SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
Download to read offline
Halaman 1 dari 14
PENYELESAIAN MODEL EPIDEMI SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND
RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI NTB
MENGGUNAKAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE 4 DAN DELPHI 7
SOLUTION OF MODEL EPIDEMIC SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND
RECOVERED) FOR THE SPREADING OF DISEASE TUBERCULOSIS IN NTB USING
THE 4TH ORDER RUNGE-KUTTA METHOD AND DELPHI 7
Muhammad Rofiq
Program Studi Matematika FMIPA Universitas Mataram
Jl. Majapahit 62 Mataram
email: rofiqmath@gmail.com
Abstrak
Muhammad Rofiq
Program Studi Matematika, Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, Indonesia
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui dinamika perkembangan penyakit
tuberkulosis di NTB menggunakan model epidemi SIR. Model tersebut berbentuk sistem
persamaan diferensial nonlinear orde satu sebagai berikut
= −3,4712 × 10−7
; 0 = 4.592.165
= 3,4712 × 10−7
− 0,595 ; 0 = 5.556
= 0,595 ; 0 = 3.309
Hasil analisis kestabilan berdasarkan nilai eigen matriks Jacobian diperoleh titik tetap
bebas penyakit yaitu = , = (1.715.751, 0). Bilangan reproduksi dasar penyakit tuberkulosis di
NTB sebesar 2,68 yang menjelaskan bahwa setiap individu terinfeksi tuberkulosis akan
menularkan penyakit kepada dua hingga tiga individu rentan.
Berdasarkan hasil penyelesaian model menggunakan metode Runge-Kutta orde empat
menunjukkan bahwa jumlah individu rentan, terinfeksi, dan sembuh tidak mengalami perubahan
yang signifikan saat ≥ 25 tahun. Dengan kata lain, akan terjadi epidemi penyakit tuberkulosis
dalam kurun waktu hingga 25 tahun ke depan.
Kata kunci: Model epidemi SIR, Tuberkulosis, Metode Runge-Kutta
Abstract
The research has been conducted to determine the dynamics of the spirt of Tuberculosis in
West Nusa Tenggara using SIR epidemic model. The model is in a system of nonlinear differential
equations as follows
= −3,4712 × 10−7
; 0 = 4.592.165
= 3,4712 × 10−7
− 0,595 ; 0 = 5.556
= 0,595 ; 0 = 3.309
Stability analysis results based on the eigenvalues of the Jacobi matrix Obtained disease
free equilibrium point is = , = (1.715.751, 0). The basic reproductive number of tuberculosis
in West Nusa Tenggara at 2.68, explaining that everyone which disease infection can be contagious
the disease to three others.
The solution model using the 4th Order Runge-Kutta Method shows that people which
susceptible, infectious, and recovered does not experienced of the change after ≥ 25 year. These
results indicate the tuberculosis epidemic will reason within a period of up to 25 years.
Keywords: Model Epidemic SIR, tuberculosis, Runge-Kutta method
Halaman 2 dari 14
PENDAHULUAN
Model epidemi SIR (Susceptible, Infectious, dan Recovered) adalah salah satu model
matematika dalam bidang epidemiologi yang menggambarkan penyebaran penyakit
infeksi pada suatu daerah tertentu. Model tersebut berbentuk sistem persamaan
diferensial biasa nonlinear orde satu.
Sistem persamaan diferensial nonlinear tidak mudah ditentukan penyelesaian
eksaknya. Oleh karena itu, digunakan cara numerik untuk mendekati penyelesaian
eksaknya. Metode Runge-Kutta Orde 4 dapat digunakan untuk menyelesaikan model
tersebut dan program Delphi 7 sebagai alat bantu hitung.
Metode Runge-Kutta orde 4 merupakan metode yang banyak dipakai dalam praktek
karena tingkat ketelitian solusinya tinggi, mudah diprogram dan stabil. Sedangkan Delphi
7 merupakan bahasa pemrograman berbasis grafis yang mudah dipahami. Keunggulan
bahasa pemrograman ini terletak pada produktivitas, kualitas, kecepatan kompilasi, pola
desain yang menarik serta pemrogramannya yang terstruktur.
Kemudian untuk menjelaskan penyelesaian yang dihasilkan agar dapat dimengerti
orang lain diperlukan interpretasi dari penyelesaian tersebut. Hal ini bermanfaat untuk
mengetahui seberapa parah penyakit tersebut menyebar dalam suatu wilayah. Dengan
demikian interpretasi tersebut dapat dijadikan suatu pertimbangan untuk dilakukan
tindakan yang tepat untuk menangani masalah yang ditimbulkan penyakit tersebut.
Sebagai studi kasus dalam penelitian ini model epidemi SIR akan digunakan untuk
mengetahui dinamika penyebaran penyakit Tuberkulosis atau TB di daerah NTB.
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Menurut data dari organisasi kesehatan dunia (WHO) pada
tahun 2011 diperkirakan terdapat 8,7 juta orang yang terinfeksi TB dan ada sekitar 1,4
juta penderita TB diantaranya mengalami kematian. Kasus ini 95% lebih banyak terjadi di
negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah.
Untuk wilayah NTB menurut hasil survei secara nasional diperkirakan tingkat
penularan TB sejumlah 100 ribu penduduk, 210 di antaranya positif terkena TB.
Penularannya pun cukup besar dan cepat dari 1 orang yang terjangkit TB bisa menularkan
penyakit kepada 10 hingga 15 orang sekaligus (Nia, 2011).
TINJAUAN PUSTAKA
Model Epidemi SIR
Iswanto (2012) menjelaskan bahwa model epidemi SIR pertama kali diperkenalkan
oleh Kermack dan Mc. Kendrick pada tahun 1927. Model tersebut terdiri dari tiga
Halaman 3 dari 14
kompartemen atau sub populasi yaitu: Susceptible (S) atau individu yang rentan terserang
penyakit, Infected (I) atau individu yang terinfeksi dan dapat menyebarkan penyakit
tersebut kepada individu yang rentan, dan Recovered (R) atau individu yang diasumsikan
telah sembuh atau kekebalan tubuhnya telah kembali normal sehingga kebal terhadap
penyakit. Berdasarkan asumsi ini, dapat dituliskan secara lengkap menjadi sistem
persamaan diferensial sebagai berikut :
= −
= − (1)
=
dengan
S = jumlah individu yang rentan dalam populasi (Susceptible) pada waktu t
I = jumlah individu yang terinfeksi dalam populasi (Infectious) pada waktu t
R = jumlah individu yang sembuh dalam populasi (Recovered) pada waktu t
β = laju penularan penyakit dari Susceptible menjadi Infectious
γ = laju pemulihan dari Infectious menjadi Recovered.
Jumlah individu yang terinfeksi dapat ditemukan dengan mencari nilai dari rasio
reproduksi. Sedangkan untuk menunjukkan jumlah individu rentan (Susceptible) yang
dapat menderita penyakit yang disebabkan oleh satu individu terinfeksi dapat ditentukan
dengan menghitung bilangan reproduksi dasar. Bilangan reproduksi dasar dilambangkan
dengan 0 dan dinyatakan dengan persamaan berikut:
0 = = (0) (2)
Beberapa kondisi yang akan timbul, sebagai berikut:
1. Jika 0 < 1, maka penyakit akan menghilang.
2. Jika 0 = 1, maka penyakit akan menetap.
3. Jika 0 > 1, maka penyakit akan meningkat menjadi wabah (Murray, 2002).
Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear
Sebuah persamaan diferensial biasa termasuk persamaan diferensial linear jika
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Variabel-variabel terikat dan turunannya paling tinggi berpangkat satu.
Halaman 4 dari 14
2. Tidak mengandung bentuk perkalian antara sebuah variabel terikat dengan
variabel terikat lainnya, atau turunan yang satu dengan turunan lainnya, atau
variabel terikat dengan sebuah turunan
Selanjutnya persamaan diferensial biasa yang tidak memenuhi keriteria di atas
disebut persamaan diferensial biasa nonlinear (Waluya, 2006).
Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai berikut:
̇ = = ( , ) (3)
dengan =
1( )
2( )
⋮
( )
dan ( , ) =
1( , 1, 2, ⋯ , )
2( , 1, 2, ⋯ , )
⋮
( , 1, 2, ⋯ , )
adalah fungsi tak linear dalam
1, 2, ⋯ , . Sistem persamaan di atas disebut sistem persamaan diferensial biasa
nonlinear (Braun, 1983).
Sistem persamaan diferensial biasa nonlinear bersifat autonomous jika di
dalamnya tidak terdapat ketergantungan terhadap variabel secara eksplisit. Tinjau sistem
persamaan diferensial nonlinear orde satu yang terdiri dari dua fungsi berikut:
= 1( , )
(4)
= 2( , )
dengan adalah fungsi nonlinear, untuk = 1, 2. Sistem (4) disebut sistem autonomous
karena variabel bebas t tidak muncul secara eksplisit.
Linearisasi
Tinjau kembali sistem persamaan (4). Misalkan titik ( ∗
, ∗
) adalah titik
kesetimbangan sistem tersebut. Jika titik ( , ) merupakan titik disekitar titik
kesetimbangan maka secara matematis titik ( , ) dapat diekspresikan sebagai
( , ) = ( ∗
+ ∆ , ∗
+ ∆ ).
Pendekatan fungsi 1( , ) dan 2( , ) dapat ditentukan dengan menggunakan
ekspansi deret taylor sebagai berikut
1
( , ) ≈ 1
( ∗
, ∗) + 1
( ∗
, ∗)
( − ∗) + 1
( ∗
, ∗)
( − ∗)
Halaman 5 dari 14
2
( , ) ≈ 2
( ∗
, ∗) + 2
( ∗
, ∗)
( − ∗) + 2
( ∗
, ∗)
( − ∗)
Karena ( ∗
, ∗) adalah titik kesetimbangan maka 1
( , ) = 2
( , ) = 0. Oleh karena
itu, sistem (4) dapat didekati sebagai sistem linear
= 1
( ∗
, ∗)
∆ + 1
( ∗
, ∗)
∆
(5)
= 2
( ∗
, ∗)
∆ + 2
( ∗
, ∗)
∆
Sistem linear (5) dapat disajikan dalam bentuk matriks
[ ] = [
1( ∗, ∗) 1( ∗, ∗)
2( ∗, ∗) 2( ∗, ∗)
] (
∆
∆
) = ( ) (
∆
∆
) (6)
Matriks ( ) pada sistem (6) merupakan matriks Jacobian. Kriteria kestabilan dari
sistem (6) dapat ditentukan dengan mencari nilai eigen dari matriks Jacobian ( )
(Kosasih, 2006).
Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Diberikan matriks koefisien konstan berukuran × dan sistem persamaan
diferensial biasa homogen ̇ = , (0) = 0, ∈ . Suatu vektor tak nol di dalam
disebut vektor eigen dari jika untuk suatu skalar berlaku :
= (7)
Nilai skalar dinamakan nilai eigen dari . Untuk mencari nilai dari , maka
sistem persamaan (4) dapat ditulis :
( − ) = 0 (8)
dengan adalah matriks identitas. Sistem persamaan (8) mempunyai solusi tak nol jika
hanya jika
= | − | = 0 (9)
Persamaan (9) merupakan persamaan karakteristik matrik (Anton, 1995).
Kesetimbangan dan Kestabilan
Secara matematis, definisi titik kesetimbangan dapat dituliskan pada Definisi 1
berikut.
Halaman 6 dari 14
Definisi 1 (Panfilov, 2004) Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa
̇ = ( ), ∈ . Titik Q disebut titik kesetimbangan jika ̅ = 0.
Selanjutnya, untuk mengetahui perilaku sistem di sekitar titik kesetimbangan
digunakan konsep kestabilan. Menurut Bellomo dan Presziosi (dalam Nugroho, 2009),
definisi kestabilan dituliskan pada Definisi (2) dan (3) berikut.
Defnisi 2 Titik kesetimbangan ( ∗
, ∗
) dikatakan stabil jika untuk setiap > 0 terdapat
> 0 sedemikian hingga setiap penyelesaian ( ( ), ( )) yang pada = 0 memenuhi
( (0) − ∗)2
− ( (0) − ∗
)2
<
berlaku
( ( ) − ∗)2
− ( ( ) − ∗
)2
<
untuk setiap ≥ 0. Jika tidak demikian dikatakan tidak stabil.
Definisi 3 Titik kesetimbangan ( ∗
, ∗
) dikatakan stabil asimtotis jika titik tersebut stabil
dan terdapat 0 sedemikian hingga setiap penyelesaian ( ( ), ( )) yang pada = 0
memenuhi
( (0) − ∗)2
− ( (0) − ∗
)2
< 0
berlaku
lim
→∞
( ) = 0 , lim
→∞
( ) = 0
untuk setiap ≥ 0.
Berdasarkan Definisi (2) dan (3), dapat dikatakan bahwa sistem (4) stabil berarti
perubahan kecil dalam syarat awal hanya menyebabkan pengaruh kecil pada
penyelesaian. Sistem (4) stabil asimtotik berarti pengaruh dari perubahan kecil cenderung
menghilang sama sekali (tidak berpengaruh), sedangkan ketakstabilan berarti suatu
perubahan kecil pada syarat awalnya akan berakibat perubahan besar pada penyelesaian.
Kriteria kestabilan suatu sistem dapat ditentukan dengan mencari nilai eigen dari
matriks Jacobiannya.
Misalkan terdapat sistem persamaan diferensial linear ̇ = dengan =
!
"
mempunyai persamaan karakteristik 2
− # + = 0 dimana # = + dan = det =
− ! . Nilai eigen dari adalah :
1,2 =
1
2
(# ± √#2 − 4 ) (10)
Kestabilan titik tetap Q dapat ditentukan dengan memperhatikan nilai-nilai eigen,
yaitu dimana = 1,2, … , yang diperoleh dari persamaan karakteristik. Secara umum,
kestabilan titik mempunyai perilaku sebagai berikut :
Halaman 7 dari 14
1. Stabil, jika :
a) Setiap nilai eigen real adalah negatif ( < 0 untuk semua )
b) Setiap komponen bagian real dari nilai eigen kompleks, lebih kecil atau sama
dengan nol ( $( %) ≤ 0 untuk semua ).
2. Tidak stabil, jika :
a) Terdapat nilai eigen real yang positif ( > 0 untuk semua )
b) Ada komponen bagian real dari nilai eigen kompleks, lebih besar dari nol (
$ % > 0 untuk semua ).
3. Sadel atau pelana, jika perkalian dua buah nilai eigen real sembarang adalah
negative ( & < 0 untuk dan & sembarang). Titik tetap sadel ini bersifat tak stabil
(Iswanto, 2012).
4. Farlow (dalam Tjolleng dkk, 2013) menyatakan bahwa, jika salah satu nilai eigen
yang diperoleh bernilai nol ( ' = 0, + ≠ 1 maka titik tetapnya akan berada dalam
satu garis. Jika + < 0 maka semua solusi yang tidak dimulai dari titik tetap ini
cenderung untuk bergerak menuju garis tersebut dan sebaliknya, jika + > 0 maka
akan bergerak menjauhi garis tersebut.
Metode Runge-Kutta Orde 4
Metode Runge-Kutta orde empat merupakan salah satu metode yang digunakan
dalam pemecahan masalah sistem persamaan diferensial. Metode Runge-Kutta orde empat
membutuhkan 4 besaran yaitu ', +, 0, dan 1. Perhatikan suatu persamaan diferensial
berikut :
= ′
= ( , )
Perhitungan titik penyelesaian selanjutnya ( 2+1, 2+1), dimulai dengan ( 2, 2) dan
dikerjakan dengan skema berikut :
( )43211 22
6
1
kkkkyy ii ++++=+
dengan
( )ii yxfhk ,1 =






++= 12
2
1
,
2
1
kyhxfhk ii






++= 23
2
1
,
2
1
kyhxfhk ii
( )34 , kyhxfhk ii ++=
Halaman 8 dari 14
dimana , = 1,2,3,4 adalah kemiringan interval (Kusuma, 2008).
Metode Runge-Kutta orde empat juga bisa diterapkan untuk persamaan diferensial
dalam bentuk simultan atau disebut sistem persamaan diferensial. Perhatikan kembali
sistem persamaan diferensial berikut:
̇ = = ( , )
dengan = 3 1( )
2( )
4, ( , ) = 3 1( , 1, 2)
2( , 1, 2)
4, dan 1( 0) = 0, 2( 0) = 0.
Dalam sistem ini merupakan fungsi-fungsi yang tidak diketahui, sedang
merupakan peubah bebas. Bentuk numeris sebagai penyelesaian masalah nilai awal dari
sistem persamaan tersebut pada selang 0 ≤ ≤ 5, adalah himpunan titik-titik
{( , 1 , 2 )} =0 dimana = 5, dan 1 , 2 merupakan hampiran pada penyelesaian dari
sistem di atas bila = %. Jika dimisalkan bahwa ∆ sama untuk semua , maka
∆ = ℎ = (5 − 0)/ yang disebut sebagai ukuran langkah.
Secara umum bentuk matode Runge-Kutta orde 4 untuk sistem persamaan di atas
adalah sabagai berikut:
1 +1 = +
1
6
( 1 + 2 2 + 2 3 + 4)
2 +1 = +
1
6
(!1 + 2!2 + 2!3 + !4) (11)
dengan
1 = ℎ 1
( , 1 , 2 )
!1 = ℎ 2
( , 1 , 2 )
2 = ℎ 1( +
1
2
ℎ, 1 +
1
2 1, 2 +
1
2
!1)
!2 = ℎ 2( +
1
2
ℎ, 1 +
1
2 1, 2 +
1
2
!1)
3 = ℎ 1( +
1
2
ℎ, 1 +
1
2 2, 2 +
1
2
!2)
!3 = ℎ 2( +
1
2
ℎ, 1 +
1
2 2, 2 +
1
2
!2)
4 = ℎ 1( + ℎ, 1 + 3, 2 + !3)
!4 = ℎ 2( + ℎ, 1 + 3, 2 + !3)
(Finizio dan Ladas, 1988).
Halaman 9 dari 14
METODE PENELITIAN
Prosedur
Berikut langkah-langkah pada prosedur penelitian:
1. Menentukan nilai parameter model
Penyelesaian model dilakukan secara numerik dengan melakukan analisis
parameter dan menentukan nilai parameter dari data yang diperoleh.
2. Menentukan bilangan reprodusi dasar
Penentuan bilangan reproduksi dasar dilakukan untuk mengetahui apakah
penyebaran suatu penyakit akan menghilang, menetap, atau akan mewabah dalam
suatu daerah tertentu.
3. Menentukan titik tetap model
Penentuan titik tetap dilakukan untuk melihat titik tetap bebas penyakit yaitu saat
individu pada sub populasi terinfeksi berjumlah nol.
4. Analisis kestabilan titik tetap
Setelah memperoleh titik tetap model, maka perlu dianalisis untuk mengetahui
kestabilan dari titik tetap tersebut.
5. Verifikasi model
Setelah dilakukan analisis pada model, perlu melihat simulasi model. Simulasi
dilakukan untuk menguji hasil analisis dan melihat pengaruh dari parameter. Untuk
simulasi numerik menggunakan metode Runge Kutta Orde 4 dengan alat bantu
program Delphi 7.
Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder tentang jumlah
penderita Tuberkulosis dan jumlah penduduk di Provinsi NTB tahun 2012 yang diperoleh
dari profil kesehatan Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2013.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Parameter Model SIR
Nilai parameter model ditentukan dengan memperhatikan data yang diberikan pada
tabel (1). Data yang digunakan untuk menentukan parameter tersebut adalah data jumlah
penduduk dan jumlah penderita Tuberkulosis di provinsi NTB pada tahun 2012 sebagai
berikut :
Halaman 10 dari 14
Tabel 1 Data Jumlah Penduduk dan Penderita TB di NTB Tahun 2012
NO. PARAMETER JUMLAH
1. Jumlah Penduduk ( ) 4.601.030 Jiwa
2. Penderita Tuberkulosis ( ) 5.556 Jiwa
3. Penderita Tuberkulosis yang Sembuh ( ) 3.309 Jiwa
Sumber : Diolah dari Kementerian Kesehatan RI (Anonim, 2013b)
Dari data di atas dapat ditentukan nilai dari parameter-parameter model. Jumlah
penduduk yang terinfeksi dan sembuh di daerah NTB pada tahun 2012 masing-masing
sebesar = 2012 = 5.556, dan = 2012 = 3.309.
Semua penduduk ( ) di daerah NTB pada awalnya diasumsikan rentan terkena
infeksi sehingga masuk pada sub populasi dan dituliskan sebagai
(0)= (2012) = 4.601.030 = ,
Karena diasumsikan populasi konstan, maka jumlah penduduk di daerah NTB
konstan dengan kata lain + + = . Sehingga diperoleh jumlah individu yang
rentan di daerah NTB pada tahun 2012 sebesar = 4.592.165.
Dengan mensubstitusikan semua variabel di atas pada solusi khusus sub populasi
yaitu
= (0)$
−
7 8
9 = (0)$
−:7 8
; diperoleh =
−0,00193
−3.309
= 0,00000058 = 5,8 × 10−7
Laju kesembuhan ( ) diasumsikan sebagai jumlah individu yang sembuh ( ) per
satuan waktu dibagi dengan total individu terinfeksi ( ). Dengan proporsi waktu
selama setahun diperoleh laju kesembuhan sebesar = 0,595 dan = 3,4712 × 10CD
.
Dengan demikian laju kesembuhan dari individu terinfeksi tuberkulosis menjadi
sembuh di NTB berdasarkan data tahun 2012 sebesar = 0,595 dan laju penularan
penyakit tuberkulosis dari individu rentan menjadi terinfeksi sebesar = 3,4712 × 10−7
.
Bilangan reproduksi dasar ( 0) yang diperoleh yaitu 0 = 2,68. Hal ini berarti setiap
individu yang terinfeksi (Infectious) rata-rata dapat menularkan penyakit kepada dua
hingga tiga individu rentan (Susceptible) dalam populasi. Bilangan reproduksi dasar yang
diperoleh lebih besar dari satu, hal ini menunjukkan bahwa penyakit Tuberkulosis di NTB
akan meningkat menjadi wabah atau epidemi selama kurun waktu tertentu.
Titik Kesetimbangan
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh dua titik kesetimbangan model yaitu
= , = 0, 0 dan = , = E
F
G
, 0H =(
0,595
3,4712×10−7 , 0) = (1.715.751, 0).
Nilai = 0 menunjukkan tidak ada individu pada sub populasi yang terinfeksi dan
dapat menyebarkan penyakit. Titik kesetimbangan yang diperoleh merupakan titik
Halaman 11 dari 14
kesetimbangan bebas penyakit atau diseases free equilibrium. Artinya suatu keadaan
dimana tidak terjadi penyebaran penyakit menular dalam populasi.
Analisis Kestabilan Titik Kesetimbangan
Nilai-nilai eigen dari matriks jacobian yang diperoleh dengan metode linearisasi
untuk titik tetap = , =(
0,595
3,4712×10−7 , 0) = (1.715.751, 0) yaitu 1 = 0 dan 2 = 0,9984.
Jika salah satu nilai eigen yang diperoleh bernilai nol ( 1 = 0, 2 ≠ 1) maka pada
kondisi tersebut, titik tetapnya berada dalam satu garis. Karena nilai eigen yang diperoleh
2 = 0,9984, maka semua solusi yang tidak dimulai dari titik kesetimbangan akan
cenderung untuk bergerak menjauhi garis tersebut.
Titik kesetimbangan bebas penyakit yang diperoleh bersifat semi stabil karena
penyelesaian kesetimbangannya ada yang bergerak mendekati titik kesetimbangan dan
ada yang menjauhi titik kesetimbangan, sehingga dikatakan semi stabil. Jika semua
penyelesaian menuju titik kesetimbangan maka titik kesetimbangan tersebut dinamakan
titik kesetimbangan stabil, begitu juga sebaliknya.
Verifikasi Model
Dengan mensubstitusikan nilai parameter yang diperoleh ke model epidemi SIR dan
mengasumsikan nilai , , dan yang diperoleh dari data tahun 2012 sebagai nilai
awal maka model penyebaran penyakit tuberkulosis di NTB dapat diasumsikan sebagai
berikut:
= −3,4712 × 10−7
; 0 = 4.592.165
= 3,4712 × 10−7
− 0,595 ; 0 = 5.556 (12)
= 0,595 ; 0 = 3.309
Model (12) diselesaikan dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde empat
dengan bantuan software Delphi 7 diperoleh jumlah individu pada masing-masing sub
populasi , , dan tiap waktu (tahun) dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2.
Gambar 1 menjelaskan tentang perubahan jumlah jumlah individu pada masing-
masing sub populasi , , dan dari tahun 2012 hingga tahun 2032. Individu rentan
semakin berkurang sedangkan jumlah individu yang terinfeksi dan sembuh mengalami
peningkatan seiring berjalannya waktu. Hal ini disebabkan karena individu pada sub
populasi rentan telah terinfeksi penyakit dan berpindah pada sub populasi terinfeksi.
Halaman 12 dari 14
Gambar 1 Proporsi subpopulasi , dan untuk 0 ≤ ≤ 20
Gambar 2 menjelaskan tentang perubahan jumlah individu pada masing-masing
sub populasi , , dan dari tahun 2012 hingga tahun 2062.. Jumlah individu pada sub
populasi rentan ( ), terinfeksi ( ), dan sembuh ( ) tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Kondisi ini disebut dengan kondisi stabil dari sistem.
Gambar 2 Proporsi subpopulasi , dan untuk 0 ≤ ≤ 50
Pada gambar 2 terlihat bahwa jumlah individu pada masing-masing sub populasi ,
, dan tidak mengalami perubahan setelah langkah ke-250. Hal ini menunjukkan bahwa
Halaman 13 dari 14
masing-masing sub populasi , , dan tidak mengalami perubahan setelah 25 tahun ke
depan. Dengan demikian penyakit tuberkulosis di NTB masih akan terus menyebar hingga
tahun 2037.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Model epidemi SIR pada penyebaran penyakit tuberkulosis di NTB dapat
diasumsikan sebagai sistem persamaan diferensial berikut:
= −3,4712 × 10−7
; 0 = 4.592.165
= 3,4712 × 10−7
− 0,595 ; 0 = 5.556
= 0,595 ; 0 = 3.309
Titik kesetimbangan bebas penyakit (diseases free aquilibrium) berdasarkan nilai
eigen matriks Jacobian yaitu = , = 1.715.751, 0 yang bersifat semi stabil karena
nilai-nilai eigen yang diperoleh yaitu ' = 0 dan + = 0,9984.
Bilangan reproduksi dasar yang diperoleh cukup besar yakni K = 2,68 yang
menjelaskan bahwa setiap individu yang terinfeksi tuberkulosis akan menularkan
penyakit tersebut kepada dua hingga tiga individu rentan.
Saran
Dalam penelitian ini model SIR yang digunakan adalah model SIR dasar atau klasik.
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan pengaruh vaksinasi,
sanitasi, dan imigrasi serta waktu inkubasi penyakit dan waktu penyembuhan (recovery)
sehingga kesimpulan yang dihasilkan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013a, Ciri-ciri Gejala Penyebab Penyakit TBC Paru dan Pengobatannya, Sumber:
http://www.jepitjemuran.com/ciri-ciri-gejala-penyebab-penyakit-tbc-paru-
pengobatannya/, diakses tanggal 11 November 2013.
______, 2013b, Profil Kesehatan Indonesia 2012, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, sumber:
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&pg=ProfilKesehatan_Nasional, diakses
tanggal 2 Oktober 2013.
Anton, H, 1995, Aljabar Linier Elementer, Edisi ke-5. Terjemahan Pantur Silababan dan I
Nyoman Susila, Erlangga, Jakarta.
Braun, M., 1983, Differential Equations and Their Applications, Springer Verlag, New York.
Halaman 14 dari 14
Finizio dan Ladas, 1988, Persamaan Diferensial Biasa dengan Penerapan Modern, Edisi
Kedua, Terjemahan Widiarti Santoso, Erlangga, Jakarta.
Iswanto, R. J., 2012, Pemodelan Matematika Aplikasi dan Terapannya, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Kosasih, P. Buyung., 2006, Komputasi Numerik Teori dan Aplikasi, Penerbit ANDI,
Yogyakarta.
Kusuma, J., 2008, Persamaan Diferensial, Universitas Hasanudin Press, Makasar.
Murray, J. D., 2002, Mathematical Biology : An Introduction, Edisi Ketiga, Springer Verlag,
New York.
Nia, 2011, Penyebaran Tuberkulosis di NTB Menurun, Dinas Kesehatan Kekurangan Tenaga
Medis, Sumber:
http://www.suarantb.com/2011/08/25/wilayah/Mataram/detil4.html, diakses 15
Juni 2013.
Nugroho, S., 2009, Skripsi: Pengaruh Vaksinasi Terhadap Penyebaran Penyakit dengan
Model Endemi SIR, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Sumber:
http://inugzcakep.files.wordpress.com/2008/03/lapta.pdf, diakses tanggal 11
November 2013.
Panfilov, A., 2004, Qualitative Analysis of Differential Equations, Utrecht University, Utrecht.
Tjolleng, dkk., 2013, Dinamika Perkembangan HIV/AIDS di Sulawesi Utara Menggunakan
Model Persamaan Diferensial Non Linear SIR (Susceptible, Infectious, and Recovered),
Sumber: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JIS/article/download/1802/1414,
diakses tanggal 12 Juni 2013.
Waluya, S. B., 2006, Persamaan Diferensial, Graha Ilmu, Yogyakarta.

More Related Content

Similar to SIR Model Tuberkulosis NTB

Journal review - Optimal Control Problem of Treatment for Obesity in a Close...
Journal review - Optimal Control Problem of Treatment for Obesity in  a Close...Journal review - Optimal Control Problem of Treatment for Obesity in  a Close...
Journal review - Optimal Control Problem of Treatment for Obesity in a Close...ayu bekti
 
Jurnal_TA_Ronal Lengkong
Jurnal_TA_Ronal LengkongJurnal_TA_Ronal Lengkong
Jurnal_TA_Ronal LengkongRonal Lengkong
 
Pertemuan 10 (distribusi binomial, poisson, distribusi normal) edit
Pertemuan 10 (distribusi binomial, poisson, distribusi normal) editPertemuan 10 (distribusi binomial, poisson, distribusi normal) edit
Pertemuan 10 (distribusi binomial, poisson, distribusi normal) editreno sutriono
 
Distribusi Peluang Diskrit dan Distribusi Peluang Kontinu
Distribusi Peluang Diskrit dan Distribusi Peluang KontinuDistribusi Peluang Diskrit dan Distribusi Peluang Kontinu
Distribusi Peluang Diskrit dan Distribusi Peluang KontinuArning Susilawati
 
Makalah distribusi binomial, poisson, distribusi normal
Makalah distribusi binomial, poisson, distribusi normalMakalah distribusi binomial, poisson, distribusi normal
Makalah distribusi binomial, poisson, distribusi normalAisyah Turidho
 
Nota ulangkaji mte3114 topik 4
Nota ulangkaji mte3114   topik 4Nota ulangkaji mte3114   topik 4
Nota ulangkaji mte3114 topik 4LeeChing Tan
 
Bentuk Desain Penelitian Epidemiologi
Bentuk Desain Penelitian EpidemiologiBentuk Desain Penelitian Epidemiologi
Bentuk Desain Penelitian EpidemiologiWiandhariEsaBBPKCilo
 
3218126438990fa0771ddb555f70be42.docx
3218126438990fa0771ddb555f70be42.docx3218126438990fa0771ddb555f70be42.docx
3218126438990fa0771ddb555f70be42.docxAfaRanggitaPrasticas1
 
MODEL_REGRESI_NON_LINEAR.doc
MODEL_REGRESI_NON_LINEAR.docMODEL_REGRESI_NON_LINEAR.doc
MODEL_REGRESI_NON_LINEAR.docAhmadFauzan146931
 
Analisis regresi-sederhana
Analisis regresi-sederhanaAnalisis regresi-sederhana
Analisis regresi-sederhanaAchmad Alphianto
 
Miranda Akmaia Agustina.docx
Miranda Akmaia Agustina.docxMiranda Akmaia Agustina.docx
Miranda Akmaia Agustina.docxzuhri32
 
Bahan ajar analisis regresi
Bahan ajar analisis regresiBahan ajar analisis regresi
Bahan ajar analisis regresiIan Sang Awam
 
Distribusi Populasi
Distribusi PopulasiDistribusi Populasi
Distribusi PopulasiLevina Lme
 
Statistik dan Statistika
Statistik dan StatistikaStatistik dan Statistika
Statistik dan StatistikaSiti Sahati
 
06bab2 rahmatika 10060110003_skr_2015
06bab2 rahmatika 10060110003_skr_201506bab2 rahmatika 10060110003_skr_2015
06bab2 rahmatika 10060110003_skr_2015Masykur Abdullah
 
vdocuments.net_uji-normalitas-dan-validitas.ppt
vdocuments.net_uji-normalitas-dan-validitas.pptvdocuments.net_uji-normalitas-dan-validitas.ppt
vdocuments.net_uji-normalitas-dan-validitas.pptAnggaPratama111616
 

Similar to SIR Model Tuberkulosis NTB (20)

Biomath paper
Biomath paperBiomath paper
Biomath paper
 
regresi-linier-berganda.pdf
regresi-linier-berganda.pdfregresi-linier-berganda.pdf
regresi-linier-berganda.pdf
 
Journal review - Optimal Control Problem of Treatment for Obesity in a Close...
Journal review - Optimal Control Problem of Treatment for Obesity in  a Close...Journal review - Optimal Control Problem of Treatment for Obesity in  a Close...
Journal review - Optimal Control Problem of Treatment for Obesity in a Close...
 
Makalah analisis regresi
Makalah analisis regresiMakalah analisis regresi
Makalah analisis regresi
 
Jurnal_TA_Ronal Lengkong
Jurnal_TA_Ronal LengkongJurnal_TA_Ronal Lengkong
Jurnal_TA_Ronal Lengkong
 
Pertemuan 10 (distribusi binomial, poisson, distribusi normal) edit
Pertemuan 10 (distribusi binomial, poisson, distribusi normal) editPertemuan 10 (distribusi binomial, poisson, distribusi normal) edit
Pertemuan 10 (distribusi binomial, poisson, distribusi normal) edit
 
Distribusi Peluang Diskrit dan Distribusi Peluang Kontinu
Distribusi Peluang Diskrit dan Distribusi Peluang KontinuDistribusi Peluang Diskrit dan Distribusi Peluang Kontinu
Distribusi Peluang Diskrit dan Distribusi Peluang Kontinu
 
Makalah distribusi binomial, poisson, distribusi normal
Makalah distribusi binomial, poisson, distribusi normalMakalah distribusi binomial, poisson, distribusi normal
Makalah distribusi binomial, poisson, distribusi normal
 
Nota ulangkaji mte3114 topik 4
Nota ulangkaji mte3114   topik 4Nota ulangkaji mte3114   topik 4
Nota ulangkaji mte3114 topik 4
 
Bentuk Desain Penelitian Epidemiologi
Bentuk Desain Penelitian EpidemiologiBentuk Desain Penelitian Epidemiologi
Bentuk Desain Penelitian Epidemiologi
 
3218126438990fa0771ddb555f70be42.docx
3218126438990fa0771ddb555f70be42.docx3218126438990fa0771ddb555f70be42.docx
3218126438990fa0771ddb555f70be42.docx
 
MODEL_REGRESI_NON_LINEAR.doc
MODEL_REGRESI_NON_LINEAR.docMODEL_REGRESI_NON_LINEAR.doc
MODEL_REGRESI_NON_LINEAR.doc
 
Analisis regresi-sederhana
Analisis regresi-sederhanaAnalisis regresi-sederhana
Analisis regresi-sederhana
 
Miranda Akmaia Agustina.docx
Miranda Akmaia Agustina.docxMiranda Akmaia Agustina.docx
Miranda Akmaia Agustina.docx
 
Bahan ajar analisis regresi
Bahan ajar analisis regresiBahan ajar analisis regresi
Bahan ajar analisis regresi
 
Teori pendugaan statistik
Teori pendugaan statistikTeori pendugaan statistik
Teori pendugaan statistik
 
Distribusi Populasi
Distribusi PopulasiDistribusi Populasi
Distribusi Populasi
 
Statistik dan Statistika
Statistik dan StatistikaStatistik dan Statistika
Statistik dan Statistika
 
06bab2 rahmatika 10060110003_skr_2015
06bab2 rahmatika 10060110003_skr_201506bab2 rahmatika 10060110003_skr_2015
06bab2 rahmatika 10060110003_skr_2015
 
vdocuments.net_uji-normalitas-dan-validitas.ppt
vdocuments.net_uji-normalitas-dan-validitas.pptvdocuments.net_uji-normalitas-dan-validitas.ppt
vdocuments.net_uji-normalitas-dan-validitas.ppt
 

SIR Model Tuberkulosis NTB

  • 1. Halaman 1 dari 14 PENYELESAIAN MODEL EPIDEMI SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI NTB MENGGUNAKAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE 4 DAN DELPHI 7 SOLUTION OF MODEL EPIDEMIC SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) FOR THE SPREADING OF DISEASE TUBERCULOSIS IN NTB USING THE 4TH ORDER RUNGE-KUTTA METHOD AND DELPHI 7 Muhammad Rofiq Program Studi Matematika FMIPA Universitas Mataram Jl. Majapahit 62 Mataram email: rofiqmath@gmail.com Abstrak Muhammad Rofiq Program Studi Matematika, Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, Indonesia Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui dinamika perkembangan penyakit tuberkulosis di NTB menggunakan model epidemi SIR. Model tersebut berbentuk sistem persamaan diferensial nonlinear orde satu sebagai berikut = −3,4712 × 10−7 ; 0 = 4.592.165 = 3,4712 × 10−7 − 0,595 ; 0 = 5.556 = 0,595 ; 0 = 3.309 Hasil analisis kestabilan berdasarkan nilai eigen matriks Jacobian diperoleh titik tetap bebas penyakit yaitu = , = (1.715.751, 0). Bilangan reproduksi dasar penyakit tuberkulosis di NTB sebesar 2,68 yang menjelaskan bahwa setiap individu terinfeksi tuberkulosis akan menularkan penyakit kepada dua hingga tiga individu rentan. Berdasarkan hasil penyelesaian model menggunakan metode Runge-Kutta orde empat menunjukkan bahwa jumlah individu rentan, terinfeksi, dan sembuh tidak mengalami perubahan yang signifikan saat ≥ 25 tahun. Dengan kata lain, akan terjadi epidemi penyakit tuberkulosis dalam kurun waktu hingga 25 tahun ke depan. Kata kunci: Model epidemi SIR, Tuberkulosis, Metode Runge-Kutta Abstract The research has been conducted to determine the dynamics of the spirt of Tuberculosis in West Nusa Tenggara using SIR epidemic model. The model is in a system of nonlinear differential equations as follows = −3,4712 × 10−7 ; 0 = 4.592.165 = 3,4712 × 10−7 − 0,595 ; 0 = 5.556 = 0,595 ; 0 = 3.309 Stability analysis results based on the eigenvalues of the Jacobi matrix Obtained disease free equilibrium point is = , = (1.715.751, 0). The basic reproductive number of tuberculosis in West Nusa Tenggara at 2.68, explaining that everyone which disease infection can be contagious the disease to three others. The solution model using the 4th Order Runge-Kutta Method shows that people which susceptible, infectious, and recovered does not experienced of the change after ≥ 25 year. These results indicate the tuberculosis epidemic will reason within a period of up to 25 years. Keywords: Model Epidemic SIR, tuberculosis, Runge-Kutta method
  • 2. Halaman 2 dari 14 PENDAHULUAN Model epidemi SIR (Susceptible, Infectious, dan Recovered) adalah salah satu model matematika dalam bidang epidemiologi yang menggambarkan penyebaran penyakit infeksi pada suatu daerah tertentu. Model tersebut berbentuk sistem persamaan diferensial biasa nonlinear orde satu. Sistem persamaan diferensial nonlinear tidak mudah ditentukan penyelesaian eksaknya. Oleh karena itu, digunakan cara numerik untuk mendekati penyelesaian eksaknya. Metode Runge-Kutta Orde 4 dapat digunakan untuk menyelesaikan model tersebut dan program Delphi 7 sebagai alat bantu hitung. Metode Runge-Kutta orde 4 merupakan metode yang banyak dipakai dalam praktek karena tingkat ketelitian solusinya tinggi, mudah diprogram dan stabil. Sedangkan Delphi 7 merupakan bahasa pemrograman berbasis grafis yang mudah dipahami. Keunggulan bahasa pemrograman ini terletak pada produktivitas, kualitas, kecepatan kompilasi, pola desain yang menarik serta pemrogramannya yang terstruktur. Kemudian untuk menjelaskan penyelesaian yang dihasilkan agar dapat dimengerti orang lain diperlukan interpretasi dari penyelesaian tersebut. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui seberapa parah penyakit tersebut menyebar dalam suatu wilayah. Dengan demikian interpretasi tersebut dapat dijadikan suatu pertimbangan untuk dilakukan tindakan yang tepat untuk menangani masalah yang ditimbulkan penyakit tersebut. Sebagai studi kasus dalam penelitian ini model epidemi SIR akan digunakan untuk mengetahui dinamika penyebaran penyakit Tuberkulosis atau TB di daerah NTB. Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Menurut data dari organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2011 diperkirakan terdapat 8,7 juta orang yang terinfeksi TB dan ada sekitar 1,4 juta penderita TB diantaranya mengalami kematian. Kasus ini 95% lebih banyak terjadi di negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah. Untuk wilayah NTB menurut hasil survei secara nasional diperkirakan tingkat penularan TB sejumlah 100 ribu penduduk, 210 di antaranya positif terkena TB. Penularannya pun cukup besar dan cepat dari 1 orang yang terjangkit TB bisa menularkan penyakit kepada 10 hingga 15 orang sekaligus (Nia, 2011). TINJAUAN PUSTAKA Model Epidemi SIR Iswanto (2012) menjelaskan bahwa model epidemi SIR pertama kali diperkenalkan oleh Kermack dan Mc. Kendrick pada tahun 1927. Model tersebut terdiri dari tiga
  • 3. Halaman 3 dari 14 kompartemen atau sub populasi yaitu: Susceptible (S) atau individu yang rentan terserang penyakit, Infected (I) atau individu yang terinfeksi dan dapat menyebarkan penyakit tersebut kepada individu yang rentan, dan Recovered (R) atau individu yang diasumsikan telah sembuh atau kekebalan tubuhnya telah kembali normal sehingga kebal terhadap penyakit. Berdasarkan asumsi ini, dapat dituliskan secara lengkap menjadi sistem persamaan diferensial sebagai berikut : = − = − (1) = dengan S = jumlah individu yang rentan dalam populasi (Susceptible) pada waktu t I = jumlah individu yang terinfeksi dalam populasi (Infectious) pada waktu t R = jumlah individu yang sembuh dalam populasi (Recovered) pada waktu t β = laju penularan penyakit dari Susceptible menjadi Infectious γ = laju pemulihan dari Infectious menjadi Recovered. Jumlah individu yang terinfeksi dapat ditemukan dengan mencari nilai dari rasio reproduksi. Sedangkan untuk menunjukkan jumlah individu rentan (Susceptible) yang dapat menderita penyakit yang disebabkan oleh satu individu terinfeksi dapat ditentukan dengan menghitung bilangan reproduksi dasar. Bilangan reproduksi dasar dilambangkan dengan 0 dan dinyatakan dengan persamaan berikut: 0 = = (0) (2) Beberapa kondisi yang akan timbul, sebagai berikut: 1. Jika 0 < 1, maka penyakit akan menghilang. 2. Jika 0 = 1, maka penyakit akan menetap. 3. Jika 0 > 1, maka penyakit akan meningkat menjadi wabah (Murray, 2002). Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Sebuah persamaan diferensial biasa termasuk persamaan diferensial linear jika memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Variabel-variabel terikat dan turunannya paling tinggi berpangkat satu.
  • 4. Halaman 4 dari 14 2. Tidak mengandung bentuk perkalian antara sebuah variabel terikat dengan variabel terikat lainnya, atau turunan yang satu dengan turunan lainnya, atau variabel terikat dengan sebuah turunan Selanjutnya persamaan diferensial biasa yang tidak memenuhi keriteria di atas disebut persamaan diferensial biasa nonlinear (Waluya, 2006). Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai berikut: ̇ = = ( , ) (3) dengan = 1( ) 2( ) ⋮ ( ) dan ( , ) = 1( , 1, 2, ⋯ , ) 2( , 1, 2, ⋯ , ) ⋮ ( , 1, 2, ⋯ , ) adalah fungsi tak linear dalam 1, 2, ⋯ , . Sistem persamaan di atas disebut sistem persamaan diferensial biasa nonlinear (Braun, 1983). Sistem persamaan diferensial biasa nonlinear bersifat autonomous jika di dalamnya tidak terdapat ketergantungan terhadap variabel secara eksplisit. Tinjau sistem persamaan diferensial nonlinear orde satu yang terdiri dari dua fungsi berikut: = 1( , ) (4) = 2( , ) dengan adalah fungsi nonlinear, untuk = 1, 2. Sistem (4) disebut sistem autonomous karena variabel bebas t tidak muncul secara eksplisit. Linearisasi Tinjau kembali sistem persamaan (4). Misalkan titik ( ∗ , ∗ ) adalah titik kesetimbangan sistem tersebut. Jika titik ( , ) merupakan titik disekitar titik kesetimbangan maka secara matematis titik ( , ) dapat diekspresikan sebagai ( , ) = ( ∗ + ∆ , ∗ + ∆ ). Pendekatan fungsi 1( , ) dan 2( , ) dapat ditentukan dengan menggunakan ekspansi deret taylor sebagai berikut 1 ( , ) ≈ 1 ( ∗ , ∗) + 1 ( ∗ , ∗) ( − ∗) + 1 ( ∗ , ∗) ( − ∗)
  • 5. Halaman 5 dari 14 2 ( , ) ≈ 2 ( ∗ , ∗) + 2 ( ∗ , ∗) ( − ∗) + 2 ( ∗ , ∗) ( − ∗) Karena ( ∗ , ∗) adalah titik kesetimbangan maka 1 ( , ) = 2 ( , ) = 0. Oleh karena itu, sistem (4) dapat didekati sebagai sistem linear = 1 ( ∗ , ∗) ∆ + 1 ( ∗ , ∗) ∆ (5) = 2 ( ∗ , ∗) ∆ + 2 ( ∗ , ∗) ∆ Sistem linear (5) dapat disajikan dalam bentuk matriks [ ] = [ 1( ∗, ∗) 1( ∗, ∗) 2( ∗, ∗) 2( ∗, ∗) ] ( ∆ ∆ ) = ( ) ( ∆ ∆ ) (6) Matriks ( ) pada sistem (6) merupakan matriks Jacobian. Kriteria kestabilan dari sistem (6) dapat ditentukan dengan mencari nilai eigen dari matriks Jacobian ( ) (Kosasih, 2006). Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diberikan matriks koefisien konstan berukuran × dan sistem persamaan diferensial biasa homogen ̇ = , (0) = 0, ∈ . Suatu vektor tak nol di dalam disebut vektor eigen dari jika untuk suatu skalar berlaku : = (7) Nilai skalar dinamakan nilai eigen dari . Untuk mencari nilai dari , maka sistem persamaan (4) dapat ditulis : ( − ) = 0 (8) dengan adalah matriks identitas. Sistem persamaan (8) mempunyai solusi tak nol jika hanya jika = | − | = 0 (9) Persamaan (9) merupakan persamaan karakteristik matrik (Anton, 1995). Kesetimbangan dan Kestabilan Secara matematis, definisi titik kesetimbangan dapat dituliskan pada Definisi 1 berikut.
  • 6. Halaman 6 dari 14 Definisi 1 (Panfilov, 2004) Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa ̇ = ( ), ∈ . Titik Q disebut titik kesetimbangan jika ̅ = 0. Selanjutnya, untuk mengetahui perilaku sistem di sekitar titik kesetimbangan digunakan konsep kestabilan. Menurut Bellomo dan Presziosi (dalam Nugroho, 2009), definisi kestabilan dituliskan pada Definisi (2) dan (3) berikut. Defnisi 2 Titik kesetimbangan ( ∗ , ∗ ) dikatakan stabil jika untuk setiap > 0 terdapat > 0 sedemikian hingga setiap penyelesaian ( ( ), ( )) yang pada = 0 memenuhi ( (0) − ∗)2 − ( (0) − ∗ )2 < berlaku ( ( ) − ∗)2 − ( ( ) − ∗ )2 < untuk setiap ≥ 0. Jika tidak demikian dikatakan tidak stabil. Definisi 3 Titik kesetimbangan ( ∗ , ∗ ) dikatakan stabil asimtotis jika titik tersebut stabil dan terdapat 0 sedemikian hingga setiap penyelesaian ( ( ), ( )) yang pada = 0 memenuhi ( (0) − ∗)2 − ( (0) − ∗ )2 < 0 berlaku lim →∞ ( ) = 0 , lim →∞ ( ) = 0 untuk setiap ≥ 0. Berdasarkan Definisi (2) dan (3), dapat dikatakan bahwa sistem (4) stabil berarti perubahan kecil dalam syarat awal hanya menyebabkan pengaruh kecil pada penyelesaian. Sistem (4) stabil asimtotik berarti pengaruh dari perubahan kecil cenderung menghilang sama sekali (tidak berpengaruh), sedangkan ketakstabilan berarti suatu perubahan kecil pada syarat awalnya akan berakibat perubahan besar pada penyelesaian. Kriteria kestabilan suatu sistem dapat ditentukan dengan mencari nilai eigen dari matriks Jacobiannya. Misalkan terdapat sistem persamaan diferensial linear ̇ = dengan = ! " mempunyai persamaan karakteristik 2 − # + = 0 dimana # = + dan = det = − ! . Nilai eigen dari adalah : 1,2 = 1 2 (# ± √#2 − 4 ) (10) Kestabilan titik tetap Q dapat ditentukan dengan memperhatikan nilai-nilai eigen, yaitu dimana = 1,2, … , yang diperoleh dari persamaan karakteristik. Secara umum, kestabilan titik mempunyai perilaku sebagai berikut :
  • 7. Halaman 7 dari 14 1. Stabil, jika : a) Setiap nilai eigen real adalah negatif ( < 0 untuk semua ) b) Setiap komponen bagian real dari nilai eigen kompleks, lebih kecil atau sama dengan nol ( $( %) ≤ 0 untuk semua ). 2. Tidak stabil, jika : a) Terdapat nilai eigen real yang positif ( > 0 untuk semua ) b) Ada komponen bagian real dari nilai eigen kompleks, lebih besar dari nol ( $ % > 0 untuk semua ). 3. Sadel atau pelana, jika perkalian dua buah nilai eigen real sembarang adalah negative ( & < 0 untuk dan & sembarang). Titik tetap sadel ini bersifat tak stabil (Iswanto, 2012). 4. Farlow (dalam Tjolleng dkk, 2013) menyatakan bahwa, jika salah satu nilai eigen yang diperoleh bernilai nol ( ' = 0, + ≠ 1 maka titik tetapnya akan berada dalam satu garis. Jika + < 0 maka semua solusi yang tidak dimulai dari titik tetap ini cenderung untuk bergerak menuju garis tersebut dan sebaliknya, jika + > 0 maka akan bergerak menjauhi garis tersebut. Metode Runge-Kutta Orde 4 Metode Runge-Kutta orde empat merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pemecahan masalah sistem persamaan diferensial. Metode Runge-Kutta orde empat membutuhkan 4 besaran yaitu ', +, 0, dan 1. Perhatikan suatu persamaan diferensial berikut : = ′ = ( , ) Perhitungan titik penyelesaian selanjutnya ( 2+1, 2+1), dimulai dengan ( 2, 2) dan dikerjakan dengan skema berikut : ( )43211 22 6 1 kkkkyy ii ++++=+ dengan ( )ii yxfhk ,1 =       ++= 12 2 1 , 2 1 kyhxfhk ii       ++= 23 2 1 , 2 1 kyhxfhk ii ( )34 , kyhxfhk ii ++=
  • 8. Halaman 8 dari 14 dimana , = 1,2,3,4 adalah kemiringan interval (Kusuma, 2008). Metode Runge-Kutta orde empat juga bisa diterapkan untuk persamaan diferensial dalam bentuk simultan atau disebut sistem persamaan diferensial. Perhatikan kembali sistem persamaan diferensial berikut: ̇ = = ( , ) dengan = 3 1( ) 2( ) 4, ( , ) = 3 1( , 1, 2) 2( , 1, 2) 4, dan 1( 0) = 0, 2( 0) = 0. Dalam sistem ini merupakan fungsi-fungsi yang tidak diketahui, sedang merupakan peubah bebas. Bentuk numeris sebagai penyelesaian masalah nilai awal dari sistem persamaan tersebut pada selang 0 ≤ ≤ 5, adalah himpunan titik-titik {( , 1 , 2 )} =0 dimana = 5, dan 1 , 2 merupakan hampiran pada penyelesaian dari sistem di atas bila = %. Jika dimisalkan bahwa ∆ sama untuk semua , maka ∆ = ℎ = (5 − 0)/ yang disebut sebagai ukuran langkah. Secara umum bentuk matode Runge-Kutta orde 4 untuk sistem persamaan di atas adalah sabagai berikut: 1 +1 = + 1 6 ( 1 + 2 2 + 2 3 + 4) 2 +1 = + 1 6 (!1 + 2!2 + 2!3 + !4) (11) dengan 1 = ℎ 1 ( , 1 , 2 ) !1 = ℎ 2 ( , 1 , 2 ) 2 = ℎ 1( + 1 2 ℎ, 1 + 1 2 1, 2 + 1 2 !1) !2 = ℎ 2( + 1 2 ℎ, 1 + 1 2 1, 2 + 1 2 !1) 3 = ℎ 1( + 1 2 ℎ, 1 + 1 2 2, 2 + 1 2 !2) !3 = ℎ 2( + 1 2 ℎ, 1 + 1 2 2, 2 + 1 2 !2) 4 = ℎ 1( + ℎ, 1 + 3, 2 + !3) !4 = ℎ 2( + ℎ, 1 + 3, 2 + !3) (Finizio dan Ladas, 1988).
  • 9. Halaman 9 dari 14 METODE PENELITIAN Prosedur Berikut langkah-langkah pada prosedur penelitian: 1. Menentukan nilai parameter model Penyelesaian model dilakukan secara numerik dengan melakukan analisis parameter dan menentukan nilai parameter dari data yang diperoleh. 2. Menentukan bilangan reprodusi dasar Penentuan bilangan reproduksi dasar dilakukan untuk mengetahui apakah penyebaran suatu penyakit akan menghilang, menetap, atau akan mewabah dalam suatu daerah tertentu. 3. Menentukan titik tetap model Penentuan titik tetap dilakukan untuk melihat titik tetap bebas penyakit yaitu saat individu pada sub populasi terinfeksi berjumlah nol. 4. Analisis kestabilan titik tetap Setelah memperoleh titik tetap model, maka perlu dianalisis untuk mengetahui kestabilan dari titik tetap tersebut. 5. Verifikasi model Setelah dilakukan analisis pada model, perlu melihat simulasi model. Simulasi dilakukan untuk menguji hasil analisis dan melihat pengaruh dari parameter. Untuk simulasi numerik menggunakan metode Runge Kutta Orde 4 dengan alat bantu program Delphi 7. Data Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder tentang jumlah penderita Tuberkulosis dan jumlah penduduk di Provinsi NTB tahun 2012 yang diperoleh dari profil kesehatan Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Parameter Model SIR Nilai parameter model ditentukan dengan memperhatikan data yang diberikan pada tabel (1). Data yang digunakan untuk menentukan parameter tersebut adalah data jumlah penduduk dan jumlah penderita Tuberkulosis di provinsi NTB pada tahun 2012 sebagai berikut :
  • 10. Halaman 10 dari 14 Tabel 1 Data Jumlah Penduduk dan Penderita TB di NTB Tahun 2012 NO. PARAMETER JUMLAH 1. Jumlah Penduduk ( ) 4.601.030 Jiwa 2. Penderita Tuberkulosis ( ) 5.556 Jiwa 3. Penderita Tuberkulosis yang Sembuh ( ) 3.309 Jiwa Sumber : Diolah dari Kementerian Kesehatan RI (Anonim, 2013b) Dari data di atas dapat ditentukan nilai dari parameter-parameter model. Jumlah penduduk yang terinfeksi dan sembuh di daerah NTB pada tahun 2012 masing-masing sebesar = 2012 = 5.556, dan = 2012 = 3.309. Semua penduduk ( ) di daerah NTB pada awalnya diasumsikan rentan terkena infeksi sehingga masuk pada sub populasi dan dituliskan sebagai (0)= (2012) = 4.601.030 = , Karena diasumsikan populasi konstan, maka jumlah penduduk di daerah NTB konstan dengan kata lain + + = . Sehingga diperoleh jumlah individu yang rentan di daerah NTB pada tahun 2012 sebesar = 4.592.165. Dengan mensubstitusikan semua variabel di atas pada solusi khusus sub populasi yaitu = (0)$ − 7 8 9 = (0)$ −:7 8 ; diperoleh = −0,00193 −3.309 = 0,00000058 = 5,8 × 10−7 Laju kesembuhan ( ) diasumsikan sebagai jumlah individu yang sembuh ( ) per satuan waktu dibagi dengan total individu terinfeksi ( ). Dengan proporsi waktu selama setahun diperoleh laju kesembuhan sebesar = 0,595 dan = 3,4712 × 10CD . Dengan demikian laju kesembuhan dari individu terinfeksi tuberkulosis menjadi sembuh di NTB berdasarkan data tahun 2012 sebesar = 0,595 dan laju penularan penyakit tuberkulosis dari individu rentan menjadi terinfeksi sebesar = 3,4712 × 10−7 . Bilangan reproduksi dasar ( 0) yang diperoleh yaitu 0 = 2,68. Hal ini berarti setiap individu yang terinfeksi (Infectious) rata-rata dapat menularkan penyakit kepada dua hingga tiga individu rentan (Susceptible) dalam populasi. Bilangan reproduksi dasar yang diperoleh lebih besar dari satu, hal ini menunjukkan bahwa penyakit Tuberkulosis di NTB akan meningkat menjadi wabah atau epidemi selama kurun waktu tertentu. Titik Kesetimbangan Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh dua titik kesetimbangan model yaitu = , = 0, 0 dan = , = E F G , 0H =( 0,595 3,4712×10−7 , 0) = (1.715.751, 0). Nilai = 0 menunjukkan tidak ada individu pada sub populasi yang terinfeksi dan dapat menyebarkan penyakit. Titik kesetimbangan yang diperoleh merupakan titik
  • 11. Halaman 11 dari 14 kesetimbangan bebas penyakit atau diseases free equilibrium. Artinya suatu keadaan dimana tidak terjadi penyebaran penyakit menular dalam populasi. Analisis Kestabilan Titik Kesetimbangan Nilai-nilai eigen dari matriks jacobian yang diperoleh dengan metode linearisasi untuk titik tetap = , =( 0,595 3,4712×10−7 , 0) = (1.715.751, 0) yaitu 1 = 0 dan 2 = 0,9984. Jika salah satu nilai eigen yang diperoleh bernilai nol ( 1 = 0, 2 ≠ 1) maka pada kondisi tersebut, titik tetapnya berada dalam satu garis. Karena nilai eigen yang diperoleh 2 = 0,9984, maka semua solusi yang tidak dimulai dari titik kesetimbangan akan cenderung untuk bergerak menjauhi garis tersebut. Titik kesetimbangan bebas penyakit yang diperoleh bersifat semi stabil karena penyelesaian kesetimbangannya ada yang bergerak mendekati titik kesetimbangan dan ada yang menjauhi titik kesetimbangan, sehingga dikatakan semi stabil. Jika semua penyelesaian menuju titik kesetimbangan maka titik kesetimbangan tersebut dinamakan titik kesetimbangan stabil, begitu juga sebaliknya. Verifikasi Model Dengan mensubstitusikan nilai parameter yang diperoleh ke model epidemi SIR dan mengasumsikan nilai , , dan yang diperoleh dari data tahun 2012 sebagai nilai awal maka model penyebaran penyakit tuberkulosis di NTB dapat diasumsikan sebagai berikut: = −3,4712 × 10−7 ; 0 = 4.592.165 = 3,4712 × 10−7 − 0,595 ; 0 = 5.556 (12) = 0,595 ; 0 = 3.309 Model (12) diselesaikan dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde empat dengan bantuan software Delphi 7 diperoleh jumlah individu pada masing-masing sub populasi , , dan tiap waktu (tahun) dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2. Gambar 1 menjelaskan tentang perubahan jumlah jumlah individu pada masing- masing sub populasi , , dan dari tahun 2012 hingga tahun 2032. Individu rentan semakin berkurang sedangkan jumlah individu yang terinfeksi dan sembuh mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu. Hal ini disebabkan karena individu pada sub populasi rentan telah terinfeksi penyakit dan berpindah pada sub populasi terinfeksi.
  • 12. Halaman 12 dari 14 Gambar 1 Proporsi subpopulasi , dan untuk 0 ≤ ≤ 20 Gambar 2 menjelaskan tentang perubahan jumlah individu pada masing-masing sub populasi , , dan dari tahun 2012 hingga tahun 2062.. Jumlah individu pada sub populasi rentan ( ), terinfeksi ( ), dan sembuh ( ) tidak mengalami perubahan yang signifikan. Kondisi ini disebut dengan kondisi stabil dari sistem. Gambar 2 Proporsi subpopulasi , dan untuk 0 ≤ ≤ 50 Pada gambar 2 terlihat bahwa jumlah individu pada masing-masing sub populasi , , dan tidak mengalami perubahan setelah langkah ke-250. Hal ini menunjukkan bahwa
  • 13. Halaman 13 dari 14 masing-masing sub populasi , , dan tidak mengalami perubahan setelah 25 tahun ke depan. Dengan demikian penyakit tuberkulosis di NTB masih akan terus menyebar hingga tahun 2037. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Model epidemi SIR pada penyebaran penyakit tuberkulosis di NTB dapat diasumsikan sebagai sistem persamaan diferensial berikut: = −3,4712 × 10−7 ; 0 = 4.592.165 = 3,4712 × 10−7 − 0,595 ; 0 = 5.556 = 0,595 ; 0 = 3.309 Titik kesetimbangan bebas penyakit (diseases free aquilibrium) berdasarkan nilai eigen matriks Jacobian yaitu = , = 1.715.751, 0 yang bersifat semi stabil karena nilai-nilai eigen yang diperoleh yaitu ' = 0 dan + = 0,9984. Bilangan reproduksi dasar yang diperoleh cukup besar yakni K = 2,68 yang menjelaskan bahwa setiap individu yang terinfeksi tuberkulosis akan menularkan penyakit tersebut kepada dua hingga tiga individu rentan. Saran Dalam penelitian ini model SIR yang digunakan adalah model SIR dasar atau klasik. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan pengaruh vaksinasi, sanitasi, dan imigrasi serta waktu inkubasi penyakit dan waktu penyembuhan (recovery) sehingga kesimpulan yang dihasilkan lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2013a, Ciri-ciri Gejala Penyebab Penyakit TBC Paru dan Pengobatannya, Sumber: http://www.jepitjemuran.com/ciri-ciri-gejala-penyebab-penyakit-tbc-paru- pengobatannya/, diakses tanggal 11 November 2013. ______, 2013b, Profil Kesehatan Indonesia 2012, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, sumber: http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&pg=ProfilKesehatan_Nasional, diakses tanggal 2 Oktober 2013. Anton, H, 1995, Aljabar Linier Elementer, Edisi ke-5. Terjemahan Pantur Silababan dan I Nyoman Susila, Erlangga, Jakarta. Braun, M., 1983, Differential Equations and Their Applications, Springer Verlag, New York.
  • 14. Halaman 14 dari 14 Finizio dan Ladas, 1988, Persamaan Diferensial Biasa dengan Penerapan Modern, Edisi Kedua, Terjemahan Widiarti Santoso, Erlangga, Jakarta. Iswanto, R. J., 2012, Pemodelan Matematika Aplikasi dan Terapannya, Graha Ilmu, Yogyakarta. Kosasih, P. Buyung., 2006, Komputasi Numerik Teori dan Aplikasi, Penerbit ANDI, Yogyakarta. Kusuma, J., 2008, Persamaan Diferensial, Universitas Hasanudin Press, Makasar. Murray, J. D., 2002, Mathematical Biology : An Introduction, Edisi Ketiga, Springer Verlag, New York. Nia, 2011, Penyebaran Tuberkulosis di NTB Menurun, Dinas Kesehatan Kekurangan Tenaga Medis, Sumber: http://www.suarantb.com/2011/08/25/wilayah/Mataram/detil4.html, diakses 15 Juni 2013. Nugroho, S., 2009, Skripsi: Pengaruh Vaksinasi Terhadap Penyebaran Penyakit dengan Model Endemi SIR, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Sumber: http://inugzcakep.files.wordpress.com/2008/03/lapta.pdf, diakses tanggal 11 November 2013. Panfilov, A., 2004, Qualitative Analysis of Differential Equations, Utrecht University, Utrecht. Tjolleng, dkk., 2013, Dinamika Perkembangan HIV/AIDS di Sulawesi Utara Menggunakan Model Persamaan Diferensial Non Linear SIR (Susceptible, Infectious, and Recovered), Sumber: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JIS/article/download/1802/1414, diakses tanggal 12 Juni 2013. Waluya, S. B., 2006, Persamaan Diferensial, Graha Ilmu, Yogyakarta.