SlideShare a Scribd company logo
1 of 27
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas lebih detail penyelesaian model matematika
SEIV pada penyebaran penyakit hepatitis B berdasarkan studi kasus yang di
lakukan di Provinsi Sulawesi Selatan, diantaranya formulasi model SEIV penyakit
hepatitis B, titik kesetimbangan bebas penyakit, titik kesetimbangan endemik
penyakit, analisis kestabilan dan studi kasusnya. Selanjutnya dilakukan simulasi
model menggunakan program Matlab R2015a.
A. Hasil Penelitian
1. Formulasi Model
Model hepatitis B dengan pengaruh vaksinasi dapat diklasifikasikan
menjadi empat populasi, yaitu populasi Susceptible, populasi Exposed, populasi
Infected, dan populasi Vaccinated. Populasi Susceptible yang disimbolkan
dengan S, adalah populasi manusia yang rentan dan sehat terhadap penyakit.
Populasi Exposed yang disimbolkan dengan E, adalah populasi manusia yang
terinfeksi tetapi belum bisa menularkan penyakit ke individu lainnya atau masih
dalam masa inkubasi. Populasi Infected yang disimbolkan dengan I, adalah
populasi manusia yang telah terinfeksi penyakit dan dapat menularkan
penyakitnya ke individu lainnya. Populasi Vaccinated yang disimbolkan dengan
V, adalah populasi manusia yang tervaksin Hepatitis B tetapi juga dapat
24
menjadi populasi Susceptible kembali karena tidak memiliki kekebalan alami
dari tubuhnya.
Asumsi-asumsi yang digunakan untuk merumuskan model matematika penyakit
hepatitis B, yaitu :
1. Terdapat jumlah kelahiran dan kematian dalam suatu populasi
2. Setiap individu yang lahir akan menjadi rentan
3. Masa inkubasi penyakit hepatitis B 60-90 hari
4. Hanya terdapat satu macam penyebaran penyakit infeksi
5. Populasi konstan (tertutup),
Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, diperoleh skema dinamika model
matematika SEIV penyakit hepatitis B, yang ditunjukkan pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Kompartemen model SEIV
S E I
V
𝝁𝑺 𝝁𝑬 𝝁𝑰
𝝁𝑽
πŽπ‘½
𝝆𝝅
πœΈπ‘°
πˆπ‘¬
πœ·π‘Ίπ‘°
𝝋(𝑰)(𝟏 βˆ’ 𝝆)𝝅
25
Formulasi untuk model pada gambar 4.1 dituliskan dalam bentuk persamaan
diferensial sebagai berikut :
𝑑𝑆
𝑑𝑑
= (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’
𝛽𝑆𝐼
πœ‘( 𝐼)
βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”π‘‰ (4.1)
𝑑𝐸
𝑑𝑑
=
𝛽𝑆𝐼
πœ‘( 𝐼)
βˆ’ ( πœ‡ + 𝜎) 𝐸 (4.2)
𝑑𝐼
𝑑𝑑
= 𝜎𝐸 βˆ’ ( πœ‡ + 𝛾) 𝐼 (4.3)
𝑑𝑉
𝑑𝑑
= πœŒπœ‹ + 𝛾𝐼 βˆ’ ( πœ‡ + πœ”) 𝑉 (4.4)
Dengan,
𝑑𝑆(𝑑)
𝑑𝑑
= Laju pertumbuhan kelompok rentan per satuan waktu t
𝑑𝐸(𝑑)
𝑑𝑑
= Laju pertumbuhan kelompok terekspose per satuan waktu t
𝑑𝐼(𝑑)
𝑑𝑑
= Laju pertumbuhan kelompok terinfeksi per satuan waktu t
𝑑𝑉(𝑑)
𝑑𝑑
= Laju pertumbuhan kelompok tervaksin per satuan waktu t
𝑆 = jumlah individu rentan, dengan 𝑆 β‰₯ 0.
𝐸 = jumlah individu terekspose, dengan 𝐸 β‰₯ 0.
𝐼 = jumlah individu terinfeksi, dengan 𝐼 β‰₯ 0.
𝑉 = jumlah individu tervaksin, dengan 𝑉 β‰₯ 0.
πœ‹ = laju kelahiran dan imigrasi penduduk
𝜌 = tingkat individu yang tervaksin
𝛽 = tingkat individu yang terinfeksi
πœ‡ = laju kematian alami
𝜎 = tingkat individu yang terekspose menjadi terinfeksi
𝛾 = tingkat individu terinfeksi yang telah sembuh menjadi individu tervaksin
26
πœ” = tingkat individu kehilangan kekebalan atau penurunan vaksin
πœ‘ = tingkat karantina individu yang terinfeksi atau tindakan perlindungan pada
individu rentan (Abdulrazak et al, 2012).
Populasi susceptible meningkat karena adanya laju kelahiran πœ‹ pada
suatu populasi, individu yang tidak tervaksinasi (1 βˆ’ 𝜌)πœ‹ dan berakhirnya masa
rentan kembali atau hilangnya kekebalan πœ” pada individu. Komparteman ini juga
dapat berkurang karena adanya laju kematian bebas penyakit πœ‡π‘† individu yang
tervaksin πœŒπœ‹, karantina individu yang terinfeksi atau tindakan perlindungan
pada individu rentan πœ”(𝐼) dan laju penyebaran oleh yang terinfeksi 𝛽. Populasi
exposed dapat meningkat karena kejadian
𝛽𝑆𝐼
πœ”(𝐼)
berkurang karena laju kematian
bebas penyakit serta laju penyebaran individu terekspose menjadi terinfeksi 𝜎𝐸.
Populasi infected meningkat karena adanya laju penyebaran individu terekspose
menjadi terinfeksi 𝜎𝐸 dan berkurang karena mulainya masa pemulihan 𝛾𝐼,
adanya laju kematian bebas penyakit πœ‡πΌ. Populasi vaccinated dapat meningkat
karena individu rentan yang tervaksin πœŒπœ‹, berakhirnya masa pemulihan 𝛾𝐼,
dan dapat pula berkurang karena adanya laju kematian bebas penyakit πœ‡π‘‰
serta mulainya masa rentan kembali atau hilangnya kekebalan πœ”π‘‰ pada individu.
Sesuai dengan asumsi tentang model SEIV, populasi diasumsikan tertutup
sehingga faktor migrasi diabaikan. Hal tersebut dikarenakan migrasi dapat
memberikan pengaruh terhadap perubahan model. Individu baru yang masuk
dalam populasi yaitu kelahiran, laju kelahiran dihitung berdasarkan dari jumlah
individu yang lahir per satuan waktu disimbolkan dengan πœ‹. Individu yang keluar
yaitu individu yang mati secara alami, dimana laju kematian bebas penyakit
27
disimbolkan dengan πœ‡. Nilai πœ‹ diperoleh dari kebalikan angka harapan hidup.
Model SEIV ini menjelaskan bahwa setiap individu dapat memiliki kekebalan
terhadap penyakit dengan pemberian vaksin, sehingga individu yang rentan tidak
dapat terserang penyakit atau terserang penyakit tetapi tidak akan menjadi parah.
Selain itu, individu rentan yang telah pulih akan terinfeksi kembali dan masuk
pada kelompok rentan.
Parameter yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.
Parameter Definisi Formulasi
πœ‹ Laju kelahiran
individu, kehadiran
individu baru
diasumsikan masuk ke
dalam kelompok rentan
πœ‹ =
π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒 π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘’
π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘›
=
150.931 jiwa
12 π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘›
= 12.577,583333333 jiwa
/bulan
𝜌 Tingkat individu rentan
yang divaksinasi per
bulan
𝜌 =
π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘π‘Žπ‘¦π‘– π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘£π‘Žπ‘˜π‘ π‘–π‘›
π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘˜π‘’π‘™π‘Žβ„Žπ‘–π‘Ÿπ‘Žπ‘›
=
559.950
150.931
= 0,3091644526 /bulan
𝛽 Tingkat individu rentan
yang terinfeksi
𝛽 =
1
π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘› π‘₯ π‘šπ‘Žπ‘ π‘Ž π‘π‘’π‘šπ‘’π‘™π‘–β„Žπ‘Žπ‘›
=
1
821.950 x 6 bulan
= 0.0000002028/bulan
28
πœ‡ Laju kemtian alami
πœ‡ =
1
π‘Žπ‘›π‘”π‘˜π‘Ž β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘π‘Žπ‘› β„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘
=
1
70,1
=
1
841,2 π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘›
= 0,0011887779/bulan
𝜎 Tingkat transmisi
penyebaran individu
exposed menjadi
individu infected
dengan
𝜎 adalah per masa
inkubasi
𝜎 =
1
π‘šπ‘Žπ‘ π‘Ž π‘–π‘›π‘˜π‘’π‘π‘Žπ‘ π‘–
=
1
(60 + 90)/2β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘–
=
1
2,5 π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘›
= 0,4/bulan
𝛾 Tingkat indivudu
terinfeksi yang telah
sembuh menjadi
individu tervaksin
𝛾 =
1
π‘šπ‘Žπ‘ π‘Ž π‘π‘’π‘šπ‘’π‘™π‘–β„Žπ‘Žπ‘›
=
1
6 bulan
= 0,1667/bulan
πœ” Tingkat individu
kehilanagn kekebalan
atau penurunn vaksin
sehingga individu akan
menjadi rentan kembali
terhadap penyakit
πœ” =
1
π‘šπ‘Žπ‘ π‘Ž π‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘› π‘˜π‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘™π‘–
=
1
209 hari
=
1
6,96 bulan
= 0,14/bulan
πœ‘ Tingkat karantina
individu yang terinfeksi
πœ‘( 𝐼) = πœ‘(0) = 1
(berarti tidak ada individu yang
29
atau tindakan
perlindungan pada
individu rentan
dikarantina)
2. Titik Keseimbangan Bebas Penyakit pada Model SEIV Penyakit Hepatitis
B
Titik keseimbangan diperoleh jika
𝑑𝑆
𝑑𝑑
= 0,
𝑑𝐸
𝑑𝑑
= 0,
𝑑𝐼
𝑑𝑑
= 0,
𝑑𝑉
𝑑𝑑
= 0. Titik
kesetimbangan bebas penyakit (diseases free equilibrium) diperoleh jika 𝐸 = 0
dan 𝐼 = 0 sehingga diperoleh suatu keadaan bahwa semua individu masuk ke
populasi suceptible dan vaccinated serta tidak ada induvidu yang menularkan
atau terinfeksi penyakit karena penyakit tersebut sudah hilang.
Substitusikan 𝐼 = 0 pada persamaan (4.4),
𝑑𝑉
𝑑𝑑
= πœŒπœ‹ + 𝛾𝐼 βˆ’ ( πœ‡ + πœ”) 𝑉 = 0
πœŒπœ‹ = ( πœ‡ + πœ”) 𝑉
Sehingga diperoleh,
𝑉0 =
πœŒπœ‹
( πœ‡+πœ”)
(4.5)
Kemudian subtitusikan 𝐼 = 0 dan persamaan (4.5) ke persamaan (4.1),
(1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’
𝛽𝑆𝐼
πœ‘(𝐼)
βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”π‘‰ π‘‘π‘–π‘šπ‘Žπ‘›π‘Ž πœ‘(𝐼) = πœ‘(0) = 1
(1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’
𝛽𝑆𝐼
πœ‘(𝐼)
βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”π‘‰ = 0
(1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’ πœ‡π‘† +
πœ”πœŒπœ‹
(πœ‡+πœ”)
= 0
30
(1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ +
πœ”πœŒπœ‹
(πœ‡+πœ”)
= πœ‡π‘†
Sehingga di peroleh,
𝑆0 =
(1βˆ’πœŒ) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡(πœ‡+πœ”)
(4.6)
Jadi titik kesetimbangan bebas penyakitnya adalah 𝐸0
= 𝑆0, 𝐸0, 𝐼0, 𝑉0 =
(1βˆ’πœŒ) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡+πœ”)
,0,0,
πœŒπœ‹
( πœ‡+πœ”)
3. Titik Kesetimbangan endemik pada Model SEIV Penyakit Hepatitis B
Titik kesetimbangan diperoleh jika
𝑑𝑆
𝑑𝑑
= 0,
𝑑𝐸
𝑑𝑑
= 0,
𝑑𝐼
𝑑𝑑
= 0,
𝑑𝑉
𝑑𝑑
= 0. Titik
kesetimbangan bebas endemik diperoleh jika 𝐸 β‰  0 dan 𝐼 β‰  0 sehingga
diperoleh suatu keadaan bahwa semua ada individu yang terinfeksi penyakit
maupun individu yang terekspose dan dapat menularkan penyakitnya sehingga
dapat menimbulkan endemik hepatitis B.
Untuk
𝑑𝐸
𝑑𝑑
= 0 pada persamaan (4.2) maka :
𝑑𝐸
𝑑𝑑
=
𝛽𝑆𝐼
πœ‘(𝐼)
βˆ’ ( πœ‡ + 𝜎) 𝐸 = 0 π‘‘π‘–π‘šπ‘Žπ‘›π‘Ž πœ‘( 𝐼) = πœ‘(0) = 1
𝑑𝐸
𝑑𝑑
= 𝛽𝑆𝐼 βˆ’ ( πœ‡ + 𝜎) 𝐸 = 0
𝛽𝑆𝐼 βˆ’ ( πœ‡ + 𝜎) 𝐸 = 0
𝛽𝑆𝐼 = ( πœ‡ + 𝜎) 𝐸
𝐸 =
𝛽𝑆𝐼
( πœ‡+𝜎)
(4.7)
Untuk
𝑑𝐼
𝑑𝑑
= 0, subtitusikan persamaan (4.7) ke persamaan (4.3),
𝑑𝐼
𝑑𝑑
= 𝜎𝐸 βˆ’ ( πœ‡ + 𝛾) 𝐼 = 0
31
𝜎𝐸 βˆ’ ( πœ‡ + 𝛾) 𝐼 = 0
𝜎 (
𝛽𝑆𝐼
( πœ‡+𝜎)
) βˆ’ ( πœ‡ + 𝛾) 𝐼 = 0
𝐼 (
π›½π‘†πœŽ
( πœ‡+𝜎)
βˆ’ ( πœ‡ + 𝛾)) = 0
𝐼 = 0, (
π›½π‘†πœŽ
( πœ‡+𝜎)
) = ( πœ‡ + 𝛾) (4.8)
Sehingga diperoleh nilai untuk susceptible ( 𝑆1)
𝑆1 =
( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)
π›½πœŽ
(4.9)
Untuk
𝑑𝑉
𝑑𝑑
= 0, pada persamaan (4.4) maka
𝑑𝑉
𝑑𝑑
= πœŒπœ‹ + 𝛾𝐼 βˆ’ ( πœ‡ + πœ”) 𝑉 = 0,
πœŒπœ‹ + 𝛾𝐼 βˆ’ ( πœ‡ + πœ”) 𝑉 = 0,
πœŒπœ‹ + 𝛾𝐼 = ( πœ‡ + πœ”) 𝑉,
𝑉 =
πœŒπœ‹+𝛾𝐼
( πœ‡+πœ”)
. (4.10)
Untuk
𝑑𝑆
𝑑𝑑
= 0, subtitusikan persamaan (4.9) dan (4.10) ke persamaan (4.1),
𝑑𝑆
𝑑𝑑
= (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’
𝛽𝑆𝐼
πœ‘( 𝐼)
βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”π‘‰ = 0 π‘‘π‘–π‘šπ‘Žπ‘›π‘Ž πœ‘(𝐼) = πœ‘(0) = 1,
𝑑𝑆
𝑑𝑑
= (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’
𝛽𝑆𝐼
πœ‘( 𝐼)
βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”π‘‰ = 0,
(1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’
𝛽𝑆𝐼
πœ‘( 𝐼)
βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”π‘‰ = 0,
(1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’
𝛽( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾) 𝐼
π›½πœŽ
βˆ’
πœ‡(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾))
π›½πœŽ
+ πœ” (
πœŒπœ‹+𝛾𝐼
( πœ‡+πœ”)
) = 0,
(1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’
( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾) 𝐼
𝜎
βˆ’
πœ‡(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾))
π›½πœŽ
+
πœ”πœŒπœ‹
( πœ‡+πœ”)
+
πœ”π›ΎπΌ
( πœ‡+πœ”)
= 0,
(1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’
πœ‡(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾))
π›½πœŽ
+
πœ”πœŒπœ‹
( πœ‡+πœ”)
= 𝐼 (
( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)
𝜎
βˆ’
πœ”π›Ύ
( πœ‡+πœ”)
) = 0,
32
𝐼 =
(1βˆ’πœŒ) πœ‹βˆ’
πœ‡(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾))
π›½πœŽ
+
πœ”πœŒπœ‹
( πœ‡+πœ”)
( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)
𝜎
βˆ’
πœ”π›Ύ
( πœ‡+πœ”)
,
𝐼 = ((1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’
πœ‡(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾))
π›½πœŽ
+
πœ”πœŒπœ‹
( πœ‡+πœ”)
) (
𝜎( πœ‡+πœ”)
( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ
),
𝐼 = (
(1βˆ’πœŒ) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ‡( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)+πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ
π›½πœŽ( πœ‡+πœ”)
) (
𝜎( πœ‡+πœ”)
( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ
),
𝐼 = (
(1βˆ’πœŒ) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ‡( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)+πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ
𝛽(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ)
),
Sehingga diperoleh nilai untuk infected (𝐼1) ;
𝐼1 = (
(1βˆ’πœŒ) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ‡( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)+πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ
𝛽(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ)
), (4.11)
Subtitusikan persamaan (4.11) ke persamaan (4.7),
𝐸 =
𝛽𝑆𝐼
( πœ‡+𝜎)
= 𝛽 (
( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾) 𝐼
π›½πœŽ
) (
(1βˆ’πœŒ) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ‡( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)+πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ
𝛽(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ)
)
1
( πœ‡+𝜎)
,
= (
(1βˆ’πœŒ) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ‡( πœ‡+𝛾)2( πœ‡+𝜎)( πœ‡+πœ”)+πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ ( πœ‡+𝛾)
π›½πœŽ(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ)
). (4.12)
Sehingga diperoleh nilai untuk infected (𝐸1) ∢
𝐸1 = (
(1βˆ’πœŒ) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ‡( πœ‡+𝛾)2( πœ‡+𝜎)( πœ‡+πœ”)+πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ( πœ‡+𝛾)
π›½πœŽ(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ)
)
Subtitusikan persamaan (4.11) ke persamaan (4.10),
𝑉 =
πœŒπœ‹+𝛾𝐼
( πœ‡+πœ”)
,
= (πœŒπœ‹ + 𝛾 (
(1βˆ’πœŒ) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ‡( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)+πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ
𝛽(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ)
))
1
( πœ‡+πœ”)
,
= (
πœŒπœ‹π›½( πœ‡+πœ”)(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ)+π›Ύπœ‹π›½πœŽ(1βˆ’πœŒ)( πœ‡+πœ”)βˆ’π›Ύπœ‡( πœ‡+𝛾)( πœ‡+𝜎)( πœ‡+πœ”)+π›Ύπœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ
𝛽( πœ‡+πœ”)(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ)
),
Sehingga diperoleh nilai untuk vaccinated (𝑉1):
33
𝑉1 =
(
πœŒπœ‹π›½( πœ‡+πœ”)(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ)+π›Ύπœ‹π›½πœŽ(1βˆ’πœŒ)( πœ‡+πœ”)βˆ’π›Ύπœ‡( πœ‡+𝛾)( πœ‡+𝜎)( πœ‡+πœ”)+π›Ύπœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ
𝛽( πœ‡+πœ”)(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ)
),
(4.13)
Sehingga diperoleh titik kesetimbangan endemik sebagai berikut:
𝐸1
= ( 𝑆1, 𝐸1, 𝐼1, 𝑉1 ) =
(
( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + 𝜎)
π›½πœŽ
),
(
(1 βˆ’ 𝜌) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + πœ”) βˆ’ πœ‡( πœ‡ + 𝛾)2 ( πœ‡ + 𝜎)( πœ‡ + πœ”) + πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ( πœ‡ + 𝛾)
π›½πœŽ(( πœ‡ + 𝜎)( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + πœ”) βˆ’ πœ”π›ΎπœŽ)
),
(
(1 βˆ’ 𝜌) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡ + πœ”) βˆ’ πœ‡( πœ‡ + 𝜎)( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + πœ”) + πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ
𝛽(( πœ‡ + 𝜎)( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + πœ”) βˆ’ πœ”π›ΎπœŽ)
),
(
πœŒπœ‹π›½( πœ‡ + πœ”)(( πœ‡ + 𝜎)( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + πœ”) βˆ’ πœ”π›ΎπœŽ) + π›Ύπœ‹π›½πœŽ(1 βˆ’ 𝜌)( πœ‡ + πœ”)
𝛽( πœ‡ + πœ”)(( πœ‡+ 𝜎)( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + πœ”) βˆ’ πœ”π›ΎπœŽ)
βˆ’
π›Ύπœ‡( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + 𝜎)( πœ‡ + πœ”) + π›Ύπœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ
𝛽( πœ‡ + πœ”)(( πœ‡ + 𝜎)( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + πœ”) βˆ’ πœ”π›ΎπœŽ)
).
4. Analisis Kestabilan pada Titik Kesetimbangan Model SEIV
Setelah diperoleh titik kesetimbangan, selanjutnya menentukan matriks
Jacobian dengan linearisasi di sekitar titik kesetimbangan bebas penyakit yang ada
pada model SEIV. Persamaan yang akan dilinerisasi adalah sebagai berikut :
𝑓( 𝑆, 𝐸, 𝐼, 𝑉) = (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’ 𝛽𝑆𝐼 βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”π‘‰,
𝑔( 𝑆, 𝐸, 𝐼, 𝑉) = 𝛽𝑆𝐼 βˆ’ (πœ‡ + 𝜎)𝐸,
β„Ž( 𝑆, 𝐸, 𝐼, 𝑉) = 𝜎𝐸 βˆ’ ( πœ‡ + 𝛾) 𝐼,
𝑖( 𝑆, 𝐸, 𝐼, 𝑉) = πœŒπœ‹ + 𝛾𝐼 βˆ’ ( πœ‡ + πœ”) 𝑉,
34
Keempat persamaan nonlinear diatas dapat dilinearkan sebagai berikut :
πœ•π‘“
πœ•π‘†
=
πœ•((1βˆ’πœŒ) πœ‹βˆ’π›½π‘†πΌβˆ’πœ‡π‘†+πœ”π‘‰)
πœ•π‘†
= βˆ’π›½πΌ βˆ’ πœ‡,
πœ•π‘“
πœ•πΈ
=
πœ•((1βˆ’πœŒ) πœ‹βˆ’π›½π‘†πΌβˆ’πœ‡π‘†+πœ”π‘‰)
πœ•πΈ
= 0,
πœ•π‘“
πœ•πΌ
=
πœ•((1βˆ’πœŒ) πœ‹βˆ’π›½π‘†πΌβˆ’πœ‡π‘†+πœ”π‘‰)
πœ•πΌ
= βˆ’π›½π‘†,
πœ•π‘“
πœ•π‘‰
=
πœ•((1βˆ’πœŒ) πœ‹βˆ’π›½π‘†πΌβˆ’πœ‡π‘†+πœ”π‘‰)
πœ•π‘‰
= πœ”,
πœ•π‘”
πœ•π‘†
=
πœ•(π›½π‘†πΌβˆ’( πœ‡+𝜎) 𝐸)
πœ•π‘†
= 𝛽𝐼,
πœ•π‘”
πœ•πΈ
=
πœ•(π›½π‘†πΌβˆ’( πœ‡+𝜎) 𝐸)
πœ•πΈ
= (πœ‡ + 𝜎),
πœ•π‘”
πœ•πΌ
=
πœ•(π›½π‘†πΌβˆ’( πœ‡+𝜎) 𝐸)
πœ•πΌ
= 𝛽𝑆,
πœ•π‘”
πœ•π‘‰
=
πœ•(π›½π‘†πΌβˆ’( πœ‡+𝜎) 𝐸)
πœ•π‘‰
= 0,
πœ•β„Ž
πœ•π‘†
=
πœ•(πœŽπΈβˆ’( πœ‡+𝛾) 𝐼)
πœ•π‘†
= 0,
πœ•β„Ž
πœ•πΈ
=
πœ•(πœŽπΈβˆ’( πœ‡+𝛾) 𝐼)
πœ•πΈ
= 𝜎,
πœ•β„Ž
πœ•πΌ
=
πœ•(πœŽπΈβˆ’( πœ‡+𝛾) 𝐼)
πœ•πΌ
= βˆ’( πœ‡ + 𝛾),
πœ•β„Ž
πœ•π‘‰
=
πœ•(πœŽπΈβˆ’( πœ‡+𝛾) 𝐼)
πœ•π‘‰
= 0,
πœ•π‘–
πœ•π‘†
=
πœ•(πœŒπœ‹+π›ΎπΌβˆ’( πœ‡+πœ”) 𝑉)
πœ•π‘†
= 0,
πœ•π‘–
πœ•πΈ
=
πœ•(πœŒπœ‹+π›ΎπΌβˆ’( πœ‡+πœ”) 𝑉)
πœ•πΈ
= 0,
πœ•π‘–
πœ•πΌ
=
πœ•(πœŒπœ‹+π›ΎπΌβˆ’( πœ‡+πœ”) 𝑉)
πœ•πΌ
= 𝛾,
πœ•π‘–
πœ•π‘‰
=
πœ•(πœŒπœ‹+π›ΎπΌβˆ’( πœ‡+πœ”) 𝑉)
πœ•π‘‰
= βˆ’( πœ‡ + πœ”). (4.14)
Linearisasi yang telah dilakukan diatas merupakan matriks Jacobian 𝐽1,
35
𝑓1 =
[
πœ•π‘“
πœ•π‘†
πœ•π‘“
πœ•πΈ
πœ•π‘“
πœ•πΌ
πœ•π‘”
πœ•π‘†
πœ•π‘”
πœ•πΈ
πœ•π‘”
πœ•πΌ
πœ•β„Ž
πœ•π‘†
πœ•β„Ž
πœ•πΈ
πœ•β„Ž
πœ•πΌ
πœ•π‘–
πœ•π‘†
πœ•π‘–
πœ•πΈ
πœ•π‘–
πœ•πΌ
πœ•π‘“
πœ•π‘‰
πœ•π‘”
πœ•π‘‰
πœ•β„Ž
πœ•π‘‰
πœ•π‘–
πœ•π‘‰]
(4.15)
Selanjutnya, dari semua persamaan (4.14) disubtitusikan ke matriks Jacobian
(4.15), sehingga diperoleh:
𝐽1 = [
βˆ’π›½πΌ βˆ’ πœ‡ 0 βˆ’π›½π‘† πœ”
𝛽𝐼 βˆ’(πœ‡ + 𝜎) 𝛽𝑆 0
0 𝜎 βˆ’(πœ‡ + 𝛾) 0
0 0 𝛾 βˆ’( πœ‡ + πœ”)
] (4.16)
Titik kestabilan bebas penyakit (disease free equilibrium) 𝐸0
= (𝑆0, 𝐸0, 𝐼0, 𝑉0) =
(
(1βˆ’πœŒ)πœ‹
πœ‹
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡(πœ‡+πœ”)
, 0,0,
πœŒπœ‹
(πœ‡+πœ”)
) dievaluasi pada matriks Jacobian (4.16), sehingga di
peroleh:
𝐽2 =
[
βˆ’πœ‡ 0 βˆ’π›½ [
(1βˆ’πœŒ)πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡(πœ‡+πœ”)
] πœ”
0 βˆ’(πœ‡ + 𝜎) 𝛽 [
(1βˆ’πœŒ)πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡(πœ‡+πœ”)
] 0
0 𝜎 βˆ’(πœ‡ + 𝛾) 0
0 0 𝛾 βˆ’(πœ‡ + πœ”)]
(4.17)
Untuk mencari nilai eigen (eigen value) πœ† matriks 𝐽2 yang berukuran 4 Γ— 4, maka
matriks 𝐽2 dituliskan sebagai (πœ†π‘° βˆ’ 𝐽2)𝒙 = 0, dengan 𝑰 adalah matriks identitas,
agar Ξ» menjadi nilai eigen, maka harus ada pemecahan taknol dari persamaan
(πœ†π‘° βˆ’ 𝐽2)𝒙 = 0. Persamaan tersebut mempunyai pemecahan teknol jika dan
hanya jika:
𝑑𝑒𝑑(πœ†π‘° βˆ’ 𝐽2) = 0
Persamaan karakteristik untuk matriks Jacobian (4.17) yang dievaluasi di titik
kesetimbangan bebas penyakit adalah sebagai berikut:
36
|
|βˆ’( πœ‡ + πœ†)
0
0
0
0
βˆ’( πœ‡ + 𝜎 + πœ†)
𝜎
0
βˆ’π›½ [
(1 βˆ’ 𝜌) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡ + πœ”)
]
𝛽 [
(1 βˆ’ 𝜌) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡ + πœ”)
]
βˆ’( πœ‡ + 𝛾 + πœ†)
𝛾
πœ”
0
0
βˆ’( πœ‡ + πœ” + πœ†)|
|
Dengan menggunakan ekspansi kofaktor sepanjang kolom pertama, sehingga
persamaan karakteristiknya adalah:
βˆ’( πœ‡ + πœ†) [βˆ’( πœ‡ + 𝜎 + πœ†)( πœ‡ + 𝛾 + πœ†)( πœ‡ + πœ” + πœ†) + 𝛽[
(1βˆ’πœŒ) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡+πœ”)
] ( πœ‡ +
πœ” + πœ†)] = 0,
( πœ‡ + πœ†)( πœ‡ + πœ” + πœ†) = 0 atau
[( πœ‡ + 𝜎 + πœ†)( πœ‡ + 𝛾 + πœ†) βˆ’ π›½πœŽ [
(1βˆ’πœŒ) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡+πœ”)
]] = 0,
( πœ‡ + πœ†) = 0 sehingga πœ†1 = βˆ’πœ‡,
( πœ‡ + πœ” + πœ†) = 0 sehingga πœ†2 = βˆ’( πœ‡ +
πœ”)(π‘›π‘–π‘™π‘Žπ‘– 𝑒𝑖𝑔𝑒𝑛 πœ†1 π‘‘π‘Žπ‘› πœ†2 π‘π‘’π‘Ÿπ‘›π‘–π‘™π‘Žπ‘– π‘›π‘’π‘”π‘Žπ‘‘π‘–π‘“),
[( πœ‡ + 𝜎 + πœ†)( πœ‡ + 𝛾 + πœ†) βˆ’ π›½πœŽ [
(1βˆ’πœŒ) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡+πœ”)
]] = 0,
πœ†2
+ πœ†(2πœ‡ + 𝜎) + (πœ‡2
+ 2πœ‡π›Ύ + πœ‡πœŽ + πœŽπ›Ύ) βˆ’ π›½πœŽ [
(1βˆ’πœŒ) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡+πœ”)
] = 0, (4.18)
Selanjutnya, analisis kestabilan pada persamaan (4.18) dapat di peroleh dengan
menggunakan tabel Routh-Hurwits seperti pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Routh-Hurwitz
πœ†2
1 (πœ‡2
+ 2πœ‡π›Ύ + πœ‡πœŽ + πœŽπ›Ύ)
βˆ’π›½πœŽ [
(1 βˆ’ 𝜌) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡ + πœ”)
]
37
πœ†1
(2πœ‡ + 𝜎) 0
πœ†0 ( πœ‡2
+ 2πœ‡π›Ύ + πœ‡πœŽ + πœŽπ›Ύ)
βˆ’π›½πœŽ [
(1 βˆ’ 𝜌) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡ + πœ”)
]
Agar sistem stabil, maka semua suku kolom pertama tabel Routh-Hurwitz harus
bertanda positif. Agar semua suku bertanda positif, maka :
( πœ‡2
+ 2πœ‡π›Ύ + πœ‡πœŽ + πœŽπ›Ύ) βˆ’ π›½πœŽ [
(1βˆ’πœŒ) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡+πœ”)
] > 0,
( πœ‡2
+ 2πœ‡π›Ύ + πœ‡πœŽ + πœŽπ›Ύ) > π›½πœŽ [
(1βˆ’πœŒ) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡+πœ”)
],
(
1
( πœ‡2+2πœ‡π›Ύ+πœ‡πœŽ+πœ‡π›Ύ)
) π›½πœŽ [
(1βˆ’πœŒ) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡+πœ”)
] < 1,
Sehingga nilai bilangan reproduksi dasar 𝑅0 untuk model SEIV pada penyakit
hepatitis B adalah
(
1
( πœ‡2+2πœ‡π›Ύ+πœ‡πœŽ+πœ‡π›Ύ)
)(π›½πœŽ [
(1βˆ’πœŒ) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡+πœ”)
]),
Titik kesetimbangan bebas penyakit adalah :
𝐸0
= ( 𝑆0, 𝐸0, 𝐼0, 𝑉0) = (
(1βˆ’πœŒ) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡+πœ”)
, 0,0,
πœŒπœ‹
( πœ‡+πœ”)
) stabil asimtotik jika
(
1
( πœ‡2+2πœ‡π›Ύ+πœ‡πœŽ+πœ‡π›Ύ)
)(π›½πœŽ [
(1βˆ’πœŒ) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡+πœ”)
]) < 1 yang menunjukkan bahwa suatu
populasi tidak terjadi penyebaran penyakit. Stabil asimtotik berarti perubahan
kecil pada syarat awal tidak menimbulkan pengaruh pada penyelesaian.
Sedangkan jika (
1
( πœ‡2+2πœ‡π›Ύ+πœ‡πœŽ+πœ‡π›Ύ)
) (π›½πœŽ [
(1βˆ’πœŒ) πœ‹
πœ‡
+
πœ”πœŒπœ‹
πœ‡( πœ‡+πœ”)
]) > 1 maka akan
menunjukkan bahwa titik kesetimbangan endemik yang stabil asimtotik atau
dengan kata lain selalu terjadi penyebaran penyakit pada suatu populasi.
38
5. Studi Kasus Model SEIV pada Penyebaran Penyakit Hepatitis B
Penyakit hepatitis B merupakan penyakit carrier (pembawa) yang
kebanyakan diderita sejak lahir karena ditularkan langsung dari ibu penderita
ke bayinya, tetapi tidak menutup kemungkinan ditularkan dari orang per orang
melalui kontak langsung dari penderita ke individu sehat melalui cairan
tubuhnya.
Estimasi parameter model SEIV pada penyakit hepatitis B ini dilakukan
pada populasi manusia. Laju kelahiran manusia yang dinotasikan dengan πœ‹, dapat
dihitung berdasarkan jumlah bayi yang lahir per unit waktu. Berdasarkan data
yang diambil dari dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah bayi yang
lahir di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2015 yaitu 150.931 jiwa. Jadi
rata-rata kelahiran bayi per bulan adalah 12.577,583333333 jiwa atau πœ‹ =
12.577,58333333 jiwa bulan. Laju vaksinasi dihitung berdasarkan jumlah bayi
yang tervaksin dibagi dengan jumlah kelahiran, yang dinotasikan dengan 𝜌. Data
vaksinasi diambil dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah
vaksinasi pada tahun 2015 yaitu 559.950. Jadi laju per bulan adalah
0,3091644526 jiwa per bulan. Tidak semua bayi lahir mendapatkan vaksinasi,
sehingga diasumsikan (1 βˆ’ 𝜌) adalah laju populasi bayi di Provinsi Sulawesi
Selatan yang tidak mendapatkan vaksinasi, maka
(1 βˆ’ 𝜌) = 1 βˆ’ 0,3091644526 = 0,6908355474.
Pengaruh karantina diasumsikan πœ‘( 𝐼) = πœ‘(0) = 1, karena selama ini
di Sulawesi Selatan tidak ditemukan adanya karantina yang disebabkan oleh
39
hepatitis B. Laju kematian alami diestimasi berdasarkan rata-rata angka harapan
hidup. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika Provinsi Sulawesi Selatan
memiliki angka harapan hidup sebesar 70,1 tahun Jadi laju kematian adalah
sebesar πœ‡ =
1
π‘Žπ‘›π‘”π‘˜π‘Ž β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘π‘Žπ‘› β„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘
=
1
70,1
=
1
841 ,2 π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘›
= 0,0011887779/bulan
Secara umum, jika 𝑇 adalah waktu yang dihabiskan dalam suatu
kompartemen, maka laju individu yang meninggalakan kompartemen adalah
1
𝑇
.
Rata-rata masa inkubasi untuk penyakit hepatitis B adalah 60-90 hari. Setelah
60-90 hari maka manusia akan meninggalakan kompartemen exposed.
Tingkat infektivitas 𝜎 adalah tingkat transisi dari exposed ke infected, jadi 𝜎 =
1
π‘šπ‘Žπ‘ π‘Ž π‘–π‘›π‘˜π‘’π‘π‘Žπ‘ π‘–
=
1
(60+90)/2β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘–
=
1
2,5 π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘›
= 0,4/bulan.
Tahun 2015 jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak
8.520.304 jiwa adalah termasuk jumlah populasi S (susceptible) karena tiap-tiap
individu memiliki kemungkinan terinfeksi hepatitis B. Akan tetapi, populasi
susceptible yang diambil pada studi kasus ini sebanyak 821.950 jiwa yang
didapat dari 150.931 bayi dan 671.019 balita. Pada awal pertumbuhannya, nilai
untuk populasi exposed sebesar 0 jiwa yang merupakan titik awal dari
penyebaran penyakit dimana individu dalam populasi exposed belum
diketahui secara pasti berapa individu yang masuk dalam masa inkubasi ini.
Populasi exposed ini merupakan kumpulan dari individu yang sudah terjangkit
virus hepatitis B yang hanya menunjukkan gejala tetapi belum sakit. Populasi
infected yang dinotasikan dengan I didapatkan dengan menghitung dari jumlah
kasus hepatitis B yakni sebanyak 504 jiwa. Populasi tervaksinasi (vaccinated)
40
dihitung dari jumlah populasi bayi yang diberi vaksin sebanyak 559.950 jiwa
yang didapatkan dari 150.227 HB0<7hari, 140.490 HB1, 135.285 HB2, 133.948
HB3 karena wajib vaksinasi diberikan 4 kali pada bayi dengan 3 dosis.
Studi kasus penyebaran penyakit Hepatitis B memiliki beberapa
parameter. Parameter yang telah diperoleh tersebut kemudian dimasukkan ke
persamaan (4.1) sampai persamaan (4.4), sehingga didapatkan formulasi model
SEIV untuk kasus penyakit hepatitis B di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun
2015 sebagai berikut:
𝑑𝑆
𝑑𝑑
= (1 βˆ’ 0,3091644526)12.577,583333333 βˆ’ 0,0000002028𝑆𝐼 βˆ’
0,0011887779+ 0,14𝑉
𝑆(0) = 821.950 (4.17)
𝑑𝐼
𝑑𝑑
= 0,0000002028𝑆𝐼 βˆ’ (0,0011887779+ 0,4) 𝐸
𝐸(0) = 0 (4.18)
𝑑𝐸
𝑑𝑑
= 0,4𝐸 βˆ’ (0,0011887779+ 0,1667) 𝐼
𝐼(0) = 504 (4.19)
𝑑𝐼
𝑑𝑑
= (0,3091644526)12.577,583333333 βˆ’ (0,0011887779+ 0,14)𝑉
𝑉(0) = 559.950 (4.20)
6. Simulasi Model SEIV pada Penyebaran Penyakit Hepatitis B
Dari formulasi model SEIV yaitu persamaan (4.1) sampai persamaan (4.4)
dapat diplot seperti pada Gambar 4.1. Berdasarkan model SEIV pada penyakit
hepatitis B di Provinsi Sulawesi Selatan yang telah didapat, menghasilkan
41
bilangan reproduksi dasar ( 𝑅0) sebesar 12,669 dan titik kesetimbangan bebas
penyakit sebesar
𝐸0
= ((10.550.765,93),(0),(0),(27.526,7571)) β‰ˆ (10.550.766,0, 0, 27.527)
yang stabil asimtotik, berarti bahwa pada populasi penduduk di Provinsi Sulawesi
Selatan sekitar 8.520.304 jiwa tidak ada individu yang terinfeksi dan tidak ada
yang dapat menularkan penyakit hepatitis B. Sedangkan untuk titik
kesetimbangan endemiknya diperoleh sebesar
𝐸1
=
((830.315,8288),(1.568.942,052),(3,738.046,093),(4.440.988,738)) β‰ˆ
((830.316),(1.568.942),(3,738.046),(4.440.989)). Merupakan titik awal
populasi konstan yang berarti bahwa pada waktu tertentu dengan pemberian
vaksin masih ada individu yang terinfeksi penyakit dan individu yang dapat
menularkan penyakit sehingga dapat menimbulkan endemik hepatitis B. Nilai
𝑅0 = 12,669 ( 𝑅0 > 1) mempunyai arti bahwa penyakit hepatitis B yang terjadi
di Provinsi Sulawesi Selatan tidak akan hilang dari populasi dan dapat
menyebabkan endemik dan meluas karena penyakit hepatitis B termasuk
penyakit yang tidak dapat sembuh dan penyakit bawaan (carrier) yang dapat
dengan mudah menular dari ibu ke bayinya melalui proses kelahiran dan melalui
cairan tubuh penderita ke individu sehat. Nilai 𝑅0 melebihi 1 menunjukkan
bahwa setiap penderita hepatitis B dapat menularkan penyakitnya ke lebih dari
satu penderita baru atau individu rentan sehingga seiring berjalannya waktu
penyakit tersebut menyebar semakin luas dengan jumlah penderita yang semakin
banyak.
42
(perbesaran)
Gambar 4.2 Plot Susceptible,Exposed,Infected,Vaccinated model SEIV pada
hepatitis B
Gambar 4.2 merupakan plot dari keempat kompartemen model SEIV
dengan waktu sampai 7000 bulan untuk mengetahui dimana titik kesetimbangan
endemiknya. Pada awal pertumbuhannya, populasi susceptible sebesar 821.950
jiwa mengalami peningkatan jumlah populasinya namun setelah mencapai titik
puncak, populasinya menurun yang menunjukkan bahwa jumlah individu yang
rentan terhadap penyakit hepatitis B mulai berkurang kemudian populasinya
43
konstan. Titik kesetimbangan endemik untuk populasi susceptible sebesar
830.316. Pada populasi exposed, populasi infected dan populasi vaccinated
mengalami peningkatan secara signifikan tetapi saat mendekati titik
kesetimbangan endemik, populasinya semakin konstan. Titik kesetimbangan
endemik untuk masing-masing populasi exposed, populasi infected dan populasi
vaccinated adalah sebesar 1.568.942, 3,738.046 dan 4.440.989. Pada perbesaran
dari Gambar 4.2 juga diperlihatkan bahwa ketika populasi rentan meningkat maka
populasi tervaksin akan menurun. Hal ini disebabkan oleh jumlah populasi rentan
yang lebih besar daripada jumlah populasi tervaksin. Untuk lebih jelasnya,
dibawah ini merupakan penjelasan dari masing-masing populasi.
Gambar 4.3 Plot Susceptible model SEIV pada hepatitis B
Gambar 4.2 plot susceptible diatas menunjukkan bahwa populasi awal dari
populasi susceptible sebesar 821.950 jiwa mengalami kenaikan sampai titik
puncak yang berada pada posisi ((54,11),1.841e+06) yang artinya pada bulan ke-
54,11 populasi susceptible mencapai 1.841e+06 jiwa. Pada posisi tersebut
44
merupakan populasi rentan penyakit Hepatitis B mencapai angka tertinggi.
Kenaikan tersebut disebabkan oleh aliran masuk pada kompartemen susceptible
yang berupa tingkat kelahiran ( πœ‹) dan laju perpindahan dari kompartemen
vaccinated ke susceptible πœ”π‘‰ lebih besar daripada aliran keluarnya yang berupa
tingkat kematian bebas penyakit atau kematian alami (πœ‡), laju perpindahan dari
kompartemen susceptible ke exposed (𝛽𝑆𝐼) dan laju perpindahan kompartemen
susceptible ke vaccinated (πœŒπœ‹). Sedangkan sekitar (91,53,8511e+05) bulan
berikutnya populasi susceptible mengalami penurunan yang disebabkan oleh
aliran keluar kompartemen lebih besar dari pada aliran masuk
kompartemennya. Mulai bulan ke-4500 populasi susceptible mengalami
kestabilan pada titik kesetimbangan endemiknya yaitu 830.316 yang berarti
bahwa mulai bulan ke-4500 jumlah populasi susceptible terhadap penyakit
hepatitis B konstan. Karena penyebaran penyakit hepatitis B ini merupakan
penyakit endemik, maka populasi susceptible akan selalu ada meskipun dengan
keadaan konstan.
Gambar 4.4 Plot Exposed model SEIV pada hepatitis B
45
Gambar 4.5 Plot Infected model SEIV pada hepatitis
Pada Gambar 4.4 diatas menunjukkan bahwa populasi exposed mengalami
kenaikan yang disebabkan oleh aliran masuk pada kompartemen exposed yang
berupa laju perpindahan dari kompartemen susceptible ke exposed (𝛽𝑆𝐼) lebih
besar daripada aliran kelaurnya yang berupa tingkat kematian bebas penyakit atau
kematian alami( πœ‡) dan tingkat transmisi penyebaran individu exposed menjadi
individu infected (𝜎). Populasi exposed mengalami kestabilan sekitar 5685 bulan
berikutnya yaitu pada titik kesetimbangan endemik 1.568.942. Populasi
exposed merupakan populasi yang individunya masuk dalam masa inkubasi
dimana mempunyai kemungkinan untuk terinfeksi penyakit hepatitis B karena
tidak adanya kekebalan dalam tubuh atau individu yang tervaksin tetapi kekebalan
tubuhnya menurun terhadap hepatitis B. Sedangkan untuk populasi infected
mengalami peningkatan yang disebabkan oleh aliran masuk pada kompartemen
infected yang berupa tingkat transmisi penyebaran individu exposed menjadi
individu infected (𝜎) lebih besar daripada aliran keluar yang berupa tingkat
46
kematian bebas penyakit atau kematian alami( πœ‡) dan tingkat pemulihan individu
infected menjadi individu vaccinated (𝛾). Mulai 6650 bulan berikutnya, jumlah
populasi infected mengalami kestabilan pada titik kesetimbangan endemiknya
yaitu 3.738.046. Populasi infected adalah populasi yang terinfeksi hepatitis B
akibat tidak memiliki kekebalan penyakit dalam tubuhnya. Populasi infected
merupakan bagian dari populasi exposed.
Gambar 4.2 Plot Vaccinated model SEIV pada hepatitis B
Pada gambar 4.4 plot vaccinated juga menunjukkan bahwa populasi
vaccinated mengalami penurunan sampai titik terendah yang berada pada posisi
(35, 3.408e+04) yang artinya pada bulan ke-35 populasi vaccinated mencapai
3.408e+04 jiwa. Penurunan tersebut disebabkan oleh aliran keluar yang berupa
tingkat kematian bebas penyakit atau kematian alami (πœ‡) dan tingkat individu
kehilangan kekebalan atau penurunan vaksin sehingga individu akan menjadi
rentan kembali terhadap penyakit (πœ”) lebih besar daripada aliran masuk pada
kompartemen vaccinated yang berupa masa pemulihan (𝛾) dan laju
perpindahan kompartemen susceptible ke Vaccinated ( πœŒπœ‹). Sedangkan pada 30
47
bulan berikutnya populasi vaccinated mengalami kenaikan yang sinifikan hingga
mendekati titik kesetimbangan endemik. Mulai bulan ke-6300 jumlah populasi
vaccinated mengalami kestabilan pada titik kesetimbangan endemiknya yaitu
4.440.989. Hal ini menunjukkan bahwa mulai buan ke-6300 jumlah populasi
vaccinated konstan. Individu dalam populasi vaccinated adalah ndividu yang telah
diberi vaksin sehingga memungkinkan untuk memiliki kekebalan terhadap
penyakit hepatitis B tetapi juga dapat menjadi populasi Susceptible kembali
karena hilangnya daya kekebalan alami dan penurunan dari vaksin. Sehinga
terdapat kemungkinan individu yang telah tervaksin dari penyakit hepatitis B
dapat terinfeksi hepatitis B namun tidak akan sakit atau tidak menjadi parah.
B. Pembahasan
Penelitian tentang pemodelan matematika terhadap penyebaran penyakit
hepatitis B telah dilakukan sebelumnya oleh Rosdiana (2015) dalam skripsinya
yang berjudul β€œPemodelan Matematika SIR dengan vaksinasi pada Penyebaran
Penyakit Hepatitis B” dan Li-Ming Cai & Xue-Zhi Li (2008) dalam penelitiannya
yang berjudul β€œAnalysis of a SEIV Epidemic Model with a Nonlinear Incidence
Rate”.
Dalam penelitian Rosdiana (2015), model matematika yang digunakan
untuk penyebaran penyakit hepatitis B adalah model SIR yang diturunkan ulang
dengan memperhatikan pengaruh vaksinasi, kemudian menerapkannya pada kasus
hepatitis B. Beberapa tingkat vaksinasi dibandingkan untuk meliahat pengaruh
vaksinasi pada penyebaran penyakit. Vaksinasi tidak mengobati penyakit hepatitis
48
B atau mempercepat waktu menghilangnya penyakit dalam populasi, melainkan
mencegah agar individu tidak terinfeksi penyakit hepatitis B.
Dilain pihak, Li-Ming Cai & Xue-Zhi Li (2008) dalam penelitiannya
mengkaji tentang pemodelan matematika SEIV dengan tingkat kejadian non-
linear, perilaku dinamik dari model SEIV yang menggabungkan non-linear dan
vaksinasi pencegahan didapatkan 2 titik kesetimbangan endemik virus.
Penelitian tentang β€œPemodelan Matematika SEIV pada Penyebaran Penyakit
Hepatitis B” ini dikembangkan dari penelitian Rosdiana (2015) dan Li-Ming Cai
& Xue-Zhi Li (2008) dengan menerapkan model SEIV pada penyakit hepatitis B.
Dari simulasi, diperoleh informasi bahwa penyebaran penyakit hepatitis B di
Provinsi Sulawesi Selatan tidak akan hilang dari populasi dan menjadi endemik
yang dapat mengakibatkan penderita penyakt hepatitis B selalu ada setiap
tahunnya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunaan model SEIV pada
penyebaran penyakit hepatitis B mendapatkan hasil bahwa penyakit hepatitis B
akan terus ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Dari hasil simulasi menunjukkan
bahwa semakin meningkat jumlah populasi tervaksin, maka semakin menurun
individu rentan hepattis B di Provinsi Sulawesi Selatan sehingga penyebaran
hepatitis B dapat diminimalisir.
Untuk meningkatkan vaksnasi hepatitis B, terdapat upaya agar kasus
hepatitis B dapat diminimalisir. Upaya tesebut antara lain dilakukan penyuluhan
akan pentingnya pemberian vaksinasi dini hepatitis B kepada masyarakat terutama
di daerah pedesaan yang jauh dari kota agar lebih sadar terhadap pencegahan dini
49
penyebaran penyakit hepatitis B, dan keikutserataan bayi dalam program
pemberian vaksinasi secara rutin di posyandu maupun puskesmas.

More Related Content

Similar to Bab iv

Makalah distribusi binomial, poisson, distribusi normal
Makalah distribusi binomial, poisson, distribusi normalMakalah distribusi binomial, poisson, distribusi normal
Makalah distribusi binomial, poisson, distribusi normal
Aisyah Turidho
Β 
Dasar2 epid jafung epid nov 2020 (1)(1)
Dasar2 epid jafung epid nov 2020 (1)(1)Dasar2 epid jafung epid nov 2020 (1)(1)
Dasar2 epid jafung epid nov 2020 (1)(1)
BidangTFBBPKCiloto
Β 
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Yafet Geu
Β 

Similar to Bab iv (20)

2 epidemiologi ikm
2 epidemiologi ikm2 epidemiologi ikm
2 epidemiologi ikm
Β 
Ukuran epidemiologi
Ukuran epidemiologi Ukuran epidemiologi
Ukuran epidemiologi
Β 
Makalah distribusi binomial, poisson, distribusi normal
Makalah distribusi binomial, poisson, distribusi normalMakalah distribusi binomial, poisson, distribusi normal
Makalah distribusi binomial, poisson, distribusi normal
Β 
Dasar2 epid jafung epid nov 2020 (1)(1)
Dasar2 epid jafung epid nov 2020 (1)(1)Dasar2 epid jafung epid nov 2020 (1)(1)
Dasar2 epid jafung epid nov 2020 (1)(1)
Β 
TM 1.pdf
TM 1.pdfTM 1.pdf
TM 1.pdf
Β 
Screening EPIDEMIOLOGI
Screening EPIDEMIOLOGIScreening EPIDEMIOLOGI
Screening EPIDEMIOLOGI
Β 
Screening epidemiologi 1
Screening epidemiologi 1Screening epidemiologi 1
Screening epidemiologi 1
Β 
6d386-pertemuan-5.-ukuran-frekuensi-penyakit-3-.pdf
6d386-pertemuan-5.-ukuran-frekuensi-penyakit-3-.pdf6d386-pertemuan-5.-ukuran-frekuensi-penyakit-3-.pdf
6d386-pertemuan-5.-ukuran-frekuensi-penyakit-3-.pdf
Β 
Kelompok 6 Epidemiologi _Asosiasi dan Dampak.pptx
Kelompok 6 Epidemiologi _Asosiasi dan Dampak.pptxKelompok 6 Epidemiologi _Asosiasi dan Dampak.pptx
Kelompok 6 Epidemiologi _Asosiasi dan Dampak.pptx
Β 
116785964 laporan-case-study
116785964 laporan-case-study116785964 laporan-case-study
116785964 laporan-case-study
Β 
Mpi.3 pokok bahasan 3
Mpi.3 pokok bahasan 3Mpi.3 pokok bahasan 3
Mpi.3 pokok bahasan 3
Β 
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Β 
13319964.ppt
13319964.ppt13319964.ppt
13319964.ppt
Β 
Seminar Hasil Penelitian Skripsi
Seminar Hasil Penelitian Skripsi Seminar Hasil Penelitian Skripsi
Seminar Hasil Penelitian Skripsi
Β 
PENGUKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI_ drPUTRIEYANOER.pdf
PENGUKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI_ drPUTRIEYANOER.pdfPENGUKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI_ drPUTRIEYANOER.pdf
PENGUKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI_ drPUTRIEYANOER.pdf
Β 
Dasar_Epid_TM_3_19032020.pptx
Dasar_Epid_TM_3_19032020.pptxDasar_Epid_TM_3_19032020.pptx
Dasar_Epid_TM_3_19032020.pptx
Β 
Pengertian hiv
Pengertian hivPengertian hiv
Pengertian hiv
Β 
PBL 4.pptx
PBL 4.pptxPBL 4.pptx
PBL 4.pptx
Β 
Istilah dan Ukuran-UkuranEpidemiologi
Istilah dan Ukuran-UkuranEpidemiologiIstilah dan Ukuran-UkuranEpidemiologi
Istilah dan Ukuran-UkuranEpidemiologi
Β 
Prinsip prinsip epidemiologi, frekuensi masalah kesehatan, ukuran-ukuran epid...
Prinsip prinsip epidemiologi, frekuensi masalah kesehatan, ukuran-ukuran epid...Prinsip prinsip epidemiologi, frekuensi masalah kesehatan, ukuran-ukuran epid...
Prinsip prinsip epidemiologi, frekuensi masalah kesehatan, ukuran-ukuran epid...
Β 

Recently uploaded

Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
FitriaSarmida1
Β 
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
AfriYani29
Β 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
DessyArliani
Β 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
MaskuratulMunawaroh
Β 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
fitriaoskar
Β 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
rizalhabib4
Β 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
wawan479953
Β 

Recently uploaded (20)

Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Β 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Β 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Β 
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxPrakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Β 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Β 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
Β 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
Β 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
Β 
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
Β 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
Β 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
Β 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
Β 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Β 
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanTopik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Β 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Β 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
Β 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Β 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Β 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Β 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
Β 

Bab iv

  • 1. 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas lebih detail penyelesaian model matematika SEIV pada penyebaran penyakit hepatitis B berdasarkan studi kasus yang di lakukan di Provinsi Sulawesi Selatan, diantaranya formulasi model SEIV penyakit hepatitis B, titik kesetimbangan bebas penyakit, titik kesetimbangan endemik penyakit, analisis kestabilan dan studi kasusnya. Selanjutnya dilakukan simulasi model menggunakan program Matlab R2015a. A. Hasil Penelitian 1. Formulasi Model Model hepatitis B dengan pengaruh vaksinasi dapat diklasifikasikan menjadi empat populasi, yaitu populasi Susceptible, populasi Exposed, populasi Infected, dan populasi Vaccinated. Populasi Susceptible yang disimbolkan dengan S, adalah populasi manusia yang rentan dan sehat terhadap penyakit. Populasi Exposed yang disimbolkan dengan E, adalah populasi manusia yang terinfeksi tetapi belum bisa menularkan penyakit ke individu lainnya atau masih dalam masa inkubasi. Populasi Infected yang disimbolkan dengan I, adalah populasi manusia yang telah terinfeksi penyakit dan dapat menularkan penyakitnya ke individu lainnya. Populasi Vaccinated yang disimbolkan dengan V, adalah populasi manusia yang tervaksin Hepatitis B tetapi juga dapat
  • 2. 24 menjadi populasi Susceptible kembali karena tidak memiliki kekebalan alami dari tubuhnya. Asumsi-asumsi yang digunakan untuk merumuskan model matematika penyakit hepatitis B, yaitu : 1. Terdapat jumlah kelahiran dan kematian dalam suatu populasi 2. Setiap individu yang lahir akan menjadi rentan 3. Masa inkubasi penyakit hepatitis B 60-90 hari 4. Hanya terdapat satu macam penyebaran penyakit infeksi 5. Populasi konstan (tertutup), Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, diperoleh skema dinamika model matematika SEIV penyakit hepatitis B, yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 Gambar 4.1 Kompartemen model SEIV S E I V 𝝁𝑺 𝝁𝑬 𝝁𝑰 𝝁𝑽 πŽπ‘½ 𝝆𝝅 πœΈπ‘° πˆπ‘¬ πœ·π‘Ίπ‘° 𝝋(𝑰)(𝟏 βˆ’ 𝝆)𝝅
  • 3. 25 Formulasi untuk model pada gambar 4.1 dituliskan dalam bentuk persamaan diferensial sebagai berikut : 𝑑𝑆 𝑑𝑑 = (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’ 𝛽𝑆𝐼 πœ‘( 𝐼) βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”π‘‰ (4.1) 𝑑𝐸 𝑑𝑑 = 𝛽𝑆𝐼 πœ‘( 𝐼) βˆ’ ( πœ‡ + 𝜎) 𝐸 (4.2) 𝑑𝐼 𝑑𝑑 = 𝜎𝐸 βˆ’ ( πœ‡ + 𝛾) 𝐼 (4.3) 𝑑𝑉 𝑑𝑑 = πœŒπœ‹ + 𝛾𝐼 βˆ’ ( πœ‡ + πœ”) 𝑉 (4.4) Dengan, 𝑑𝑆(𝑑) 𝑑𝑑 = Laju pertumbuhan kelompok rentan per satuan waktu t 𝑑𝐸(𝑑) 𝑑𝑑 = Laju pertumbuhan kelompok terekspose per satuan waktu t 𝑑𝐼(𝑑) 𝑑𝑑 = Laju pertumbuhan kelompok terinfeksi per satuan waktu t 𝑑𝑉(𝑑) 𝑑𝑑 = Laju pertumbuhan kelompok tervaksin per satuan waktu t 𝑆 = jumlah individu rentan, dengan 𝑆 β‰₯ 0. 𝐸 = jumlah individu terekspose, dengan 𝐸 β‰₯ 0. 𝐼 = jumlah individu terinfeksi, dengan 𝐼 β‰₯ 0. 𝑉 = jumlah individu tervaksin, dengan 𝑉 β‰₯ 0. πœ‹ = laju kelahiran dan imigrasi penduduk 𝜌 = tingkat individu yang tervaksin 𝛽 = tingkat individu yang terinfeksi πœ‡ = laju kematian alami 𝜎 = tingkat individu yang terekspose menjadi terinfeksi 𝛾 = tingkat individu terinfeksi yang telah sembuh menjadi individu tervaksin
  • 4. 26 πœ” = tingkat individu kehilangan kekebalan atau penurunan vaksin πœ‘ = tingkat karantina individu yang terinfeksi atau tindakan perlindungan pada individu rentan (Abdulrazak et al, 2012). Populasi susceptible meningkat karena adanya laju kelahiran πœ‹ pada suatu populasi, individu yang tidak tervaksinasi (1 βˆ’ 𝜌)πœ‹ dan berakhirnya masa rentan kembali atau hilangnya kekebalan πœ” pada individu. Komparteman ini juga dapat berkurang karena adanya laju kematian bebas penyakit πœ‡π‘† individu yang tervaksin πœŒπœ‹, karantina individu yang terinfeksi atau tindakan perlindungan pada individu rentan πœ”(𝐼) dan laju penyebaran oleh yang terinfeksi 𝛽. Populasi exposed dapat meningkat karena kejadian 𝛽𝑆𝐼 πœ”(𝐼) berkurang karena laju kematian bebas penyakit serta laju penyebaran individu terekspose menjadi terinfeksi 𝜎𝐸. Populasi infected meningkat karena adanya laju penyebaran individu terekspose menjadi terinfeksi 𝜎𝐸 dan berkurang karena mulainya masa pemulihan 𝛾𝐼, adanya laju kematian bebas penyakit πœ‡πΌ. Populasi vaccinated dapat meningkat karena individu rentan yang tervaksin πœŒπœ‹, berakhirnya masa pemulihan 𝛾𝐼, dan dapat pula berkurang karena adanya laju kematian bebas penyakit πœ‡π‘‰ serta mulainya masa rentan kembali atau hilangnya kekebalan πœ”π‘‰ pada individu. Sesuai dengan asumsi tentang model SEIV, populasi diasumsikan tertutup sehingga faktor migrasi diabaikan. Hal tersebut dikarenakan migrasi dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan model. Individu baru yang masuk dalam populasi yaitu kelahiran, laju kelahiran dihitung berdasarkan dari jumlah individu yang lahir per satuan waktu disimbolkan dengan πœ‹. Individu yang keluar yaitu individu yang mati secara alami, dimana laju kematian bebas penyakit
  • 5. 27 disimbolkan dengan πœ‡. Nilai πœ‹ diperoleh dari kebalikan angka harapan hidup. Model SEIV ini menjelaskan bahwa setiap individu dapat memiliki kekebalan terhadap penyakit dengan pemberian vaksin, sehingga individu yang rentan tidak dapat terserang penyakit atau terserang penyakit tetapi tidak akan menjadi parah. Selain itu, individu rentan yang telah pulih akan terinfeksi kembali dan masuk pada kelompok rentan. Parameter yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini. Parameter Definisi Formulasi πœ‹ Laju kelahiran individu, kehadiran individu baru diasumsikan masuk ke dalam kelompok rentan πœ‹ = π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒 π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘’ π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘› = 150.931 jiwa 12 π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘› = 12.577,583333333 jiwa /bulan 𝜌 Tingkat individu rentan yang divaksinasi per bulan 𝜌 = π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘π‘Žπ‘¦π‘– π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘£π‘Žπ‘˜π‘ π‘–π‘› π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘˜π‘’π‘™π‘Žβ„Žπ‘–π‘Ÿπ‘Žπ‘› = 559.950 150.931 = 0,3091644526 /bulan 𝛽 Tingkat individu rentan yang terinfeksi 𝛽 = 1 π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘› π‘₯ π‘šπ‘Žπ‘ π‘Ž π‘π‘’π‘šπ‘’π‘™π‘–β„Žπ‘Žπ‘› = 1 821.950 x 6 bulan = 0.0000002028/bulan
  • 6. 28 πœ‡ Laju kemtian alami πœ‡ = 1 π‘Žπ‘›π‘”π‘˜π‘Ž β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘π‘Žπ‘› β„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘ = 1 70,1 = 1 841,2 π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘› = 0,0011887779/bulan 𝜎 Tingkat transmisi penyebaran individu exposed menjadi individu infected dengan 𝜎 adalah per masa inkubasi 𝜎 = 1 π‘šπ‘Žπ‘ π‘Ž π‘–π‘›π‘˜π‘’π‘π‘Žπ‘ π‘– = 1 (60 + 90)/2β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘– = 1 2,5 π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘› = 0,4/bulan 𝛾 Tingkat indivudu terinfeksi yang telah sembuh menjadi individu tervaksin 𝛾 = 1 π‘šπ‘Žπ‘ π‘Ž π‘π‘’π‘šπ‘’π‘™π‘–β„Žπ‘Žπ‘› = 1 6 bulan = 0,1667/bulan πœ” Tingkat individu kehilanagn kekebalan atau penurunn vaksin sehingga individu akan menjadi rentan kembali terhadap penyakit πœ” = 1 π‘šπ‘Žπ‘ π‘Ž π‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘› π‘˜π‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘™π‘– = 1 209 hari = 1 6,96 bulan = 0,14/bulan πœ‘ Tingkat karantina individu yang terinfeksi πœ‘( 𝐼) = πœ‘(0) = 1 (berarti tidak ada individu yang
  • 7. 29 atau tindakan perlindungan pada individu rentan dikarantina) 2. Titik Keseimbangan Bebas Penyakit pada Model SEIV Penyakit Hepatitis B Titik keseimbangan diperoleh jika 𝑑𝑆 𝑑𝑑 = 0, 𝑑𝐸 𝑑𝑑 = 0, 𝑑𝐼 𝑑𝑑 = 0, 𝑑𝑉 𝑑𝑑 = 0. Titik kesetimbangan bebas penyakit (diseases free equilibrium) diperoleh jika 𝐸 = 0 dan 𝐼 = 0 sehingga diperoleh suatu keadaan bahwa semua individu masuk ke populasi suceptible dan vaccinated serta tidak ada induvidu yang menularkan atau terinfeksi penyakit karena penyakit tersebut sudah hilang. Substitusikan 𝐼 = 0 pada persamaan (4.4), 𝑑𝑉 𝑑𝑑 = πœŒπœ‹ + 𝛾𝐼 βˆ’ ( πœ‡ + πœ”) 𝑉 = 0 πœŒπœ‹ = ( πœ‡ + πœ”) 𝑉 Sehingga diperoleh, 𝑉0 = πœŒπœ‹ ( πœ‡+πœ”) (4.5) Kemudian subtitusikan 𝐼 = 0 dan persamaan (4.5) ke persamaan (4.1), (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’ 𝛽𝑆𝐼 πœ‘(𝐼) βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”π‘‰ π‘‘π‘–π‘šπ‘Žπ‘›π‘Ž πœ‘(𝐼) = πœ‘(0) = 1 (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’ 𝛽𝑆𝐼 πœ‘(𝐼) βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”π‘‰ = 0 (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”πœŒπœ‹ (πœ‡+πœ”) = 0
  • 8. 30 (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ + πœ”πœŒπœ‹ (πœ‡+πœ”) = πœ‡π‘† Sehingga di peroleh, 𝑆0 = (1βˆ’πœŒ) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡(πœ‡+πœ”) (4.6) Jadi titik kesetimbangan bebas penyakitnya adalah 𝐸0 = 𝑆0, 𝐸0, 𝐼0, 𝑉0 = (1βˆ’πœŒ) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡+πœ”) ,0,0, πœŒπœ‹ ( πœ‡+πœ”) 3. Titik Kesetimbangan endemik pada Model SEIV Penyakit Hepatitis B Titik kesetimbangan diperoleh jika 𝑑𝑆 𝑑𝑑 = 0, 𝑑𝐸 𝑑𝑑 = 0, 𝑑𝐼 𝑑𝑑 = 0, 𝑑𝑉 𝑑𝑑 = 0. Titik kesetimbangan bebas endemik diperoleh jika 𝐸 β‰  0 dan 𝐼 β‰  0 sehingga diperoleh suatu keadaan bahwa semua ada individu yang terinfeksi penyakit maupun individu yang terekspose dan dapat menularkan penyakitnya sehingga dapat menimbulkan endemik hepatitis B. Untuk 𝑑𝐸 𝑑𝑑 = 0 pada persamaan (4.2) maka : 𝑑𝐸 𝑑𝑑 = 𝛽𝑆𝐼 πœ‘(𝐼) βˆ’ ( πœ‡ + 𝜎) 𝐸 = 0 π‘‘π‘–π‘šπ‘Žπ‘›π‘Ž πœ‘( 𝐼) = πœ‘(0) = 1 𝑑𝐸 𝑑𝑑 = 𝛽𝑆𝐼 βˆ’ ( πœ‡ + 𝜎) 𝐸 = 0 𝛽𝑆𝐼 βˆ’ ( πœ‡ + 𝜎) 𝐸 = 0 𝛽𝑆𝐼 = ( πœ‡ + 𝜎) 𝐸 𝐸 = 𝛽𝑆𝐼 ( πœ‡+𝜎) (4.7) Untuk 𝑑𝐼 𝑑𝑑 = 0, subtitusikan persamaan (4.7) ke persamaan (4.3), 𝑑𝐼 𝑑𝑑 = 𝜎𝐸 βˆ’ ( πœ‡ + 𝛾) 𝐼 = 0
  • 9. 31 𝜎𝐸 βˆ’ ( πœ‡ + 𝛾) 𝐼 = 0 𝜎 ( 𝛽𝑆𝐼 ( πœ‡+𝜎) ) βˆ’ ( πœ‡ + 𝛾) 𝐼 = 0 𝐼 ( π›½π‘†πœŽ ( πœ‡+𝜎) βˆ’ ( πœ‡ + 𝛾)) = 0 𝐼 = 0, ( π›½π‘†πœŽ ( πœ‡+𝜎) ) = ( πœ‡ + 𝛾) (4.8) Sehingga diperoleh nilai untuk susceptible ( 𝑆1) 𝑆1 = ( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾) π›½πœŽ (4.9) Untuk 𝑑𝑉 𝑑𝑑 = 0, pada persamaan (4.4) maka 𝑑𝑉 𝑑𝑑 = πœŒπœ‹ + 𝛾𝐼 βˆ’ ( πœ‡ + πœ”) 𝑉 = 0, πœŒπœ‹ + 𝛾𝐼 βˆ’ ( πœ‡ + πœ”) 𝑉 = 0, πœŒπœ‹ + 𝛾𝐼 = ( πœ‡ + πœ”) 𝑉, 𝑉 = πœŒπœ‹+𝛾𝐼 ( πœ‡+πœ”) . (4.10) Untuk 𝑑𝑆 𝑑𝑑 = 0, subtitusikan persamaan (4.9) dan (4.10) ke persamaan (4.1), 𝑑𝑆 𝑑𝑑 = (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’ 𝛽𝑆𝐼 πœ‘( 𝐼) βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”π‘‰ = 0 π‘‘π‘–π‘šπ‘Žπ‘›π‘Ž πœ‘(𝐼) = πœ‘(0) = 1, 𝑑𝑆 𝑑𝑑 = (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’ 𝛽𝑆𝐼 πœ‘( 𝐼) βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”π‘‰ = 0, (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’ 𝛽𝑆𝐼 πœ‘( 𝐼) βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”π‘‰ = 0, (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’ 𝛽( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾) 𝐼 π›½πœŽ βˆ’ πœ‡(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)) π›½πœŽ + πœ” ( πœŒπœ‹+𝛾𝐼 ( πœ‡+πœ”) ) = 0, (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’ ( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾) 𝐼 𝜎 βˆ’ πœ‡(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)) π›½πœŽ + πœ”πœŒπœ‹ ( πœ‡+πœ”) + πœ”π›ΎπΌ ( πœ‡+πœ”) = 0, (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’ πœ‡(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)) π›½πœŽ + πœ”πœŒπœ‹ ( πœ‡+πœ”) = 𝐼 ( ( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾) 𝜎 βˆ’ πœ”π›Ύ ( πœ‡+πœ”) ) = 0,
  • 10. 32 𝐼 = (1βˆ’πœŒ) πœ‹βˆ’ πœ‡(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)) π›½πœŽ + πœ”πœŒπœ‹ ( πœ‡+πœ”) ( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾) 𝜎 βˆ’ πœ”π›Ύ ( πœ‡+πœ”) , 𝐼 = ((1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’ πœ‡(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)) π›½πœŽ + πœ”πœŒπœ‹ ( πœ‡+πœ”) ) ( 𝜎( πœ‡+πœ”) ( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ ), 𝐼 = ( (1βˆ’πœŒ) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ‡( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)+πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ π›½πœŽ( πœ‡+πœ”) ) ( 𝜎( πœ‡+πœ”) ( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ ), 𝐼 = ( (1βˆ’πœŒ) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ‡( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)+πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ 𝛽(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ) ), Sehingga diperoleh nilai untuk infected (𝐼1) ; 𝐼1 = ( (1βˆ’πœŒ) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ‡( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)+πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ 𝛽(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ) ), (4.11) Subtitusikan persamaan (4.11) ke persamaan (4.7), 𝐸 = 𝛽𝑆𝐼 ( πœ‡+𝜎) = 𝛽 ( ( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾) 𝐼 π›½πœŽ ) ( (1βˆ’πœŒ) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ‡( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)+πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ 𝛽(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ) ) 1 ( πœ‡+𝜎) , = ( (1βˆ’πœŒ) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ‡( πœ‡+𝛾)2( πœ‡+𝜎)( πœ‡+πœ”)+πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ ( πœ‡+𝛾) π›½πœŽ(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ) ). (4.12) Sehingga diperoleh nilai untuk infected (𝐸1) ∢ 𝐸1 = ( (1βˆ’πœŒ) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ‡( πœ‡+𝛾)2( πœ‡+𝜎)( πœ‡+πœ”)+πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ( πœ‡+𝛾) π›½πœŽ(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ) ) Subtitusikan persamaan (4.11) ke persamaan (4.10), 𝑉 = πœŒπœ‹+𝛾𝐼 ( πœ‡+πœ”) , = (πœŒπœ‹ + 𝛾 ( (1βˆ’πœŒ) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ‡( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)+πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ 𝛽(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ) )) 1 ( πœ‡+πœ”) , = ( πœŒπœ‹π›½( πœ‡+πœ”)(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ)+π›Ύπœ‹π›½πœŽ(1βˆ’πœŒ)( πœ‡+πœ”)βˆ’π›Ύπœ‡( πœ‡+𝛾)( πœ‡+𝜎)( πœ‡+πœ”)+π›Ύπœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ 𝛽( πœ‡+πœ”)(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ) ), Sehingga diperoleh nilai untuk vaccinated (𝑉1):
  • 11. 33 𝑉1 = ( πœŒπœ‹π›½( πœ‡+πœ”)(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ)+π›Ύπœ‹π›½πœŽ(1βˆ’πœŒ)( πœ‡+πœ”)βˆ’π›Ύπœ‡( πœ‡+𝛾)( πœ‡+𝜎)( πœ‡+πœ”)+π›Ύπœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ 𝛽( πœ‡+πœ”)(( πœ‡+𝜎)( πœ‡+𝛾)( πœ‡+πœ”)βˆ’πœ”π›ΎπœŽ) ), (4.13) Sehingga diperoleh titik kesetimbangan endemik sebagai berikut: 𝐸1 = ( 𝑆1, 𝐸1, 𝐼1, 𝑉1 ) = ( ( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + 𝜎) π›½πœŽ ), ( (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + πœ”) βˆ’ πœ‡( πœ‡ + 𝛾)2 ( πœ‡ + 𝜎)( πœ‡ + πœ”) + πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ( πœ‡ + 𝛾) π›½πœŽ(( πœ‡ + 𝜎)( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + πœ”) βˆ’ πœ”π›ΎπœŽ) ), ( (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹π›½πœŽ( πœ‡ + πœ”) βˆ’ πœ‡( πœ‡ + 𝜎)( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + πœ”) + πœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ 𝛽(( πœ‡ + 𝜎)( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + πœ”) βˆ’ πœ”π›ΎπœŽ) ), ( πœŒπœ‹π›½( πœ‡ + πœ”)(( πœ‡ + 𝜎)( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + πœ”) βˆ’ πœ”π›ΎπœŽ) + π›Ύπœ‹π›½πœŽ(1 βˆ’ 𝜌)( πœ‡ + πœ”) 𝛽( πœ‡ + πœ”)(( πœ‡+ 𝜎)( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + πœ”) βˆ’ πœ”π›ΎπœŽ) βˆ’ π›Ύπœ‡( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + 𝜎)( πœ‡ + πœ”) + π›Ύπœ”πœŒπœ‹π›½πœŽ 𝛽( πœ‡ + πœ”)(( πœ‡ + 𝜎)( πœ‡ + 𝛾)( πœ‡ + πœ”) βˆ’ πœ”π›ΎπœŽ) ). 4. Analisis Kestabilan pada Titik Kesetimbangan Model SEIV Setelah diperoleh titik kesetimbangan, selanjutnya menentukan matriks Jacobian dengan linearisasi di sekitar titik kesetimbangan bebas penyakit yang ada pada model SEIV. Persamaan yang akan dilinerisasi adalah sebagai berikut : 𝑓( 𝑆, 𝐸, 𝐼, 𝑉) = (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ βˆ’ 𝛽𝑆𝐼 βˆ’ πœ‡π‘† + πœ”π‘‰, 𝑔( 𝑆, 𝐸, 𝐼, 𝑉) = 𝛽𝑆𝐼 βˆ’ (πœ‡ + 𝜎)𝐸, β„Ž( 𝑆, 𝐸, 𝐼, 𝑉) = 𝜎𝐸 βˆ’ ( πœ‡ + 𝛾) 𝐼, 𝑖( 𝑆, 𝐸, 𝐼, 𝑉) = πœŒπœ‹ + 𝛾𝐼 βˆ’ ( πœ‡ + πœ”) 𝑉,
  • 12. 34 Keempat persamaan nonlinear diatas dapat dilinearkan sebagai berikut : πœ•π‘“ πœ•π‘† = πœ•((1βˆ’πœŒ) πœ‹βˆ’π›½π‘†πΌβˆ’πœ‡π‘†+πœ”π‘‰) πœ•π‘† = βˆ’π›½πΌ βˆ’ πœ‡, πœ•π‘“ πœ•πΈ = πœ•((1βˆ’πœŒ) πœ‹βˆ’π›½π‘†πΌβˆ’πœ‡π‘†+πœ”π‘‰) πœ•πΈ = 0, πœ•π‘“ πœ•πΌ = πœ•((1βˆ’πœŒ) πœ‹βˆ’π›½π‘†πΌβˆ’πœ‡π‘†+πœ”π‘‰) πœ•πΌ = βˆ’π›½π‘†, πœ•π‘“ πœ•π‘‰ = πœ•((1βˆ’πœŒ) πœ‹βˆ’π›½π‘†πΌβˆ’πœ‡π‘†+πœ”π‘‰) πœ•π‘‰ = πœ”, πœ•π‘” πœ•π‘† = πœ•(π›½π‘†πΌβˆ’( πœ‡+𝜎) 𝐸) πœ•π‘† = 𝛽𝐼, πœ•π‘” πœ•πΈ = πœ•(π›½π‘†πΌβˆ’( πœ‡+𝜎) 𝐸) πœ•πΈ = (πœ‡ + 𝜎), πœ•π‘” πœ•πΌ = πœ•(π›½π‘†πΌβˆ’( πœ‡+𝜎) 𝐸) πœ•πΌ = 𝛽𝑆, πœ•π‘” πœ•π‘‰ = πœ•(π›½π‘†πΌβˆ’( πœ‡+𝜎) 𝐸) πœ•π‘‰ = 0, πœ•β„Ž πœ•π‘† = πœ•(πœŽπΈβˆ’( πœ‡+𝛾) 𝐼) πœ•π‘† = 0, πœ•β„Ž πœ•πΈ = πœ•(πœŽπΈβˆ’( πœ‡+𝛾) 𝐼) πœ•πΈ = 𝜎, πœ•β„Ž πœ•πΌ = πœ•(πœŽπΈβˆ’( πœ‡+𝛾) 𝐼) πœ•πΌ = βˆ’( πœ‡ + 𝛾), πœ•β„Ž πœ•π‘‰ = πœ•(πœŽπΈβˆ’( πœ‡+𝛾) 𝐼) πœ•π‘‰ = 0, πœ•π‘– πœ•π‘† = πœ•(πœŒπœ‹+π›ΎπΌβˆ’( πœ‡+πœ”) 𝑉) πœ•π‘† = 0, πœ•π‘– πœ•πΈ = πœ•(πœŒπœ‹+π›ΎπΌβˆ’( πœ‡+πœ”) 𝑉) πœ•πΈ = 0, πœ•π‘– πœ•πΌ = πœ•(πœŒπœ‹+π›ΎπΌβˆ’( πœ‡+πœ”) 𝑉) πœ•πΌ = 𝛾, πœ•π‘– πœ•π‘‰ = πœ•(πœŒπœ‹+π›ΎπΌβˆ’( πœ‡+πœ”) 𝑉) πœ•π‘‰ = βˆ’( πœ‡ + πœ”). (4.14) Linearisasi yang telah dilakukan diatas merupakan matriks Jacobian 𝐽1,
  • 13. 35 𝑓1 = [ πœ•π‘“ πœ•π‘† πœ•π‘“ πœ•πΈ πœ•π‘“ πœ•πΌ πœ•π‘” πœ•π‘† πœ•π‘” πœ•πΈ πœ•π‘” πœ•πΌ πœ•β„Ž πœ•π‘† πœ•β„Ž πœ•πΈ πœ•β„Ž πœ•πΌ πœ•π‘– πœ•π‘† πœ•π‘– πœ•πΈ πœ•π‘– πœ•πΌ πœ•π‘“ πœ•π‘‰ πœ•π‘” πœ•π‘‰ πœ•β„Ž πœ•π‘‰ πœ•π‘– πœ•π‘‰] (4.15) Selanjutnya, dari semua persamaan (4.14) disubtitusikan ke matriks Jacobian (4.15), sehingga diperoleh: 𝐽1 = [ βˆ’π›½πΌ βˆ’ πœ‡ 0 βˆ’π›½π‘† πœ” 𝛽𝐼 βˆ’(πœ‡ + 𝜎) 𝛽𝑆 0 0 𝜎 βˆ’(πœ‡ + 𝛾) 0 0 0 𝛾 βˆ’( πœ‡ + πœ”) ] (4.16) Titik kestabilan bebas penyakit (disease free equilibrium) 𝐸0 = (𝑆0, 𝐸0, 𝐼0, 𝑉0) = ( (1βˆ’πœŒ)πœ‹ πœ‹ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡(πœ‡+πœ”) , 0,0, πœŒπœ‹ (πœ‡+πœ”) ) dievaluasi pada matriks Jacobian (4.16), sehingga di peroleh: 𝐽2 = [ βˆ’πœ‡ 0 βˆ’π›½ [ (1βˆ’πœŒ)πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡(πœ‡+πœ”) ] πœ” 0 βˆ’(πœ‡ + 𝜎) 𝛽 [ (1βˆ’πœŒ)πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡(πœ‡+πœ”) ] 0 0 𝜎 βˆ’(πœ‡ + 𝛾) 0 0 0 𝛾 βˆ’(πœ‡ + πœ”)] (4.17) Untuk mencari nilai eigen (eigen value) πœ† matriks 𝐽2 yang berukuran 4 Γ— 4, maka matriks 𝐽2 dituliskan sebagai (πœ†π‘° βˆ’ 𝐽2)𝒙 = 0, dengan 𝑰 adalah matriks identitas, agar Ξ» menjadi nilai eigen, maka harus ada pemecahan taknol dari persamaan (πœ†π‘° βˆ’ 𝐽2)𝒙 = 0. Persamaan tersebut mempunyai pemecahan teknol jika dan hanya jika: 𝑑𝑒𝑑(πœ†π‘° βˆ’ 𝐽2) = 0 Persamaan karakteristik untuk matriks Jacobian (4.17) yang dievaluasi di titik kesetimbangan bebas penyakit adalah sebagai berikut:
  • 14. 36 | |βˆ’( πœ‡ + πœ†) 0 0 0 0 βˆ’( πœ‡ + 𝜎 + πœ†) 𝜎 0 βˆ’π›½ [ (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡ + πœ”) ] 𝛽 [ (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡ + πœ”) ] βˆ’( πœ‡ + 𝛾 + πœ†) 𝛾 πœ” 0 0 βˆ’( πœ‡ + πœ” + πœ†)| | Dengan menggunakan ekspansi kofaktor sepanjang kolom pertama, sehingga persamaan karakteristiknya adalah: βˆ’( πœ‡ + πœ†) [βˆ’( πœ‡ + 𝜎 + πœ†)( πœ‡ + 𝛾 + πœ†)( πœ‡ + πœ” + πœ†) + 𝛽[ (1βˆ’πœŒ) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡+πœ”) ] ( πœ‡ + πœ” + πœ†)] = 0, ( πœ‡ + πœ†)( πœ‡ + πœ” + πœ†) = 0 atau [( πœ‡ + 𝜎 + πœ†)( πœ‡ + 𝛾 + πœ†) βˆ’ π›½πœŽ [ (1βˆ’πœŒ) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡+πœ”) ]] = 0, ( πœ‡ + πœ†) = 0 sehingga πœ†1 = βˆ’πœ‡, ( πœ‡ + πœ” + πœ†) = 0 sehingga πœ†2 = βˆ’( πœ‡ + πœ”)(π‘›π‘–π‘™π‘Žπ‘– 𝑒𝑖𝑔𝑒𝑛 πœ†1 π‘‘π‘Žπ‘› πœ†2 π‘π‘’π‘Ÿπ‘›π‘–π‘™π‘Žπ‘– π‘›π‘’π‘”π‘Žπ‘‘π‘–π‘“), [( πœ‡ + 𝜎 + πœ†)( πœ‡ + 𝛾 + πœ†) βˆ’ π›½πœŽ [ (1βˆ’πœŒ) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡+πœ”) ]] = 0, πœ†2 + πœ†(2πœ‡ + 𝜎) + (πœ‡2 + 2πœ‡π›Ύ + πœ‡πœŽ + πœŽπ›Ύ) βˆ’ π›½πœŽ [ (1βˆ’πœŒ) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡+πœ”) ] = 0, (4.18) Selanjutnya, analisis kestabilan pada persamaan (4.18) dapat di peroleh dengan menggunakan tabel Routh-Hurwits seperti pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Routh-Hurwitz πœ†2 1 (πœ‡2 + 2πœ‡π›Ύ + πœ‡πœŽ + πœŽπ›Ύ) βˆ’π›½πœŽ [ (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡ + πœ”) ]
  • 15. 37 πœ†1 (2πœ‡ + 𝜎) 0 πœ†0 ( πœ‡2 + 2πœ‡π›Ύ + πœ‡πœŽ + πœŽπ›Ύ) βˆ’π›½πœŽ [ (1 βˆ’ 𝜌) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡ + πœ”) ] Agar sistem stabil, maka semua suku kolom pertama tabel Routh-Hurwitz harus bertanda positif. Agar semua suku bertanda positif, maka : ( πœ‡2 + 2πœ‡π›Ύ + πœ‡πœŽ + πœŽπ›Ύ) βˆ’ π›½πœŽ [ (1βˆ’πœŒ) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡+πœ”) ] > 0, ( πœ‡2 + 2πœ‡π›Ύ + πœ‡πœŽ + πœŽπ›Ύ) > π›½πœŽ [ (1βˆ’πœŒ) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡+πœ”) ], ( 1 ( πœ‡2+2πœ‡π›Ύ+πœ‡πœŽ+πœ‡π›Ύ) ) π›½πœŽ [ (1βˆ’πœŒ) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡+πœ”) ] < 1, Sehingga nilai bilangan reproduksi dasar 𝑅0 untuk model SEIV pada penyakit hepatitis B adalah ( 1 ( πœ‡2+2πœ‡π›Ύ+πœ‡πœŽ+πœ‡π›Ύ) )(π›½πœŽ [ (1βˆ’πœŒ) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡+πœ”) ]), Titik kesetimbangan bebas penyakit adalah : 𝐸0 = ( 𝑆0, 𝐸0, 𝐼0, 𝑉0) = ( (1βˆ’πœŒ) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡+πœ”) , 0,0, πœŒπœ‹ ( πœ‡+πœ”) ) stabil asimtotik jika ( 1 ( πœ‡2+2πœ‡π›Ύ+πœ‡πœŽ+πœ‡π›Ύ) )(π›½πœŽ [ (1βˆ’πœŒ) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡+πœ”) ]) < 1 yang menunjukkan bahwa suatu populasi tidak terjadi penyebaran penyakit. Stabil asimtotik berarti perubahan kecil pada syarat awal tidak menimbulkan pengaruh pada penyelesaian. Sedangkan jika ( 1 ( πœ‡2+2πœ‡π›Ύ+πœ‡πœŽ+πœ‡π›Ύ) ) (π›½πœŽ [ (1βˆ’πœŒ) πœ‹ πœ‡ + πœ”πœŒπœ‹ πœ‡( πœ‡+πœ”) ]) > 1 maka akan menunjukkan bahwa titik kesetimbangan endemik yang stabil asimtotik atau dengan kata lain selalu terjadi penyebaran penyakit pada suatu populasi.
  • 16. 38 5. Studi Kasus Model SEIV pada Penyebaran Penyakit Hepatitis B Penyakit hepatitis B merupakan penyakit carrier (pembawa) yang kebanyakan diderita sejak lahir karena ditularkan langsung dari ibu penderita ke bayinya, tetapi tidak menutup kemungkinan ditularkan dari orang per orang melalui kontak langsung dari penderita ke individu sehat melalui cairan tubuhnya. Estimasi parameter model SEIV pada penyakit hepatitis B ini dilakukan pada populasi manusia. Laju kelahiran manusia yang dinotasikan dengan πœ‹, dapat dihitung berdasarkan jumlah bayi yang lahir per unit waktu. Berdasarkan data yang diambil dari dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah bayi yang lahir di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2015 yaitu 150.931 jiwa. Jadi rata-rata kelahiran bayi per bulan adalah 12.577,583333333 jiwa atau πœ‹ = 12.577,58333333 jiwa bulan. Laju vaksinasi dihitung berdasarkan jumlah bayi yang tervaksin dibagi dengan jumlah kelahiran, yang dinotasikan dengan 𝜌. Data vaksinasi diambil dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah vaksinasi pada tahun 2015 yaitu 559.950. Jadi laju per bulan adalah 0,3091644526 jiwa per bulan. Tidak semua bayi lahir mendapatkan vaksinasi, sehingga diasumsikan (1 βˆ’ 𝜌) adalah laju populasi bayi di Provinsi Sulawesi Selatan yang tidak mendapatkan vaksinasi, maka (1 βˆ’ 𝜌) = 1 βˆ’ 0,3091644526 = 0,6908355474. Pengaruh karantina diasumsikan πœ‘( 𝐼) = πœ‘(0) = 1, karena selama ini di Sulawesi Selatan tidak ditemukan adanya karantina yang disebabkan oleh
  • 17. 39 hepatitis B. Laju kematian alami diestimasi berdasarkan rata-rata angka harapan hidup. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika Provinsi Sulawesi Selatan memiliki angka harapan hidup sebesar 70,1 tahun Jadi laju kematian adalah sebesar πœ‡ = 1 π‘Žπ‘›π‘”π‘˜π‘Ž β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘π‘Žπ‘› β„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘ = 1 70,1 = 1 841 ,2 π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘› = 0,0011887779/bulan Secara umum, jika 𝑇 adalah waktu yang dihabiskan dalam suatu kompartemen, maka laju individu yang meninggalakan kompartemen adalah 1 𝑇 . Rata-rata masa inkubasi untuk penyakit hepatitis B adalah 60-90 hari. Setelah 60-90 hari maka manusia akan meninggalakan kompartemen exposed. Tingkat infektivitas 𝜎 adalah tingkat transisi dari exposed ke infected, jadi 𝜎 = 1 π‘šπ‘Žπ‘ π‘Ž π‘–π‘›π‘˜π‘’π‘π‘Žπ‘ π‘– = 1 (60+90)/2β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘– = 1 2,5 π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘› = 0,4/bulan. Tahun 2015 jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 8.520.304 jiwa adalah termasuk jumlah populasi S (susceptible) karena tiap-tiap individu memiliki kemungkinan terinfeksi hepatitis B. Akan tetapi, populasi susceptible yang diambil pada studi kasus ini sebanyak 821.950 jiwa yang didapat dari 150.931 bayi dan 671.019 balita. Pada awal pertumbuhannya, nilai untuk populasi exposed sebesar 0 jiwa yang merupakan titik awal dari penyebaran penyakit dimana individu dalam populasi exposed belum diketahui secara pasti berapa individu yang masuk dalam masa inkubasi ini. Populasi exposed ini merupakan kumpulan dari individu yang sudah terjangkit virus hepatitis B yang hanya menunjukkan gejala tetapi belum sakit. Populasi infected yang dinotasikan dengan I didapatkan dengan menghitung dari jumlah kasus hepatitis B yakni sebanyak 504 jiwa. Populasi tervaksinasi (vaccinated)
  • 18. 40 dihitung dari jumlah populasi bayi yang diberi vaksin sebanyak 559.950 jiwa yang didapatkan dari 150.227 HB0<7hari, 140.490 HB1, 135.285 HB2, 133.948 HB3 karena wajib vaksinasi diberikan 4 kali pada bayi dengan 3 dosis. Studi kasus penyebaran penyakit Hepatitis B memiliki beberapa parameter. Parameter yang telah diperoleh tersebut kemudian dimasukkan ke persamaan (4.1) sampai persamaan (4.4), sehingga didapatkan formulasi model SEIV untuk kasus penyakit hepatitis B di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2015 sebagai berikut: 𝑑𝑆 𝑑𝑑 = (1 βˆ’ 0,3091644526)12.577,583333333 βˆ’ 0,0000002028𝑆𝐼 βˆ’ 0,0011887779+ 0,14𝑉 𝑆(0) = 821.950 (4.17) 𝑑𝐼 𝑑𝑑 = 0,0000002028𝑆𝐼 βˆ’ (0,0011887779+ 0,4) 𝐸 𝐸(0) = 0 (4.18) 𝑑𝐸 𝑑𝑑 = 0,4𝐸 βˆ’ (0,0011887779+ 0,1667) 𝐼 𝐼(0) = 504 (4.19) 𝑑𝐼 𝑑𝑑 = (0,3091644526)12.577,583333333 βˆ’ (0,0011887779+ 0,14)𝑉 𝑉(0) = 559.950 (4.20) 6. Simulasi Model SEIV pada Penyebaran Penyakit Hepatitis B Dari formulasi model SEIV yaitu persamaan (4.1) sampai persamaan (4.4) dapat diplot seperti pada Gambar 4.1. Berdasarkan model SEIV pada penyakit hepatitis B di Provinsi Sulawesi Selatan yang telah didapat, menghasilkan
  • 19. 41 bilangan reproduksi dasar ( 𝑅0) sebesar 12,669 dan titik kesetimbangan bebas penyakit sebesar 𝐸0 = ((10.550.765,93),(0),(0),(27.526,7571)) β‰ˆ (10.550.766,0, 0, 27.527) yang stabil asimtotik, berarti bahwa pada populasi penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan sekitar 8.520.304 jiwa tidak ada individu yang terinfeksi dan tidak ada yang dapat menularkan penyakit hepatitis B. Sedangkan untuk titik kesetimbangan endemiknya diperoleh sebesar 𝐸1 = ((830.315,8288),(1.568.942,052),(3,738.046,093),(4.440.988,738)) β‰ˆ ((830.316),(1.568.942),(3,738.046),(4.440.989)). Merupakan titik awal populasi konstan yang berarti bahwa pada waktu tertentu dengan pemberian vaksin masih ada individu yang terinfeksi penyakit dan individu yang dapat menularkan penyakit sehingga dapat menimbulkan endemik hepatitis B. Nilai 𝑅0 = 12,669 ( 𝑅0 > 1) mempunyai arti bahwa penyakit hepatitis B yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan tidak akan hilang dari populasi dan dapat menyebabkan endemik dan meluas karena penyakit hepatitis B termasuk penyakit yang tidak dapat sembuh dan penyakit bawaan (carrier) yang dapat dengan mudah menular dari ibu ke bayinya melalui proses kelahiran dan melalui cairan tubuh penderita ke individu sehat. Nilai 𝑅0 melebihi 1 menunjukkan bahwa setiap penderita hepatitis B dapat menularkan penyakitnya ke lebih dari satu penderita baru atau individu rentan sehingga seiring berjalannya waktu penyakit tersebut menyebar semakin luas dengan jumlah penderita yang semakin banyak.
  • 20. 42 (perbesaran) Gambar 4.2 Plot Susceptible,Exposed,Infected,Vaccinated model SEIV pada hepatitis B Gambar 4.2 merupakan plot dari keempat kompartemen model SEIV dengan waktu sampai 7000 bulan untuk mengetahui dimana titik kesetimbangan endemiknya. Pada awal pertumbuhannya, populasi susceptible sebesar 821.950 jiwa mengalami peningkatan jumlah populasinya namun setelah mencapai titik puncak, populasinya menurun yang menunjukkan bahwa jumlah individu yang rentan terhadap penyakit hepatitis B mulai berkurang kemudian populasinya
  • 21. 43 konstan. Titik kesetimbangan endemik untuk populasi susceptible sebesar 830.316. Pada populasi exposed, populasi infected dan populasi vaccinated mengalami peningkatan secara signifikan tetapi saat mendekati titik kesetimbangan endemik, populasinya semakin konstan. Titik kesetimbangan endemik untuk masing-masing populasi exposed, populasi infected dan populasi vaccinated adalah sebesar 1.568.942, 3,738.046 dan 4.440.989. Pada perbesaran dari Gambar 4.2 juga diperlihatkan bahwa ketika populasi rentan meningkat maka populasi tervaksin akan menurun. Hal ini disebabkan oleh jumlah populasi rentan yang lebih besar daripada jumlah populasi tervaksin. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini merupakan penjelasan dari masing-masing populasi. Gambar 4.3 Plot Susceptible model SEIV pada hepatitis B Gambar 4.2 plot susceptible diatas menunjukkan bahwa populasi awal dari populasi susceptible sebesar 821.950 jiwa mengalami kenaikan sampai titik puncak yang berada pada posisi ((54,11),1.841e+06) yang artinya pada bulan ke- 54,11 populasi susceptible mencapai 1.841e+06 jiwa. Pada posisi tersebut
  • 22. 44 merupakan populasi rentan penyakit Hepatitis B mencapai angka tertinggi. Kenaikan tersebut disebabkan oleh aliran masuk pada kompartemen susceptible yang berupa tingkat kelahiran ( πœ‹) dan laju perpindahan dari kompartemen vaccinated ke susceptible πœ”π‘‰ lebih besar daripada aliran keluarnya yang berupa tingkat kematian bebas penyakit atau kematian alami (πœ‡), laju perpindahan dari kompartemen susceptible ke exposed (𝛽𝑆𝐼) dan laju perpindahan kompartemen susceptible ke vaccinated (πœŒπœ‹). Sedangkan sekitar (91,53,8511e+05) bulan berikutnya populasi susceptible mengalami penurunan yang disebabkan oleh aliran keluar kompartemen lebih besar dari pada aliran masuk kompartemennya. Mulai bulan ke-4500 populasi susceptible mengalami kestabilan pada titik kesetimbangan endemiknya yaitu 830.316 yang berarti bahwa mulai bulan ke-4500 jumlah populasi susceptible terhadap penyakit hepatitis B konstan. Karena penyebaran penyakit hepatitis B ini merupakan penyakit endemik, maka populasi susceptible akan selalu ada meskipun dengan keadaan konstan. Gambar 4.4 Plot Exposed model SEIV pada hepatitis B
  • 23. 45 Gambar 4.5 Plot Infected model SEIV pada hepatitis Pada Gambar 4.4 diatas menunjukkan bahwa populasi exposed mengalami kenaikan yang disebabkan oleh aliran masuk pada kompartemen exposed yang berupa laju perpindahan dari kompartemen susceptible ke exposed (𝛽𝑆𝐼) lebih besar daripada aliran kelaurnya yang berupa tingkat kematian bebas penyakit atau kematian alami( πœ‡) dan tingkat transmisi penyebaran individu exposed menjadi individu infected (𝜎). Populasi exposed mengalami kestabilan sekitar 5685 bulan berikutnya yaitu pada titik kesetimbangan endemik 1.568.942. Populasi exposed merupakan populasi yang individunya masuk dalam masa inkubasi dimana mempunyai kemungkinan untuk terinfeksi penyakit hepatitis B karena tidak adanya kekebalan dalam tubuh atau individu yang tervaksin tetapi kekebalan tubuhnya menurun terhadap hepatitis B. Sedangkan untuk populasi infected mengalami peningkatan yang disebabkan oleh aliran masuk pada kompartemen infected yang berupa tingkat transmisi penyebaran individu exposed menjadi individu infected (𝜎) lebih besar daripada aliran keluar yang berupa tingkat
  • 24. 46 kematian bebas penyakit atau kematian alami( πœ‡) dan tingkat pemulihan individu infected menjadi individu vaccinated (𝛾). Mulai 6650 bulan berikutnya, jumlah populasi infected mengalami kestabilan pada titik kesetimbangan endemiknya yaitu 3.738.046. Populasi infected adalah populasi yang terinfeksi hepatitis B akibat tidak memiliki kekebalan penyakit dalam tubuhnya. Populasi infected merupakan bagian dari populasi exposed. Gambar 4.2 Plot Vaccinated model SEIV pada hepatitis B Pada gambar 4.4 plot vaccinated juga menunjukkan bahwa populasi vaccinated mengalami penurunan sampai titik terendah yang berada pada posisi (35, 3.408e+04) yang artinya pada bulan ke-35 populasi vaccinated mencapai 3.408e+04 jiwa. Penurunan tersebut disebabkan oleh aliran keluar yang berupa tingkat kematian bebas penyakit atau kematian alami (πœ‡) dan tingkat individu kehilangan kekebalan atau penurunan vaksin sehingga individu akan menjadi rentan kembali terhadap penyakit (πœ”) lebih besar daripada aliran masuk pada kompartemen vaccinated yang berupa masa pemulihan (𝛾) dan laju perpindahan kompartemen susceptible ke Vaccinated ( πœŒπœ‹). Sedangkan pada 30
  • 25. 47 bulan berikutnya populasi vaccinated mengalami kenaikan yang sinifikan hingga mendekati titik kesetimbangan endemik. Mulai bulan ke-6300 jumlah populasi vaccinated mengalami kestabilan pada titik kesetimbangan endemiknya yaitu 4.440.989. Hal ini menunjukkan bahwa mulai buan ke-6300 jumlah populasi vaccinated konstan. Individu dalam populasi vaccinated adalah ndividu yang telah diberi vaksin sehingga memungkinkan untuk memiliki kekebalan terhadap penyakit hepatitis B tetapi juga dapat menjadi populasi Susceptible kembali karena hilangnya daya kekebalan alami dan penurunan dari vaksin. Sehinga terdapat kemungkinan individu yang telah tervaksin dari penyakit hepatitis B dapat terinfeksi hepatitis B namun tidak akan sakit atau tidak menjadi parah. B. Pembahasan Penelitian tentang pemodelan matematika terhadap penyebaran penyakit hepatitis B telah dilakukan sebelumnya oleh Rosdiana (2015) dalam skripsinya yang berjudul β€œPemodelan Matematika SIR dengan vaksinasi pada Penyebaran Penyakit Hepatitis B” dan Li-Ming Cai & Xue-Zhi Li (2008) dalam penelitiannya yang berjudul β€œAnalysis of a SEIV Epidemic Model with a Nonlinear Incidence Rate”. Dalam penelitian Rosdiana (2015), model matematika yang digunakan untuk penyebaran penyakit hepatitis B adalah model SIR yang diturunkan ulang dengan memperhatikan pengaruh vaksinasi, kemudian menerapkannya pada kasus hepatitis B. Beberapa tingkat vaksinasi dibandingkan untuk meliahat pengaruh vaksinasi pada penyebaran penyakit. Vaksinasi tidak mengobati penyakit hepatitis
  • 26. 48 B atau mempercepat waktu menghilangnya penyakit dalam populasi, melainkan mencegah agar individu tidak terinfeksi penyakit hepatitis B. Dilain pihak, Li-Ming Cai & Xue-Zhi Li (2008) dalam penelitiannya mengkaji tentang pemodelan matematika SEIV dengan tingkat kejadian non- linear, perilaku dinamik dari model SEIV yang menggabungkan non-linear dan vaksinasi pencegahan didapatkan 2 titik kesetimbangan endemik virus. Penelitian tentang β€œPemodelan Matematika SEIV pada Penyebaran Penyakit Hepatitis B” ini dikembangkan dari penelitian Rosdiana (2015) dan Li-Ming Cai & Xue-Zhi Li (2008) dengan menerapkan model SEIV pada penyakit hepatitis B. Dari simulasi, diperoleh informasi bahwa penyebaran penyakit hepatitis B di Provinsi Sulawesi Selatan tidak akan hilang dari populasi dan menjadi endemik yang dapat mengakibatkan penderita penyakt hepatitis B selalu ada setiap tahunnya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunaan model SEIV pada penyebaran penyakit hepatitis B mendapatkan hasil bahwa penyakit hepatitis B akan terus ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa semakin meningkat jumlah populasi tervaksin, maka semakin menurun individu rentan hepattis B di Provinsi Sulawesi Selatan sehingga penyebaran hepatitis B dapat diminimalisir. Untuk meningkatkan vaksnasi hepatitis B, terdapat upaya agar kasus hepatitis B dapat diminimalisir. Upaya tesebut antara lain dilakukan penyuluhan akan pentingnya pemberian vaksinasi dini hepatitis B kepada masyarakat terutama di daerah pedesaan yang jauh dari kota agar lebih sadar terhadap pencegahan dini
  • 27. 49 penyebaran penyakit hepatitis B, dan keikutserataan bayi dalam program pemberian vaksinasi secara rutin di posyandu maupun puskesmas.