SlideShare a Scribd company logo
1 of 40
Download to read offline
Farmakokinetik Klinik
FENITOIN (FT)
TAOFIK RUSDIANA
DDD-DEPT OF PHARMACEUTICS, FFUP
Pendahuluan
Phenytoin is a hydantoin compound related to the barbiturates that are used for the
treatment of seizures.
It is an effective anticonvulsant for the chronic treatment of tonic-clonic (grand mal) or
partial seizures and the acute treatment of generalized status epilepticus (Table 10-1).
After generalized status epilepticus has been controlled with intravenous
benzodiazepine therapy and supportive measures have been instituted, phenytoin
therapy is usually immediately instituted with the administration of intravenous
phenytoin or fosphenytoin.
Orally administered phenytoin is used chronically to provideprophylaxis against tonic-
clonic or partial seizures.
Phenytoin is a type 1B antiarrhythmic and is also used in the treatment of trigeminal
neuralgia.
Pendahuluan
The antiseizure activity of phenytoin is related to its ability to inhibit the repetitive
firing of action potentials caused by prolonged depolarization of neurons.
Additionally,phenytoin stops the spread of abnormal discharges from epileptic
foci thereby decreasing the spread of seizure activity throughout the brain.
Posttetanic potentiation at synaptic junctions are blocked which alters synaptic
transmission.
At the cellular level, the mechanism of action for phenytoin appears related to its
ability to prolong the inactivation of voltage-activated sodium ion channels and
reduction of the ability of neurons to fire at high frequencies.
Konsentrasi Terapeutik (TR) dan Toksik
Biasanya konc TR utk FT total (bebas + terikat) bila digunakan utk pengobatan
seizure = 10-20 µg/mL.
Karena FT terikat banyak (90%) pada albumin maka mudah terjadi pelepasan
(displacement) ikatan protein plasma disebabkan berbagai faktor.
Oleh karenanya, konsentrasi FT tak terikat atau bebas akan tersedia banyak.
Meski ada data klinik yg mendukung TR utkkonsentrasi FT, TR yg disarankan utk
kons FT bebas didasarkan kpd fraksi bebas Ft yg biasa dalam individu dengan
ikatan protein normal
Jadi TR FT bebas = 1-2 ug/mL (yaitu 10% dari Kons TR total)
Kosentrasi Toksik
Pada sebagian pasien, ujung atas TR (>15 µg/mL) akan mengakibatkan efek samping minor
depresi SSP seperti drowsiness atau fatigue (ngantuk atau lelah)
Kons. total FT > 20 µg/mL dapat menyebabkan nystagmus (mata kelip2) pada mata lateral.
> 30 µg/mL : ataxia (gangguan syaraf motorik), slurred speech (bicara tdk terkontrol),
inkoordinasi spt pada keracunan alkohol.
> 40 µg/mL : perubahan status mental, daya pikir menurun, bingung berat, capai dan koma.
Aktivitas kejang yg diidunduksi obat : > 50-60 µg/mL
penghambatan kelebihan dosis FT memungkinkan karena FT mengikuti PK non linier.
Jadi Klinisi harus waspada karena kons toksis FT tidak memunculkan gejala keracunan FT dan
juga pada Kons TR dapat memunculkan efek samping.
Kegunaan Klinis dari C tak terikat/bebas
Yang sangat berguna = C tak terikat/bebas FT
Cf = fBC.
C = Kons Total
Cf = unbound or “free” concentration
fB = unbound or “free” fraction
Kons Total : utk mengukur keberhasilan terapi antikonvulsan, mainstream.
Kons Terikat (Unbound) : tdk perlu diukur sangat mahal, 50-100% lebih mahal daripada Conc
Total dan tidak semua lab bisa melakukan.
Fraksi C bebas (fB) = 10% kons Total
Pemantauan kons FT bebas sebaiknya dilakukan terbatas pada pasien yang diketahui alasan
perubahan ikatan protein plasma-nya, kecuali pasien yang eksesif respon farkol nya.
contoh :
Bila ada pasien yg respon antikonvulsannya memuaskan thd kons FT total yg rendah,satu alasan
yg mungkin adalah adanya ikatan protein plasma yang abnormal (fB = 20%) dg suatu sebab yg
tdk diketahui.
sehingga meskipun kons FT total rendah (5µg/mL), kons terapeutik FT bebas pada pasien tsb :
Cf = fB.C = 0,2 . 5 = 1 µg/mL
Sebaliknya jk pasien mengalami efek samping terkait FT padahal C total FT ada dlm rentang (mis
15 µg/mL), maka alasan yg mungkin adalah adanya ikatan protein yang tdk normal (20%) dg
sebab yg tal diketahui, sehingga meskipun total kons FT seprtinya sesuai (15 µg/mL), namun
konsentrasi FT bebas telah melampaui kons toksik yaitu :
Cf = 0,2 x 15 = 3 µg/mL.
Konsentrasi serum FT bebas (CuFT) sebaiknya diukur utk pasien dengan faktor2
yg diketahui mengubah ikatan protein plasma (IPP) FT.
Faktor2 ini dibagi ke dalam beberapa kategori :
1. hilangnya ikatan protein karena konsentrasi albumin dalam plasma tidak cukup.
2. Pengusiran FT dari tempat ikatan albumin oleh senyawa eksogen (table 10-2)
Ketika faktor2 ganda yg menurunkanikatan protein plasma (IPP) FT muncul pada
pasien, maka fraksi bebas sebesar-besarnya adalah 30-40%
Konsentrasi albumin yang rendah, yang dikenal sebagai hipoalbuminemia,
dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit hati atau sindrom nefrotik,
wanita hamil, pasien fibrosis kistik, pasien luka bakar, pasien trauma, individu
kurang gizi, dan lansia.
Konsentrasi albumin di bawah 3 g/dL dikaitkan dengan fraksi tak terikat fenitoin
(CUFT) tinggi di plasma.
Pasien dengan konsentrasi albumin antara 2,5-3 g/dL biasanya memiliki fenitoin
fraksi tak terikat 15-20%, sementara pasien dengan konsentrasi albumin di
antaranya 2.0–2.5 g/dL sering memiliki fraksi fenitoin yang tidak terikat > 20%.
Albumin diproduksi oleh hati sehingga pasien dengan penyakit hati
mungkin mengalami kesulitan mensintesis protein.
Pasien dengan sindrom nefrotik membuang albumin dengan meng-
eliminasinya dalam urin
Pasien malnutrisi dapat kekurangan nutrisi sehingga produksi
albumin terhambat
Malnutrisi adalah alasan untuk hipoalbuminemia pada beberapa
pasien usia lanjut, meskipun ada kecenderungan penurunan
konsentrasi albumin pada pasien yang lebih tua.
Sementara pulih dari cedera mereka,pasien luka bakar dan trauma
bisa menjadi hipermetabolik dan konsentrasi albumin berkurang jika
kalori yang cukup tidak diberikan selama fase keadaan penyakit
mereka.
Konsentrasi albumin dapat menurun selama kehamilan karena
cadangan ibu dialihkan ke janin yang sedang berkembang dan
terutama lazim selama trimester ketiga
Pengusiran fenitoindari tempat pengikatan protein plasma oleh zat
endogen dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi hati atau ginjal.
Mekanisme ini adalah kompetisi untuk tempat pengikatan protein
plasma albumin antara zat eksogen dan fenitoin.
Bilirubin (produk sampingan dari metabolisme heme) dipecah oleh
hati, sehingga pasien dengan penyakit hati dapat memiliki
konsentrasi bilirubin yang berlebihan
Konsentrasi bilirubin total lebih dari 2 mg/dL berhubungan dengan
pengikatan protein fenitoin plasma (IPP) yang abnormal.
Penderita penyakit ginjal stadium akhir-ESRD (CrCL < 10–15 mL/mnt)
dengan uremia (konsentrasi nitrogen urea darah (BUN) > 80-100 mg/
dL) mengakumulasi senyawa2 yang tidak teridentifikasi dalam darah
mereka yang menggantikan fenitoin dari tempat pengikatan protein
plasma (IPP).
Ikatan fenitoin abnormal tetap terjadi ada pada pasien ini bahkan
ketika prosedur dialisis dilakukan.
Pengusiran IPP FT juga dapat terjadi disebabkan oleh senyawa yang
diberikan dari luar seperti obat-obatan.
Dalam hal ini, mekanismenya adalah kompetisi pada tempat
pengikatan albumin antara fenitoin dan zat lain.
Obat lain yang sangat terikat dengan albumindan menyebabkan
interaksi obat pengusiran IPP fenitoin diantaranya warfarin, asam
valproat, aspirin (> 2 g/d), dan beberapa zat antiinflamasi nonsteroid
yang sangat terikat.
Setelah fraksi bebas (fB) telah ditentukan untuk pasien dengan IPP fenitoin yang
berubah (fB = Cf / C, di mana C adalah konsentrasi total dan Cf adalah
konsentrasi yang tidak terikat), seringkali tidak perlu untuk mendapatkan
tambahan konsentrasi obat yang tidak terikat.
Jika situasi yang menyebabkan IPP berubah tsb stabil (konsentrasi albumin atau
bilirubin, fungsi hati atau ginjal, dosis obat lain, dll.), konsentrasi fenitoin total
dapat dikonversi menjadi nilai yang tidak terikat secara bersamaan dan
digunakan untuk tujuan pemantauan obat terapeutik
Sebagai contoh, seorang pasien ESRD menerima terapi fenitoin serta asam
valproat dan warfarin.
Konsentrasi fenitoin total dan tidak terikat yang diukur secara bersamaan
masing-masing adalah 5 μg/mL dan 1,5 μg/mL, menghasilkan fraksi tidak terikat
30% [fB = Cf / C = (1,5 μg / mL / 5 μg / mL) = 0,30].
◦ Hari berikutnya, konsentrasi fenitoin total diukur = 6 μg / mL.
◦ Estimasi konsentrasi tidak terikat = 1,8 μg/mL: Cf = fBC = 0,30 ⋅ 6 μg / mL = 1,8 μg /
mL.
Tentu saja, jika status keadaan penyakit atau terapi obat berubah, fraksi fenitoin
baru yang tidak terikat akan muncul dan perlu diukur kembali menggunakan
pasangan konsentrasi fenitoin yang tidak terikat/total.
Jika konsentrasi fenitoin yang tidak terikat (CuFT) tidak tersedia,
beberapa metode telah disarankan untuk memperkirakan nilai atau
ukuran pengganti dari nilai tersebut.
Pengganti yang paling umum adalah perkiraan konsentrasi fenitoin
total ekivalen yang akan memberikan konsentrasi fenitoin terikat
yang sama jika pasien memiliki nilai fraksi tidak terikat (fB) normal
10%.
Perhitungan ini “menormalkan” konsentrasi fenitoin total sehingga
dapat dibandingkan dengan kisaran terapi fenitoin biasa 10-20
μg/mL dan digunakan untuk tujuan penyesuaian dosis
Persamaan untuk hipoalbuminemia :
CNormal Binding = C / (X⋅Alb + 0.1)
◦ CNormal Binding = konsentrasi fenitoin total yang dinormalisasi dalam μg / mL,
◦ C adalah konsentrasi fenitoin yang diukur aktual dalam μg / mL,
◦ X adalah konstanta = 0,2 jika pengukuran pengikatan protein dilakukan pada 37°C
atau 0,25 jika dilakukan pada 25°C, dan
◦ Alb adalah konsentrasi albumin dalam g/dL
Jika pasien ESRD (CrCL <10-15 mL/menit) : maka X = 0,1.
[Catatan: Di sebagian besar laboratorium eksperimental, pengikatan protein
ditentukan pada suhu tubuh normal (37°C), di sebagian besar laboratorium klinis
pengikatan protein ditentukan pada suhu kamar (25°C)].
Karena metode ini menganggap fraksi yang tidak terikat normal dari fenitoin
adalah 10%, perkiraan konsentrasi fenitoin tidak terikat (CfEST) dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:
(CfEST) = 0,1 CNormal Binding
Pendekatan yang berbeda diambil oleh persamaan yang digunakan untuk pasien
dengan pemberian asam valproik bersamaan.
Dalam hal ini, konsentrasi fenitoin yang tidak terikat (CfEST) diperkirakan
menggunakan fenitoin total yang diukur secara simultan (PHT dalam μg/mL) dan
konsentrasi asam valproat (VPA dalam μg/mL):
konsentrasi CfEST = (0,095 + 0,001⋅VPA) PHT
Nilai ini dibandingkan dengan rentang terapi yang biasa untuk konsentrasi
fenitoin yang tidak terikat (1-2 μg/mL) dan digunakan untuk tujuan penyesuaian
dosis.
Perlu dicatat bahwa persamaan ini hanya memberikan perkiraan konsentrasi
masing-masing, dan konsentrasi fenitoin tidak terikat (CuFT) yang sebenarnya
harus diukur bila memungkinkan pada pasien dengan dugaan pengikatan
protein fenitoin plasma (IPP) abnormal.
Kasus 1
JM adalah pasien epilepsi yang dirawat dengan fenitoin. Dia memiliki
hipoalbuminemia (albumin = 2,2 g/dL) dan fungsi ginjal normal (CrCL = 90 mL/
menit).
Konsentrasi fenitoin totalnya adalah 7,5 μg / mL.
Dengan asumsi bahwa setiap konsentrasi yang tidak terikat yang dilakukan oleh
laboratorium klinis akan dilakukan pada suhu 25°C, hitung perkiraan konsentrasi
fenitoin yang dinormalisasi untuk pasien ini.
Jawaban kasus 1
Pilih persamaan yang sesuai untuk memperkirakan konsentrasi fenitoin total
yang dinormalisasi pada suhu yang sesuai.
Perkiraan konsentrasi fenitoin total yang dinormalisasi pasien ini diharapkan memberikan
konsentrasi tidak terikat yang setara dengan konsentrasi fenitoin total 11,5 μg/mL untuk pasien
dengan ikatan protein obat normal (CfEST = 1,2 μg/mL). Karena diperkirakan total nilai berada
dalam kisaran terapeutik 10-20 μg/mL, ada kemungkinan bahwa pasien memiliki konsentrasi
fenitoin yang tidak terikat dalam rentang terapeutik. Jika memungkinkan, ini harus
dikonfirmasikan dengan memperoleh konsentrasi fenitoin terikat yang sebenarnya dan terukur
Kasus 2
LM adalah pasien epilepsi yang dirawat dengan fenitoin. Dia memiliki
hipoalbuminemia (albumin = 2,2 g / dL) dan fungsi ginjal yang buruk (bersihan
kreatinin = 10 mL / menit). Konsentrasi fenitoin totalnya adalah 7,5 μg / mL.
Hitung perkiraan konsentrasi fenitoin yang dinormalisasi untuk pasien ini
Jawaban :
Pilih persamaan yang sesuai untuk memperkirakan konsentrasi fenitoin total
yang dinormalisasi.
Kasus 3
PM adalah pasien epilepsi yang diobati dengan fenitoin dan asam valproat. Dia
memiliki konsentrasi albumin normal (albumin = 4,2 g / dL) dan fungsi ginjal
normal (kreatinin = 90 mL / menit). Konsentrasi total fenitoin dan asam valproat
dalam kondisi steady state masing-masing adalah 7,5 μg / mL dan 100 μg / mL.
Hitung perkiraan konsentrasi fenitoin yang tidak terikat untuk pasien ini.
CLINICAL MONITORING PARAMETERS
Tujuan terapi dengan antikonvulsan adalah untuk mengurangi frekuensi kejang dan
memaksimalkan kualitas hidup dengan efek samping obat yang minimal.
Meskipun diinginkan untuk sepenuhnya menghapuskan semua episode kejang, mungkin tidak
mungkin untuk mencapai hal ini pada banyak pasien.
Pasien harus dimonitor untuk efek samping terkait konsentrasi (kantuk, kelelahan, nystagmus,
ataksia, bicara cadel, inkoordinasi, perubahan status mental, penurunan mental, kebingungan,
kelesuan, koma) serta reaksi merugikan yang terkait dengan penggunaan jangka panjang
(perubahan perilaku, sindrom serebelar, perubahan jaringan ikat, fasies kasar, penebalan kulit,
defisiensi folat, hiperplasia gingiva, limfadenopati, hirsutisme, osteomalacia).
Efek samping idiosinkratik meliputi ruam kulit, sindrom Stevens-Johnson, penekanan sumsum
tulang, reaksi mirip sistemik lupus, dan hepatitis.
Konsentrasi serum fenitoin harus diukur pada sebagian besar pasien.
Karena epilepsi adalah keadaan penyakit episodik, pasien tidak mengalami kejang
secara terus menerus.
Dengan demikian, selama titrasi dosis sulit untuk mengetahui apakah pasien
memberikan respons thd terapi obat atau hanya tidak mengalami discharging sistem
saraf pusat abnormal pada waktu itu.
Konsentrasi serum fenitoin juga merupakan alat yang berharga untuk menghindari efek
obat yang merugikan.
Pasien lebih mungkin untuk menerima terapi obat jika reaksi merugikan dipertahankan
seminimal mungkin.
Karena fenitoin mengikuti farmakokinetik nonlinear atau saturable, maka cukup mudah
untuk mencapai konsentrasi toksik dengan sedikit perubahan dalam dosis obat.
BASIC CLINICAL PHARMACOKINETIC PARAMETERS
Fenitoin terutama dieliminasi oleh metabolisme hepatis (> 95%).
Metabolisme hepatis terutama melalui sistem enzim CYP2C9 dengan
jumlah yang lebih kecil dimetabolisme oleh CYP2C19.
Sekitar 5% dari dosis fenitoin diperoleh kembali dalam urin sebagai
obat yang tidak berubah (unchange drug).
Phenytoin mengikuti farmakokinetik Michaelis-Menten atau PK
jenuh
Ini adalah jenis farmakokinetik nonlinear yang terjadi ketika jumlah molekul obat
melebihi atau menjenuhkan kemampuan enzim untuk memetabolisme obat.
Ketika ini terjadi, konsentrasi steady state obat meningkat secara tidak
proporsional setelah peningkatan dosis (lihat gambar).
(e.g., phenytoin, aspirin),
(e.g., valproic acid,
disopyramide),
Dalam hal ini laju penghilangan obat dijelaskan oleh hubungan Michaelis-
Menten klasik yang digunakan untuk semua sistem enzim:
Kecepatan (Rate) metabolisme = (Vmax ⋅ C) / (Km + C),
• Vmax adalah laju metabolisme maksimum dlm mg/d,
• C adalah konsentrasi fenitoin dalam mg/L,
• Km adalah konsentrasi substrat dalam mg/L, dan
• laju metabolisme = Vmax/2.
Dampak klinik dari PK MM
Cl tidak tetap, berubah sesuai dengan konsentrasi atau dosis
C atau D meningkat Cl menurun
◦ Cl = Vmax / (Km + C).
Sebagai contoh, fenitoin mengikuti farmakokinetik jenuh dengan konstanta
Michaelis-Menten Vmax = 500 mg/hari dan Km = 4 mg/L . TR fenitoin = 10-20 μg
/ mL. Saat konsentrasi fenitoin dalam kondisi tunak meningkat dari 10 μg/mL
menjadi 20 μg/mL, CL menurun dari 36 L/h menjadi 21 L/h
◦ Cl = (500 mg/d) / (4 mg/L + 10 mg/L) = 36 L/d
◦ Cl = (500 mg/d) / (4 mg/L+ 20 mg/L) = 21 L/d
Sayangnya, ada begitu banyak variabilitas antar pasien dalam
parameter farmakokinetik Michaelis-Menten untuk fenitoin
(biasanya Vmax = 100 -1000 mg/hari dan Km = 1-15 μg / mL)
sehingga penentuan dosis obat sangat sulit.
Volume distribusi fenitoin (V = 0,7L/kg) tidak terpengaruh oleh
metabolisme dapat jenuh (saturable metabolism) dan masih ditentukan
oleh volume darah fisiologis (VB) dan jaringan (VT) serta konsentrasi obat
yang tidak terikat dalam darah (fB) dan tissue (fT):
◦ V = VB + (fB / fT) VT.
Juga, waktu paruh (t ½ ) masih terkait dengan klirens dan volume
distribusi menggunakan persamaan yang sama seperti untuk
farmakokinetik linier: t ½ = (0,693 ⋅ V)/Cl
Namun, karena Klirens tergantung pada dosis atau konsentrasi,
waktu paruh juga berubah sesuai perubahan dosis atau konsentrasi
FT.
Ketika dosis atau konsentrasi meningkat untuk obat yang mengikuti
farmakokinetik Michaelis-Menten, clearance berkurang dan waktu
paruh menjadi lebih lama untuk obat:↑ t1 / 2 = (0.693 ⋅ V) / ↓ Cl
Menggunakan contoh di atas untuk Klirens dan volume distribusi
untuk orang 70 kg
V = 0,7 L / kg ⋅ 70 kg ≈ 50 L,
waktu paruh berubah dari 1 hari menjadi 1,7 hari :
t ½ = [0,693 ⋅ V] / Cl = [0,693 ⋅ 50 L]/36 L/hari = 1 hari
t ½ = [0,693 ⋅ 50 L] / 21 L / d = 1,7 hari,
karena konsentrasi serum fenitoin meningkat dari 10 μg/mL menjadi
20 μg/mL
Implikasi klinis dari temuan ini adalah waktu untuk mencapai steady
state (3-5x t 1/2) lebih lama karena dosis atau konsentrasi meningkat
untuk fenitoin.
Rata-rata, waktu untuk mencapai konsentrasi serum ss kira-kira 5
hari dengan laju dosis 300 mg/hari dan 15 hari dengan dosis 400
mg/hari
Dalam kondisi tunak, tingkat pemberian obat sama dengan tingkat penghilangan
obat.
Oleh karena itu, persamaan Michaelis-Menten dapat digunakan untuk
menghitung dosis pemeliharaan (MD dalam mg/hari) yang diperlukan untuk
mencapai target konsentrasi fenitoin serum steady-state (Css)
Ketika konsentrasi keadaan tunak fenitoin jauh di bawah nilai Km untuk pasien,
persamaan ini menyederhana menjadi: MD = (Vmax / Km) Css atau, karena
Vmax / Km adalah konstanta, MD = Cl ⋅ Css.
Oleh karena itu, ketika Km >> Css, fenitoin mengikuti farmakokinetik linier. Ketika
konsentrasi steady-state henytoin jauh di atas nilai Km untuk pasien, laju
metabolisme menjadi konstan sama dengan Vmax.
Dalam kondisi ini hanya sejumlah fenitoin yang tetap dimetabolisme per hari
karena sistem enzim sepenuhnya jenuh dan tidak bisameningkatkan kapasitas
metabolisme.
Situasi ini juga dikenal sebagai farmakokinetik orde-nol. Farmakokinetik orde
pertama adalah nama lain untuk farmakokinetik linier.

More Related Content

What's hot (20)

Analisis resep
Analisis resepAnalisis resep
Analisis resep
 
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan BioekivalensiBioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
 
Suspensi
SuspensiSuspensi
Suspensi
 
Distribusi dan ikatan protein
Distribusi dan ikatan proteinDistribusi dan ikatan protein
Distribusi dan ikatan protein
 
Interaksi obat & reseptor
Interaksi obat & reseptorInteraksi obat & reseptor
Interaksi obat & reseptor
 
Pedoman farmakoekonomi
Pedoman farmakoekonomiPedoman farmakoekonomi
Pedoman farmakoekonomi
 
Reaksi Kimia dalam Metabolisme Obat
Reaksi Kimia dalam Metabolisme ObatReaksi Kimia dalam Metabolisme Obat
Reaksi Kimia dalam Metabolisme Obat
 
Uji Disolusi
Uji DisolusiUji Disolusi
Uji Disolusi
 
Kasus farmakoterapi I
Kasus farmakoterapi IKasus farmakoterapi I
Kasus farmakoterapi I
 
Konversi dosis
Konversi dosisKonversi dosis
Konversi dosis
 
Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2
 
PUD
PUDPUD
PUD
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
 
Farmakokinetik disposisi obat
Farmakokinetik disposisi obatFarmakokinetik disposisi obat
Farmakokinetik disposisi obat
 
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKALAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
 
Ekskresi dan klirens ginjal
Ekskresi dan klirens ginjalEkskresi dan klirens ginjal
Ekskresi dan klirens ginjal
 
Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)
 
Penggunaan obat pada pediatrik
Penggunaan obat pada pediatrikPenggunaan obat pada pediatrik
Penggunaan obat pada pediatrik
 
Basic pharmacokinetics
Basic pharmacokineticsBasic pharmacokinetics
Basic pharmacokinetics
 
keuntungan kerugian sediaan farmasi
keuntungan kerugian sediaan farmasikeuntungan kerugian sediaan farmasi
keuntungan kerugian sediaan farmasi
 

Similar to Farmakokinetik Klinik Fenitoin

Farmakokinetik Klinik Carbamazepin
Farmakokinetik Klinik CarbamazepinFarmakokinetik Klinik Carbamazepin
Farmakokinetik Klinik CarbamazepinTaofik Rusdiana
 
Farmakokinetik Teofilin Kel 6.pptx
Farmakokinetik Teofilin Kel 6.pptxFarmakokinetik Teofilin Kel 6.pptx
Farmakokinetik Teofilin Kel 6.pptxAraSalsabila1
 
farmakoterapi pada pasien gangguan hati
farmakoterapi pada pasien gangguan hatifarmakoterapi pada pasien gangguan hati
farmakoterapi pada pasien gangguan hatiwitanurma
 
Analisis drp bnr
Analisis drp bnrAnalisis drp bnr
Analisis drp bnrTRIPUJI01
 
Pio pioglitazone achmad fauzi al' amrie
Pio pioglitazone achmad fauzi al' amriePio pioglitazone achmad fauzi al' amrie
Pio pioglitazone achmad fauzi al' amrieAchmad Fauzi Al' Amrie
 
Farmakoterapi Lanjutan Kel 6.pptx
Farmakoterapi Lanjutan Kel 6.pptxFarmakoterapi Lanjutan Kel 6.pptx
Farmakoterapi Lanjutan Kel 6.pptxHelmiMildani
 
Interaksi Obat.pdf
Interaksi Obat.pdfInteraksi Obat.pdf
Interaksi Obat.pdfTika995824
 
Propofol Related Infusion Syndrome
Propofol Related Infusion SyndromePropofol Related Infusion Syndrome
Propofol Related Infusion SyndromeYesi Yehezkiel
 
DDI diabetes mellitus Salah Satu Rumah sakit Bandung
DDI diabetes mellitus Salah Satu Rumah sakit BandungDDI diabetes mellitus Salah Satu Rumah sakit Bandung
DDI diabetes mellitus Salah Satu Rumah sakit BandungAchmad Fauzi Al' Amrie
 
Regimen dosis pada gagal jantung (heart failure)
Regimen dosis pada gagal jantung (heart failure)Regimen dosis pada gagal jantung (heart failure)
Regimen dosis pada gagal jantung (heart failure)Taofik Rusdiana
 
Stimulan sistem saraf pusat (ssp)
Stimulan sistem saraf pusat (ssp)Stimulan sistem saraf pusat (ssp)
Stimulan sistem saraf pusat (ssp)riizqii
 
Pharmacogenomics fix.ppt
Pharmacogenomics fix.pptPharmacogenomics fix.ppt
Pharmacogenomics fix.pptfiqih22
 
ppt fartok 3 TB 2.pptx
ppt fartok 3 TB 2.pptxppt fartok 3 TB 2.pptx
ppt fartok 3 TB 2.pptxnurainpuyo
 

Similar to Farmakokinetik Klinik Fenitoin (20)

TDM Fenitoin.pptx
TDM Fenitoin.pptxTDM Fenitoin.pptx
TDM Fenitoin.pptx
 
Farmakokinetik Klinik Carbamazepin
Farmakokinetik Klinik CarbamazepinFarmakokinetik Klinik Carbamazepin
Farmakokinetik Klinik Carbamazepin
 
Farmakokinetik Teofilin Kel 6.pptx
Farmakokinetik Teofilin Kel 6.pptxFarmakokinetik Teofilin Kel 6.pptx
Farmakokinetik Teofilin Kel 6.pptx
 
farmakoterapi pada pasien gangguan hati
farmakoterapi pada pasien gangguan hatifarmakoterapi pada pasien gangguan hati
farmakoterapi pada pasien gangguan hati
 
Analisis drp bnr
Analisis drp bnrAnalisis drp bnr
Analisis drp bnr
 
Hipoalbumin PPT(1).pptx
Hipoalbumin PPT(1).pptxHipoalbumin PPT(1).pptx
Hipoalbumin PPT(1).pptx
 
Pio pioglitazone achmad fauzi al' amrie
Pio pioglitazone achmad fauzi al' amriePio pioglitazone achmad fauzi al' amrie
Pio pioglitazone achmad fauzi al' amrie
 
Farmakoterapi Lanjutan Kel 6.pptx
Farmakoterapi Lanjutan Kel 6.pptxFarmakoterapi Lanjutan Kel 6.pptx
Farmakoterapi Lanjutan Kel 6.pptx
 
242872084 injeksi-ketorolac
242872084 injeksi-ketorolac242872084 injeksi-ketorolac
242872084 injeksi-ketorolac
 
Interaksi Obat.pdf
Interaksi Obat.pdfInteraksi Obat.pdf
Interaksi Obat.pdf
 
Tugas farmakologi
Tugas farmakologiTugas farmakologi
Tugas farmakologi
 
Propofol Related Infusion Syndrome
Propofol Related Infusion SyndromePropofol Related Infusion Syndrome
Propofol Related Infusion Syndrome
 
PKU
PKUPKU
PKU
 
DDI diabetes mellitus Salah Satu Rumah sakit Bandung
DDI diabetes mellitus Salah Satu Rumah sakit BandungDDI diabetes mellitus Salah Satu Rumah sakit Bandung
DDI diabetes mellitus Salah Satu Rumah sakit Bandung
 
Regimen dosis pada gagal jantung (heart failure)
Regimen dosis pada gagal jantung (heart failure)Regimen dosis pada gagal jantung (heart failure)
Regimen dosis pada gagal jantung (heart failure)
 
Pengobatan paru
Pengobatan paruPengobatan paru
Pengobatan paru
 
Farmasi klinik dili
Farmasi klinik diliFarmasi klinik dili
Farmasi klinik dili
 
Stimulan sistem saraf pusat (ssp)
Stimulan sistem saraf pusat (ssp)Stimulan sistem saraf pusat (ssp)
Stimulan sistem saraf pusat (ssp)
 
Pharmacogenomics fix.ppt
Pharmacogenomics fix.pptPharmacogenomics fix.ppt
Pharmacogenomics fix.ppt
 
ppt fartok 3 TB 2.pptx
ppt fartok 3 TB 2.pptxppt fartok 3 TB 2.pptx
ppt fartok 3 TB 2.pptx
 

Recently uploaded

Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 

Recently uploaded (20)

Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 

Farmakokinetik Klinik Fenitoin

  • 1. Farmakokinetik Klinik FENITOIN (FT) TAOFIK RUSDIANA DDD-DEPT OF PHARMACEUTICS, FFUP
  • 2. Pendahuluan Phenytoin is a hydantoin compound related to the barbiturates that are used for the treatment of seizures. It is an effective anticonvulsant for the chronic treatment of tonic-clonic (grand mal) or partial seizures and the acute treatment of generalized status epilepticus (Table 10-1). After generalized status epilepticus has been controlled with intravenous benzodiazepine therapy and supportive measures have been instituted, phenytoin therapy is usually immediately instituted with the administration of intravenous phenytoin or fosphenytoin. Orally administered phenytoin is used chronically to provideprophylaxis against tonic- clonic or partial seizures. Phenytoin is a type 1B antiarrhythmic and is also used in the treatment of trigeminal neuralgia.
  • 3. Pendahuluan The antiseizure activity of phenytoin is related to its ability to inhibit the repetitive firing of action potentials caused by prolonged depolarization of neurons. Additionally,phenytoin stops the spread of abnormal discharges from epileptic foci thereby decreasing the spread of seizure activity throughout the brain. Posttetanic potentiation at synaptic junctions are blocked which alters synaptic transmission. At the cellular level, the mechanism of action for phenytoin appears related to its ability to prolong the inactivation of voltage-activated sodium ion channels and reduction of the ability of neurons to fire at high frequencies.
  • 4.
  • 5.
  • 6. Konsentrasi Terapeutik (TR) dan Toksik Biasanya konc TR utk FT total (bebas + terikat) bila digunakan utk pengobatan seizure = 10-20 µg/mL. Karena FT terikat banyak (90%) pada albumin maka mudah terjadi pelepasan (displacement) ikatan protein plasma disebabkan berbagai faktor. Oleh karenanya, konsentrasi FT tak terikat atau bebas akan tersedia banyak. Meski ada data klinik yg mendukung TR utkkonsentrasi FT, TR yg disarankan utk kons FT bebas didasarkan kpd fraksi bebas Ft yg biasa dalam individu dengan ikatan protein normal Jadi TR FT bebas = 1-2 ug/mL (yaitu 10% dari Kons TR total)
  • 7. Kosentrasi Toksik Pada sebagian pasien, ujung atas TR (>15 µg/mL) akan mengakibatkan efek samping minor depresi SSP seperti drowsiness atau fatigue (ngantuk atau lelah) Kons. total FT > 20 µg/mL dapat menyebabkan nystagmus (mata kelip2) pada mata lateral. > 30 µg/mL : ataxia (gangguan syaraf motorik), slurred speech (bicara tdk terkontrol), inkoordinasi spt pada keracunan alkohol. > 40 µg/mL : perubahan status mental, daya pikir menurun, bingung berat, capai dan koma. Aktivitas kejang yg diidunduksi obat : > 50-60 µg/mL penghambatan kelebihan dosis FT memungkinkan karena FT mengikuti PK non linier. Jadi Klinisi harus waspada karena kons toksis FT tidak memunculkan gejala keracunan FT dan juga pada Kons TR dapat memunculkan efek samping.
  • 8. Kegunaan Klinis dari C tak terikat/bebas Yang sangat berguna = C tak terikat/bebas FT Cf = fBC. C = Kons Total Cf = unbound or “free” concentration fB = unbound or “free” fraction Kons Total : utk mengukur keberhasilan terapi antikonvulsan, mainstream. Kons Terikat (Unbound) : tdk perlu diukur sangat mahal, 50-100% lebih mahal daripada Conc Total dan tidak semua lab bisa melakukan. Fraksi C bebas (fB) = 10% kons Total
  • 9. Pemantauan kons FT bebas sebaiknya dilakukan terbatas pada pasien yang diketahui alasan perubahan ikatan protein plasma-nya, kecuali pasien yang eksesif respon farkol nya. contoh : Bila ada pasien yg respon antikonvulsannya memuaskan thd kons FT total yg rendah,satu alasan yg mungkin adalah adanya ikatan protein plasma yang abnormal (fB = 20%) dg suatu sebab yg tdk diketahui. sehingga meskipun kons FT total rendah (5µg/mL), kons terapeutik FT bebas pada pasien tsb : Cf = fB.C = 0,2 . 5 = 1 µg/mL Sebaliknya jk pasien mengalami efek samping terkait FT padahal C total FT ada dlm rentang (mis 15 µg/mL), maka alasan yg mungkin adalah adanya ikatan protein yang tdk normal (20%) dg sebab yg tal diketahui, sehingga meskipun total kons FT seprtinya sesuai (15 µg/mL), namun konsentrasi FT bebas telah melampaui kons toksik yaitu : Cf = 0,2 x 15 = 3 µg/mL.
  • 10. Konsentrasi serum FT bebas (CuFT) sebaiknya diukur utk pasien dengan faktor2 yg diketahui mengubah ikatan protein plasma (IPP) FT. Faktor2 ini dibagi ke dalam beberapa kategori : 1. hilangnya ikatan protein karena konsentrasi albumin dalam plasma tidak cukup. 2. Pengusiran FT dari tempat ikatan albumin oleh senyawa eksogen (table 10-2) Ketika faktor2 ganda yg menurunkanikatan protein plasma (IPP) FT muncul pada pasien, maka fraksi bebas sebesar-besarnya adalah 30-40%
  • 11.
  • 12. Konsentrasi albumin yang rendah, yang dikenal sebagai hipoalbuminemia, dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit hati atau sindrom nefrotik, wanita hamil, pasien fibrosis kistik, pasien luka bakar, pasien trauma, individu kurang gizi, dan lansia. Konsentrasi albumin di bawah 3 g/dL dikaitkan dengan fraksi tak terikat fenitoin (CUFT) tinggi di plasma. Pasien dengan konsentrasi albumin antara 2,5-3 g/dL biasanya memiliki fenitoin fraksi tak terikat 15-20%, sementara pasien dengan konsentrasi albumin di antaranya 2.0–2.5 g/dL sering memiliki fraksi fenitoin yang tidak terikat > 20%.
  • 13. Albumin diproduksi oleh hati sehingga pasien dengan penyakit hati mungkin mengalami kesulitan mensintesis protein. Pasien dengan sindrom nefrotik membuang albumin dengan meng- eliminasinya dalam urin Pasien malnutrisi dapat kekurangan nutrisi sehingga produksi albumin terhambat Malnutrisi adalah alasan untuk hipoalbuminemia pada beberapa pasien usia lanjut, meskipun ada kecenderungan penurunan konsentrasi albumin pada pasien yang lebih tua.
  • 14. Sementara pulih dari cedera mereka,pasien luka bakar dan trauma bisa menjadi hipermetabolik dan konsentrasi albumin berkurang jika kalori yang cukup tidak diberikan selama fase keadaan penyakit mereka. Konsentrasi albumin dapat menurun selama kehamilan karena cadangan ibu dialihkan ke janin yang sedang berkembang dan terutama lazim selama trimester ketiga
  • 15. Pengusiran fenitoindari tempat pengikatan protein plasma oleh zat endogen dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi hati atau ginjal. Mekanisme ini adalah kompetisi untuk tempat pengikatan protein plasma albumin antara zat eksogen dan fenitoin. Bilirubin (produk sampingan dari metabolisme heme) dipecah oleh hati, sehingga pasien dengan penyakit hati dapat memiliki konsentrasi bilirubin yang berlebihan
  • 16. Konsentrasi bilirubin total lebih dari 2 mg/dL berhubungan dengan pengikatan protein fenitoin plasma (IPP) yang abnormal. Penderita penyakit ginjal stadium akhir-ESRD (CrCL < 10–15 mL/mnt) dengan uremia (konsentrasi nitrogen urea darah (BUN) > 80-100 mg/ dL) mengakumulasi senyawa2 yang tidak teridentifikasi dalam darah mereka yang menggantikan fenitoin dari tempat pengikatan protein plasma (IPP). Ikatan fenitoin abnormal tetap terjadi ada pada pasien ini bahkan ketika prosedur dialisis dilakukan.
  • 17. Pengusiran IPP FT juga dapat terjadi disebabkan oleh senyawa yang diberikan dari luar seperti obat-obatan. Dalam hal ini, mekanismenya adalah kompetisi pada tempat pengikatan albumin antara fenitoin dan zat lain. Obat lain yang sangat terikat dengan albumindan menyebabkan interaksi obat pengusiran IPP fenitoin diantaranya warfarin, asam valproat, aspirin (> 2 g/d), dan beberapa zat antiinflamasi nonsteroid yang sangat terikat.
  • 18. Setelah fraksi bebas (fB) telah ditentukan untuk pasien dengan IPP fenitoin yang berubah (fB = Cf / C, di mana C adalah konsentrasi total dan Cf adalah konsentrasi yang tidak terikat), seringkali tidak perlu untuk mendapatkan tambahan konsentrasi obat yang tidak terikat. Jika situasi yang menyebabkan IPP berubah tsb stabil (konsentrasi albumin atau bilirubin, fungsi hati atau ginjal, dosis obat lain, dll.), konsentrasi fenitoin total dapat dikonversi menjadi nilai yang tidak terikat secara bersamaan dan digunakan untuk tujuan pemantauan obat terapeutik
  • 19. Sebagai contoh, seorang pasien ESRD menerima terapi fenitoin serta asam valproat dan warfarin. Konsentrasi fenitoin total dan tidak terikat yang diukur secara bersamaan masing-masing adalah 5 μg/mL dan 1,5 μg/mL, menghasilkan fraksi tidak terikat 30% [fB = Cf / C = (1,5 μg / mL / 5 μg / mL) = 0,30]. ◦ Hari berikutnya, konsentrasi fenitoin total diukur = 6 μg / mL. ◦ Estimasi konsentrasi tidak terikat = 1,8 μg/mL: Cf = fBC = 0,30 ⋅ 6 μg / mL = 1,8 μg / mL. Tentu saja, jika status keadaan penyakit atau terapi obat berubah, fraksi fenitoin baru yang tidak terikat akan muncul dan perlu diukur kembali menggunakan pasangan konsentrasi fenitoin yang tidak terikat/total.
  • 20. Jika konsentrasi fenitoin yang tidak terikat (CuFT) tidak tersedia, beberapa metode telah disarankan untuk memperkirakan nilai atau ukuran pengganti dari nilai tersebut. Pengganti yang paling umum adalah perkiraan konsentrasi fenitoin total ekivalen yang akan memberikan konsentrasi fenitoin terikat yang sama jika pasien memiliki nilai fraksi tidak terikat (fB) normal 10%. Perhitungan ini “menormalkan” konsentrasi fenitoin total sehingga dapat dibandingkan dengan kisaran terapi fenitoin biasa 10-20 μg/mL dan digunakan untuk tujuan penyesuaian dosis
  • 21. Persamaan untuk hipoalbuminemia : CNormal Binding = C / (X⋅Alb + 0.1) ◦ CNormal Binding = konsentrasi fenitoin total yang dinormalisasi dalam μg / mL, ◦ C adalah konsentrasi fenitoin yang diukur aktual dalam μg / mL, ◦ X adalah konstanta = 0,2 jika pengukuran pengikatan protein dilakukan pada 37°C atau 0,25 jika dilakukan pada 25°C, dan ◦ Alb adalah konsentrasi albumin dalam g/dL Jika pasien ESRD (CrCL <10-15 mL/menit) : maka X = 0,1. [Catatan: Di sebagian besar laboratorium eksperimental, pengikatan protein ditentukan pada suhu tubuh normal (37°C), di sebagian besar laboratorium klinis pengikatan protein ditentukan pada suhu kamar (25°C)].
  • 22. Karena metode ini menganggap fraksi yang tidak terikat normal dari fenitoin adalah 10%, perkiraan konsentrasi fenitoin tidak terikat (CfEST) dihitung dengan menggunakan rumus berikut: (CfEST) = 0,1 CNormal Binding Pendekatan yang berbeda diambil oleh persamaan yang digunakan untuk pasien dengan pemberian asam valproik bersamaan. Dalam hal ini, konsentrasi fenitoin yang tidak terikat (CfEST) diperkirakan menggunakan fenitoin total yang diukur secara simultan (PHT dalam μg/mL) dan konsentrasi asam valproat (VPA dalam μg/mL): konsentrasi CfEST = (0,095 + 0,001⋅VPA) PHT
  • 23. Nilai ini dibandingkan dengan rentang terapi yang biasa untuk konsentrasi fenitoin yang tidak terikat (1-2 μg/mL) dan digunakan untuk tujuan penyesuaian dosis. Perlu dicatat bahwa persamaan ini hanya memberikan perkiraan konsentrasi masing-masing, dan konsentrasi fenitoin tidak terikat (CuFT) yang sebenarnya harus diukur bila memungkinkan pada pasien dengan dugaan pengikatan protein fenitoin plasma (IPP) abnormal.
  • 24. Kasus 1 JM adalah pasien epilepsi yang dirawat dengan fenitoin. Dia memiliki hipoalbuminemia (albumin = 2,2 g/dL) dan fungsi ginjal normal (CrCL = 90 mL/ menit). Konsentrasi fenitoin totalnya adalah 7,5 μg / mL. Dengan asumsi bahwa setiap konsentrasi yang tidak terikat yang dilakukan oleh laboratorium klinis akan dilakukan pada suhu 25°C, hitung perkiraan konsentrasi fenitoin yang dinormalisasi untuk pasien ini.
  • 25. Jawaban kasus 1 Pilih persamaan yang sesuai untuk memperkirakan konsentrasi fenitoin total yang dinormalisasi pada suhu yang sesuai. Perkiraan konsentrasi fenitoin total yang dinormalisasi pasien ini diharapkan memberikan konsentrasi tidak terikat yang setara dengan konsentrasi fenitoin total 11,5 μg/mL untuk pasien dengan ikatan protein obat normal (CfEST = 1,2 μg/mL). Karena diperkirakan total nilai berada dalam kisaran terapeutik 10-20 μg/mL, ada kemungkinan bahwa pasien memiliki konsentrasi fenitoin yang tidak terikat dalam rentang terapeutik. Jika memungkinkan, ini harus dikonfirmasikan dengan memperoleh konsentrasi fenitoin terikat yang sebenarnya dan terukur
  • 26. Kasus 2 LM adalah pasien epilepsi yang dirawat dengan fenitoin. Dia memiliki hipoalbuminemia (albumin = 2,2 g / dL) dan fungsi ginjal yang buruk (bersihan kreatinin = 10 mL / menit). Konsentrasi fenitoin totalnya adalah 7,5 μg / mL. Hitung perkiraan konsentrasi fenitoin yang dinormalisasi untuk pasien ini Jawaban : Pilih persamaan yang sesuai untuk memperkirakan konsentrasi fenitoin total yang dinormalisasi.
  • 27. Kasus 3 PM adalah pasien epilepsi yang diobati dengan fenitoin dan asam valproat. Dia memiliki konsentrasi albumin normal (albumin = 4,2 g / dL) dan fungsi ginjal normal (kreatinin = 90 mL / menit). Konsentrasi total fenitoin dan asam valproat dalam kondisi steady state masing-masing adalah 7,5 μg / mL dan 100 μg / mL. Hitung perkiraan konsentrasi fenitoin yang tidak terikat untuk pasien ini.
  • 28. CLINICAL MONITORING PARAMETERS Tujuan terapi dengan antikonvulsan adalah untuk mengurangi frekuensi kejang dan memaksimalkan kualitas hidup dengan efek samping obat yang minimal. Meskipun diinginkan untuk sepenuhnya menghapuskan semua episode kejang, mungkin tidak mungkin untuk mencapai hal ini pada banyak pasien. Pasien harus dimonitor untuk efek samping terkait konsentrasi (kantuk, kelelahan, nystagmus, ataksia, bicara cadel, inkoordinasi, perubahan status mental, penurunan mental, kebingungan, kelesuan, koma) serta reaksi merugikan yang terkait dengan penggunaan jangka panjang (perubahan perilaku, sindrom serebelar, perubahan jaringan ikat, fasies kasar, penebalan kulit, defisiensi folat, hiperplasia gingiva, limfadenopati, hirsutisme, osteomalacia). Efek samping idiosinkratik meliputi ruam kulit, sindrom Stevens-Johnson, penekanan sumsum tulang, reaksi mirip sistemik lupus, dan hepatitis.
  • 29. Konsentrasi serum fenitoin harus diukur pada sebagian besar pasien. Karena epilepsi adalah keadaan penyakit episodik, pasien tidak mengalami kejang secara terus menerus. Dengan demikian, selama titrasi dosis sulit untuk mengetahui apakah pasien memberikan respons thd terapi obat atau hanya tidak mengalami discharging sistem saraf pusat abnormal pada waktu itu. Konsentrasi serum fenitoin juga merupakan alat yang berharga untuk menghindari efek obat yang merugikan. Pasien lebih mungkin untuk menerima terapi obat jika reaksi merugikan dipertahankan seminimal mungkin. Karena fenitoin mengikuti farmakokinetik nonlinear atau saturable, maka cukup mudah untuk mencapai konsentrasi toksik dengan sedikit perubahan dalam dosis obat.
  • 30. BASIC CLINICAL PHARMACOKINETIC PARAMETERS Fenitoin terutama dieliminasi oleh metabolisme hepatis (> 95%). Metabolisme hepatis terutama melalui sistem enzim CYP2C9 dengan jumlah yang lebih kecil dimetabolisme oleh CYP2C19. Sekitar 5% dari dosis fenitoin diperoleh kembali dalam urin sebagai obat yang tidak berubah (unchange drug). Phenytoin mengikuti farmakokinetik Michaelis-Menten atau PK jenuh
  • 31. Ini adalah jenis farmakokinetik nonlinear yang terjadi ketika jumlah molekul obat melebihi atau menjenuhkan kemampuan enzim untuk memetabolisme obat. Ketika ini terjadi, konsentrasi steady state obat meningkat secara tidak proporsional setelah peningkatan dosis (lihat gambar). (e.g., phenytoin, aspirin), (e.g., valproic acid, disopyramide),
  • 32. Dalam hal ini laju penghilangan obat dijelaskan oleh hubungan Michaelis- Menten klasik yang digunakan untuk semua sistem enzim: Kecepatan (Rate) metabolisme = (Vmax ⋅ C) / (Km + C), • Vmax adalah laju metabolisme maksimum dlm mg/d, • C adalah konsentrasi fenitoin dalam mg/L, • Km adalah konsentrasi substrat dalam mg/L, dan • laju metabolisme = Vmax/2.
  • 33. Dampak klinik dari PK MM Cl tidak tetap, berubah sesuai dengan konsentrasi atau dosis C atau D meningkat Cl menurun ◦ Cl = Vmax / (Km + C). Sebagai contoh, fenitoin mengikuti farmakokinetik jenuh dengan konstanta Michaelis-Menten Vmax = 500 mg/hari dan Km = 4 mg/L . TR fenitoin = 10-20 μg / mL. Saat konsentrasi fenitoin dalam kondisi tunak meningkat dari 10 μg/mL menjadi 20 μg/mL, CL menurun dari 36 L/h menjadi 21 L/h ◦ Cl = (500 mg/d) / (4 mg/L + 10 mg/L) = 36 L/d ◦ Cl = (500 mg/d) / (4 mg/L+ 20 mg/L) = 21 L/d
  • 34. Sayangnya, ada begitu banyak variabilitas antar pasien dalam parameter farmakokinetik Michaelis-Menten untuk fenitoin (biasanya Vmax = 100 -1000 mg/hari dan Km = 1-15 μg / mL) sehingga penentuan dosis obat sangat sulit.
  • 35. Volume distribusi fenitoin (V = 0,7L/kg) tidak terpengaruh oleh metabolisme dapat jenuh (saturable metabolism) dan masih ditentukan oleh volume darah fisiologis (VB) dan jaringan (VT) serta konsentrasi obat yang tidak terikat dalam darah (fB) dan tissue (fT): ◦ V = VB + (fB / fT) VT. Juga, waktu paruh (t ½ ) masih terkait dengan klirens dan volume distribusi menggunakan persamaan yang sama seperti untuk farmakokinetik linier: t ½ = (0,693 ⋅ V)/Cl
  • 36. Namun, karena Klirens tergantung pada dosis atau konsentrasi, waktu paruh juga berubah sesuai perubahan dosis atau konsentrasi FT. Ketika dosis atau konsentrasi meningkat untuk obat yang mengikuti farmakokinetik Michaelis-Menten, clearance berkurang dan waktu paruh menjadi lebih lama untuk obat:↑ t1 / 2 = (0.693 ⋅ V) / ↓ Cl
  • 37. Menggunakan contoh di atas untuk Klirens dan volume distribusi untuk orang 70 kg V = 0,7 L / kg ⋅ 70 kg ≈ 50 L, waktu paruh berubah dari 1 hari menjadi 1,7 hari : t ½ = [0,693 ⋅ V] / Cl = [0,693 ⋅ 50 L]/36 L/hari = 1 hari t ½ = [0,693 ⋅ 50 L] / 21 L / d = 1,7 hari, karena konsentrasi serum fenitoin meningkat dari 10 μg/mL menjadi 20 μg/mL
  • 38. Implikasi klinis dari temuan ini adalah waktu untuk mencapai steady state (3-5x t 1/2) lebih lama karena dosis atau konsentrasi meningkat untuk fenitoin. Rata-rata, waktu untuk mencapai konsentrasi serum ss kira-kira 5 hari dengan laju dosis 300 mg/hari dan 15 hari dengan dosis 400 mg/hari
  • 39. Dalam kondisi tunak, tingkat pemberian obat sama dengan tingkat penghilangan obat. Oleh karena itu, persamaan Michaelis-Menten dapat digunakan untuk menghitung dosis pemeliharaan (MD dalam mg/hari) yang diperlukan untuk mencapai target konsentrasi fenitoin serum steady-state (Css)
  • 40. Ketika konsentrasi keadaan tunak fenitoin jauh di bawah nilai Km untuk pasien, persamaan ini menyederhana menjadi: MD = (Vmax / Km) Css atau, karena Vmax / Km adalah konstanta, MD = Cl ⋅ Css. Oleh karena itu, ketika Km >> Css, fenitoin mengikuti farmakokinetik linier. Ketika konsentrasi steady-state henytoin jauh di atas nilai Km untuk pasien, laju metabolisme menjadi konstan sama dengan Vmax. Dalam kondisi ini hanya sejumlah fenitoin yang tetap dimetabolisme per hari karena sistem enzim sepenuhnya jenuh dan tidak bisameningkatkan kapasitas metabolisme. Situasi ini juga dikenal sebagai farmakokinetik orde-nol. Farmakokinetik orde pertama adalah nama lain untuk farmakokinetik linier.