Materi Pertemuan 3 Bagian 1 Materi Pertemuan 3 Bagian 1.pptx
Anlss erpa, sia,_ind
1. MAKALAH
ANALISIS EROPA, ASIA, DAN INDONESIA DALAM MENGATASI TINDAKAN
KORUPSI
Dosen Pembimbing :
Mujaid Kumkelo, M. Hi
Oleh :
Nuril Nuzulia (08140019)
JURUSAN PGMI
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGARI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2011
2. PENDAHULUAN
BAB 1
A. LATAR BELAKANG
Saat ini fenomena korupsi terjadi di hampir semua negara, baik negara maju
maupun negara berkembang. Namun demikian, di negara berkembang, tingkat korupsi
cenderung tinggi dibandingkan dengan negara maju. Korupsi juga menciptakan ketidak
seimbangan dan ketidak adilan di masyarakat, sehingga korupsi sebenarnya merupakan
persoalan yang kritis. Hal ini tidak lain karena praktik korupsi sangat mempengaruhi
kinerja ekonomi dan pembangunan suatu negara.
Dibutuhkan juga upaya penegakan hukum sebagai mekanisme solusi sosial untuk
menyelesaikan konflik kepentingan, penumpukkan kekayaan pribadi, dan resiko suap
menyuap. Harus ada tekanan hukum yang menyakitkan bagi para koruptor. Terutama di
negara-negara Eropa.
Berikut ini peneliti akan memaparkan analisis tentang mengatasi tindakan korupsi
di Eropa, Asia, dan Indonesia. Dengan begini diharapkan kita lebih mengerti
perbandingan antara Eropa, Asia, dan Indonesia dalam mengatasi tindakan korupsi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana hukum pemberantasan korupsi Negara terkaya dan termiskin di Eropa?
2. Bagaimana hukum pemberantasan korupsi Negara terkaya dan termiskin di Asia?
3. Bagaimana hukum pemberantasan korupsi di Indonesia?
4. Bagaimana perbandingan antara Eropa, Asia, dan Indonesia dalam mengatasi tindakan
korupsi?
C. TUJUAN
1. Agar mengetahui hukum pemberantasan korupsi Negara terkaya dan termiskin di
Eropa
2. Agar mengetahui hukum pemberantasan korupsi Negara terkaya dan termiskin di Asia
3. Agar mengetahui hukum pemberantasan korupsi di Indonesia
4. Agar mengetahui perbandingan antara Eropa, Asia, dan Indonesia dalam mengatasi
tindakan korupsi.
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. HUKUM PEMBERANTASAN KORUPSI DI EROPA
1. Hukum Pemberantasan Korupsi di Belanda
Apa yang paling mempengaruhi Belanda sehingga menjadi 10 negara terbaik di
dunia? Mungkin jawabannya adalah tingkat korupsi di Negeri Belanda yang relatif
rendah. Mengapa? Karena "Kehebatan suatu negara bisa dilihat dari tingkat korupsinya."
Pada tahun 2010, Belanda masuk ke dalam jajaran "the least corrupt country" Ini
merupakan hasil survey dari Corruption Perceptions Index (CPI) pada tahun 2010 dan
Belanda menempati peringkat ke tujuh dengan score 8,9.
Di Belanda, orang kaya yang didakwa terlibat kejahatan biasanya akan jadi miskin.
Biasanya negara akan "menggunduli" kekayaannya dengan dua alasan.
1) Pertama kekayaan itu dicurigai diperoleh secara tidak sah.
2) Kedua karena khawatir kekayaan itu akan digunakan si terdakwa untuk berbuat macam-
macam sehingga ia bebas dari pengadilan.
Bagaimana persisnya kejaksaan melakukan penggundulan kalangan yang baru
dicurigai menjadi kaya karena perbuatan kriminal?
Buro Ontnemingen Openbaar Ministerie (BOOM), artinya Biro Penyitaan
Kejaksaan, melaksanakan apa yang disebut Plukze wet, yaitu UU Penggundulan. UU ini
mulai berlaku pada tahun 1993. Biro Penyitaan berunding mengenai penyitaan dan
penyelesaian di luar pengadilan. Biro inkaso yang akan melakukan penyitaan. Selain
menyita uang yang diperoleh melalui tindak kriminal, Biro Penyitaan juga menyita barang
yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
Pemberantasan korupsi berjalan baik meskipun memiliki berbagai hambatan. Dan
organisasi yang diberi wewenang penegakan hukum dalam isu korupsi ini adalah
Rijksrecherche, cabang dari kepolisian yang melakukan investigasi secara independen dan
obyektif, serta berada langsung di bawah Jaksa Agung. Rijksrecherche memiliki unit
intelijen khusus dengan tugas utama mendeteksi adanya tindak korupsi, dan didukung oleh
19 kejaksaan negeri.
Dari tindakan hukum yang tegas inilah, yang membuat Belanda menjadi negara yang
aman, nyaman dan layak huni. Pantaslah, jika Negeri Kincir Angin ini menjadi 1 dari 10
4. Negara terbaik di dunia. Karena Sistem Pemerintahan yang baik, akan menghasilkan
sebuah negara yang baik pula. Sangat luar biasa sekali negara belanda dalam mengangani
kasus korupsi sehingga banyak negara-negara yang belajar pada negara tersebut. Baru-baru
ini Sebanyak 17 orang pegiat pendidikan anti-korupsi Indonesia memperdalam
pendidikan berbasis nilai bagi siswa sekolah menengah selama tiga minggu di
Universitas Erasmus Rotterdam (ISS) Den Haag, Belanda. 1
2. Hukum Pemberantasan Korupsi di Prancis
Korupsi di negara maju dan demokratis seperti Prancis, nyatanya masih menjadi
masalah besar yang harus dihadapi. Dari tahun ke tahun, kasus korupsi di Prancis
mengalami dinamika yang tidak terlalu signifikan dalam hal pemberantasan korupsinya.
Transparency International mencatat bahwa indeks persepsi korupsi Perancis tahun 2009
menduduki peringkat 24, setelah Saint Lucia dan sebelum Chile. Namun demikian, jika
dilihat dari nilai yang diperoleh, Prancis mengalami penurunan dari tahun 2007 (sebesar
7,3 menjadi 6,9) dan kestabilan nilai dari tahun 2008.
Sistem pencegahan korupsi di state administration dilakukan oleh perancis melalui
dua mekanisme. Langkah pertama yaitu berdasarkan prinsip dan regulasi. Kemudian
institusi baru didirikan untuk memperkuat kerangka kerja untuk mencegah korupsi dan
meningkatkan kontrol.
Dalam menekankan etika sektor publik dan mencegah dari berbagai bentuk
korupsi, sistem Perancis berdasarkan prinsip, peran sektor publik dan kewajiban sektor
publik. Prinsip yang dijadikan landasan adalah Declaration of the Rights of Man and
Citizen, 26 Agustus 1789. Deklarasi tersebut mneyebutkan bahwa warga masyarakat
seharusnya menentukan kebutuhan kontribusi publik dan mensyaratkan setiap agen publik
untuk akuntabel dalam administrasinya. Sedangkan peran sektor publik dan peraturannya
yaitu The Public rules and regulation(statut de la fonction publique) yang diadopsi tahun
1946 kemudian diamandemen tahun 1983-1984 mendefiniskan kewajiban dan tugas,
pelanggaran dan sanksi, dan berbagai bentuk ketentuan preventif lainnya untuk
menghindarkan public servant untuk melanggar hukum dan konfilk kepentingan (Soccoja,
2007).
1
http://kompetiblog2011.studidibelanda.com/news/2011/05/10/597/mungkin__mereka_malu_untuk_korupsi.
html
5. Di Perancis, tiga badan utama yang bertanggung jawab untuk menjadi ujung
tombak memerangi korupsi antara lain:
a. Unit Intelejen Keuangan (Tracfin) yang berada di bawah Departemen Keuangan
b. Layanan Pusat Pencegahan Korupsi (SCPC) ², berada di bawah naungan Menteri
Kehakiman. Salah satu peran utama SCPC adalah untuk memberikan nasehat tentang
tindakan yang diusulkan untuk mencegah korupsi baik pasif dan aktif dan ini
memainkan peran internasional yang terus berkembang.
c. Brigade anti-penyuapan pusat (BCLC), yang didirikan pada bulan Oktober 2004 di
lingkungan Departemen Dalam Negeri. Itu adalah sebuah tubuh multidisiplin berfokus
secara khusus pada korupsi dan memiliki kekuasaan untuk menyelidiki semua kasus
yang berhubungan dengan itu.
Namun demikian, pada dasarnya institusi dapat dikategorikan dalam dua kategori
berdasarkan fungsinya yaitu fungsi pencegahan dan fungsi kontrol. Institusi yang memiliki
tugas dalam mencegah yaitu Traftin, SCPC dan BCLC . Sedangkan institusi yang memiliki
tugas kontrol yaitu melalui inspektorat jenderal tiap departemen yang berbeda setiap
departemennya, misalnya inspection generale des finances(IGF) untuk ministry of finance,
dan inspenction generale de l’administration(IGA) untuk ministry of interior.
SCPC(Service Central de Prevention de la corruption) berdiri tahun 1993 memiliki
tugas dalam mencegah korupsi di Perancis. SCPC adalah badan dalam minister of Justice
and the Prime minister. SCPC merupakan pusat informasi untuk mendeteksi dan mencegah
dalam mengatasi inter alliae, korupsi aktif maupun pasif, dan korupsi oleh manajer atau
staf perusahaan privat, keuntungan yang tidak semestinya, ekstorsi, dan perdagangan
pengaruh/kekuasaan. SCPC juga membantu atas permintaan kewenangan peradilan dalam
investigasi misalnya mendefiniskan daftar dari berbagai kewenangan. Opini SCPC dalam
isu dan masalah melalui mengukur tanggungjawab(measures liable) menjadi acuan dan
rekomendasi pemerintah. Melalui laporan tahun SCPC telah membuat daftar inventaris
wilayah yang beresiko korupsi dapat terjadi sehingga dapat mengusulkan analisis dan
rekomendasi untuk mencegah resiko tersebut. SCPC juga menyelenggarakan training
untuk pelayanan pemeirntah. Selain itu SCPC juga mengimplementasikan sesi training
yang biasa diberikan terkait pelayanan pemerintah dalam sekolah untuk calon pegawai
sektor publik yaitu (Ecole Nationale d'administration (ENA), Ecole Nationale de la
Magistrature (ENM), Schools of Police, Gendarmerie, Customs, Tax and Control services
(Defence, Finances) dan Universities (Strasbourg, Poitier, Aix en Provence).
6. Namun demikian, dalam kasus korupsi yang menyangkut kekuasaan, pemerintah
Prancis memang mengalami kesulitan dalam melakukan investigasi, apalagi untuk
membawa kasus-kasus tersebut ke pengadilan. Oleh karena itu, khusus untuk mengatasi
kasus korupsi seperti itu, Pemerintah Prancis menggunakan jasa Financial Action Task
Force (FATF), yakni sebuah lembaga yang dibentuk negara-negara G-8 pada 1989.
Lembaga ini bertugas mengeluarkan rekomendasi kepada bank, lembaga keuangan, dan
sejumlah lembaga lainnya. Salah satu bentuk rekomendasi penting adalah pelarangan bagi
para penyelenggara negara untuk memiliki rekening yang berisi banyak uang. Kalaupun
ternyata memang terpaksa atau sudah terlanjur memiliki rekening dengan uang banyak,
maka asal usul uang tersebut harus ditelusuri dengan jelas. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pemerintah Prancis sudah memiliki political will yang baik untuk
memberantas korupsi.
B. HUKUM PEMBERANTASAN KORUPSI DI ASIA
1. Hukum Pemberantasan Korupsi di Singapura
Berdasarkan laporan PERC, Singapura adalah salah satu negara yang secara
konsisten sebagai negara paling bersih korupsi di level Asia. Konsistensi ini ditunjukkan
oleh grafik berikut ini, di mana skor yang dimiliki Singapura selalu berada di atas skor
rata-rata Asia selama kurun waktu 10 tahun terakhir.
Singapura adalah negara dengan kinerja pemberantasan korupsi terbaik di Asia,
bahkan termasuk yang terbaik di dunia. Dengan skor yang mendekati angka absolut 0,
Singapura mencatatkan diri sebagai negara dengan konsistensi pemberantasan korupsi
yang paling baik. Grafik di atas bahkan membuktikan bahwa skor yang dimiliki oleh
Singapura berada jauh di atas rata-rata skor Asia.
Instrumen utama perundangan di Singapura terkait dengan pemberantasan korupsi,
yaitu :
a. Prevention of Corruption Act (PCA)
b. Corruption, Drug Trafficking and Other Serious Crimes (Confiscation of Benefits) Act
Sedangkan instrumen hukum internasional dalam rangka pemberantasan korupsi
yang telah diadopsi oleh Singapura adalah :
a. Anti Corruption Action Plan for Asia and the Pacific Action Plan.
7. b. Memorandum of Understanding (MoU) on Cooperation for Preventing and
Combating Corruption.
Memperhatikan hal ini, pada tahun 1952 Pemerintah Singapura dibawah PM Lee
Kuan Yew membentuk lembaga yang disebut Corrupt Practices Investigation Bureau
(CPIB) sebagai sebuah lembaga anti korupsi yang terpisah dari kepolisian untuk
melakukan penyelidikan semua kasus-kasus korupsi. Dalam sejarahnya CPIB merupakan
salah satu lembaga anti korupsi tertua di dunia.
Saat ini, sesuai dengan Bab 241 undang-undang tersebut, CPIB memiliki
kewenangan yang memadai untuk memberantas korupsi. Secara fungsi, CPIB memiliki
fungsi untuk
a. menyelidiki kasus korupsi/berindikasi korupsi;
b. mencegah terjadinya korupsi; dan
c. kombinasi antara menyelidiki dan mencegah tindakan korupsi.
Singapura sebagai salah satu negara yang berhasil menekan angka korupsi bahkan
disebut sebagai negara terbersih di Asia (peringkat 1 berdasarkan survei PERC tahun
2006). Komitmen politik pemerintah yang tinggi dalam memberantas korupsi adalah
faktor utama dan terpenting dari keberhasilan Singapura dalam memberantas korupsi.
Selanjutnya, negara tersebut menyadari pentingnya membentuk lembaga anti korupsi yang
independen, memiliki kewenangan yang memadai, dan memiliki integritas tinggi.
Keberadaan peraturan perundang-undangan yang tegas dan jelas mengenai korupsi juga
sangat menentukan efektivitas lembaga anti korupsi dan hukuman yang dijatuhkan kepada
pelaku korupsi.
8. 2. Hukum Pemberantasan Korupsi di India
Perundangan India yang menjadi bagian dari strategi pemberantasan korupsi di
India adalah:
a. Right to Information Act, 2005
b. The Central Vigilance Commission Act, 2003
c. The Prevention of Corruption Act, 1988
d. The Delhi Special Police Establishment Act, 1946
e. The Criminal Law (Amendment) Ordinance, 1944
Dewasa ini, dalam rangka mewujudkan pemberantasan korupsi yang efektif di
India, PS. Bawa23 memberikan beberapa saran sebagai berikut :
a. Penegakan hukum harus berlaku untuk semua, tanpa melihat perbedaan latar belakang
dan sebagainya (non-diskriminatif)
b. Inspeksi dalam tubuh pemerintah harus dilakukan secara teratur, berarti, dan
berorientasi pada kegiatan menjelang monitoring.
c. Reformasi pengadilan kriminal.
d. Aksesibilitas terhadap kantor-kantor pemerintah harus diperbaiki.
e. Pegawai negeri harus dibekali dengan nilai integritas dan kejujuran.
f. Right to Information (RTI) adalah alat kunci untuk memerangi korupsi, dan
g. Semangat kejujuran harus dimiliki oleh setiap orang.
Berbeda dengan Singapura dan Hong Kong, saat ini India tidak memiliki sebuah
lembaga yang secara khusus menangani korupsi. Lembaga anti korupsi India telah
berevolusi menjadi suatu lembaga penyelidik yang bukan hanya menangani kasus korupsi
namun juga kasus-kasus kejahatan/kriminal lainnya. Mengenai kasus korupsi di India,
dewasa ini ditangani oleh dua lembaga yang utama yaitu Central Bureau of Investigation
(CBI) dan Central Vigilance Commission (CVC).
9. CBI kembali mengalami reorganisasi untuk mengantisipasi tindak kejahatan yang
semakin berkembang. Saat ini CBI terdiri dari beberapa divisi yaitu:
a. Divisi Anti Korupsi (Anti Corruption Division)
b. Divisi Kejahatan Ekonomi (Economic Offences Division)
c. Divisi Kejahatan Khusus (Special Crimes Division)
d. Direktorat Penuntutan (Directorate of Prosecution)
e. Divisi Administrasi (Administration Division)
f. Divisi Kebijakan dan Koordinasi (Policy & Coordination Division)
g. Pusat Laboratorium Ilmu Forensik (Central Forensic Science Laboratory)
Dari aspek kelembagaan, CVC terdiri dari Sekretariat, Kepala Penguji Teknis
(Chief Technical Examiners/CTE), dan Komisaris Bagian Penyelidikan (Commissioners
for Departmental Inquiries/CDI).
Setelah mengamati dua negara yang menjadi role model pemberantasan korupsi
di Asia, selanjutnya kita akan membahas strategi India dalam menangani korupsinya.
India merupakan negara yang sedikit banyak memiliki kemiripan dengan Indonesia antara
lain dari segi cakupan wilayah dan jumlah penduduk. Dengan demikian, tantangan kedua
negara dalam menghadapi suatu persoalan—termasuk korupsi—dapat dikatakan relatif
sama. Strategi yang dilakukan dalam menangani korupsi di India adalah :
a. Perbaikan Pelayanan Dasar
b. Hukuman yang efektif
c. Peran masyarakat (hak untuk memperoleh informasi)
d. Peran lembaga swadaya masyarakat
C. HUKUM PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
Seperti yang sudah diulas banyak pada latar belakang, bab pendahuluan dan awal
bab ini, kondisi Indonesa dalam peta korupsi dunia maupun regional masih sangat
memprihatinkan. Di mata internasional Indonesia seolah identik dengan praktik korupsi.
Citra yang begitu buruk ini sudah melekat pada setiap individu maupun bangsa.
10. Saat ini tecatat lebih dari 10 peraturan perundangan termasuk Tap MPR yang
mengatur penanganan korupsi, baik secara langsung, maupun tidak langsung. Berdasarkan
catatan dari Indonesian Corruption Watch (ICW) dalam situs resminya, rincian peraturan
perundangan tersebut antara lain adalah:
a. TAP MPR No. XI Tahun 1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas KKN
b. Undang-Undang:
a) UU 20/2001 Pemberantasan Tidak pidana Korupsi
b) UU 30/2002 Komisi Anti Korupsi
c) UU 31/1999 Pemberantasan Korupsi. Telah diperbaharui menjadi UU No 20
Tahun 2001
d) UU 11/1980 tentang Antisuap
e) UU 15/2002 tentang tindak pidana anti pencucian uang. UU ini telah dirubah
menjadi UU No 25 tahun 2003
f) f. UU 25/2003 tentang perubahan UU No 15/2002 tentang tindak pidana
g) anti pencucian uang
h) g. UU No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih
i) Bebas dari KKN
j) h. UU No 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan
k) Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003
l) i. UU No 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Masalah pidana
c. Peraturan Pemerintah:
a) PP 71/2000 ttg peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi
b) Peraturan Pemerintah No.110 tahun 2000 tentang kedudukan Keuangan DPRD
c) Penjelasan Peraturan Pemerintah No.110 tahun 2000 tentang kedudukan Keuangan
DPRD
11. d) PP No 24 Tahun 2004 tentang Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota
DPRD
d. Instruksi Presiden (Inpres)
e. Keputusan Presiden (Keppres)
f. Surat Edaran
g. PERDA
Tujuh upaya pemberantasan yang berskala besar sejak tahun 1957 sampai dengan
tahun 2002. Lima di antaranya dilakukan sebelum masa reformasi politik pada saat
berakhirnya pemerintahan Orde baru. Upaya-upaya tersebut adalah :
a. Operasi militer khusus dilakukan pada tahun 1957 untuk memberantas korupsi di
bidang logistik.
b. Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) pada tahun 1967 dibentuk dengan diberikan
mandat utama untuk melaksanakan pencegahan dan pemberantasan.
c. Pada tahun 1970 dibentuk tim advokasi yang lebih dikenal dengan nama Tim Empat
yang bertugas memberikan rekomendasi. Sayangnya rekomendasi yang dihasilkan
tidak sepenuhnya ditindak lanjuti.
d. Operasi Penertiban (Opstib) dibentuk pada tahun 1977 untuk memberantas korupsi
melalui aksi pendisiplinan administrasi dan operasional.
e. Pada tahun 1987 dibentuk Pemsus Restitusi yang khusus menangani pemberantasan
korupsi di bidang pajak.
f. Pada tahun 1999 dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(TGPTPK) di bawah naungan Kejaksaan Agung. Di tahun yang sama pula dibentuk
Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN)
g. ada tahun 2002 dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di mana KPKPN
melebur dan bergabung di dalamnya.
Sedangkan Indonesia menempuh strategi pemberantasan korupsi melalui 3 (tiga)
pendekatan yaitu: sistem; regulasi; dan institusional. Pendekatan Sistem yang ditempuh
12. Pemerintah Indonesia mencakup: pencegahan; penegakan hukum; dan kerjasama.
Pendekatan Regulasi dalam memberantas korupsi meliputi: pengesahan Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor); Undang-Undang Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK); penyusunan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tipikor; dan
ratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Sedangkan
Pendekatan Institusional terdiri dari: pembentukan institusi independen; pembentukan
institusi yang bersifat koordinatif; dan pembentukan pengadilan khusus.
13. BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Strategi pemberantasan korupsi harus sesuai kebutuhan, target, dan
berkesinambungan. Strategi yang berlebihan akan menghadirkan inefisiensi sistem dan
pemborosan sumber daya. Dengan penetapan target, maka strategi pemberantasan korupsi
akan lebih terarah, dan dapat dijaga kesinambungannya.
Selain itu strategi pemberantasan korupsi haruslah berdasarkan sumber daya dan
kapasitas. Dengan mengabaikan sumber daya dan kapasitas yang tersedia, maka strategi
ini akan sulit untuk diimplementasikan, karena daya dukung yang tidak seimbang. Dalam
hal ini kualitas SDM dan kapasitasnya harus dapat ditingkatkan, terutama di bidang
penegakan hukum dalam hal penanganan korupsi. Peningkatan kapasitas ini juga
dilakukan melalui jalan membuka kerjasama internasional.
Keterukuran strategi merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan. Salah satu
caranya yaitu membuat mekanisme pengawasan dan evaluasi atas setiap tahapan
pemberantasan korupsi dalam periode waktu tertentu secara berkala. Selain itu juga,
dalam rangka penyusunan strategi yang terukur, perlu untuk melakukan survei mengenai
kepuasan masyarakat atas usaha pemberantasan korupsi yang telah dilakukan
pemerintahan.