5. 1. Syaikh Abdur Rauf as-Singkili
- Nama aslinya : Abdur Rauf al-Fansuri
- Lahir : Kota Singkil.
- Orang pertama yang mengembangkan Tarekat Syattariyah di Indonesia.
- Sekitar tahun 1640, berangkat ke tanah Arab untuk mempelajari ilmu-ilmu
keislaman.
- Pernah bermukim di Mekah dan Madinah.
- Mempelajari Tarekat Syattariyah dari gurunya yang bernama Ahmad Qusasi dan
Ibrahim al-Qur’ani.
- Pernah menjadi Mufti Kerajaan Aceh ketika diperintah oleh Sultanah Safiatuddin
Tajul Alam.
- Memiliki sekitar 21 karya dalam bentuk kitab-kitab tafsir, hadits, fiqh, dan
tasawuf. - Beberpa karyanya antara lain sebagai berikut.
a. Kitab Tafsir yang berjudul Turjuman al Mustafid (Terjemah Pemberi Faedah),
yakni merupakan kitab tafsir pertama yang dihasilkan di Indonesia.
b. Umdat al Muhtajin, yaitu karya terpenting yang ditulis oleh Abdur Rauf as-
Singkili. Buku ini terdiri dari 7 bab yang memuat tentang dzikir, sifat Allah dan
Rasul-Nya, serta asal-usul ajaran mistik. Pada pembahasan di bab terakhir,
beliau menceritakan tentang riwayat hidupnya dan gurunya.
6. c. Mir’at at-Tullab fi Tahsil Ma’rifah Ahkam asy-Syar’iyah li al-Malik al-
Wahab (Cermin bagi Penuntut Ilmu Fikih untuk Memudahkan Mengenal
Segala Hukum Syariat). Kitab ini memuat berbagai masalah Madzhab
Syafi’i yang merupakan panduan bagi para qadhi.
⁻ Meninggal di Aceh.
⁻ Beliau dikenal dengan sebutan Tengku Syiah Kuala. Sebagai penghargaan
masyarakat Aceh kepada perjuangan beliau, maka namanya dijadikan
sebagai nama perguruan tinggi di Aceh, yaitu Universitas Syiah yang
didirikan pada tahun 1961 di Banda Aceh.
7. 2. Syaikh Muhammad Arsyad al Banjari
Lahir di Lok Gabang, Martapura, Kalimantan Selatan tahun 1710.
Lahir dari pasangan Abdullah dan Siti Aminah.
Setelah wafat, beliau dikenal dengan sebutan Datuk Kalampayan karena
dimakamkan di Desa Kalampayan.
Ketika masih kanak-anak, beliau diadopsi oleh Sultan Tahlilullah untuk dididik
secara tuntas. Bahkan, beliau dikirim ke Mekah dan Madinah untuk belajar di
sana selama lebih kurang 30 tahun.
Sebelum berangkat ke tanah suci, beliau dinikahkan dengan seorang putri
yang bernama Bajut sebagai sarana untuk mengikat perasaan dengan
keluarga di tanah air.
Di antara gurunya yang sangat berpengaruh adalah Syekh ‘Athaillah yang
pernah memberikan izin kepada Muhammad Arsyad al-Banjari untuk mengajar
dan memberi fatwa di Masjidil Haram. Selama belajar di tanah Suci ia
berteman dengan para ulama, di antaranya sebagai berikut.
a. Syaikh Abdus Samad al-Palimbani.
b. Abdul Wahab Bugis dari Makassar yang kemudian menjadi menantunya
(dinikahkan dengan Syarifah binti Muhammad Arsyad al-Banjari).
c. Syaikh Abdurrahman Masri dari Jakarta.
8. Langkah pertama yang dilakukan Syaikh Muhammad Arsyad al-
Banjari sekembalinya dari belajar di tanah suci adalah membina
kader-kader ulama. Ia meminta kepada Sultan Tamjidillah
sebidang tanah untuk dijadikan sebagai pusat pendidikan. Di
tempat itu, dibangun rumah tinggal, ruang belajar, perpustakaan,
serta asrama bagi para santri.
Berkat perjuangan keras beliau dengan dibantu menantunya
akhirnya pusat pendidikan tersebut ramai dikunjungi para santri
dari berbagai daerah. Tempat tersebut hingga saat ini dikenal
dengan nama “Kampung dalam Pagar”. Sebab, para santri yang
belajar
dilarang meninggalkan tempat tersebut tanpa izin.
Muhammad Arsyad al-Banjari juga aktif menulis buku. Di antara
karyanya yang terbesar adalah kitab yang berjudul Sabilul
Muhtadin (Jalan Orang yang Mendapat Petunjuk). Karena
keilmuan beliau yang luar biasa, Muhammad Arsyad al-Banjari
mendapat julukan “Matahari Agama” dari Banjar.