Dokumen tersebut membahas tentang safeguards dan sistem informasi safeguards (SIS) untuk REDD+ di Indonesia. Ia menjelaskan tujuan, prinsip, kriteria, dan indikator safeguards REDD+ serta alat penilai pelaksanaan safeguards. Dokumen tersebut juga meninjau perkembangan regulasi dan implementasi safeguards beserta SIS REDD+ di Indonesia.
Katingan Mentaya Project by Rimba Makmur UtamaCIFOR-ICRAF
Presented by Taryono Darusman, PT Rimba Makmur Utama, at "Science and Policy Dialogue III: How are benefits from REDD+ finance shared?", Jakarta-Indonesia, on 4 Aug 2022
Verra’s Consolidated REDD methodology for high-integrity forest carbon projectsCIFOR-ICRAF
Presented by Basanta Gautam (Verra) at "Bonn Climate Change Conference (SB58) side event: High-integrity forest carbon markets: from global stock-taking to advancing science" on 8 Jun 2023
Jambi Sustainable Landscape Management Project (J-SLMP) BioCF-ISFL Provinsi J...CIFOR-ICRAF
Presented by Ir. H. SEPDINAL, ME, Jambi’s Development Planning Agency (Bappeda) and Head of Sub-National Project Management Unit (SNPMU) BioCF-ISFL at "Science and Policy Dialogue III: How are benefits from REDD+ finance shared?", Jakarta-Indonesia, on 4 Aug 2022
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...CIFOR-ICRAF
Presented by Satyawan Pudyatmoko, Deputy for Planning and Evaluation of Peatland and Mangrove Restoration Agency (BRGM) in keynote session of sub-national workshop on Increasing Capacity of Local Community and Sub-National Government on Mangrove Restoration and Food Security on 12 July 2022
Katingan Mentaya Project by Rimba Makmur UtamaCIFOR-ICRAF
Presented by Taryono Darusman, PT Rimba Makmur Utama, at "Science and Policy Dialogue III: How are benefits from REDD+ finance shared?", Jakarta-Indonesia, on 4 Aug 2022
Verra’s Consolidated REDD methodology for high-integrity forest carbon projectsCIFOR-ICRAF
Presented by Basanta Gautam (Verra) at "Bonn Climate Change Conference (SB58) side event: High-integrity forest carbon markets: from global stock-taking to advancing science" on 8 Jun 2023
Jambi Sustainable Landscape Management Project (J-SLMP) BioCF-ISFL Provinsi J...CIFOR-ICRAF
Presented by Ir. H. SEPDINAL, ME, Jambi’s Development Planning Agency (Bappeda) and Head of Sub-National Project Management Unit (SNPMU) BioCF-ISFL at "Science and Policy Dialogue III: How are benefits from REDD+ finance shared?", Jakarta-Indonesia, on 4 Aug 2022
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...CIFOR-ICRAF
Presented by Satyawan Pudyatmoko, Deputy for Planning and Evaluation of Peatland and Mangrove Restoration Agency (BRGM) in keynote session of sub-national workshop on Increasing Capacity of Local Community and Sub-National Government on Mangrove Restoration and Food Security on 12 July 2022
Penyusunan rencana strategis wilayah pesisir dan pulau pulau kecilDidi Sadili
Rencana Strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tingkat prov/kab/kota adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan pesisr
Hierarki Rencana Tata Ruang dan Rencana Zonasi
PENYUSUNAN RENCANA ZONASI RINCI WP3K
PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA ZONASI RINCI WP3K
Wilayah Perencanaan Rencana Zonasi Rinci WP3K
KERANGKA PROSES PENYUSUNAN RENCANA ZONASI RINCI
INTERPRETASI CITRA
Analisis Citra Untuk Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Zona Dasar dan Tujuan Penetapannya
KKPR menggantikan izin lokasi dan berbagai izin pemanfaatan ruang (IPR) dalam membangun dan mengurus tanah yang awalnya merupakan kewenangan pemerindah daerah (Pemda). KKPR berfungsi sebagai salah satu perizinan dasar yang perlu didapatkan sebelum pelaku usaha dapat melanjutkan proses perizinan berusaha
Menguraikan kelembagaan (aturan main dan lembaga/organisasinya) pengelolaan sampah di aras masyarakat dengan pendekatan yang baru, yaitu Ekonomi Sirkuler atau Ekonomi Biru. Jadi pengelolaan sampah bukan hanya bertujuan untuk sanitasi tapi juga dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Selain itu juga dibahas mengenai pengelolaan sampah di era Revolusi Industri 4.0.
Pengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment FundCIFOR-ICRAF
Presented by Endah Tri Kurniawaty, Environment Fund Management Agency (BPDLH), at "Science and Policy Dialogue III: How are benefits from REDD+ finance shared?", Jakarta-Indonesia, on 4 Aug 2022.
Penyusunan rencana strategis wilayah pesisir dan pulau pulau kecilDidi Sadili
Rencana Strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tingkat prov/kab/kota adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan pesisr
Hierarki Rencana Tata Ruang dan Rencana Zonasi
PENYUSUNAN RENCANA ZONASI RINCI WP3K
PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA ZONASI RINCI WP3K
Wilayah Perencanaan Rencana Zonasi Rinci WP3K
KERANGKA PROSES PENYUSUNAN RENCANA ZONASI RINCI
INTERPRETASI CITRA
Analisis Citra Untuk Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Zona Dasar dan Tujuan Penetapannya
KKPR menggantikan izin lokasi dan berbagai izin pemanfaatan ruang (IPR) dalam membangun dan mengurus tanah yang awalnya merupakan kewenangan pemerindah daerah (Pemda). KKPR berfungsi sebagai salah satu perizinan dasar yang perlu didapatkan sebelum pelaku usaha dapat melanjutkan proses perizinan berusaha
Menguraikan kelembagaan (aturan main dan lembaga/organisasinya) pengelolaan sampah di aras masyarakat dengan pendekatan yang baru, yaitu Ekonomi Sirkuler atau Ekonomi Biru. Jadi pengelolaan sampah bukan hanya bertujuan untuk sanitasi tapi juga dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Selain itu juga dibahas mengenai pengelolaan sampah di era Revolusi Industri 4.0.
Pengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment FundCIFOR-ICRAF
Presented by Endah Tri Kurniawaty, Environment Fund Management Agency (BPDLH), at "Science and Policy Dialogue III: How are benefits from REDD+ finance shared?", Jakarta-Indonesia, on 4 Aug 2022.
Status NAMAs dan NAMAs Registry: Beberapa CatatanFarhan Helmy
Presentasi mengenai Status NAMAs(Nationally Appropriate Mitigation Actions) dan Registry Indonesia. Disampaikan pada Diskusi Registry untuk Mitigasi Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia: Kasus Spesifik REDD+ dan NAMAs, Jakarta, 26 Juli 2013.
Materi Sosialisasi MR Setditjen CK 2023 aa Materi Sosialisasi MR Setditjen CK 2023 aa Materi Sosialisasi MR Setditjen CK 2023 aa Materi Sosialisasi MR Setditjen CK 2023 aa Materi Sosialisasi MR Setditjen CK 2023 aaMateri Sosialisasi MR Setditjen CK 2023 aa Materi Sosialisasi MR Setditjen CK 2023 aa Materi Sosialisasi MR Setditjen CK 2023 aa Materi Sosialisasi MR Setditjen CK 2023 aa Materi Sosialisasi MR Setditjen CK 2023 aa Materi Sosialisasi MR Setditjen CK 2023 aa
Prosedur Monev Program CSR
1. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk menjelaskan :
1.1. Tujuan Monitoring :
1.1.1. Mengetahui sejauh mana tahapan-tahapan dalam Rencana Kerja telah dilaksanakan
1.1.2. Melihat sejauh mana kegiatan-kegiatan (termasuk prosedur dan mekanisme) dalam implementasinya dilakukan.
1.1.3. Mengetahui apakah rentang waktu (sesuai rencana kerja yang disusun) dalam implementasinya sudah terpenuhi secara tepat atau tidak
1.1.4. Mengetahui apakah setiap aspek dalam perencanaan dan implementasi sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
1.2. Tujuan Evaluasi :
1.2.1. Mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan yang telah disusun dalam Rencana Kerja.
1.2.2. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran.
1.2.3. Mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang mungkin terjadi di luar rencana (externalities).
2. RUANG LINGKUP
2.1. Tata cara dan persyaratan yang diperlukan dalam melakukan Monitoring dan Evaluasi yang berlaku dalam program-program community development yang dilakukan oleh CSR SIA maupun unit kerja/lembaga penunjang CSR.
2.2. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses Monitoring dan Evaluasi
3. STANDAR YANG BERLAKU
3.1. Persyaratan Standar ISO 9001:2000 – klausul :
3.1.1. Persyaratan Dokumentasi
3.1.2. Pengendalian Dokuman
3.2. Persyaratan Standar ISO 14001:2004 – klausul :
3.2.1. Dokumentasi Sistem Manajemen Lingkungan
3.2.2. Pengendalian Dokumen
3.3. Persyaratan Standar SMK3: PP. RI. No.50 Thn. 2012 – klausul :
3.3.1. Persetujuan, Pengeluaran dan Pengendalian Dokumen
3.4. Persyaratan Standar ISO/IEC 17025:2005 – klausul :
3.4.1. Pengendalian Dokumen
3.5. Persyaratan Standar OHSAS 18001:2007 – klausul :
3.5.1. Dokumentasi
3.5.2. Pengendalian Dokumen
4. PROSEDUR
4.2.1 Flow Chart
4.2 Uraian Kegiatan
Monitoring dan Evaluasi (M & E) mendorong akuntabilitas dan transparansi, menginformasikan pengambilan keputusan tentang desain dan manajemen program, dan memberikan perbaikan untuk program-program di masa depan.
Monev yang dilakukan secara partisipatif, dapat menjadi proses yang berharga untuk membangun kepercayaan di seluruh kelompok pemangku kepentingan yang beragam, menggabungkan pengetahuan dan preferensi lokal, meningkatkan hasil program, triangulasi temuan, dan melembagakan keterlibatan lokal.
Metode partisipatif dalam melakukan M & E, di mana para pemangku kepentingan lokal mengidentifikasi indikator dan memberikan penilaian keberhasilan sesuai dengan pengalaman mereka sendiri. Sehingga para pemangku kepentingan yang sama secara aktif berpartisipasi dalam diskusi di tingkat masyarakat dengan perusahaan mendapatkan definisi dan persepsi yang sama mengenai keberhasilan program community develo
Mejorando la estimación de emisiones GEI conversión bosque degradado a planta...CIFOR-ICRAF
Presented by Kristell Hergoualc'h (Scientist, CIFOR-ICRAF) at Workshop “Lecciones para el monitoreo transparente: Experiencias de la Amazonia peruana” on 7 Mei 2024 in Lima, Peru.
Inclusión y transparencia como clave del éxito para el mecanismo de transfere...CIFOR-ICRAF
Presented by Lauren Cooper and Rowenn Kalman (Michigan State University) at Workshop “Lecciones para el monitoreo transparente: Experiencias de la Amazonia peruana” on 7 Mei 2024 in Lima, Peru.
Avances de Perú con relación al marco de transparencia del Acuerdo de ParísCIFOR-ICRAF
Presented by Berioska Quispe Estrada (Directora General de Cambio Climático y Desertificación) at Workshop “Lecciones para el monitoreo transparente: Experiencias de la Amazonia peruana” on 7 Mei 2024 in Lima, Peru.
Land tenure and forest landscape restoration in Cameroon and MadagascarCIFOR-ICRAF
FLR is an adaptive process that brings people (including women, men, youth, local and indigenous communities) together to identify, negotiate and implement practices that restore and enhance ecological and social functionality of forest landscapes that have been deforested or degraded.
ReSI-NoC - Strategie de mise en oeuvre.pdfCIFOR-ICRAF
Re nforcer les S ystèmes d’ I nnovations
agrosylvopastorales économiquement
rentables, écologiquement durables et
socialement équitables dans la région du
No rd C ameroun
ReSI-NoC: Introduction au contexte du projetCIFOR-ICRAF
Renforcer les systèmes d’innovation agricole en vue de
promouvoir des systèmes de production agricole et
d’élevage économiquement rentables, écologiquement
durables et socialement équitables dans la région du
Nord au Cameroun (ReSI-NoC)
Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement renta...CIFOR-ICRAF
Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement rentables, écologiquement durables et socialement équitables dans la région du
Nord Cameroun
Introducing Blue Carbon Deck seeking for actionable partnershipsCIFOR-ICRAF
Presented by Daniel Murdiyarso (Principal Scientist, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
A Wide Range of Eco System Services with MangrovesCIFOR-ICRAF
Presented by Mihyun Seol and Himlal Baral (CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Presented by Citra Gilang (Research Consultant, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Peat land Restoration Project in HLG LonderangCIFOR-ICRAF
Presented by Hyoung Gyun Kim (Korea–Indonesia Forest Cooperation Center) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART): A participatory action ...CIFOR-ICRAF
Presented by Beni Okarda (Senior Research Officer, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Coastal and mangrove vulnerability assessment In the Northern Coast of Java, ...CIFOR-ICRAF
Presented by Phidju Marrin Sagala (Research Consultant, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Carbon Stock Assessment in Banten Province and Demak, Central Java, IndonesiaCIFOR-ICRAF
Presented by Milkah Royna (Student Intern, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Cooperative Mangrove Project: Introduction, Scope, and PerspectivesCIFOR-ICRAF
Presented by Bora Lee (Warm-Temperate and Subtropical Forest Research Center, NIFoS Jeju, Republic of Korea) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
DAMPAK PIRIT ANTARA MANFAAT DAN BAHAYA BAGI LINGKUNGAN DAN KESEHATAN.pdfd1051231033
Tanah merupakan bagian terpenting dalam bidang pertanian, peranan tanah juga sangat kompleks bagi media perakaran tanaman. Tanah mampu menopang dan menyediakan unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Tanah tersusun dari bahan mineral, bahan organik, udara dan air. Bahan mineral tersusun dari hasil aktivitas pelapukan bebatuan, sedangkan bahan organik berasal dari pelapukan serasah tumbuhan akibat adanya aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Salah satu jenis tanah adalah tanah sulfat masam. Tanah sulfat masam ini keberadaannya di daerah rawa pasang surut. Sering kali tanah sulfat masam dijumpai pada lahan gambut terdegradasi yang mengakibatkan tanah mengandung pirit (FeS2) naik kepermukaan. Tanah sulfat masam yang mengandung pirit ini juga mengganggu pertumbuhan tanaman. Terganggunya pertumbuhan tanaman menyebabkan lahan ini nantinya akan ditinggalkan petani bila tidak dilakukan usaha perbaikan atau menjadi lahan bongkor.
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
“ANALISIS DINAMIKA DAN KONDISI ATMOSFER AKIBAT PENINGKATAN POLUTAN DAN EMISI...aisyrahadatul14
Pencemaran udara adalah pelepasan zat-zat berbahaya ke atmosfer, seperti polusi industri, kendaraan bermotor, dan pembakaran sampah. Dampaknya terhadap lingkungan sangat serius. Udara yang tercemar dapat merusak lapisan ozon, memicu perubahan iklim, dan mengurangi kualitas udara yang kita hirup setiap hari. Bagi makhluk hidup, pencemaran udara dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit pernapasan, iritasi mata, dan bahkan kematian. Lingkungan juga terdampak dengan terganggunya ekosistem dan berkurangnya keanekaragaman hayati.
DAMPAK KEBAKARAN LAHAN GAMBUT TERHADAP KUALITAS AIR DAN KESEHATAN MASYARAKAT.pdfd1051231031
Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran permukaan dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan seperti pepohonan maupun semak-semak, kemudian api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan (Ground fire), membakar bahan organicmelalui pori-pori gambut dan melalui akar semak belukar ataupun pohon yang bagian atasnya terbakar. Selanjutnya api menjalar secara vertical dan horizontal berbentuk seperti kantong asap dengan pembakaran yang tidak menyala (smoldering) sehingga hanya asap yang berwarna putih saja yang Nampak di atas permukaan, yang sering dikenal dengan kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan yang bersifat masiv. Oleh karena peristiwa kebakaran tersebut terjadi di bawah tanah dan tidak nampak di permukaanselain itu tanahnya merupakan tanah basah/gambut yang mengandung air maka proses kegiatan pemadamannya tentu akan menimbulkan kesulitan.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...d1051231039
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan penting secara global. Terbentuk dari endapan bahan organik yang terdekomposisi selama ribuan tahun, lahan gambut memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, serta mengatur siklus air. Kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya habitat, degradasi lingkungan, dan penurunan kesuburan tanah. Kerusakan lahan gambut di Indonesia telah meningkat seiring waktu, dengan laju deforestasi dan degradasi lahan gambut yang signifikan. Menurut data, sekitar 70% dari lahan gambut di Indonesia telah rusak, dan angka tersebut terus meningkat. Kerusakan lahan gambut memiliki dampak yang luas dan serius, tidak hanya secara lokal tetapi juga global. Selain menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang khas bagi ekosistem gambut, kerusakan lahan gambut juga melepaskan jumlah karbon yang signifikan ke atmosfer, berkontribusi pada perubahan iklim global.Kerusakan lahan gambut memiliki dampak negatif yang luas pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya sumber daya alam, penurunan kesuburan tanah, dan peningkatan risiko bencana alam.
pelajaran geografi kelas 10
Geografi pada hakekatnya mempelajari permukaan bumi melalui pendekatan keruangan yang mengkaji keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan kewilayahannya. Pentransformasian pengetahuan geografi lebih efektif jika disajikan melalui media peta, hal ini karena peta merupakan media yang sangat penting dalam pem-belajaran geografi. Pembelajaran Geografi pada materi “Peta tentang pola dan bentuk-bentuk muka bumi” merasa belum mampu mengoptimalkan aktivitas siswa khususnya kemampuan membaca peta sehingga ber-pengaruh pada perolehan hasil belajar. Guru merasa kesulitan mem-belajarkan konsep-konsep geografi pada siswa. Hasil identifikasi awal, ditemukan beberapa indikator penyebab diantaranya: (1) minimnya kemampuan siswa menunjukkan letak suatu tempat/lokasi geografis tertentu, (2) kurangpahamnya siswa tentang orientasi peta (menentukan arah pada peta), (3) minimnya kemampuan siswa dalam mengartikan simbol-simbol yang ada pada peta, dan (4) kemampuan siswa mengungkap informasi yang ada pada peta sangat kurang. Pelatihan melengkapi peta diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam membaca peta sehingga ada peningkatan pada hasil belajar geografi.
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca peta. Kemampuan membaca peta tersebut meliputi: (1) kemampuan menunjukkan letak suatu tempat/ lokasi geografis tertentu, (2) kemampuan mengartikan/ membaca simbol-simbol yang ada pada peta, dan (3) kemampuan memahami orientasi peta (menentukan arah pada peta).
Dalam penelitian ini digunakan desain penelitian tindakan kelas model spiral Kemmis Taggart 1999. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan rumus ”Gain Score” yaitu membandingkan data sebelum tindakan dengan data sesudah dilakukan tindakan. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, angket, dan test. Instrumen penelitian adalah peneliti dan pedoman atau pengumpul data.
Hasil penelitian dalam tindakan siklus I, II, dan III pada pembelajaran geografi (materi peta tentang pola bentuk-bentuk muka bumi) melalui pelatihan melengkapi peta setelah dilakukan refleksi, evaluasi serta analisis statistik deskriptif ternyata memperoleh peningkatan dalam hal; pertama, kemampuan membaca peta pada pra tindakan hanya memperoleh nilai 50% akan tetapi setelah dilakukan tindakan dalam setiap siklus ternyata mengalami peningkatan yaitu 56% (siklus I), 63% (siklus II), dan 72% (siklus III); kedua, proses pembelajaran geografi (materi peta tentang pola bentuk-bentuk muka bumi) pada siswa kelas IX SMP Negeri 1 Rubaru melalui pelatihan melengkapi peta pada setiap siklus juga memperoleh peningkatan yaitu 63% (siklusI), 65% (siklus II), dan 70% (siklus III); ketiga, aktivitas belajar siswa pada setiap siklus mengalami peningkatan yaitu 50% (siklus I), 65% (siklus II), dan 75% (siklus III).
Temuan penelitian ini mendukung teori perkembangan yang dikemukakan Piaget dan Vygotsky bahwa pros
Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...d1051231053
Gambut merupakan tanah yang memiliki karakteristik unik. Lahan gambut yang begitu luas di beberapa pulau besar di Indonesia, menjadikan pengelolaan lahan gambut sering dilakukan, terutama dalam peralihan fungsi menjadi perkebunan, pertanian, hingga pemukiman. Pada studi kasus ini lebih berfokus pada degradasi lahan gambut menjadi media tanam, proses, dampak, serta upaya pemulihan dampak yang dihasilkan dari degradasi lahan gambut tersebut
ANALISIS DAMPAK DAN SOLUSI HUJAN ASAM: PENGARUH PEMBAKARAN BAHAN BAKAR FOSIL ...d1051231079
Hujan asam merupakan kombinasi ringan dari asam sulfat dan asam nitrat. Hujan asam biasanya terjadi di daerah-daerah yang padat penduduk dan banyaknya aktivitas manusia dalam kegiatan transportasi. Emisi gas SO2 dan NO2 yang berasal dari kegiatan industri dan transportasi merupakan penyebab terjadinya peristiwa hujan asam apabila emisi gas tersebut bereaksi dengan air hujan, dimana senyawa yang bersifat asam terbentuk. Emisi gas SO2 dan NO2 yang berasal dari aktivitas manusia dapat berubah menjadi nitrat (NO3 - ) dan sulfat (SO4 2-) melalui proses fisika dan kimia yang kompleks. Sulfat dan nitrat lebih banyak berbentuk asam yang terlarut dalam air hujan. Keasaman air hujan berhubungan erat dengan konsentrasi SO2 dan NO2 yang terlarut di dalam air hujan. Semakin tinggi konsentrasi SO2 dan NO2 , maka dapat mengakibatkan nilai keasaman air hujan semakin asam .Deposisi asam yang berasal dari emisi antropogenik SO2 dan NOx , memiliki pengaruh besar pada biogeokimia, dan menyebabkan pengasaman tanah dan air permukaan, eutrofikasi ekosistem darat dan air dan penurunan keanekaragaman hayati di banyak wilayah.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
3. Safeguards:
• Merupakan kerangka pengaman yang melindungi dan menjaga agar
tidak terjadi atau menekan sekecil mungkin terjadinya dampak
negatif dari dilaksanakannya sebuah program dan kegiatan, dan
mendorong sebanyak mungkin dampak positif, baik dari aspek
tata kelola, sosial, maupun lingkungan.
• Sebagai contoh, dalam kegiatan REDD+, safeguard merupakan
elemen penting dalam implementasi kegiatannya di tapak, dan
dalam pelaksanaannya dikategorikan menjadi Safeguard Sosial
dan Safeguard Lingkungan.
4. Lingkup Kerangka Safeguard
• Safeguard Sosial
Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu pelaksana program untuk
dapat melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan,
pengurangan dan pengelolaan resiko sosial yang tidak diinginkan, promosi
manfaat sosial dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi publik
dengan yang akan terkena dampak.
• Safeguard Lingkungan
Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu pelaksana program untuk
dapat melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan,
pengurangan dan pengelolaan resiko lingkungan yang tidak diinginkan,
promosi manfaat lingkungan dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi
publik dengan yang akan terkena dampak.
5. Tujuan Safeguard Sosial dan Lingkungan
• mencegah dan/atau mengurangi kemungkinan timbulnya risiko dan/atau
dampak yang merugikan terhadap lingkungan dan sosial;
• memastikan perumusan mitigasi risiko yang efektif untuk mencegah atau
menekan sekecil mungkin terjadinya dampak negatif terhadap lingkungan
dan sosial;
• memberikan dasar dalam pengambilan keputusan dalam rangka
mendorong sebanyak mungkin dampak positif dalam aspek tata kelola,
lingkungan, dan sosial;
• meningkatkan kapasitas organisasi dalam mengelola risiko lingkungan dan
sosial sehingga meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan
BPDLH.
6. Prinsip Dasar
• Semua pihak wajib memahami, menyepakati dan melaksanakan dengan baik dan
konsisten kerangka safeguard lingkungan dan sosial;
• Penguatan kapasitas lembaga pelaksana diperlukan agar pelaksanaan kerangka
safeguard dapat dilakukan secara lebih efektif;
• Kerangka safeguard harus dirancang sesederhana mungkin, mudah dimengerti, jelas
kaitannnya dengan tahap-tahap investasi, dan dapat dijalankan sesuai prinsip dalam
kerangka kegiatan;
• Prinsip utama safeguard adalah untuk menjamin program tidak mengakibatkan
dampak negatif yang serius. Bila terjadi dampak negatif maka perlu dipastikan
adanya upaya mitigasi yang dapat meminimalkan dampak negatif tersebut, baik pada
tahap perencanaan persiapan maupun tahapan pelaksanaannya;
• Untuk memastikan bahwa safeguard dilaksanakan dengan baik dan benar, maka
diperlukan tahap-tahap yaitu: Setiap keputusan, laporan dan draft perencanaan final
yang berkaitan dengan kerangka safeguard harus dikonsultasikan dan
didiseminasikan secara luas terutama kepada pe yang berpotensi terkena dampak,
harus mendapatkan kesempatan untuk ikut mengambil keputusan dan
menyampaikan aspirasi dan/atau keberatannya atas program/kegiatan yang
berpotensi dapat menimbulkan dampak negative.
7. Perkembangan pembangunan Safeguards dan SIS
REDD+
Pusat Standardisasi dan
Lingkungan (Pustanling) di
Kementerian Kehutanan,
pengembangan PCI, APPS,
dan struktur kelembagaan
SIS-REDD+
2011-2013
uji coba/piloting PCI
dan APPS serta
pengenalan SIS-
REDD+ berbasis web
di tingkat nasional
2013
Direktorat Mitigasi
Perubahan Iklim melakukan
update dan maintenance
Website SIS REDD+
2017
Integrasi dan
sinkronisasi data
utama pada Web SIS
REDD+ dengan Web
SRN PPI
2021-2022
8. Regulasi Safeguards dan SIS REDD+?
Negara berkembang yang melaksanakan REDD+ perlu menyediakan informasi bagaimana safeguards (7
Cancun safeguards) dilaksanakan dan membangun SIS-REDD+
Dec. 1/CP. 16: guidance dan
safeguards
• SIS-REDD+ harus transparan dan fleksibel untuk penyempurnaan dari waktu ke waktu, dibangun dengan basis sistem
yang ada, Country-driven dan diimplementasikan di tingkat nasional , dll
•Ringkasan informasi pelaksanaan informasi disampaikan/laporkan ke Sekretariat UNFCCC melalui “National
Communication” dan saluran lain sesuai guidance COP
Dec. 12/CP 17: guidance
untuk SIS-REDD+
• Penyampaian informasi dimulai sejak dimulainya kegiatan REDD+,
•Disamping melalui “National Communication”, juga melalui “UNFCCC web-platform” dan “ REDD+ information hub
dalam UNFCCC web-platform” ),
•Penerimaan pembayaran REDD+ mensyaratkan penyediaan “informasi terbaru tentang pelaksanaan safeguards"
Dec. 12/CP. 19 : timing dan
frekuensi penyampaian
‘Summary’ informasi
pelaksanaan safeguards’
• Implementasi safeguards harus memenuhi prinsip, kriteria, dan indikator yang dijabarkan lebih lanjut ke dalam Alat
Penilai Pelaksanaan Safeguards (APPS).
• Pelaporan implementasi safeguards dalam pelaksanaan REDD+ di tingkat Sub Nasional dilakukan oleh pelaksana
REDD+ kepada Direktur Jenderal selaku National Focal Point melalui SIS REDD+.
PermenLHK No. P.70
Tahun 2017’
9. 7 Prinsip Safeguards REDD+ Indonesia
1. Aksi haruslah saling melengkapi atau konsisten dengan tujuan program kehutanan nasional
serta relevan dengan konvensi dan kesepakatan internasional;
2. Struktur tata-kelola hutan nasional yang transparan dan efektif, dengan
mempertimbangkan peraturan yang berlaku dan kedaulatan negara yang bersangkutan;
3. Menghargai pengetahuan dan hak-hak masyarakat adat serta masyarakat setempat,
dengan mempertimbangkan kewajiban internasional, kondisi dan hukum nasional, dan
mengingat bahwa Majelis Umum PBB telah mengadopsi Deklarasi PBB mengenai Hak-hak
Masyarakat Adat;
4. Partisipasi penuh dan efektif para pihak terkait, khususnya masyarakat adat dan penduduk
setempat;
5. Tindakan yang konsisten dengan konservasi hutan alam dan keanekaragaman hayati,
menjamin bahwa kegiatan REDD+ tidak digunakan untuk mengkonversi hutan alam, tetapi
sebaliknya digunakan untuk memberikan insentif terhadap perlindungan dan konservasi
hutan alam dan jasa ekosistem, serta meningkatkan manfaat sosial dan lingkungan lainnya;
6. Tindakan untuk menangani risiko balik (risk of reversal, leakage); dan
7. Tindakan untuk mengurangi perpindahan emisi (risk of displacement).
10. Pemanfaatan Safeguards dan SIS REDD+
Menyediakan informasi
pelaksanaan Safeguards REDD+
untuk mendukung Implementasi
REDD+ menuju Result Based
Payment
Mendorong transparansi
dan membantu menilai
dampak kegiatan
Mengidentifikasi dan memetakan kegiatan
pengurangan emisi dengan skema REDD+
berjalan efektif dengan menghindari atau
meminimalkan dampak negative terhadap
tata kelola, lingkungan hidup dan masyarakat.
12. ALAT PENILAI PELAKSANAAN SAFEGUARDS (APPS) BERDASAR
KEPUTUSAN COP-16 DALAM SISTEM INFORMASI SAFEGUARDS
Prinsip Kriteria Indikator Alat Penilai Pelaksanaan Safeguards (APPS)
1 1.1 Kegiatan REDD+ harus dikoordinasikan
/diatur/ dikelola di bawah wewenang lembaga
subnasional atau nasional yang tepat dan, bila
sesuai, di bawah badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum dan peraturan Indonesia.
1.1.1 a. Dokumen tentang status hukum (legal entity) penyelenggara.
b. Keputusan (legal document) yang mendasari pelaksanaan
kegiatan.
1.2 Kegiatan REDD+ di tingkat nasional dan sub
nasional harus mematuhi hukum yang berlaku
dan konvensi internasional
yang diratifikasi Indonesia.
I.2.I a. Dokumen strategi nasional/sub-nasional REDD+.
b. Dokumen perencanaan penanganan perubahan iklim terkait.
c. Dokumen perencanaan pembangunan terkait.
d. Rencana kerja dan pengaman (safeguard)-nya.
e. SOP yang sudah dibangun.
f. Laporan: jenis dan periode.
I.2.2 a. Laporan kegiatan yang relevan dengan isu-isu konvensi/
perjanjian internasional.
b. Laporan-laporan isu di atas pada tingkat provinsi/ kabupaten.
1.3 Kegiatan REDD+ harus sejalan dengan tujuan
program kehutanan nasional seperti yang
dijelaskan dalam rencana jangka panjang dan
strategis dari sektor kehutanan Indonesia.
I.3.I Laporan-laporan kegiatan REDD+ yang menunjukkan relevansi
dengan/ mendukung tujuan Renstra dan rencana lain di sektor
Kehutanan.
Prinsip 1 : Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional
13. Prinsip 2 :
Transparansi dan efektivitas tata kelola hutan nasional
Prinsip Kriteria Indikator Alat Penilai Pelaksanaan Safeguards (APPS)
2 2.I .1 Sesuai dengan skala dan konteks
kegiatan REDD+, pengaturan
kelembagaan mendukung komunikasi
yang baik di antara para pihak untuk
pengawasan yang efektif dari
implementasi prinsip-prinsip tata kelola
yang
baik.
2.I.I a. Ada atau tidaknya kebijakan penyediaan
informasi yang berkaitan dengan
penyelenggaraan REDD+ kepada publik.
b. Beberapa contoh implementasi kebijakan tersebut
di atas.
2.I.2 Struktur organisasi penanggung jawab REDD+ dan
tupoksinya tersedia untuk publik.
2.2 Entitas yang bertanggung jawab
untuk kegiatan REDD+ harus
mempublikasikan komitmennya untuk
tidak menawarkan atau menerima uang
suap atau bentuk apapun dari korupsi
2.2.I Komitmen tertulis terhadap anti korupsi tersedia
untuk publik.
14. Prinsip Kriteria Indikator Alat Penilai Pelaksanaan Safeguards (APPS)
3 3.1 Kegiatan REDD+ harus termasuk mengidentifikasi dan menghargai hak-hak
masyarakat adat dan masyarakat lokal, seperti kepemilikan, akses dan
pemanfaatan sumber daya hutan serta jasa ekosistem, dengan intensitas yang
meningkat pada skala tingkat subnasional dan tapak.
3.I.I Laporan identifikasi jenis-jenis hak yang ada, pemangku hak
(ditunjukkan dalam peta wilayah kerja REDD+), wilayah hak
masyarakat adat dan/atau masyarakat lokal.
3.I.2 Uraian dari 1.2.1 a yang menyangkut pengaturan pengakuan
hak dan aspirasi masyarakat adat dan/atau masyarakat lokal.
3.2 Diterapkan pada tingkat tapak, kegiatan persiapan REDD+ harus mencakup
proses untuk memperoleh
Persetujuan Atas Dasar
Informasi Awal Tanpa Paksaan (FPIC) dari masyarakat adat dan lokal. yang
terkena dampak sebelum kegiatan REDD+ dimulai.
3.2.I Laporan pelaksanaan PADIATAPA atas kegiatan-kegiatan yang
dilakukan.
3.3 Kegiatan REDD+ harus berkontribusi dalam mempertahankan atau
memperkuat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat adat dan lokal, dengan
berbagi keuntungan secara adil dengan mereka, termasuk untuk generasi yang
akan
datang.
3.3.I Laporan/ dokumen yang menunjukkan tidak ada diskriminasi
terhadap kelompok manapun atas akses terhadap sumberdaya
alam, kapital dan pengetahuan dalam pelaksanaan REDD+.
3.3.2 Dokumen yang menginformasikan penyediaan manfaat bagi
masyarakat, seperti namun tidak terbatas pada:
- Peningkatan kapasitas.
- Peningkatan kelembagaan.
- Peningkatan manfaat ekonomis SDA.
- Kinerja karbon.
- dll.
3.4 Kegiatan REDD+ harus mengenali pengetahuan tradisional dan memberi
kompensasi atas pemanfaatan pengetahuan tersebut secara komersial.
3.4.1 Bentuk dan nilai kompensasi atas penggunaan pengetahuan
lokal, jika ada, dalam pelaksanaan kegiatan REDD+.
Prinsip 3 :
Hak-hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal
15. Prinsip Kriteria Indikator Alat Penilai Pelaksanaan Safeguards (APPS)
4 4.1 Entitas yang bertanggung jawab untuk kegiatan REDD+ akan
berkoordinasi dengan pihak yang berwenang yang sesuai untuk
mengidentifikasi para pihak yang relevan, dan kemudian
melibatkan para pihak ini dalam seluruh proses perencanaan,
dan memastikan bahwa proses tersebut disetujui/ diketahui oleh
para para pihak.
4.1.1 a. Daftar hadir (untuk para pihak saja).
b. Daftar pihak terkait.
c. Daftar undangan.
d. Daftar pengunjung.
4.1.2 a. MoU/agreement.
b. Foto kegiatan pelibatan para pihak.
c. Notulensi/ MoM.
d. Dokumentasi kegiatan pelibatan para pihak.
e. Kerangka acuan proses pelibatan para pihak.
f. Panduan (misal: PERDA) tentang pelibatan para pihak.
4.1.3 a. Laporan kegiatan REDD+, peta para pihak terkait.
b. Dokumentasi usulan para pihak dalam proses
perencanaan.
4.2 Diterapkan pada tingkat tapak, kegiatan REDD+ harus
memiliki prosedur atau mekanisme untuk menyelesaikan
masalah/ keluhan dan perselisihan.
4.2.1 a. Dokumen/surat laporan keluhan para pihak (penekanan
pada availibility of grievance mechanism).
b. Bukti pertemuan/ foto penanganan keluhan.
c. Berita Acara penerimaan keluhan.
4.2.2 a. SOP penyelesaian keluhan/ konflik.
b. Pelaksanaan SOP penyelesaian keluhan/ konflik.
c. Notulensi.
4.2.3 a. Berita Acara penyelesaian keluhan/konflik.
b. Laporan penyelesaian keluhan/konflik.
c. Rujukan/referensi atas proses mediasi (jika ada) terkait
resolusi konflik.
Prinsip 4 :
Efektivitas dari Partisipasi Para Pihak
16. Prinsip 5:
Konsisten dengan konservasi hutan alam dan keanekaragaman hayati
Prinsip Kriteria Indikator Alat Penilai Pelaksanaan Safeguards (APPS)
5 5.1 Kegiatan REDD+ harus mencakup
identifikasi dan penilaian dampak
potensial dari aktivitas terhadap jasa
sosial dan lingkungan. Penilaian harus
dilakukan mengikuti skala dan intensitas
dari aktivitas supaya mencukupi untuk
dapat memutuskan langkahlangkah
konservasi yang perlu dilakukan.
5.I.I a. Laporan AMDAL/RKL-RPL.
b. Tabel komparasi “sebelum-sesudah” pelaksanaan kegiatan.
c. Laporan survei tentang bagaimana dengan adanya REDD+ dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat, dengan tetap menjaga
kelestarian hutan setempat.
d. Laporan KLHS (sesuai skala kegiatan).
5.I.2 a. Laporan pemantauan terkait manfaat sosial dan lingkungan.
b. Laporan pelaksanaan mitigasi dampak negatif.
c. Rekomendasi dan tindak lanjut hasil a. dan b.
5.2 Kegiatan REDD+ harus mencakup
identifikasi dan penilaian dampak
terhadap keanekaragaman hayati dan
mengembangkan strategi untuk
mengimplementasi kan pengelolaan
keanekaragaman hayati untuk
memastikan konservasi dan
perlindungannya
5.2.I a. Daftar keanekaragaman hayati.
b. Laporan survey keanekaragaman hayati.
c. Data spesies endemik dan langka berdasar hasil survey (b).
d. Dokumentasi/publikasi/peta sebaran flora dan fauna berdasar (b).
5.2.2 Dokumen rencana pengelolaan keanekaragaman hayati.
5.2.3 a. Laporan periodik pelaksanaan pengelolaan keanekaragaman hayati.
b. Dokumentasi sosialisasi mengenai keanekaragaman hayati.
c. Dokumen/ laporan evaluasi.
5.2.4 a. Peta perubahan tutupan hutan yang sesuai dengan peraturan/
pedoman yang berlaku.
b. Laporan hasil analisis penginderaan jauh yang menunjukkan bahwa
kegiatan REDD+ tidak menyebabkan konversi hutan alam/ primer.
17. Prinsip Kriteria Indikator Alat Penilai Pelaksanaan Safeguards (APPS)
6 6.1 Tergantung pada skala dan konteks,
kegiatan REDD+ harus menetapkan
resiko dari ancaman internal maupun
eksternal untuk sto karbon dan
pemeliharaan hutan, dan
mengembangkan
rencana mitigasi untuk mengatasinya.
6.I.I Laporan kajian resiko/ancaman terjadinya gangguan
illegal logging, perambahan, kebakaran dan lain-
lainnya.
6.I.2 a. Rencana mitigasi gangguan illegal logging,
perambahan, kebakaran dan lain-lainnya.
b. Laporan kegiatan mitigasi gangguan illegal logging,
perambahan, kebakaran dan lain-lainnya.
6.2 Kegiatan REDD+ harus mencakup
pemantauan periodik terhadap ancaman
dan mengimplementasikan pengelolaan
yang adaptif untuk mengurangi
pembalikan.
6.2.I a. Laporan tahunan hasil pemantauan kegiatan mitigasi
ancaman yang sudah diidentifikasi.
b. Peta pemantauan (time series) ancaman yang
teridentifikasi.
c. Dokumen/ laporan evaluasi.
6.2.2 a. Rencana adaptasi sesuai hasil monitoring.
b. Dokumen/ laporan evaluasi.
Prinsip 6 :
Aksi untuk menangani resiko-balik (risk of reversals)
18. Prinsip Kriteria Indikator Alat Penilai Pelaksanaan Safeguards (APPS)
7 7.1 Sesuai dengan skala dan konteks,
kegiatan REDD+ harus mencakup strategi
untuk mengurangi perpindahan emisi dalam
batas nasional
7.I.I a. Baseline terkait area yang boleh/tidak boleh
dikonversi.
b. Kajian perubahan tataguna lahan dan penyebab
deforestasi dan degradasi hutan.
c. Laporan kajian resiko/ancaman terjadinya
pengalihan emisi keluar batas kegiatan REDD+.
7.I.2 a. Merujuk 1.2.1. a,b,c,d: Dokumen tentang REL/RL
dan target pengurangan atau pencegahan emisi
atau peningkatan stok karbon.
b. Dokumen rencana penanganan pengalihan emisi
berdasar
7.1.1 c.
7.2 Sesuai dengan skala dan konteks,
pemantauan berkala terkait dengan emisi
dari hutan dan perubahan stok karbon di
wilayah kegiatan REDD+ dilaksanakan, dan
harus mencakup pemantauan upaya dan
hasil dalam mengurangi perpindahan emisi.
7.2.I a. Dokumen Sistem Monitoring Hutan Nasional dan
Subnasional.
b. Dokumen MRV.
c. Analisis hasil MRV yang menunjukkan
penanganan pengalihan emisi (emission
displacement).
Prinsip 7 :
Aksi untuk mengurangi perpindahan emisi (risk of displacement)