1. LAPORAN INDIVIDU
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN DIAGNOSIS CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan
Departemen Keperawatan Medikal Bedah Di Ruang Berlian Lt 3 (Saraf)
RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin
Oleh:
Nama : Nur Aprilisa Wulandari
NIM : P17212215112
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
2. LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diagnosis
Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang Berlian Lt 3 (Saraf) RSUD Dr. H.
Moch. Anshari Saleh Banjarmasin periode tanggal 15 s/d 20 Bulan November
Tahun Akademik 2021/2022.
Telah disetujui dan disahkan pada tanggal … Bulan ……….. Tahun 2021
Banjarmasin, 15 November 2021
Preceptor Lahan RS Preceptor Akademik
(Siti Rusmiladiyah, S.Kep.Ners) (Hammad, S.Kep,Ns,M.Kep)
NIP.198009012008012022 NIP.197705012005011005
Mengetahui,
Kepala Ruang Berlian
(Andi Jaya, S.Kep.Ners)
NIP.19730601199211002
3. LAPORAN PENDAHULUAN
CONGESTIVE HEART FAILURE
I. Konsep Dasar
a. Pengertian
Gagal Jantung (HF/CHF) terkadang disebut dengan gagal
jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrisi jaringan. Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang
ditandai dengan kelebihan beban (overload) cairan dan perfusi
jaringan yang buruk. Mekanisme terjadinya gagal jantung kongestif
meliputi (diastole) sehingga curah jantung lebih rendah dari nilai
normal. Curah jantung yang rendah dapat memunculkan mekanisme
kompensasi yang mengakibatkan peningkatan beban kerja jantung dan
pada akhirnya terjadi resistensi pengisian jantung. (Brunner &
Suddart, 2018 dalam Oktika, 2021).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak
mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi
kebutuhan sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme jaringan
tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke dalam
jantung masih cukup tinggi (Aspiani, 2014).
b. Etiologi
Menurut Karson (2016) dalam Oktika (2021) ada beberapa etiologi
dari gagal jantung, adalah sebagai berikut:
1. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis coroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia
4. dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya men dahului terjadinya gagal
jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung. Menyebabkan kontraktilitas
menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkat beban kerja jantung dan pada giliranya mengakibatkan
hipertropi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit Miokardium Degeneratif
Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung., menyebabkan kontaktilitas
menurun.
5. Penyakit Jantung Lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah
yang masuk jantung (stenosis katup semiluner). Ketidak mampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif
konstriktif, atau stenosis AV). Peningkatan mendadak afterload.
6. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah factor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal ginjal. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia
dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung unuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik
atau metabolik dan abnormalita elektronik dapat menurukan
kontraktilitas jantung.
c. Klasifikasi
Pada pasien gagal jantung dapat diklasifikasikan sesuai dengan
gejala serta tingkat keparahan pasien. Berdasarkan New York Heart
5. Association (NYHA) dalam PERKI, (2019) dalam Oktika (2021)
pasien dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kapasitas fungsional
Kelas Gejala Pasien (Kapasitas fungsional)
I Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik. Aktivitas
fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak
napas
II Terdapat batasan karakteristik ringan. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan palpitasi
kelelahan atau sesak napas
III Terdapat batasan karakteristik bermakna. Tidak terdapat keluhan
saat istirahat, tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan,
palpitasi , sesak napas
IV Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan. Terdapat
gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas
2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan struktural jantung
Kelas Struktur Jantung
Stadium A Memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung.
Tidak terdapat gangguan structural atau fungsional jantung tidak
terdapat tanda dan gejala
Stadium B Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan dg
perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda dan gejala
Stadium C Gagal jantung yang simptomatik berhubungan dengan penyakit
structural jantung yg mendasari
Stadium D Penyakit jantung structural lanjut serta gejala gagal jantung yg
sangat bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi
medis maksimal (refrakter)
d. Patofisiologi
Bila cadangan jantung untuk berespons terhadap stress tidak
adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung
gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, akibatnya terjadilah
CHF. Jika reverasi jantung normal mengalami kepayahan dan
kegagalan, respon fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung
adalah penting. Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk
mempertahankan perfusi organ vital tetap normal. Terdapat empat
mekanisme respons primer terhadap CHF meliputi:
1. Meningkatnya aktivitas adregenik simpatis
2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi nerohormon.
6. 3. Volume cairan berlebih.
4. Hipertrofi ventrikel.
Keempat respon ini adalah upaya untuk mempertahankan curah
jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung
dini dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan pada kerja ventrikel
serta menurunnya curah jantung bisanya tampak pada saat
beraktivitas. Dengan berlanjutnya CHF, maka kompensasi akan
menjadi semakin kurang efektif.
1. Meningkatnya Aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya volume sekucup pada gagal jantung akan
membangkitkan respon simpatis kompensatoris. Meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin
dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut
jantung akan meningkat secara maksimal untuk mempertahankan
curah jantung. Arteri perifer juga melakukan vasokonstriksi untuk
menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan
mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah
metabolismennya seperti kulit dan ginjal. Hal ini bertujuan agar
perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Venokonstriksi
akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan konstraksi sesuai dengan hukum
starling. Pada keadaan CHF, baroreseptor diaktivasi sehingga
menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis pada jantung, ginjal,
dan pembuluh darah perifer.
2. Peningkatan Beban Awal Melalui Sistem RAA
Aktivasi system renin- angiotensin-aldosteron (RAA)
menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan
volume ventrikel, dan regangan serabut. Peningkatan beban awal
ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan
hukum Starling.
3. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi sistem RAA pada gagal
jantung masih belum jelas
7. Sistem RAA bertujuan untuk menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit yang adekuat serta mempertahankan tekanan darah.
4. Hipertropi ventrikel
Respons terhadap kegagalan jantung lainnya adalah hipertrofi
ventrikel atau bertambahnya ketebalan dinding vertikel. Hipertrofi
meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium,
bergantung pada jenis beban hemodinamil yang mengakibatkan
gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial.
Terjadinya respon miokardium terhadap beban volume seperti pada
regugistasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahannya
ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga merupakan akibat dari
bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial.
Kegagalan pada jantung dapat dinyatakan sebagai kegagalan sisi
kiri atau sisi kanan jantung. Kegagalan inilah dapat berlanjut dengan
kegagalan pada sisi yang lain dan manifestasi klinis yang sering
menampakkan kegagalan pemompaan total. Manifestasi klinis gagal
jantung/ HF kanan adalah: edema, distensi vena, asites, nokturia,
penambahan BB, peningkatan tekanan vena perifer, peningkatan
atrium kanan. Sedangkan manifestasi klinis yang terjadi pada gagal
jantung kiri adalah dyspnea, orthopnea, sianosis, batuk berdahak atau
batuk darah, lemah, peningkatan tekanan pulmonary kapiler,
peningkatan tekanan atrium kiri (Padila, 2012 dalam Oktika, 2021).
e. Tanda dan gejala
Manifestasi klinis gagal jantung dapat dihubungkan dengan
ventrikel yang mengalami gangguan. Gagal jantung kiri memiliki
manifestasi yang berbeda dari gagal jantung kanan. Pada gagal
jantung kronik, pasien dapat menunjukkan tanda dan gejala dari kedua
tipe gagal jantung tersebut:
1) Gagal Jantung Kiri
a) Kongestif pulmonal: dipsnea, batuk, kreleks paru, kadar
saturasi oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan
8. bunyi jantung S3 atau gallop ventrikel bisa dideteksi melalui
auskultasi.
b) Dyspnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dyspnea nocturnal
paroksismal (PND)
c) Batuk kering dan tidak berdahak di awal, lama kelamaan dapat
berubah menjadi batuk berdahak
d) Sputum berbusa, banyak, dan berwarna pink (berdarah)
e) Krekels pada kedua basal paru dan dapat berkembang menjadi
krekels di seluruh area paru
f) Perfusi jaringan yang tidak memadai
g) Oliguria dan nocturia
h) Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala-
gejala seperti: gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala,
konfusi, gelisah, ansietas, kulit pucat atau dingin dan lembab
i) Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan
2) Gagal Jantung Kanan
a) Kongesti pada jaringan visceral dan perifer
b) Edema ekstremitas bawah (edema dependen), hepatomegaly,
asites (akumulasi cairan pada rongga peritoneum), kehilangan
nafsu makan, mual, kelemahan, dan peningkatan berat badan
akibat penumpukan cairan (Brunner & Suddart, 2018).
f. Pemeriksaan penunjang
1) Ekokardiogram
a) Ekokardiografi 2 dimensi (CT-Scan)
b) Ekokardiografi model M
c) Ekokardiografi Doppler (dapat memberikan pencitraan dan
pendekatan transesofageal terhadap jantung)
2) Sinar X dada
3) Elektrokardiogram (EKG)
9. Pemeriksaan Laboratorium: elektrolit serum, BUN, kreatinin, TSH,
hitung darah lengkap (CBC), peptide natriuretic otak (BNP)
urinalisis
4) Kateterisasi Jantung
Pada tekanan abnormal jantung merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan, gagal jantung kiri, dan stenosis
katup atau insufisiensi
5) Analisa Gas Darah (AGD)
6) Blood Ureum Nitrogen (BUN) dan kreatinin
Terjadinya peningkatan BUN dan kreatinin menunjukkan
penurunan fungsi ginjal
g. Pentalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung bertujuan untuk meredakan
gejala, memperbaiki status fungsional dan memperbaiki kualitas
hidup, serta meningkatkan harapan hidup pada pasien. Pemilihan
terapi sangat bergantung pada tingkat keparahan dan kondisi pasien
dan dapat meliputi medikasi oral dan IV, perubahan besar pada gaya
hidup, pemberian tambahan oksigen, pemasangan alat bantu. Berikut
tatalaksana gagal jantung /HF menurut Nurafif & Kusuma, (2015)
dalam Oktika (2021), dibagi menjadi :
1) Terapi Farmakologis
Terapi yang dapat diberikan antara lain golongan diuretic,
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), beta bloker,
Angiotensin Receptor Blocker (ARB), glikosida jantung,
vasodilator, agonis beta, serta bipiridin. Infusi intravena: nesiritida,
milrizne, dobutamin. Obat-obat untuk mengurangi disfungsi
diastolic. Antikoagulan , obat-obatan untuk mengontrol
hyperlipidemia (statins).
2) Terapi Nonfarmakologis
Terapi non-farmakologi yaitu antara lain perubahan life style,
monitoring life style dan kontrol faktor resiko.
10. 3) Penatalaksanaan Bedah
Pembedahan pada pintas coroner, angioplasty coroner transluminal
perkutan (PTCA), dan beberapa terapi inovatif yang diindikasikan
(pada pemasangan alat bantu jantung, dan transplantasi).
II. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas
Tidak ada spesifikasi untuk identitas khusus penderita gagal
jantung, namun lebih sering diderita oleh usia >60 tahun.
2. Keluhan Utama dan Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah sesak di dada,
kelemahan saat beraktivitas disertai nyeri tekan (lengkapi dengan
pengkajian PQRST bila ada nyeri), paroximal nocturnal dyspnea
(terbangun tengah malam hari akibat sesak).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya klien mengidap hipertensi, sering merasakan
nyeri pada dada, iskemia miokardium. Tanyakan mengenai obat-
obatan yang biasanya diminum oleh klien. Obat-obatan ini meliputi
penghambat beta, diuretik, nitrat, dan antihipertensi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga, apakah
terdapat anggota keluarga yang meninggal pada usia produktif dan
penyebab kematiannya. Riwayat dalam keluarga ada yang menderita
penyakit jantung, diabetes, stroke,hipertensi atau perokok.
5. Riwayat Psikososial
Apakah terdapat gangguan psikologis seperti kecemasan
berlebihan terkait penyakit yang dialami, riwayat gangguan jiwa
keluarga, dukungan keluarga.
6. Pola Aktivitas Sehari-hari (ADL)
Aktivitas selama di rumah dan di rumah sakit pasien. Apakah
dilakukan secaramandiri atau dengan bantuan minimal, penuh.
11. 7. Pemeriksaan Fisik
a. Kondisi umum: (Composmentis sampai dengan coma),
kelemahan dankelelahan.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital : (TD, RR, Nadi, Suhu, SpO2,
BB, TB)
c. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher : konjunctiva pucat, distensi vena jugularis
(+),adanya tanda-tanda anemia, bibir kering, sianosis
2) Pemeriksaan Dada
Pernafasan : dyspnea saat beristirahat atau saat aktivitas,
ortopnea, takipnea, batuk dengan atau tanpa sputum,
retraksi dinding dada, adanya suara napas tambahan
(biasnya ronchi, wheziing, rales).
Sirkulasi: TD dapat meningkat atau menurun, takikardia,
sianosis perifer, nyeri dada. Suara jantung tambahan S3 atau
S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung
dan ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.
3) Pemeriksaan abdomen : asites, nyeri tekan, hepatomegaly
4) Pemeriksaan ekstremitas dan Integumen: sianosis perifer,
akral teraba dingin, pucat, terdapat pitting edema
5) Pemeriksaan genitalia : kemungkinan terdapat edema pada
area genitalia, terdapat keluhan berkemih, diare atau
konstipasi.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien dengan HF pemeriksaan penunjang dapat
melalui pemeriksaan rongten dada/foto thorax, pemeriksaan
kimia darah, pemeriksaan fungsi hati, lab urin lengkap dan
lainnya sesuai kondisi pasien.
1) EKG menunjukkan : adanya S-T elevasi yang merupakan
tanda dari iskemia, gelombang T inversi atau hilang yang
merupakan tanda dari injury, dan gelombang Q tanda
adanya nekrosis.
12. 2) Analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia atau
adanya prosespenyakit paru yang kronis atau akut.
3) Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan
terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas
jantung seperti hipo atauhyperkalemia.
4) Chest X Ray menunjukkan mungkin normal atau adnya
kardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikuler.
b. Diagnosa Keperawatan
1) (D.0008) Penurunan curah jantung
2) (D.0003) Gangguan pertukaran gas
3) (D.0005) Pola napas tidak efektif
4) (D.0022) Hipervolemia
5) (D.0077) Nyeri akut
6) (D.0078) Nyeri kronis
7) (D.0056) Intoleransi Aktivitas
8) (D.0060) Risiko Intoleransi Aktivitas
13. c. Rencana Keperawatan
SDKI SLKI SIKI RASIONAL
(D.0008) Penurunan curah
jantung
(L.02008) Curah Jantung
Setelah diberikan asuhan
keperwatan …x24 jam
diharapkan masalah teratasi
dengan kriteria hasil:
1. Kekuatan nadi perifer
meningkat dengan skala 5
2. Palpitasi menurun dengan
skala 5
3. Gambaran EKG aritmia
menurun dengan skala 5
4. Lelah menurun dengan
skala 5
5. Edema menurun dengan
skala 5
6. Tekanan darah membaik
dengan skala 5
(I.02075) Perawatan jantung
Observasi
1. Identifikasi tanda/gejala
primer Penurunan curah
jantung (meliputi
dispenea, kelelahan,
adema ortopnea
paroxysmal nocturnal
dyspenea, peningkatan
CPV)
2. Identifikasi tanda /gejala
sekunder penurunan curah
jantung (meliputi
peningkatan berat badan,
hepatomegali ditensi vena
jugularis, palpitasi, ronkhi
basah, oliguria, batuk,
kulit pucat)
3. Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
4. Monitor intake dan output
cairan
5. Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang
sama
1. Identfikasi yang tepat
memudahkan pemberian
intervensi yang tepat
2. Identfikasi yang tepat
memudahkan pemberian
intervensi yang tepat
3. Mengetahui ada perubahan
tekanan darah
4. Mengetahui intake dan output
5. Mengetahui adanya perubahan
pada berat badan
6. Mengetahui adanya penurunan
pada saturasi oksigen
7. Nyeri sering terjadi pada pasien
gagal jantung
8. Mengetahui jika ada
abnormalitas pada EKG
9. Meongobservasi keadaan
jantung dengan hasil EKG yang
aritmia
10. Mengetahui adanya
peningkatan dan penurunan
pada hasil laboratorium
11. Mengetahui adanya perubahan
pada tekanan darah akibat
aktivitas dan pemberian obat.
14. 6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri
dada (mis. Intensitas,
lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang
mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapan
9. Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekwensi)
10. Monitor nilai laboratorium
jantung (mis. Elektrolit,
enzim jantung, BNP,
Ntpro-BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu
jantung
12. Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadisebelum
dan sesudah aktifitas
13. Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum
pemberian obat (mis.
Betablocker, ACE
inhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler dengan
kaki kebawah atau posisi
15. nyaman
2. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolestrol,
dan makanan tinggi
lemak)
3. Gunakan stocking elastis
atau pneumatik intermiten,
sesuai indikasi
4. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
hidup sehat
5. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres,
jika perlu
6. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
3. Anjurkan berhenti
merokok
4. Ajarkan pasien dan
16. keluarga mengukur berat
badan harian
5. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
(D.0005) Pola napas tidak
efektif
Setelah diberikan asuhan
keperwatan …x24 jam
diharapkan masalah teratasi
dengan kriteria hasil:
1. Dispnea menurun dengan
skala 5
2. Penggunaan otot bantu
napas menurun dengan skala
5
3. Orthopnea menurun dengan
skala 5
4. Pernapasan cuping hidung
menurun dengan skala 5
5. Frekuensi napas membaik
dengan skala 5
(I.01011) Manajemen Jalan
Nafas
Observasi
1. Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
2. Monitor bunyi napas
tambahan (mis. Gurgling,
mengi, weezing, ronkhi
kering)
3. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma
cervical)
1. Mengetahui pola napas pasien
2. Mengetahui adanya suara napas
tambahan dan efektifan pola
napas
3. Adanya penumpakan sputum
akan mempengaruhi jalan napas
17. 2. Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
7. Penghisapan endotrakeal
8. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsepMcGill
9. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
(D.0077) Nyeri akut Setelah diberikan asuhan
keperwatan …x24 jam
diharapkan masalah teratasi
(I.08238) Manajemen nyeri
Observasi
1. Identifikasi lokasi,
18. dengan kriteria hasil:
1. Keluhan nyeri menurun
dengan skala 5
2. Meringis menurun dengan
skala 5
3. Sikap protektif menurun
dengan skala 5
4. Vital sign membaik dengan
skala 5
5. Pola tidur membaik dengan
skala 5
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri
nonverbal
4. Identifikasi factor yang
memperingan dan
memperberat nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
pasien
8. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
9. Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
Terapeutik
1. Fasilitasi istirahat tidur
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri (misal:
suhuruangan, pencahayaan
dan kebisingan).
19. 3. Beri teknik non
farmakologis untuk
meredakan nyeri
(aromaterapi, terapi pijat,
teknik imajinasi
terbimbimbing, teknik tarik
napas dalam dan kompres
hangat/ dingin.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
4. Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi
1. Pemberian analgetik, jika
perlu
(D.0056) Intoleransi Aktivitas Setelah diberikan asuhan
keperwatan …x24 jam
diharapkan masalah teratasi
dengan kriteria hasil:
1. Saturasi oksigen meningkat
dengan skala 5
2. Kemudahan dalam
melakukan aktivitas sehari-
(I.05178) Manajemen Energi
Observasi
1. Identifikasi gangguan
fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik
dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
1. Mengetahui penyebab utama
munculnya keluhan kelelahan
pada pasien
2. Fisik dan emosional menjadi
faktor pendukung
meningkatnya kelelahan
3. Pola tidur dan jam tidur yang
kurang dapat menyebakan
20. hari meningkat dengan
skala 5
3. Keluhan lelah menurun
dengan skala 5
4. Tekanan darah membaik
dengan skala 5
5. Frekuensi napas membaik
dengan skala 5
4. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
2. Lakukan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menyenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
keleahan pada pasien
4. Mengetahui ketidaknyamanan
pada pasien.
22. DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskular Aplikasi NIC&NOC. Peneribit EGC.
Oktika, K. 2021. Asuhan Keperawatan Pada Ny. P dengan Heart Failure di
Ruang Airlangga 4.2 RSUD Kanjuruhan Kepanjen [Professional thesis,
Universitas Muhammadiyah Malang]. Google Scholar.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Indicator Diagnostic. Jakarta : DPP PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia :Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia :Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI