SlideShare a Scribd company logo
1 of 23
Download to read offline
RESUME
Resume ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan dan
Pembelajaran Matematika
Dosen Pengampu: Dr. Subanji, M.Si
Oleh:
FUJIARSO
(NIM 130311818890)
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FEBRUARI 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan pencipta alam semesta yang
menjadikan bumi dan isinya dengan begitu sempurna. Tuhan yang menjadikan setiap apa
yang ada di bumi sebagai penjelajahan bagi kaum yang berfikir. Dan sungguh berkat
limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan resume ini demi
memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan dan Pembelajaran Matematika.
Penyusunan resume ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu kami mengucapakan banyak terimakasih.
Penulis menyadari bahwa dalam resume ini masih banyak terdapat kekurangan,
sehingga dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi lebih baiknya kinerja kami yang akan datang.
Semoga resume ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan informasi
yang bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, Februari 2014
Penulis
A. LEARNING MATHEMATICS AND CONSTRUCTIVISME THEORY
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya
bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini
merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
1. Pendekatan Kontrukstivisme
Konstruktivisme merupakan landasan kontekstual, yaitu pengetahuan
dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
dan tidak dengan tiba - tiba.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta – fakta, konsep,
atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, bergelut dengan ide – ide, yaitu siswa harus mengkonstruksi
pengetahuan dibenak mereka sendiri.
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme berusaha untuk melihat dan
memperhatikan konsepsi dan persepsi siswa dari kacamata siswa sendiri. Guru
memberi tekanan pada penjelasan tentang pengetahuan tersebut dari kacamata siswa
sendiri.
a) Belajar Matematika menurut Paham Konstruktivisme
Konsep pembelajaran konstruktivis didasarkan kepada kerja akademik
para ahli psikologi dan peneliti yang peduli dengan konstruktivisme. Para ahli
konstruktivisme mengatakan bahwa ketika siswa mencoba menyelesaikan tugas-
tugas di kelas, maka pengetahuan matematika dikonstruksi secara aktif
( Suherman, 2001) Para ahli konstruktivisme yang lain mengatakan bahwa dari
perspektifnya konstruktivis, belajar matematika bukanlah suatu proses
‘pengepakan’ pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir
aktivitas, di mana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas. Selanjut Cobb
( Suherman 2001) mengatakan bahwa belajar matematika merupakan proses di
mana siswa secara aktif menkonstruksi pengetahuan matematika.
Para ahli konstruktivis setuju bahwa belajar matematika melibatkan
manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan dan rumus-rumus saja.
Mereka menolak paham matematika dipelajari dalam satu koleksi yang berpola
linear. Setiap tahap dari pembelajaran melibatkan suatu proses penelitian terhadap
makna dan penyampaian keterampilan hafalan dengan cara yang tidak ada
jaminan bahwa siswa akan menggunakan keterampilan intelegensinya dalam
setting matematika.
Lebih jauh lagi para ahli konstrutivis merekomendasi untuk menyediakan
lingkungan belajar di mana siswa dapat mencapai konsep dasar, keterampilan
algoritma, proses heuristik dan kebiasaan bekerja sama dan berefleksi . Dalam
kaitannya dengan belajar, Cobb dkk (1992) menguraikan bahwa “belajar
dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif di mana siswa mencoba untuk
menyelesaikan masalah yang muncul sebagaimana mereka berpartisipasi aktif
dalam latihan matematika di kelas.
b) Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika
Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran meliputi 4
tahap yaitu : 1) apersepsi 2) eksplorasi 3) diskusi dan penjelasan konsep serta 4)
pengembangan dan aplikasi.
Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya
tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing dengan
memberikan pertanyaan – pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering
ditemui sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi
kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahaman tentang
konsep itu.
Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan
konsep pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu
kegiatan yang telah dirancang guru. Kemudian secara berkelompok didiskusikan
dengan kelompok lain. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa
keingintahuan siswa tentang fenomena alam di sekelilingnya.
Tahap ketiga, saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada
hasil observasinya ditambah dengan penguatan dari guru, maka siswa membangun
pemahaman baru tentang konsep yang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak
ragu–ragu lagi tentang konsepsinya.
Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik
melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah – masalah yang
berkaitan dengan isu – isu dilingkungannya.
Hal ini tercermin bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk berfikir, fokus
utama mengajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk berfikir
mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli
sebelumnya.
Komentar :
Penggunaan model Konstruktivis secara efektif meningkatkan kemampuan
berpikir siswa dalam memecahkan permasalah-permasalahan matematika. Dalam
diskusi kelompok dengan membaurkan siswa terbukti efektif dalam meningkatkan
konsep dan minat siswa terhadap matematika. Penggunaan model konstruktivis
mengajak siswa berperan aktif dalam menemukan dan mencari solusi dari setiap
permasalahan yang ada. Sementara guru bertindak sebagai fasilitator dan
mengarahkan saja.
B. TEORI-TEORI BELAJAR
1. TEORI PIAGET (Tahap perkembangan)
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori
belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Menurut Piaget,
perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu:
a) Kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf;
b) Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya;
c) Interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya
dengan lingkungan social, dan
d) Ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme
agar dia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri
terhadap lingkungannya.
Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori
perkembangan kognitif. Piaget menggambarkan pembelajaran dalam empat tahap :
sensorimotor, pra operasional, konkrit operasional, dan mal operasional.
1) Tahap Sensomotor
sensorimotor stageoccurs terjadi antara kelahiran dan usia 2 - 3 tahun.
Pertumbuhan mental dan Pemahaman matematika dikembangkan pada tahap ini.
Misalnya, anak-anak belajar untuk mengenali orang-orang dan hal-hal dan
menahan gambar mental saat orang-orang atau hal-hal yang dapat tidak lagi
terlihat. Kemampuan ini, disebut object permanence, sangat penting untuk
mengingat pengalaman masa lalu untuk berhubungan dengan pengalaman baru.
2) Tahap pra operasional.
Selama tahap praoperasional ( usia 2-3 sampai usia 6-7 ), anak-anak secara
bertahap berubah dari egosentris dan didominasi oleh persepsi mereka, mulai
menyadari perasaan dan sudut pandang orang lain dalam dunia mereka. Anak-
anak mengembangkan sistem simbol, benda-benda di cluding, gambar, tindakan,
dan bahasa, untuk mewakili pengalaman mereka. Mewakili gagasan dan
tindakan dengan benda adalah langkah penting menuju pemahaman gambar
kemudian simbol.
3) Tahap operasional Konkret.
Selama tahap operasional konkret (usia 7-12 ), anak-anak menguasai struktur
bilangan, geometri, dan pengukuran. Bekerja dengan benda konkret adalah dasar
untuk mengembangkan konsep-konsep matematika yang diwakili dengan
gambar, simbol, dan gambar mental. Anak-anak belajar tentang sistem
klasifikasi berdasarkan atribut objek, peristiwa, dan orang-orang dan bagaimana
mereka sama dan berbeda- beda. Mereka secara bertahap mempertimbangkan
beberapa atribut simultan : kubus berwarna merah, kasar, tebal, dan besar;
segitiga berwarna kuning, tipis, halus, dan kecil.
4) Tahap Mal Opersional
Mulai dari usia 11 - 13, cara berpikir yang lebih canggih tentang matematika,
termasuk penalaran proporsional, dan penalaran correlasional, mulai dan terus
berkembang selama tahun-tahun dari remaja sampai menjadi dewasa. Untuk mal
operational thinking memungkinkan anak-anak dan dewasa untuk membentuk
hipotesis, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan menguji mereka
terhadap realitas.
2. TEORI VYGOTSKY
Lev Vygotsky percaya bahwa interaksi antara pelajar dan dunia fisik, banyak
dipengaruhi oleh interaksi sosial; teorinya disebut konstruktivisme sosial. Menurut
Vygotsky (1962), pembelajaran ditingkatkan sebagai orang dewasa dan teman
sebaya menyediakan bahasa dan umpan balik, sementara peserta didik pengalaman
process. Zona proksimal mengembangkan hanya di luar kemampuan peserta didik
dapat dicapai dengan bantuan dari orang dewasa atau rekan-rekan. Scaffolding/
pengetahuan berjenjang terjadi ketika orang dewasa atau teman sebaya peserta didik
mendukung mereka membangun makna dari pengalaman mereka.
Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip
seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu:
a) Pembelajaran sosial (sosial leaning).
Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif.
Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan
orang dewasa atau teman yang lebih cakap
b) ZPD (Zone of Proximal Development).
Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada
dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan
masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan
orang dewasa atau temannya (peer); Bantuan atau support dimaksud agar si anak
mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat
kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif si anak.
c) Masa Magang Kognitif (Cognitif Apprenticeship).
Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan
intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau
teman yang lebih pandai;
d) Pembelajaran Termediasi (Mediated Learning).
Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks,
sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan
masalah siswa.
3. TEORI BRUNER (Tingkat Representasi)
Menurut Bruner dalam proses belajar ada tiga tahap, yaitu:
a) Tahap Informasi (tahap penerimaan materi)
Yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru. Dalam
setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi yang berfungsi sebagai penambahan
pengetahuan yang lama, memperluas dan memperdalam
b) Tahap Transformasi (tahap pengubahan materi)
Yaitu tahap memahami, mencerna, dan menganalisis informasi baru. Dan
informasi tersebut ditransformasikan dalam bentuk yang baru yang mungkin
bermanfaat untuk hal-hal yang lain.
c) Tahap evaluasi
Yaitu tahap untuk mengetahui apakah hasil transformasi pada tahap kedua benar
atau tidak.
Jerome Bruner ( 1960) menyatakan tertarik pada bagaimana anak-anak
mengenali dan mewakili konsep. Seperti Diena, penemuan Bruner menganjurkan
belajar dan belajar melalui berbagai kegiatan. Kajian Bruner menekankan
perkembangan kognitif anak-anak. Ia menekankan cara-cara manusia berinteraksi
dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalaman secara mendalam. Menurut
Bruner, perkembangan kognitif juga melalui peringkat-peringkat tertentu. Peringkat-
peringkat tersebut adalah seperti berikut:
1. Peringkat enaktif ( 0 – 2 tahun )
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan
cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan
pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang
lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif
mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
2. Peringkat ikonik ( 2 – 4 tahun )
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh
sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak
mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan
konsep kesegitigaan.
3. Peringkat simbolik ( 5 – 7 tahun )
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik
dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau
pernyataan daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-
konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu
cara kombinatorial.
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome
Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning).
Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan
secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Bruner menyarankan agar anak hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh
pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka
untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Ada beberapa keistimewaan discovery learning itu, antara lain:
a) Discovery learning menimbulkan keingintahuan siswa, dapat memotivasi mereka
untuk melanjutkan pekerjaan sampai mereka menemukan jawaban-jawaban.
b) Pendekatan ini dapat mengajar keterampilan menyelesaikan masalah secara
mandiri dan mungkin memaksa siswa untuk menganalisis dan memanipulasi
informasi dan tidak hanya menyerap secara sederhana saja
c) Hasilnya lebih berakar daripada cara belajar yang lain
d) Lebih mudah dan cepat ditangkap
e) Berdaya guna untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam penalaran
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan
beberapa kebaikan. Diantaranya adalah:
a) Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
b) Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
c) Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran anak dan
kemampuan untuk berfikir secara bebas.
4. TEORI GUILFORD
Teori Guilford banyak membicarakan struktur intelegensi seseorang yang
banyak mengarah pada kreativitas. Guilford mengeluarkan
satu model untuk menjelaskan kreativitas manusia yang disebutnya sebagai Model
Struktur Intelek (Structure of Intellect). Dalam model ini, Guilford menjelaskan
bahwa kreativitas manusia pada dasarnya berkaitan dengan
proses berpikir konvergen dan divergen. Konvergen adalah cara berfikir untuk
memberikan satu-satunya jawaban yang benar. Sedangkan berpikir divergen adalah
proses berfikir yang memberikan serangkaian alternatif jawaban yang beraneka
ragam. Kemampuan berfikir divergen dikaitkan dengan kreativitas ditunjukkan oleh
beberapa karakteristik berikut:
1) Kelancaran, yaitu kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar ide-ide atau
solusi masalah dalam waktu singkat.
2) Fleksibilitas, yaitu kemampuan untuk secara bersamaan mengusulkan berbagai
pendekatan untuk masalah tertentu.
3) Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk memproduksi hal baru, ide-ide asli.
4) Elaborasi, yaitu kemampuan untuk melakukan sistematisasi dan mengatur rincian
ide di kepala dan membawanya keluar.
5. TEORI BELAJAR GAGNE
Menurut Gagne, terdapat dua objek yang dapat diperoleh siswa dalam belajar
matematika, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung adalah
transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah,
disiplin pribadi dan apresiasi pada struktur matematika. Sedangkan objek langsung
belajar matematika adalah fakta, keterampilan, konsep dan prinsip.
a) Fakta (fact) adalah perjanjian-perjanjian dalam matematika seperti simbol-simbol
matematika, kaitan simbol “3” dengan kata “tiga” merupakan contoh fakta.
Contoh lainnya fakta : “+” adalah simbol dari operasi penjumlahan dan sinus
adalah nama suatu fungsi khusus dalam trigonometri.
b) Keterampilan (skills) adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan
cepat. Misalnya pembagian cara singkat, penjumlahan pecahan dan perkalian
pecahan.
c) Konsep (concept) adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan
objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Himpunan, segitiga, kubus, dan jari-jari
adalah merupakan konsep dalam matematika.
d) Prinsip (principle) merupakan objek yang paling kompleks. Prinsip adalah
sederetan konsep beserta dengan hubungan diantara konsep-konsep tersebut.
Contoh prinsip adalah dua segitiga sama dan sebangun bila dua sisi yang seletak
dan sudut apitnya kongruen.
Kapabilitas keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8
tipe belajar yaitu:
1) Belajar Isyarat
Belajar isyarat adalah belajar yang tidak diniati atau tanpa kesengajaan, timbul
sebagai akibat suatu rangsangan (stimulus) sehingga menimbulkan suatu respon
emosional pada individu yang bersangkutan.
2) Belajar stimulus respon
Belajar stimulus respon adalah belajar untuk merespon suatu isyarat, berbeda
dengan pada belajar isyarat pada tipe belajar ini belajar yang dilakukan diniati
atau sengaja dan dilakukan secara fisik. Belajar stimulus respon menghendaki
suatu stimulus yang datangnya dari luar sehingga menimbulkan terangsangnya
otot-otot kemudian diiringi respon yang dikehendaki sehingga terjadi hubungan
langsung yang terpadu antara stimulus dan respon.
3) Belajar rangkaian gerak
Belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan
atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam suatu rangkaian
berhubungan erat dengan stimulus respon yang lainnya yang masih dalam
rangkaian yang sama.
4) Belajar rangkaian verbal
Kalau tadi pada belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah, maka
pada belajar rangkaian verbal merupakan perbuatan lisan. Jadi, belajar rangkaian
verbal adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon.
Setiap stimulus respon dalam satu rangkaian berkaitan dengan stimulus respon
lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama.
5) Belajar memperbedakan
Belajar memperbedakan adalah belajar membedakan hubungan stimulus respon
sehingga bisa memahami bermacam-macam objek fisik dan konsep, dalam
merespon lingkungannya, anak membutuhkan keterampilan-keterampilan
sederhana sehingga dapat membedakan suatu objek dengan objek lainnya, dan
membedakan satu simbol dengan simbol lainnya. Terdapat dua macam belajar
memperbedakan yaitu memperbedakan tunggal dan memperbedakan jamak.
6) Belajar Pembentukan Konsep
Belajar Pembentukan Konsep adalah belajar mengenal sifat bersama dari benda-
benda konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkan menjadi satu.
7) Belajar Pembentukan Aturan
Aturan terbentuk berdasarkan konsep-konsep yang sudah dipelajari. Aturan
merupakan pernyataan verbal, dalam matematika misalnya adalah: teorema, dalil,
atau sifat-sifat. Contoh aturan dalam segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring
sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya. Dalam belajar pembentukan
aturan memungkinkan anak untuk dapat menghubungkan dua konsep atau lebih.
8) Belajar memecahkan masalah (problem solving)
Belajar memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi derajatnya dan
lebih kompleks daripada tipe belajar aturan (rule learning). Pada tiap tipe belajar
memecahkan masalah, aturan yang telah dipelajari terdahulu untuk membuat
formulasi penyelesaian masalah.
6. TEORI BELAJAR DIENES
Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi tahap, yaitu
a) Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari pengembangan
konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar
konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi
kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul.
Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam
mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya
dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-
konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari
benda yang dimanipulasi.
b) Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola
dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin
terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya.
Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui
permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana
struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan
dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena
akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang
dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik
memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman,
dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan
permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun
yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda
berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok
bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan
merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak
merah (biru), hijau, kuning).
c) Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan
menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk
melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka
dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi
ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan
semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak
dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta
mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut
(anggota kelompok).
d) Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang
sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah
mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi
yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan
demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya
abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak
untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan
pendekatan induktif, seperti gambar berikut:
Segi-3 Segi-4 Segi-5 Segi-6 Segi-23
0 diagonal 2 diagonal 5 diagonal ... diagonal berapa diagonal
Gambar 2. Gambar diagonal suatu poligon
e) Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan
merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol
matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari
banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya
menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari
pola yang didapat anak.
f) Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini
siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian
merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah
mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak
didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma,
harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti
membuktikan teorema tersebut.
7. TEORI AUSUBLE
Menurut Ausubel belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati
secara langsung. Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel ini merupakan
psikologi pendidikan untuk mencari hukum belajar yang bermakna. Konsep belajar
bermakna David Ausubel yaitu Belajar bermakna (meaningful learning) dan Belajar
menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar yakni
informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai
seseorang yang sedang belajar.
Ausubel telah mengemukakan model pengajaran ekspositori, yaitu guru
menyampaikan pelajaran dengan lengkap dalam susunan yang teratur agar pelajar
dapat menerimanya dengan baik. Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap,
yaitu:
a) Penyajian Advance Organizer
Advance organizer merupakan pernyataan umum yang memperkenalkan bagian-
bagian utama yang tercakup dalam urutan pengajaran. Advance organiser
berfungsi untuk menghubungkan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran
dengan informasi yang telah berada di dalam pikiran siswa. Advance organizer ini
memberikan skema organisasional terhadap informasi yang sangat spesifik yang
telah disajikan.
b) Penyajian Materi atau Tugas Belajar
Dalam tahap ini, guru menyajikan materi pembelajaran yang baru dengan
menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan tugas-tugas belajar
kepada siswa. Ausubel menekankan tentang pentingnya mempertahankan
perhatian siswa, dan pentingya pengorganisasian materi pelajaran yang dikaitkan
dengan struktur yang terdapat di dalam Advance Organizer. Dia menyarankan
suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresif yaitu pembelajaran
berlangsung secara bertahap dimulai dari konsep umum menuju kepada konsep
yang lebih spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep
lama dengan konsep baru.
c) Memperkuat Organisasi Kognitif
Ausubel menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke
dalam stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, dengan cara
mengingatkan siswa bahwa rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan
gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran, siswa diminta
mengajukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya
terhadap materi yang baru dipelajari. Dalam tahap ini siswa diharapkan
menghubungkan dengan materi yang telah dimiliki.
David Ausubel mengemukakan lima prinsip utama yang harus diperhatikan di
dalam proses belajar, yakni :
a) Subsumption
Yaitu proses penggabungan ide atau pengalaman terhadap pola-pola ide yang
telah lalu yang telah dimiliki. Ilmu yang dipelajari oleh pelajar dari berbagai
bidang akan menjadi struktur kognitif yang boleh diasimilasikan melalui proses
subsumption. Pembelajaran bermakna boleh dilakukan melalui subsumption.
Dalam hal ini terdapat 2 macam subsumption yakni:
1) Derivative Subsumption
Yaitu sejenis subtansi yang berlangsung ketika materi baru dapat diketahui.
Sebagai contoh, guru memberitahu pelajar bahwa semua binatang liar adalah
bahaya. Apabila pelajar mempunyai pengalaman dengan binatang liar seperti
melihat harimau di kebun binatang, pemikirannya akan bertindak secara
subsumption terbitan, yaitu “ Harimau adalah binatang liar. Oleh itu, harimau
adalah seekor binatang berbahaya.
2) Correlative Subsumption
Yaitu sebuah tipe pembelajaran yang berlangsung ketika informasi baru
memerlukan penjelasan karena sebelumnya belum diketahui. Sebagai contoh,
seorang anak telah mempelajari fakta ayam betina bertelur. Apabila anak
tersebut melihat penyu bertelur di pantai pada musim libur sekolah, maka ia
dapat mengaitkan pengalaman ini dengan fakta yang telah disampaikan oleh
gurunya dan dapat mengaitkan kedua peristiwa dalam struktur kognitifnya.
Anak itu juga memperoleh pelajaran tambahan kerana dapat melihat
bagaimana proses penyu bertelur.
b) Organizer
Yaitu usaha mengintegrasikan pengalaman lalu dengan pengalaman baru sehingga
menjadi satu kesatuan pengalaman. Pengatur awal atau bahan pengait dapat
digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru
yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan pengatur awal tepat dapat meningkatkan
pemahaman berbagai macam materi , terutama materi pelajaran yang telah
mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan
prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga
pembelajaran akan lebih bermakna.
c) Progressive differentiation
Bahwa di dalam belajar, sesuatu yang lebih umum harus lebih dulu muncul
sebelum sampai kepada sesuatu yang lebih spesifik. Dalam proses belajar
bermakna, perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Dengan
metodenya yaitu unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan terlebih
dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, sehingga proses pembelajaran dari
umum ke khusus, dan disertai dengan contoh-contoh.
d) Konsolidasi
Yaitu suatu pelajaran harus terlebih dahulu dikuasai sebelum melanjutkan pada
pelajaran berikutnya. jika pelajaran tersebut menjadi dasar untuk pelajaran
selanjutnya, pemantapan materi disajikan dalam berbagai bentuk seperti siswa
diberikan banyak contoh atau latihan sehingga siswa bisa lebih paham dan
selanjutnya akan siap menerima materi baru.
e) Integrative reconciliation
Yaitu bahwa ide atau pelajaran baru yang dipelajari itu harus dihubungkan dengan
ide pelajarn yang telah dipelajari lebih dulu.
8. TEORI SKINNER
Selama lebih 60 tahun dari karirnya, Skinner mengidentifikasi sejumlah
prinsip mendasar dari operant conditioning yang menjelaskan bagaimana seseorang
belajar perilaku baru atau mengubah perilaku yang telah ada. Prinsip-prinsip
utamanya adalah reinforcement (penguatan kembali), punishment (hukuman),
shaping (pembentukan), extinction (penghapusan), discrimination (pembedaan), dan
generalization (generalisasi).
a) Penguatan Reinforcement (penguatan).
Berarti proses yang memperkuat perilaku yaitu, memperbesar kesempatan supaya
perilaku tersebut terjadi lagi. Ada dua kategori umum reinforcement, yaitu positif
dan negatif. Eksperimen Thorndike dan Skinner menggambarkan reinforcement
positif, suatu metode memperkuat perilaku dengan menyertakan stimulus yang
menyenangkan. Reinforcement positif merupakan metode yang efektif dalam
mengendalikan perilaku baik hewan maupun manusia. Untuk manusia, penguat
positif meliputi item-item mendasar seperti makanan, minuman, seks, dan
kenyamanan yang bersifat fisikal.
Reinforcement negatif merupakan suatu cara untuk memperkuat suatu perilaku
melalui cara menyertainya dengan menghilangkan atau meniadakan stimulus yang
tidak menyenangkan. Ada dua tipe reinforcement negatif : mengatasi dan
menghindari. Di dalam tipe pertama (mengatasi), seseorang melakukan perilaku
khusus mengarah pada menghilangkan stimulus yang tidak mengenakkan.
b) Hukuman (punishment)
Apabila reinforcement memperkuat perilaku, hukuman memperlemah,
mengurangi peluangnya terjadi lagi di masa depan. Sama halnya dengan
reinforcement, ada dua macam hukuman, positif dan negatif. Hukuman yang
positif meliputi mengurangi perilaku dengan memberikan stimulus yang tidak
menyenangkan jika perilaku itu terjadi. Hukuman negatif atau disebut juga
peniadaan, meliputi mengurangi perilaku dengan menghilangkan stimulus yang
menyenangkan jika perilaku terjadi.
c) Pembentukan (shaping)
Pembentukan merupakan teknik penguatan yang digunakan untuk mengajar
perilaku hewan atau manusia yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya.
Dalam cara ini, guru memulainya dengan penguatan kembali suatu respons yang
dapat dilakukan oleh pembelajar dengan mudah, dan secara berangsur-angsur
ditambah tingkat kesulitan respons yang dibutuhkan. Pakar psikologi telah
menggunakan shaping (pembentukan) ini untuk mengajarkan kemampuan
berbicara pada anak-anak dengan keterbelakangan mental yang parah dengan
pertama-tama memberikan hadiah pada suara apa pun yang mereka keluarkan, dan
kemudian secara berangsur menuntut suara yang semakin menyerupai kata-kata
dari gurunya.
d) Eliminasi (extinction)
Penguatan Sebagaimana dalam classical conditioning, respons yang dipelajari di
dalam operant conditioning tidak selalu permanen. Di dalam operant conditioning,
extinction (eliminasi kondisi) merupakan eliminasi dari perilaku yang dipelajari
dengan menghentikan penguat dari perilaku tersebut. Sebagai contoh, orang tua
seringkali memberikan reinforcement negatif sifat marah anak-anak muda dengan
memberinya perhatian. Jika orang tua mengabaikan saja kemarahan anak-anak
dengan lebih memberikannya hadiah berupa perhatian tersebut, frekuensi
kemarahan dari anak-anak tersebut seharusnya secara berangsur- angsur akan
berkurang.
e) Generalisasi dan Diskriminasi
Generalisasi dan diskriminasi yang terjadi di dalam operant conditioning nyaris
sama dengan yang terjadi di dalam classical conditioning. Dalam generalisasi,
seseorang suatu perilaku yang telah dipelajari dalam suatu situasi dilakukan dalam
kesempatan lain namun situasinya sama. Sebagai misal, seseorang yang diberi
hadiah dengan tertawa atas ceritanya yang lucu di suatu bar akan mengulang
cerita yang sama di retoran, pesta, atau resepsi pernikahan. Diskriminasi
merupakan proses belajar bahwa suatu perilaku akan diperkuat dalam suatu situasi
namun tidak dalam situasi lain. Seseorang akan belajar bahwa menceritakan
leluconnya di dalam gereja atau dalam situasi bisnis yang memerlukan keseriusan
tidak akan membuat orang tertawa.
Komentar :
Perkembangan kognitif adalah tahap-tahap perkembangan kognitif manusia mulai
dari usia anak-anak sampai dewasa; mulai dari proses-proses berpikir secara
konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep anstrak dan logis.
Pandangan para pakar dengan teori-teori mereka memberikan kontribusi yang
sangat besar dalam dunia pendidikan dengan pendekatan-pendekatan yang sangat
bermanfaat. Dalam perkembangan pendidikan sekarang ini penerapan dari teori-
teori terdahulu sangat memiliki andil besar dan bisa diterapkan disekolah-sekolah.
Teori-teori belajar mereka memiliki ciri khas masing-masing dan memiliki
pandangan yang berbeda-beda namun memiliki tujuan yang sama yaitu bagaimana
menumbuhkan pola berpikir matematika.
C. METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA KONTEKS
KONSTRUKTIVISME
1. Problem Solving
Istilah problem solving sering digunakan dalam berbagai bidang ilmu dan
memiliki pengertian yang berbeda-beda pula. Tetapi problem solving dalam
matematika memiliki kekhasan tersendiri. Metode pemecahan masalah (problem
solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan
melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan
maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya
adalah pemecahan masalah. Berbicara pemecahan-masalah tidak bisa dilepaskan dari
tokoh utamanya yaitu George Polya. Menurut Polya, dalam pemecahan suatu masalah
terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu:
(1) Memahami masalah (Understand the problem)
(2) Merencanakan pemecahannya (Devise a plan)
(3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua (Carry out the plan)
(4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (look back).
Menurut Musser and Burger (2011), strategi-strategi pemecahan masalah
dalam matematika antara lain sebagai berikut:Menduga dan memeriksa, Gunakan
variabel, Membuat gambar, Menemukan pola, Membuat daftar, Menyelesaikan
masalah yang lebih sederhana, Membuat diagram, Menggunakan penalaran langsung,
Menggunakan penalaran tidak langsung, Menggunakan sifat-sifat bilangan,
Menyelesaikan masalah yang ekivalen, Bekerja mundur, Menggunakan kasus-kasus,
Menyelesaikan persamaan, Menemukan rumus, Melakukan simulasi, Menggunakan
model, Menggunakan analisis dimensional, Menetapkan sub tujuan, Menggunakan
koordinat, Menggunakan simetri.
Komentar :
Pencantuman berbagai macam strategi heuristic dimaksudkan untuk menunjukkan
bahwa terdapat banyak sekali strategi yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu
masalah matematika. Satu strategi heuristic tidak dapat digunakan untuk memecahkan
semua jenis masalah. Masalah yang berbeda ada kemungkinan memerlukan strategi
yang berbeda. Terkadang satu masalah dapat diselesaikan hanya dengan menggunakan
satu strategi heuristic, akan tetapi ada juga masalah yang menuntut pengkombinasian
dari beberapa strategi heuristic. Tidak ada satu strategi yang lebih baik dari strategi
lain. Strategi-strategi tersebut bersifat relatif dan tergantung pada jenis masalah yang
dihadapi.
2. Pengertian Problem Posing
Problem posing memiliki beberapa pengertian, yaitu : Perumusan soal
sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih
sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.
Perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan
dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (Silver & Cai, 1996:294). Perumusan
soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau
setelah penyelesaian suatu soal (Silver & Cai, 1996:523).
Problem posing (pengajuan soal) merupakan salah satu proses pembelajaran
yang berbasis konstruktivisme. Problem posing adalah pembelajaran yang
menekankan pada pengajuan soal oleh siswa. Oleh karena itu, problem posing dapat
menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir
matematis. Dalam pembelajaran matematika, problem posing menempati posisi yang
strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penguasaan soal secara mendetail.
Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya khasanah pengetahuannya tak hanya
dari guru melainkan perlu belajar secara mandiri.
Silver dan Cai menjelaskan bahwa problem posing biasanya digunakan pada 3
bentuk kegiatan kognitif matematika, yaitu :
a) Presolutin posing, siswa menghasilkan soal-soal awal yang ditimbulkan oleh
stimulus.
b) Within solution posing, siswa merumuskan soal yang dapat diselesaikan.
c) Post solition posing, siswa memodifikasi kondisi soal yang sudah diselesaikan
untuk menghasilkan soal - soal baru.
Komentar :
Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat dideteksi lewat
kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang diajukan didepan kelas.
Dengan penerapan model pembelajaran problem posing dapat melatih siswa belajar
kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa.
Komentar :
Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal-soal sejenis uraian perlu dilatih, agar
penerapan metode pembelajaran problem posing dapat optimal. Kemampuan
tersebut akan tampak dengan jelas bila siswa mampu mengerjakan soal-soal secara
mandiri maupun berkelompok. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut
dapat dideteksi lewat kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang
diajukan didepan kelas. Dengan penerapan model pembelajaran problem posing
dapat melatih siswa belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan
berpikir siswa.
3. Pengertian Open Ended
Shimada (1997) mengungkapkan bahwa pembelajaran open-ended adalah
pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki metode atau
penyelesaian yang benar lebih dari satu. Pembelajaran open-ended dapat
memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan/pengalaman
menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beragam teknik.
Menurut Suherman dkk (2003) problem yang diformulasikan memiliki
multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended
problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem,
tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada
cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu
pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.
Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu
cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang
mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam
kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau
pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan
berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.
Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan
masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa
siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan
banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan
pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman,
dkk, 2003) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir
matematika siswa melalui problem solving secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan
kreatif dan pola pikir matematika siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
Sama halnya seperti ilmu-ilmu sosial, permasalahan atau soal-soal dalam
matematika pun secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi dua bagian. Yang
pertama adalah masalah-masalah matematika tertutup (closed problems). Dan yang
kedua adalah masalah-masalah matematika terbuka (open problems).
Komentar :
Pembelajaran dengan pendekatan open ended merupakan terobosan dalam
pembelajaran matematika. Dengan menggunakan pendekatan ini berbagai
kemampuan berfikir matematik siswa tertampung. Pembelajaran open ended
menyajikan permasalahan yang tidak rutin. Oleh karena itu, masalah open ended
dapat pula disebut dengan masalah problem solving. Masalah yang disajikan
merupakan masalah terbuka, dimana dimungkinkan masalah tersebut diselesaikan
dengan banyak cara atau masalah yang disajikan memiliki jawaban tidak tunggal.
Banyak keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pendekatan open ended, antara
lain dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa. Siswa dapat mengungkapkan idenya
sendiri dan berargumentasi dalam menyelesaikan masalah. Namun juga terdapat
beberapa kelemahan dalam penerapan pendekatan ini, diantaranya ialah menyajikan
permasalahan yang bersifat terbuka tidaklah mudah dan memerlukan waktu yang tidak
sedikit untuk memecahkan sebuah permasalahan.

More Related Content

What's hot

Slide seminar proposal Matematika
Slide seminar proposal MatematikaSlide seminar proposal Matematika
Slide seminar proposal MatematikaNnoffie Khaa
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Arvina Frida Karela
 
Geometri datar dra. kusni- m.si
Geometri datar   dra. kusni- m.siGeometri datar   dra. kusni- m.si
Geometri datar dra. kusni- m.siKiki Ni
 
Lembar Kerja Peserta Didik ( LKPD )
Lembar Kerja Peserta Didik ( LKPD )Lembar Kerja Peserta Didik ( LKPD )
Lembar Kerja Peserta Didik ( LKPD )kikiismayanti
 
Order dari Elemen Grup
Order dari Elemen GrupOrder dari Elemen Grup
Order dari Elemen Grupwahyuhenky
 
Modul 2 keterbagian bilangan bulat
Modul 2   keterbagian bilangan bulatModul 2   keterbagian bilangan bulat
Modul 2 keterbagian bilangan bulatAcika Karunila
 
Resume sejarah dan perkembangan bilangan
Resume sejarah dan perkembangan bilanganResume sejarah dan perkembangan bilangan
Resume sejarah dan perkembangan bilanganAndriani Widi Astuti
 
Aljabar linear:Kebebasan Linear, Basis, dan Dimensi.ppt
Aljabar linear:Kebebasan Linear, Basis, dan Dimensi.pptAljabar linear:Kebebasan Linear, Basis, dan Dimensi.ppt
Aljabar linear:Kebebasan Linear, Basis, dan Dimensi.pptrahmawarni
 
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )Kelinci Coklat
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]Modul Guruku
 
Sub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup faktoSub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup faktoYadi Pura
 
Modul Matematika Fungsi Kuadrat
Modul Matematika Fungsi KuadratModul Matematika Fungsi Kuadrat
Modul Matematika Fungsi KuadratDinar Nirmalasari
 
20 Pembuktian Teorema Pythagoras oleh Kelompok 1
20 Pembuktian Teorema Pythagoras oleh Kelompok 120 Pembuktian Teorema Pythagoras oleh Kelompok 1
20 Pembuktian Teorema Pythagoras oleh Kelompok 1Rahma Siska Utari
 

What's hot (20)

Fungsi Pembangkit
Fungsi PembangkitFungsi Pembangkit
Fungsi Pembangkit
 
Slide seminar proposal Matematika
Slide seminar proposal MatematikaSlide seminar proposal Matematika
Slide seminar proposal Matematika
 
Prinsip Inklusi Eksklusi
Prinsip Inklusi EksklusiPrinsip Inklusi Eksklusi
Prinsip Inklusi Eksklusi
 
teori graf (planar
teori graf (planarteori graf (planar
teori graf (planar
 
BARISAN DAN DERET (RPP & LKPD)
BARISAN DAN DERET (RPP & LKPD)BARISAN DAN DERET (RPP & LKPD)
BARISAN DAN DERET (RPP & LKPD)
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
 
Calculus 2 pertemuan 1
Calculus 2 pertemuan 1Calculus 2 pertemuan 1
Calculus 2 pertemuan 1
 
Geometri datar dra. kusni- m.si
Geometri datar   dra. kusni- m.siGeometri datar   dra. kusni- m.si
Geometri datar dra. kusni- m.si
 
Lembar Kerja Peserta Didik ( LKPD )
Lembar Kerja Peserta Didik ( LKPD )Lembar Kerja Peserta Didik ( LKPD )
Lembar Kerja Peserta Didik ( LKPD )
 
Order dari Elemen Grup
Order dari Elemen GrupOrder dari Elemen Grup
Order dari Elemen Grup
 
Modul 2 keterbagian bilangan bulat
Modul 2   keterbagian bilangan bulatModul 2   keterbagian bilangan bulat
Modul 2 keterbagian bilangan bulat
 
Resume sejarah dan perkembangan bilangan
Resume sejarah dan perkembangan bilanganResume sejarah dan perkembangan bilangan
Resume sejarah dan perkembangan bilangan
 
Proposal Penelitian (Pendidikan Matematika)
Proposal Penelitian (Pendidikan Matematika)Proposal Penelitian (Pendidikan Matematika)
Proposal Penelitian (Pendidikan Matematika)
 
penelitian kuantitatif (keabsahan data)
penelitian kuantitatif (keabsahan data)penelitian kuantitatif (keabsahan data)
penelitian kuantitatif (keabsahan data)
 
Aljabar linear:Kebebasan Linear, Basis, dan Dimensi.ppt
Aljabar linear:Kebebasan Linear, Basis, dan Dimensi.pptAljabar linear:Kebebasan Linear, Basis, dan Dimensi.ppt
Aljabar linear:Kebebasan Linear, Basis, dan Dimensi.ppt
 
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]
 
Sub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup faktoSub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup fakto
 
Modul Matematika Fungsi Kuadrat
Modul Matematika Fungsi KuadratModul Matematika Fungsi Kuadrat
Modul Matematika Fungsi Kuadrat
 
20 Pembuktian Teorema Pythagoras oleh Kelompok 1
20 Pembuktian Teorema Pythagoras oleh Kelompok 120 Pembuktian Teorema Pythagoras oleh Kelompok 1
20 Pembuktian Teorema Pythagoras oleh Kelompok 1
 

Viewers also liked

Pedoman beasiswa s2-2015
Pedoman beasiswa s2-2015Pedoman beasiswa s2-2015
Pedoman beasiswa s2-2015Mas Becak
 
Kel 1 bilangan
Kel 1 bilanganKel 1 bilangan
Kel 1 bilanganMas Becak
 
Surat pemberitahuan dan pedoman beasiswa s2 smp
Surat pemberitahuan dan pedoman beasiswa s2 smpSurat pemberitahuan dan pedoman beasiswa s2 smp
Surat pemberitahuan dan pedoman beasiswa s2 smpMas Becak
 
Surat pemberitahuan beasiswa s2- 2015
Surat pemberitahuan beasiswa s2- 2015Surat pemberitahuan beasiswa s2- 2015
Surat pemberitahuan beasiswa s2- 2015Mas Becak
 
Resume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasional
Resume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasionalResume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasional
Resume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasionalMas Becak
 
Sistem persamaan dan pertidaksamaan linear
Sistem persamaan dan pertidaksamaan linearSistem persamaan dan pertidaksamaan linear
Sistem persamaan dan pertidaksamaan linearMas Becak
 
Jurnal pendidikan matematika
Jurnal pendidikan matematikaJurnal pendidikan matematika
Jurnal pendidikan matematikaNurmalianis Anis
 
Lightning Talk #9: How UX and Data Storytelling Can Shape Policy by Mika Aldaba
Lightning Talk #9: How UX and Data Storytelling Can Shape Policy by Mika AldabaLightning Talk #9: How UX and Data Storytelling Can Shape Policy by Mika Aldaba
Lightning Talk #9: How UX and Data Storytelling Can Shape Policy by Mika Aldabaux singapore
 
SEO: Getting Personal
SEO: Getting PersonalSEO: Getting Personal
SEO: Getting PersonalKirsty Hulse
 

Viewers also liked (10)

Pedoman beasiswa s2-2015
Pedoman beasiswa s2-2015Pedoman beasiswa s2-2015
Pedoman beasiswa s2-2015
 
Kel 1 bilangan
Kel 1 bilanganKel 1 bilangan
Kel 1 bilangan
 
Surat pemberitahuan dan pedoman beasiswa s2 smp
Surat pemberitahuan dan pedoman beasiswa s2 smpSurat pemberitahuan dan pedoman beasiswa s2 smp
Surat pemberitahuan dan pedoman beasiswa s2 smp
 
Surat pemberitahuan beasiswa s2- 2015
Surat pemberitahuan beasiswa s2- 2015Surat pemberitahuan beasiswa s2- 2015
Surat pemberitahuan beasiswa s2- 2015
 
Resume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasional
Resume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasionalResume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasional
Resume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasional
 
Sistem persamaan dan pertidaksamaan linear
Sistem persamaan dan pertidaksamaan linearSistem persamaan dan pertidaksamaan linear
Sistem persamaan dan pertidaksamaan linear
 
Jurnal pendidikan matematika
Jurnal pendidikan matematikaJurnal pendidikan matematika
Jurnal pendidikan matematika
 
Lightning Talk #9: How UX and Data Storytelling Can Shape Policy by Mika Aldaba
Lightning Talk #9: How UX and Data Storytelling Can Shape Policy by Mika AldabaLightning Talk #9: How UX and Data Storytelling Can Shape Policy by Mika Aldaba
Lightning Talk #9: How UX and Data Storytelling Can Shape Policy by Mika Aldaba
 
SEO: Getting Personal
SEO: Getting PersonalSEO: Getting Personal
SEO: Getting Personal
 
Succession “Losers”: What Happens to Executives Passed Over for the CEO Job?
Succession “Losers”: What Happens to Executives Passed Over for the CEO Job? Succession “Losers”: What Happens to Executives Passed Over for the CEO Job?
Succession “Losers”: What Happens to Executives Passed Over for the CEO Job?
 

Similar to Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

Unit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivismeUnit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivismeAminah Rahmat
 
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubiTajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubiArachnis Flosaeris
 
Peningkatan kemampuan berpikir kritis
Peningkatan kemampuan berpikir kritisPeningkatan kemampuan berpikir kritis
Peningkatan kemampuan berpikir kritisMilo Muhammad
 
Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualPembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualputri-uki
 
Matriks pembelajaran inquiry
Matriks pembelajaran inquiryMatriks pembelajaran inquiry
Matriks pembelajaran inquiryRisky Hasibuan
 
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptxGrant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptxLeli85
 
Belajar dan pembelajaran (kognitif dan konstruktivisme)
Belajar dan pembelajaran (kognitif dan konstruktivisme)Belajar dan pembelajaran (kognitif dan konstruktivisme)
Belajar dan pembelajaran (kognitif dan konstruktivisme)Sriwijaya University
 
Implikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematika
Implikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematikaImplikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematika
Implikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematikanurcahyono19
 
Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani
Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan JasmaniPenerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani
Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan JasmaniAwal Akbar Jamaluddin
 
Seminar Matematika
Seminar MatematikaSeminar Matematika
Seminar MatematikaVivin Dolpin
 
Makalah teori konstruktivistik
Makalah teori konstruktivistikMakalah teori konstruktivistik
Makalah teori konstruktivistikPujiati Puu
 

Similar to Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika (20)

Unit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivismeUnit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivisme
 
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubiTajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
 
Makalah dppm
Makalah dppmMakalah dppm
Makalah dppm
 
Teori
TeoriTeori
Teori
 
Peningkatan kemampuan berpikir kritis
Peningkatan kemampuan berpikir kritisPeningkatan kemampuan berpikir kritis
Peningkatan kemampuan berpikir kritis
 
Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualPembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual
 
Artikel Belajar Pembelajaran
Artikel Belajar PembelajaranArtikel Belajar Pembelajaran
Artikel Belajar Pembelajaran
 
Matriks pembelajaran inquiry
Matriks pembelajaran inquiryMatriks pembelajaran inquiry
Matriks pembelajaran inquiry
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptxGrant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
 
Belajar dan pembelajaran (kognitif dan konstruktivisme)
Belajar dan pembelajaran (kognitif dan konstruktivisme)Belajar dan pembelajaran (kognitif dan konstruktivisme)
Belajar dan pembelajaran (kognitif dan konstruktivisme)
 
Implikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematika
Implikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematikaImplikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematika
Implikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematika
 
Makalah iis
Makalah iisMakalah iis
Makalah iis
 
Makalah iis
Makalah iisMakalah iis
Makalah iis
 
Makalah seminar
Makalah seminarMakalah seminar
Makalah seminar
 
PROPOSAL
PROPOSALPROPOSAL
PROPOSAL
 
Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani
Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan JasmaniPenerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani
Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani
 
Seminar Matematika
Seminar MatematikaSeminar Matematika
Seminar Matematika
 
Sbd1
Sbd1Sbd1
Sbd1
 
Makalah teori konstruktivistik
Makalah teori konstruktivistikMakalah teori konstruktivistik
Makalah teori konstruktivistik
 

Recently uploaded

aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 

Recently uploaded (20)

aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 

Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika

  • 1. RESUME Resume ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan dan Pembelajaran Matematika Dosen Pengampu: Dr. Subanji, M.Si Oleh: FUJIARSO (NIM 130311818890) JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG FEBRUARI 2014
  • 2. KATA PENGANTAR Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan pencipta alam semesta yang menjadikan bumi dan isinya dengan begitu sempurna. Tuhan yang menjadikan setiap apa yang ada di bumi sebagai penjelajahan bagi kaum yang berfikir. Dan sungguh berkat limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan resume ini demi memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan dan Pembelajaran Matematika. Penyusunan resume ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapakan banyak terimakasih. Penulis menyadari bahwa dalam resume ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi lebih baiknya kinerja kami yang akan datang. Semoga resume ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak. Malang, Februari 2014 Penulis
  • 3. A. LEARNING MATHEMATICS AND CONSTRUCTIVISME THEORY Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. 1. Pendekatan Kontrukstivisme Konstruktivisme merupakan landasan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba - tiba.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta – fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, bergelut dengan ide – ide, yaitu siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme berusaha untuk melihat dan memperhatikan konsepsi dan persepsi siswa dari kacamata siswa sendiri. Guru memberi tekanan pada penjelasan tentang pengetahuan tersebut dari kacamata siswa sendiri. a) Belajar Matematika menurut Paham Konstruktivisme Konsep pembelajaran konstruktivis didasarkan kepada kerja akademik para ahli psikologi dan peneliti yang peduli dengan konstruktivisme. Para ahli konstruktivisme mengatakan bahwa ketika siswa mencoba menyelesaikan tugas- tugas di kelas, maka pengetahuan matematika dikonstruksi secara aktif ( Suherman, 2001) Para ahli konstruktivisme yang lain mengatakan bahwa dari perspektifnya konstruktivis, belajar matematika bukanlah suatu proses ‘pengepakan’ pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir aktivitas, di mana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas. Selanjut Cobb ( Suherman 2001) mengatakan bahwa belajar matematika merupakan proses di mana siswa secara aktif menkonstruksi pengetahuan matematika. Para ahli konstruktivis setuju bahwa belajar matematika melibatkan manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan dan rumus-rumus saja. Mereka menolak paham matematika dipelajari dalam satu koleksi yang berpola linear. Setiap tahap dari pembelajaran melibatkan suatu proses penelitian terhadap
  • 4. makna dan penyampaian keterampilan hafalan dengan cara yang tidak ada jaminan bahwa siswa akan menggunakan keterampilan intelegensinya dalam setting matematika. Lebih jauh lagi para ahli konstrutivis merekomendasi untuk menyediakan lingkungan belajar di mana siswa dapat mencapai konsep dasar, keterampilan algoritma, proses heuristik dan kebiasaan bekerja sama dan berefleksi . Dalam kaitannya dengan belajar, Cobb dkk (1992) menguraikan bahwa “belajar dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif di mana siswa mencoba untuk menyelesaikan masalah yang muncul sebagaimana mereka berpartisipasi aktif dalam latihan matematika di kelas. b) Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran meliputi 4 tahap yaitu : 1) apersepsi 2) eksplorasi 3) diskusi dan penjelasan konsep serta 4) pengembangan dan aplikasi. Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan – pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahaman tentang konsep itu. Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang guru. Kemudian secara berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena alam di sekelilingnya. Tahap ketiga, saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan dari guru, maka siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak ragu–ragu lagi tentang konsepsinya. Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah – masalah yang berkaitan dengan isu – isu dilingkungannya.
  • 5. Hal ini tercermin bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk berfikir, fokus utama mengajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk berfikir mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya. Komentar : Penggunaan model Konstruktivis secara efektif meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan permasalah-permasalahan matematika. Dalam diskusi kelompok dengan membaurkan siswa terbukti efektif dalam meningkatkan konsep dan minat siswa terhadap matematika. Penggunaan model konstruktivis mengajak siswa berperan aktif dalam menemukan dan mencari solusi dari setiap permasalahan yang ada. Sementara guru bertindak sebagai fasilitator dan mengarahkan saja. B. TEORI-TEORI BELAJAR 1. TEORI PIAGET (Tahap perkembangan) Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu: a) Kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; b) Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; c) Interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social, dan d) Ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Piaget menggambarkan pembelajaran dalam empat tahap : sensorimotor, pra operasional, konkrit operasional, dan mal operasional. 1) Tahap Sensomotor sensorimotor stageoccurs terjadi antara kelahiran dan usia 2 - 3 tahun. Pertumbuhan mental dan Pemahaman matematika dikembangkan pada tahap ini. Misalnya, anak-anak belajar untuk mengenali orang-orang dan hal-hal dan
  • 6. menahan gambar mental saat orang-orang atau hal-hal yang dapat tidak lagi terlihat. Kemampuan ini, disebut object permanence, sangat penting untuk mengingat pengalaman masa lalu untuk berhubungan dengan pengalaman baru. 2) Tahap pra operasional. Selama tahap praoperasional ( usia 2-3 sampai usia 6-7 ), anak-anak secara bertahap berubah dari egosentris dan didominasi oleh persepsi mereka, mulai menyadari perasaan dan sudut pandang orang lain dalam dunia mereka. Anak- anak mengembangkan sistem simbol, benda-benda di cluding, gambar, tindakan, dan bahasa, untuk mewakili pengalaman mereka. Mewakili gagasan dan tindakan dengan benda adalah langkah penting menuju pemahaman gambar kemudian simbol. 3) Tahap operasional Konkret. Selama tahap operasional konkret (usia 7-12 ), anak-anak menguasai struktur bilangan, geometri, dan pengukuran. Bekerja dengan benda konkret adalah dasar untuk mengembangkan konsep-konsep matematika yang diwakili dengan gambar, simbol, dan gambar mental. Anak-anak belajar tentang sistem klasifikasi berdasarkan atribut objek, peristiwa, dan orang-orang dan bagaimana mereka sama dan berbeda- beda. Mereka secara bertahap mempertimbangkan beberapa atribut simultan : kubus berwarna merah, kasar, tebal, dan besar; segitiga berwarna kuning, tipis, halus, dan kecil. 4) Tahap Mal Opersional Mulai dari usia 11 - 13, cara berpikir yang lebih canggih tentang matematika, termasuk penalaran proporsional, dan penalaran correlasional, mulai dan terus berkembang selama tahun-tahun dari remaja sampai menjadi dewasa. Untuk mal operational thinking memungkinkan anak-anak dan dewasa untuk membentuk hipotesis, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan menguji mereka terhadap realitas. 2. TEORI VYGOTSKY Lev Vygotsky percaya bahwa interaksi antara pelajar dan dunia fisik, banyak dipengaruhi oleh interaksi sosial; teorinya disebut konstruktivisme sosial. Menurut Vygotsky (1962), pembelajaran ditingkatkan sebagai orang dewasa dan teman sebaya menyediakan bahasa dan umpan balik, sementara peserta didik pengalaman process. Zona proksimal mengembangkan hanya di luar kemampuan peserta didik
  • 7. dapat dicapai dengan bantuan dari orang dewasa atau rekan-rekan. Scaffolding/ pengetahuan berjenjang terjadi ketika orang dewasa atau teman sebaya peserta didik mendukung mereka membangun makna dari pengalaman mereka. Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu: a) Pembelajaran sosial (sosial leaning). Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap b) ZPD (Zone of Proximal Development). Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya (peer); Bantuan atau support dimaksud agar si anak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif si anak. c) Masa Magang Kognitif (Cognitif Apprenticeship). Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai; d) Pembelajaran Termediasi (Mediated Learning). Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa. 3. TEORI BRUNER (Tingkat Representasi) Menurut Bruner dalam proses belajar ada tiga tahap, yaitu: a) Tahap Informasi (tahap penerimaan materi) Yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru. Dalam setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi yang berfungsi sebagai penambahan pengetahuan yang lama, memperluas dan memperdalam b) Tahap Transformasi (tahap pengubahan materi)
  • 8. Yaitu tahap memahami, mencerna, dan menganalisis informasi baru. Dan informasi tersebut ditransformasikan dalam bentuk yang baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain. c) Tahap evaluasi Yaitu tahap untuk mengetahui apakah hasil transformasi pada tahap kedua benar atau tidak. Jerome Bruner ( 1960) menyatakan tertarik pada bagaimana anak-anak mengenali dan mewakili konsep. Seperti Diena, penemuan Bruner menganjurkan belajar dan belajar melalui berbagai kegiatan. Kajian Bruner menekankan perkembangan kognitif anak-anak. Ia menekankan cara-cara manusia berinteraksi dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalaman secara mendalam. Menurut Bruner, perkembangan kognitif juga melalui peringkat-peringkat tertentu. Peringkat- peringkat tersebut adalah seperti berikut: 1. Peringkat enaktif ( 0 – 2 tahun ) Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda. 2. Peringkat ikonik ( 2 – 4 tahun ) Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan. 3. Peringkat simbolik ( 5 – 7 tahun ) Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep- konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial. Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
  • 9. Bruner menyarankan agar anak hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri. Ada beberapa keistimewaan discovery learning itu, antara lain: a) Discovery learning menimbulkan keingintahuan siswa, dapat memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaan sampai mereka menemukan jawaban-jawaban. b) Pendekatan ini dapat mengajar keterampilan menyelesaikan masalah secara mandiri dan mungkin memaksa siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi dan tidak hanya menyerap secara sederhana saja c) Hasilnya lebih berakar daripada cara belajar yang lain d) Lebih mudah dan cepat ditangkap e) Berdaya guna untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam penalaran Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Diantaranya adalah: a) Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat. b) Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik. c) Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran anak dan kemampuan untuk berfikir secara bebas. 4. TEORI GUILFORD Teori Guilford banyak membicarakan struktur intelegensi seseorang yang banyak mengarah pada kreativitas. Guilford mengeluarkan satu model untuk menjelaskan kreativitas manusia yang disebutnya sebagai Model Struktur Intelek (Structure of Intellect). Dalam model ini, Guilford menjelaskan bahwa kreativitas manusia pada dasarnya berkaitan dengan proses berpikir konvergen dan divergen. Konvergen adalah cara berfikir untuk memberikan satu-satunya jawaban yang benar. Sedangkan berpikir divergen adalah proses berfikir yang memberikan serangkaian alternatif jawaban yang beraneka ragam. Kemampuan berfikir divergen dikaitkan dengan kreativitas ditunjukkan oleh beberapa karakteristik berikut: 1) Kelancaran, yaitu kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar ide-ide atau solusi masalah dalam waktu singkat.
  • 10. 2) Fleksibilitas, yaitu kemampuan untuk secara bersamaan mengusulkan berbagai pendekatan untuk masalah tertentu. 3) Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk memproduksi hal baru, ide-ide asli. 4) Elaborasi, yaitu kemampuan untuk melakukan sistematisasi dan mengatur rincian ide di kepala dan membawanya keluar. 5. TEORI BELAJAR GAGNE Menurut Gagne, terdapat dua objek yang dapat diperoleh siswa dalam belajar matematika, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung adalah transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah, disiplin pribadi dan apresiasi pada struktur matematika. Sedangkan objek langsung belajar matematika adalah fakta, keterampilan, konsep dan prinsip. a) Fakta (fact) adalah perjanjian-perjanjian dalam matematika seperti simbol-simbol matematika, kaitan simbol “3” dengan kata “tiga” merupakan contoh fakta. Contoh lainnya fakta : “+” adalah simbol dari operasi penjumlahan dan sinus adalah nama suatu fungsi khusus dalam trigonometri. b) Keterampilan (skills) adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Misalnya pembagian cara singkat, penjumlahan pecahan dan perkalian pecahan. c) Konsep (concept) adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Himpunan, segitiga, kubus, dan jari-jari adalah merupakan konsep dalam matematika. d) Prinsip (principle) merupakan objek yang paling kompleks. Prinsip adalah sederetan konsep beserta dengan hubungan diantara konsep-konsep tersebut. Contoh prinsip adalah dua segitiga sama dan sebangun bila dua sisi yang seletak dan sudut apitnya kongruen. Kapabilitas keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar yaitu: 1) Belajar Isyarat Belajar isyarat adalah belajar yang tidak diniati atau tanpa kesengajaan, timbul sebagai akibat suatu rangsangan (stimulus) sehingga menimbulkan suatu respon emosional pada individu yang bersangkutan. 2) Belajar stimulus respon
  • 11. Belajar stimulus respon adalah belajar untuk merespon suatu isyarat, berbeda dengan pada belajar isyarat pada tipe belajar ini belajar yang dilakukan diniati atau sengaja dan dilakukan secara fisik. Belajar stimulus respon menghendaki suatu stimulus yang datangnya dari luar sehingga menimbulkan terangsangnya otot-otot kemudian diiringi respon yang dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung yang terpadu antara stimulus dan respon. 3) Belajar rangkaian gerak Belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam suatu rangkaian berhubungan erat dengan stimulus respon yang lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama. 4) Belajar rangkaian verbal Kalau tadi pada belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah, maka pada belajar rangkaian verbal merupakan perbuatan lisan. Jadi, belajar rangkaian verbal adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam satu rangkaian berkaitan dengan stimulus respon lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama. 5) Belajar memperbedakan Belajar memperbedakan adalah belajar membedakan hubungan stimulus respon sehingga bisa memahami bermacam-macam objek fisik dan konsep, dalam merespon lingkungannya, anak membutuhkan keterampilan-keterampilan sederhana sehingga dapat membedakan suatu objek dengan objek lainnya, dan membedakan satu simbol dengan simbol lainnya. Terdapat dua macam belajar memperbedakan yaitu memperbedakan tunggal dan memperbedakan jamak. 6) Belajar Pembentukan Konsep Belajar Pembentukan Konsep adalah belajar mengenal sifat bersama dari benda- benda konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkan menjadi satu. 7) Belajar Pembentukan Aturan Aturan terbentuk berdasarkan konsep-konsep yang sudah dipelajari. Aturan merupakan pernyataan verbal, dalam matematika misalnya adalah: teorema, dalil, atau sifat-sifat. Contoh aturan dalam segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring
  • 12. sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya. Dalam belajar pembentukan aturan memungkinkan anak untuk dapat menghubungkan dua konsep atau lebih. 8) Belajar memecahkan masalah (problem solving) Belajar memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks daripada tipe belajar aturan (rule learning). Pada tiap tipe belajar memecahkan masalah, aturan yang telah dipelajari terdahulu untuk membuat formulasi penyelesaian masalah. 6. TEORI BELAJAR DIENES Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi tahap, yaitu a) Permainan Bebas (Free Play) Dalam setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep- konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi. b) Permainan yang Menggunakan Aturan (Games) Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda
  • 13. berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru), hijau, kuning). c) Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities) Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok). d) Permainan Representasi (Representation) Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif, seperti gambar berikut: Segi-3 Segi-4 Segi-5 Segi-6 Segi-23 0 diagonal 2 diagonal 5 diagonal ... diagonal berapa diagonal Gambar 2. Gambar diagonal suatu poligon e) Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization) Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol
  • 14. matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak. f) Permainan dengan Formalisasi (Formalization) Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut. 7. TEORI AUSUBLE Menurut Ausubel belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel ini merupakan psikologi pendidikan untuk mencari hukum belajar yang bermakna. Konsep belajar bermakna David Ausubel yaitu Belajar bermakna (meaningful learning) dan Belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar yakni informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Ausubel telah mengemukakan model pengajaran ekspositori, yaitu guru menyampaikan pelajaran dengan lengkap dalam susunan yang teratur agar pelajar
  • 15. dapat menerimanya dengan baik. Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap, yaitu: a) Penyajian Advance Organizer Advance organizer merupakan pernyataan umum yang memperkenalkan bagian- bagian utama yang tercakup dalam urutan pengajaran. Advance organiser berfungsi untuk menghubungkan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi yang telah berada di dalam pikiran siswa. Advance organizer ini memberikan skema organisasional terhadap informasi yang sangat spesifik yang telah disajikan. b) Penyajian Materi atau Tugas Belajar Dalam tahap ini, guru menyajikan materi pembelajaran yang baru dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan tugas-tugas belajar kepada siswa. Ausubel menekankan tentang pentingnya mempertahankan perhatian siswa, dan pentingya pengorganisasian materi pelajaran yang dikaitkan dengan struktur yang terdapat di dalam Advance Organizer. Dia menyarankan suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresif yaitu pembelajaran berlangsung secara bertahap dimulai dari konsep umum menuju kepada konsep yang lebih spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep lama dengan konsep baru. c) Memperkuat Organisasi Kognitif Ausubel menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, dengan cara mengingatkan siswa bahwa rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran, siswa diminta mengajukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap materi yang baru dipelajari. Dalam tahap ini siswa diharapkan menghubungkan dengan materi yang telah dimiliki. David Ausubel mengemukakan lima prinsip utama yang harus diperhatikan di dalam proses belajar, yakni : a) Subsumption Yaitu proses penggabungan ide atau pengalaman terhadap pola-pola ide yang telah lalu yang telah dimiliki. Ilmu yang dipelajari oleh pelajar dari berbagai bidang akan menjadi struktur kognitif yang boleh diasimilasikan melalui proses
  • 16. subsumption. Pembelajaran bermakna boleh dilakukan melalui subsumption. Dalam hal ini terdapat 2 macam subsumption yakni: 1) Derivative Subsumption Yaitu sejenis subtansi yang berlangsung ketika materi baru dapat diketahui. Sebagai contoh, guru memberitahu pelajar bahwa semua binatang liar adalah bahaya. Apabila pelajar mempunyai pengalaman dengan binatang liar seperti melihat harimau di kebun binatang, pemikirannya akan bertindak secara subsumption terbitan, yaitu “ Harimau adalah binatang liar. Oleh itu, harimau adalah seekor binatang berbahaya. 2) Correlative Subsumption Yaitu sebuah tipe pembelajaran yang berlangsung ketika informasi baru memerlukan penjelasan karena sebelumnya belum diketahui. Sebagai contoh, seorang anak telah mempelajari fakta ayam betina bertelur. Apabila anak tersebut melihat penyu bertelur di pantai pada musim libur sekolah, maka ia dapat mengaitkan pengalaman ini dengan fakta yang telah disampaikan oleh gurunya dan dapat mengaitkan kedua peristiwa dalam struktur kognitifnya. Anak itu juga memperoleh pelajaran tambahan kerana dapat melihat bagaimana proses penyu bertelur. b) Organizer Yaitu usaha mengintegrasikan pengalaman lalu dengan pengalaman baru sehingga menjadi satu kesatuan pengalaman. Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan pengatur awal tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi , terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. c) Progressive differentiation Bahwa di dalam belajar, sesuatu yang lebih umum harus lebih dulu muncul sebelum sampai kepada sesuatu yang lebih spesifik. Dalam proses belajar bermakna, perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Dengan metodenya yaitu unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan terlebih dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, sehingga proses pembelajaran dari umum ke khusus, dan disertai dengan contoh-contoh.
  • 17. d) Konsolidasi Yaitu suatu pelajaran harus terlebih dahulu dikuasai sebelum melanjutkan pada pelajaran berikutnya. jika pelajaran tersebut menjadi dasar untuk pelajaran selanjutnya, pemantapan materi disajikan dalam berbagai bentuk seperti siswa diberikan banyak contoh atau latihan sehingga siswa bisa lebih paham dan selanjutnya akan siap menerima materi baru. e) Integrative reconciliation Yaitu bahwa ide atau pelajaran baru yang dipelajari itu harus dihubungkan dengan ide pelajarn yang telah dipelajari lebih dulu. 8. TEORI SKINNER Selama lebih 60 tahun dari karirnya, Skinner mengidentifikasi sejumlah prinsip mendasar dari operant conditioning yang menjelaskan bagaimana seseorang belajar perilaku baru atau mengubah perilaku yang telah ada. Prinsip-prinsip utamanya adalah reinforcement (penguatan kembali), punishment (hukuman), shaping (pembentukan), extinction (penghapusan), discrimination (pembedaan), dan generalization (generalisasi). a) Penguatan Reinforcement (penguatan). Berarti proses yang memperkuat perilaku yaitu, memperbesar kesempatan supaya perilaku tersebut terjadi lagi. Ada dua kategori umum reinforcement, yaitu positif dan negatif. Eksperimen Thorndike dan Skinner menggambarkan reinforcement positif, suatu metode memperkuat perilaku dengan menyertakan stimulus yang menyenangkan. Reinforcement positif merupakan metode yang efektif dalam mengendalikan perilaku baik hewan maupun manusia. Untuk manusia, penguat positif meliputi item-item mendasar seperti makanan, minuman, seks, dan kenyamanan yang bersifat fisikal. Reinforcement negatif merupakan suatu cara untuk memperkuat suatu perilaku melalui cara menyertainya dengan menghilangkan atau meniadakan stimulus yang tidak menyenangkan. Ada dua tipe reinforcement negatif : mengatasi dan menghindari. Di dalam tipe pertama (mengatasi), seseorang melakukan perilaku khusus mengarah pada menghilangkan stimulus yang tidak mengenakkan. b) Hukuman (punishment) Apabila reinforcement memperkuat perilaku, hukuman memperlemah, mengurangi peluangnya terjadi lagi di masa depan. Sama halnya dengan
  • 18. reinforcement, ada dua macam hukuman, positif dan negatif. Hukuman yang positif meliputi mengurangi perilaku dengan memberikan stimulus yang tidak menyenangkan jika perilaku itu terjadi. Hukuman negatif atau disebut juga peniadaan, meliputi mengurangi perilaku dengan menghilangkan stimulus yang menyenangkan jika perilaku terjadi. c) Pembentukan (shaping) Pembentukan merupakan teknik penguatan yang digunakan untuk mengajar perilaku hewan atau manusia yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya. Dalam cara ini, guru memulainya dengan penguatan kembali suatu respons yang dapat dilakukan oleh pembelajar dengan mudah, dan secara berangsur-angsur ditambah tingkat kesulitan respons yang dibutuhkan. Pakar psikologi telah menggunakan shaping (pembentukan) ini untuk mengajarkan kemampuan berbicara pada anak-anak dengan keterbelakangan mental yang parah dengan pertama-tama memberikan hadiah pada suara apa pun yang mereka keluarkan, dan kemudian secara berangsur menuntut suara yang semakin menyerupai kata-kata dari gurunya. d) Eliminasi (extinction) Penguatan Sebagaimana dalam classical conditioning, respons yang dipelajari di dalam operant conditioning tidak selalu permanen. Di dalam operant conditioning, extinction (eliminasi kondisi) merupakan eliminasi dari perilaku yang dipelajari dengan menghentikan penguat dari perilaku tersebut. Sebagai contoh, orang tua seringkali memberikan reinforcement negatif sifat marah anak-anak muda dengan memberinya perhatian. Jika orang tua mengabaikan saja kemarahan anak-anak dengan lebih memberikannya hadiah berupa perhatian tersebut, frekuensi kemarahan dari anak-anak tersebut seharusnya secara berangsur- angsur akan berkurang. e) Generalisasi dan Diskriminasi Generalisasi dan diskriminasi yang terjadi di dalam operant conditioning nyaris sama dengan yang terjadi di dalam classical conditioning. Dalam generalisasi, seseorang suatu perilaku yang telah dipelajari dalam suatu situasi dilakukan dalam kesempatan lain namun situasinya sama. Sebagai misal, seseorang yang diberi hadiah dengan tertawa atas ceritanya yang lucu di suatu bar akan mengulang cerita yang sama di retoran, pesta, atau resepsi pernikahan. Diskriminasi merupakan proses belajar bahwa suatu perilaku akan diperkuat dalam suatu situasi
  • 19. namun tidak dalam situasi lain. Seseorang akan belajar bahwa menceritakan leluconnya di dalam gereja atau dalam situasi bisnis yang memerlukan keseriusan tidak akan membuat orang tertawa. Komentar : Perkembangan kognitif adalah tahap-tahap perkembangan kognitif manusia mulai dari usia anak-anak sampai dewasa; mulai dari proses-proses berpikir secara konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep anstrak dan logis. Pandangan para pakar dengan teori-teori mereka memberikan kontribusi yang sangat besar dalam dunia pendidikan dengan pendekatan-pendekatan yang sangat bermanfaat. Dalam perkembangan pendidikan sekarang ini penerapan dari teori- teori terdahulu sangat memiliki andil besar dan bisa diterapkan disekolah-sekolah. Teori-teori belajar mereka memiliki ciri khas masing-masing dan memiliki pandangan yang berbeda-beda namun memiliki tujuan yang sama yaitu bagaimana menumbuhkan pola berpikir matematika. C. METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA KONTEKS KONSTRUKTIVISME 1. Problem Solving Istilah problem solving sering digunakan dalam berbagai bidang ilmu dan memiliki pengertian yang berbeda-beda pula. Tetapi problem solving dalam matematika memiliki kekhasan tersendiri. Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Berbicara pemecahan-masalah tidak bisa dilepaskan dari tokoh utamanya yaitu George Polya. Menurut Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu: (1) Memahami masalah (Understand the problem) (2) Merencanakan pemecahannya (Devise a plan) (3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua (Carry out the plan) (4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (look back).
  • 20. Menurut Musser and Burger (2011), strategi-strategi pemecahan masalah dalam matematika antara lain sebagai berikut:Menduga dan memeriksa, Gunakan variabel, Membuat gambar, Menemukan pola, Membuat daftar, Menyelesaikan masalah yang lebih sederhana, Membuat diagram, Menggunakan penalaran langsung, Menggunakan penalaran tidak langsung, Menggunakan sifat-sifat bilangan, Menyelesaikan masalah yang ekivalen, Bekerja mundur, Menggunakan kasus-kasus, Menyelesaikan persamaan, Menemukan rumus, Melakukan simulasi, Menggunakan model, Menggunakan analisis dimensional, Menetapkan sub tujuan, Menggunakan koordinat, Menggunakan simetri. Komentar : Pencantuman berbagai macam strategi heuristic dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa terdapat banyak sekali strategi yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah matematika. Satu strategi heuristic tidak dapat digunakan untuk memecahkan semua jenis masalah. Masalah yang berbeda ada kemungkinan memerlukan strategi yang berbeda. Terkadang satu masalah dapat diselesaikan hanya dengan menggunakan satu strategi heuristic, akan tetapi ada juga masalah yang menuntut pengkombinasian dari beberapa strategi heuristic. Tidak ada satu strategi yang lebih baik dari strategi lain. Strategi-strategi tersebut bersifat relatif dan tergantung pada jenis masalah yang dihadapi. 2. Pengertian Problem Posing Problem posing memiliki beberapa pengertian, yaitu : Perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit. Perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (Silver & Cai, 1996:294). Perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal (Silver & Cai, 1996:523). Problem posing (pengajuan soal) merupakan salah satu proses pembelajaran yang berbasis konstruktivisme. Problem posing adalah pembelajaran yang menekankan pada pengajuan soal oleh siswa. Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir matematis. Dalam pembelajaran matematika, problem posing menempati posisi yang strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penguasaan soal secara mendetail.
  • 21. Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya khasanah pengetahuannya tak hanya dari guru melainkan perlu belajar secara mandiri. Silver dan Cai menjelaskan bahwa problem posing biasanya digunakan pada 3 bentuk kegiatan kognitif matematika, yaitu : a) Presolutin posing, siswa menghasilkan soal-soal awal yang ditimbulkan oleh stimulus. b) Within solution posing, siswa merumuskan soal yang dapat diselesaikan. c) Post solition posing, siswa memodifikasi kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk menghasilkan soal - soal baru. Komentar : Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat dideteksi lewat kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang diajukan didepan kelas. Dengan penerapan model pembelajaran problem posing dapat melatih siswa belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Komentar : Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal-soal sejenis uraian perlu dilatih, agar penerapan metode pembelajaran problem posing dapat optimal. Kemampuan tersebut akan tampak dengan jelas bila siswa mampu mengerjakan soal-soal secara mandiri maupun berkelompok. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat dideteksi lewat kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang diajukan didepan kelas. Dengan penerapan model pembelajaran problem posing dapat melatih siswa belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa. 3. Pengertian Open Ended Shimada (1997) mengungkapkan bahwa pembelajaran open-ended adalah pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki metode atau penyelesaian yang benar lebih dari satu. Pembelajaran open-ended dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan/pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beragam teknik. Menurut Suherman dkk (2003) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada
  • 22. cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak. Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir. Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematika siswa melalui problem solving secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematika siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa. Sama halnya seperti ilmu-ilmu sosial, permasalahan atau soal-soal dalam matematika pun secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah masalah-masalah matematika tertutup (closed problems). Dan yang kedua adalah masalah-masalah matematika terbuka (open problems). Komentar : Pembelajaran dengan pendekatan open ended merupakan terobosan dalam pembelajaran matematika. Dengan menggunakan pendekatan ini berbagai kemampuan berfikir matematik siswa tertampung. Pembelajaran open ended menyajikan permasalahan yang tidak rutin. Oleh karena itu, masalah open ended dapat pula disebut dengan masalah problem solving. Masalah yang disajikan merupakan masalah terbuka, dimana dimungkinkan masalah tersebut diselesaikan dengan banyak cara atau masalah yang disajikan memiliki jawaban tidak tunggal. Banyak keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pendekatan open ended, antara lain dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa. Siswa dapat mengungkapkan idenya sendiri dan berargumentasi dalam menyelesaikan masalah. Namun juga terdapat beberapa kelemahan dalam penerapan pendekatan ini, diantaranya ialah menyajikan
  • 23. permasalahan yang bersifat terbuka tidaklah mudah dan memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk memecahkan sebuah permasalahan.