SlideShare a Scribd company logo
PRODUKSI UDANG SAYUR SEBAGAI
UPAYA PEMBERDAYAAAN BAK BACKYARD HATCHERY1
Oleh:
Lisa Ruliaty, Agus Basyar, M.Soleh dan Kaemudin
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara
Email: lisaruliaty@yahoo.co.id
Abstrak
Rekayasa produksi udang putih (L. vannamei) di bak backyard hatchery untuk dijadikan udang
sayur telah di lakukan. Produksi udang sayur ini dimaksudkan untuk memanfaatkan serta
memberdayakan bak-bak backyard hatchery udang yang telah lama tidak beroperasi. Udang putih di
pelihara dari PL8 – PL10 selama 2-2,5 bulan dengan kepadatan awal yang berbeda. Kepadatan awal yang
dipakai yaitu 5.000 ekor/bak (313 ekor/m2
), 10.000 ekor/bak (625 ekor/m2
), 20.000 ekor/bak (1.250
ekor/m2
) dan 30.000 ekor/bak (1.875 ekor/m2
).
Pakan berupa pellet crumble diberikan dengan frekuensi pemberian 4x sehari sebanyak 10% - 5%
dari berat biomas udang selama pemeliharaan. Untuk menjaga kondisi oksigen di media di pergunakan
aerasi bawah dengan menggunakan paralon yang telah di lubangi kecil. Pada kepadatan 5.000 ekor/bak
dan 10.000 ekor/bak pergantian air dilakukan 2-3 hari sekali dengan sistem air mengalir sebesar 50 –
100%. Sedangkan pada kepadatan 20.000 ekor/bak dan 30.000 ekor/bak setelah pemeliharaan ≥ 1 bulan
dilakukan pergantian air 100% setiap hari dengan system air mengalir dan selalu menjaga ketersediaan
oksigen setiap saat terutama pada malam hari.
Dari rekayasa ini didapatkan bahwa pada kepadatan awal 5.000 ekor/bak menghasilkan rerata
biomas udang sayur 25 kg, FCR 1,3 dan SR 82,3%; kepadatan awal 10.000 ekor/bak menghasilkan rerata
biomas udang sayur sebesar 48 kg, FCR 1,6 dan SR 89,81%. Kepadatan awal 20.000 ekor/bak
menghasilkan biomas udang sayur 86 kg, FCR 1,7 dan SR 86%. Sedangkan pada kepadatan awal 30.000
ekor/bak menghasilkan biomas udang sayur 108 kg, FCR 1,9 dan SR 80%. Dari analisa biaya didapatkan
bahwa produksi udang sayur di bak backyard hatchery dengan kepadatan awal hingga 30.000 ekor/bak
masih memberikan hasil yang menguntungkan.
Kata Kunci: Udang putih, udang sayur, backyard hatchery
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Udang putih (L. vannamei) merupakan spesies introduksi yang dibudidayakan di Indonesia.
Udang putih yang dikenal masyarakat dengan vanname ini berasal dari Perairan Amerika
Tengah. Negara-negara di Amerika Tengah dan Selatan seperti Ekuador, Venezuela,
1
Makalah di sampaikan pada pertemuan Indonesian Aquaculture 2010 di Hotel Novotel Bandar Lampung, 4 – 6
Oktober 2010.
Panama,Brasil, dan meksiko sudah lama memudidayakan jenis udang yang dikenal juga dengan
pasific white shrimp ini. Di Indonesia, udang putih baru diintroduksi dan dibudidayakan mulai
awal tahun 2000-an dengan menunjukkan hasil yang menggembirakan. Masuknya udang putih
ini telah menggairahkan kembali usaha pertambakan Indonesia yang mengalami kegagalan
budidaya akibat serangan penyakit, terutama bintik putih (white spot).
Udang putih mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies udang lainnya.
Berdasarkan penelitian Boyd dan Clay (2002), produktivitasnya mencapai lebih dari13.600
kg/ha. Produktivitas yang tinggi ini karena udang putih mempunyai beberapa keunggulan
dibanding spesies jenis lainnya, antara lain : tingkat kelulushidupan tinggi, ketersediaan benur
yang berkualitas, kepadatan tebar tinggi, tahan penyakit dan konversi pakan rendah. Tingkat
kelulushidupan udang putih bisa mencapai 80-100% (Duraippah et al, 2000), sedangkan menurut
Boyd dan Clay (2002), tingkat kelulushidupannya mencapai 91%. Tingginya tingkat
kelulushidupan karena benih udang putih sudah dapat diperoleh dari induk yang sudah berhasil
didomestikasi sehingga benur yang dihasilkan tidak liar dan tingkat kanibalisme rendah. Benur
udang putih sudah ada yang bersifat SPF (Spesific Pathogen Free) yaitu benur yang bebas dari
beberapa jenis penyakit (pathogen), sehingga memudahkan petambak dalam proses budidaya.
Kelulushidupan udang putih juga dipengaruhi oleh daya tahannya terhadap penyakit
dibandingkan udang jenis lainnya. Udang putih mempunyai daya tahan lebih kuat terhadap
serangan penyakit white spot syndrome virus (WSSV) , meskipun ditemukan pula beberapa
kasus udang yang terinfeksi (Soto et al.,2001). Udang putih termasuk hewan omnivora yang
mampu memanfaatkan pakan alami yang terdapat dalam tambak seperti plankton dan detritus
yang ada pada kolom air sehingga dapat mengurangi input pakan berupa pelet. Konversi pakan
atau feed conversion ratio (FCR) udang putih 1,3- 1,4 (Boyd dan Clay,2002). Kandungan
protein pada pakan untuk udang putih relatif lebih rendah dibandingkan udang windu. Menurut
Briggs et al (2004), udang putih membutuhkan pakan dengan kadar protein 20-35%. Dengan
menggunakan pakan yang berkadar protein rendah maka biaya untuk pembelian pakan lebih
kecil sehingga dapat menekan biaya produksi. Udang putih dapat tumbuh baik dengan
kepadatan tebar yang tinggi, yaitu 60-150 ekor/m2 (Briggs et al, 2004) dengan tingkat
pertumbuhan 1-1,5 gr/minggu. Hal ini disebabkan udang putih mampu memanfaatkan kolom air
sebagai tempat hidup sehingga ruang hidup udang menjadi lebih luas.
Dengan kemampuan udang putih untuk di pelihara dalam kepadatan tebar tinggi, tingkat
kelulushidupan yang tinggi, ketersediaan benur yang berkualitas, tahan penyakit dan konversi
pakan rendah, menjadi dasar untuk dipilihnya udang putih sebagai spesies yang dapat di pelihara
di dalam bak-bak backyard dengan produk akhir berupa udang sayur. Produksi udang sayur ini
dimaksudkan untuk memanfaatkan serta memberdayakan bak-bak backyard hatchery udang yang
telah lama tidak beroperasi. Sehingga dapat menjadi usaha ekonomi bagi masyarakat dengan
memberdayakan kembali bak-bak backyard hatchery udang.
I.2. Tujuan
• Memperkenalkan teknik memproduksi udang konsumsi (udang sayur) yang dapat
dilakukan pada bak backyard hatchery udang windu.
• Sebagai upaya untuk pemanfaatan serta memberdayakan bak-bak backyard hatchery
udang yang telah lama tidak beroperasi sehingga dapat menjadi usaha ekonomi bagi
masyarakat.
II. BAHAN DAN METODE
II.1. Bahan dan Alat
Bahan : - Benur udang putih (L. vannamei) umur PL8 – PL10
- Pellet udang
- Air laut
Alat : - Bak beton ukuran 2x7x1 m
- Paralon yang dilubangi untuk aerasi bawah
- Mesin blender
- Ember dan gayung
- Timbangan untuk sampling
II.2. Metode
Pemeliharaan diawali dengan persiapan wadah dan media yang meliputi kegiatan
pembersihan bak, pengisian air media setinggi 60 – 70 cm, hingga klorinasi air. Serangkaian
kegiatan ini biasanya berlangsung dalam 3 – 5 hari. Kemudian dilakukan pemilihan benur,
penebaran hingga tahap pemeliharaannya.
Persiapan Bak
Seperti pada kegiatan di pembenihan udang windu, wadah atau bak pemeliharaan terlebih
dahulu dibersihkan dan disterilkan dengan kaporit atau chlorine setelah itu bak dibilas dengan air
bersih dan dibiarkan kering selama 24 jam. Sistem aerasi untuk menghasilkan oksigen di dalam
media pemeliharaan udang sayur berupa paralon ¾ inch yang telah di lubangi kecil-kecil di
dsalah satu bagiannya secara merata. Paralon tersebut kemudian dipasang di dasar bak dan
tersambung dengan sistem aerasi baik menggunakan root blower maupun hi-blow. Bak
kemudian di jemur selama 1 hari dan sebelum pengisian air laut, bak sekali lagi dibilas dengan
air laut bersih.
Pengisian dan klorinasi air
Air untuk pemeliharaan udang sayur dapat diperoleh langsung dari laut, dengan melalui
penyaringan pasir (sand filter), atau pada daerah-daerah tertentu (misalnya di Jepara) dapat
diperoleh dengan cara membeli. Kedalaman 60 – 70 cm sudah cukup ideal. Untuk membunuh
bibit-bibit penyakit (bakteri, jamur, virus dan organisme lainnya) dilakukan klorinasi, yaitu
sterilisasi dengan menggunakan klorin 50 – 100 ppm atau kaporit sebanyak 30 – 50 ppm. Air
media kemudian diaerasi kuat-kuat selama 1-3 hari, dengan harapan terjadi oksidasi sehingga
menjadi netral.
Inokulasi alga
Alga berupa Chlorella sp di tebar sehari sebelum penebaran benur udang ke bak
pemeliharaan. Bibit alga dapat berasal dari kultur massal Chlorella sp maupun bibit yang sudah
di padatkan. Kecerahan alga yang diberikan di media pemeliharaan berkisar 30 - 40 cm.
Pemilihan benur
Kualitas benur merupakan faktor terpenting dalam pemeliharaan udang sayur (L.
vannamei). Mutu benur ini berpengaruh sangat nyata terhadap keberhasilan kegiatan ini. Benur
yang baik dan sistim pemeliharaan yang standar, hampir dapat dipastikan memberikan hasil
memuaskan. Memilih benur sangat perlu dilakukan, karena dengan demikian resiko-resiko yang
mungkin terjadi dapat dicegah sedini mungkin. Sebelum menentukan pilihan benur, disyaratkan
menguji terlebih dahulu. Terkadang penampilan fisik (luar) tidak dapat dijadikan patokan,
karena insidensi infeksi (bakteri, jamur atau virus) tidak selalu diikuti oleh gejala klinis secara
langsung. Seleksi benur dilakukan dengan pengujian secara visual, melakukan uji stres maupun
melakukan pengujian terhadap virus berbahaya.
• pengujian visual; pengujian Pl, secara visual dilakukan untuk melihat
keseragaman warna, ukuran, gerakan, dan kerusakan organ luar, keseragaman
ukuran dan urupoda harus sudah terbuka 5. benih yang baik apabila 95 %
menunjukkan keseragaman ukuran dan apabila ditampung di waskon dan diputar
airnya menunjukkan Pl berenang aktif melawan arah gerakan air, jika > 5 % Pl
berenang secara lemah dan pasif menunjukkan benih tidak sehat.
• uji stress; Seleksi benur dilakukan dengan mengambil contoh sekitar 100 ekor
benur dari bak pemeliharaan (HSRT) atau pusat pembenihan, ditampung dalam
wadah yang telah terisi air 1 liter dari media pemeliharaan benur tersebut,
diaerasi, kemudian ditetesi formalin 200 ppm dan diberi aerasi yang cukup.
Setelah kira-kira 2 jam, dilakukan pengecekan dan penghitungan terhadap benur
yang mati dan lemah, sehingga akhirnya akan diketahui persentase SR benur yang
mencerminkan kualitas benur tersebut. Bila terjadi kematian masih dibawah 5 %,
maka benur dapat dipastikan tergolong sehat dan dapat diterima.
• pengujian virus berbahaya; dengan mengambil sampel benih yang lemah lebih
kurang 100- 500 ekor, dan dikirim ke laboratorium uji kesehatan udang dan ikan
untuk dicek WSSV, dan apabila dari hasil PCR uji laboratorium menunjukkan
hasil positif (+) benih mengandung penyakit /virus.
Dalam hal pemilihan benur yang sehat dan baik, aplikasi dengan perendaman
formaldehyde (fomalin) sudah terbukti cukup efektif dan efisien. Selain metodenya sangat
sederhana, biayanya pun relatif rendah, dan sangat terjangkau oleh usaha skala rumah tangga.
Pada prinsipnya, dengan aplikasi formalin, benur akan terbagi menjadi dua golongan, yakni
tahan dan tidak tahan. Benur yang sehat akan bertahan dengan perendaman formalin dan tetap
hidup. Sementara benur sakit (misalnya terinfeksi SEMBV), tidak akan bertahan dan mati. Pada
tahapan pemilahan benur, hanya benur yang sehat dan hidup yang akan ditebar ke wadah
pemeliharaan.
Pemilahan dan penebaran benur
Pemilahan benur dilakukan beberapa saat sebelum penebaran benur. Prinsipnya sama dengan
tatacara pada pemilihan benur, hanya saja skalanya lebih besar. Perendaman atau pencucian
dengan formalin tidak lagi dilakukan terhadap sampel, namun untuk keseluruhan benur yang
akan ditebar. Sejumlah benur yang siap ditebar pada suatu bak, ditampung dalam wadah (ember
atau bak fiberglass) dengan kepadatan 500 – 1000 ekor/liter. Formalin dengan dosis 200 ppm
dituangkan/diteteskan ke dalam wadah tersebut, dan diaerasi yang cukup selama 2 jam. Setelah
dua jam, aerasi dimatikan dan air diputar untuk mempercepat pengendapan benur yang lemah
dan mati. Penyiponan dilakukan untuk membuang benur yang mati dan kemungkinan lemah
yang tidak memungkinkan dipelihara, sehingga benur yang tersisa adalah benur sehat dan
langsung dilakukan penebaran.
Padat tebar benur
Dalam produksi udang sayur yang telah dilakukan, penebaran benur dilakukan dalam
beberapa perlakuan padat tebar yang berbeda. Padat tebar yang digunakan yaitu 5.000 ekor/bak
(313 ekor/m2
), 10.000 ekor/bak (625 ekor/m2
), 20.000 ekor/bak (1.250 ekor/m2
) dan 30.000
ekor/bak (1.875 ekor/m2
). Setiap perlakuan padat tebar dilakukan 2-3 kali ulangan
pemeliharaan.
Pemeliharaan
Secara umum, pengelolaan pada pemeliharaan udang sayur seperti pengelolaan pada
pemeliharaan tokolan yang lebih sederhana dari produksi benur. Hanya saja pemeliharaan udang
sayur dengan durasi waktu pemeliharaan yang lebih panjang dibandingkan dengan pemeliharaan
pada tokolan. Treatment sanitasi air media sudah lebih sederhana, demikian pula frekuensi
pemberian pakan telah berkurang. Kasus-kasus insidensi penyakit pun yang seringkali
mengakibatkan kematian massal pada benur, jarang dijumpai pada produksi udang sayur.
Beberapa kegiatan utama dalam produksi udang sayur diantaranya pemberian pakan,
penggantian air dan pemanenan.
• pemberian pakan; Pada hari pertama, dilakukan adaptasi pakan. Sebelum benur
ditebar, terlebih dahulu nauplii artemia dimasukkan untuk persiapan pakan alami dan
juga sebagai suplai protein, gizi yang tinggi untuk mempertahankan kualitas benur.
Dan sambil, sedikit demi sedikit dikombinasi dengan pelet halus. Peruntukan
100.000 ekor benur yang akan ditebar, perlu disediakan 50 – 100 gram kista artemia
untuk selama 1 – 2 hari pemberian. Nauplius artemia dapat diberikan pagi dan sore
hari, dan selanjutnya sudah sepenuhnya diberi pakan buatan. Pakan untuk produksi
udang sayur adalah pelet komersial (D0 – D1). Pakan diberikan 4 kali pada pagi,
siang, sore dan malam hari, sebanyak 10% - 5% dari berat biomas udang selama
pemeliharaan. Sampling terhadap berat biomas udang dilakukan setiap minggu
untuk mengetahui jumlah pakan pelet yang akan diberikan setiap harinya.
• penggantian air; Ganti air dapat dilakukan setelah 7 – 10 hari semejak penebaran,
dimana benur sudah terdaptasi dan ukurannya cukup besar. Penambahan air tawar
merupakan hal yang umum dilakukan; pada salinitas rendah (payau) molting akan
berlangsung lebih sering, sehingga pertumbuhan dapat lebih cepat. Diusahakan
penambahan/pergantian air dilakukan secara bertahap, sehingga tidak ada perubahan
yang drastis dalam media pemeliharaan. Pada kepadatan 5.000 ekor/bak dan 10.000
ekor/bak pergantian air dilakukan 2-3 hari sekali dengan sistem air mengalir sebesar
50 – 100%. Sedangkan pada kepadatan 20.000 ekor/bak dan 30.000 ekor/bak setelah
pemeliharaan ≥ 1 bulan dilakukan pergantian air 100% setiap hari dengan system air
mengalir dan selalu menjaga ketersediaan oksigen setiap saat terutama pada malam
hari.
• panen; Panen udang sayur sayur dapat dilakukan apabila pemeliharaan telah
berlangsung 2 – 2,5 bulan. Pemanenan dimulai dengan pengurangan air perlahan-
lahan dengan cara pipa pembuangan (outlet) dibuka, sehinga udang akan hanyut dan
tertampung di dalam hapa yang telah dipasang diujung pipa outlet. Udang yang
tertampung dicuci dengan air tawar bersih dan di beri serbuk es untuk
mempertahankan kesegarannya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Survival Rate
Survival rate (tingkat kelulushidupan) udang putih paling tinggi terjadi pada produksi
udang sayur dengan padat tebar 10.000 ekor/bak sebesar 89,81%, kemudian diikuti pada pada
tebar 5.000 ekor/bak sebesar 86,21%, padat tebar 20.000 ekor/bak sebesar 86,0% dan yang
paling kecil pada produksi dengan padat tebar 30.000 ekor/bak sebesar 80% (Gambar 1).
Menurut Duraippah (2000), survival rate udang dipengaruhi oleh kepadatan tebar, kualitas air,
dan penyakit.
Gambar 1. Grafik survival rate pada produksi udang sayur (L. vannamei) dengan
padat tebar yang berbeda
Rasio Konversi Pakan (FCR)
FCR pada produksi udang sayur dengan berbagai padat tebar yang berbeda berkisar pada
nilai 1,28 sampai 1,85 (Gambar 2). FCR yang paling kecil terjadi pada produksi udang sayur
dengan padat tebar 5.000 ekor/bak. FCR merupakan jumlah pakan yang diberikan untuk
menghasilkan 1 kg biomas. Nilai FCR 1,28 mempunyai arti bahwa di butuhkan pakan
sebanyak 1,28 kg untuk menghasilkan 1 kg biomas udang. FCR yang terlalu kecil
mengindikasikan kekurangan dalam pemberian pakan (under feeding). Under feeding dapat
menyebabkan pertumbuhan udang menjadi lambat.
.
Gambar 2. Grafik nilai FCR pada produksi udang sayur dengan padat tebar yang
berbeda
Pertumbuhan berat
Pertumbuhan (berat) udang putih sangat dipengaruhi oleh manajemen pakan yang
digunakan. Kelebihan pakan akan mempercepat pertumbuhan tetapi menurunkan kualitas
lingkungan, sedangkan kekurangan pakan menyebabkan kualitas lingkungan baik, tetapi
pertumbuhan lambat. Sedangkan pemberian pakan yang optimal akan mendukung pertumbuhan
dan kualitas lingkungan yang baik (Supono dan Wardiyanto, 2008).
Gambar 3. Grafik pertumbuhan berat udang (g/ekor) dengan padat tebar yang
berbeda
Pertumbuhan berat udang pada tiap produksi dengan padat tebar yang berbeda
mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur pemeliharaan. Padat tebar paling
rendah (5.000 ekor/bak) memberikan pertumbuhan berat udang akhir yang lebih besar yaitu
sebesar 5,65 g/ekor bila dibandingkan dengan padat tebar yang lain (Gambar 3).
Gambar 4. Grafik pertumbuhan berat harian (g/hari) pada produksi udang sayur
dengan padat tebar yang berbeda.
Sedangkan bila dihitung nilai pertumbuhan berat harian (ADG) dari produksi udang
sayur dengan padat tebar yang berbeda didapatkan nilai pertumbuhan berat harian yang terbesar
di hasilkan pada padat tebar 5.000 ekor/bak sebesar 0,083 g/hari, kemudian diikuti pada padat
tebar 10.000 ekor/bak sebesar 0,078 g/hari, padat tebar 20.000 ekor/bak sebesar 0,067 g/hari dan
nilai paling kecil pada padat tebar 30.000 ekor/bak sebesar 0,06 g/hari (Gambar 4). Pada padat
tebar 5.000 ekor/bak pertumbuhan berat mengalami penambahan berat harian yang besar pada
hari pemeliharaan 21 – 28, padat tebar 10.000 ekor/bak pada hari pemeliharaan 42 – 49, padat
tebar 20.000 dan 30.000 mengalami penambahan berat yang besar pada hari pemeliharaan 56 –
63 (Gambar 5).
Gambar 5. Grafik sebaran pertumbuhan berat harian (g/hari) udang
Performance pada produksi udang sayur
Dari hasil pemeliharaan pada produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda
menunjukkan bahwa padat tebar udang putih (L. vannamei) memberikan hasil yang berbeda
terhadap performance udang putih, seperti yang tersaji pada Tabel 1.
Pada beberapa produksi yang dilakukan, padat tebar 5.000 (313 ekor/m2
) dan 10.000
ekor/bak (625 ekor/m2
) tidak mengalami kendala di dalam pemeliharaannya sehingga panen.
Namun, pada padat tebar 20.000 (1.250 ekor/m2
) dan 30.000 ekor/bak (1.875 ekor/m2
) riskan
mengalami kegagalan (kematian udang) yang di akibatkan oleh kurangnya kandungan oksigen
karena matinya blower lebih dari ½ jam pada bak pemeliharaan. Sehingga untuk kepadatan
tinggi dengan padat >10.000 ekor/bak (>1.000 ekor/m2
) perlu mempersiapkan ketersediaan
oksigen untuk kondisi darurat. Dimana pada pemeliharaan yang dilakukan terjadi kematian pada
hari ke-56 dengan padat tebar 20.000 ekor/bak (produksi 1) dan kematian pada hari ke-33 pada
padat tebar 30.000 ekor/bak (produksi 1).
Tabel 1. Performance produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda
No. Padat Umur Jumlah FCR Populasi SR Berat ADG Hasil
ulangan Tebar/bak Panen Pakan Panen Panen udang Panen
(ekor) (hari) (kg) (ekor) (%) (gr) (Kg)
1 5000 68 30 1,20 4.700 94,00 5,32
0,07
8 25
2 5000 70 32,5 1,33 4.116 82,32 5,95
0,08
5 24,5
3 5000 70 32,5 1,33 4.116 82,32 5,95
0,08
5 24,5
rerata 69,3 31,67 1,28 4.311 86,21 5,74
0,08
3 24,67
1 10000 65 100 2,04 9.212 92,12 5,32
0,08
2 49
2 10000 70 100 2,04 9.212 92,12 5,32
0,07
6 49
3 10000 60 35 0,76 8.519 85,19 4,50
0,07
5 46
rerata 65 78,333 1,61 8.981 89,81 5,05
0,07
8 48
1 20000 D-56 25 1,67 5.172 25,86 2,90
0,05
2 15
2 20000 75 150 1,74 17.200 86,00 5,00
0,06
7 86
1 30000 D-33 15 0,71 14.500 48,33 1,50
0,04
5 21
2 30000 75 200 1,85 24.000 80,00 4,50
0,06
0 108
Analisa Biaya
Produksi udang sayur dengan memanfaatkan bak backyard hatchery udang windu
merupakan usaha alternatif yang dapat di lakukan pada masa mendatang. Dari analisa biaya
pada produksi udang sayur pada padat tebar yang berbeda memberikan rasio keuntungan yang
bervariasi. Rasio keuntungan tertinggi di hasilkan pada padat tebar 10.000 ekor/bak (625
ekor/m2
). Penghitungan rinci untuk Analisa biaya dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Asumsi pada Analisa biaya produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda
Padat tebar
Harga
Benur SR FCR berat akhir
harga
pakan
harga
jual
(ekor/bak) (Rp/ekor) (%) (gram) (Rp/kg) (Rp/kg)
5000 (313 ekor/m2) 9 86,21 1,28 5,74 7000 25000
10000 (625 ekor/m2) 9 89,81 1,61 5,05 7000 25000
20000 (1.250 ekor/m2) 9 86 1,74 5,00 7000 25000
30000 (1.875 ekor/m2) 9 80 1,85 4,50 7000 25000
Tabel 3. Penghitungan Analisa Biaya pada produksi udang sayur dengan padat tebar yang
berbeda
Biaya Produksi
5000
ekor/bak
(313
ekor/m2)
10000
ekor/bak
(625
ekor/m2)
20000
ekor/bak
(1.250
ekor/m2)
30000
ekor/bak
(1.875
ekor/m2)
1. Benur (Rp) @Rp.9,- 45.000 90.000 180.000 270.000
2. Pakan pelet (Rp) @Rp.7.000,- 221.691 317.478 1.047.480 1.398.600
3. Sewa Pompa (Rp) 5% dari hasil panen 30.928 56.693 107.500 135.000
4. Biaya listrik (Rp) 5% dari hasil panen 30.928 56.693 107.500 135.000
5. Tenaga 1 org (Rp)10% dr hasil panen 61.856 113.385 215.000 270.000
Jumlah biaya Produksi (Rp): 390.402 634.248 1.657.480 2.208.600
Hasil Produksi:
1. Hasil panen (kg) 25 45 86 108
2. Dana yang di hasilkan (Rp) 618.557 1.133.851 2.150.000 2.700.000
Keuntungan;
1. Hasil produksi - Biaya Produksi: (Rp) 228.155 499.603 492.520 491.400
2. Rasio keuntungan 1,6 1,8 1,3 1,2
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
•Produksi udang sayur di bak hingga padat tebar 30.000 ekor/bak (1.875 ekor/m2
) dapat
dilakukan sebagai usaha rumah tangga untuk memberdayakan backyard hatchery udang
yang idle.
•Produksi udang sayur di bak dengan padat tebar 10.000 ekor/bak memberikan nilai SR
tertinggi sebesar 89,81%, rerata biomas udang sayur sebesar 48 kg dan FCR 1,6.
•Produksi udang sayur di backyard hatchery dengan padat tebar hingga 30.000 ekor/bak
memberikan hasil yang menguntungkan.
2. Saran
•Produksi udang sayur di bak backyard hatchery merupakan usaha alternatif yang sangat
memungkinkan untuk dilakukan sebagai upaya pemberdayaan backyard hatchery.
•Selain dapat di jual sebagai udang konsumsi, udang yang diproduksi di bak juga dapat di
jual sebagai udang umpan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Disampaikan ucapan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu di dalam
produksi hingga penulisan makalah ini (mas Rudi Prastowo, pak Juyoto dan pak Kaslani). Tak
lupa juga ucapan terima kasih kepada Bu Anindiastuti selaku koordinator Pembenihan yang telah
memberikan dorongan moril kepada kami selaku pelaksana di lapangan di dalam produksi udang
sayur di bak.
DAFTAR PUSTAKA
Unila, 2008
Boyd, C.E. and Clay, J.W. 2002. Evaluation of Belize Aquaculture LTD, A Superintensive
Shrimp Aquaculture System. Report prepared under The World Bank,NACA, and FAO
Consorsiu. Work in progress for Public Discussion. Published by The Consorsium.17
pages
Briggs, M., Smith, S.F., Subasinghe, R., Phillips, M. 2004. Introduction and Movement of
Penaeus vannamei and Penaeus stylirostris in Asia and The Pacific. RAP Publication
2004/10.
Duraippah, Israngkura.A dan Sae Hae.S, 2000. Sustainable Shrimp Farming : Estimation of
Survival Function. CREED publicion, working paper no.31.
Soto, M.A., Shervette, V.R.,Lotz, J.M. 2001. Transmission of White Spot Syndrome Virus
(WSSV) to Litopenaeus vannamei from Infected Cephalothorax, Abdomen, or Whole
Shrimp Cadaver. Disease of Aquatic Organisms, Vol. 45;81-87 Ssil Penelitian &
engabdian
Supono dan Wardiyanto, 2008. Evaluasi Budidaya Udang Putih (Litopenaeus vannamei) dengan
Meningkatkan kepadatan Tebar di Tambak Intensif. Makalah pada Prosiding Seminar
Hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Universitas Lampung. Hal 237 – 242.
kepada Masyarakat, Unila, 2008
Produksi Udang Sayur  Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery

More Related Content

What's hot

TAMBAK DAN UDANG VANNAMEI
TAMBAK DAN UDANG VANNAMEITAMBAK DAN UDANG VANNAMEI
TAMBAK DAN UDANG VANNAMEI
Mustain Adinugroho
 
Budidaya tiram mutiara
Budidaya tiram mutiaraBudidaya tiram mutiara
Budidaya tiram mutiara
Nana
 
Jojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasiJojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasi
Jojo Subagja
 
Budidaya udang vannamei
Budidaya udang vannameiBudidaya udang vannamei
Budidaya udang vannameiHanapi Suteja
 
Budidaya ikan air tawar dengan bio flok
Budidaya ikan air tawar dengan bio flokBudidaya ikan air tawar dengan bio flok
Budidaya ikan air tawar dengan bio flok
LukmanHakim683
 
PENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIPENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
Mustain Adinugroho
 
Terjemahan Jurnal
Terjemahan JurnalTerjemahan Jurnal
Terjemahan Jurnal
restii_sulaida
 
Pedoman Teknis Sukses Wirausaha Budidaya Mujair
Pedoman Teknis Sukses Wirausaha Budidaya MujairPedoman Teknis Sukses Wirausaha Budidaya Mujair
Pedoman Teknis Sukses Wirausaha Budidaya Mujair
Warta Wirausaha
 
Analisa Bisnis Budidaya Belut
Analisa Bisnis Budidaya BelutAnalisa Bisnis Budidaya Belut
Analisa Bisnis Budidaya Belut
Warta Wirausaha
 
Budidaya Ikan Lele
Budidaya Ikan LeleBudidaya Ikan Lele
Budidaya Ikan Lele
Pekerja Sosial Masyarakat
 
Laporan teknelogi benih
Laporan teknelogi benihLaporan teknelogi benih
Laporan teknelogi benihfahmiganteng
 
Budidaya lele
Budidaya leleBudidaya lele
Budidaya lele
Kaimudin Saleh
 
MANIPULASI HORMON DAN SUHU UNTUK PRODUKSI JANTAN HOMOGAMETIK (XX) DALAM RANGK...
MANIPULASI HORMON DAN SUHU UNTUK PRODUKSI JANTAN HOMOGAMETIK (XX) DALAM RANGK...MANIPULASI HORMON DAN SUHU UNTUK PRODUKSI JANTAN HOMOGAMETIK (XX) DALAM RANGK...
MANIPULASI HORMON DAN SUHU UNTUK PRODUKSI JANTAN HOMOGAMETIK (XX) DALAM RANGK...
Repository Ipb
 
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...
Mustain Adinugroho
 

What's hot (20)

TAMBAK DAN UDANG VANNAMEI
TAMBAK DAN UDANG VANNAMEITAMBAK DAN UDANG VANNAMEI
TAMBAK DAN UDANG VANNAMEI
 
Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluan
 
Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus)Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
 
Budidaya tiram mutiara
Budidaya tiram mutiaraBudidaya tiram mutiara
Budidaya tiram mutiara
 
Jojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasiJojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasi
 
Budidaya udang vannamei
Budidaya udang vannameiBudidaya udang vannamei
Budidaya udang vannamei
 
Budidaya ikan air tawar dengan bio flok
Budidaya ikan air tawar dengan bio flokBudidaya ikan air tawar dengan bio flok
Budidaya ikan air tawar dengan bio flok
 
PENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIPENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
 
Terjemahan Jurnal
Terjemahan JurnalTerjemahan Jurnal
Terjemahan Jurnal
 
Dampak poly β-hydroxybutirate pada pemeliharaan larva udang galah macrobrachi...
Dampak poly β-hydroxybutirate pada pemeliharaan larva udang galah macrobrachi...Dampak poly β-hydroxybutirate pada pemeliharaan larva udang galah macrobrachi...
Dampak poly β-hydroxybutirate pada pemeliharaan larva udang galah macrobrachi...
 
Pedoman Teknis Sukses Wirausaha Budidaya Mujair
Pedoman Teknis Sukses Wirausaha Budidaya MujairPedoman Teknis Sukses Wirausaha Budidaya Mujair
Pedoman Teknis Sukses Wirausaha Budidaya Mujair
 
7. teknologi biofloc
7. teknologi biofloc7. teknologi biofloc
7. teknologi biofloc
 
Abstrak.bandeng biofloc.2012
Abstrak.bandeng biofloc.2012Abstrak.bandeng biofloc.2012
Abstrak.bandeng biofloc.2012
 
Analisa Bisnis Budidaya Belut
Analisa Bisnis Budidaya BelutAnalisa Bisnis Budidaya Belut
Analisa Bisnis Budidaya Belut
 
Budidaya Ikan Lele
Budidaya Ikan LeleBudidaya Ikan Lele
Budidaya Ikan Lele
 
Laporan teknelogi benih
Laporan teknelogi benihLaporan teknelogi benih
Laporan teknelogi benih
 
Budidaya lele
Budidaya leleBudidaya lele
Budidaya lele
 
MANIPULASI HORMON DAN SUHU UNTUK PRODUKSI JANTAN HOMOGAMETIK (XX) DALAM RANGK...
MANIPULASI HORMON DAN SUHU UNTUK PRODUKSI JANTAN HOMOGAMETIK (XX) DALAM RANGK...MANIPULASI HORMON DAN SUHU UNTUK PRODUKSI JANTAN HOMOGAMETIK (XX) DALAM RANGK...
MANIPULASI HORMON DAN SUHU UNTUK PRODUKSI JANTAN HOMOGAMETIK (XX) DALAM RANGK...
 
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...
 
Tambak tradisional
Tambak tradisionalTambak tradisional
Tambak tradisional
 

Similar to Produksi Udang Sayur Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery

Budidaya Ikan NIla
Budidaya Ikan NIlaBudidaya Ikan NIla
Budidaya Ikan NIla
Ammara Fathina
 
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA  RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA  RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...
lisa ruliaty 631971
 
Proposal Pembiakan Ikan Bawal
Proposal Pembiakan Ikan BawalProposal Pembiakan Ikan Bawal
Proposal Pembiakan Ikan BawalRoni Darmanto
 
Cara budidaya ikan mujaer
Cara budidaya ikan mujaerCara budidaya ikan mujaer
Cara budidaya ikan mujaer
PewangiMawar Brebes
 
HUBUNGAN KOMUNITAS FITOPLANKTON DENGAN PRODUKTIVITAS UDANG VANAME (Litopenaeu...
HUBUNGAN KOMUNITAS FITOPLANKTON DENGAN PRODUKTIVITAS UDANG VANAME (Litopenaeu...HUBUNGAN KOMUNITAS FITOPLANKTON DENGAN PRODUKTIVITAS UDANG VANAME (Litopenaeu...
HUBUNGAN KOMUNITAS FITOPLANKTON DENGAN PRODUKTIVITAS UDANG VANAME (Litopenaeu...
Repository Ipb
 
Budidaya ikan-sidat-final
Budidaya ikan-sidat-final Budidaya ikan-sidat-final
Budidaya ikan-sidat-final yufintaa
 
Pembenihan patin
Pembenihan patin Pembenihan patin
Pembenihan patin Tx_hendra
 
BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR.pptx
BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR.pptxBUDIDAYA IKAN AIR TAWAR.pptx
BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR.pptx
RekieRDz
 
Budidaya ikan hias komet
Budidaya ikan hias kometBudidaya ikan hias komet
Budidaya ikan hias komet
FitriHastuti2
 
Budidaya ikan patin(pangasius)
Budidaya ikan patin(pangasius)Budidaya ikan patin(pangasius)
Budidaya ikan patin(pangasius)
Muhammad Fajar Kurniawan
 
Leaflet budidaya udang windu
Leaflet budidaya udang winduLeaflet budidaya udang windu
Leaflet budidaya udang windusujononasa
 
188527 id-pertumbuhan-dan-kelangsungan-hidup-benih
188527 id-pertumbuhan-dan-kelangsungan-hidup-benih188527 id-pertumbuhan-dan-kelangsungan-hidup-benih
188527 id-pertumbuhan-dan-kelangsungan-hidup-benih
ratnanovianty_
 
Ibu karya
Ibu karyaIbu karya
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautBab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautRohman Efendi
 
Budidaya Pakan Alami secara massal
Budidaya Pakan Alami  secara massalBudidaya Pakan Alami  secara massal
Budidaya Pakan Alami secara massal
Batar Siahaan
 
Ikan patin
Ikan patinIkan patin
Ikan patin
Satriyo Ribowo
 
Aplikasi bioflok untuk budidaya ikan nila -1.pdf
Aplikasi bioflok untuk budidaya ikan nila -1.pdfAplikasi bioflok untuk budidaya ikan nila -1.pdf
Aplikasi bioflok untuk budidaya ikan nila -1.pdf
plekucipikuci
 
Presentasi Budidaya Sistem Bioflok.pptx
Presentasi Budidaya Sistem Bioflok.pptxPresentasi Budidaya Sistem Bioflok.pptx
Presentasi Budidaya Sistem Bioflok.pptx
AdinDin2
 

Similar to Produksi Udang Sayur Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery (20)

Budidaya Ikan NIla
Budidaya Ikan NIlaBudidaya Ikan NIla
Budidaya Ikan NIla
 
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA  RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA  RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...
 
Proposal Pembiakan Ikan Bawal
Proposal Pembiakan Ikan BawalProposal Pembiakan Ikan Bawal
Proposal Pembiakan Ikan Bawal
 
Pemilihan spesies
Pemilihan spesiesPemilihan spesies
Pemilihan spesies
 
Cara budidaya ikan mujaer
Cara budidaya ikan mujaerCara budidaya ikan mujaer
Cara budidaya ikan mujaer
 
HUBUNGAN KOMUNITAS FITOPLANKTON DENGAN PRODUKTIVITAS UDANG VANAME (Litopenaeu...
HUBUNGAN KOMUNITAS FITOPLANKTON DENGAN PRODUKTIVITAS UDANG VANAME (Litopenaeu...HUBUNGAN KOMUNITAS FITOPLANKTON DENGAN PRODUKTIVITAS UDANG VANAME (Litopenaeu...
HUBUNGAN KOMUNITAS FITOPLANKTON DENGAN PRODUKTIVITAS UDANG VANAME (Litopenaeu...
 
Budidaya ikan-sidat-final
Budidaya ikan-sidat-final Budidaya ikan-sidat-final
Budidaya ikan-sidat-final
 
Pembenihan patin
Pembenihan patin Pembenihan patin
Pembenihan patin
 
BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR.pptx
BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR.pptxBUDIDAYA IKAN AIR TAWAR.pptx
BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR.pptx
 
Budidaya ikan hias komet
Budidaya ikan hias kometBudidaya ikan hias komet
Budidaya ikan hias komet
 
Budidaya ikan patin(pangasius)
Budidaya ikan patin(pangasius)Budidaya ikan patin(pangasius)
Budidaya ikan patin(pangasius)
 
Leaflet budidaya udang windu
Leaflet budidaya udang winduLeaflet budidaya udang windu
Leaflet budidaya udang windu
 
188527 id-pertumbuhan-dan-kelangsungan-hidup-benih
188527 id-pertumbuhan-dan-kelangsungan-hidup-benih188527 id-pertumbuhan-dan-kelangsungan-hidup-benih
188527 id-pertumbuhan-dan-kelangsungan-hidup-benih
 
Ibu karya
Ibu karyaIbu karya
Ibu karya
 
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautBab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
 
Pembesaran ikan
Pembesaran ikanPembesaran ikan
Pembesaran ikan
 
Budidaya Pakan Alami secara massal
Budidaya Pakan Alami  secara massalBudidaya Pakan Alami  secara massal
Budidaya Pakan Alami secara massal
 
Ikan patin
Ikan patinIkan patin
Ikan patin
 
Aplikasi bioflok untuk budidaya ikan nila -1.pdf
Aplikasi bioflok untuk budidaya ikan nila -1.pdfAplikasi bioflok untuk budidaya ikan nila -1.pdf
Aplikasi bioflok untuk budidaya ikan nila -1.pdf
 
Presentasi Budidaya Sistem Bioflok.pptx
Presentasi Budidaya Sistem Bioflok.pptxPresentasi Budidaya Sistem Bioflok.pptx
Presentasi Budidaya Sistem Bioflok.pptx
 

More from lisa ruliaty 631971

Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
lisa ruliaty 631971
 
swimmer crab culture in the pond
swimmer crab culture in the pondswimmer crab culture in the pond
swimmer crab culture in the pond
lisa ruliaty 631971
 
Komposisi plankton kulonprogo.2016
Komposisi plankton kulonprogo.2016Komposisi plankton kulonprogo.2016
Komposisi plankton kulonprogo.2016
lisa ruliaty 631971
 
Pengaruh taurin
Pengaruh taurinPengaruh taurin
Pengaruh taurin
lisa ruliaty 631971
 
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dhaPengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
lisa ruliaty 631971
 
Metode scoring pada seleksi benih udang windu
Metode scoring pada seleksi benih udang winduMetode scoring pada seleksi benih udang windu
Metode scoring pada seleksi benih udang windu
lisa ruliaty 631971
 
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013lisa ruliaty 631971
 
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadapPengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadaplisa ruliaty 631971
 
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadapPengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
lisa ruliaty 631971
 
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON SEROTONIN (5-HT) TERHADAP PEMATANGAN GONAD INDU...
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON  SEROTONIN (5-HT) TERHADAP  PEMATANGAN GONAD INDU...APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON  SEROTONIN (5-HT) TERHADAP  PEMATANGAN GONAD INDU...
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON SEROTONIN (5-HT) TERHADAP PEMATANGAN GONAD INDU...lisa ruliaty 631971
 
PERBANDINGAN MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
PERBANDINGAN  MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR  ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...PERBANDINGAN  MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR  ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
PERBANDINGAN MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
lisa ruliaty 631971
 
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN; SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYA
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN;  SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYABACKYARD HATCHERY RAJUNGAN;  SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYA
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN; SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYA
lisa ruliaty 631971
 
MASKULINISASI BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
MASKULINISASI  BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN  HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...MASKULINISASI  BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN  HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
MASKULINISASI BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
lisa ruliaty 631971
 

More from lisa ruliaty 631971 (19)

Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
 
swimmer crab culture in the pond
swimmer crab culture in the pondswimmer crab culture in the pond
swimmer crab culture in the pond
 
Komposisi plankton kulonprogo.2016
Komposisi plankton kulonprogo.2016Komposisi plankton kulonprogo.2016
Komposisi plankton kulonprogo.2016
 
Pengaruh taurin
Pengaruh taurinPengaruh taurin
Pengaruh taurin
 
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dhaPengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
 
Metode scoring pada seleksi benih udang windu
Metode scoring pada seleksi benih udang winduMetode scoring pada seleksi benih udang windu
Metode scoring pada seleksi benih udang windu
 
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
 
Ovaprime pada induk bandeng
Ovaprime pada induk bandengOvaprime pada induk bandeng
Ovaprime pada induk bandeng
 
Abstract.pengangkutan
Abstract.pengangkutanAbstract.pengangkutan
Abstract.pengangkutan
 
Abstract.bandeng bak dalam
Abstract.bandeng bak dalamAbstract.bandeng bak dalam
Abstract.bandeng bak dalam
 
Progres keg.bandeng.bbpbap jpr
Progres keg.bandeng.bbpbap jprProgres keg.bandeng.bbpbap jpr
Progres keg.bandeng.bbpbap jpr
 
Biofloc bandeng.indo aqua 2012
Biofloc bandeng.indo aqua 2012Biofloc bandeng.indo aqua 2012
Biofloc bandeng.indo aqua 2012
 
Ikan hias clownfish
Ikan hias clownfishIkan hias clownfish
Ikan hias clownfish
 
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadapPengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
 
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadapPengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
 
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON SEROTONIN (5-HT) TERHADAP PEMATANGAN GONAD INDU...
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON  SEROTONIN (5-HT) TERHADAP  PEMATANGAN GONAD INDU...APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON  SEROTONIN (5-HT) TERHADAP  PEMATANGAN GONAD INDU...
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON SEROTONIN (5-HT) TERHADAP PEMATANGAN GONAD INDU...
 
PERBANDINGAN MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
PERBANDINGAN  MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR  ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...PERBANDINGAN  MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR  ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
PERBANDINGAN MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
 
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN; SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYA
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN;  SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYABACKYARD HATCHERY RAJUNGAN;  SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYA
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN; SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYA
 
MASKULINISASI BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
MASKULINISASI  BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN  HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...MASKULINISASI  BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN  HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
MASKULINISASI BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
 

Produksi Udang Sayur Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery

  • 1. PRODUKSI UDANG SAYUR SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAAN BAK BACKYARD HATCHERY1 Oleh: Lisa Ruliaty, Agus Basyar, M.Soleh dan Kaemudin Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara Email: lisaruliaty@yahoo.co.id Abstrak Rekayasa produksi udang putih (L. vannamei) di bak backyard hatchery untuk dijadikan udang sayur telah di lakukan. Produksi udang sayur ini dimaksudkan untuk memanfaatkan serta memberdayakan bak-bak backyard hatchery udang yang telah lama tidak beroperasi. Udang putih di pelihara dari PL8 – PL10 selama 2-2,5 bulan dengan kepadatan awal yang berbeda. Kepadatan awal yang dipakai yaitu 5.000 ekor/bak (313 ekor/m2 ), 10.000 ekor/bak (625 ekor/m2 ), 20.000 ekor/bak (1.250 ekor/m2 ) dan 30.000 ekor/bak (1.875 ekor/m2 ). Pakan berupa pellet crumble diberikan dengan frekuensi pemberian 4x sehari sebanyak 10% - 5% dari berat biomas udang selama pemeliharaan. Untuk menjaga kondisi oksigen di media di pergunakan aerasi bawah dengan menggunakan paralon yang telah di lubangi kecil. Pada kepadatan 5.000 ekor/bak dan 10.000 ekor/bak pergantian air dilakukan 2-3 hari sekali dengan sistem air mengalir sebesar 50 – 100%. Sedangkan pada kepadatan 20.000 ekor/bak dan 30.000 ekor/bak setelah pemeliharaan ≥ 1 bulan dilakukan pergantian air 100% setiap hari dengan system air mengalir dan selalu menjaga ketersediaan oksigen setiap saat terutama pada malam hari. Dari rekayasa ini didapatkan bahwa pada kepadatan awal 5.000 ekor/bak menghasilkan rerata biomas udang sayur 25 kg, FCR 1,3 dan SR 82,3%; kepadatan awal 10.000 ekor/bak menghasilkan rerata biomas udang sayur sebesar 48 kg, FCR 1,6 dan SR 89,81%. Kepadatan awal 20.000 ekor/bak menghasilkan biomas udang sayur 86 kg, FCR 1,7 dan SR 86%. Sedangkan pada kepadatan awal 30.000 ekor/bak menghasilkan biomas udang sayur 108 kg, FCR 1,9 dan SR 80%. Dari analisa biaya didapatkan bahwa produksi udang sayur di bak backyard hatchery dengan kepadatan awal hingga 30.000 ekor/bak masih memberikan hasil yang menguntungkan. Kata Kunci: Udang putih, udang sayur, backyard hatchery I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Udang putih (L. vannamei) merupakan spesies introduksi yang dibudidayakan di Indonesia. Udang putih yang dikenal masyarakat dengan vanname ini berasal dari Perairan Amerika Tengah. Negara-negara di Amerika Tengah dan Selatan seperti Ekuador, Venezuela, 1 Makalah di sampaikan pada pertemuan Indonesian Aquaculture 2010 di Hotel Novotel Bandar Lampung, 4 – 6 Oktober 2010.
  • 2. Panama,Brasil, dan meksiko sudah lama memudidayakan jenis udang yang dikenal juga dengan pasific white shrimp ini. Di Indonesia, udang putih baru diintroduksi dan dibudidayakan mulai awal tahun 2000-an dengan menunjukkan hasil yang menggembirakan. Masuknya udang putih ini telah menggairahkan kembali usaha pertambakan Indonesia yang mengalami kegagalan budidaya akibat serangan penyakit, terutama bintik putih (white spot). Udang putih mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies udang lainnya. Berdasarkan penelitian Boyd dan Clay (2002), produktivitasnya mencapai lebih dari13.600 kg/ha. Produktivitas yang tinggi ini karena udang putih mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies jenis lainnya, antara lain : tingkat kelulushidupan tinggi, ketersediaan benur yang berkualitas, kepadatan tebar tinggi, tahan penyakit dan konversi pakan rendah. Tingkat kelulushidupan udang putih bisa mencapai 80-100% (Duraippah et al, 2000), sedangkan menurut Boyd dan Clay (2002), tingkat kelulushidupannya mencapai 91%. Tingginya tingkat kelulushidupan karena benih udang putih sudah dapat diperoleh dari induk yang sudah berhasil didomestikasi sehingga benur yang dihasilkan tidak liar dan tingkat kanibalisme rendah. Benur udang putih sudah ada yang bersifat SPF (Spesific Pathogen Free) yaitu benur yang bebas dari beberapa jenis penyakit (pathogen), sehingga memudahkan petambak dalam proses budidaya. Kelulushidupan udang putih juga dipengaruhi oleh daya tahannya terhadap penyakit dibandingkan udang jenis lainnya. Udang putih mempunyai daya tahan lebih kuat terhadap serangan penyakit white spot syndrome virus (WSSV) , meskipun ditemukan pula beberapa kasus udang yang terinfeksi (Soto et al.,2001). Udang putih termasuk hewan omnivora yang mampu memanfaatkan pakan alami yang terdapat dalam tambak seperti plankton dan detritus yang ada pada kolom air sehingga dapat mengurangi input pakan berupa pelet. Konversi pakan atau feed conversion ratio (FCR) udang putih 1,3- 1,4 (Boyd dan Clay,2002). Kandungan protein pada pakan untuk udang putih relatif lebih rendah dibandingkan udang windu. Menurut Briggs et al (2004), udang putih membutuhkan pakan dengan kadar protein 20-35%. Dengan menggunakan pakan yang berkadar protein rendah maka biaya untuk pembelian pakan lebih kecil sehingga dapat menekan biaya produksi. Udang putih dapat tumbuh baik dengan kepadatan tebar yang tinggi, yaitu 60-150 ekor/m2 (Briggs et al, 2004) dengan tingkat pertumbuhan 1-1,5 gr/minggu. Hal ini disebabkan udang putih mampu memanfaatkan kolom air sebagai tempat hidup sehingga ruang hidup udang menjadi lebih luas. Dengan kemampuan udang putih untuk di pelihara dalam kepadatan tebar tinggi, tingkat kelulushidupan yang tinggi, ketersediaan benur yang berkualitas, tahan penyakit dan konversi pakan rendah, menjadi dasar untuk dipilihnya udang putih sebagai spesies yang dapat di pelihara di dalam bak-bak backyard dengan produk akhir berupa udang sayur. Produksi udang sayur ini dimaksudkan untuk memanfaatkan serta memberdayakan bak-bak backyard hatchery udang yang telah lama tidak beroperasi. Sehingga dapat menjadi usaha ekonomi bagi masyarakat dengan memberdayakan kembali bak-bak backyard hatchery udang. I.2. Tujuan • Memperkenalkan teknik memproduksi udang konsumsi (udang sayur) yang dapat dilakukan pada bak backyard hatchery udang windu. • Sebagai upaya untuk pemanfaatan serta memberdayakan bak-bak backyard hatchery udang yang telah lama tidak beroperasi sehingga dapat menjadi usaha ekonomi bagi masyarakat.
  • 3. II. BAHAN DAN METODE II.1. Bahan dan Alat Bahan : - Benur udang putih (L. vannamei) umur PL8 – PL10 - Pellet udang - Air laut Alat : - Bak beton ukuran 2x7x1 m - Paralon yang dilubangi untuk aerasi bawah - Mesin blender - Ember dan gayung - Timbangan untuk sampling II.2. Metode Pemeliharaan diawali dengan persiapan wadah dan media yang meliputi kegiatan pembersihan bak, pengisian air media setinggi 60 – 70 cm, hingga klorinasi air. Serangkaian kegiatan ini biasanya berlangsung dalam 3 – 5 hari. Kemudian dilakukan pemilihan benur, penebaran hingga tahap pemeliharaannya. Persiapan Bak Seperti pada kegiatan di pembenihan udang windu, wadah atau bak pemeliharaan terlebih dahulu dibersihkan dan disterilkan dengan kaporit atau chlorine setelah itu bak dibilas dengan air bersih dan dibiarkan kering selama 24 jam. Sistem aerasi untuk menghasilkan oksigen di dalam media pemeliharaan udang sayur berupa paralon ¾ inch yang telah di lubangi kecil-kecil di dsalah satu bagiannya secara merata. Paralon tersebut kemudian dipasang di dasar bak dan tersambung dengan sistem aerasi baik menggunakan root blower maupun hi-blow. Bak kemudian di jemur selama 1 hari dan sebelum pengisian air laut, bak sekali lagi dibilas dengan air laut bersih. Pengisian dan klorinasi air Air untuk pemeliharaan udang sayur dapat diperoleh langsung dari laut, dengan melalui penyaringan pasir (sand filter), atau pada daerah-daerah tertentu (misalnya di Jepara) dapat diperoleh dengan cara membeli. Kedalaman 60 – 70 cm sudah cukup ideal. Untuk membunuh bibit-bibit penyakit (bakteri, jamur, virus dan organisme lainnya) dilakukan klorinasi, yaitu sterilisasi dengan menggunakan klorin 50 – 100 ppm atau kaporit sebanyak 30 – 50 ppm. Air media kemudian diaerasi kuat-kuat selama 1-3 hari, dengan harapan terjadi oksidasi sehingga menjadi netral. Inokulasi alga Alga berupa Chlorella sp di tebar sehari sebelum penebaran benur udang ke bak pemeliharaan. Bibit alga dapat berasal dari kultur massal Chlorella sp maupun bibit yang sudah di padatkan. Kecerahan alga yang diberikan di media pemeliharaan berkisar 30 - 40 cm.
  • 4. Pemilihan benur Kualitas benur merupakan faktor terpenting dalam pemeliharaan udang sayur (L. vannamei). Mutu benur ini berpengaruh sangat nyata terhadap keberhasilan kegiatan ini. Benur yang baik dan sistim pemeliharaan yang standar, hampir dapat dipastikan memberikan hasil memuaskan. Memilih benur sangat perlu dilakukan, karena dengan demikian resiko-resiko yang mungkin terjadi dapat dicegah sedini mungkin. Sebelum menentukan pilihan benur, disyaratkan menguji terlebih dahulu. Terkadang penampilan fisik (luar) tidak dapat dijadikan patokan, karena insidensi infeksi (bakteri, jamur atau virus) tidak selalu diikuti oleh gejala klinis secara langsung. Seleksi benur dilakukan dengan pengujian secara visual, melakukan uji stres maupun melakukan pengujian terhadap virus berbahaya. • pengujian visual; pengujian Pl, secara visual dilakukan untuk melihat keseragaman warna, ukuran, gerakan, dan kerusakan organ luar, keseragaman ukuran dan urupoda harus sudah terbuka 5. benih yang baik apabila 95 % menunjukkan keseragaman ukuran dan apabila ditampung di waskon dan diputar airnya menunjukkan Pl berenang aktif melawan arah gerakan air, jika > 5 % Pl berenang secara lemah dan pasif menunjukkan benih tidak sehat. • uji stress; Seleksi benur dilakukan dengan mengambil contoh sekitar 100 ekor benur dari bak pemeliharaan (HSRT) atau pusat pembenihan, ditampung dalam wadah yang telah terisi air 1 liter dari media pemeliharaan benur tersebut, diaerasi, kemudian ditetesi formalin 200 ppm dan diberi aerasi yang cukup. Setelah kira-kira 2 jam, dilakukan pengecekan dan penghitungan terhadap benur yang mati dan lemah, sehingga akhirnya akan diketahui persentase SR benur yang mencerminkan kualitas benur tersebut. Bila terjadi kematian masih dibawah 5 %, maka benur dapat dipastikan tergolong sehat dan dapat diterima. • pengujian virus berbahaya; dengan mengambil sampel benih yang lemah lebih kurang 100- 500 ekor, dan dikirim ke laboratorium uji kesehatan udang dan ikan untuk dicek WSSV, dan apabila dari hasil PCR uji laboratorium menunjukkan hasil positif (+) benih mengandung penyakit /virus. Dalam hal pemilihan benur yang sehat dan baik, aplikasi dengan perendaman formaldehyde (fomalin) sudah terbukti cukup efektif dan efisien. Selain metodenya sangat sederhana, biayanya pun relatif rendah, dan sangat terjangkau oleh usaha skala rumah tangga. Pada prinsipnya, dengan aplikasi formalin, benur akan terbagi menjadi dua golongan, yakni tahan dan tidak tahan. Benur yang sehat akan bertahan dengan perendaman formalin dan tetap hidup. Sementara benur sakit (misalnya terinfeksi SEMBV), tidak akan bertahan dan mati. Pada tahapan pemilahan benur, hanya benur yang sehat dan hidup yang akan ditebar ke wadah pemeliharaan. Pemilahan dan penebaran benur Pemilahan benur dilakukan beberapa saat sebelum penebaran benur. Prinsipnya sama dengan tatacara pada pemilihan benur, hanya saja skalanya lebih besar. Perendaman atau pencucian dengan formalin tidak lagi dilakukan terhadap sampel, namun untuk keseluruhan benur yang akan ditebar. Sejumlah benur yang siap ditebar pada suatu bak, ditampung dalam wadah (ember atau bak fiberglass) dengan kepadatan 500 – 1000 ekor/liter. Formalin dengan dosis 200 ppm dituangkan/diteteskan ke dalam wadah tersebut, dan diaerasi yang cukup selama 2 jam. Setelah dua jam, aerasi dimatikan dan air diputar untuk mempercepat pengendapan benur yang lemah dan mati. Penyiponan dilakukan untuk membuang benur yang mati dan kemungkinan lemah
  • 5. yang tidak memungkinkan dipelihara, sehingga benur yang tersisa adalah benur sehat dan langsung dilakukan penebaran. Padat tebar benur Dalam produksi udang sayur yang telah dilakukan, penebaran benur dilakukan dalam beberapa perlakuan padat tebar yang berbeda. Padat tebar yang digunakan yaitu 5.000 ekor/bak (313 ekor/m2 ), 10.000 ekor/bak (625 ekor/m2 ), 20.000 ekor/bak (1.250 ekor/m2 ) dan 30.000 ekor/bak (1.875 ekor/m2 ). Setiap perlakuan padat tebar dilakukan 2-3 kali ulangan pemeliharaan. Pemeliharaan Secara umum, pengelolaan pada pemeliharaan udang sayur seperti pengelolaan pada pemeliharaan tokolan yang lebih sederhana dari produksi benur. Hanya saja pemeliharaan udang sayur dengan durasi waktu pemeliharaan yang lebih panjang dibandingkan dengan pemeliharaan pada tokolan. Treatment sanitasi air media sudah lebih sederhana, demikian pula frekuensi pemberian pakan telah berkurang. Kasus-kasus insidensi penyakit pun yang seringkali mengakibatkan kematian massal pada benur, jarang dijumpai pada produksi udang sayur. Beberapa kegiatan utama dalam produksi udang sayur diantaranya pemberian pakan, penggantian air dan pemanenan. • pemberian pakan; Pada hari pertama, dilakukan adaptasi pakan. Sebelum benur ditebar, terlebih dahulu nauplii artemia dimasukkan untuk persiapan pakan alami dan juga sebagai suplai protein, gizi yang tinggi untuk mempertahankan kualitas benur. Dan sambil, sedikit demi sedikit dikombinasi dengan pelet halus. Peruntukan 100.000 ekor benur yang akan ditebar, perlu disediakan 50 – 100 gram kista artemia untuk selama 1 – 2 hari pemberian. Nauplius artemia dapat diberikan pagi dan sore hari, dan selanjutnya sudah sepenuhnya diberi pakan buatan. Pakan untuk produksi udang sayur adalah pelet komersial (D0 – D1). Pakan diberikan 4 kali pada pagi, siang, sore dan malam hari, sebanyak 10% - 5% dari berat biomas udang selama pemeliharaan. Sampling terhadap berat biomas udang dilakukan setiap minggu untuk mengetahui jumlah pakan pelet yang akan diberikan setiap harinya. • penggantian air; Ganti air dapat dilakukan setelah 7 – 10 hari semejak penebaran, dimana benur sudah terdaptasi dan ukurannya cukup besar. Penambahan air tawar merupakan hal yang umum dilakukan; pada salinitas rendah (payau) molting akan berlangsung lebih sering, sehingga pertumbuhan dapat lebih cepat. Diusahakan penambahan/pergantian air dilakukan secara bertahap, sehingga tidak ada perubahan yang drastis dalam media pemeliharaan. Pada kepadatan 5.000 ekor/bak dan 10.000 ekor/bak pergantian air dilakukan 2-3 hari sekali dengan sistem air mengalir sebesar 50 – 100%. Sedangkan pada kepadatan 20.000 ekor/bak dan 30.000 ekor/bak setelah pemeliharaan ≥ 1 bulan dilakukan pergantian air 100% setiap hari dengan system air mengalir dan selalu menjaga ketersediaan oksigen setiap saat terutama pada malam hari. • panen; Panen udang sayur sayur dapat dilakukan apabila pemeliharaan telah berlangsung 2 – 2,5 bulan. Pemanenan dimulai dengan pengurangan air perlahan- lahan dengan cara pipa pembuangan (outlet) dibuka, sehinga udang akan hanyut dan tertampung di dalam hapa yang telah dipasang diujung pipa outlet. Udang yang
  • 6. tertampung dicuci dengan air tawar bersih dan di beri serbuk es untuk mempertahankan kesegarannya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Survival Rate Survival rate (tingkat kelulushidupan) udang putih paling tinggi terjadi pada produksi udang sayur dengan padat tebar 10.000 ekor/bak sebesar 89,81%, kemudian diikuti pada pada tebar 5.000 ekor/bak sebesar 86,21%, padat tebar 20.000 ekor/bak sebesar 86,0% dan yang paling kecil pada produksi dengan padat tebar 30.000 ekor/bak sebesar 80% (Gambar 1). Menurut Duraippah (2000), survival rate udang dipengaruhi oleh kepadatan tebar, kualitas air, dan penyakit. Gambar 1. Grafik survival rate pada produksi udang sayur (L. vannamei) dengan padat tebar yang berbeda Rasio Konversi Pakan (FCR) FCR pada produksi udang sayur dengan berbagai padat tebar yang berbeda berkisar pada nilai 1,28 sampai 1,85 (Gambar 2). FCR yang paling kecil terjadi pada produksi udang sayur dengan padat tebar 5.000 ekor/bak. FCR merupakan jumlah pakan yang diberikan untuk menghasilkan 1 kg biomas. Nilai FCR 1,28 mempunyai arti bahwa di butuhkan pakan sebanyak 1,28 kg untuk menghasilkan 1 kg biomas udang. FCR yang terlalu kecil mengindikasikan kekurangan dalam pemberian pakan (under feeding). Under feeding dapat menyebabkan pertumbuhan udang menjadi lambat. .
  • 7. Gambar 2. Grafik nilai FCR pada produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda Pertumbuhan berat Pertumbuhan (berat) udang putih sangat dipengaruhi oleh manajemen pakan yang digunakan. Kelebihan pakan akan mempercepat pertumbuhan tetapi menurunkan kualitas lingkungan, sedangkan kekurangan pakan menyebabkan kualitas lingkungan baik, tetapi pertumbuhan lambat. Sedangkan pemberian pakan yang optimal akan mendukung pertumbuhan dan kualitas lingkungan yang baik (Supono dan Wardiyanto, 2008). Gambar 3. Grafik pertumbuhan berat udang (g/ekor) dengan padat tebar yang berbeda
  • 8. Pertumbuhan berat udang pada tiap produksi dengan padat tebar yang berbeda mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur pemeliharaan. Padat tebar paling rendah (5.000 ekor/bak) memberikan pertumbuhan berat udang akhir yang lebih besar yaitu sebesar 5,65 g/ekor bila dibandingkan dengan padat tebar yang lain (Gambar 3). Gambar 4. Grafik pertumbuhan berat harian (g/hari) pada produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda. Sedangkan bila dihitung nilai pertumbuhan berat harian (ADG) dari produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda didapatkan nilai pertumbuhan berat harian yang terbesar di hasilkan pada padat tebar 5.000 ekor/bak sebesar 0,083 g/hari, kemudian diikuti pada padat tebar 10.000 ekor/bak sebesar 0,078 g/hari, padat tebar 20.000 ekor/bak sebesar 0,067 g/hari dan nilai paling kecil pada padat tebar 30.000 ekor/bak sebesar 0,06 g/hari (Gambar 4). Pada padat tebar 5.000 ekor/bak pertumbuhan berat mengalami penambahan berat harian yang besar pada hari pemeliharaan 21 – 28, padat tebar 10.000 ekor/bak pada hari pemeliharaan 42 – 49, padat tebar 20.000 dan 30.000 mengalami penambahan berat yang besar pada hari pemeliharaan 56 – 63 (Gambar 5). Gambar 5. Grafik sebaran pertumbuhan berat harian (g/hari) udang
  • 9. Performance pada produksi udang sayur Dari hasil pemeliharaan pada produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda menunjukkan bahwa padat tebar udang putih (L. vannamei) memberikan hasil yang berbeda terhadap performance udang putih, seperti yang tersaji pada Tabel 1. Pada beberapa produksi yang dilakukan, padat tebar 5.000 (313 ekor/m2 ) dan 10.000 ekor/bak (625 ekor/m2 ) tidak mengalami kendala di dalam pemeliharaannya sehingga panen. Namun, pada padat tebar 20.000 (1.250 ekor/m2 ) dan 30.000 ekor/bak (1.875 ekor/m2 ) riskan mengalami kegagalan (kematian udang) yang di akibatkan oleh kurangnya kandungan oksigen karena matinya blower lebih dari ½ jam pada bak pemeliharaan. Sehingga untuk kepadatan tinggi dengan padat >10.000 ekor/bak (>1.000 ekor/m2 ) perlu mempersiapkan ketersediaan oksigen untuk kondisi darurat. Dimana pada pemeliharaan yang dilakukan terjadi kematian pada hari ke-56 dengan padat tebar 20.000 ekor/bak (produksi 1) dan kematian pada hari ke-33 pada padat tebar 30.000 ekor/bak (produksi 1). Tabel 1. Performance produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda No. Padat Umur Jumlah FCR Populasi SR Berat ADG Hasil ulangan Tebar/bak Panen Pakan Panen Panen udang Panen (ekor) (hari) (kg) (ekor) (%) (gr) (Kg) 1 5000 68 30 1,20 4.700 94,00 5,32 0,07 8 25 2 5000 70 32,5 1,33 4.116 82,32 5,95 0,08 5 24,5 3 5000 70 32,5 1,33 4.116 82,32 5,95 0,08 5 24,5 rerata 69,3 31,67 1,28 4.311 86,21 5,74 0,08 3 24,67 1 10000 65 100 2,04 9.212 92,12 5,32 0,08 2 49 2 10000 70 100 2,04 9.212 92,12 5,32 0,07 6 49 3 10000 60 35 0,76 8.519 85,19 4,50 0,07 5 46 rerata 65 78,333 1,61 8.981 89,81 5,05 0,07 8 48 1 20000 D-56 25 1,67 5.172 25,86 2,90 0,05 2 15 2 20000 75 150 1,74 17.200 86,00 5,00 0,06 7 86 1 30000 D-33 15 0,71 14.500 48,33 1,50 0,04 5 21 2 30000 75 200 1,85 24.000 80,00 4,50 0,06 0 108 Analisa Biaya
  • 10. Produksi udang sayur dengan memanfaatkan bak backyard hatchery udang windu merupakan usaha alternatif yang dapat di lakukan pada masa mendatang. Dari analisa biaya pada produksi udang sayur pada padat tebar yang berbeda memberikan rasio keuntungan yang bervariasi. Rasio keuntungan tertinggi di hasilkan pada padat tebar 10.000 ekor/bak (625 ekor/m2 ). Penghitungan rinci untuk Analisa biaya dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2. Asumsi pada Analisa biaya produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda Padat tebar Harga Benur SR FCR berat akhir harga pakan harga jual (ekor/bak) (Rp/ekor) (%) (gram) (Rp/kg) (Rp/kg) 5000 (313 ekor/m2) 9 86,21 1,28 5,74 7000 25000 10000 (625 ekor/m2) 9 89,81 1,61 5,05 7000 25000 20000 (1.250 ekor/m2) 9 86 1,74 5,00 7000 25000 30000 (1.875 ekor/m2) 9 80 1,85 4,50 7000 25000 Tabel 3. Penghitungan Analisa Biaya pada produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda Biaya Produksi 5000 ekor/bak (313 ekor/m2) 10000 ekor/bak (625 ekor/m2) 20000 ekor/bak (1.250 ekor/m2) 30000 ekor/bak (1.875 ekor/m2) 1. Benur (Rp) @Rp.9,- 45.000 90.000 180.000 270.000 2. Pakan pelet (Rp) @Rp.7.000,- 221.691 317.478 1.047.480 1.398.600 3. Sewa Pompa (Rp) 5% dari hasil panen 30.928 56.693 107.500 135.000 4. Biaya listrik (Rp) 5% dari hasil panen 30.928 56.693 107.500 135.000 5. Tenaga 1 org (Rp)10% dr hasil panen 61.856 113.385 215.000 270.000 Jumlah biaya Produksi (Rp): 390.402 634.248 1.657.480 2.208.600 Hasil Produksi: 1. Hasil panen (kg) 25 45 86 108 2. Dana yang di hasilkan (Rp) 618.557 1.133.851 2.150.000 2.700.000 Keuntungan; 1. Hasil produksi - Biaya Produksi: (Rp) 228.155 499.603 492.520 491.400 2. Rasio keuntungan 1,6 1,8 1,3 1,2 IV. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan
  • 11. •Produksi udang sayur di bak hingga padat tebar 30.000 ekor/bak (1.875 ekor/m2 ) dapat dilakukan sebagai usaha rumah tangga untuk memberdayakan backyard hatchery udang yang idle. •Produksi udang sayur di bak dengan padat tebar 10.000 ekor/bak memberikan nilai SR tertinggi sebesar 89,81%, rerata biomas udang sayur sebesar 48 kg dan FCR 1,6. •Produksi udang sayur di backyard hatchery dengan padat tebar hingga 30.000 ekor/bak memberikan hasil yang menguntungkan. 2. Saran •Produksi udang sayur di bak backyard hatchery merupakan usaha alternatif yang sangat memungkinkan untuk dilakukan sebagai upaya pemberdayaan backyard hatchery. •Selain dapat di jual sebagai udang konsumsi, udang yang diproduksi di bak juga dapat di jual sebagai udang umpan. UCAPAN TERIMA KASIH Disampaikan ucapan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu di dalam produksi hingga penulisan makalah ini (mas Rudi Prastowo, pak Juyoto dan pak Kaslani). Tak lupa juga ucapan terima kasih kepada Bu Anindiastuti selaku koordinator Pembenihan yang telah memberikan dorongan moril kepada kami selaku pelaksana di lapangan di dalam produksi udang sayur di bak. DAFTAR PUSTAKA Unila, 2008 Boyd, C.E. and Clay, J.W. 2002. Evaluation of Belize Aquaculture LTD, A Superintensive Shrimp Aquaculture System. Report prepared under The World Bank,NACA, and FAO Consorsiu. Work in progress for Public Discussion. Published by The Consorsium.17 pages Briggs, M., Smith, S.F., Subasinghe, R., Phillips, M. 2004. Introduction and Movement of Penaeus vannamei and Penaeus stylirostris in Asia and The Pacific. RAP Publication 2004/10. Duraippah, Israngkura.A dan Sae Hae.S, 2000. Sustainable Shrimp Farming : Estimation of Survival Function. CREED publicion, working paper no.31. Soto, M.A., Shervette, V.R.,Lotz, J.M. 2001. Transmission of White Spot Syndrome Virus (WSSV) to Litopenaeus vannamei from Infected Cephalothorax, Abdomen, or Whole Shrimp Cadaver. Disease of Aquatic Organisms, Vol. 45;81-87 Ssil Penelitian & engabdian Supono dan Wardiyanto, 2008. Evaluasi Budidaya Udang Putih (Litopenaeus vannamei) dengan Meningkatkan kepadatan Tebar di Tambak Intensif. Makalah pada Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Universitas Lampung. Hal 237 – 242. kepada Masyarakat, Unila, 2008