SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
Download to read offline
- 17Vol. 11 no. 3, Juli 2003
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesia (CCFPI)eatlands in Indonesia (CCFPI)eatlands in Indonesia (CCFPI)eatlands in Indonesia (CCFPI)eatlands in Indonesia (CCFPI)
DEWAN REDAKSI
Pemimpin Redaksi
Yus Rusila Noor
Anggota Redaksi
Vidya Fitrian
IndraArinal
Alue Dohong
Alamat Kantor Proyek CCFPI:
Kalimantan
Jl. Teuku Umar No 45
Palangkaraya 73111
Kalimantan Tengah
Tel/Fax: 0536-38268
E-mail: alue_dohong@hotmail.com
Sumatera
Jl. H. Samsoe Bahroem No 28
Rt. 24/VIII, Kelurahan Payo Lebar
Kecamatan Jelutung, Jambi 36135
Tel/Fax: 0741-64445
E-mail: ccfpi_ssc@telkom.net
Bogor
Wetlands International-
Indonesia Programme
Jl A. Yani No 53 Bogor 16161
P.O. Box 254/BOO, Bogor 16002
Tel: 0251-312189;
Tel/Fax: 0251-325755
E-mail: ccfpi@indo.net.id
(Foto:Yus Rusila Noor /Dok.CCFPI)
SSSSS
tephen Wolfram dalam bukunya
A new kind of Science (2002)
menyebutkan bahwa angka
nampaknya telah digunakan manusia beribu
tahun yang lalu. Angka dipercayai telah
digunakan oleh manusia sejak 3000 tahun
sebelum masehi di Babilonia dan Mesir. Lebih
lanjut, George Ifrah, yang sering disebut sebagai
“Indiana Jones of Arithmetic” dalam bukunya
The Universal History of Numbers (2000) juga
menyebutkan bahwa penggunaan angka telah
mengalami perkembangan panjang dari jaman
pra-sejarah hingga pemanfaatan yang sangat
canggih di Silicon Valley.
Meskipun dalam kehidupan modern angka lebih
diidentikan dengan sistem penghitungan yang
ruwet dan canggih, tetapi pada saat yang sama
sebagian umat manusia juga masih menggiring
angka ke dunia mitos. Etnis tertentu, misalnya,
masih mempercayai bahwa angka tertentu lebih
“sakti” dibanding angka lainnya.
Bagi keperluan tertentu, angka sering digunakan
untuk merepresentasikan suatu kondisi tertentu.
Indonesia, misalnya, dikenal sebagai kawasan
Megabiodiversity, karena rentetan angka
kekayaan alamnya. Indonesia merupakan
rumah dari 1530-an jenis burung, 11% jenis
tumbuhan dan 10% jenis-jenis mammalia di
dunia. Indonesia juga memiliki areal Mangrove
terluas di dunia, sekitar 3,5 juta hektar (1996)
serta Hutan gambut Tropis terluas di dunia,
sekitar 16 juta hektar.
Angka juga sering digunakan sebagai “senjata”
untuk menunjukan bagaimana suatu bentang
alam tertentu memiliki nilai penting. Contohnya
adalah Lahan/Hutan Gambut. Dalam fungsinya
sebagai penyimpan air, lahan gambut dapat
menyimpan air sebanyak 0,8 – 0,9 m3
/ m3
.
Sementara itu, gambut yang terbentuk 5.000 –
10.000 tahun yang lalu, dipercaya menyimpan
329 – 525 Giga ton Karbon (C) atau 15 –
35% C terestrial yang ada di muka bumi,
dimana sekitar 46 Giga ton diantaranya
tersimpan di lahan gambut Indonesia. Ini
berarti setiap hektar lahan gambut Indonesia
dengan kedalaman 10 meter menyimpan 5.800
ton C, atau lebih dari 10 kali lipat kemampuan
hutan dataran kering yang menyimpan 300 – 500
ton per hektar. [1 Giga ton = 1000 juta ton]
Dalam kesempatan lain, angka juga sering
digunakan sebagai alat untuk menunjukan
bagaimana kerakusan manusia telah mengendarai
bumi ini menuju ke arah yang lebih tidak
menyenangkan. Meminjam data dari Forest Watch
Indonesia, dinyatakan bahwa Indonesia telah
kehilangan hutannya dari 162 juta hektar menjadi 98
juta hektar dalam kurun waktu 50 tahun sejak tahun
1950. Pada tahun 1980-an laju penebangan sekitar
1 juta hektar per tahun, yang kemudian meningkat
menjadi 1,7 juta hektar per tahun pada awal 1990-
an, dan kemudian bahkan meningkat lagi menjadi 2
juta per tahun 1996. INFORM bahkan
menggambarkan bahwa setiap menit Indonesia
kehilangan hutan seluas 6 kali lapangan sepak bola.
Tak heran jika diperkirakan pada tahun 2005 hutan
Sumatera akan hilang, disusul dengan Kalimantan
pada tahun 2010. Hasil penghitungan Proyek
CCFPI bahkan menunjukan bahwa selama 10
tahun terakhir jumlah kandungan C dalam gambut di
Sumatera (umumnya terdapat di pesisir timur
Sumatera) telah menurun sebanyak 4 miliar ton, dari
22 Giga ton pada tahun 1990 menjadi 18 Giga ton
pada tahun 2002. Itu artinya, jika tidak ada
penanganan yang baik, hitungan kasar menunjukan
cadangan C yang tersisa itupun akan habis dalam
kurun 50 tahun. Hilangnya gambut di Sumatera
nantinya dapat diramalkan bahwa air laut akan
masuk jauh ke daratan sebelah timur Sumatera
dan banyak kota-kota besar di pesisir akan
kesulitan air tawar.
Pertanyaannya kemudian, seberapa pedulikah kita
pada angka-angka tersebut? Akankah kita
membiarkan anak-cucu kita kemudian berkutat
dengan angka-angka mitos yang bercerita bahwa
kekayaan alam Indonesia pernah memiliki angka
sekian dan sekian, lalu hanya tersisa sekian dan
sekian? Adalah amanah yang dibebankan ke
pundak kita, sebagai Khalifah, untuk mewariskan
data-data angka, sedemikian rupa, sehingga
membuat bumi yang hanya satu-satunya ini menjadi
lebih nyaman untuk ditinggali. Insya Allah. (Yus
Rusila Noor) ""
SEBERAPA BERARTIKAH ANGKA BAGI KITA?
Vol. 11 no. 3, Juli 2003 - 17
18 - Warta Konservasi Lahan Basah18 - Warta Konservasi Lahan Basah
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia
Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup
2003, Sabtu, 7 juni 2003, Wetlands International -
Indonesia Programme bekerja sama dengan Institut
Pertanian Bogor menyelenggarakan Peluncuran
Buku Seri Perubahan Iklim karya Prof. Dr. Daniel
Murdiyarso: 1) Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi
Konvensi perubahan Iklim; 2) Protokol Kyoto –
Implikasinya Bagi Negara Berkembang; dan 3) CDM
– Mekanisme Pembangunan Bersih serta Orasi
Ilmiah oleh Prof. Dr. Emil Salim.
Acara yang merupakan bagian dari kegiatan Proyek
Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia
(CCFPI) tersebut diorganisir oleh “IPB Speaks Out”
(komunitas mahasiswa yang memfokuskan diri pada
bidang lingkungan) dan dihadiri oleh lebih dari 75
orang undangan dari berbagai kalangan pemerintah,
perguruan tinggi dan LSM.
Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Dr. Emil Salim membuka
paradigma mengenai pembangunan berkelanjutan
yang bertumpu pada 3 kaki, yaitu keberlanjutan
ekonomi, keberlanjutan sosial dan lingkungan. Tujuan
pembangunan berkelanjutan dapat berjalan baik jika
didekati dengan lima pendekatan, yaitu 1)
menempatkan modal alam sebagai faktor utama; 2)
pendekatan holistic; 3) merubah pola pembangunan
konvensional yang didasarkan pada pasar; 4) prinsip
kehati-hatian dalam penggunaan sumber daya alam;
dan 5) partisipasi masyarakat. (IPB Speaks Out dan
Yus Rusila Noor)
Tanggal 10 Juni 2003, Proyek CCFPI telah
melaksanakan kegiatan Pertemuan Panitia
Pengarah ke-2. Kalau pada pertemuan pertama
dibuka oleh Dirjen PHKA yang saat itu baru
beberapa hari saja menduduki jabatannya (Made
Subadia), maka pada pertemuan kedua inipun juga
dibuka oleh Dirjen PHKA baru, Koes Saparjadi yang
baru saja menempati posisinya.
Kegiatan-Kegiatan CCFPI
hingga Juli 2003
Peringatan
Hari Lingkungan Hidup 2003
Pertemuan Panitia Pengarah CCFPI
- 19Vol. 11 no. 3, Juli 2003Vol. 11 no. 3, Juli 2003 - 19
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Kampanye
Kebakaran Hutan
Pertemuan yang diadakan di
kantor PHKA Jakarta ini dihadiri
oleh wakil dari Kalimantan
Tengah, Jambi/Sumsel dan
WHC dari Kanada. Sayangnya
wakil dari LH tidak bisa hadir
pada waktunya karena
terhalang oleh demonstrasi di
gedung DPR/MPR. Sebagai
peninjau, hadir perwakilan dari
CIDA, WI-IP, Bappeda
Kalimantan Tengah serta
pelaksana Proyek CCFPI.
Pertemuan ini telah menghasil-
kan beberapa keputusan
penting, diantaranya Panitia
Pengarah telah menyetujui
supaya Rencana Kerja CCFPI
tahun 2003 – 2004 dapat segera
dijalankan. CIDA juga telah
menyampaikan penghargaannya
atas pelaksanaan kegiatan
proyek CCFPI untuk periode
2002/03 dan mengusulkan agar
Rencana Kerja CCFPI untuk
tahun 2003 – 2004 dapat segera
dijalankan. (Yus Rusila Noor)
Untuk menumbuhkan kesadaran
di kalangan masyarakat dan
aparat pemerintahan, Pemda
Propinsi Jambi serta instansi
terkait bekerjasama dengan
berbagai LSM melakukan
kegiatan Bulan Kampanye
Kebakaran Hutan selama Bulan
Mei 2003. Kegiatan tersebut
diisi dengan penyuluhan
mengenai pentingnya
pencegahan kebakaran hutan,
termasuk pemasangan spanduk
dan umbul-umbul, lomba lukis,
dan pelatihan penanganan
kebakaran. Kegiatan juga diisi
dengan penyebaran dan
pemasangan poster di beberapa
lokasi strategis di Jambi, cetak
lepas, stiker, dan komik yang
diproduksi oleh Direktorat
Penanggulangan Kebakaran
Hutan, Ditjen PHKA. (Telly K.)
Koordinator CCFPI di
Kalimantan (KSC) terlibat
dalam pemberian materi
Pelatihan Pengelolaan Lahan
Tanpa Bakar Dan Pembakaran
Terkendali Berbasis Masyarakat
bagi PPL dan Pemuka
Masyarakat, yang
diselenggarakan oleh Dinas
Kehutanan Propinsi Kalimantan
Tengah bekerjasama dengan
Lembaga Pengabdian pada
Masyarakat Universitas
Palangka Raya. Acara dilak-
sanakan pada tanggal 7 Mei
2003, bertempat di Asrama Haji
Jl. G.O Bos Palangka Raya.
Pada Kesempatan tersebut
KSC-CCFPI membawakan
topik: “Dampak Kebakaran
Hutan dan Lahan ditinjau dari
Perspektif Ekonomi”. Para
peserta pelatihan sangat
antusias sekali dan terlibat
aktif dalam diskusi dan tanya
jawab saat penyampaian
materi oleh KSC-CCFPI.
Banyak peserta pelatihan yang
mengakui baru menyadari
begitu besar kerugian yang
dialami secara ekonomi akibat
kebakaran hutan setelah KSC-
CCFPI menyajikan angka-
angka aktual
dari
berbagai
sumber.
(Lilia)
Pada tanggal 30 Juni dan 1
Juli 2003 Wetlands Interna-
tional - Indonesia Programme
bekerjasama dengan Dinas
Kehutanan Propinsi Jambi
mengadakan Seminar dan
Lokakarya Tingkat Regional
mengenai “Pengembangan
Proyek Karbon Hutan di Lahan
Gambut untuk Mengatasi
Perubahan Iklim”. Semiloka
ini dihadiri oleh 70 peserta
yang berasal dari unsur
pemerintahan, LSM,
akademisi, tokoh adat, dan
pers dari Propinsi Jambi,
Sumatera Selatan, dan
Kalimantan Tengah.
Acara tersebut diisi dengan
pemaparan rencana strategis
bidang kehutanan di Jambi
serta pelaksanaan kegiatan
proyek CCFPI di Jambi dan
Sumatera Selatan. Pada akhir
kegiatan dilakukan diskusi
kelompok sebagai simulasi
penyusunan PIN (Project Idea
Note) yang merupakan salah
satu langkah awal dalam
pengajuan proposal kegiatan
Proyek Karbon Hutan.
Semiloka tersebut telah
memberikan gambaran dan
wawasan kepada para
stakeholder mengenai
Proyek Karbon Hutan
serta bagaimana cara
penyusunan dan
pengajuannya. (Iwan
Tricahyo Wibisono
dan Yus Rusila Noor)
""
Kegiatan Pelatihan
Pengelolaan Lahan
tanpa Bakar dan
Pembakaran Terkendali
Berbasis Masyarakat
bagi PPL dan Pemuka
Masyarakat
Seminar dan Lokakarya
Tingkat Regional
“Pengembangan Proyek
Karbon Hutan di Lahan
Gambut untuk Mengatasi
Perubahan Iklim”
20 - Warta Konservasi Lahan Basah20 - Warta Konservasi Lahan Basah
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia
PPPPP
erkenalan kami dengan
masyarakat di Desa Muara
Merang dimulai ketika Wahana
Bumi Hijau (WBH) memulai program
pendampingan masyarakat, sekitar
tahun 2000. Sejak awal kami
berinteraksi, terlihat bahwa kemiskinan
dan keterbelakangan warga desa di
sekitar wilayah Hutan Rawa Gambut
Merang - Kepahyang merupakan suatu
fenomena yang berpotensi merusak
hutan. Sebagian besar masyarakat
diketahui memiliki ketergantungan yang
sangat tinggi terhadap sumber daya
hutan.
Sebagaimana hal yang umum dilakukan
oleh rekan-rekan LSM lain, hal pertama
dan utama yang ingin kita gali adalah
potensi dan kemauan masyarakat dalam
menemukan sumber pencaharian lain
yang lebih berkelanjutan dan tidak
melulu mengandalkan kepada sumber
daya hutan. Hal demikian dapat digali
melalui kegiatan partisipatif dalam bentuk
wawancara, pertemuan ataupun
kunjungan ke masyarakat secara
terpisah. Sebelumnya, sebagai
pendatang baru, kami terlebih dulu
harus mengenalkan diri, terutama
kepada pihak yang diperkirakan akan
terkait dengan pelaksanaan program di
lapangan, seperti Kepala Desa dan
perangkat-perangkatnya serta tokoh-
tokoh masyarakat. Langkah selanjutnya
mengidentifikasi tokoh-tokoh masyarakat
yang diperkirakan akan mendukung
program, mendata kelompok-kelompok
yang sudah ada serta menyeleksi
orang-orang lokal yang akan dilibatkan
dalam kegiatan program.
Pada pertemuan tersebut kami mencoba
untuk menggali informasi yang terkait
dengan sejarah desa, peta desa,
kalender musim, potensi sektor
ekonomi masyarakat, serta faktor
kekuatan dan kelemahan masyarakat.
Dari kajian tersebut teridentifikasi
kondisi internal mereka, faktor-faktor
penting yang dapat mengancam atau
yang menjadi potensi untuk
dikembangkan. Sampai tahapan ini,
sebagian masyarakat kemudian
meminta kami untuk membantu
membuat kelompok tani yang
anggotanya adalah mereka sendiri.
Dinamika di lapangan menunjukan
bahwa tidak semua anggota
masyarakat tertarik untuk bergabung
dalam kelompok. Karena ituah, pada
tahap awal disepakati agar hanya
dibentuk 2 kelompok saja, yang
kemudian diberi nama “Kelompok Tani
Sadar Usaha” dan “KelompokTani
Usaha Maju”. Diharapkan kelompok-
kelompok Tani ini selain mengerjakan
kerja rutinnya, juga nantinya dapat
mengatualisasikan diri dalam kerja-
kerja penguatan kelompoknya,
sehingga secara mandiri dapat
mengimplementasikan usaha-usaha
perlindungan kawasan hutan rawa
gambut, disamping memperoleh
sumber mata pencaharian yang lebih
layak dan lestari.
Sebagian besar anggota kelompok
pada awalnya masih gagap dalam hal
pengelolaan administrasi kelompok.
Untuk itulah kami bekerjasama dengan
berbagai pihak untuk memberikan
pelatihan kepada masyarakat dibidang
kesadaran berkelompok atau
berorganisasi, keterampilan mengelola
administrasi kelompok, manajemen
organisasi, kepemimpinan, dan
kemudian dikembangkan kearah
praktek pertanian organik. Untuk saling
bertukar pengalaman mengenai kegiatan
yang dilaksanakan oleh kelompok tani di
wilayah lain, kami membawa sebagian
anggota masyarakat berkunjung ke
kelompok tani di wilayah lain tersebut.
Kenyataan di lapangan, kegiatan
pendampingan tidaklah semulus seperti
yang diuraikan diatas. Berbagai kendala
dan keterbatasan kerap kami temui,
terutama pada awal pelaksanaan
program. Seringkali program yang kami
“jual” tidak terlalu ditanggapi oleh
masyarakat. Banyak diantara mereka
yang menaruh curiga dan bersikap hati-
hati, karena pengalaman mereka yang
pernah dikecewakan oleh tawaran dan
bantuan proyek oleh beberapa yayasan
atau LSM pada waktu lampau.
Masyarakat juga sering meminta contoh
keberhasilan program sebelum betul-
betul mau terlibat. Kondisi seperti ini
rasanya umum ditemui oleh para
pendamping di lapangan. Di satu sisi
kondisi ini bisa meruntuhkan semangat
pendampingan, namun disisi lain justru
menguatkan tekad untuk berbuat yang
terbaik bagi keberhasilan program. Lebih
penting lagi untuk dapat memberikan
sesuatu yang dapat diterima dengan baik
oleh masyarakat yang kami dampingi.
Terlalu dini untuk menilai apakah
program yang kami laksanakan bisa
dikatakan berhasil atau gagal, karena
belum ada parameter ekonomi dan
konservasi yang layak ukur, tetapi
secara psikologis, keeratan sosial yang
terjalin dengan masyarakat setempat
serta dukungan sebagian masyarakat
semakin mendorong kami untuk terus
tinggal dan bekerja bersama masyarakat.
""
Berkumpul merumuskan dan memecahkan masalah bersama
masyarakat (Foto: Yus Rusila Noor/Dok. CCFPI)
Pengalaman
Mendampingi Petani di
Desa Muara Merang,
Sumatera Selatan
Oleh:
Yoel Hendrawan/WBH
- 21Vol. 11 no. 3, Juli 2003Vol. 11 no. 3, Juli 2003 - 21
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia
..... bersambung ke halaman 23
Reduksi AsapReduksi AsapReduksi AsapReduksi AsapReduksi Asap melalui Pemanfaatan
Bahan Bakar menjadi Briket Arang dan
Pupuk Organik di Lahan GambutLahan GambutLahan GambutLahan GambutLahan Gambut
Oleh:
Dr. Bambang Hero Saharjo
B
iomass burning
(pembakaran biomasa)
merupakan salah satu
sumber utama dari gas-gas dan
partikel aerosol yang berperan penting
dalam kimia troposfir dan iklim. Makin
besar biomasa yang terbakar maka
makin besar pula peluang gas-gas
yang dihasilkan. Gas-gas yang
dihasilkan dari biomass burning meliputi
gas rumah kaca, gas-gas kimia aktif,
CH3
Cl dan CH3
Br (yang dapat
menyebabkan perubahan bahan-
bahan kimia dari ozon di stratosfir)
serta partikel bahan. Dengan
meningkatnya gas-gas ini tentu saja
akan mengganggu komponen-
komponen lain dari proses-proses
yang berjalan di bumi. Untuk itu maka
kegiatan pembakaran limbah vegetasi
yang selama ini telah merusak
lingkungan akan mengganggu
kehidupan manusia maupun mahluk
hidup lainnya melalui perusakan faktor-
faktor lingkungan.
Di hutan sekunder maupun lahan
gambut, limbah vegetasi mempunyai
potensi menjadi bahan bakar cukup
besar bahkan dapat mencapai lebih
dari 100 ton/ha dimana di dalamnya
terdapat serasah, cabang-cabang, log
dan sebagainya.
Salah satu upaya untuk menekan
bertambahnya limbah vegetasi tersebut
selain melalui pengelolaan hutan yang
dilaksanakan dengan benar juga
kegiatan lain berupa pemanfaatan
limbah vegetasi menjadi pupuk organik/
kompos dan briket arang.
Pembuatan pupuk organik merupakan
contoh teknologi tepat guna yang
telah banyak dipraktekkan oleh
berbagai lapisan masyarakat.
Kegiatan ini umumnya memanfaatkan
limbah pemukiman dan dilakukan
dalam skala kecil. Dengan
berkembangnya kesadaran akan
pengelolaan kehutanan berwawasan
lingkungan maka pembuatan kompos
akan sangat diperlukan, khususnya
dalam hal persiapan bahan tanaman.
Demplot percobaan yang dibangun di
Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai
Raya, Kabupaten Pontianak, atas
kerjasama antara Laboratorium
Kebakaran Hutan dan Lahan dengan
Direktorat Penanggulangan
Kebakaran Hutan Departemen
Kehutanan merupakan daerah
sumber asap di seputar Bandara
Supadio yang berasal dari penyiapan
lahan dengan menggunakan api untuk
kegiatan pertanian di lahan gambut
(hemik). Bahan bakar yang terdapat
di lokasi demplot Desa Kuala Dua
sebagian besar di dominasi oleh pakis
dan tumbuhan bawah, disamping
terdapat pula tunggak pohon dan
pohon berdiameter sekitar 10 cm.
Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa potensi bahan bakar (yang
juga merupakan bahan baku
pembuatan briket arang dan kompos)
di lokasi demplot tersebut rata-rata 44
ton/ha. Dengan potensi bahan bakar
sebesar ini ditambah lagi tipe
gambutnya adalah hemik yang berarti
dekomposisinya belum sempurna,
maka sudah dapat dipastikan bahwa
asap yang akan dihasilkan cukup
tinggi terutama gas rumah kacanya
(CO2
, CO, CH4
dan N2
O) karena
dihasilkan dari pembakaran tidak
sempurna.
Berdasarkan perhitungan yang
dilakukan dengan menggunakan
formula Seiler dan Crutzen (1980)
membuktikan bahwa emisi gas rumah
kaca yang seharusnya dilepaskan
seandainya bahan bakar di lokasi
demplot bergambut hemik yang
berpotensi 44 ton/ha adalah 3,465
ton CO2
; 0,036 ton CH4
; 0,0014 ton
Nox; 0.044 ton NH3;
0,0367 ton O3
dan 0,641 ton CO serta 0.77 ton
partikel. Namun hal itu tidak terjadi
karena bahan bakar yang
seharusnya dibakar tersebut telah
dimanfaatkan menjadi briket arang dan
pupuk organik serta pakan ternak.
Dapat kita bayangkan bila ribuan
bahkan jutaan ton bahan bakar yang
seharusnya dibakar tersebut kita
manfaatkan. Ini berarti bahwa upaya
pengurangan emisi gas dengan tanpa
menggunakan api dalam penyiapan
lahan berhasil dilaksanakan disamping
mengurangi dampak lingkungan
terutama asap dan perusakan lahan
(gambut).
Berdasarkan hasil penelitian melalui
penyiapan lahan tanpa bakar
dengan memanfaatkan bahan bakar
yang biasanya dibakar tersebut
menjadi briket arang dan pupuk
organik dapat ditarik beberapa
kesimpulan sbb:
1. Dengan tidak terbakarnya bahan
bakar dengan potensi 44 ton/ha
tersebut maka dapat menahan laju
emisi gas-gas rumah kaca dan
partikel yaitu: 3,465 ton CO2
0,036 ton CH4; 0,0014 ton NOx;
0,0367 ton NH3 dan 0,641 ton
O3 serta 0,77 ton partikel.
22 - Warta Konservasi Lahan Basah22 - Warta Konservasi Lahan Basah
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia
SSSSS
alah satu lokasi kegiatan
Proyek CCFPI terletak di
Desa Muara Merang,
Kecamatan Bayung Lincir, Kabupaten
Musi Banyuasin. Desa ini terbagi
menjadi tiga buah dusun, yaitu Dusun
Bakung, Dusun Bina Desa dan Dusun
Kepahyang. Masyarakat yang
mendiami ketiga dusun tersebut sangat
heterogen. Selain masyarakat setempat
yang berasal dari Sumatera Selatan
dan Jambi, juga banyak masyarakat
pendatang yang berasal dari Jawa
dan Sulawesi. Saat ini, sebagian besar
anggota masyarakat (>80%)
menggantungkan kehidupannya pada
usaha mencari kayu (membalok),
sementara yang lainnya berusaha
dibidang pertanian, menjadi buruh
perusahaan atau menjadi nelayan.
Letak Desa Muara Merang sangat
strategis karena terletak pada muara
dua anak sungai Lalan (Sungai Merang
dan Sungai Kepahyang) yang
menghubungkannya ke hutan, sehingga
menjadi lalu lintas penting bagi
pengambilan hasil hutan. Pada sekitar
tahun 1950-an, Desa Muara Merang
sebenarnya hanya menjadi tempat
persinggahan masyarakat lokal dalam
mengambil hasil hutan non-kayu
(terutama rotan) dan ikan (bekarang).
Perkembangan jumlah penduduk serta
tuntutan ekonomi menggiring sebagian
masyarakat untuk menetap disana. Hal
ini berjalan sejak awal tahun 1960-an.
Pada tahun 1970-an kehidupan
masyarakat mulai mengalami
perubahan seiring dengan
berkembangnya kegiatan HPH.
Mereka berbondong-bondong pindah
ke usaha pengambilan kayu,
sementara usaha perikanan dan
pengambilan hasil hutan non-kayu
mulai ditinggalkan. Masyarakatpun
mulai terikat dengan pola kehidupan
yang konsumtif. Setelah masa izin
HPH di kawasan Desa Muara
Merang habis pada tahun 1999,
masyarakat berduyun-duyun
merambah hutan ex. HPH ini dengan
dimodali oleh pengusaha perkayuan
lokal, dan kemudian diperparah oleh
masyarakat luar (pendatang baru)
yang mulai berdatangan untuk
mengeksploitasi hasil hutan kayu
tersebut. Akibatnya kawasan ini terus
mengalami degradasi dan deforestasi,
bahkan sangat dikhawatirkan
kemudian akan merambah kawasan
Taman Nasional Sembilang serta
Taman Nasional Berbak. Kawasan
pengambilan kayu mereka memang
merupakan mintakat penyangga dari
kedua Taman Nasional tersebut.
Sungai Merang sebenarnya telah
diidentifikasi sebagai satu-satunya
kawasan gambut terakhir yang tersisa di
Sumatera Selatan yang masih produktif
dalam menjaga ekosistem di dalamnya,
termasuk habitat bagi Buaya Sinyulong
(Tomistoma schelegelli) yang kondisinya
terancam punah (IUCN, 2001). Gambut
tersebar di dua lokasi utama, di
sepanjang Sungai Merang bagian hulu
dan sepanjang Sungai Kepahyang.
Kondisi tutupan (kanopi) di lokasi Sungai
Merang masih cukup alami, didominasi
vegetasi dari family Dipterocarpaceae
dengan ketebalan gambut sekitar 30 –
200 cm. Status kawasan hutan gambut
adalah sebagai Hutan Produksi Tetap,
sementara bagian hilir Sungai Merang
dan Kepahyang sebagian besar dimiliki
oleh masyarakat. Terdapat kekhawatiran
jika kegiatan perusakan masih terus
berlangsung, maka hal tersebut akan
merusak kawasan hutan gambut.
Kegiatan Proyek CCFPI saat ini
dititikberatkan untuk membantu
masyarakat merehabilitasi lahan yang
mereka miliki dengan penanaman pohon
bernilai ekonomis. Sementara untuk
kawasan hutan gambut, usaha dilakukan
untuk mengembangkan suatu
pengelolaan bersama (collaborative
management) terhadap kawasan
tersebut, sehingga jasa lingkungan yang
selama ini disediakan oleh alam bisa
berlangsung terus. ""
Mengenal Lokasi Kegiatan: Desa Muara Merang
Oleh: Yoel Hendrawan (WBH)
RumahpendudukdisepanjangS.Merang
(YusRusilaNoor/Dok.CCFPI)
- 23Vol. 11 no. 3, Juli 2003Vol. 11 no. 3, Juli 2003 - 23
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia
..... Sambungan dari halaman 21
Reduksi Asap melalui Pemanfaatan Bahan Bakar ................
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Pantun
By: Deddy
Ramin, Meranti dan Jelutung
Hutan, Pantai dan Lautan
Jika Manusia ingin Beruntung
Mari Bersama menjaga HutanBuah Pisang, Bunga angsana
Tumbuh subur dipinggir rawang
Menebang hutan secara Bijaksana
Alamat baik untuk Generasi MendatangPantun Kilat
Ubi Rambat dalam peti,
Hutan lebat senanglah hatiHutan Gambut, hutan rawo
kenyang perut pacak ketawo
Kondisi pada saat penyiapan lahan dengan pembakaran
tengah dilakukan
2. Dengan adanya pembakaran
bahan bakar dengan potensi 44
ton/ha tersebut maka akan timbul
masalah asap lebih lagi pada
lahan gambut yang berdampak
pada kesehatan dan lingkungan
(global climate change) serta
hubungan antar negara.
3. Dengan adanya pembakaran
bahan bakar dengan potensi 44
ton/ha tersebut maka akan terjadi
perusakan gambut, yang untuk
memulihkannya kembali diperlukan
waktu ribuan tahun serta dana
yang tidak sedikit berkisar antara
Rp.150-250 juta per ha lahan
yang rusak. (10 cm saja gambut
terbakar setara dengan
penghilangan masa pakai lahan
selama 15 tahun)
4. Dengan adanya pembakaran
bahan bakar dengan potensi 44
ton/ha tersebut akan
mengakibatkan terbakarnya/
hilangnya biota tanah, jamur,
bakteri dan plasma nutfah yang
belum diketahui peranan dan
fungsinya.
5. Dengan tanpa pembakaran maka
bahan bakar tersebut dapat
dimanfaatkan contohnya sebagai
briket arang dan kompos yang
mempunyai nilai jual sehingga
memberi pemasukan bagi petani.
6. Penyiapan lahan dengan tanpa
bakar membutuhkan dana yang
lebih besar dari pada penyiapan
lahan dengan pembakaran,
namun biaya tersebut sangat kecil
bila dibandingkan dengan biaya
pemulihan kerusakan yang harus
dikeluarkan yang berkisar antara
Rp.150-250 juta per ha lahan
yang rusak. Pembakaran bahan
bakar hanya menguntungkan
sesaat bagi pertumbuhan tanaman
yang berasal dari abu hasil
pembakaran tetapi lebih banyak
dampak negatifnya yaitu mulai dari
asap yang dihasilkan hingga ke
perusakan gambut itu sendiri serta
hubungan antar negara.
Hasil uji coba pembangunan demplot
pembuatan briket arang dan pupuk
organik dengan menggunakan bahan
bakar yang biasanya dibakar terbukti
dapat menekan laju emisi gas rumah
kaca serta partikel, mengurangi
perusakan terhadap gambut serta
memberikan pendapatan bagi para
pembuat produk tersebut. Namun
yang lebih penting lagi adalah
menciptakan kualitas lingkungan yang
lebih baik dari biasanya. ""
Kepala Laboratorium Kebakaran
Hutan dan Lahan
Fakultas Kehutanan IPB, BOGOR
24 - Warta Konservasi Lahan Basah24 - Warta Konservasi Lahan Basah
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia
Lokakarya Pengelolaan Lahan Gambut BerkelanjutanLokakarya Pengelolaan Lahan Gambut BerkelanjutanLokakarya Pengelolaan Lahan Gambut BerkelanjutanLokakarya Pengelolaan Lahan Gambut BerkelanjutanLokakarya Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan
[suatu kajian terhadap keberhasilan dan kegagalan]
Bogor 13 - 14 Oktober 2003
Lahan gambut tropis di seluruh dunia meliputi areal seluas 40 juta ha dan
50% (20 Juta ha) di antaranya terdapat di Indonesia (yaitu di Sumatera,
Kalimantan, Papua dan sedikit di Sulawesi). Lahan gambut memiliki
beberapa nilai penting, baik yang bersifat ekstraktif maupun non-ekstraktif.
Sebagai bahan ekstraktif, gambut dapat dimanfaatkan sebagai bahan
energi (misal arang briket), diambil asam humatnya, media semai dan
media untuk reklamasi lahan kering. Sedangkan sebagai bahan non-
ekstraktif ia dapat berfungsi sebagai habitat pendukung keanekaragaman
hayati, sebagai lahan kehutanan, perkebunan, dan pertanian. Selain itu
karena kemampuannya menyimpan air yang sangat besar (90% dari
volume) maka lahan gambut dapat diharapkan berfungsi sebagai
pengatur tata air bagi kawasan sekitarnya (yaitu mencegah banjir dan
intrusi air laut). Dalam satu dekade belakangan ini, terutama sejak
merebaknya isu perubahan iklim akibat adanya emisi gas-gas rumah
kaca (diantaranya CO2) ke atmosfer, maka perhatian terhadap peranan
lahan gambut sebagai penyerap dan penyimpan karbon mulai mendapat
perhatian yang luas oleh masyarakat dunia. Khususnya pada ahir tahun
1990-an dimana peristiwa kebakaran hutan dan lahan (termasuk gambut)
menjadi suatu fenomena yang sangat memprihatinkan.
Dengan mengetahui manfaat dan peranan lahan gambut yang sedemikian
pentingnya, baik di tingkat lokal, nasional maupun global, maka
pengelolaan lahan gambut secara bijaksana dan berkelanjutan harus
segera dilakukan. Aspek-aspek pengelolaan yang perlu segera
ditangani, diantaranya meliputi kegiatan-kegiatan di sektor: (a) pertanian
dan kehutanan, (b) penanggulangan kebakaran, (c) rehabilitasi di lahan
bekas terbakar maupun lahan tidur/terlantar dan (d) pengaturan tata air
di lahan gambut (termasuk diantaranya kegiatan penutupan kanal).
FORMULIR PENDAFTARAN
Lokakarya Pengelolaan Lahan Gambut Secara Bijaksana dan Berkelanjutan di Indonesia
(Tanggal: 13-14 Oktober, 2003)
Nama :
Jabatan / Posisi :
Nama Organisasi :
Alamat :
Nomor Telepon : Nomor Fax : E-mail :
Saya akan menghadiri Lokakarya tentang Pengelolaan Lahan Gambut Secara Bijaksana dan Berkelanjutan di Indonesia
pada tanggal 13-14 Oktober, 2003 sebagai
PESERTA BIASA ##### PEMBAWA MAKALAH ##### (beri tanda √√√√√ pada kotak yang dipilih)
Makalah yang akan saya sampaikan berjudul:
..........................................................................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................................................................
(Mohon ringkasan makalah dapat dikirmkan kepada panitia penyeleggara sebelum tanggal 27 September, 2003 dan
Makalah lengkap sebelum 5 Oktober 2003)
Untuk memperoleh masukan-masukan dalam rangka menggali/
mengumpulkan dan membahas berbagai pengalaman tentang
keberhasilan dan/atau kegagalan mengelola lahan gambut di
Indonesia (juga dari Negara lain), maka proyek CCFPI
(Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia) yang
dibiayai oleh Dana Pembangunan dan Perubahan Iklim
Kanada - CIDA akan menyelenggakan lokakarya :
Judul : Pengelolaan Lahan Gambut Secara
Bijaksana dan Berkelanjutan di Indonesia
[kajian terhadap kegagalan dan
keberhasilan pengelolaan].
Tempat : Hotel Pangrango II Jl Raya Padjajaran
No. 32 Bogor, Indonesia
Tanggal : 13 dan 14 Oktober 2003
Bagi para peneliti, akademisi, praktisi lapangan dan pihak-pihak
lain yang berminat hadir dalam lokakarya di atas mohon agar
segera mengisi dan mengirimkan formulir di bawah ini kepada.
Wetlands International – Indonesia Programme
P.O. Box 254/BOO, Bogor 16002
Telp. 0251-312189; Fax 0251-325755
E-mail : sec_ccfpi@wetlands.or.id atau nyoman@wetlands.or.id
[catatan : bagi para pembawa makalah kehadirannya akan
sepenuhnya dibiayai oleh Proyek CCFPI. Untuk peserta
biasa, hanya ditanggung biaya makan dan penginapan]

More Related Content

What's hot

Modul pengembangan kemaritiman daerah pesisir
Modul pengembangan  kemaritiman daerah pesisirModul pengembangan  kemaritiman daerah pesisir
Modul pengembangan kemaritiman daerah pesisirIsmail Ahmad
 
Kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan lautan
Kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan lautanKebijakan pembangunan wilayah pesisir dan lautan
Kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan lautanPepen Mahale
 
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Fitri Indra Wardhono
 
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabayaPengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabayasuningterusberkarya
 
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANDevi Ningsih
 
Pesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRsuningterusberkarya
 
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisirAry Ajo
 
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!jong arsitek
 
Makalah Lingkungan Hidup (ARISKA COMPNET)
Makalah Lingkungan Hidup (ARISKA COMPNET)Makalah Lingkungan Hidup (ARISKA COMPNET)
Makalah Lingkungan Hidup (ARISKA COMPNET)ARISKA COMPNET
 
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu IPengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu ICanny Nainggolan
 
Makalah pengelolaan sumber daya alam dengan baik dan bijaksana
Makalah pengelolaan sumber daya alam dengan baik dan bijaksanaMakalah pengelolaan sumber daya alam dengan baik dan bijaksana
Makalah pengelolaan sumber daya alam dengan baik dan bijaksanaOperator Warnet Vast Raha
 
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Mujiyanto -
 
lingkungan dan permasalahannya
lingkungan dan permasalahannyalingkungan dan permasalahannya
lingkungan dan permasalahannyaAprilia Hapsari
 
Bab 32 -20090202204616__1756__33
Bab 32 -20090202204616__1756__33Bab 32 -20090202204616__1756__33
Bab 32 -20090202204616__1756__33ogipongtuluran
 
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...Asramid Yasin
 

What's hot (20)

Modul pengembangan kemaritiman daerah pesisir
Modul pengembangan  kemaritiman daerah pesisirModul pengembangan  kemaritiman daerah pesisir
Modul pengembangan kemaritiman daerah pesisir
 
Kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan lautan
Kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan lautanKebijakan pembangunan wilayah pesisir dan lautan
Kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan lautan
 
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
 
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabayaPengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
 
Makalah masalah lingkungan hidup
Makalah masalah lingkungan hidupMakalah masalah lingkungan hidup
Makalah masalah lingkungan hidup
 
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
 
Pesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 01 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
 
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
 
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
 
Review pesisir dan laut
Review pesisir dan lautReview pesisir dan laut
Review pesisir dan laut
 
Makalah Lingkungan Hidup (ARISKA COMPNET)
Makalah Lingkungan Hidup (ARISKA COMPNET)Makalah Lingkungan Hidup (ARISKA COMPNET)
Makalah Lingkungan Hidup (ARISKA COMPNET)
 
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu IPengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
 
Makalah pengelolaan sumber daya alam dengan baik dan bijaksana
Makalah pengelolaan sumber daya alam dengan baik dan bijaksanaMakalah pengelolaan sumber daya alam dengan baik dan bijaksana
Makalah pengelolaan sumber daya alam dengan baik dan bijaksana
 
188 395-1-pb
188 395-1-pb188 395-1-pb
188 395-1-pb
 
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
 
lingkungan dan permasalahannya
lingkungan dan permasalahannyalingkungan dan permasalahannya
lingkungan dan permasalahannya
 
Bab 32 -20090202204616__1756__33
Bab 32 -20090202204616__1756__33Bab 32 -20090202204616__1756__33
Bab 32 -20090202204616__1756__33
 
pwp
pwppwp
pwp
 
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
 
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
 

Similar to Vol 11 No 3 (Jul-Sep 2003)

Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2Febie Yandra
 
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutRpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutwalhiaceh
 
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...Analyst of Water Resources Management
 
Makalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutanMakalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutanhenengsuseno
 
Perubahan iklim dan peran hutan diki warsi
Perubahan iklim dan peran hutan diki warsiPerubahan iklim dan peran hutan diki warsi
Perubahan iklim dan peran hutan diki warsihutanindonesia
 
article-asia pacific forest carbon training
article-asia pacific forest carbon trainingarticle-asia pacific forest carbon training
article-asia pacific forest carbon trainingRini Sucahyo
 
Jenis - Jenis Perubahan Hutan (Pengetahuan Lingkungan) by Muhammad Kennedy
Jenis - Jenis Perubahan Hutan (Pengetahuan Lingkungan) by Muhammad KennedyJenis - Jenis Perubahan Hutan (Pengetahuan Lingkungan) by Muhammad Kennedy
Jenis - Jenis Perubahan Hutan (Pengetahuan Lingkungan) by Muhammad KennedyMuhammad Kennedy Ginting
 
Makalah MPKT B - Peran Masyarakat dalam Pelestarian Lahan Gambut
Makalah MPKT B - Peran Masyarakat dalam Pelestarian Lahan GambutMakalah MPKT B - Peran Masyarakat dalam Pelestarian Lahan Gambut
Makalah MPKT B - Peran Masyarakat dalam Pelestarian Lahan GambutAlfian Isnan
 
essay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertas
essay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertasessay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertas
essay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertasKaitoDExcel
 
Presentasi hukum lingkungan
Presentasi hukum lingkunganPresentasi hukum lingkungan
Presentasi hukum lingkunganYuli Aulia
 
5 Pilar Kelayakan Green Property
5 Pilar Kelayakan Green Property5 Pilar Kelayakan Green Property
5 Pilar Kelayakan Green PropertyGreen Warrior
 
Makalah PBL 2 - Rehabilitasi Bencana Tanah Longsor di Puncak, Cisarua
Makalah PBL 2 - Rehabilitasi Bencana Tanah Longsor di Puncak, CisaruaMakalah PBL 2 - Rehabilitasi Bencana Tanah Longsor di Puncak, Cisarua
Makalah PBL 2 - Rehabilitasi Bencana Tanah Longsor di Puncak, CisaruaAlfian Isnan
 
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiMakalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiJackAbidin
 

Similar to Vol 11 No 3 (Jul-Sep 2003) (20)

Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
 
Kkp
KkpKkp
Kkp
 
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutRpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
 
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
 
Makalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutanMakalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutan
 
7. kelestarian lingkungan
7. kelestarian lingkungan7. kelestarian lingkungan
7. kelestarian lingkungan
 
Perubahan iklim dan peran hutan diki warsi
Perubahan iklim dan peran hutan diki warsiPerubahan iklim dan peran hutan diki warsi
Perubahan iklim dan peran hutan diki warsi
 
article-asia pacific forest carbon training
article-asia pacific forest carbon trainingarticle-asia pacific forest carbon training
article-asia pacific forest carbon training
 
Jenis - Jenis Perubahan Hutan (Pengetahuan Lingkungan) by Muhammad Kennedy
Jenis - Jenis Perubahan Hutan (Pengetahuan Lingkungan) by Muhammad KennedyJenis - Jenis Perubahan Hutan (Pengetahuan Lingkungan) by Muhammad Kennedy
Jenis - Jenis Perubahan Hutan (Pengetahuan Lingkungan) by Muhammad Kennedy
 
Makalah MPKT B - Peran Masyarakat dalam Pelestarian Lahan Gambut
Makalah MPKT B - Peran Masyarakat dalam Pelestarian Lahan GambutMakalah MPKT B - Peran Masyarakat dalam Pelestarian Lahan Gambut
Makalah MPKT B - Peran Masyarakat dalam Pelestarian Lahan Gambut
 
KEL 1 ANPEL.pptx
KEL 1 ANPEL.pptxKEL 1 ANPEL.pptx
KEL 1 ANPEL.pptx
 
essay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertas
essay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertasessay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertas
essay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertas
 
Presentasi hukum lingkungan
Presentasi hukum lingkunganPresentasi hukum lingkungan
Presentasi hukum lingkungan
 
Jurnal.pdf
Jurnal.pdfJurnal.pdf
Jurnal.pdf
 
Hutan Bakau Kapuk
Hutan Bakau KapukHutan Bakau Kapuk
Hutan Bakau Kapuk
 
5 Pilar Kelayakan Green Property
5 Pilar Kelayakan Green Property5 Pilar Kelayakan Green Property
5 Pilar Kelayakan Green Property
 
Makalah PBL 2 - Rehabilitasi Bencana Tanah Longsor di Puncak, Cisarua
Makalah PBL 2 - Rehabilitasi Bencana Tanah Longsor di Puncak, CisaruaMakalah PBL 2 - Rehabilitasi Bencana Tanah Longsor di Puncak, Cisarua
Makalah PBL 2 - Rehabilitasi Bencana Tanah Longsor di Puncak, Cisarua
 
Alih Fungsi Kawasan
Alih Fungsi KawasanAlih Fungsi Kawasan
Alih Fungsi Kawasan
 
Biologi kelas 1
Biologi kelas 1Biologi kelas 1
Biologi kelas 1
 
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiMakalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
 

More from Yoel Hendrawan

Robohnya Sumatera Kami
Robohnya Sumatera KamiRobohnya Sumatera Kami
Robohnya Sumatera KamiYoel Hendrawan
 
Proposal Pembuatan Tower Wall Climbing
Proposal Pembuatan Tower Wall ClimbingProposal Pembuatan Tower Wall Climbing
Proposal Pembuatan Tower Wall ClimbingYoel Hendrawan
 
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang Adil
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang AdilPolicy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang Adil
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang AdilYoel Hendrawan
 
Dami buku Hutan Desa Muara Merang sains wbh-bahasa
Dami buku Hutan Desa Muara Merang sains wbh-bahasaDami buku Hutan Desa Muara Merang sains wbh-bahasa
Dami buku Hutan Desa Muara Merang sains wbh-bahasaYoel Hendrawan
 
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15Yoel Hendrawan
 
Permasalahan dan Solusi Pemanfaatan Ruang (Spasial) di Sumatera Selatan
Permasalahan dan Solusi Pemanfaatan Ruang (Spasial) di Sumatera SelatanPermasalahan dan Solusi Pemanfaatan Ruang (Spasial) di Sumatera Selatan
Permasalahan dan Solusi Pemanfaatan Ruang (Spasial) di Sumatera SelatanYoel Hendrawan
 

More from Yoel Hendrawan (7)

Robohnya Sumatera Kami
Robohnya Sumatera KamiRobohnya Sumatera Kami
Robohnya Sumatera Kami
 
#SOLUSITANDINGJOKOWI
#SOLUSITANDINGJOKOWI#SOLUSITANDINGJOKOWI
#SOLUSITANDINGJOKOWI
 
Proposal Pembuatan Tower Wall Climbing
Proposal Pembuatan Tower Wall ClimbingProposal Pembuatan Tower Wall Climbing
Proposal Pembuatan Tower Wall Climbing
 
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang Adil
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang AdilPolicy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang Adil
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang Adil
 
Dami buku Hutan Desa Muara Merang sains wbh-bahasa
Dami buku Hutan Desa Muara Merang sains wbh-bahasaDami buku Hutan Desa Muara Merang sains wbh-bahasa
Dami buku Hutan Desa Muara Merang sains wbh-bahasa
 
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15
 
Permasalahan dan Solusi Pemanfaatan Ruang (Spasial) di Sumatera Selatan
Permasalahan dan Solusi Pemanfaatan Ruang (Spasial) di Sumatera SelatanPermasalahan dan Solusi Pemanfaatan Ruang (Spasial) di Sumatera Selatan
Permasalahan dan Solusi Pemanfaatan Ruang (Spasial) di Sumatera Selatan
 

Vol 11 No 3 (Jul-Sep 2003)

  • 1. - 17Vol. 11 no. 3, Juli 2003 Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesia (CCFPI)eatlands in Indonesia (CCFPI)eatlands in Indonesia (CCFPI)eatlands in Indonesia (CCFPI)eatlands in Indonesia (CCFPI) DEWAN REDAKSI Pemimpin Redaksi Yus Rusila Noor Anggota Redaksi Vidya Fitrian IndraArinal Alue Dohong Alamat Kantor Proyek CCFPI: Kalimantan Jl. Teuku Umar No 45 Palangkaraya 73111 Kalimantan Tengah Tel/Fax: 0536-38268 E-mail: alue_dohong@hotmail.com Sumatera Jl. H. Samsoe Bahroem No 28 Rt. 24/VIII, Kelurahan Payo Lebar Kecamatan Jelutung, Jambi 36135 Tel/Fax: 0741-64445 E-mail: ccfpi_ssc@telkom.net Bogor Wetlands International- Indonesia Programme Jl A. Yani No 53 Bogor 16161 P.O. Box 254/BOO, Bogor 16002 Tel: 0251-312189; Tel/Fax: 0251-325755 E-mail: ccfpi@indo.net.id (Foto:Yus Rusila Noor /Dok.CCFPI) SSSSS tephen Wolfram dalam bukunya A new kind of Science (2002) menyebutkan bahwa angka nampaknya telah digunakan manusia beribu tahun yang lalu. Angka dipercayai telah digunakan oleh manusia sejak 3000 tahun sebelum masehi di Babilonia dan Mesir. Lebih lanjut, George Ifrah, yang sering disebut sebagai “Indiana Jones of Arithmetic” dalam bukunya The Universal History of Numbers (2000) juga menyebutkan bahwa penggunaan angka telah mengalami perkembangan panjang dari jaman pra-sejarah hingga pemanfaatan yang sangat canggih di Silicon Valley. Meskipun dalam kehidupan modern angka lebih diidentikan dengan sistem penghitungan yang ruwet dan canggih, tetapi pada saat yang sama sebagian umat manusia juga masih menggiring angka ke dunia mitos. Etnis tertentu, misalnya, masih mempercayai bahwa angka tertentu lebih “sakti” dibanding angka lainnya. Bagi keperluan tertentu, angka sering digunakan untuk merepresentasikan suatu kondisi tertentu. Indonesia, misalnya, dikenal sebagai kawasan Megabiodiversity, karena rentetan angka kekayaan alamnya. Indonesia merupakan rumah dari 1530-an jenis burung, 11% jenis tumbuhan dan 10% jenis-jenis mammalia di dunia. Indonesia juga memiliki areal Mangrove terluas di dunia, sekitar 3,5 juta hektar (1996) serta Hutan gambut Tropis terluas di dunia, sekitar 16 juta hektar. Angka juga sering digunakan sebagai “senjata” untuk menunjukan bagaimana suatu bentang alam tertentu memiliki nilai penting. Contohnya adalah Lahan/Hutan Gambut. Dalam fungsinya sebagai penyimpan air, lahan gambut dapat menyimpan air sebanyak 0,8 – 0,9 m3 / m3 . Sementara itu, gambut yang terbentuk 5.000 – 10.000 tahun yang lalu, dipercaya menyimpan 329 – 525 Giga ton Karbon (C) atau 15 – 35% C terestrial yang ada di muka bumi, dimana sekitar 46 Giga ton diantaranya tersimpan di lahan gambut Indonesia. Ini berarti setiap hektar lahan gambut Indonesia dengan kedalaman 10 meter menyimpan 5.800 ton C, atau lebih dari 10 kali lipat kemampuan hutan dataran kering yang menyimpan 300 – 500 ton per hektar. [1 Giga ton = 1000 juta ton] Dalam kesempatan lain, angka juga sering digunakan sebagai alat untuk menunjukan bagaimana kerakusan manusia telah mengendarai bumi ini menuju ke arah yang lebih tidak menyenangkan. Meminjam data dari Forest Watch Indonesia, dinyatakan bahwa Indonesia telah kehilangan hutannya dari 162 juta hektar menjadi 98 juta hektar dalam kurun waktu 50 tahun sejak tahun 1950. Pada tahun 1980-an laju penebangan sekitar 1 juta hektar per tahun, yang kemudian meningkat menjadi 1,7 juta hektar per tahun pada awal 1990- an, dan kemudian bahkan meningkat lagi menjadi 2 juta per tahun 1996. INFORM bahkan menggambarkan bahwa setiap menit Indonesia kehilangan hutan seluas 6 kali lapangan sepak bola. Tak heran jika diperkirakan pada tahun 2005 hutan Sumatera akan hilang, disusul dengan Kalimantan pada tahun 2010. Hasil penghitungan Proyek CCFPI bahkan menunjukan bahwa selama 10 tahun terakhir jumlah kandungan C dalam gambut di Sumatera (umumnya terdapat di pesisir timur Sumatera) telah menurun sebanyak 4 miliar ton, dari 22 Giga ton pada tahun 1990 menjadi 18 Giga ton pada tahun 2002. Itu artinya, jika tidak ada penanganan yang baik, hitungan kasar menunjukan cadangan C yang tersisa itupun akan habis dalam kurun 50 tahun. Hilangnya gambut di Sumatera nantinya dapat diramalkan bahwa air laut akan masuk jauh ke daratan sebelah timur Sumatera dan banyak kota-kota besar di pesisir akan kesulitan air tawar. Pertanyaannya kemudian, seberapa pedulikah kita pada angka-angka tersebut? Akankah kita membiarkan anak-cucu kita kemudian berkutat dengan angka-angka mitos yang bercerita bahwa kekayaan alam Indonesia pernah memiliki angka sekian dan sekian, lalu hanya tersisa sekian dan sekian? Adalah amanah yang dibebankan ke pundak kita, sebagai Khalifah, untuk mewariskan data-data angka, sedemikian rupa, sehingga membuat bumi yang hanya satu-satunya ini menjadi lebih nyaman untuk ditinggali. Insya Allah. (Yus Rusila Noor) "" SEBERAPA BERARTIKAH ANGKA BAGI KITA? Vol. 11 no. 3, Juli 2003 - 17
  • 2. 18 - Warta Konservasi Lahan Basah18 - Warta Konservasi Lahan Basah Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup 2003, Sabtu, 7 juni 2003, Wetlands International - Indonesia Programme bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor menyelenggarakan Peluncuran Buku Seri Perubahan Iklim karya Prof. Dr. Daniel Murdiyarso: 1) Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi perubahan Iklim; 2) Protokol Kyoto – Implikasinya Bagi Negara Berkembang; dan 3) CDM – Mekanisme Pembangunan Bersih serta Orasi Ilmiah oleh Prof. Dr. Emil Salim. Acara yang merupakan bagian dari kegiatan Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia (CCFPI) tersebut diorganisir oleh “IPB Speaks Out” (komunitas mahasiswa yang memfokuskan diri pada bidang lingkungan) dan dihadiri oleh lebih dari 75 orang undangan dari berbagai kalangan pemerintah, perguruan tinggi dan LSM. Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Dr. Emil Salim membuka paradigma mengenai pembangunan berkelanjutan yang bertumpu pada 3 kaki, yaitu keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial dan lingkungan. Tujuan pembangunan berkelanjutan dapat berjalan baik jika didekati dengan lima pendekatan, yaitu 1) menempatkan modal alam sebagai faktor utama; 2) pendekatan holistic; 3) merubah pola pembangunan konvensional yang didasarkan pada pasar; 4) prinsip kehati-hatian dalam penggunaan sumber daya alam; dan 5) partisipasi masyarakat. (IPB Speaks Out dan Yus Rusila Noor) Tanggal 10 Juni 2003, Proyek CCFPI telah melaksanakan kegiatan Pertemuan Panitia Pengarah ke-2. Kalau pada pertemuan pertama dibuka oleh Dirjen PHKA yang saat itu baru beberapa hari saja menduduki jabatannya (Made Subadia), maka pada pertemuan kedua inipun juga dibuka oleh Dirjen PHKA baru, Koes Saparjadi yang baru saja menempati posisinya. Kegiatan-Kegiatan CCFPI hingga Juli 2003 Peringatan Hari Lingkungan Hidup 2003 Pertemuan Panitia Pengarah CCFPI
  • 3. - 19Vol. 11 no. 3, Juli 2003Vol. 11 no. 3, Juli 2003 - 19 Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Kampanye Kebakaran Hutan Pertemuan yang diadakan di kantor PHKA Jakarta ini dihadiri oleh wakil dari Kalimantan Tengah, Jambi/Sumsel dan WHC dari Kanada. Sayangnya wakil dari LH tidak bisa hadir pada waktunya karena terhalang oleh demonstrasi di gedung DPR/MPR. Sebagai peninjau, hadir perwakilan dari CIDA, WI-IP, Bappeda Kalimantan Tengah serta pelaksana Proyek CCFPI. Pertemuan ini telah menghasil- kan beberapa keputusan penting, diantaranya Panitia Pengarah telah menyetujui supaya Rencana Kerja CCFPI tahun 2003 – 2004 dapat segera dijalankan. CIDA juga telah menyampaikan penghargaannya atas pelaksanaan kegiatan proyek CCFPI untuk periode 2002/03 dan mengusulkan agar Rencana Kerja CCFPI untuk tahun 2003 – 2004 dapat segera dijalankan. (Yus Rusila Noor) Untuk menumbuhkan kesadaran di kalangan masyarakat dan aparat pemerintahan, Pemda Propinsi Jambi serta instansi terkait bekerjasama dengan berbagai LSM melakukan kegiatan Bulan Kampanye Kebakaran Hutan selama Bulan Mei 2003. Kegiatan tersebut diisi dengan penyuluhan mengenai pentingnya pencegahan kebakaran hutan, termasuk pemasangan spanduk dan umbul-umbul, lomba lukis, dan pelatihan penanganan kebakaran. Kegiatan juga diisi dengan penyebaran dan pemasangan poster di beberapa lokasi strategis di Jambi, cetak lepas, stiker, dan komik yang diproduksi oleh Direktorat Penanggulangan Kebakaran Hutan, Ditjen PHKA. (Telly K.) Koordinator CCFPI di Kalimantan (KSC) terlibat dalam pemberian materi Pelatihan Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar Dan Pembakaran Terkendali Berbasis Masyarakat bagi PPL dan Pemuka Masyarakat, yang diselenggarakan oleh Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah bekerjasama dengan Lembaga Pengabdian pada Masyarakat Universitas Palangka Raya. Acara dilak- sanakan pada tanggal 7 Mei 2003, bertempat di Asrama Haji Jl. G.O Bos Palangka Raya. Pada Kesempatan tersebut KSC-CCFPI membawakan topik: “Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan ditinjau dari Perspektif Ekonomi”. Para peserta pelatihan sangat antusias sekali dan terlibat aktif dalam diskusi dan tanya jawab saat penyampaian materi oleh KSC-CCFPI. Banyak peserta pelatihan yang mengakui baru menyadari begitu besar kerugian yang dialami secara ekonomi akibat kebakaran hutan setelah KSC- CCFPI menyajikan angka- angka aktual dari berbagai sumber. (Lilia) Pada tanggal 30 Juni dan 1 Juli 2003 Wetlands Interna- tional - Indonesia Programme bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Propinsi Jambi mengadakan Seminar dan Lokakarya Tingkat Regional mengenai “Pengembangan Proyek Karbon Hutan di Lahan Gambut untuk Mengatasi Perubahan Iklim”. Semiloka ini dihadiri oleh 70 peserta yang berasal dari unsur pemerintahan, LSM, akademisi, tokoh adat, dan pers dari Propinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Tengah. Acara tersebut diisi dengan pemaparan rencana strategis bidang kehutanan di Jambi serta pelaksanaan kegiatan proyek CCFPI di Jambi dan Sumatera Selatan. Pada akhir kegiatan dilakukan diskusi kelompok sebagai simulasi penyusunan PIN (Project Idea Note) yang merupakan salah satu langkah awal dalam pengajuan proposal kegiatan Proyek Karbon Hutan. Semiloka tersebut telah memberikan gambaran dan wawasan kepada para stakeholder mengenai Proyek Karbon Hutan serta bagaimana cara penyusunan dan pengajuannya. (Iwan Tricahyo Wibisono dan Yus Rusila Noor) "" Kegiatan Pelatihan Pengelolaan Lahan tanpa Bakar dan Pembakaran Terkendali Berbasis Masyarakat bagi PPL dan Pemuka Masyarakat Seminar dan Lokakarya Tingkat Regional “Pengembangan Proyek Karbon Hutan di Lahan Gambut untuk Mengatasi Perubahan Iklim”
  • 4. 20 - Warta Konservasi Lahan Basah20 - Warta Konservasi Lahan Basah Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia PPPPP erkenalan kami dengan masyarakat di Desa Muara Merang dimulai ketika Wahana Bumi Hijau (WBH) memulai program pendampingan masyarakat, sekitar tahun 2000. Sejak awal kami berinteraksi, terlihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan warga desa di sekitar wilayah Hutan Rawa Gambut Merang - Kepahyang merupakan suatu fenomena yang berpotensi merusak hutan. Sebagian besar masyarakat diketahui memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap sumber daya hutan. Sebagaimana hal yang umum dilakukan oleh rekan-rekan LSM lain, hal pertama dan utama yang ingin kita gali adalah potensi dan kemauan masyarakat dalam menemukan sumber pencaharian lain yang lebih berkelanjutan dan tidak melulu mengandalkan kepada sumber daya hutan. Hal demikian dapat digali melalui kegiatan partisipatif dalam bentuk wawancara, pertemuan ataupun kunjungan ke masyarakat secara terpisah. Sebelumnya, sebagai pendatang baru, kami terlebih dulu harus mengenalkan diri, terutama kepada pihak yang diperkirakan akan terkait dengan pelaksanaan program di lapangan, seperti Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya serta tokoh- tokoh masyarakat. Langkah selanjutnya mengidentifikasi tokoh-tokoh masyarakat yang diperkirakan akan mendukung program, mendata kelompok-kelompok yang sudah ada serta menyeleksi orang-orang lokal yang akan dilibatkan dalam kegiatan program. Pada pertemuan tersebut kami mencoba untuk menggali informasi yang terkait dengan sejarah desa, peta desa, kalender musim, potensi sektor ekonomi masyarakat, serta faktor kekuatan dan kelemahan masyarakat. Dari kajian tersebut teridentifikasi kondisi internal mereka, faktor-faktor penting yang dapat mengancam atau yang menjadi potensi untuk dikembangkan. Sampai tahapan ini, sebagian masyarakat kemudian meminta kami untuk membantu membuat kelompok tani yang anggotanya adalah mereka sendiri. Dinamika di lapangan menunjukan bahwa tidak semua anggota masyarakat tertarik untuk bergabung dalam kelompok. Karena ituah, pada tahap awal disepakati agar hanya dibentuk 2 kelompok saja, yang kemudian diberi nama “Kelompok Tani Sadar Usaha” dan “KelompokTani Usaha Maju”. Diharapkan kelompok- kelompok Tani ini selain mengerjakan kerja rutinnya, juga nantinya dapat mengatualisasikan diri dalam kerja- kerja penguatan kelompoknya, sehingga secara mandiri dapat mengimplementasikan usaha-usaha perlindungan kawasan hutan rawa gambut, disamping memperoleh sumber mata pencaharian yang lebih layak dan lestari. Sebagian besar anggota kelompok pada awalnya masih gagap dalam hal pengelolaan administrasi kelompok. Untuk itulah kami bekerjasama dengan berbagai pihak untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat dibidang kesadaran berkelompok atau berorganisasi, keterampilan mengelola administrasi kelompok, manajemen organisasi, kepemimpinan, dan kemudian dikembangkan kearah praktek pertanian organik. Untuk saling bertukar pengalaman mengenai kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok tani di wilayah lain, kami membawa sebagian anggota masyarakat berkunjung ke kelompok tani di wilayah lain tersebut. Kenyataan di lapangan, kegiatan pendampingan tidaklah semulus seperti yang diuraikan diatas. Berbagai kendala dan keterbatasan kerap kami temui, terutama pada awal pelaksanaan program. Seringkali program yang kami “jual” tidak terlalu ditanggapi oleh masyarakat. Banyak diantara mereka yang menaruh curiga dan bersikap hati- hati, karena pengalaman mereka yang pernah dikecewakan oleh tawaran dan bantuan proyek oleh beberapa yayasan atau LSM pada waktu lampau. Masyarakat juga sering meminta contoh keberhasilan program sebelum betul- betul mau terlibat. Kondisi seperti ini rasanya umum ditemui oleh para pendamping di lapangan. Di satu sisi kondisi ini bisa meruntuhkan semangat pendampingan, namun disisi lain justru menguatkan tekad untuk berbuat yang terbaik bagi keberhasilan program. Lebih penting lagi untuk dapat memberikan sesuatu yang dapat diterima dengan baik oleh masyarakat yang kami dampingi. Terlalu dini untuk menilai apakah program yang kami laksanakan bisa dikatakan berhasil atau gagal, karena belum ada parameter ekonomi dan konservasi yang layak ukur, tetapi secara psikologis, keeratan sosial yang terjalin dengan masyarakat setempat serta dukungan sebagian masyarakat semakin mendorong kami untuk terus tinggal dan bekerja bersama masyarakat. "" Berkumpul merumuskan dan memecahkan masalah bersama masyarakat (Foto: Yus Rusila Noor/Dok. CCFPI) Pengalaman Mendampingi Petani di Desa Muara Merang, Sumatera Selatan Oleh: Yoel Hendrawan/WBH
  • 5. - 21Vol. 11 no. 3, Juli 2003Vol. 11 no. 3, Juli 2003 - 21 Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia ..... bersambung ke halaman 23 Reduksi AsapReduksi AsapReduksi AsapReduksi AsapReduksi Asap melalui Pemanfaatan Bahan Bakar menjadi Briket Arang dan Pupuk Organik di Lahan GambutLahan GambutLahan GambutLahan GambutLahan Gambut Oleh: Dr. Bambang Hero Saharjo B iomass burning (pembakaran biomasa) merupakan salah satu sumber utama dari gas-gas dan partikel aerosol yang berperan penting dalam kimia troposfir dan iklim. Makin besar biomasa yang terbakar maka makin besar pula peluang gas-gas yang dihasilkan. Gas-gas yang dihasilkan dari biomass burning meliputi gas rumah kaca, gas-gas kimia aktif, CH3 Cl dan CH3 Br (yang dapat menyebabkan perubahan bahan- bahan kimia dari ozon di stratosfir) serta partikel bahan. Dengan meningkatnya gas-gas ini tentu saja akan mengganggu komponen- komponen lain dari proses-proses yang berjalan di bumi. Untuk itu maka kegiatan pembakaran limbah vegetasi yang selama ini telah merusak lingkungan akan mengganggu kehidupan manusia maupun mahluk hidup lainnya melalui perusakan faktor- faktor lingkungan. Di hutan sekunder maupun lahan gambut, limbah vegetasi mempunyai potensi menjadi bahan bakar cukup besar bahkan dapat mencapai lebih dari 100 ton/ha dimana di dalamnya terdapat serasah, cabang-cabang, log dan sebagainya. Salah satu upaya untuk menekan bertambahnya limbah vegetasi tersebut selain melalui pengelolaan hutan yang dilaksanakan dengan benar juga kegiatan lain berupa pemanfaatan limbah vegetasi menjadi pupuk organik/ kompos dan briket arang. Pembuatan pupuk organik merupakan contoh teknologi tepat guna yang telah banyak dipraktekkan oleh berbagai lapisan masyarakat. Kegiatan ini umumnya memanfaatkan limbah pemukiman dan dilakukan dalam skala kecil. Dengan berkembangnya kesadaran akan pengelolaan kehutanan berwawasan lingkungan maka pembuatan kompos akan sangat diperlukan, khususnya dalam hal persiapan bahan tanaman. Demplot percobaan yang dibangun di Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Pontianak, atas kerjasama antara Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan dengan Direktorat Penanggulangan Kebakaran Hutan Departemen Kehutanan merupakan daerah sumber asap di seputar Bandara Supadio yang berasal dari penyiapan lahan dengan menggunakan api untuk kegiatan pertanian di lahan gambut (hemik). Bahan bakar yang terdapat di lokasi demplot Desa Kuala Dua sebagian besar di dominasi oleh pakis dan tumbuhan bawah, disamping terdapat pula tunggak pohon dan pohon berdiameter sekitar 10 cm. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa potensi bahan bakar (yang juga merupakan bahan baku pembuatan briket arang dan kompos) di lokasi demplot tersebut rata-rata 44 ton/ha. Dengan potensi bahan bakar sebesar ini ditambah lagi tipe gambutnya adalah hemik yang berarti dekomposisinya belum sempurna, maka sudah dapat dipastikan bahwa asap yang akan dihasilkan cukup tinggi terutama gas rumah kacanya (CO2 , CO, CH4 dan N2 O) karena dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan formula Seiler dan Crutzen (1980) membuktikan bahwa emisi gas rumah kaca yang seharusnya dilepaskan seandainya bahan bakar di lokasi demplot bergambut hemik yang berpotensi 44 ton/ha adalah 3,465 ton CO2 ; 0,036 ton CH4 ; 0,0014 ton Nox; 0.044 ton NH3; 0,0367 ton O3 dan 0,641 ton CO serta 0.77 ton partikel. Namun hal itu tidak terjadi karena bahan bakar yang seharusnya dibakar tersebut telah dimanfaatkan menjadi briket arang dan pupuk organik serta pakan ternak. Dapat kita bayangkan bila ribuan bahkan jutaan ton bahan bakar yang seharusnya dibakar tersebut kita manfaatkan. Ini berarti bahwa upaya pengurangan emisi gas dengan tanpa menggunakan api dalam penyiapan lahan berhasil dilaksanakan disamping mengurangi dampak lingkungan terutama asap dan perusakan lahan (gambut). Berdasarkan hasil penelitian melalui penyiapan lahan tanpa bakar dengan memanfaatkan bahan bakar yang biasanya dibakar tersebut menjadi briket arang dan pupuk organik dapat ditarik beberapa kesimpulan sbb: 1. Dengan tidak terbakarnya bahan bakar dengan potensi 44 ton/ha tersebut maka dapat menahan laju emisi gas-gas rumah kaca dan partikel yaitu: 3,465 ton CO2 0,036 ton CH4; 0,0014 ton NOx; 0,0367 ton NH3 dan 0,641 ton O3 serta 0,77 ton partikel.
  • 6. 22 - Warta Konservasi Lahan Basah22 - Warta Konservasi Lahan Basah Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia SSSSS alah satu lokasi kegiatan Proyek CCFPI terletak di Desa Muara Merang, Kecamatan Bayung Lincir, Kabupaten Musi Banyuasin. Desa ini terbagi menjadi tiga buah dusun, yaitu Dusun Bakung, Dusun Bina Desa dan Dusun Kepahyang. Masyarakat yang mendiami ketiga dusun tersebut sangat heterogen. Selain masyarakat setempat yang berasal dari Sumatera Selatan dan Jambi, juga banyak masyarakat pendatang yang berasal dari Jawa dan Sulawesi. Saat ini, sebagian besar anggota masyarakat (>80%) menggantungkan kehidupannya pada usaha mencari kayu (membalok), sementara yang lainnya berusaha dibidang pertanian, menjadi buruh perusahaan atau menjadi nelayan. Letak Desa Muara Merang sangat strategis karena terletak pada muara dua anak sungai Lalan (Sungai Merang dan Sungai Kepahyang) yang menghubungkannya ke hutan, sehingga menjadi lalu lintas penting bagi pengambilan hasil hutan. Pada sekitar tahun 1950-an, Desa Muara Merang sebenarnya hanya menjadi tempat persinggahan masyarakat lokal dalam mengambil hasil hutan non-kayu (terutama rotan) dan ikan (bekarang). Perkembangan jumlah penduduk serta tuntutan ekonomi menggiring sebagian masyarakat untuk menetap disana. Hal ini berjalan sejak awal tahun 1960-an. Pada tahun 1970-an kehidupan masyarakat mulai mengalami perubahan seiring dengan berkembangnya kegiatan HPH. Mereka berbondong-bondong pindah ke usaha pengambilan kayu, sementara usaha perikanan dan pengambilan hasil hutan non-kayu mulai ditinggalkan. Masyarakatpun mulai terikat dengan pola kehidupan yang konsumtif. Setelah masa izin HPH di kawasan Desa Muara Merang habis pada tahun 1999, masyarakat berduyun-duyun merambah hutan ex. HPH ini dengan dimodali oleh pengusaha perkayuan lokal, dan kemudian diperparah oleh masyarakat luar (pendatang baru) yang mulai berdatangan untuk mengeksploitasi hasil hutan kayu tersebut. Akibatnya kawasan ini terus mengalami degradasi dan deforestasi, bahkan sangat dikhawatirkan kemudian akan merambah kawasan Taman Nasional Sembilang serta Taman Nasional Berbak. Kawasan pengambilan kayu mereka memang merupakan mintakat penyangga dari kedua Taman Nasional tersebut. Sungai Merang sebenarnya telah diidentifikasi sebagai satu-satunya kawasan gambut terakhir yang tersisa di Sumatera Selatan yang masih produktif dalam menjaga ekosistem di dalamnya, termasuk habitat bagi Buaya Sinyulong (Tomistoma schelegelli) yang kondisinya terancam punah (IUCN, 2001). Gambut tersebar di dua lokasi utama, di sepanjang Sungai Merang bagian hulu dan sepanjang Sungai Kepahyang. Kondisi tutupan (kanopi) di lokasi Sungai Merang masih cukup alami, didominasi vegetasi dari family Dipterocarpaceae dengan ketebalan gambut sekitar 30 – 200 cm. Status kawasan hutan gambut adalah sebagai Hutan Produksi Tetap, sementara bagian hilir Sungai Merang dan Kepahyang sebagian besar dimiliki oleh masyarakat. Terdapat kekhawatiran jika kegiatan perusakan masih terus berlangsung, maka hal tersebut akan merusak kawasan hutan gambut. Kegiatan Proyek CCFPI saat ini dititikberatkan untuk membantu masyarakat merehabilitasi lahan yang mereka miliki dengan penanaman pohon bernilai ekonomis. Sementara untuk kawasan hutan gambut, usaha dilakukan untuk mengembangkan suatu pengelolaan bersama (collaborative management) terhadap kawasan tersebut, sehingga jasa lingkungan yang selama ini disediakan oleh alam bisa berlangsung terus. "" Mengenal Lokasi Kegiatan: Desa Muara Merang Oleh: Yoel Hendrawan (WBH) RumahpendudukdisepanjangS.Merang (YusRusilaNoor/Dok.CCFPI)
  • 7. - 23Vol. 11 no. 3, Juli 2003Vol. 11 no. 3, Juli 2003 - 23 ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia ..... Sambungan dari halaman 21 Reduksi Asap melalui Pemanfaatan Bahan Bakar ................ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Pantun By: Deddy Ramin, Meranti dan Jelutung Hutan, Pantai dan Lautan Jika Manusia ingin Beruntung Mari Bersama menjaga HutanBuah Pisang, Bunga angsana Tumbuh subur dipinggir rawang Menebang hutan secara Bijaksana Alamat baik untuk Generasi MendatangPantun Kilat Ubi Rambat dalam peti, Hutan lebat senanglah hatiHutan Gambut, hutan rawo kenyang perut pacak ketawo Kondisi pada saat penyiapan lahan dengan pembakaran tengah dilakukan 2. Dengan adanya pembakaran bahan bakar dengan potensi 44 ton/ha tersebut maka akan timbul masalah asap lebih lagi pada lahan gambut yang berdampak pada kesehatan dan lingkungan (global climate change) serta hubungan antar negara. 3. Dengan adanya pembakaran bahan bakar dengan potensi 44 ton/ha tersebut maka akan terjadi perusakan gambut, yang untuk memulihkannya kembali diperlukan waktu ribuan tahun serta dana yang tidak sedikit berkisar antara Rp.150-250 juta per ha lahan yang rusak. (10 cm saja gambut terbakar setara dengan penghilangan masa pakai lahan selama 15 tahun) 4. Dengan adanya pembakaran bahan bakar dengan potensi 44 ton/ha tersebut akan mengakibatkan terbakarnya/ hilangnya biota tanah, jamur, bakteri dan plasma nutfah yang belum diketahui peranan dan fungsinya. 5. Dengan tanpa pembakaran maka bahan bakar tersebut dapat dimanfaatkan contohnya sebagai briket arang dan kompos yang mempunyai nilai jual sehingga memberi pemasukan bagi petani. 6. Penyiapan lahan dengan tanpa bakar membutuhkan dana yang lebih besar dari pada penyiapan lahan dengan pembakaran, namun biaya tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan biaya pemulihan kerusakan yang harus dikeluarkan yang berkisar antara Rp.150-250 juta per ha lahan yang rusak. Pembakaran bahan bakar hanya menguntungkan sesaat bagi pertumbuhan tanaman yang berasal dari abu hasil pembakaran tetapi lebih banyak dampak negatifnya yaitu mulai dari asap yang dihasilkan hingga ke perusakan gambut itu sendiri serta hubungan antar negara. Hasil uji coba pembangunan demplot pembuatan briket arang dan pupuk organik dengan menggunakan bahan bakar yang biasanya dibakar terbukti dapat menekan laju emisi gas rumah kaca serta partikel, mengurangi perusakan terhadap gambut serta memberikan pendapatan bagi para pembuat produk tersebut. Namun yang lebih penting lagi adalah menciptakan kualitas lingkungan yang lebih baik dari biasanya. "" Kepala Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan Fakultas Kehutanan IPB, BOGOR
  • 8. 24 - Warta Konservasi Lahan Basah24 - Warta Konservasi Lahan Basah Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia Lokakarya Pengelolaan Lahan Gambut BerkelanjutanLokakarya Pengelolaan Lahan Gambut BerkelanjutanLokakarya Pengelolaan Lahan Gambut BerkelanjutanLokakarya Pengelolaan Lahan Gambut BerkelanjutanLokakarya Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan [suatu kajian terhadap keberhasilan dan kegagalan] Bogor 13 - 14 Oktober 2003 Lahan gambut tropis di seluruh dunia meliputi areal seluas 40 juta ha dan 50% (20 Juta ha) di antaranya terdapat di Indonesia (yaitu di Sumatera, Kalimantan, Papua dan sedikit di Sulawesi). Lahan gambut memiliki beberapa nilai penting, baik yang bersifat ekstraktif maupun non-ekstraktif. Sebagai bahan ekstraktif, gambut dapat dimanfaatkan sebagai bahan energi (misal arang briket), diambil asam humatnya, media semai dan media untuk reklamasi lahan kering. Sedangkan sebagai bahan non- ekstraktif ia dapat berfungsi sebagai habitat pendukung keanekaragaman hayati, sebagai lahan kehutanan, perkebunan, dan pertanian. Selain itu karena kemampuannya menyimpan air yang sangat besar (90% dari volume) maka lahan gambut dapat diharapkan berfungsi sebagai pengatur tata air bagi kawasan sekitarnya (yaitu mencegah banjir dan intrusi air laut). Dalam satu dekade belakangan ini, terutama sejak merebaknya isu perubahan iklim akibat adanya emisi gas-gas rumah kaca (diantaranya CO2) ke atmosfer, maka perhatian terhadap peranan lahan gambut sebagai penyerap dan penyimpan karbon mulai mendapat perhatian yang luas oleh masyarakat dunia. Khususnya pada ahir tahun 1990-an dimana peristiwa kebakaran hutan dan lahan (termasuk gambut) menjadi suatu fenomena yang sangat memprihatinkan. Dengan mengetahui manfaat dan peranan lahan gambut yang sedemikian pentingnya, baik di tingkat lokal, nasional maupun global, maka pengelolaan lahan gambut secara bijaksana dan berkelanjutan harus segera dilakukan. Aspek-aspek pengelolaan yang perlu segera ditangani, diantaranya meliputi kegiatan-kegiatan di sektor: (a) pertanian dan kehutanan, (b) penanggulangan kebakaran, (c) rehabilitasi di lahan bekas terbakar maupun lahan tidur/terlantar dan (d) pengaturan tata air di lahan gambut (termasuk diantaranya kegiatan penutupan kanal). FORMULIR PENDAFTARAN Lokakarya Pengelolaan Lahan Gambut Secara Bijaksana dan Berkelanjutan di Indonesia (Tanggal: 13-14 Oktober, 2003) Nama : Jabatan / Posisi : Nama Organisasi : Alamat : Nomor Telepon : Nomor Fax : E-mail : Saya akan menghadiri Lokakarya tentang Pengelolaan Lahan Gambut Secara Bijaksana dan Berkelanjutan di Indonesia pada tanggal 13-14 Oktober, 2003 sebagai PESERTA BIASA ##### PEMBAWA MAKALAH ##### (beri tanda √√√√√ pada kotak yang dipilih) Makalah yang akan saya sampaikan berjudul: .......................................................................................................................................................................................................... ................................................................................................................................................................................................. (Mohon ringkasan makalah dapat dikirmkan kepada panitia penyeleggara sebelum tanggal 27 September, 2003 dan Makalah lengkap sebelum 5 Oktober 2003) Untuk memperoleh masukan-masukan dalam rangka menggali/ mengumpulkan dan membahas berbagai pengalaman tentang keberhasilan dan/atau kegagalan mengelola lahan gambut di Indonesia (juga dari Negara lain), maka proyek CCFPI (Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia) yang dibiayai oleh Dana Pembangunan dan Perubahan Iklim Kanada - CIDA akan menyelenggakan lokakarya : Judul : Pengelolaan Lahan Gambut Secara Bijaksana dan Berkelanjutan di Indonesia [kajian terhadap kegagalan dan keberhasilan pengelolaan]. Tempat : Hotel Pangrango II Jl Raya Padjajaran No. 32 Bogor, Indonesia Tanggal : 13 dan 14 Oktober 2003 Bagi para peneliti, akademisi, praktisi lapangan dan pihak-pihak lain yang berminat hadir dalam lokakarya di atas mohon agar segera mengisi dan mengirimkan formulir di bawah ini kepada. Wetlands International – Indonesia Programme P.O. Box 254/BOO, Bogor 16002 Telp. 0251-312189; Fax 0251-325755 E-mail : sec_ccfpi@wetlands.or.id atau nyoman@wetlands.or.id [catatan : bagi para pembawa makalah kehadirannya akan sepenuhnya dibiayai oleh Proyek CCFPI. Untuk peserta biasa, hanya ditanggung biaya makan dan penginapan]