SlideShare a Scribd company logo
1 of 30
TETANUS GENERALISATA
Kelompok 4
DEFINISI
Tetanus adalah penyakit infeksi akut
disebabkan oleh eksotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani
menyerang sistem saraf pusat, ditandai
dengan peningkatan kekakuan umum
dan kejang-kejang otot rangka tanpa
gangguan kesadaran (Ngurah Putu
ETIOLOGI
Penyakit tetanus disebabkan oleh Kuman
tetanus yang dikenal sebagai Clostridium
tetani. Kuman tetanus ini membentuk
spora, Sifat spora ini tahan dalam air
mendidih selama 4 jam dan obat
antiseptik tetapi mati dalam autoklaf bila
dipanaskan selama 15–20 menit pada
suhu 121°C.
Bila tidak terkena cahaya, maka spora
dapat hidup di tanah berbulan-bulan
bahkan sampai tahunan. Spora akan
berubah menjadi bentuk vegetatif dalam
anaerob dan kemudian berkembang biak
(Wati Safrida & Syahrul, 2014).
MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari, namun
dapat singkat hanya 1–2 hari dan kadang–kadang lebih
dari 1 bulan (Wati Safrida & Syahrul, 2014). Gambaran
klinis tetanus awalnya timbul kejang otot sekitar luka,
gelisah,lemah, cemas, mudah tersinggung dan sakit
kepala. Kemudian kaku pada rahang, perut dan punggung
yang mengeras dan kesukaran untuk menelan.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran yang spesifik adalah kekakuan dan kejang
otot. Kekakuan mengenai 3 kelompok utama yaitu:
otot masseter, otot-otot perut dan otot-otot
punggung, dimana penderita selalu sadar penuh.
Gejala-gejala sistemik dapat timbul, seperti panas
akibat sepsis (Ngurah Putu Puja Astawa, 2014).
KLASIFIKASI
• Tetanus Local
• Tetanus Sefalik
• Tetanus Generalisata
Tetanus generalisata yang merupakan bentuk paling sering.
Spasme otot, kaku kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka
mulut, rahang terkunci (trismus), disfagia. Timbul kejang
menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian
bawah.
• Tetanus Neonatorum
PATOFISIOLOGI
Tetanus biasanya terjadi setelah tubuh terluka dan
kebanyakan luka tusukan, luka yang terkontaminasi
oleh clostridium tetani. Kerusakan jaringan
menyebabkan menurunnya potential oksidasi sehingga
menyebabkan lingkungan yang cocok untuk
pertumbuhan clostridium tetani.
Tetanus disebabkan oleh neurotoksin Yang kuat yaitu
tetanospasmin, yangdihasilkan sebagai protein
protoplasmik oleh bentuk vegetatif c. Tetani pada tempat
infeksi terutama ketika terjadi lisis bakteri. Tetanospasmin
dapat terikat secara kuat pada gangliosida dan tempat
masuknya yang terpenting kedalam syaraf. Bila jumlah
tetanospasmin cukup besar untuk menyebar melalui
pembuluh darah dan limfe diseluruh tubuh, yang terkena
lebih dahulu adalah otot dengan jalur saraf terpendek.
Suntikan tetanospasmin kedalam otak dapat
menimbulkan kejang. Tetanospasmin dapat pula
memudahkan kontraksi otot spontan tanpa
potensial aksi pada saraf eferen. Aliran eferen
yang tak terkendali akan menyebabkan proses
inflamasi dijaringan otak dan perubahan tingkat
kesadaran.
Terdapat trias klinis berupa spasme otot,
disfungsi otonomik, rigiditas. Rigiditas
menyebabkan epistotonus dan gangguan
respirasi dengan menurunnya kelenturan
dinding dada serta menyebabkan penurunan
reflek batuk sehingga terjadi obstruksi jalan
nafas (Batticaca, 2012).
KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi pada penyakit tetanus
yaitu henti napas pada saat kejang-kejang terutama
akibat rangsangan pada waktu memasukkan pipa
lambung, aspirasi sekret pada saat atau setelah
kejang, yang dapat menimbulkan aspirasi
pneumoni, atelektasis, atau abses baru. Pada
jantung bisa terjadi takikardi dan aritmia oleh
karena rangsangan simpatis yang lama (Ngurah
Putu Puja Astawa, 2014).
DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan klinis
dan riwayat luka infeksi. Pemeriksaan
laboratorium kurang menunjang dalam
diagnosis. Namun pada pemeriksaan rutin
dapat dilakukan darah rutin, elektrolit, ureum,
kreatinin, mioglobin Urin, AGD, EKG serial dan
kultur untuk infeksi.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan tetanus adalah dengan pemberian
antitoksin tetanus, pemberian antibiotik,
pemberian cairan untuk nutrisi dan obat-obatan
untuk mengontrol kejang. Pada pasien yang
terdapat luka serta disertai jaringan nekrotik
dilakukan debridement (Ngurah Putu Puja
Astawa, 2014).
Pada penatalaksanaan umum, hal-hal yang
harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
– Tercukupinya kebutuhan cairan dan nutrisi
– Menjaga saluran napas agar tetap bebas.
– Penanganan spasme, diazepam menjadi pilihan
pertama.
– Mencari port d’entree.
ASKEP
PENGKAJIAN
1. Identitas
2. Status Kesehatan Saat Ini
– Keluhan Utama
– Alasan Masuk Rumah Sakit
– Riwayat Penyakit Sekarang
– Riwayat Penyakit Sebelumnya
– Riwayat Pengobatan
– Riwayat Psikososial
3. Pemeriksaan Fisik
– Keadaan Umum
• Kesadaran
Kesadaran klien biasaanya composmentis, pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tetanus
mengalami penurunan pada tingkat letargi,
stupor, dan semikomatosa.
• Tanda-tanda vital
• Tekanan darah : biasanya tekanan darah pada pasien tetanus
normal
• Nadi : penurunan deenyut nadi terjadi berhubungan dengan
perfusi jaringan di otak (Muttaqin, 2008).
• RR : Frekuensi pernappassan pada pasien tetanus meningkat
karena berhubungan dengan peningkatan laju metabolism
umum
• Suhu : pada pasien tetanus biasanya peningkatan suhu
tubuh lebih dari normal 38-40°C (Batticaca, 2012).
4. Body System
• Sistem Pernapasan
• Sistem Kardiovaskuler
• Sistem Persarafan
• Sistem Perkemihan
• Sistem pencernaan
• Sistem Integumen
• Sistem Muskuloskeletal
• Sistem Imun
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan terkumpulnya liur di dalam
rongga mulut (adanya spasme pada otot faring)
• Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernafasan
• Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
• Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
• Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan keleithan
otot pernafasan karena adanya obstruksi trachea brachial
• Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan efek
toksin (bakterimia)
• Resiko cidera
• Nyeri akut berhubungan dengan agen ijury fisik, spasme otot,
gerakan fragmen tulang
INTERVENSI
EVIDENCE BASED PRACTICE
1. Debridement Luka Tetanus
Berdasarkan penelitian disarankan untuk melakukan
debridement focus inokulasi. Prosedur ini dilakukan 1
hingga 6 jam setelah pemberian immunoglobulin.
Rekomendasi untuk melakukan debridement 1 hingga 6 jam
setelah HTIG atau ATS sistemik dibeikan didasarkan ada
alasan bahwa interval ini akan memungkinkan netralisasi
toksin yang tepat pada luka, dan untuk mencegah
penyebaran toksin selama luka.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan :
• Buka luka jika dicurigai terdapat nanah
• Bersihkan luka dengan cairan desinfektan
• Tutup ringan luka dengan kasa lembap. Ganti balutan setiap hari, lebih
sering bila perlu
• Berikan antibiotik sampai selulitis sekitar luka sembuh (biasanya dalam
waktu 5 hari).
• Berikan kloksasilin oral (25–50 mg/kgBB/dosis 4 kali sehari) karena
sebagian besar luka biasanya mengandung Staphylococus.
• Berikan ampisilin oral (25–50 mg/kgBB/dosis 4 kali sehari), gentamisin (7.5
mg/kgBB IV/IM sekali sehari) dan metronidazol (7.5 mg/kgBB/dosis 3 kali
sehari) jika dicurigai terjadi pertumbuhan bakteri saluran cerna
EVIDENCE BASED PRACTICE
2. Trakeostomi
Trakeostomi harus dilakukan sesegera mungkin
dalam 24 jam pertama setelah intubasi
orotrakeal pada pasien dengan tetanus sedang
dan berat yang membutuhkan perlindungan
jalan napas atau ventilasi mekanis.
EVIDENCE BASED PRACTICE
Di masa lalu, penyabab utama morbiditas dan
mortalitas pada tetanus termasuk kegagalan
pernapasan karena kerusakan otot pernapasan
dan kejang laring, komplikasi yang terkait
dengan penggunaan penghambat
neuromuskuler, dan masalah ventilasi
mekanis, seperti terputusnya respirator atau
kesulitan dengan ventilasi karena otot dada
mengalami kekakuan.
EVIDENCE BASED PRACTICE
Intubasi orotrakeal dapat dilakukan pada
awalnya. Namun, adanya tuba endotrakeal
dapat memicu atau memperburuk kejang
laring dan kejang umum. Untuk menghindari
komplikasi ini, yang dapat menyebabkan
kebutuhan otot yang tidak perlu, dan untuk
memfasilitasi dukungan ventilasi, trakeostomi
harus dilakukan sejak dini.
TERIMA KASIH

More Related Content

What's hot

Implementasi,evaluasi,pembahasan.pdf
Implementasi,evaluasi,pembahasan.pdfImplementasi,evaluasi,pembahasan.pdf
Implementasi,evaluasi,pembahasan.pdfﱞﱞ ﱞﱞ ﱞﱞ
 
Askep pada anak dengan campak
Askep pada anak dengan campakAskep pada anak dengan campak
Askep pada anak dengan campakwhenny
 
Askep batu ginjal
Askep batu ginjalAskep batu ginjal
Askep batu ginjalf' yagami
 
Sistem imun
Sistem imunSistem imun
Sistem imunphrast
 
Laporan pendahuluan hipertensi
Laporan pendahuluan hipertensiLaporan pendahuluan hipertensi
Laporan pendahuluan hipertensiYabniel Lit Jingga
 
Askep Demam Thypoid
Askep Demam ThypoidAskep Demam Thypoid
Askep Demam ThypoidSri Nala
 
Askep diare anak
Askep diare anakAskep diare anak
Askep diare anakf' yagami
 
262578620 laporan-pendahuluan-stroke-non-hemoragik
262578620 laporan-pendahuluan-stroke-non-hemoragik262578620 laporan-pendahuluan-stroke-non-hemoragik
262578620 laporan-pendahuluan-stroke-non-hemoragikHusen Aminudin
 
Syok hipovolemik
Syok hipovolemikSyok hipovolemik
Syok hipovolemikgustians
 
Asuhan keperawatan kejang demam pada an
Asuhan keperawatan kejang demam pada anAsuhan keperawatan kejang demam pada an
Asuhan keperawatan kejang demam pada anRismayanti Hairil
 

What's hot (20)

Asuhan Keperawatan Enchepalitis
Asuhan Keperawatan EnchepalitisAsuhan Keperawatan Enchepalitis
Asuhan Keperawatan Enchepalitis
 
Implementasi,evaluasi,pembahasan.pdf
Implementasi,evaluasi,pembahasan.pdfImplementasi,evaluasi,pembahasan.pdf
Implementasi,evaluasi,pembahasan.pdf
 
Askep pada anak dengan campak
Askep pada anak dengan campakAskep pada anak dengan campak
Askep pada anak dengan campak
 
Askep batu ginjal
Askep batu ginjalAskep batu ginjal
Askep batu ginjal
 
Sistem imun
Sistem imunSistem imun
Sistem imun
 
Laporan pendahuluan nyeri
Laporan pendahuluan nyeri Laporan pendahuluan nyeri
Laporan pendahuluan nyeri
 
Lp tb paru
Lp tb paruLp tb paru
Lp tb paru
 
Laporan pendahuluan hipertensi
Laporan pendahuluan hipertensiLaporan pendahuluan hipertensi
Laporan pendahuluan hipertensi
 
Restrain
RestrainRestrain
Restrain
 
Askep diabetes mellitus AKPER PEMDA MUNA
Askep diabetes mellitus AKPER PEMDA MUNA Askep diabetes mellitus AKPER PEMDA MUNA
Askep diabetes mellitus AKPER PEMDA MUNA
 
Askep Demam Thypoid
Askep Demam ThypoidAskep Demam Thypoid
Askep Demam Thypoid
 
Askep diare anak
Askep diare anakAskep diare anak
Askep diare anak
 
kejang-demam-terbaru-presentasi-ppt
kejang-demam-terbaru-presentasi-pptkejang-demam-terbaru-presentasi-ppt
kejang-demam-terbaru-presentasi-ppt
 
Sp isolasi sosial
Sp isolasi sosialSp isolasi sosial
Sp isolasi sosial
 
Askep lupus
Askep lupusAskep lupus
Askep lupus
 
262578620 laporan-pendahuluan-stroke-non-hemoragik
262578620 laporan-pendahuluan-stroke-non-hemoragik262578620 laporan-pendahuluan-stroke-non-hemoragik
262578620 laporan-pendahuluan-stroke-non-hemoragik
 
Syok hipovolemik
Syok hipovolemikSyok hipovolemik
Syok hipovolemik
 
Askep dermatitis
Askep dermatitisAskep dermatitis
Askep dermatitis
 
LP CHF.doc
LP CHF.docLP CHF.doc
LP CHF.doc
 
Asuhan keperawatan kejang demam pada an
Asuhan keperawatan kejang demam pada anAsuhan keperawatan kejang demam pada an
Asuhan keperawatan kejang demam pada an
 

Similar to TETANUS GENERALISATA (20)

Tetanus
TetanusTetanus
Tetanus
 
Askep pada klien dengan penyakit tetanus
Askep pada klien dengan penyakit tetanusAskep pada klien dengan penyakit tetanus
Askep pada klien dengan penyakit tetanus
 
Tetanus AKPER PEMKAB MUNA
Tetanus AKPER PEMKAB MUNA Tetanus AKPER PEMKAB MUNA
Tetanus AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep pada klien dengan penyakit tetanus AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada klien dengan penyakit tetanus AKPER PEMKAB MUNA Askep pada klien dengan penyakit tetanus AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada klien dengan penyakit tetanus AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep pada klien dengan penyakit tetanus AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada klien dengan penyakit tetanus AKPER PEMKAB MUNA Askep pada klien dengan penyakit tetanus AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada klien dengan penyakit tetanus AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep tetanus
Askep tetanusAskep tetanus
Askep tetanus
 
Tetanus=
Tetanus=Tetanus=
Tetanus=
 
Tetanus abil
Tetanus abilTetanus abil
Tetanus abil
 
Tetanus ommm
Tetanus ommmTetanus ommm
Tetanus ommm
 
Tetanus anak
Tetanus anakTetanus anak
Tetanus anak
 
Clostridium tetani
Clostridium tetaniClostridium tetani
Clostridium tetani
 
Clostridium sp
Clostridium spClostridium sp
Clostridium sp
 
Tetanus
TetanusTetanus
Tetanus
 
214801887-Lapkas-Tetanus.ppt
214801887-Lapkas-Tetanus.ppt214801887-Lapkas-Tetanus.ppt
214801887-Lapkas-Tetanus.ppt
 
TETANUS.pdf
TETANUS.pdfTETANUS.pdf
TETANUS.pdf
 
ETY KRISTYANTI - TETANUS NEONATORIUM.pptx
ETY KRISTYANTI - TETANUS NEONATORIUM.pptxETY KRISTYANTI - TETANUS NEONATORIUM.pptx
ETY KRISTYANTI - TETANUS NEONATORIUM.pptx
 
Tetanus
TetanusTetanus
Tetanus
 
Manajemen askep tb
Manajemen askep tbManajemen askep tb
Manajemen askep tb
 
Makalah 12
Makalah 12Makalah 12
Makalah 12
 
tetanus bedah aul.pptx
tetanus bedah aul.pptxtetanus bedah aul.pptx
tetanus bedah aul.pptx
 

More from Rini Wahyuni

Angka Kesakitan DBD Per 100.000 Penduduk Tahun 2013-2018
Angka Kesakitan DBD Per 100.000 Penduduk Tahun 2013-2018Angka Kesakitan DBD Per 100.000 Penduduk Tahun 2013-2018
Angka Kesakitan DBD Per 100.000 Penduduk Tahun 2013-2018Rini Wahyuni
 
Slide Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Peny...
Slide Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Peny...Slide Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Peny...
Slide Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Peny...Rini Wahyuni
 
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Diabetes M...
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Diabetes M...Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Diabetes M...
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Diabetes M...Rini Wahyuni
 
Praktik penyajian data sistem informasi kesehatan mengenai malaria
Praktik penyajian data sistem informasi kesehatan mengenai malariaPraktik penyajian data sistem informasi kesehatan mengenai malaria
Praktik penyajian data sistem informasi kesehatan mengenai malariaRini Wahyuni
 
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Malaria
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang MalariaPenyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Malaria
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang MalariaRini Wahyuni
 
Makalah Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan Tentang Estimasi Jumlah Pen...
Makalah Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan Tentang Estimasi Jumlah Pen...Makalah Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan Tentang Estimasi Jumlah Pen...
Makalah Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan Tentang Estimasi Jumlah Pen...Rini Wahyuni
 
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Estimasi Penderita Diabetes...
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Estimasi Penderita Diabetes...Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Estimasi Penderita Diabetes...
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Estimasi Penderita Diabetes...Rini Wahyuni
 

More from Rini Wahyuni (9)

Angka Kesakitan DBD Per 100.000 Penduduk Tahun 2013-2018
Angka Kesakitan DBD Per 100.000 Penduduk Tahun 2013-2018Angka Kesakitan DBD Per 100.000 Penduduk Tahun 2013-2018
Angka Kesakitan DBD Per 100.000 Penduduk Tahun 2013-2018
 
KONSTIPASI
KONSTIPASIKONSTIPASI
KONSTIPASI
 
BENCANA
BENCANABENCANA
BENCANA
 
Slide Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Peny...
Slide Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Peny...Slide Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Peny...
Slide Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Peny...
 
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Diabetes M...
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Diabetes M...Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Diabetes M...
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Diabetes M...
 
Praktik penyajian data sistem informasi kesehatan mengenai malaria
Praktik penyajian data sistem informasi kesehatan mengenai malariaPraktik penyajian data sistem informasi kesehatan mengenai malaria
Praktik penyajian data sistem informasi kesehatan mengenai malaria
 
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Malaria
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang MalariaPenyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Malaria
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Malaria
 
Makalah Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan Tentang Estimasi Jumlah Pen...
Makalah Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan Tentang Estimasi Jumlah Pen...Makalah Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan Tentang Estimasi Jumlah Pen...
Makalah Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan Tentang Estimasi Jumlah Pen...
 
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Estimasi Penderita Diabetes...
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Estimasi Penderita Diabetes...Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Estimasi Penderita Diabetes...
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Estimasi Penderita Diabetes...
 

Recently uploaded

materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusiastvitania08
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxrittafarmaraflesia
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfFatimaZalamatulInzan
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikSavitriIndrasari1
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisRachmandiarRaras
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptika291990
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANYayahKodariyah
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxISKANDARSYAPARI
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3smwk57khb29
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...AdekKhazelia
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 

Recently uploaded (19)

materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusia
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 

TETANUS GENERALISATA

  • 2. DEFINISI Tetanus adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani menyerang sistem saraf pusat, ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan kejang-kejang otot rangka tanpa gangguan kesadaran (Ngurah Putu
  • 3. ETIOLOGI Penyakit tetanus disebabkan oleh Kuman tetanus yang dikenal sebagai Clostridium tetani. Kuman tetanus ini membentuk spora, Sifat spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam dan obat antiseptik tetapi mati dalam autoklaf bila dipanaskan selama 15–20 menit pada suhu 121°C.
  • 4. Bila tidak terkena cahaya, maka spora dapat hidup di tanah berbulan-bulan bahkan sampai tahunan. Spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dalam anaerob dan kemudian berkembang biak (Wati Safrida & Syahrul, 2014).
  • 5. MANIFESTASI KLINIS Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari, namun dapat singkat hanya 1–2 hari dan kadang–kadang lebih dari 1 bulan (Wati Safrida & Syahrul, 2014). Gambaran klinis tetanus awalnya timbul kejang otot sekitar luka, gelisah,lemah, cemas, mudah tersinggung dan sakit kepala. Kemudian kaku pada rahang, perut dan punggung yang mengeras dan kesukaran untuk menelan.
  • 6. MANIFESTASI KLINIS Gambaran yang spesifik adalah kekakuan dan kejang otot. Kekakuan mengenai 3 kelompok utama yaitu: otot masseter, otot-otot perut dan otot-otot punggung, dimana penderita selalu sadar penuh. Gejala-gejala sistemik dapat timbul, seperti panas akibat sepsis (Ngurah Putu Puja Astawa, 2014).
  • 7. KLASIFIKASI • Tetanus Local • Tetanus Sefalik • Tetanus Generalisata Tetanus generalisata yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus), disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. • Tetanus Neonatorum
  • 8. PATOFISIOLOGI Tetanus biasanya terjadi setelah tubuh terluka dan kebanyakan luka tusukan, luka yang terkontaminasi oleh clostridium tetani. Kerusakan jaringan menyebabkan menurunnya potential oksidasi sehingga menyebabkan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan clostridium tetani.
  • 9. Tetanus disebabkan oleh neurotoksin Yang kuat yaitu tetanospasmin, yangdihasilkan sebagai protein protoplasmik oleh bentuk vegetatif c. Tetani pada tempat infeksi terutama ketika terjadi lisis bakteri. Tetanospasmin dapat terikat secara kuat pada gangliosida dan tempat masuknya yang terpenting kedalam syaraf. Bila jumlah tetanospasmin cukup besar untuk menyebar melalui pembuluh darah dan limfe diseluruh tubuh, yang terkena lebih dahulu adalah otot dengan jalur saraf terpendek.
  • 10. Suntikan tetanospasmin kedalam otak dapat menimbulkan kejang. Tetanospasmin dapat pula memudahkan kontraksi otot spontan tanpa potensial aksi pada saraf eferen. Aliran eferen yang tak terkendali akan menyebabkan proses inflamasi dijaringan otak dan perubahan tingkat kesadaran.
  • 11. Terdapat trias klinis berupa spasme otot, disfungsi otonomik, rigiditas. Rigiditas menyebabkan epistotonus dan gangguan respirasi dengan menurunnya kelenturan dinding dada serta menyebabkan penurunan reflek batuk sehingga terjadi obstruksi jalan nafas (Batticaca, 2012).
  • 12.
  • 13. KOMPLIKASI Komplikasi yang bisa terjadi pada penyakit tetanus yaitu henti napas pada saat kejang-kejang terutama akibat rangsangan pada waktu memasukkan pipa lambung, aspirasi sekret pada saat atau setelah kejang, yang dapat menimbulkan aspirasi pneumoni, atelektasis, atau abses baru. Pada jantung bisa terjadi takikardi dan aritmia oleh karena rangsangan simpatis yang lama (Ngurah Putu Puja Astawa, 2014).
  • 14. DIAGNOSIS Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan klinis dan riwayat luka infeksi. Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam diagnosis. Namun pada pemeriksaan rutin dapat dilakukan darah rutin, elektrolit, ureum, kreatinin, mioglobin Urin, AGD, EKG serial dan kultur untuk infeksi.
  • 15. PENATALAKSANAAN Pengobatan tetanus adalah dengan pemberian antitoksin tetanus, pemberian antibiotik, pemberian cairan untuk nutrisi dan obat-obatan untuk mengontrol kejang. Pada pasien yang terdapat luka serta disertai jaringan nekrotik dilakukan debridement (Ngurah Putu Puja Astawa, 2014).
  • 16. Pada penatalaksanaan umum, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: – Tercukupinya kebutuhan cairan dan nutrisi – Menjaga saluran napas agar tetap bebas. – Penanganan spasme, diazepam menjadi pilihan pertama. – Mencari port d’entree.
  • 17. ASKEP
  • 18. PENGKAJIAN 1. Identitas 2. Status Kesehatan Saat Ini – Keluhan Utama – Alasan Masuk Rumah Sakit – Riwayat Penyakit Sekarang – Riwayat Penyakit Sebelumnya – Riwayat Pengobatan – Riwayat Psikososial
  • 19. 3. Pemeriksaan Fisik – Keadaan Umum • Kesadaran Kesadaran klien biasaanya composmentis, pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. • Tanda-tanda vital
  • 20. • Tekanan darah : biasanya tekanan darah pada pasien tetanus normal • Nadi : penurunan deenyut nadi terjadi berhubungan dengan perfusi jaringan di otak (Muttaqin, 2008). • RR : Frekuensi pernappassan pada pasien tetanus meningkat karena berhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum • Suhu : pada pasien tetanus biasanya peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 38-40°C (Batticaca, 2012).
  • 21. 4. Body System • Sistem Pernapasan • Sistem Kardiovaskuler • Sistem Persarafan • Sistem Perkemihan • Sistem pencernaan • Sistem Integumen • Sistem Muskuloskeletal • Sistem Imun
  • 22. DIAGNOSA KEPERAWATAN • Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring) • Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan • Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer • Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
  • 23. • Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan keleithan otot pernafasan karena adanya obstruksi trachea brachial • Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan efek toksin (bakterimia) • Resiko cidera • Nyeri akut berhubungan dengan agen ijury fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang
  • 25. EVIDENCE BASED PRACTICE 1. Debridement Luka Tetanus Berdasarkan penelitian disarankan untuk melakukan debridement focus inokulasi. Prosedur ini dilakukan 1 hingga 6 jam setelah pemberian immunoglobulin. Rekomendasi untuk melakukan debridement 1 hingga 6 jam setelah HTIG atau ATS sistemik dibeikan didasarkan ada alasan bahwa interval ini akan memungkinkan netralisasi toksin yang tepat pada luka, dan untuk mencegah penyebaran toksin selama luka.
  • 26. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan : • Buka luka jika dicurigai terdapat nanah • Bersihkan luka dengan cairan desinfektan • Tutup ringan luka dengan kasa lembap. Ganti balutan setiap hari, lebih sering bila perlu • Berikan antibiotik sampai selulitis sekitar luka sembuh (biasanya dalam waktu 5 hari). • Berikan kloksasilin oral (25–50 mg/kgBB/dosis 4 kali sehari) karena sebagian besar luka biasanya mengandung Staphylococus. • Berikan ampisilin oral (25–50 mg/kgBB/dosis 4 kali sehari), gentamisin (7.5 mg/kgBB IV/IM sekali sehari) dan metronidazol (7.5 mg/kgBB/dosis 3 kali sehari) jika dicurigai terjadi pertumbuhan bakteri saluran cerna
  • 27. EVIDENCE BASED PRACTICE 2. Trakeostomi Trakeostomi harus dilakukan sesegera mungkin dalam 24 jam pertama setelah intubasi orotrakeal pada pasien dengan tetanus sedang dan berat yang membutuhkan perlindungan jalan napas atau ventilasi mekanis.
  • 28. EVIDENCE BASED PRACTICE Di masa lalu, penyabab utama morbiditas dan mortalitas pada tetanus termasuk kegagalan pernapasan karena kerusakan otot pernapasan dan kejang laring, komplikasi yang terkait dengan penggunaan penghambat neuromuskuler, dan masalah ventilasi mekanis, seperti terputusnya respirator atau kesulitan dengan ventilasi karena otot dada mengalami kekakuan.
  • 29. EVIDENCE BASED PRACTICE Intubasi orotrakeal dapat dilakukan pada awalnya. Namun, adanya tuba endotrakeal dapat memicu atau memperburuk kejang laring dan kejang umum. Untuk menghindari komplikasi ini, yang dapat menyebabkan kebutuhan otot yang tidak perlu, dan untuk memfasilitasi dukungan ventilasi, trakeostomi harus dilakukan sejak dini.