yang harus dicapaioleh siswa
kemudian penerapan norma penilaian relatif pada kelompok siswa yang
melampaui criteria tersebut.
(Saifudin Azwar,1996)
26. BAB III
3.PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya guru sebagai evaluator harus
memahami dan menguasai sejumlah prinsip yang
bersangkutan dengan penilaian terhadap rancangan
program, pelaksanaan program serta penilaian hasil
belajar, baik yang dimanfaatkan untuk memahami
tingkat pencapaian tujuan pengajaran maupun
tingkat penguasaan materi pengajaran.
27. 3.2 Saran
Agar tujuan pembelajaran dapat berhasil dan predikat
guru sebagai guru professional yang diidolakan maka
guru bersama-sama saling intropeksi sudah sampai
sejauh mana peran para guru dalam melaksanakan
tugas pendidikan. Janganlah kita hanyamenuntut hak
tapi lalai dalam melaksanakan tugas, tetapi marilah
kita melaksanakan tugas kita sebaik-baik nya
kemudian kita menuntut hak kita. Sebagai ujung
tombak dalam keberhasilan pembelajaran, marilah
menjadi guru yag professional demi keberhasilan
pembelajaran dalam pendidikan
28. 3.3. Daftar Pustaka
Sujadi,Hamid.1990.Panduan Penilaian Terhadap Siswa. Surabaya : Universitas
Surabaya
Usman,Uzer. 2002. Menjadi Guru Profesional . Jakarta : PT. Gramedia
Wahyuni, Eliza. 1997. Modul Pedoman Guru Sebagai Evaluator. Solo : Balai Pustaka
Website : http:e-resourses.pnri.go.id
Suharsimi.1984. .Pengertian,Tujuan,dan Fungsi Evaluasi Pendidikan.Jakarta :
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia
Masnur, Hasanah & Bassenang,1987.Peranan Guru.Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada Press
Nasution.1995.Kedudukan Guru dan Peranan Guru Sebagai Evaluator. Jakarta :
Universitas Negeri Jakarta
Azwar ,Saifudin.1996.Pemberian Nilai Terhadap Siswa. Yogyakarta :
Universitas Terbuka
Daryanto.2007.Teknik Evaluasi. Jakarta : PT. Gelora Aksara