Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Bank Indonesia berperan penting dalam menjaga stabilitas moneter dengan menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur sistem pembayaran dan perbankan
2. Pasca OJK, fokus Bank Indonesia adalah mendukung pertumbuhan ekonomi regional, menekan inflasi, serta mendukung ketahanan pangan dan UMKM
3. Instrumen kebijakan moneter Bank Indonesia meliputi pengendalian jumlah u
1. Nama : Imam Firdaus
NIM : 09111002008
Peran Bank Indonesia Dalam Menjaga Stabilitas Moneter
A. Pendahuluan
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan
tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini
mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta
kestabilan terhadap mata uang negara lain. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia
memiliki tiga pilar utama yang diharapkan mampu menjaga kestabilan nilai tukar rupiah
secara efektif. Adapun pilar yang pada dasarnya merupakan tugas Bank Indonesia secara
umum :
1. Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
2. Mengatur dan Menjaga Sistem Kelancaran Pembayaran
3. Mengatur dan Mengawasi Bank
B. Fokus Bank Indonesia Pasca OJK Dalam Kebijakan Moneter
Pasca beralihnya fungsi Bank Indonesia sebagai pengawasan terhadap perbankan ke
pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 31 Desember 2013, tak serta merta membuat
pekerjaan BI lebih ringan. Sebaliknya, mereka harus benar-benar menunjukkan fokusnya
dalam upaya stabilisasi ekonomi. Setidaknya beberapa hal yang akan menjadi fokus Bank
Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia disamping pengawasan peredaran uang dan
kelancaran sistem pembayaran perbankan.
Fokus pertama adalah Bank Indonesia terus mendukung pertumbuhan perekonomian
daerah. Dengan terus melakukan Kajian Ekonomi Regional pada tiap provinsi maka akan
diketahui secara berkala bagaimana pertumbuhan perekonomian di wilayah tersebut pada
periode saat itu. Hal ini akan dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah setempat untuk
mengembangkan daerahnya.
2. Fokus kedua adalah Bank Indonesia harus memperkuat fungsi pengendalian harga
atau dengan kata lain menekan angka inflasi di tiap wilayah. Misalnya dengan melakukan
negoisasi dengan pihak – pihak terkait seperti Dinas Perhubungan atau Dinas Perdagangan
untuk menitik beratkan pendistribusian sejumlah bahan pokok ke wilayah yang stok bahan
pokok yang dibutuhkan tersebut mulai menipis. Hal ini bisa dilakukan dengan
memperbanyak Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di masing-masing regional.baik kota
maupun kabupaten.TPID akan berusaha melakukan pemetaan akan kelangkaan sejumlah
pasokan barang di wilayah tertentu serta memberikan usulan mengenai target inflasi yang
akan dicapai oleh wilayah tersebut.
Fokus ketiga adalah Bank Indonesia harus turut mendukung upaya peningkatan
ketahan pangan dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).. Hal ini pada umumnya dengan
meningkatkan jumlah wirausahawan di setiap wilayah. Karena walaupun statistik
perekonomian di suatu wilayah melambat, akan tetapi lapangan pekerjaan tetap tersedia ,
otomatis akan mengurangi angka pengangguran yang diharapkan dapat menciptakan
kestabilan ekonomi secara makro.
C. Kebijakan Moneter
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank
Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan
terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan
tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan
inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan
menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar
sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank
Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar
yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan
kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau
suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh
Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut
menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik
rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib
3. minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan
cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Secara umum, stabilitas makro akan tercermin dari :
- Laju Inflasi rendah
- Pertumbuhan ekonomi meningkat
- Lapangan kerja meningkat
- Pendapatan masyarakat meningkat
Maka dapat disimpulkan bahwa Kebijakan Moneter merupakan pengaturan jumlah uang yang
beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang
beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: [2]
· Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini
dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat
(permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan
ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy)
· Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini
dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang
ketat (tight money policy)
B. Instrumen Kebijakan Moneter
1. Jumlah Uang yang beredar (JUB)
4. Menurut Iskandar putong (2007) uang beredar adalah keseluruhan jumlah uang
yang dikeluarkan secara resmi baik oleh bank sentral berupa uang kartal, maupun uang giral
dan uang kuasi (tabungan, valas, deposito).
Menurut Sadono Sukirno "uang beredar adalah semua jenis uang yang berada di
perekonomian, yaitu adalah jumlah dari mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang
giral dalam bank-bank umum."(1998).
Sadono membedakan uang beredar menjadi dua pengertian, yaitu:
1. Dalam pengertian sempit
Uang beredar adalah mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral yang dimiliki
oleh perseorangan-perseorangan, perusahaan-perusahaan, dan badan-badan pemerintah.
2. Dalam pengertian luas
Uang beredar adalah meliputi uang dalam peredaran, uang giral, dan uang kuasi. Uang kuasi
terdiri dari deposito berjangka, tabungan, dan rekening (tabungan) valuta asing milik swasta
domestik.
Uang beredar dalam pengertian luas ini juga dinamakan dengan M2, dan pengertian
sempit uang beredar selalu disingkat dengan M1 (Sadono Sukirno, 1998:).
Jumlah uang yang tersedia disebut suplai uang (Money Supply). Dalam perekonomian
yang menggunakan uang komoditas suplai uang adalah jumlah dari komoditas itu. Dalam
perekonomian yang menggunakan uang atas unjuk, seperti sebagian perekonomian dewasa
ini, pemerintah mengendalikan money supply: peraturan resmi memberi pemerintah hak
untuk memonopoli pencetakan uang. Tingkat pengenaan pajak (taxation) dan tingkat
pembelian pemerintah merupakan instrumen kebijakan pemerintah, begitu pula suplai uang
kontrol atas suplai yang disebut kebijakan moneter (Moneter Policy) (Mankiw; 2000).
Jumlah uang beredar (JUB) yaitu M1 (uang dalam arti sempit) yang terdiri dari uang
kartal dan uang giral, dan M2 (uang dalam arti luas) yang terdiri dari M1 ditambah uang
kuasi (Nilawati dalam Lily Prayitno dkk, 2002).
Uang kartal (currencies) adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah dan atau bank
sentral dalam bentuk uang kertas atau uang logam. Uang giral (deposit money) adalah uang
yang dikeluarkan oleh suatu bank umum. Contoh uang giral adalah cek, bilyet giro. Uang
kuasi meliputi tabungan, deposito berjangka, dan rekening valuta asing (Subagyo, 1997:10
dalam Lily Prayitno dkk, 2002).
5. Sedangkan menurut Madura (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar Rupiah
ada 4 yaitu:
1. Perbedaan tingkat inflasi (harga-harga umum) antara kedua negara.
Perubahan pada tingkat inflasi relatif dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan
internasional, yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran suatu mata uang dan
karenanya mempengaruhi nilai tukar (kurs).
2. Perbedaan tingkat suku bunga antara kedua negara.
Perubahan pada tingkat suku bunga relatif akan mempengaruhi investasi pada sekuritas asing,
yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran akan mata uang dan karenanya
mempengaruhi nilai tukar (Madura (2009).
3. Tingkat pendapatan relatif
Tingkat pendapatan akan mempengaruhi jumlah permintaan barang impor, maka pendapatan
akan mempengaruhi kurs mata uang.
4. Pengendalian Pemerintah
Pemerintah dapat mempengaruhi kurs keseimbangan dengan berbagai cara termasuk dengan
1) mengenakan batasan atas pertukaran mata uang asing, 2) mengenakan batasan atas
perdagangan asing, 3) mencampuri mata uang asing (dengan membeli atau menjual mata
uang), 4) mempengaruhi variabel-variabel makro seperti inflasi,suku bunga, dan pendapatan
(Madura (2009).
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu
antara lain :
· Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau
membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah
uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah
uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah
kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau
singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar
Uang.
· Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
6. Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat
bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan
uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah,
pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat
bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
· Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah
dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah
uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang
beredar, pemerintah menaikkan rasio.
· Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan
jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan
pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang
beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk
memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
2. Suku Bunga
Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu
pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang
diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman. Pengertian suku bunga menurut
Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase
uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang
digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur. Adapun fungsi suku bunga
menurut Sunariyah (2004:81) adalah : a. Sebagai daya tarik bagi para penabung yang
mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan. b. Suku bunga dapat digunakan sebagai alat
moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam
suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri
tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka
7. pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain. c. Pemerintah
dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti,
pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian. Suku bunga itu sendiri
ditentukan oleh dua kekuatan, yaitu : penawaran tabungan dan permintaan investasi modal
(terutama dari sektor bisnis). Tabungan adalah selisih antara pendapatan dan konsumsi.
Bunga pada dasarnya berperan sebagai pendorong utama agar masyarakat bersedia
menabung. Jumlah tabungan akan ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Semakin
tinggi suku bunga, akan semakin tinggi pula minat masyarakat untuk menabung, dan
sebaliknya. Tinggi rendahnya penawaran dana investasi ditentukan oleh tinggi rendahnya
suku bunga tabungan masyarakat. Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 471) suku
bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode
waktu tertentu. Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 99-100) suku bunga dapat
dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Dimana suku bunga
nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan jumlah uang yang
dipinjam. Sedang suku bunga riil lebih menekankan pada rasio daya beli uang yang
dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku bunga riil adalah selisih
antara suku bunga nominal dengan laju inflasi. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998)
suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan atas penggunaan sejumlah uang. Menurut
Nopirin (1992:176) fungsi tingkat bunga dalam perekonomian yaitu alokasi faktor produksi
untuk menghasilkan barang dan jasa yang dipakai sekarang dan di kemudian hari. Menurut
Ramirez dan Khan (1999) ada dua jenis faktor yang menentukan nilai suku bunga, yaitu
faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, jumlah uang
beredar, dan inflasi. Sedang faktor eksternal merupakan suku bunga luar negeri dan tingkat
perubahan nilai valuta asing yang diduga. Menurut Prasetiantono (2000) mengenai suku
bunga adalah : jika suku bunga tinggi, otomatis orang akan lebih suka menyimpan dananya di
bank karena ia dapat mengharapkan pengembalian yang menguntungkan. Dan pada posisi ini,
permintaan masyarakat untuk memegang uang tunai menjadi lebih rendah karena mereka
sibuk mengalokasikannya ke dalam bentuk portfolio perbankan (deposito dan tabungan).
Seiring dengan berkurangnya jumlah uang beredar, gairah belanja pun menurun. Selanjutnya
harga barang dan jasa umum akan cenderung stagnan, atau tidak terjadi dorongan inflasi.
Sebaliknya jika suku bunga rendah, masyarakat cenderung tidak tertarik lagi untuk
menyimpan uangnya di bank. Beberapa aspek yang dapat menjelaskan fenomena tingginya
suku bunga di Indonesia adalah tingginya suku bunga terkait dengan kinerja sektor perbankan
yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi (perantara), kebiasaan masyarakat untuk
8. bergaul dan memanfaatkan berbagai jasa bank secara relatif masih belum cukup tinggi, dan
sulit untuk menurunkan suku bunga perbankan bila laju inflasi selau tinggi ( Prasetiantono,
2000 : 99-101) source