Teks tersebut membahas tentang hama rodenta di gudang, terutama tikus got (Rattus norvegicus) dan tikus sawah (Rattus argentiventer). Tikus-tikus ini dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai komoditas pangan dengan cara menggigit, mencemari, dan merusaknya. Dokumen ini juga menjelaskan ciri-ciri, siklus hidup, dan cara pengendalian hama rodenta secara mekanik, biologi, dan
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
RODENTA HAMA GUDANG
1. TUGAS KELOMPOK
TEKNOLOGI PENYIMPANAN
RODENTA HAMA GUDANG
Disusun oleh:
KELOMPOK 8
Anggota Kelompok:
Ernalia Rosita 133020175
Muhammad Hamim A. 133020186
Imas Masriti 133020188
Firas Harish Fadila 133020202
Siti Fawzia Ariani 143020080
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016
2. RODENTA HAMA GUDANG
No. Nama Hama Gudang Uraian Sasaran Komoditas Jenis Kerusakan
1. Rottus novergicus (Tikus Riol) DESKRIPSI
Tikus got (Rattus norvegicus) merupakan salah satu jenis
tikus yang banyak di jumpai di kota dan sering terlihat dalam
bangunan, sebagai tikus loteng, selokan dan di dermaga. Tikus
coklat ini suka bersembunyi dan bersarang di bawah tanah juga di
bawah timbunan sampah. Tikus ini berkembang pesat di tempat
yang memiliki banyak persediaan makanan atau di pelabuhan.
CIRI – CIRI
Berat dan agak besar (150-600 gram)
Hidung tumpul dan lebar, badan besar 18-25 cm,Panjang total
31-46 cm
Ekor lebih pendek dari kepala+badan,bagian atas lebih tua dan
warna muda pada bagian bawahnya dengan rambut pendek,
kaku. Lebih pendek dari kepala+badan,bagian atas lebih tua
dan warna muda pada bagian bawahnya dengan rambut
pendek, kaku
Telinga relatif kecil, separoh tertutup bulu, jarang lebih dari
20-23 mm
Bulu pada bagian punggung abu-abu kecoklatan, keabu-abuan
pada bagian perut
Lebar gigi pengerat 3,5 mm
Jumlah puting susu adalah 6 (3+3) = 12 pasang
KEUNIKAN
Senang di tempat yang banyak makanan atau sisa-sisanya
Hidup dalam rumah, gudang, diluar rumah, gudang bawah
Makanannya sangat
bervariasi mulai
dari sampah, padi-
padian, sayur-
sayuran, buah-
buahan, daging,
sampai makanan
yang biasa
dikonsumi manusia.
Bahan pangan berlubang dan
memiliki bekas gigitan
Menimbulkan bau yang tidak
enak pada makanan/bahan
pangan
Mencemari makanan atau
bahan pangan sehingga tidak
hiegenis lagi
Membuat makanan atau
bahan pangan mengalami
kerusakan dan tidak dapat
dikonsumsi lagi
Menimbulkan kerusakan
structural pada bangunan,
saluran air
Menyebabkan kerusakan
fisiologis pada makanan
sehingga dapat terjadi
autolisis yang berakhir
dengan kerusakan dan
pembusukan
Menyebabkan kerusakan
biologis dimana laju
kerusakan makanan akan
semakin cepat karena gigitan
3. tanah, parit dan saluran dalam tanah.
Keluar pada malam hari
Dapat memanjat tali vertikal atau meniti kawat yang
horizontal.
Dapat memanjat atau masuk kedalam pipa berdiameter 2-10
cm
Dapat meloncat dari ketinggian 15 meter tanpa cedera
Jarak terjauh antara lubang atau sarang tikus dan lokasi
sasaran adalah sekitar 7,5 – 10 m.
Menggali lubang, berenang dan menyelam, menggigit benda-
benda keras seperti kayu bangunan, aluminium dsb.
FAKTOR BIOLOGIS DAN SIKLUS HIDUP
Tikus merupakan hewan yang mempunyai kemampuan reproduksi
yang tinggi, terutama bila dibandingkan dengan hewan menyusui
lainnya. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor sebagai berikut :
Matang seksual cepat, yaitu antara 2-3 bulan.
Masa bunting singkat, yaitu 22-24 hari
Terjadi post partum oestrus, yaitu timbulnya berahi kembali
segera (24-48 jam) setelah melahirkan.
Dapat melahirkan sepanjang tahun tanpa mengenal musim,
yaitu sebagai hewan poliestrus.
Melahirkan dalam jumlah banyak yaitu 3-12 ekor dengan rata-
rata 6 ekor per kelahiran.
Setelah lahir anak tikus belum bisa mencari makan sendiri,
sehingga tikus betina dewasa menyusui anaknya. Setelah
disapih tikus akan menjadi tikus dewasa dalam waktu 35-63
hari.
FAKTOR EKOLOGI
Naik turunnya populasi tikus dipengaruhi oleh faktor ekologi
tikus
Kotorannya termasuk air
kencing dan bulu yang
terlepas dari kulitnya
merupakan media yang sesuai
bagi pertumbuhan mikroba.
Kutu tikus menyebabkan
infeksi virus R.typi pada
manusia
Air seni, tinja, maupun air
liur tikus dapat menyebabkan
penyakit Hantavirus
Pulmonary Syndrome (HPS)
Makanan yang telah
tekontaminasi kotoran tikus
dapat menybebakan Rat-bite
fever karena makanan
tersebut tercemar oleh bakteri
Streptobacillus moniliformis
4. yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi faktor biotik
dan faktor abiotik.
Faktor biotik : air untuk minum dan sarang, cuaca sebagai
pengaruh tidak langsung yaitu mempengaruhi pertumbuhan
tanaman dan hewan-hewan kecil sebagai sumber pangan tikus.
Faktor biotik yang penting dalam mengatur populasi tikus adalah :
Tumbuhan atau hewan kecil (sumber pakan), patogen (penyebab
penyakit), predator (pemangsa), dan manusia.
Tikus ini banyak tedapat di kota dan sering terlihat dalam
bangunan, sebagai tikus loteng, selokan dan di dermaga. Tikus ini
juga suka bersembunyi dan bersarang di bawah tanah juga di
bawah timbunan sampah. Tikus ini berkembang pesat di tempat
yang memiliki banyak persediaan makanan atau di pelabuhan.
Tikus got tidak akan terlalu jauh meninggalkan sarangnya.
Jarak terjauh antara lubang atau sarang tikus dan lokasi sasaran
adalah sekitar 7,5 – 10 m. Tikus got lebih suka bersarang di
bawah tanah. Liangnya sering terdapat di sepanjang pagar, dekat
pondasi bangunan, dan dibawah lempengan beton atau tembok.
Liang yang baru tampak bersih dan licin.
PENGENDALIAN
1. Perbaikan Sanitasi Lingkungan
Tujuan dari perbaikan sanitasi lingkungan adalahn
menciptakan lingkungan yang tidak favourable untuk kehidupan
tikus. Dalam pelaksanaannya dapat ditempuh dengan (Ehlers et.al,
1950) :
a) Menyimpan semua makanan atau bahan makanan dengan
rapi ditempat yang kedap tikus.
b) Menampung sampah dan sisa makanan ditempat sampah
yang terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan,
5. bertutup rapi dan terpelihara dengan baik.
c) Tempat sampah tersebut hendaknya diletakkan di atas
fondasi beton atau semen, rak atau tonggak.
d) Sampah harus selalu diangkut secara rutin minimal sekali
sehari.
e) Meningkatkan sanitasi tempat penyimpanan barang / alat
sehingga tidak dapat dipergunakan tikus untuk berlindung atau
bersarang.
f) Pembuangan air limbah dari los-los khusus dan air limbah
WC harus disalurkan ke riol atau dibuang ke sungai.
2. Secara Mekanik
a) Rat Proofing
Upaya rat proofing bertujuan untuk mencegah masuk dan
keluarnya tikus dalam ruangan serta mencegah tikus
bersarang di bangunan tersebut. Upaya rat proofing dapat
ditempuh dengan jalan (Ristiyanto dan Hadi, 1992) :
- Membuat fondasi, lantai dan dinding bangunan terbuat dari
bahan yang kuat, dan tidak di tembus oleh tikus.
- Lantai hendaknya terbuat dari bahan beton minimal 10 cm.
- Dinding dari batu bata atau beton dengan tidak ada
keretakan atau celah yang dapat di lalui oleh tikus.
- Semua pintu dan dinding yang dapat ditembus oleh tikus
(dengan gigitannya), dilapisi plat logamhingga sekurang-
kurangnya 30 cm dari lantai. Celah antara pintu dan lantai
maksimal 6 mm.
- Semua lubang atau celah yang ukurannya lebih dari 6 mm,
harus ditutup dengan adukan semen.
- Lubang ventilasi hendaknya ditutup dengan kawat kasa
yang kuat dengan ukuran lubang maksimal 6 mm.
6. b) Pemasangan perangkap (trapping)
Macam perangkap tikus yang beredar di pasaran adalah
jenissnap/guillotine dan cage trap. Jenis cage trap digunakan
untuk mendapatkantikus hidup, guna diteliti pinjalnya.
Biasanya perangkap diletakkan di tempatjalan tikus atau di
tepi bangunan. Pemasangan perangkap lebih
efektifdigunakan setelah dilakukanpoisoning, dimana tikus
yang tidak mati karena poisoning, dapat ditangkapdengan
perangkap (Ehler et.al, 1950).
3. Secara Biologi
a. Melibatkan patogen dan parasit (Salmonella typhimurium /
Salmonella enteritidis)
b. Melibatkan predator hewan sasaran
- Kelas Reptilia : piton tikus, kobra raksasa, ular hijau,
ular sanca
- Kelas Aves : burung hantu putih, burung hantu
coklat, burung alap-alap tikus
- Kelas Mamalia : musang / luak, kucing, anjing
domestik
4. Secara Kimiawi
a. Peracunan (poisoning)
Pada umumnya peracunan dapat dilakukan apabila
tidak membahayakan manusia ataupun binatang peliharaan.
Racun tikus terbagi menjadi dua golongan, yaitu
• Single Ddose Poison
Merupakan rodentisida yang berdosis akut dan
bersifat letal terhadap tikus. Tikus akan mati sesudah
makan rodentisida ini satu kali saja.
• Multiple Ddose Poison
7. Merupakan tipe pengendalian dengan
rodentisida yang memerlukan pemberian yang berulang
selama 3 hari atau lebih. Rodentisida ini memiliki zat
anti koagulan yang dapat menyebabkan pendarahan
internal dan kematian yang lambat dalam waktu 4-10
hari. Pemakaian rodentisida anti koagulan secara terus
menerus akan mengakibatkan tesistensi.
Racun tikus yang baisa digunakan adalah arsen,
strychnine, phospor, zinkphosphide, redsquill, barium
karbonat, atau senyawa yang mengandung salah satu atau
lebih dari yang tersebut di atas. Termasuk didalamnya
rodentisidayang relatif lebih baru yaitu1080 (ten eighty),
Antu, Warfarin, dan Pival.
b. Fumigasi
Fumigasi merupakan cara yang efektif untuk
membasmi tikus maupun pinjalnya. Dalam pelaksanaan
fumigasi ini, diperlukan petugas yang terlatih karena zat
yang digunakan sangat berbahaya bagi manusia dan ternak.
Untuk pemberantasan tikus dari kapal fumigasi dilakukan
dengan menggunakan sianogas dan sulfur dioksida.
c. Kemosterilan
Kemosterilan merupakan zat kimia yang dapat
menyebabkan serilitas sementara maupun permanen, baik
pada satu tikus (baik jantan maupun betinanya). Dalam
mengendalikan secara kemosterilan terhadap tikus masih
sedang diteliti dan perlu kajian lebih lanjut.
8. 2. Rattus argentiventer (Tikus Sawah) DESKRIPSI
Tikus sawah merupakan hama prapanen utama penyebab
kerusakan terbesar tanaman padi, terutama pada agroekosistem
dataran rendah dengan pola tanam intensif. Tikus sawah merusak
tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan dari semai hingga
panen (periode prapanen), bahkan di gudang penyimpanan
(periode pascapanen). Kerusakan parah terjadi apabila tikus
menyerang padi pada stadium generatif, karena tanaman sudah
tidak mampu membentuk anakan baru. Ciri khas serangan tikus
sawah adalah kerusakan tanaman dimulai dari tengah petak,
kemudian meluas ke arah pinggir, sehingga pada keadaan
serangan berat hanya menyisakan 1-2 baris padi di pinggir
petakan.
CIRI – CIRI DAN KEUNIKAN
Tikus sawah memiliki panjang kepala-badan 130-230 mm.
Ekor biasanya lebih pendek daripada panjang kepala-badan yaitu
110-160 mm dengan rasio 0,96±1,3 persen. Tubuh bagian atas
(dorsal) berwarna coklat kekuningan dengan bercak-bercak hitam
di rambut. Tubuh bagian bawah (ventral) berwarna putih keabu-
abuan. Warna pada permukaan atas kaki sama dengan badan
sedangkan bagian bawah (karpal) berwarna coklat tua. Ekor
berwarna coklat tua.
Tikus sawah termasuk hewan terestrial memiliki
tonjolan pada telapak kaki kecil dan licin. Selain itu tikus
sawah memiliki rambut agak kasar, bentuk moncong kerucut,
bentuk badan silindris, warna badan bagian punggung coklat
kelabu kehitaman, dan warna badan bagian perut kelabu pucat
atau putih kotor. Ekor pada bagian atas dan bawah berwarna
coklat hitam. Ekor relatif lebih pendek daripada kepala dan badan.
Sasaran
komoditasnya
adalah biji padi,
jagung, dan rumput.
Merusak tanaman padi pada
semua stadia pertumbuhan
dari semai hingga panen
(periode prapanen)
Merusak padi di gudang
penyiimpanan
Merusak padi pada stadium
generatif
Menyerang tanaman padi
yang sedang bunting,
sehingga pada umumnya
padi stadium bunting akan
mengalami kerusakan yang
paling tinggi.
9. Tikus betina memiliki puting susu 12 buah, tiga pasang di bagian
dada dan tiga pasang di bagian perut.
FAKTOR BIOLOGIS DAN SIKLUS HIDUP
Tikus sawah dapat berkembang biak mulai umur 1,5-5
bulan. Setelah kawin, masa bunting memerlukan waktu 21 hari.
Seekor tikus betina melahirkan rata-rata 8 ekor anak setiap kali
melahirkan, dan mampu kawin lagi dalam tempo 48 jam setelah
melahirkan serta mampu hamil sambil menyusui dalam waktu
yang bersamaan. Selama satu tahun betina dapat melahirkan 4
kali, sehingga dalam satu tahun dapat dilahirkan 32 ekor anak dan
populasi dari satu pasang tikus dapat mencapai 1200 ekor turunan
Tikus sawah mempunyai kemampuan reproduksi yang
tinggi. Periode perkembang-biakan hanya terjadi pada saat
tanaman padi periode generatif. Dalam satu musim tanam padi,
tikus sawah mampu beranak hingga 3 kali dengan rata-rata 10
ekor anak per kelahiran. Tikus betina relatif cepat matang seksual
(±1 bulan) dan lebih cepat daripada jantannya (±2-3 bulan).
Cepat/lambatnya kematangan seksual tersebut tergantung dari
ketersediaan pakan di lapangan. Masa kebuntingan tikus betina
sekitar 21 hari dan mampu kawin kembali 24-48 jam setelah
melahirkan (post partum oestrus).
FAKTOR EKOLOGIS
Tikus sawah bersarang pada lubang di tanah yang
digalinya (terutama untuk reproduksi dan membesarkan anaknya)
dan di semak-semak (refuge area/habitat pelarian). Sebagai hewan
omnivora (pemakan segala), tikus mengkonsumsi apa saja yang
dapat dimakan oleh manusia. Apabila makanan berlimpah, tikus
sawah cenderung memilih pakan yang paling disukainya yaitu
padi. Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang harinya,
10. tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi,
jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah.
Pada saat lahan bera, tikus sawah menginfestasi pemukiman
penduduk dan gudang-gudang penyimpanan padi dan akan
kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang
generatif. Kehadiran tikus pada daerah persawahan dapat
dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki (foot print),
jalur jalan (run way), kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala
serangan.
PENGENDALIAN
Pengendalian hama tikus sawah dapat dilakukan secara
kultur teknis yaitu: tanam dan panen serempak, jarak tanam/tata
tanam legowo, sanitasi habitat, pengomposan massal. Secara
mekanis dengan sistem bubu perangkap, sistem bubu perangkap
linier.
Pengendalian terhadap populasi tikus tidak harus
bergantung pada pengendalian secara kimia saja. Akan tetapi
sangat baik bila program manajemen hama terpadu yang
diimplementasikan ketika mengatasi populasi tikus yang resisten
adalah lebih baik dari yang prosedur lain telah dilakukan selama
ini. Padadasarnya pengendalian secara kimia dilawan dengan
menggunakan manajemen hama terpadu untuk mengatasi populasi
tikus yang resisten, seperti: Perangkap, pengendalian lingkungan
dan habitat.
Pengendalian tikus secara hayati dengan menggunakan
musuh alaminya yaitu musang, ular sawah dan burung hantu
(Tyto alba). Secara kimiawi dengan menggunakan rodentisida,
misalnya ramortal, dora, klerat, racumin,belerang, dan lainnya.
Rodentisida yang dianjurkan sekarang adalah golongan anti
11. koagulan yang bekerja lambat (tikus mati 2-14 hari setelah makan
umpan beracun).
Pengendalian tikus dilakukan dengan pendekatan PHTT
(Pengendalian Hama Tikus Terpadu) yaitu pendekatan
pengendalian yang didasarkan pada pemahaman biologi dan
ekologi tikus, dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus
dengan memanfaatkan semua teknologi pengendalian yang sesuai
dan tepat waktu. Kegiatan pengendalian tikus ditekankan pada
awal musim tanam untuk menekan populasi awal tikus sejak awal
pertanaman sebelum tikus memasuki masa reproduksi. Kegiatan
pengendalian yang sesuai dengan stadia pertumbuhan padi antara
lain sbb:
TBS (Trap Barrier System) merupakan petak tanaman padi
dengan ukuran minimal (20 x 20) m yang ditanam 3
minggu lebih awal dari tanaman di sekitarnya, dipagar
dengan plastik setinggi 60 cm yang ditegakkan dengan ajir
bambu pada setiap jarak 1 m, bubu perangkap dipasang
pada setiap sisi dalam pagar plastik dengan lubang
menghadap keluar dan jalan masuk tikus. Petak TBS
dikelilingi parit dengan lebar 50 cm yang selalu terisi air
untuk mencegah tikus menggali atau melubangi pagar
plastik. Prinsip kerja TBS adalah menarik tikus dari
lingkungan sawah di sekitarnya (hingga radius 200 m)
karena tikus tertarik padi yang ditanam lebih awal dan
bunting lebih dahulu, sehingga dapat mengurangi populasi
tikus sepanjang pertanaman.
LTBS merupakan bentangan pagar plastik sepanjang
minimal 100 m, dilengkapi bubu perangkap pada kedua
sisinya secara berselang-seling sehingga mampu
12. menangkap tikus dari dua arah (habitat dan sawah).
Pemasangan LTBS dilakukan di dekat habitat tikus seperti
tepi kampung, sepanjang tanggul irigasi, dan tanggul
jalan/pematang besar. LTBS juga efektif menangkap tikus
migran, yaitu dengan memasang LTBS pada jalur migrasi
yang dilalui tikus sehingga tikus dapat diarahkan masuk
bubu perangkap.
Fumigasi paling efektif dilakukan pada saat tanaman padi
stadia generatif. Pada periode tersebut, sebagian besar
tikus sawah sedang berada dalam lubang untuk reproduksi.
Metode tersebut terbukti efektif membunuh tikus beserta
anak-anaknya di dalam lubangnya. Rodentisida hanya
digunakan apabila populasi tikus sangat tinggi, dan hanya
akan efektif digunkan pada periode bera dan stadium padi
awal vegetative
3.1. Rattus exulans (tikus semak, tikus
ladang, tikus huma, tikus angin dan tikus
agas)
2.
DESKRIPSI
Rattus exulans atau disebut juga tikus Polinesia merupakan
hewan nokturnal seperti pengerat pada umumnya, ahli memanjat,
dan sering bersarang di pepohonan. Mereka memiliki karakteristik
tikus pada umumnya mengenai reproduksi;poliestrous dengan
masa hamil 21-24 hari, ukuran sampah tubuh terpengaruh oleh
makanan dan sumber daya lain (6-11 kotoran), penyapihan
dilakukan di bulan lain selama 28 hari. Faktor pembedanya adalah
bahwa mereka tidak berkembangbiak sepanjang tahun, sebagai
gantinya membatasinya hanya pada musim semi dan musim
panas.
R. exulans adalah spesies omnivora nokturnal: pemakan
biji, buah, daun, kulit kayu, serangga, cacing tanah, laba-laba,
Biji, buah, daun,
kelapa sawit, kulit
kayu, serangga,
cacing tanah, laba-
laba, cicak, telur
unggas dan yang
telah menetas.
Bahan pangan berlubang dan
memiliki bekas gigitan
Menimbulkan bau yang tidak
enak pada makanan/bahan
pangan
Mencemari makanan atau
bahan pangan sehingga tidak
hiegenis lagi
Membuat makanan atau
bahan pangan mengalami
kerusakan dan tidak dapat
dikonsumsi lagi
13. cicak, telur unggas dan yang telah menetas. Tikus Polinesia telah
diteliti setiap sampel makanannya yang dibawa ke tempat aman
seperti kulit biji yang baik atau cara lain menyiapkan makanan
tertentu. Hal ini tidak hanya melindunginya dari predator namun
juga hujan dan tikus lain. "Keadaan mengelupas" tersebut sering
ditemukan di antara pepohonan, dekat dengan akar, dalam celah
batang, dan setiap ujung cabang. Di Selandia Baru, sebagai
contoh, keadaan tersebut ditemukan di bawah timbunan bebatuan
dan daun Palem Nikau.
CIRI – CIRI DAN KEUNIKAN
Tikus ini memiliki penampilan yang sama dengan tikus
lain seperti Tikus Hitam dan Coklat. Hewan ini memiliki telinga
melingkar yang besar, moncong panjang, bulu coklat/hitam
dengan perut tongkang, namun secara komparatif memiliki kaki
yang kecil. Mereka memiliki tubuh panjang, langsing, yang
mencapai panjang lebih dari 6 inci (15 cm) dari hidung hingga
ujung ekor, yang menyebabkan mereka lebih kecil dan ringan
daripada tikus lain yang beritneraksi dengan manusia. Saat mereka
berada pada suatu pulau, mereka cenderung menjadi yang hewan
yang lebih kecil (sekitar 4,5 inci (11 cm)). Mereka umumnya
memiliki perbedaan bagian atas kaki belakang dekat mata kaki
yang lebih gelap. Kaki-kaki lainnya berwarna lebih pucat.
FAKTOR BIOLOGIS
Rattus exulans tubuhnya sedikit lebih kecil dari pada tikus
sawah. Panjang badan tikus dewasa dari hidung sampai ujung
ekor berkisar antara 220-285 mm. Panjang ekor sama atau lebih
panjang dari pada panjang badan. Panjang telapak kaki belakang
dari tumit sampai ujung kuku jari yang terpanjang 24-28 mm,
panjang telinga 17-20 mm. Susunan puting susu adalah 2 pasang
14. di kiri dan di kanan sehingga puting susu beriumlah delapan.
Tikus semak pandai memanjat. Bagian atas badannya berwama
coklat kelabu dan bagian bawah berwama putih kelabu.
FAKTOR EKOLOGIS
Tikus ini hidup di tempat-tempat yang tersedia cukup
makanan dan yang dapat memberikan perlindungan. Mereka lebih
suka tempat-tempat bervegetasi yang memenuhi kedua kebutuhan
tersebut. Bila hal ini tidak terpenuhi, mereka berdiam di tempat-
tempat yang memberikan cukup perlindungan baik terhadap panas
maupun musuh-musuhnya, yaitu semak-semak atau tempat-
tempat berumput lainnya yang tidak jauh dari sumber makanan.
Tikus ini terutama hidup disemak-semak, pinggir hutan dan di
rumah-rumah, namun kurang menyukai daerah yang banyak air.
PENGENDALIAN
a) Pengendalian Kultur Teknis
Prinsipnya Ú Membuat lingkungan yang tidak mendukung bagi
kehidupan dan perkembangan populasi tikus.
Contoh: pengaturan pola tanam, waktu tanam, jarak tanam,
dll. Cocok pada tanaman semusim, sangat susah diterapkan
pada kebun kelapa sawit.
b) Sanitasi
Prinsip sanitasi untuk Membersihkan sarang dan tempat
persembunyian tikus
Sanitasi kebun dapat dilakukan terhadap:
- Tumpukan kayu sisa tebangan pohon-pohon
tua pada areal bukaan baru atau areal peremajaan.
- Gulma di sekitar pertanaman dan tumpukan pelepah.
Perlu diperhatikan agar pembersihan ini tidak mengganggu
kacangan penutup tanah (KPT).
15. c) Fisik-Mekanis
Prinsip pengendalian secara fisik Ú Mengubah faktor lingkungan
fisik menjadi di atas atau di bawah batas toleransi tikus.
Pengendalian mekanis Ú menggunakan alat, seperti:
- Perangkap; Livetrap, deadtrap, snaptrap,
- breakbacktrap, pitfalltrap
- Penghalang/barrier/proofing
- Berburu, Blanketing, krompyangan, gropyokan
d) Pengendalian biologis (musuh alami)
- Predator, seperti:
Burung hantu (Tyto alba), kucing (Felis catus), ular sawah (Ptyas
koros). Predator tikus yang lain seperti anjing (Canis familiaris),
Musang (Paradoxurus hermahroditus), dan garangan(Herpestes
javanicus).
- Patogen, seperti:
Protozoa Sarcocystis singaporensis, bateri Trypanosoma evansi,
dan nematoda Nippostrongilus brassiliensis
e) Pengendalian Kimiawi
- Umpan beracun (rodentisida)
- Fumigan (asap beracun)
- Atraktan dan repelen
- Kemosterilan (bahan pemandul)
4.3. Bandicota indica (Tikus Wirok) DESKRIPSI
Wirok atau tikus wirok (Bandicota bengalensis) adalah
jenis tikus besar berasal dari anak-benua India. Pada saat ini sudah
menyebar di Pakistan hingga Myanmar, Sri Lanka, Pulau Pinang
dan Jawa. Wirok terdiri dari lima anak-jenis, dua di antaranya B.
b. bengalensis, B.b. kok, B.b. gracilis, B.b. wardi, dan B.b. varius.
Akar tanaman,
burung puyuh, telur
puyuh, keong dan
kadal.
Bagi peternak burung
puyuh, Wirok sangat
merugikan karena selain
mencuri telur puyuh, tikus
besar ini juga memangsa
burung puyuh. Bagian tubuh
burung puyuh seperti kaki
16. CIRI-CIRI
Wirok mempunyai bulu-bulu yang pendek dan kasar,
dengan bagian punggung (dorsal) berwarna gelap (kelabu gelap
dan coklat kehitaman), sedangkan bagian perut (ventral) berwarna
kelabu cerah dengan kuning kecoklatan. Kaki depannya
mempunyai empat jari berkuku sedangkan kaki belakang
mempunyai lima jari berkuku. Moncong tikus ini lebar dan
pendek dan seakan-akan berbentuk bulat berbeda dengan tikus
lain.
FAKTOR BIOLOGIS
Susunan jumlah putting susu pada betina 3 + 3 = 12. Warna
badan coklat gelap atau hitam ditumbuhi bulu yang panjang dan
lusuh. Ujung hidung hingga pangkal ekor.
FAKTOR EKOLOGIS
Tikus ini biasanya menggali tanah untuk sarangnya dan membuat
terowongan dbawah lantai atau fondasi bangunan gudang untuk
mencari sumber bahan makanan. Tikus ini juga banyak terdapat di
daerah berrawa, padang alang-alang dan kadang-kadang di kebun
sekitar rumah.
PENGENDALIAN
Pengendalian hama tikus sawah dapat dilakukan secara
kultur teknis yaitu: tanam dan panen serempak, jarak tanam/tata
tanam legowo, sanitasi habitat, pengomposan massal. Secara
mekanis dengan sistem bubu perangkap, sistem bubu perangkap
linier.
Pengendalian terhadap populasi tikus tidak harus
dan kepala sering hilang
karena gigitan tikus ini.
Bahan pangan berlubang dan
memiliki bekas gigitan
Menimbulkan bau yang tidak
enak pada makanan/bahan
pangan
Mencemari makanan atau
bahan pangan sehingga tidak
hiegenis lagi
Membuat makanan atau
bahan pangan mengalami
kerusakan dan tidak dapat
dikonsumsi lagi
17. bergantung pada pengendalian secara kimia saja. Akan tetapi
sangat baik bila program manajemen hama terpadu yang
diimplementasikan ketika mengatasi populasi tikus yang resisten
adalah lebih baik dari yang prosedur lain telah dilakukan selama
ini. Padadasarnya pengendalian secara kimia dilawan dengan
menggunakan manajemen hama terpadu untuk mengatasi populasi
tikus yang resisten, seperti: Perangkap, pengendalian lingkungan
dan habitat.
Pengendalian tikus secara hayati dengan menggunakan
musuh alaminya yaitu musang, ular sawah dan burung hantu
(Tyto alba). Secara kimiawi dengan menggunakan rodentisida,
misalnya ramortal, dora, klerat, racumin,belerang, dan lainnya.
Rodentisida yang dianjurkan sekarang adalah golongan anti
koagulan yang bekerja lambat (tikus mati 2-14 hari setelah makan
umpan beracun).
5.4. Rattus rattus diardi (Tikus Rumah) DESKRIPSI
Tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.) merupakan hama
penting pada habitat permukiman, karena dapat menimbulkan
banyak kerugian, antara lain menyebabkan kerusakan pada
berbagai benda terutama yang terbuat dari kayu, alat–alat listrik
dan mengganggu aktivitas manusia.
Tikus rumah adalah binatang pengerat yang sering kita
jumpai di rumah-rumah dengan ekor yang panjang dan pandai
memanjat, serta melompat. Tikus rumah pada saat sekarang ini
cenderung tersebar di daerah yang lebih hangat karena di daerah
dingin kalah bersaing dengan tikus got. Tikus rumah merupakan
perenang yang buruk berbeda dengan tikus got. Namun sangat
gesit, pandai dalam memanjat dan melompat bahkan berani
terbang . Warnanya biasanya hitam atau coklat terang. Hewan ini
Biji-bijian, buah-
buahan, sayur-
sayuran, kacang-
kacangan, umbi-
umbian, daging,
ikan, telur, dan
makanan manusia
pada umumnya.
Bahan pangan berlubang dan
memiliki bekas gigitan
Menimbulkan bau yang tidak
enak pada makanan/bahan
pangan
Mencemari makanan atau
bahan pangan sehingga tidak
hiegenis lagi
Membuat makanan atau
bahan pangan mengalami
kerusakan dan tidak dapat
dikonsumsi lagi
Menimbulkan kerusakan
structural pada bangunan,
18. termasuk hewan nokturnal (beraktivitas pada malam hari),
pemakan segala (menyukai bulir-bulir). Ukurannya 15-20cm
dengan ekor ± 20cm. Umurnya mencapai 2-3 tahun dan hidupnya
berkelompok. Betinanya mampu beranak kapan saja, dengan anak
3-10 ekor /kelahiran.
CIRI – CIRI
Tikus rumah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Panjang dari hidung sampai ujung ekor antara 220 mm – 370
mm.
2. Panjang ekor sama atau lebih panjang 105 persen dari
panjang badan (hidung sampai pangkal ekor).
3. Tikus betina mempunyai puting susu 10 buah, yaitu terdiri
dari dua pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian
perut.
4. Warna bulu badan bagian atas dan bagian bawah cokelat tua
kelabu.
5. Makanan tikus rumah diperoleh dari sisa makanan manusia,
atau makanan yang disimpan tidak rapi, dan hasil
pertanaman yang disimpan di gudang atau tanaman-
tanaman yang berada di kebun dekat rumah.
FAKTOR BIOLOGIS
Tikus rumah memiliki kemampuan berreproduksi tinggi,
selain itu tikus dapat berkembangbiak dan melahirkan anak
sepanjang tahun tanpa mengenal musim, sehingga tikus termasuk
hewan poliestrus.
Menurut Kalshoven (1981) dalam setahun tikus mampu
bereproduksi sebanyak 5-7 kali pada kondisi sumber makanan
yang berlimpah. Tikus rumah mampu melahirkan anak, sebanyak
5–8 ekor dalam sekali melahirkan. Jumlah anak yang dilahirkan
saluran air
Menyebabkan kerusakan
fisiologis pada makanan
sehingga dapat terjadi
autolisis yang berakhir
dengan kerusakan dan
pembusukan
Menyebabkan kerusakan
biologis dimana laju
kerusakan makanan akan
semakin cepat karena gigitan
tikus
Kotorannya termasuk air
kencing dan bulu yang
terlepas dari kulitnya
merupakan media yang sesuai
bagi pertumbuhan mikroba.
19. tergantung ketersediaan makanan. Masa bunting tikus selama 21
hari dan pada saat dilahirkan tikus tidak memiliki rambut dan
mata tertutup. Rambut tumbuh pada umur 1 minggu setelah
dilahirkan dan mata akan terbuka pada umur 9–14 hari, kemudian
tikus mulai mencari makan di sekitar sarang. Pada umur 4–5
minggu tikus mulai mencari makan sendiri, terpisah dari
induknya. Pada usia tersebut tikus dapat dengan mudah
diperangkap. Tikus rumah mencapai umur dewasa setelah
berumur 35–65 hari.
FAKTOR EKOLOGIS
Tikus rumah merupakan hewan nokturnal, yaitu hewan
yang aktif pada malam hari. Tikus rumah memiliki habitat di
sekitar permukiman terutama, didaerah yang jarang dilalui oleh
manusia. Tikus rumah biasanya memiliki jalur yang tetap untuk
berpindah tempat dari satu lokasi kelokasi lain. Tikus dapat masuk
kedalam rumah melalui celah di sekitar lantai dan saluran air,
serta mampu memanjat dinding untuk masuk ke dalam rumah
melalui celah di sekitar atap (Marsh 2003). Menurut Sastrapraja et
al (1980), tikus rumah memiliki daerah aktivitas yang bervariasi,
tergantung jenis kelamin, kerapatan populasi, persediaan
makanan, keberadaan pemangsa, dan waktu. Daerah tempat tikus
beraktivitas terdapat pada radius 60 – 80 meter, bahkan ada yang
mencapai lebih dari 90 meter. Pola penyebaran tikus rumah
mengikuti pola penyebaran manusia.
PENGENDALIAN
Secara garis besar pengendalian tikus dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa metode pengendalian antara
lain : Pengendalian secara kultur teknis, fisik mekanik, biologi,
dan kimia. Menurut Armstrong (2003) pengendalian tikus rumah
20. di permukiman dilakukan dengan mengombinasikan beberapa
teknik pengendalian antara lain memodifikasi lingkungan atau
sanitasi, penggunaan perangkap dan penggunaan umpan beracun
(rodentisida). Modifikasi lingkungan atau sanitasi lingkungan
merupakan pengendalian jangka panjang, sedangkan penggunaan
perangkap dan umpan beracun merupakan pengendalian jangka
pendek (Sullivan 2002). Elemen penting yang harus diperhatikan
untuk mengendalikan tikus di permukiman agar efektif adalah
sanitasi lingkungan sekitar, konstruksi bangunan terhadap
keberadaan tikus dan monitoring populasi tikus di sekitar
permukiman (Salmon et al 2003).
Pengendalian secara fisik mekanis bertujuan untuk
mengubah faktor lingkungan fisik menjadi di atas atau di bawah
batas toleransi tikus dan juga merupakan usaha manusia untuk
mematikan atau memindahkan tikus secara langsung
menggunakan tangan atau dengan bantuan alat (Priyambodo
2003). Pengendalian secara fisik mekanis adalah pengendalian
yang secara langsung mempengaruhi keadaan fisik tikus yang
dikendalikan.
Pengendalian secara fisik mekanis dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain penggunaan perangkap, suara
ultrasonik, gelombang elektromagnetik, sinar ultraviolet,
penghalang, dan berburu (Priyambodo 2003). Meskipun demikian,
hanya penggunaan perangkap dan perburuan yang masih banyak
digunakan sebagai metode pengendalian. Sementara itu metode
pengendalian yang lain masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Penggunaan umpan beracun merupakan metode yang
banyak dilakukan, karena metode ini sangat mudah diaplikasikan
dan didapatkan hasil yang nyata. Namun, penggunaan umpan
21. beracun dapat menimbulkan beberapa masalah, antara lain, dapat
meracuni hewan bukan sasaran, berbahaya bagi lingkungan, serta
harga rodentisida yang mahal, yang menyebabkan cara ini kurang
ekonomis.
6.5. Mus musculus (mencit rumah) DESKRIPSI
Mencit (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus-
tikusan) yang berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai di rumah-
rumah dan dikenal sebagai hewan pengganggu karena
kebiasaannya menggigiti mebel dan barang-barang kecil lainnya,
serta bersarang di sudut-sudut lemari.
Hewan ini diduga sebagai mamalia terbanyak kedua di
dunia, setelah manusia. Mencit sangat mudah menyesuaikan diri
dengan perubahan yang dibuat manusia, bahkan jumlahnya yang
hidup liar di hutan barangkali lebih sedikit daripada yang tinggal
di perkotaan.
Bulu mencit liar berwarna keabu – abuan dan warna perut
sedikit lebih pucat, mata berwarna hitam dan kulit berpigmen.
Berat badan pada umur empat minggu mencapai 18 – 20 gram,
berat dewasa sekitar 30 – 40 gram. Mencit liar termasuk
omnivorus, meskipun mencit liar lebih suka suhu lingkungan
tinggi tetapi mencit liar dapat hidup terus pada suhu rendah.
FAKTOR BIOLOGIS
Mencit yang telah dewasa dan siap dikawinkan
mempunyai bobot jantan 28 gram, betina 20-25 gram.
Kebuntingan antara 17-22 hari, rata-rata 21 hari Mencit termasuk
hewan polioestrus, siklusnya berlangsung setiap 4-5 hari sekali,
lamanya birahi antara 9-20 jam, estrus terjadi 20-40 jam setelah
Biji-bijian, buah-
buahan, sayur-
sayuran, kacang-
kacangan, umbi-
umbian, daging,
ikan, telur, dan
makanan manusia
pada umumnya.
Bahan pangan berlubang dan
memiliki bekas gigitan
Menimbulkan bau yang tidak
enak pada makanan/bahan
pangan
Mencemari makanan atau
bahan pangan sehingga tidak
hiegenis lagi
Membuat makanan atau
bahan pangan mengalami
kerusakan dan tidak dapat
dikonsumsi lagi
Menimbulkan kerusakan
structural pada bangunan,
saluran air
Menyebabkan kerusakan
fisiologis pada makanan
sehingga dapat terjadi
autolisis yang berakhir
dengan kerusakan dan
pembusukan
Menyebabkan kerusakan
biologis dimana laju
kerusakan makanan akan
semakin cepat karena gigitan
22. partus. Penyapihan dapat menginduksi estrus dalam 2-4 hari. Cara
perkawinan mencit berdasarkan rasio jantan dan betina dibedakan
atas monogamus, triogamus dan harem. Sistem Monogamus
terdiri dari satu jantan dan satu betina, triogamus terdiri dari satu
jantan dan dua betina dan harem satu jantan lebih dari tiga betina
dalam satu kandang.
Mencit (mus musculus) menghasilkan jumlah anak yang
cukup banyak sekitar 5-10 lebih/ekor dalam satu melahirkan. Pada
kelahiran ternak diawali dengan dengsan peningkatan yang drastis
dalam sekresi/kortisol dari kortek adrenal dimana cortiso fetus
bekerja untuk meningkatkan konfersi progesteron sehingga
menghasilkan besarnya nisbah pada estrogen terhadap
progesterone pada darah induk, sehingga pada saat melahirkan
akan menghasilkan jumlah anak yang cukup banyak.
FAKTOR EKOLOGIS
Mencit hidup didaerah yang jarang dilalui oleh manusia.
Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan dikenal sebagai
hewan pengganggu karena kebiasaannya menggigiti mebel dan
barang-barang kecil lainnya, serta bersarang di sudut-sudut lemari.
Mencit biasanya memiliki jalur yang tetap untuk berpindah tempat
dari satu lokasi kelokasi lain. Tikus dapat masuk kedalam rumah
melalui celah di sekitar lantai dan saluran air, serta mampu
memanjat dinding untuk masuk ke dalam rumah melalui celah di
sekitar atap. Menurut Sastrapraja et al (1980), tikus rumah
memiliki daerah aktivitas yang bervariasi, tergantung jenis
kelamin, kerapatan populasi, persediaan makanan, keberadaan
pemangsa, dan waktu. Daerah tempat tikus beraktivitas terdapat
pada radius 60 – 80 meter, bahkan ada yang mencapai lebih dari
90 meter. Pola penyebaran tikus rumah mengikuti pola
tikus
Kotorannya termasuk air
kencing dan bulu yang terlepas
dari kulitnya merupakan media
yang sesuai bagi pertumbuhan
mikroba.
23. penyebaran manusia.
PENGENDALIAN
Secara garis besar pengendalian tikus dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa metode pengendalian antara
lain : Pengendalian secara kultur teknis, fisik mekanik, biologi,
dan kimia. Menurut Armstrong (2003) pengendalian mencit di
permukiman dilakukan dengan mengombinasikan beberapa teknik
pengendalian antara lain memodifikasi lingkungan atau sanitasi,
penggunaan perangkap dan penggunaan umpan beracun
(rodentisida). Modifikasi lingkungan atau sanitasi lingkungan
merupakan pengendalian jangka panjang, sedangkan penggunaan
perangkap dan umpan beracun merupakan pengendalian jangka
pendek (Sullivan 2002). Elemen penting yang harus diperhatikan
untuk mengendalikan tikus di permukiman agar efektif adalah
sanitasi lingkungan sekitar, konstruksi bangunan terhadap
keberadaan tikus dan monitoring populasi tikus di sekitar
permukiman (Salmon et al 2003).
Pengendalian secara fisik mekanis bertujuan untuk
mengubah faktor lingkungan fisik menjadi di atas atau di bawah
batas toleransi tikus dan juga merupakan usaha manusia untuk
mematikan atau memindahkan tikus secara langsung
menggunakan tangan atau dengan bantuan alat (Priyambodo
2003). Pengendalian secara fisik mekanis adalah pengendalian
yang secara langsung mempengaruhi keadaan fisik tikus yang
dikendalikan.
Pengendalian secara fisik mekanis dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain penggunaan perangkap, suara
ultrasonik, gelombang elektromagnetik, sinar ultraviolet,
penghalang, dan berburu (Priyambodo 2003). Meskipun demikian,
24. hanya penggunaan perangkap dan perburuan yang masih banyak
digunakan sebagai metode pengendalian. Sementara itu metode
pengendalian yang lain masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Penggunaan umpan beracun merupakan metode yang
banyak dilakukan, karena metode ini sangat mudah diaplikasikan
dan didapatkan hasil yang nyata. Namun, penggunaan umpan
beracun dapat menimbulkan beberapa masalah, antara lain, dapat
meracuni hewan bukan sasaran, berbahaya bagi lingkungan, serta
harga rodentisida yang mahal, yang menyebabkan cara ini kurang
ekonomis.
7.6. Curut/ Celurut DESKRIPSI
Celurut adalah hewan pemakan serangga. Hewan ini kerap
kali dianggap sebagai tikus karena ukuran, warna rambut, serta
moncongnya, sehingga sering dinamakan tikus kesturi. Sebutan
lainnya cecurut, cencurut dan munggis. Pada kenyataannya,
celurut sangat jauh kekerabatannya dari tikus, bahkan berbeda
ordo. Penyebaran celurut ini hampir ke seluruh dunia, kecuali
Papua, Australia dan Selandia Baru serta Antarktika. Celurut ini
mudah beradaptasi dengan perkembangan kebudayaan manusia.
Celurut ini juga menjadi hewan vektor penyakit yang serupa
dengan tikus dan mecit.
CIRI – CIRI
Bulu curut pendek dan teksturnya seperti beludru dengan
warna antara abu-abu terang hingga hitam. Berat tubuhnya pun
bervariasi, dimana curut jantan lebih berat daripada curut betina.
Berat tubuh betina sekitar 23,5 gram hingga 82 gram, sedangkan
berat tubuh jantan berkisar 33,2 – 147,3 gram. Panjang tubuhnya
pun hanya sekitar 100 milimeter hingga 150 milimeter, termasuk
ekornya.
Biji-bijian, buah-
buahan, sayur-
sayuran, kacang-
kacangan, umbi-
umbian, daging,
ikan, telur, dan
makanan manusia
pada umumnya.
Bahan pangan berlubang dan
memiliki bekas gigitan
Menimbulkan bau yang tidak
enak pada makanan/bahan
pangan
Mencemari makanan atau
bahan pangan sehingga tidak
hiegenis lagi
Membuat makanan atau
bahan pangan mengalami
kerusakan dan tidak dapat
dikonsumsi lagi
Menimbulkan kerusakan
structural pada bangunan,
saluran air
Menyebabkan kerusakan
fisiologis pada makanan
sehingga dapat terjadi
autolisis yang berakhir
25. FAKTOR EKOLOGIS
Curut merupakan hewan nokturnal atau aktif di malam
hari. Meski begitu, mata curut tidak dapat melihat dengan baik.
Spesies ini berkomunikasi dengan kawanannya melalui suara dan
bau. Mengenai bau ini, curut jantan memiliki kelenjar yang
menghasilkan bau khas yang disebut bau ‘musk’. Bau ini sangat
kuat hingga hewan predator seperti ular atau burung enggan
mendekat.
Habitat curut melingkupi hutan alam, semak belukar, dan
padang rumput. Namun demikian, hewan ini dapat pula hidup di
daerah perkebunan, ladang, pedesaan, dan perkotaan. Spesies ini
sangat mudah beradaptasi dan dapat hidup disekitar tempat tinggal
manusia.
Curut dapat bersarang dimana saja. Ia akan
mengumpulkan dedaunan, kain bekas, dan berbagai material lain
untuk membangun sarangnya. Sarang curut biasanya ada ditempat
gelap dan tersembunyi, misalnya disekitar rumah maupun tempat
ramai seperti pasar.
Celurut sering terlihat di sekitar dapur atau tempat sampah,
memakan remah-remah makanan yang tercecer atau memburu
serangga semacam kecoak dan sebangsanya.
Celurut menggunakan sudut-sudut gudang yang diabaikan
atau sela-sela tumpukan barang yang jarang dibongkar sebagai
tempatnya bersarang.
FAKTOR BIOLOGIS
Curut bereproduksi sepanjang tahun, namun musim semi
dan musim panas menjadi puncak musim kawin hewan ini. Masa
kehamilan curut betina biasanya 30 hari dan akan melahirkan 4-8
dengan kerusakan dan
pembusukan
Menyebabkan kerusakan
biologis dimana laju
kerusakan makanan akan
semakin cepat karena gigitan
tikus
Kotorannya termasuk air
kencing dan bulu yang terlepas
dari kulitnya merupakan media
yang sesuai bagi pertumbuhan
mikroba.
26. bayi curut. Bayi curut akan tinggal di dalam sarang sampai ia
belajar untuk mencari makanannya sendiri setelah berumur 15
sampai 25 hari. Curut akan mencapai kedewasaan pada umur 35
hari.
Hewan ini rata-rata beranak dua kali setahun tanpa
memandang waktu,setiap kalinya melahirkan 5 ekor anak (rata-
rata 3 ekor). Ketika berpindah sarang , anak-anak celurut(Suncus
murinus) biasa berbaris berderet mengikuti induknya. Anak
celurut (Suncus murinus) yang belakang menggigit (berpegang)
pada tunggir celurut di depannya,demikian seterusnya hingga
induk yang paling depan
PENGENDALIAN
Secara garis besar pengendalian tikus dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa metode pengendalian antara
lain : Pengendalian secara kultur teknis, fisik mekanik, biologi,
dan kimia. Menurut Armstrong (2003) pengendalian mencit di
permukiman dilakukan dengan mengombinasikan beberapa teknik
pengendalian antara lain memodifikasi lingkungan atau sanitasi,
penggunaan perangkap dan penggunaan umpan beracun
(rodentisida). Modifikasi lingkungan atau sanitasi lingkungan
merupakan pengendalian jangka panjang, sedangkan penggunaan
perangkap dan umpan beracun merupakan pengendalian jangka
pendek (Sullivan 2002). Elemen penting yang harus diperhatikan
untuk mengendalikan tikus di permukiman agar efektif adalah
sanitasi lingkungan sekitar, konstruksi bangunan terhadap
keberadaan tikus dan monitoring populasi tikus di sekitar
permukiman (Salmon et al 2003).
Pengendalian secara fisik mekanis bertujuan untuk
27. mengubah faktor lingkungan fisik menjadi di atas atau di bawah
batas toleransi tikus dan juga merupakan usaha manusia untuk
mematikan atau memindahkan tikus secara langsung
menggunakan tangan atau dengan bantuan alat (Priyambodo
2003). Pengendalian secara fisik mekanis adalah pengendalian
yang secara langsung mempengaruhi keadaan fisik tikus yang
dikendalikan.
Pengendalian secara fisik mekanis dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain penggunaan perangkap, suara
ultrasonik, gelombang elektromagnetik, sinar ultraviolet,
penghalang, dan berburu (Priyambodo 2003). Meskipun demikian,
hanya penggunaan perangkap dan perburuan yang masih banyak
digunakan sebagai metode pengendalian. Sementara itu metode
pengendalian yang lain masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Penggunaan umpan beracun merupakan metode yang
banyak dilakukan, karena metode ini sangat mudah diaplikasikan
dan didapatkan hasil yang nyata. Namun, penggunaan umpan
beracun dapat menimbulkan beberapa masalah, antara lain, dapat
meracuni hewan bukan sasaran, berbahaya bagi lingkungan, serta
harga rodentisida yang mahal, yang menyebabkan cara ini kurang
ekonomis.