Dokumen tersebut membahas tentang terapi dengan obat antikonvulsan fenitoin, termasuk farmakokinetik, indikasi TDM fenitoin, faktor yang mempengaruhi kadar fenitoin, dan panduan monitoring kadar fenitoin.
Dokumen tersebut membahas tentang golongan antibiotika makrolida, yang merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman. Makrolida pertama kali ditemukan adalah eritromisin, diikuti oleh klaritromisin dan azitromisin yang merupakan turunannya. Makrolida bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya.
Dokumen tersebut membahas tentang aplikasi farmakokinetika klinis dalam merancang aturan dosis obat secara individual untuk mencapai respon terapeutik optimal dan meminimalkan efek samping, dengan mempertimbangkan variasi antar individu dalam farmakokinetika dan farmakodinamika."
Dokumen tersebut membahas tentang penentuan dosis obat untuk mencapai kadar dalam rentang terapeutik. Secara singkat, dokumen menjelaskan bahwa (1) tujuan penetapan dosis adalah mencapai kadar dalam rentang terapeutik, (2) asumsi farmakokinetik diperlukan bila informasi terbatas, dan (3) pemberian obat jangka panjang harus menjaga kadar steady state dalam rentang tersebut.
Dokumen tersebut membahas beberapa jenis obat analgetik dan antispasmodik beserta golongan dan mekanisme kerjanya. Analgetik dibagi menjadi analgetik narkotika seperti morfin dan metadon, analgetik antipiretika seperti parasetamol, dan antispasmodik seperti homatropin dan papaverin.
Dokumen tersebut membahas tentang golongan antibiotika makrolida, yang merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman. Makrolida pertama kali ditemukan adalah eritromisin, diikuti oleh klaritromisin dan azitromisin yang merupakan turunannya. Makrolida bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya.
Dokumen tersebut membahas tentang aplikasi farmakokinetika klinis dalam merancang aturan dosis obat secara individual untuk mencapai respon terapeutik optimal dan meminimalkan efek samping, dengan mempertimbangkan variasi antar individu dalam farmakokinetika dan farmakodinamika."
Dokumen tersebut membahas tentang penentuan dosis obat untuk mencapai kadar dalam rentang terapeutik. Secara singkat, dokumen menjelaskan bahwa (1) tujuan penetapan dosis adalah mencapai kadar dalam rentang terapeutik, (2) asumsi farmakokinetik diperlukan bila informasi terbatas, dan (3) pemberian obat jangka panjang harus menjaga kadar steady state dalam rentang tersebut.
Dokumen tersebut membahas beberapa jenis obat analgetik dan antispasmodik beserta golongan dan mekanisme kerjanya. Analgetik dibagi menjadi analgetik narkotika seperti morfin dan metadon, analgetik antipiretika seperti parasetamol, dan antispasmodik seperti homatropin dan papaverin.
Dokumen tersebut membahas tentang farmakokinetik nonlinier yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenuhnya sistem enzim dan pembawa, serta adanya perubahan patologis dalam proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat. Dokumen ini juga menjelaskan beberapa contoh perhitungan waktu eliminasi obat dengan menggunakan persamaan Michaelis-Menten dan kapasitas terbatas.
Dokumen tersebut membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat seperti panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, dan mikroorganisme. Dokumen tersebut juga menjelaskan prosedur penentuan kestabilan zat secara kinetika kimia dan aplikasinya dalam membuat formulasi sediaan farmasi.
Dokumen tersebut membahas tentang manajemen farmasi industri. Ringkasannya adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengantar manajemen farmasi industri, profil industri farmasi di Indonesia, dan harmonisasi ASEAN di bidang farmasi.
2. Industri farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat dan berisiko tinggi namun juga berorientasi pada keuntungan.
3. Pasar farmasi Indonesia terus bertumbuh namun masih didominasi oleh produk bermerek
Dokumen tersebut membahas tentang studi biofarmasi sediaan obat melalui kulit (perkutan). Secara singkat, dokumen menjelaskan tentang anatomi dan fungsi kulit, rute transportasi obat melalui kulit, faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan, optimasi sediaan perkutan, dan evaluasi ketersediaan hayati obat yang diberikan melalui kulit.
Dokumen tersebut membahas tentang konversi dosis infusi intravena menjadi dosis oral. Terdapat dua metode untuk menghitung dosis oral yang sesuai, yaitu dengan mempertimbangkan konsentrasi tunak obat dalam plasma harus sama antara infusi dan oral, atau dengan menyamakan kecepatan infusi dengan kecepatan dosis oral. Metode tersebut dijelaskan lewat contoh kasus pasien asma yang semula mendapat infusi aminofilin kemudian dik
Dokumen tersebut membahas farmakokinetika klinik dari carbamazepine, obat antiepilepsi. Secara ringkas:
1) Carbamazepine terutama dihilangkan melalui metabolisme hati dan menginduksi metabolisme dirinya sendiri.
2) Kisaran konsentrasi serum terapeutik adalah 4-12 μg/mL, dengan efek samping mungkin terjadi di atas 8 μg/mL.
3) Pemantauan pasien perlu dilakukan untuk mendeteksi efe
Pasien mengalami infeksi saluran kemih akibat bakteri E. coli selama 5 hari dengan gejala nyeri perut dan sakit saat buang air kecil. Pemeriksaan urine menunjukkan bakteriuria, urine keruh, dan hasil mikroskopis positif E. coli. Pasien diberi antibiotik ampisilin atau amoxicillin untuk mengobati infeksi tersebut.
Ekstraksi DNA bawang merah dilakukan dengan mengupas bawang lalu memasukkannya ke blender. Campuran garam, sabun, dan air dimasukkan ke dalam wadah lalu diaduk selama lima menit. Campuran tersebut ditambahkan bawang yang telah dihaluskan lalu diaduk kembali. Larutan dicampur tersebut disaring lalu dialihkan ke wadah baru. Deterjen dapat melarutkan lemak sel sehingga sel bisa lisis dan menghamb
Dokumen tersebut membahas tentang penentuan beyond use date (BUD) pada sediaan farmasi. BUD didefinisikan sebagai batas waktu penggunaan sediaan setelah dipersiapkan atau kemasan dibuka. BUD ditentukan berdasarkan faktor-faktor seperti sifat obat, jenis wadah, suhu penyimpanan, dan keamanan mikrobiologi. BUD berbeda dengan expiration date yang ditetapkan produsen untuk produk yang belum dibuka
Laporan praktikum ini mendeskripsikan prosedur pengukuran susut pengeringan buah lada hitam dengan metode gravimetri. Simplisia digerus lalu dikeringkan di oven 105°C selama 20 menit dan ditimbang berulang kali hingga bobot tetap untuk menentukan susut pengeringannya.
Farmakokinetik klinik digoksin, pengaruh kondisi dan keadaan penyakit gagal ginjal, hati, gagal jantung dan obesitas pada parameter farmakokinetik dan pengaturan dosis digoksin
Tugas ini membahas obat golongan makrolida. Makrolida adalah antibiotik yang bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri dengan mengikat subunit 50S ribosom. Obat utama golongan ini adalah eritromisin, klaritromisin, dan azitromisin. Eritromisin dan klaritromisin memiliki mekanisme kerja yang sama yaitu menghambat sintesis protein bakteri, namun klaritromisin memiliki waktu paruh yang lebih panjang.
Aplikasi MIMS memberikan informasi tentang obat-obatan dan digunakan untuk mengetahui dosis obat, interaksi obat, dan menemukan informasi tentang produk farmasi. Aplikasi Medscape menyediakan berita kesehatan, referensi obat, dan fitur konsultasi untuk membantu pengguna. Aplikasi Hopkins Guides berisi daftar bakteri dan penyakit, pilihan terapi, dan informasi lain terkait infeksi bakteri.
Program Terapi Rumatan Metadona menggunakan metadona untuk mengobati ketergantungan opioid serta meningkatkan kualitas hidup pasien secara fisik dan psikososial. Program ini diselenggarakan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas dengan kriteria klien berusia minimal 18 tahun dan memenuhi kriteria ketergantungan opioid.
PCA dapat menjadi salah satu metode yang cukup aman dan efektif dalam manajemen nyeri akut
Pca memberikan terapi yang lebih bersifat individualistik dibanding terapi konvensional
Konsep dasar PCA, yaitu untuk mencapai MEAC dan mempertahankannya harus dipahami sebelum memulai terapi PCA
Karakteristik pasien juga berpengaruh terhadap manajemen PCA
Dokumen tersebut membahas tentang farmakokinetik nonlinier yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenuhnya sistem enzim dan pembawa, serta adanya perubahan patologis dalam proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat. Dokumen ini juga menjelaskan beberapa contoh perhitungan waktu eliminasi obat dengan menggunakan persamaan Michaelis-Menten dan kapasitas terbatas.
Dokumen tersebut membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat seperti panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, dan mikroorganisme. Dokumen tersebut juga menjelaskan prosedur penentuan kestabilan zat secara kinetika kimia dan aplikasinya dalam membuat formulasi sediaan farmasi.
Dokumen tersebut membahas tentang manajemen farmasi industri. Ringkasannya adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengantar manajemen farmasi industri, profil industri farmasi di Indonesia, dan harmonisasi ASEAN di bidang farmasi.
2. Industri farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat dan berisiko tinggi namun juga berorientasi pada keuntungan.
3. Pasar farmasi Indonesia terus bertumbuh namun masih didominasi oleh produk bermerek
Dokumen tersebut membahas tentang studi biofarmasi sediaan obat melalui kulit (perkutan). Secara singkat, dokumen menjelaskan tentang anatomi dan fungsi kulit, rute transportasi obat melalui kulit, faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan, optimasi sediaan perkutan, dan evaluasi ketersediaan hayati obat yang diberikan melalui kulit.
Dokumen tersebut membahas tentang konversi dosis infusi intravena menjadi dosis oral. Terdapat dua metode untuk menghitung dosis oral yang sesuai, yaitu dengan mempertimbangkan konsentrasi tunak obat dalam plasma harus sama antara infusi dan oral, atau dengan menyamakan kecepatan infusi dengan kecepatan dosis oral. Metode tersebut dijelaskan lewat contoh kasus pasien asma yang semula mendapat infusi aminofilin kemudian dik
Dokumen tersebut membahas farmakokinetika klinik dari carbamazepine, obat antiepilepsi. Secara ringkas:
1) Carbamazepine terutama dihilangkan melalui metabolisme hati dan menginduksi metabolisme dirinya sendiri.
2) Kisaran konsentrasi serum terapeutik adalah 4-12 μg/mL, dengan efek samping mungkin terjadi di atas 8 μg/mL.
3) Pemantauan pasien perlu dilakukan untuk mendeteksi efe
Pasien mengalami infeksi saluran kemih akibat bakteri E. coli selama 5 hari dengan gejala nyeri perut dan sakit saat buang air kecil. Pemeriksaan urine menunjukkan bakteriuria, urine keruh, dan hasil mikroskopis positif E. coli. Pasien diberi antibiotik ampisilin atau amoxicillin untuk mengobati infeksi tersebut.
Ekstraksi DNA bawang merah dilakukan dengan mengupas bawang lalu memasukkannya ke blender. Campuran garam, sabun, dan air dimasukkan ke dalam wadah lalu diaduk selama lima menit. Campuran tersebut ditambahkan bawang yang telah dihaluskan lalu diaduk kembali. Larutan dicampur tersebut disaring lalu dialihkan ke wadah baru. Deterjen dapat melarutkan lemak sel sehingga sel bisa lisis dan menghamb
Dokumen tersebut membahas tentang penentuan beyond use date (BUD) pada sediaan farmasi. BUD didefinisikan sebagai batas waktu penggunaan sediaan setelah dipersiapkan atau kemasan dibuka. BUD ditentukan berdasarkan faktor-faktor seperti sifat obat, jenis wadah, suhu penyimpanan, dan keamanan mikrobiologi. BUD berbeda dengan expiration date yang ditetapkan produsen untuk produk yang belum dibuka
Laporan praktikum ini mendeskripsikan prosedur pengukuran susut pengeringan buah lada hitam dengan metode gravimetri. Simplisia digerus lalu dikeringkan di oven 105°C selama 20 menit dan ditimbang berulang kali hingga bobot tetap untuk menentukan susut pengeringannya.
Farmakokinetik klinik digoksin, pengaruh kondisi dan keadaan penyakit gagal ginjal, hati, gagal jantung dan obesitas pada parameter farmakokinetik dan pengaturan dosis digoksin
Tugas ini membahas obat golongan makrolida. Makrolida adalah antibiotik yang bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri dengan mengikat subunit 50S ribosom. Obat utama golongan ini adalah eritromisin, klaritromisin, dan azitromisin. Eritromisin dan klaritromisin memiliki mekanisme kerja yang sama yaitu menghambat sintesis protein bakteri, namun klaritromisin memiliki waktu paruh yang lebih panjang.
Aplikasi MIMS memberikan informasi tentang obat-obatan dan digunakan untuk mengetahui dosis obat, interaksi obat, dan menemukan informasi tentang produk farmasi. Aplikasi Medscape menyediakan berita kesehatan, referensi obat, dan fitur konsultasi untuk membantu pengguna. Aplikasi Hopkins Guides berisi daftar bakteri dan penyakit, pilihan terapi, dan informasi lain terkait infeksi bakteri.
Program Terapi Rumatan Metadona menggunakan metadona untuk mengobati ketergantungan opioid serta meningkatkan kualitas hidup pasien secara fisik dan psikososial. Program ini diselenggarakan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas dengan kriteria klien berusia minimal 18 tahun dan memenuhi kriteria ketergantungan opioid.
PCA dapat menjadi salah satu metode yang cukup aman dan efektif dalam manajemen nyeri akut
Pca memberikan terapi yang lebih bersifat individualistik dibanding terapi konvensional
Konsep dasar PCA, yaitu untuk mencapai MEAC dan mempertahankannya harus dipahami sebelum memulai terapi PCA
Karakteristik pasien juga berpengaruh terhadap manajemen PCA
Farmakologi (Prinsip-Prinsip Terapeutika, Keamanan, dan Efikasi Pengobatan)Surya Amal
Dokumen tersebut membahas faktor-faktor yang mempengaruhi respons penderita terhadap obat, termasuk faktor farmokinetik, farmokodinamik, kondisi fisiologis dan patologis, faktor genetik, dan faktor lain seperti interaksi obat, toleransi, dan bioavailabilitas.
Dokumen tersebut membahas pengaruh cara pemberian obat terhadap absorbsi dan efek sedatif obat. Secara umum dibahas tentang latar belakang, tujuan percobaan, dasar teori mengenai rute pemberian obat, alat dan bahan yang digunakan, serta cara kerja dan perhitungan dosis obat dalam percobaan menggunakan hewan coba tikus."
Penggunaan obat pada kehamilan dan menyusuiGilang Rizki
Dokumen tersebut membahas penggunaan obat pada kehamilan dan menyusui. Beberapa poin penting yang diangkat antara lain:
1) Semua obat dapat masuk ke dalam ASI meski seberapa besar dosis yang diterima bayi bergantung pada sifat kimia obat dan pH ASI.
2) Untuk meminimalisir paparan bayi, pendekatan yang dianjurkan adalah tidak mengonsumsi obat apabila tidak benar-benar dibutuhkan.
Dalam materi ini akan dibahas, apakah obat aman diberikan kepada ibu hamil dan menyusui sehingga apa kemungkinan dampak yang dihasilkan akibat pemberian obat bagi ibu hamil dan menyusui, dan prinsip-prinsip pemberian obat bagi ibu hamil dan menyusui.
Dokumen tersebut membahas tentang farmakokinetika klinik, yang merupakan ilmu yang menerapkan konsep dan prinsip farmakokinetika pada manusia untuk merancang aturan dosis secara individual agar dapat mengoptimalkan respon terapeutik. Dokumen tersebut menjelaskan prinsip-prinsip dasar farmakokinetika seperti bioavailability, administration rate, desired plasma concentration, dan volume of distribution.
ANTIBIOTIK
1.1 Penggunaan Antibiotik Secara Rasional
1.2 Golongan Antibiotik dan Mekanisme Kerja
1.3 Prinsip Penggunaan Antibiotik Kombinasi
1.4 Prinsip Penggunaan Antibiotik Menurut Aktivitas
Praktek belajar lapangan di Apotek Seven Farmasi membahas proses perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pencatatan dan pelaporan obat. Juga membahas pelayanan farmasi klinik meliputi pegkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat, komunikasi informasi dan edukasi, pemantauan terapi obat serta monitoring efek samping obat. Terdapat 3 kasus yang mendiskusikan rekomendasi obat berdasarkan kelu
Dokumen tersebut membahas tentang nasib obat dalam tubuh, meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat. Juga membahas faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas obat seperti bentuk fisik, kimia, dan formulasi obat serta prinsip-prinsip farmakokinetik dan farmakodinamik.
Prinsip dan Peran Perawat dalam Pemberian Obatpjj_kemenkes
Modul ini membahas konsep dasar farmakologi dan peran perawat dalam pemberian obat. Modul ini menjelaskan tujuan pembelajaran umum dan khusus, prinsip-prinsip pemberian obat yang meliputi pasien, obat, dosis, rute, waktu dan dokumentasi yang benar, serta peran perawat dalam memastikan keselamatan pasien saat pemberian obat.
4. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Fenitoin adalah antikonvulsan yang dilisensikan untuk
terapi kejang tonik-klonik dan kejang parsial kompleks
(psikomotor, lobus temporal)
FDA menyetujui Fenitoin untuk pencegahan dan
pengobatan kejang yang terjadi selama atau setelah
operasi saraf
Fenitoin
7. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Fenitoin memiliki jendela terapi sempit.
Ikatan Fenitoin dengan protein sangat tinggi, sementara yang
menghasilkan efek farmakologis adalah Fenitoin bebas, faktor apa pun
yang mengubah pengikatan fenitoin dengan protein akan dapat
mengubah kadar obat bebas.
Interaksi dengan obat lain (interaksi obat-obat) atau dengan penyakit
misal gangguan ginjal, uremia, dan penyakit kritis (interaksi penyakit
obat) dapat menimbulkan perubahan farmakokinetik fenitoin dan/atau
efikasi dan toksisitas.
Mengapa TDM Fenitoin?
9. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Fenitoin menunjukkan farmakokinetik non-linear bahkan dalam kisaran terapeutik.
Sistem enzim yang terlibat dalam metabolisme fenitoin secara bertahap menjadi
jenuh, mengakibatkan penurunan laju eliminasi fenitoin seiring dengan peningkatan
dosis.
Artinya ketika sistem enzim menjadi jenuh dengan fenitoin, maka perubahan kecil
dosis dapat menyebabkan perubahan besar dalam kadar fenitoin.
Konsentrasi fenitoin yang menyebabkan kejenuhan enzim sangat bervariasi antar
individu.
Dengan demikian, pasien yang memakai dosis yang sama dapat memiliki perbedaan
konsentrasi fenitoin plasma hingga 50 kali lipat (variabilitas antar individu).
14. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Laporan Kasus Toksisitas Fenitoin pada Pasien
Dewasa yang berpenyakit Kritikal
Therapeutic range : Total 10-20 µg/mL; Free : 1-2 µg/mL
15. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Maka, pemantauan kadar fenitoin akan bermanfaat secara klinis
untuk memastikan efikasi terapeutik pada masing-masing pasien
16. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Laboratorium ada yang mampu memantau konsentrasi fenitoin total
dalam darah.
Terdapat juga fasilitas laboratorium yang mampu menetapkan kadar
fenitoin bebas, tetapi aksesnya tetap terbatas dan mahal.
Penelitian menunjukkan bahwa dalam sebagian besar kasus klinis,
penggunaan data kadar fenitoin total sudah cukup.
Kadar fenitoin bebas mungkin diperlukan hanya untuk pasien yang
diperkirakan telah mengalami perubahan pengikatan protein atau di
mana efek samping dialami pada konsentrasi fenitoin total rendah.
Feniotin Total dan Fenitoin Bebas
17. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
TDM kadar fenitoin hanya boleh dilakukan bila ada indikasi yang jelas
untuk memandu manajemen terapi pasien.
Apakah Semua Pasien Memerlukan TDM
Fenitoin? Kapan harus dilakukan TDM Fenitoin?
18. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
1. Untuk membangun konsentrasi terapeutik individual
2. Untuk membantu diagnosis toksisitas klinis
3. Untuk menilai kepatuhan pasien (Misalnya : pada situasi kejang yang
tidak terkontrol/kambuh)
4. Untuk menjadi pedoman penyesuaian dosis dalam situasi yang berkaitan
dengan variabilitas farmakokinetik yang lebih besar
Situasi di mana kadar fenitoin serum yang diukur
akan berguna secara klinis :
19. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Waktu paruh rata-rata fenitoin oral adalah 22 jam.
Dengan menggunakan dosis pemeliharaan normal, obat biasanya mencapai
steady state dalam 7-10 hari.
Dalam situasi darurat seperti status epileptikus ketika efek fenitoin harus
dimulai segera, penggunaan loading dose akan membantu obat mencapai
tingkat terapeutik yang diperlukan lebih cepat.
Pemberian loading dose fenitoin harus dilakukan di ruang rawat inap dengan
tindak lanjut yang ketat dan pemantauan kadarnya.
Loading mungkin tidak direkomendasikan pada pasien dengan gangguan ginjal
dan/atau hati yang signifikan.
Bagaimana Pendosisan Fenitoin? Apakah harus
diberikan Loading Dose?
20. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Fenitoin dapat diberikan secara intravena atau oral.
Loading dose umumnya 10-20 mg/kg.
Jika diberikan secara oral, dosis harus dibagi menjadi tiga dosis (misalnya 1000
mg diberikan pada awalnya 400 mg, dua jam kemudian 300 mg, dan dua jam
setelah itu 300 mg). Hal tersebut untuk memastikan penyerapan oral yang
optimal.
Jika diberikan secara intravena, dosis penuh dapat diberikan dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit (tingkat yang lebih tinggi dapat menyebabkan
hipotensi dan gangguan jantung). Dosis pemeliharaan selanjutnya biasanya
dalam kisaran 5-7 mg/kg/hari (300-400 mg/hari).
21. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Pentingnya Mengukur Albumin Bersamaan dengan pengukuran Fenitoin
Kadar fenitoin serum total mencerminkan obat yang terikat dan tidak
terikat
Fenitoin yang terikat protein tidak dapat melewati sawar darah-otak,
hanya fenitoin bebas yang aktif.
Pada orang dewasa yang sehat, sekitar 90% fenitoin terikat pada
albumin.
Dengan demikian, kadar fenitoin harus dikoreksi sesuai dengan kadar
albumin.
Pengukuran Kadar Fenitoin
22. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Perhitungan Fenitoin terkoreksi:
Untuk pasien dengan fungsi ginjal yang baik:
Pada pasien gagal ginjal stadium akhir, pengikatan fenitoin ke albumin
terganggu. Dengan demikian, rumus tersebut dimodifikasi menjadi:
Kesalahan dalam perhitungan sering terjadi karena penggunaan
satuan albumin yang salah. Laboratorium sering melaporkan
nilainya dalam g/L (g/dL = g/L x 0,1).
23. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Skenario 1 : Pasien yang baru mulai terapi Fenitoin
Setelah pasien menerima loading dose fenitoin intravena, kadarnya dapat
diperiksa satu jam setelah dosis.
Jika loading dose dicapai dengan dosis oral, kadar fenitoin dapat diperiksa
beberapa jam setelah dosis terakhir.
Kadar ini dapat membantu dalam menentukan dosis pemeliharaan atau
kebutuhan untuk loading ulang.
Setelah memulai dosis pemeliharaan, kadar obat dapat diukur dalam tiga
sampai empat hari untuk memastikan bahwa metabolisme pasien tidak terlalu
berbeda dari rata-rata parameter farmakokinetik di literatur.
Kapan Pengukuran Kadar Fenitoin dilakukan?
24. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Skenario 2: Dugaan Ketidakpatuhan/Serangan Kejang
Waktu paruh fenitoin yang panjang selama pemberian jangka panjang,
fluktuasi diurnal dari konsentrasi plasmanya relatif kecil.
Oleh karena itu, waktu sampel darah yang berkaitan dengan waktu
pemberian dosis tidak terlalu penting untuk menafsirkan konsentrasi
plasma dengan benar.
Kadar obat dapat diukur pada saat masuk, terlepas dari waktu pemberian
dosis normal pasien
25. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Skenario 3: Setelah Penyesuaian Dosis
Pada subjek sehat normal setelah penyesuaian dosis, kadar fenitoin
harus diukur dalam waktu enam sampai tujuh hari dengan dosis fenitoin
berikutnya disesuaikan.
Dalam situasi pemantauan rutin ini (tidak seperti situasi darurat kejang
dalam skenario dua), lebih baik untuk mengukur kadar fenitoin sebelum
dosis berikutnya (trough level) atau setidaknya delapan jam setelah
dosis terakhir.
26. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Skenario 4: Dugaan Toksisitas Fenitoin
Setelah dicurigai adanya toksisitas fenitoin, kadar darah dapat diambil segera
dan dikorelasikan secara klinis dengan gejala yang muncul pada pasien.
Kadar fenitoin yang tinggi dengan gejala yang sesuai akan memerlukan
penghentian segera fenitoin.
Kadar fenitoin kedua mungkin berguna untuk memandu kapan harus memulai
kembali fenitoin.
Selang waktu dalam pemeriksaan ulang kadar fenitoin harus ditentukan oleh
seberapa tinggi tingkat toksik pertama, karena pembersihan fenitoin secara
dramatis melambat dengan konsentrasi yang sangat toksik.
27. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Enzyme-Multiplied Immunoassay Technique (EMIT)
Fluorescence Polarization Immuno Assays (FPIA)
Gas Chromatography (GC)
High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
Metode Analisis untuk TDM Fenitoin
28. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Menurut referensi, kisaran untuk fenitoin terkoreksi adalah 10 – 20
mg/dL.
Dalam hal TDM obat antiepilepsi, ada prinsip yang berbunyi: “Treat the
patient, not the numbers”.
Apa yang dilakukan terhadap kadar Fenitoin
29. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Seberapa Sering Harus Memeriksa Kadar Fenitoin pada Pasien Stabil –
Rawat Jalan?
Tergantung pada keadaan pasien, kadar fenitoin umumnya dipantau pada
interval 3 hingga 12 bulan.
Umumnya, situasi yang mengubah farmakokinetik fenitoin (misalnya
perubahan berat badan, inisiasi obat yang berinteraksi, perubahan fungsi
ginjal atau hati) harus mendorong dokter untuk meninjau kembali
regimen fenitoin dan meninjau kebutuhan untuk memeriksa kadar obat.
30. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Berapa Banyak Harus Meningkatkan Dosis Fenitoin jika Pasien Tidak Merespon
Pengobatan?
Pedoman untuk penyesuaian dosis berdasarkan konsentrasi plasma fenitoin telah
diusulkan untuk orang dewasa dengan epilepsi tanpa penyakit ginjal atau hati yang
signifikan secara klinis:
Untuk konsentrasi fenitoin plasma kurang dari 7 g/ml, peningkatan dosis 100 mg/hari
dianjurkan;
Untuk konsentrasi plasma antara 7 dan 12 g/ml, dosis dapat ditingkatkan sebesar 50
mg/hari;
Jika konsentrasi plasma lebih besar dari 12 g/ml, dosis dapat ditingkatkan 30 mg/hari.
Bila kadar plasma di atas 16 g/ml hanya boleh dilakukan dengan hati-hati karena
peningkatan kecil saja dapat menyebabkan toksisitas..
31. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Perubahan dosis harus lebih konservatif pada pasien dengan ikatan protein
yang berkurang (misalnya pada hipoalbuminemia atau gangguan ginjal)
karena perubahan konsentrasi obat akan berlebihan dalam kasus ini.
32. farmasi.ump.ac.id
farmasi.ump.ac.id
Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP Fakultas Farmasi UMP
Selain memantau kadar obat terapeutik fenitoin, ada parameter lain
yang harus dipertimbangkan untuk semua pasien yang menjalani terapi
fenitoin.
Pemantauan darah lengkap dan tes fungsi hati serta kecenderungan
bunuh diri (pikiran untuk bunuh diri, depresi, perubahan perilaku) harus
dilakukan secara rutin.
PARAMETER PEMANTAUAN LAINNYA UNTUK
TERAPI PHENYTOIN