SlideShare a Scribd company logo
1 of 28
Disusun oleh: Tia Tamara 112022028
Pembimbing: dr. Nino Sp.S
CLINICAL PREDICTORS
FOR THE PROGNOSIS OF
MYSTHENIA GRAVIS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU SYARAF
FK UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RSUD KOJA
PERIODE 19 Juni-22 Juli 2023
IDENTITAS JURNAL
SISTEMATIKA PENULISAN
Abstrak
Latar Belakang
Metode
Hasil
Diskusi
Kesimpulan
Daftar Pustaka
ABSTRAK
• Prediktor klinis untuk kekambuhan myasthenia gravis okular dan generalisasi
sekunder myasthenia gravis selama dua tahun pertama setelah onset penyakit tetap
tidak teridentifikasi secara lengkap. Penelitian ini mencoba menyelidiki prediktor
klinis untuk prognosis Myasthenia Gravis
• Delapan puluh tiga pasien dengan myasthenia gravis disimpulkan dalam
penelitian ini. Karakteristik dasar dianalisis sebagai prediktor.
Latar Belakang
Metode
ABSTRAK
Hasil
• Kekambuhan myasthenia gravis terjadi pada 26 pasien (34%)
• Mysthenia gravis okular (85%)
• Penyakit autoimun lebih sering pada mysthenia gravis yang kambuh (p=0,012)
• Kelompok MG generalisasi lebih banyak pasien dengan onset lambat (p=0.021)
• Pasien MG okular dengan hiperplasia timus berkembang lebih cepat dibandingkan dengan
patologis timus lainnya (p=0.027)
• Efek pengobatan glukokortikoid, piridostigmin, timektomi, IVIG, imunosupresif tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok yang kambuh dan tidak kambuh.
• Hasil pengobatan juga tidak menunjukkan perbedaan antara OMG murni dan kelompok MG
generalisasi
• Penyakit autoimun sebagai prediktor potensial untuk terjadinya kekambuhan mysthenia
gravis. baik ptosis atau diplopia, serta hyperplasia timus dapat berlanjut menjadi MG
generalisasi dalam enam bulan pertama.
Hasil
Kesimpulan
Pendahuluan
 Myasthenia Gravis (MG) adalah gangguan autoimun yang menargetkan sambungan
neuromuskuler oleh antibodi asetilkolin reseptor (AChR-Ab).
 Gejala okular muncul pada 40-50% pasien MG dan ocular myasthenia gravis (OMG)
berkembang menjadi secondary generalisasi myasthenia gravis (SGMG) pada 50%-
80% pasien.
 Studi menunjukkan bahwa onset usia lanjut, antibodi antiasetilkolin reseptor (AChR)
titer tinggi dan timoma dapat meningkatkan risiko berkembang menjadi secondary
generalisaasi myasthenia gravis (SGMG)
 Pengobatan dini dengan obat imunosupresif seperti kortikosteroid dan/atau
azatioprin, disarankan untuk mengurangi risiko berkembang menjadi sekunder
generalisasi mystenia gravis
Pendahuluan
 Perjalan klinis MG yaitu remisi, kambuh, ekserbasi dan kematian. 38% pasein MG
mengalami remisi.
 Satu studi menunjukkan bahwa timektomi dini dan pemberian prednisolon lebih sering
terlihat pada kasus remisi komplit dibandingkan pada pasien OMG yang kambuh.
 Antibodi anti-Kv1.4 merupakan faktor independen yang berguna untuk memprediksi
kekambuhan MG .
 Waktu diagnosis saat onset dan setelah onset usia (<40 tahun) ditemukan sebagai
faktor prediktif remisi.
 Jenis kelamin tampaknya menjadi faktor yang tidak relevan untuk memprediksi MG
Pendahuluan
 Hiperplasia timus lebih umum daripada patologi timus lainnya pada MG yang
kambuh . Namun, nilai prognostik thymoma pada MG kambuh tetap tidak
meyakinkan.
 Gejala OMG awal timbulnya penyakit seperti ptosis pada satu atau kedua mata,
ptosis dan diplopia pada bersamaan atau salah satunya pada MG kambuh dan
pada secondary generalization OMG.
 Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran karakter klinis dasar dalam
memprediksi kekambuhan MG dan secondarygenaralization OMG
Metode
 Penelitian ini studi retrospektif
 Departemen Neurologi Rumah Sakit Shijitan Beijing, Capital Medical University
 Diagnosis MG didasarkan pada kombinasi kriteria klinis dan laboratorium
 Kriteria inklusi terdiri dari kelemahan otot yang berfluktuasi dan satu atau lebih hasil
berikut: (1) respons positif terhadap piridostigmin; (2) lebih dari 10% penurunan
amplitudo potensial aksi otot majemuk dalam stimulasi saraf berulang; (3) peningkatan
titter pada elektromiografi serat tunggal (SFEMG); (4) uji antibodi AChR positif. Pasien
dengan kehamilan, gagal fungsi jantung, paru-paru, hati atau ginjal.
Metode
 Dalam penelitian ini, kekambuhan MG didiagnosis dengan munculnya kembali gejala dan tanda-
tanda ekstraokular, faring, leher, pernapasan, aksial atau kelemahan otot ekstremitas.
 Gejala dan tanda yang muncul kembali harus bertahan lebih dari 24 jam. Dan durasi antara
MG kambuh dan remisi terakhir harus lebih dari 30 hari
 Berdasarkan kondisi tersebut, pasien MG adalah dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu
kelompok kambuh dan kelompok tidak kambuh.
Metode
 Usia, jenis kelamin, kelainan timus, penyakit autoimun, dan gejala timbulnya
penyakit dipilih sebagai prediktor klinis potensial untuk prognosis MG.
 Prediktor klinis potensial ini dibandingkan antara kelompok MG yang kambuh dan
tidak kambuh. Selain itu, mereka juga dibandingkan antara OMG murni dan
kelompok MG umum sekunder.
 Membandingkan efek obat termasuk glukokortikoid, piridostigmin, timektomi, IVIG,
obat imunosupresif seperti azatioprin, mikofenolat mofetil, siklosporin A,
tacrolimus, metotreksat, siklofosfamid antara kelompok MG yang kambuh dan tidak
kambuh.
 Efek pengobatan juga dibandingkan antara kelompok OMG tunggal dan kelompok
MG umum sekunder.
Metode
 Analisis statistik dilakukan dengan perangkat lunak SPSS
 22 (IBM, New York)
 Variabel kategori dianalisis menggunakan uji chi-square dan Fisher. Variabel
kontinyu dianalisis dengan matriks korelasi.
 Analisis regresi logistik multivariabel digunakan untuk melakukan koreksi.
P <0,05dianggap signifikan secara statistik.
Hasil
HASIL
 59 pasien menunjukkan tanda dan gejala okular (OMG) pada awal penyakit dan 24 pasien
menunjukkan gejala umum (GMG) pada awal penyakit.
 Pasien ini dibagi menjadi dua kelompok: kelompok MG yang kambuh (RMG, n =26) dan kelompok
MG yang tidak kambuh (NRMG,n =51) berdasarkan prognosis setelah dua tahun onset penyakit.
 Faktor klinis dasar yang terkait dengan kekambuhan MG diperiksa dengan uji Fisher Exact atau
analisis Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jenis kelamin,
kelainan timus, usia, dan gejala awal timbulnya penyakit antara kedua kelompok, tetapi penyakit
autoimun lain seperti penyakit Graves dan Rheumatoid Arthritis lebih sering diamati pada
kelompok RMG daripada kelompok NRMG (p =0,012).
 Hasil pengobatan termasuk glukokortikoid, piridostigmin, timektomi, IVIG, obat imunosupresif
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara yang kambuh dan tidak kambuh
HASIL
 11 pasien kambuh dalam 6 bulan pertama setelah onset penyakit. 6 pasien kambuh dalam 7-12
bulan setelah onset penyakit, dan 9 pasien diklasifikasikan ke dalam > kelompok 12 bulan.
 Tes eksak Fisher atau analisis Chi-square digunakan untuk mengevaluasi asosiasi karakteristik awal
termasuk jenis kelamin, usia onset penyakit, gejala pertama onset penyakit, kelainan timus, dan
penyakit autoimun lainnya dengan waktu kambuh MG.
 Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam fitur klinis yang disebutkan di atas di
antara ketiga kelompok.
Hasil
HASIL
 59 pasien OMG dilibatkan dalam penelitian ini, di mana informasi generalisasi kedua tersedia pada
40 pasien OMG. Di antara 40 pasien dengan manifestasi okular murni awal saat onset penyakit, 6
(15%) tetap murni OMG (OMG-R) selama dua tahun pertama setelah onset penyakit, sementara 34
(85%) berkembang menjadi MG umum sekunder (SGMG).
 Usia onset penyakit secara signifikan lebih tua pada kelompok SGMG dibandingkan dengan
kelompok OMG-R (p =0,021).
 Jenis kelamin, gejala pertama timbulnya penyakit, kelainan timus, dan penyakit autoimun lainnya
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok OMG-R dan
SGMG.
 Hasil pengobatan termasuk glukokortikoid, piridostigmin, timektomi, IVIG, obat imunosupresif
juga tidak menunjukkan perbedaan antara OMG murni dan kelompok generalisasi kedua.
HASIL
 Hiperplasia timus diamati lebih sering pada kelompok 6 bulan dibandingkan pada kelompok 7-24
bulan (71,4% vs 16,7%,p =0,027, uji eksak fisher).
 Ptosis atau diplopia terlihat lebih sering pada kelompok 6 bulan dibandingkan dengan kelompok 7-
24 bulan (71,4% vs 16,7%), sedangkan ptosis dan diplopia bersamaan terjadi lebih sering pada
kelompok 7-24 bulan. dibandingkan kelompok 6 bulan (83,3% vs. 28,6%).
 Gejala pertama onset penyakit menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik antara
kelompok 6 bulan dan subkelompok 7-24 bulan (p = 0,027, uji eksak fisher).
 Kelainan timus dan gejala awal OMG adalah fitur yang berguna untuk memprediksi waktu
perkembangan generalisasi sekunder. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jenis
kelamin, usia terjadinya gejala dan penyakit autoimun lainnya antara kedua subkelompok.
HASIL
• 7 pasien SGMG yang gejala generalisasi pertamanya tidak tersedia
• 27 pasien SGMG lainnya dibagi menjadi tiga subkelompok sesuai denga munculnya gejala
generalisasi pertama.
• Ketiga kelompok ini adalah kelompok ekstremitas, kelompok bulbar, dan konkurensi kelompok
bulbar dan ekstremitas.
• Karakteristik awal dari pasien dalam tiga subkelompok ini tidak menunjukkan perbedaan statistik.
DISKUSI
• Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor risiko yang dapat
memprediksi kekambuhan MG dan OMG generalisasi sekunder.
• Analisis menunjukkan bahwa 33,8% pasien MG yang kambuh dan 85,0% pasien dengan
onset OMG berkembang menjadi SGMG.
• Penyakit autoimun lebih sering pada pasien RMG (73,3%) dibandingkan pada pasien
NRMG (18,6%). Penyakit autoimun bersamaan diidentifikasi menjadi faktor risiko yang
signifikan untuk kekambuhan MG.
• Usia lanjut pasien OMG (>40 tahun) saat onset penyakit dapat memprediksi
perkembangan SGMG.
• Hiperplasia timus dan gejala awal ptosis atau diplopia dapat berfungsi sebagai indikator
generalisasi dalam enam bulan pertama.
• ptosis dan diplopia adalah prediktor yang berguna untuk generalisasi dalam 7-24 bulan
setelah onset OMG.
DISKUSI
• Shigeaki Suzuki dkk. melaporkan bahwa pasien MG dengan antibodi anti-Kv1.4 sering
mengalami kekambuhan MG dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki antibodi
anti-Kv1.4.
• Nobuo Wakata dkk. menemukan bahwa timus hiperplasia terjadi lebih sering pada kasus
kambuh, dan thymectomy dini atau pemberian prednisolon dapat menyebabkan
penurunan tingkat kambuh pada pasien MG.
• Hasil kami menunjukkan bukti kuat bahwa penyakit autoimun lainnya dapat digunakan
untuk secara akurat memprediksi terjadinya kekambuhan MG.
DISKUSI
• Beberapa penelitian melaporkan bahwa imunoterapi mengurangi risiko generalisasi dan
antibodi AChR, thymoma merupakan prediksi perkembangan generalisasi sekunder .
• Studi kami juga menunjukkan bahwa timoma dan penyakit autoimun terjadi lebih sering
pada pasien SGMG dibandingkan pada pasien OMG-R. Namun, perbedaan itu tidak
signifikan secara statistik. Ini mungkin karena jumlah pasien MG kami yang terbatas.
Selain itu, hasil kami juga menunjukkan bahwa fenotipe klinis dan hiperplasia timus
yang berbeda memprediksi waktu ketika OMG mengembangkan generalisasi kedua.
• Sepengetahuan kami, ini adalah pertama kalinya hubungan ptosis dan diplopia dengan
waktu generalisasi OMG diselidiki.
DISKUSI
• Hasil penelitian kami saat ini menunjukkan bahwa penyakit autoimun bersamaan
merupakan faktor risiko yang signifikan untuk kekambuhan M. Oleh karena itu,
polimorfisme gen β2-AR dapat berkontribusi pada kekambuhan MG.
• Selain itu, β2-AR juga berperan dalam prognosis OMG. Studi ini sebelumnya
menunjukkan bahwa homozigositas untuk Arg16 terutama terkait dengan patogenesis
MG onset lambat.
• penelitian ini juga menemukan bahwa genotipe yang berbeda pada posisi 27 dari β2-AR
terkait dengan patologi timus yang berbeda dari MG.
• Hasil kami menunjukkan bahwa onset penyakit, usia lanjut dan hiperplasia timus dapat
memprediksi generalisasi sekunder dan waktu generalisasi OMG. Oleh karena itu, kami
berspekulasi bahwa polimorfisme gen β2-AR dapat menyebabkan generalisasi kedua
OMG.
KESIMPULAN
Penelitian men ini unjukkan bahwa penyakit autoimun lain
merupakan faktor risiko yang dapat menyebabkan kekambuhan
MG. Usia onset penyakit merupakan prediktor signifikan dari
generalisasi OMG. Hiperplasia timus dan ptosis atau diplopia dapat
memprediksi generalisasi awal OMG.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hong YH, Kwon SB, Kim BJ, Kim BJ, Kim SH, Kim JK, dkk. Prognosis miastenia okular di Korea:
analisis multisenter retrospektif dari 202 pasien. J Neurol Sci. 2008;273:10–4.
2. Allen JA, Scala S, Jones HR. Myasthenia gravis okular pada populasi senior: diagnosis, terapi, dan
prognosis. Saraf otot. 2010;41:379–84.
3. Papapetropoulous TH, Ellul J, Tsibri E. Pengembangan myasthenia gravis umum pada pasien dengan
myasthenia okular. Lengkungan Neurol. 2003;60:1491–2.
4. Mee J, Paine M, Byrne E, King J, Reardon K, O'Day J. Imunoterapi myasthenia gravis okular
mengurangi konversi menjadi myasthenia gravis umum. J Neuro opthalmol. 2003;23:251–5.
5. Kupersmith MJ, Latkany R, Homel P. Perkembangan penyakit umum pada 2 tahun pada pasien dengan
myasthenia gravis okular. Lengkungan Neurol. 2003;60:243–8.
6. Monsul NT, Patwa HS, Knorr AM, Lesser RL, Goldstein JM. Efek prednison pada perkembangan dari
miastenia gravis okular ke generalisata. J Neurol Sci. 2004;217:131–3.
7. Wakata N, Iguchi H, Sugimoto H, Nomoto N, Kurihara T. Kekambuhan gejala okular setelah remisi
myasthenia gravis-perbandingan kasus remisi kambuhan dan lengkap. Klinik Neurol Bedah Saraf.
2003;105:75–7.
8. Suzuki S, Nishimoto T, Kohno M, Utsugisawa K, Nagane Y, Kuwana M, Suzuki N. Prediktor klinis dan
imunologi dari prognosis untuk pasien Jepang dengan myasthenia gravis terkait thymoma. J
Neuroimmunol. 2013;258:61–6.
DAFTAR PUSTAKA
9. Mao ZF, Mo XA, Qin C, Lai YR, Olde Hartman TC. Kursus dan prognosis myasthenia gravis: tinjauan
sistematis. Eur J Neurol. 2010;17:913–21.
10.Sieb JP. Myasthenia gravis. Pembaruan untuk dokter. Klinik Exp Imunol. 2014;175:408–18.
11. Hsu HS, Huang CS, Huang BS, Lee HC, Kao KP, Hsu WH, dkk. Thymoma dikaitkan dengan
kekambuhan gejala setelah thymectomy transsternal untuk myasthenia gravis. Interact Cardiovasc Thorac
Surg. 2006;5:42–6.1
12. Pria LN, Liu WB, Chen ZG, He XT, Zhang Y, Huang R. Faktor prognostik terkait dengan
kekambuhan setelah thymectomy diperpanjang pada pasien dengan myasthenia gravis.
Chin J Neurol. 2008;88:1446–9.
13. Jaretzki 3rd A, Barohn RJ, Ernstoff RM, Kaminski HJ, Keesey JC, Penn AS, dkk. Myasthenia gravis:
rekomendasi untuk standar penelitian klinis. Satuan tugas Dewan Penasihat Ilmiah Medis dari Myasthenia
Gravis Foundation of America. Neurologi. 2000;55:16–23.
14. Yu HY, Sun ZW, Qin B, Gong T, Zeng XY, Sun YC. Prediktor dan faktor yang mempengaruhi
prognosis miastenia gravis okular. Chin J Neuroimmunol& Neuro. 2010; 17:107–9
DAFTAR PUSTAKA
15. Nakai A, Hayano Y, Furuta F, Noda M, Suzuki K. Kontrol jalan keluar limfosit dari kelenjar getah
bening melalui reseptor β2-adrenergik. J Exp Med. 2014; 211:2583– 98.
16. Guereschi MG, Araujo LP, Maricato JT, Takenaka MC, Nascimento VM, Vivanco BC, dkk. Pensinyalan
reseptor beta2-adrenergik dalam sel T regulator CD4+ Foxp3+ meningkatkan fungsi supresifnya dengan cara
yang bergantung pada PKA. Eur JImmunol. 2013;43:1001–12.
17. Wang LL, Xie YC, Hou SF, Feng K, Yin J, Xu XH. Peran polimorfisme reseptor β2- adrenergik dalam
patogenesis miastenia gravis. Chin J Neurol. 2009;42: 828–32.
18. Wang LL, Zhang Y, Dia ML. Peran polimorfisme reseptor β2-adrenergik dalam prognosis miastenia
gravis dengan penyakit autoimun lainnya. Chin J Neurol. 2015; 48:390–4.
19. Wang LL, Zhang Y, Dia ML. Karakteristik klinis pasien myasthenia gravis berhubungan dengan
penyakit autoimun lainnya. Chin J Contemp Neurol Bedah Saraf. 2014;14:873–7.
20. Wang LL, Zhang Y, Dia ML. Studi tentang hubungan polimorfisme gen reseptor β2- adrenergik dengan
myasthenia gravis terkait dengan kelainan timus. Natl Med J Cina 2015; 95:1518–21.
Thankyou!

More Related Content

Similar to apa aja

Kejadian infeksi nosokomial
Kejadian infeksi nosokomialKejadian infeksi nosokomial
Kejadian infeksi nosokomial
Muhammad Badar
 
Jhptump a-nurulaulia-741-3-babiii
Jhptump a-nurulaulia-741-3-babiiiJhptump a-nurulaulia-741-3-babiii
Jhptump a-nurulaulia-741-3-babiii
Farmakologi FK UNS
 
Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...
Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...
Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...
deddy sagala
 
Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...
Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...
Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...
deddy sagala
 
Stroke pada pasien dengan Meningitis Bakteri - Sebuah study cohort dan anali...
Stroke  pada pasien dengan Meningitis Bakteri - Sebuah study cohort dan anali...Stroke  pada pasien dengan Meningitis Bakteri - Sebuah study cohort dan anali...
Stroke pada pasien dengan Meningitis Bakteri - Sebuah study cohort dan anali...
taniaamrina2
 

Similar to apa aja (20)

Autoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approach
Autoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approachAutoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approach
Autoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approach
 
JURNAL MOLEKULAR ANALYSIS.pptx
JURNAL MOLEKULAR ANALYSIS.pptxJURNAL MOLEKULAR ANALYSIS.pptx
JURNAL MOLEKULAR ANALYSIS.pptx
 
Hipotiroidisme kongenital
Hipotiroidisme kongenitalHipotiroidisme kongenital
Hipotiroidisme kongenital
 
Journal Reading THT RSPAD Gatot Subroto Periode 25 Mei 2015 - 26 Juni 2015
Journal Reading THT RSPAD Gatot Subroto Periode 25 Mei 2015 - 26 Juni 2015Journal Reading THT RSPAD Gatot Subroto Periode 25 Mei 2015 - 26 Juni 2015
Journal Reading THT RSPAD Gatot Subroto Periode 25 Mei 2015 - 26 Juni 2015
 
SKRIPSI PPT.pptx
SKRIPSI PPT.pptxSKRIPSI PPT.pptx
SKRIPSI PPT.pptx
 
Kejadian infeksi nosokomial
Kejadian infeksi nosokomialKejadian infeksi nosokomial
Kejadian infeksi nosokomial
 
1
11
1
 
Jhptump a-nurulaulia-741-3-babiii
Jhptump a-nurulaulia-741-3-babiiiJhptump a-nurulaulia-741-3-babiii
Jhptump a-nurulaulia-741-3-babiii
 
Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...
Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...
Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...
 
Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...
Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...
Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping pasien ckd yang menjalani h...
 
Stroke pada pasien dengan Meningitis Bakteri - Sebuah study cohort dan anali...
Stroke  pada pasien dengan Meningitis Bakteri - Sebuah study cohort dan anali...Stroke  pada pasien dengan Meningitis Bakteri - Sebuah study cohort dan anali...
Stroke pada pasien dengan Meningitis Bakteri - Sebuah study cohort dan anali...
 
Word Jurding.pdf
Word Jurding.pdfWord Jurding.pdf
Word Jurding.pdf
 
Ppt ihps bedah anak
Ppt ihps bedah anakPpt ihps bedah anak
Ppt ihps bedah anak
 
FARMAKOLOGI_3C_VINDI AULIA (1).pptx
FARMAKOLOGI_3C_VINDI AULIA  (1).pptxFARMAKOLOGI_3C_VINDI AULIA  (1).pptx
FARMAKOLOGI_3C_VINDI AULIA (1).pptx
 
DASAR EPIDEMIOLOGI
DASAR EPIDEMIOLOGIDASAR EPIDEMIOLOGI
DASAR EPIDEMIOLOGI
 
antipsychotics treatment for schizophrenia
antipsychotics treatment for schizophreniaantipsychotics treatment for schizophrenia
antipsychotics treatment for schizophrenia
 
Patofisiologi Kelompok 2 smt 2.pdf
Patofisiologi Kelompok 2 smt 2.pdfPatofisiologi Kelompok 2 smt 2.pdf
Patofisiologi Kelompok 2 smt 2.pdf
 
critical appraisal biomarker adn diagnosis appendicitis
critical appraisal biomarker adn diagnosis appendicitiscritical appraisal biomarker adn diagnosis appendicitis
critical appraisal biomarker adn diagnosis appendicitis
 
PPT MR DM edit.pptx
PPT MR DM edit.pptxPPT MR DM edit.pptx
PPT MR DM edit.pptx
 
PPT . DRPs DM TIPE 2 2018-1.pdf
PPT . DRPs DM TIPE 2 2018-1.pdfPPT . DRPs DM TIPE 2 2018-1.pdf
PPT . DRPs DM TIPE 2 2018-1.pdf
 

Recently uploaded

Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
AthoinNashir
 
materi skrining epidemiologi epidemiologi
materi skrining epidemiologi epidemiologimateri skrining epidemiologi epidemiologi
materi skrining epidemiologi epidemiologi
ZulAzhri
 
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxTren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
cheatingw995
 
Presentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptx
Presentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptxPresentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptx
Presentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptx
YesicaAprilliaPutriA
 
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
DavyPratikto1
 
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
Cara Menggugurkan Kandungan 087776558899
 
distribusi obat farmasi manfar rumah sakit
distribusi obat farmasi manfar rumah sakitdistribusi obat farmasi manfar rumah sakit
distribusi obat farmasi manfar rumah sakit
PutriKemala3
 
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptxPresentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
PeniMSaptoargo2
 

Recently uploaded (20)

Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
 
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptxAsuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
 
Tata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptx
Tata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptxTata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptx
Tata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptx
 
Movi Tri Wulandari - Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari -  Portofolio PerawatMovi Tri Wulandari -  Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari - Portofolio Perawat
 
CRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptx
CRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptxCRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptx
CRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptx
 
materi skrining epidemiologi epidemiologi
materi skrining epidemiologi epidemiologimateri skrining epidemiologi epidemiologi
materi skrining epidemiologi epidemiologi
 
Cytotec di Sabah: Solusi dan Pertimbangan Penting obat aborsiterbukti tuntas
Cytotec di Sabah: Solusi dan Pertimbangan Penting obat aborsiterbukti tuntasCytotec di Sabah: Solusi dan Pertimbangan Penting obat aborsiterbukti tuntas
Cytotec di Sabah: Solusi dan Pertimbangan Penting obat aborsiterbukti tuntas
 
PRESENTASI KELOMPOK 3 OJT PUS UNMET NEED.pptx
PRESENTASI KELOMPOK 3 OJT PUS UNMET NEED.pptxPRESENTASI KELOMPOK 3 OJT PUS UNMET NEED.pptx
PRESENTASI KELOMPOK 3 OJT PUS UNMET NEED.pptx
 
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTHEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
 
Bahan Ajar Mata Kuliah Urinalisis Edisi Tahun 2024
Bahan Ajar Mata Kuliah Urinalisis Edisi Tahun 2024Bahan Ajar Mata Kuliah Urinalisis Edisi Tahun 2024
Bahan Ajar Mata Kuliah Urinalisis Edisi Tahun 2024
 
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxTren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
 
Presentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptx
Presentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptxPresentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptx
Presentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptx
 
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
 
PPT PENYULUHAN GIZI SEIMBANG BALITA.pptx
PPT PENYULUHAN GIZI SEIMBANG BALITA.pptxPPT PENYULUHAN GIZI SEIMBANG BALITA.pptx
PPT PENYULUHAN GIZI SEIMBANG BALITA.pptx
 
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptx
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptxPPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptx
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptx
 
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
 
distribusi obat farmasi manfar rumah sakit
distribusi obat farmasi manfar rumah sakitdistribusi obat farmasi manfar rumah sakit
distribusi obat farmasi manfar rumah sakit
 
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptxPresentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
 
Sistemm Klasifikasi Virus Baltimore.docx
Sistemm Klasifikasi Virus Baltimore.docxSistemm Klasifikasi Virus Baltimore.docx
Sistemm Klasifikasi Virus Baltimore.docx
 
Konsep Pastien Savety dalam pelayanan kesehatan
Konsep Pastien Savety dalam pelayanan kesehatanKonsep Pastien Savety dalam pelayanan kesehatan
Konsep Pastien Savety dalam pelayanan kesehatan
 

apa aja

  • 1. Disusun oleh: Tia Tamara 112022028 Pembimbing: dr. Nino Sp.S CLINICAL PREDICTORS FOR THE PROGNOSIS OF MYSTHENIA GRAVIS KEPANITERAAN KLINIK ILMU SYARAF FK UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA RSUD KOJA PERIODE 19 Juni-22 Juli 2023
  • 4. ABSTRAK • Prediktor klinis untuk kekambuhan myasthenia gravis okular dan generalisasi sekunder myasthenia gravis selama dua tahun pertama setelah onset penyakit tetap tidak teridentifikasi secara lengkap. Penelitian ini mencoba menyelidiki prediktor klinis untuk prognosis Myasthenia Gravis • Delapan puluh tiga pasien dengan myasthenia gravis disimpulkan dalam penelitian ini. Karakteristik dasar dianalisis sebagai prediktor. Latar Belakang Metode
  • 5. ABSTRAK Hasil • Kekambuhan myasthenia gravis terjadi pada 26 pasien (34%) • Mysthenia gravis okular (85%) • Penyakit autoimun lebih sering pada mysthenia gravis yang kambuh (p=0,012) • Kelompok MG generalisasi lebih banyak pasien dengan onset lambat (p=0.021) • Pasien MG okular dengan hiperplasia timus berkembang lebih cepat dibandingkan dengan patologis timus lainnya (p=0.027) • Efek pengobatan glukokortikoid, piridostigmin, timektomi, IVIG, imunosupresif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok yang kambuh dan tidak kambuh. • Hasil pengobatan juga tidak menunjukkan perbedaan antara OMG murni dan kelompok MG generalisasi • Penyakit autoimun sebagai prediktor potensial untuk terjadinya kekambuhan mysthenia gravis. baik ptosis atau diplopia, serta hyperplasia timus dapat berlanjut menjadi MG generalisasi dalam enam bulan pertama. Hasil Kesimpulan
  • 6. Pendahuluan  Myasthenia Gravis (MG) adalah gangguan autoimun yang menargetkan sambungan neuromuskuler oleh antibodi asetilkolin reseptor (AChR-Ab).  Gejala okular muncul pada 40-50% pasien MG dan ocular myasthenia gravis (OMG) berkembang menjadi secondary generalisasi myasthenia gravis (SGMG) pada 50%- 80% pasien.  Studi menunjukkan bahwa onset usia lanjut, antibodi antiasetilkolin reseptor (AChR) titer tinggi dan timoma dapat meningkatkan risiko berkembang menjadi secondary generalisaasi myasthenia gravis (SGMG)  Pengobatan dini dengan obat imunosupresif seperti kortikosteroid dan/atau azatioprin, disarankan untuk mengurangi risiko berkembang menjadi sekunder generalisasi mystenia gravis
  • 7. Pendahuluan  Perjalan klinis MG yaitu remisi, kambuh, ekserbasi dan kematian. 38% pasein MG mengalami remisi.  Satu studi menunjukkan bahwa timektomi dini dan pemberian prednisolon lebih sering terlihat pada kasus remisi komplit dibandingkan pada pasien OMG yang kambuh.  Antibodi anti-Kv1.4 merupakan faktor independen yang berguna untuk memprediksi kekambuhan MG .  Waktu diagnosis saat onset dan setelah onset usia (<40 tahun) ditemukan sebagai faktor prediktif remisi.  Jenis kelamin tampaknya menjadi faktor yang tidak relevan untuk memprediksi MG
  • 8. Pendahuluan  Hiperplasia timus lebih umum daripada patologi timus lainnya pada MG yang kambuh . Namun, nilai prognostik thymoma pada MG kambuh tetap tidak meyakinkan.  Gejala OMG awal timbulnya penyakit seperti ptosis pada satu atau kedua mata, ptosis dan diplopia pada bersamaan atau salah satunya pada MG kambuh dan pada secondary generalization OMG.  Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran karakter klinis dasar dalam memprediksi kekambuhan MG dan secondarygenaralization OMG
  • 9. Metode  Penelitian ini studi retrospektif  Departemen Neurologi Rumah Sakit Shijitan Beijing, Capital Medical University  Diagnosis MG didasarkan pada kombinasi kriteria klinis dan laboratorium  Kriteria inklusi terdiri dari kelemahan otot yang berfluktuasi dan satu atau lebih hasil berikut: (1) respons positif terhadap piridostigmin; (2) lebih dari 10% penurunan amplitudo potensial aksi otot majemuk dalam stimulasi saraf berulang; (3) peningkatan titter pada elektromiografi serat tunggal (SFEMG); (4) uji antibodi AChR positif. Pasien dengan kehamilan, gagal fungsi jantung, paru-paru, hati atau ginjal.
  • 10. Metode  Dalam penelitian ini, kekambuhan MG didiagnosis dengan munculnya kembali gejala dan tanda- tanda ekstraokular, faring, leher, pernapasan, aksial atau kelemahan otot ekstremitas.  Gejala dan tanda yang muncul kembali harus bertahan lebih dari 24 jam. Dan durasi antara MG kambuh dan remisi terakhir harus lebih dari 30 hari  Berdasarkan kondisi tersebut, pasien MG adalah dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok kambuh dan kelompok tidak kambuh.
  • 11. Metode  Usia, jenis kelamin, kelainan timus, penyakit autoimun, dan gejala timbulnya penyakit dipilih sebagai prediktor klinis potensial untuk prognosis MG.  Prediktor klinis potensial ini dibandingkan antara kelompok MG yang kambuh dan tidak kambuh. Selain itu, mereka juga dibandingkan antara OMG murni dan kelompok MG umum sekunder.  Membandingkan efek obat termasuk glukokortikoid, piridostigmin, timektomi, IVIG, obat imunosupresif seperti azatioprin, mikofenolat mofetil, siklosporin A, tacrolimus, metotreksat, siklofosfamid antara kelompok MG yang kambuh dan tidak kambuh.  Efek pengobatan juga dibandingkan antara kelompok OMG tunggal dan kelompok MG umum sekunder.
  • 12. Metode  Analisis statistik dilakukan dengan perangkat lunak SPSS  22 (IBM, New York)  Variabel kategori dianalisis menggunakan uji chi-square dan Fisher. Variabel kontinyu dianalisis dengan matriks korelasi.  Analisis regresi logistik multivariabel digunakan untuk melakukan koreksi. P <0,05dianggap signifikan secara statistik.
  • 13. Hasil
  • 14. HASIL  59 pasien menunjukkan tanda dan gejala okular (OMG) pada awal penyakit dan 24 pasien menunjukkan gejala umum (GMG) pada awal penyakit.  Pasien ini dibagi menjadi dua kelompok: kelompok MG yang kambuh (RMG, n =26) dan kelompok MG yang tidak kambuh (NRMG,n =51) berdasarkan prognosis setelah dua tahun onset penyakit.  Faktor klinis dasar yang terkait dengan kekambuhan MG diperiksa dengan uji Fisher Exact atau analisis Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jenis kelamin, kelainan timus, usia, dan gejala awal timbulnya penyakit antara kedua kelompok, tetapi penyakit autoimun lain seperti penyakit Graves dan Rheumatoid Arthritis lebih sering diamati pada kelompok RMG daripada kelompok NRMG (p =0,012).  Hasil pengobatan termasuk glukokortikoid, piridostigmin, timektomi, IVIG, obat imunosupresif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara yang kambuh dan tidak kambuh
  • 15. HASIL  11 pasien kambuh dalam 6 bulan pertama setelah onset penyakit. 6 pasien kambuh dalam 7-12 bulan setelah onset penyakit, dan 9 pasien diklasifikasikan ke dalam > kelompok 12 bulan.  Tes eksak Fisher atau analisis Chi-square digunakan untuk mengevaluasi asosiasi karakteristik awal termasuk jenis kelamin, usia onset penyakit, gejala pertama onset penyakit, kelainan timus, dan penyakit autoimun lainnya dengan waktu kambuh MG.  Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam fitur klinis yang disebutkan di atas di antara ketiga kelompok.
  • 16. Hasil
  • 17. HASIL  59 pasien OMG dilibatkan dalam penelitian ini, di mana informasi generalisasi kedua tersedia pada 40 pasien OMG. Di antara 40 pasien dengan manifestasi okular murni awal saat onset penyakit, 6 (15%) tetap murni OMG (OMG-R) selama dua tahun pertama setelah onset penyakit, sementara 34 (85%) berkembang menjadi MG umum sekunder (SGMG).  Usia onset penyakit secara signifikan lebih tua pada kelompok SGMG dibandingkan dengan kelompok OMG-R (p =0,021).  Jenis kelamin, gejala pertama timbulnya penyakit, kelainan timus, dan penyakit autoimun lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok OMG-R dan SGMG.  Hasil pengobatan termasuk glukokortikoid, piridostigmin, timektomi, IVIG, obat imunosupresif juga tidak menunjukkan perbedaan antara OMG murni dan kelompok generalisasi kedua.
  • 18. HASIL  Hiperplasia timus diamati lebih sering pada kelompok 6 bulan dibandingkan pada kelompok 7-24 bulan (71,4% vs 16,7%,p =0,027, uji eksak fisher).  Ptosis atau diplopia terlihat lebih sering pada kelompok 6 bulan dibandingkan dengan kelompok 7- 24 bulan (71,4% vs 16,7%), sedangkan ptosis dan diplopia bersamaan terjadi lebih sering pada kelompok 7-24 bulan. dibandingkan kelompok 6 bulan (83,3% vs. 28,6%).  Gejala pertama onset penyakit menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok 6 bulan dan subkelompok 7-24 bulan (p = 0,027, uji eksak fisher).  Kelainan timus dan gejala awal OMG adalah fitur yang berguna untuk memprediksi waktu perkembangan generalisasi sekunder. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jenis kelamin, usia terjadinya gejala dan penyakit autoimun lainnya antara kedua subkelompok.
  • 19. HASIL • 7 pasien SGMG yang gejala generalisasi pertamanya tidak tersedia • 27 pasien SGMG lainnya dibagi menjadi tiga subkelompok sesuai denga munculnya gejala generalisasi pertama. • Ketiga kelompok ini adalah kelompok ekstremitas, kelompok bulbar, dan konkurensi kelompok bulbar dan ekstremitas. • Karakteristik awal dari pasien dalam tiga subkelompok ini tidak menunjukkan perbedaan statistik.
  • 20. DISKUSI • Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor risiko yang dapat memprediksi kekambuhan MG dan OMG generalisasi sekunder. • Analisis menunjukkan bahwa 33,8% pasien MG yang kambuh dan 85,0% pasien dengan onset OMG berkembang menjadi SGMG. • Penyakit autoimun lebih sering pada pasien RMG (73,3%) dibandingkan pada pasien NRMG (18,6%). Penyakit autoimun bersamaan diidentifikasi menjadi faktor risiko yang signifikan untuk kekambuhan MG. • Usia lanjut pasien OMG (>40 tahun) saat onset penyakit dapat memprediksi perkembangan SGMG. • Hiperplasia timus dan gejala awal ptosis atau diplopia dapat berfungsi sebagai indikator generalisasi dalam enam bulan pertama. • ptosis dan diplopia adalah prediktor yang berguna untuk generalisasi dalam 7-24 bulan setelah onset OMG.
  • 21. DISKUSI • Shigeaki Suzuki dkk. melaporkan bahwa pasien MG dengan antibodi anti-Kv1.4 sering mengalami kekambuhan MG dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki antibodi anti-Kv1.4. • Nobuo Wakata dkk. menemukan bahwa timus hiperplasia terjadi lebih sering pada kasus kambuh, dan thymectomy dini atau pemberian prednisolon dapat menyebabkan penurunan tingkat kambuh pada pasien MG. • Hasil kami menunjukkan bukti kuat bahwa penyakit autoimun lainnya dapat digunakan untuk secara akurat memprediksi terjadinya kekambuhan MG.
  • 22. DISKUSI • Beberapa penelitian melaporkan bahwa imunoterapi mengurangi risiko generalisasi dan antibodi AChR, thymoma merupakan prediksi perkembangan generalisasi sekunder . • Studi kami juga menunjukkan bahwa timoma dan penyakit autoimun terjadi lebih sering pada pasien SGMG dibandingkan pada pasien OMG-R. Namun, perbedaan itu tidak signifikan secara statistik. Ini mungkin karena jumlah pasien MG kami yang terbatas. Selain itu, hasil kami juga menunjukkan bahwa fenotipe klinis dan hiperplasia timus yang berbeda memprediksi waktu ketika OMG mengembangkan generalisasi kedua. • Sepengetahuan kami, ini adalah pertama kalinya hubungan ptosis dan diplopia dengan waktu generalisasi OMG diselidiki.
  • 23. DISKUSI • Hasil penelitian kami saat ini menunjukkan bahwa penyakit autoimun bersamaan merupakan faktor risiko yang signifikan untuk kekambuhan M. Oleh karena itu, polimorfisme gen β2-AR dapat berkontribusi pada kekambuhan MG. • Selain itu, β2-AR juga berperan dalam prognosis OMG. Studi ini sebelumnya menunjukkan bahwa homozigositas untuk Arg16 terutama terkait dengan patogenesis MG onset lambat. • penelitian ini juga menemukan bahwa genotipe yang berbeda pada posisi 27 dari β2-AR terkait dengan patologi timus yang berbeda dari MG. • Hasil kami menunjukkan bahwa onset penyakit, usia lanjut dan hiperplasia timus dapat memprediksi generalisasi sekunder dan waktu generalisasi OMG. Oleh karena itu, kami berspekulasi bahwa polimorfisme gen β2-AR dapat menyebabkan generalisasi kedua OMG.
  • 24. KESIMPULAN Penelitian men ini unjukkan bahwa penyakit autoimun lain merupakan faktor risiko yang dapat menyebabkan kekambuhan MG. Usia onset penyakit merupakan prediktor signifikan dari generalisasi OMG. Hiperplasia timus dan ptosis atau diplopia dapat memprediksi generalisasi awal OMG.
  • 25. DAFTAR PUSTAKA 1. Hong YH, Kwon SB, Kim BJ, Kim BJ, Kim SH, Kim JK, dkk. Prognosis miastenia okular di Korea: analisis multisenter retrospektif dari 202 pasien. J Neurol Sci. 2008;273:10–4. 2. Allen JA, Scala S, Jones HR. Myasthenia gravis okular pada populasi senior: diagnosis, terapi, dan prognosis. Saraf otot. 2010;41:379–84. 3. Papapetropoulous TH, Ellul J, Tsibri E. Pengembangan myasthenia gravis umum pada pasien dengan myasthenia okular. Lengkungan Neurol. 2003;60:1491–2. 4. Mee J, Paine M, Byrne E, King J, Reardon K, O'Day J. Imunoterapi myasthenia gravis okular mengurangi konversi menjadi myasthenia gravis umum. J Neuro opthalmol. 2003;23:251–5. 5. Kupersmith MJ, Latkany R, Homel P. Perkembangan penyakit umum pada 2 tahun pada pasien dengan myasthenia gravis okular. Lengkungan Neurol. 2003;60:243–8. 6. Monsul NT, Patwa HS, Knorr AM, Lesser RL, Goldstein JM. Efek prednison pada perkembangan dari miastenia gravis okular ke generalisata. J Neurol Sci. 2004;217:131–3. 7. Wakata N, Iguchi H, Sugimoto H, Nomoto N, Kurihara T. Kekambuhan gejala okular setelah remisi myasthenia gravis-perbandingan kasus remisi kambuhan dan lengkap. Klinik Neurol Bedah Saraf. 2003;105:75–7. 8. Suzuki S, Nishimoto T, Kohno M, Utsugisawa K, Nagane Y, Kuwana M, Suzuki N. Prediktor klinis dan imunologi dari prognosis untuk pasien Jepang dengan myasthenia gravis terkait thymoma. J Neuroimmunol. 2013;258:61–6.
  • 26. DAFTAR PUSTAKA 9. Mao ZF, Mo XA, Qin C, Lai YR, Olde Hartman TC. Kursus dan prognosis myasthenia gravis: tinjauan sistematis. Eur J Neurol. 2010;17:913–21. 10.Sieb JP. Myasthenia gravis. Pembaruan untuk dokter. Klinik Exp Imunol. 2014;175:408–18. 11. Hsu HS, Huang CS, Huang BS, Lee HC, Kao KP, Hsu WH, dkk. Thymoma dikaitkan dengan kekambuhan gejala setelah thymectomy transsternal untuk myasthenia gravis. Interact Cardiovasc Thorac Surg. 2006;5:42–6.1 12. Pria LN, Liu WB, Chen ZG, He XT, Zhang Y, Huang R. Faktor prognostik terkait dengan kekambuhan setelah thymectomy diperpanjang pada pasien dengan myasthenia gravis. Chin J Neurol. 2008;88:1446–9. 13. Jaretzki 3rd A, Barohn RJ, Ernstoff RM, Kaminski HJ, Keesey JC, Penn AS, dkk. Myasthenia gravis: rekomendasi untuk standar penelitian klinis. Satuan tugas Dewan Penasihat Ilmiah Medis dari Myasthenia Gravis Foundation of America. Neurologi. 2000;55:16–23. 14. Yu HY, Sun ZW, Qin B, Gong T, Zeng XY, Sun YC. Prediktor dan faktor yang mempengaruhi prognosis miastenia gravis okular. Chin J Neuroimmunol& Neuro. 2010; 17:107–9
  • 27. DAFTAR PUSTAKA 15. Nakai A, Hayano Y, Furuta F, Noda M, Suzuki K. Kontrol jalan keluar limfosit dari kelenjar getah bening melalui reseptor β2-adrenergik. J Exp Med. 2014; 211:2583– 98. 16. Guereschi MG, Araujo LP, Maricato JT, Takenaka MC, Nascimento VM, Vivanco BC, dkk. Pensinyalan reseptor beta2-adrenergik dalam sel T regulator CD4+ Foxp3+ meningkatkan fungsi supresifnya dengan cara yang bergantung pada PKA. Eur JImmunol. 2013;43:1001–12. 17. Wang LL, Xie YC, Hou SF, Feng K, Yin J, Xu XH. Peran polimorfisme reseptor β2- adrenergik dalam patogenesis miastenia gravis. Chin J Neurol. 2009;42: 828–32. 18. Wang LL, Zhang Y, Dia ML. Peran polimorfisme reseptor β2-adrenergik dalam prognosis miastenia gravis dengan penyakit autoimun lainnya. Chin J Neurol. 2015; 48:390–4. 19. Wang LL, Zhang Y, Dia ML. Karakteristik klinis pasien myasthenia gravis berhubungan dengan penyakit autoimun lainnya. Chin J Contemp Neurol Bedah Saraf. 2014;14:873–7. 20. Wang LL, Zhang Y, Dia ML. Studi tentang hubungan polimorfisme gen reseptor β2- adrenergik dengan myasthenia gravis terkait dengan kelainan timus. Natl Med J Cina 2015; 95:1518–21.

Editor's Notes

  1. 1. Table of contents 2. Introduction 3. Identifying information 4. Patient medical history 5. Review of systems 6. Physical examination 7. Big picture 8. Findings 9. Discussion 10. Discussion summary 11. Comparison 12. Diagnosis 13. Treatment 14. Patient monitoring 15. Contraindications and indications 16. Post-prevention 17. Case timeline 18. Conclusions 19. References 20. Our team