Konsep pembenihan rajungan skala rumah tangga (backyard hatchery rajungan) merupakan penerapan teknik dengan mengadopsi serta menyederhanakan beberapa teknik pemeliharaan yang telah dilakukan di unit pembenihan rajungan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara.. Aplikasi teknis di lapangan meliputi (1) Pemanfaatan bak-bak HSRT udang windu yang tidak operasional. (2) Air laut sebagai media pemeliharaan (3) Larva awal atau Zoea di dapatkan dari induk bertelur Tk.III dari alam (4) Kepadatan larva awal 50-100 ekor/liter (5) Pakan : (a) Inokulant chlorella dan rotifera, kepadatan chlorella dipertahankan pada kepadatan 50.000 – 500.000 sel/ml, untuk awal pemeliharaan diperlukan 2 kantong inokulant chlorella sedangkan kepadatan rotifera 5 – 15 ekor/ml diberikan hingga hari ke-7. (b) Nauplius artemia diberikan pada hari ke-dua dengan kepadatan 5-20 ekor /larva/hari dan diberikan 2 kali (pagi dan sore hari) setelah penebaran larva Zoea hingga stadia crab 1 (hari 13 atau 14) (c) Pakan buatan komersial ukuran 100 – 400 mikron diberikan dengan dosis 0,4 - 1 ppm dan frekuensi 4x sehari hingga panen. (d) Udang kupas diblender diberikan sejak crab 1 (hari 13 atau 14) hingga panen (crab 5 pada hari ke-16) sebanyak 10 – 30 gram per 5.000 ekor crab setiap harinya. (6) Penggantian air dilakukan 3 hari sekali sebesar 20%, dan suhu media pemeliharaan di pertahankan minimal 30 oC dengan cara menutup bak dengan terpal (7) Monitoring kesehatan dilakukan secara visual, yaitu dengan mengamati respon larva terhadap cahaya serta persentase larva yang tertarik terhadap cahaya matahari. (8) Pemasangan shelter berupa waring hitam (ukuran 0,5 x 1 m sebanyak 10 buah/bak) untuk memperbesar luas permukaan pada umur pemeliharaan 7 – 8 hari (Sub stadia Zoea 4). Selama 16 hari pemeliharaan diperoleh benih rajungan stadia C-6 dengan SR 8%.
Hasil analisa biaya pada pembenihan rajungan skala rumah tangga dengan mengoperasikan satu unit bak pemeliharaan larva volume 8 m3 selama 16 hari pemeliharaan memberikan keuntungan yang cukup lumayan sebagai hasil sampingan keluarga.
MASKULINISASI BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN; SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYA
1. BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN;
SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYA1
Oleh:
Lisa Ruliaty, Maskur Mardjono, Abidin Nur II dan Rudi Prastowo
ABSTRAK
Rajungan merupakan salah satu komoditas penting perikanan. Sampai saat ini
produksinya masih didominasi dari hasil tangkapan di laut. Alternatif untuk memenuhi
kebutuhan rajungan yang terus meningkat adalah pengembangan budidayanya melalui
pembesaran di tambak. Walaupun sintasan benih rajungan masih rendah, namun kedepan usaha
pembenihan maupun pembesaran rajungan memiliki prospek yang cukup baik.
Konsep pembenihan rajungan skala rumah tangga (backyard hatchery rajungan)
merupakan penerapan teknik dengan mengadopsi serta menyederhanakan beberapa teknik
pemeliharaan yang telah dilakukan di unit pembenihan rajungan di Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Payau Jepara.. Aplikasi teknis di lapangan meliputi (1) Pemanfaatan bak-bak
HSRT udang windu yang tidak operasional. (2) Air laut sebagai media pemeliharaan (3) Larva
awal atau Zoea di dapatkan dari induk bertelur Tk.III dari alam (4) Kepadatan larva awal 50-100
ekor/liter (5) Pakan : (a) Inokulant chlorella dan rotifera, kepadatan chlorella dipertahankan pada
kepadatan 50.000 – 500.000 sel/ml, untuk awal pemeliharaan diperlukan 2 kantong inokulant
chlorella sedangkan kepadatan rotifera 5 – 15 ekor/ml diberikan hingga hari ke-7. (b) Nauplius
artemia diberikan pada hari ke-dua dengan kepadatan 5-20 ekor /larva/hari dan diberikan 2 kali
(pagi dan sore hari) setelah penebaran larva Zoea hingga stadia crab 1 (hari 13 atau 14) (c) Pakan
buatan komersial ukuran 100 – 400 mikron diberikan dengan dosis 0,4 - 1 ppm dan frekuensi 4x
sehari hingga panen. (d) Udang kupas diblender diberikan sejak crab 1 (hari 13 atau 14) hingga
panen (crab 5 pada hari ke-16) sebanyak 10 – 30 gram per 5.000 ekor crab setiap harinya. (6)
Penggantian air dilakukan 3 hari sekali sebesar 20%, dan suhu media pemeliharaan di
pertahankan minimal 30 oC dengan cara menutup bak dengan terpal (7) Monitoring kesehatan
dilakukan secara visual, yaitu dengan mengamati respon larva terhadap cahaya serta persentase
larva yang tertarik terhadap cahaya matahari. (8) Pemasangan shelter berupa waring hitam
(ukuran 0,5 x 1 m sebanyak 10 buah/bak) untuk memperbesar luas permukaan pada umur
pemeliharaan 7 – 8 hari (Sub stadia Zoea 4). Selama 16 hari pemeliharaan diperoleh benih
rajungan stadia C-6 dengan SR 8%.
Hasil analisa biaya pada pembenihan rajungan skala rumah tangga dengan
mengoperasikan satu unit bak pemeliharaan larva volume 8 m3 selama 16 hari pemeliharaan
memberikan keuntungan yang cukup lumayan sebagai hasil sampingan keluarga.
Kata kunci : Backyard hatchery rajungan, Zoea, Megalopa, Crab 5
I. PENDAHULUAN
1
Makalah dipresentasikan pada pertemuan Pra lintas UPT Payau dan Laut Lingkup dirjen Perikanan
Budidaya DKP di Makasar, 18 – 21 Juli 2005.
2. 1. Latar Belakang
Rajungan merupakan salah satu komoditas penting perikanan yang cenderung
mengalami peningkatan produksi. Hingga tahun 1997 produksi rajungan telah mencapai
14.338 ton yang diperoleh dari hasil penangkapan di alam dan 2.095 ton dari hasil
budidaya (Moosa dan Juwana, 1996). Amerika Serikat merupakan konsumen sebesar
55% rajungan dunia, dengan kenaikan permintaan rata-rata 10,4% pertahun (Anonymous,
1990). Dalam bentuk segar rajungan diekspor ke Singapura dan Jepang, sedangkan
dalam bentuk olahan dalam kemasan kaleng di ekspor ke Belanda.
Perekayasaan produksi massal rajungan relatif masih baru, baik di pembenihan
maupun pembesarannya. Di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara
kajian teknologi pemeliharaan larva rajungan secara intensif massal skala massal terus
dilakukan sampai sekarang, dan telah dimulai sejak tahun 2002. Sintasan benih rajungan
yang dihasilkan mengalami peningkatan hingga sebesar 8,48% (Ruliaty et al, 2004).
Walaupun sintasan masih rendah apabila dibandingkan dengan kegiatan pembenihan
udang windu, namun ke depan prospek rajungan sebagai usaha alternatif baik di
pembenihan maupun di pembesaran dapat dipertimbangkan. Di pembenihan sendiri,
dengan mengadopsi dan menyederhanakan persyaratan teknis pada pemeliharaan benih
rajungan maka teknologi pembenihan rajungan dapat diaplikasikan pada industri skala
rumah tangga dengan memanfaatkan bak-bak HSRT udang windu. Pemanfaatan bak-
bak tersebut dapat menjadi pilihan lain bagi pemilik bak HSRT untuk diversifikasi usaha
pembenihan.
Konsep pembenihan rajungan skala rumah tangga (backyard hatchery rajungan)
merupakan penerapan teknik kajian sejak tahun 2000 dengan cara mengadopsi serta
menyederhanakan beberapa teknik pemeliharaan yang dilakukan di unit pembenihan
rajungan BBPBAP Jepara. Pelaksanaannya adalah memanfaatkan bak-bak HSRT udang
windu dengan penggunaan pakan alami (Chlorella sp dan rotifera). Pakan tidak
dipersiapkan sendiri namun membelinya pada kegiatan usaha yang khusus memproduksi
kedua pakan alami tersebut. Kedepan, konsep pembenihan rajungan skala rumah tangga
akan meningkatkan minat masyarakat pembenih sebagai suatu alternatif usaha selain
udang windu dan ikan-ikanan.
2. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memperkenalkan dan memberikan pemahaman serta
pengetahuan teknis dan ekonomis bagi masyarakat mengenai alternatif usaha pembenihan
rajungan selain HSRT udang dan ikan.
II. TINJAUAN TEKNIS PADA KEGIATAN PRODUKSI
3. BENIH RAJUNGAN
Pada pembenihan rajungan kegiatan yang akan dilaksanakan terbagi dalam 3
tahapan yaitu;
1. Tahap pra produksi yang meliputi pemilihan lokasi, identifikasi wadah
pemeliharaan, identifikasi bahan dan peralatan yang dipergunakan serta sumber
larva zoea.
2. Tahap produksi yang meliputi penyiapan wadah dan air media pemeliharaan,
penebaran larva awal (Zoea), penyiapan pakan baik alami maupun pakan buatan,
pengelolaan kualitas air serta monitoring pertumbuhan dan kesehatan larva.
3. tahap paska produksi meliputi persiapan alat dan bahan untuk panen, proses
panen serta packing dan pengangkutan benih.
1. Kegiatan Pra Produksi
1.1. Pemilihan Lokasi
Lokasi untuk pembenihan rajungan skala rumah tangga (backyard hatchery
rajungan), lokasi pembenihan tidak harus berada di tepi pantai, hal ini dikarenakan untuk
penyediaan air laut sebagai media pemeliharaan dapat dilakukan dengan cara membeli
pada unit usaha yang menjual air laut. Air laut yang dibeli diangkut dengan
menggunakan mobil tangki air dengan kapasitas 10.000 liter, dengan harga beli per m 3
(1.000 liter) air laut di Jepara adalah seharga Rp. 5.000,-. Air laut tersebut sebelum
dimasukkan ke bak pemeliharaan terlebih dahulu disaring dengan menggunakan filter
bag.
Bila bak HSRT yang akan digunakan berada didekat pantai dan penyediaan air
laut lebih mudah untuk disalurkan secara langsung dengan cara dipompa, maka harus
memperhatikan hal-hal sebagai :
- Kondisi dasar laut tidak berlumpur.
- Air laut yang dipompa harus bersih, jernih dan tidak tercemar dengan salinitas
30 – 34 ppt.
- Air laut dapat dipompa secara terus menerus minimal selama 20 jam.
1.2. Identifikasi Wadah Pemeliharaan
Wadah pemeliharaan yang dipergunakan merupakan bak-bak HSRT udang windu
yang tidak dioperasionalkan lagi, dimana bak yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
- Bak Pembenihan Rajungan, menggunakan bak pemeliharaan larva udang windu
dengan kapasitas 8 – 10 ton, bak sudah tersetting dengan sarana aerasi seperti
pada pemeliharaan larva udang windu yaitu 1 titik aerasi setiap 0,5 m2 . Bentuk
bak bisa persegi ataupun berbentuk bundar. Selain itu bak juga sudah dilengkapi
dengan saluran pengeluaran air yang terpasang dengan pipa goyang yang
dipasangi saringan untuk memudahkan dalam pergantian air pada masa
pemeliharaan larva. Untuk mempertahankan suhu di kisaran 30o – 33º C serta
mengurangi intensitas cahaya pada bak pemeliharaan larva, bak di tutup dengan
terpal berwarna biru.
4. - Bak tandon air laut, Dengan bak pemeliharaan larva rajungan kapasitas 8 ton
dengan lama pemeliharaan selama 16 hari memerlukan air laut tandon sebanyak
6,4 ton. Biasanya pada HSRT udang windu hanya terdiri dari 2 bak pemeliharaan
larva tanpa ada tandon pengganti air laut, sehingga untuk mengatasi hal tersebut
untuk pembenihan rajungan bak pemeliharaan larva yang dipergunakan cukup
satu bak dan satu bak lainnya dapat dimanfaatkan untuk tandon air laut. Selama
pemeliharaan benih rajungan tidak digunakan air tawar sama sekali.
- Wadah kultur artemia, dapat menggunakan ex gallon Aqua yang telah dipotong
bagian bawahnya sehingga apabila posisinya dibalik akan merupakan bak bentuk
kerucut kapasitas 20 liter.
1.3. Identifikasi Bahan dan Peralatan
Adapun bahan yang di pergunakan pada pembenihan rajungan adalah sebagai
berikut :
- Induk rajungan bertelur
- Pakan alami berupa Rotifera sp, Chlorella sp maupun Artemia sedangkan untuk
pakan buatan menggunakan pakan komersial yang mudah didapatkan dipasaran
dengan ukuran pakan 100 – 400 mikron.
- Udang kupasan sebagai pakan ketika larva telah menjadi stadia crab.
- Air laut dengan salinitas minimal 30 ppt.
- Chlorine untuk sterilisasi air laut.
- Natrium Thiosulfat untuk penetralan.
Sedangkan untuk peralatan yang dipergunakan antara lain :
- Bak pengeraman induk yaitu bak dari bahan fiber atau plastik bentuk bundar
kapasitas 100 - 200 liter yang dilengkapi dengan satu titik aerasi .
- Blower kekuatan 60 – 80 watt dangan jaringannya untuk penyuplai oksigen
- Pembangkit listrik (PLN) ataupun generator listrik.
- Pompa submersible untuk memudahkan dalam penggantian air.
- Refrigerator (kulkas) untuk menyimpan pakan udang kupasan yang dihaluskan.
- Terpal untuk penutup bak.
- Thermometer untuk pengukur suhu
- Serta peralatan lapangan lainnya seperti blender, selang, ember, seser ataupun
gayung serta peralatan panen.
1.4. Sumber Larva (Zoea)
Untuk mendapatkan larva awal (Zoea) pada pembenihan rajungan adalah dengan
cara membeli induk rajungan bertelur di luar (tingkat kematangan III). Induk rajungan
dapat diperoleh dari pedagang pengumpul di sekitar lokasi unit pembenihan, atau dengan
memesan langsung pada nelayan rajungan. Khusus di Jepara, induk rajungan bertelur
per ekornya dibeli dengan harga Rp. 15.000,-. Adapun persyaratan untuk induk rajungan
yang dipakai adalah induk matang telur Tk.III, dengan ukuran lebar karapas antara 12 -
15 cm dengan berat 100 - 300 gram.
Dengan kepadatan awal larva 100 ekor/liter dan kapasitas media pemeliharaan
sebanyak 8.000 liter dibutuhkan 4 ekor induk rajungan bertelur, sehingga ketika memilih
induk perlu diperhatikan juga tingkat kematangan telur (embrio) pada induk rajungan
5. yang akan dibeli tersebut. Untuk menghindari telur yang menetas tidak bersamaan
waktunya, sebaiknya diusahakan warna massa telur sama pada induk rajungan yang
akan dipelihara larvanya. Untuk lebih memastikan memang lebih baik jika
perkembangan embrio telur di periksa dengan bantuan mikroskop. Disarankan untuk
memilih induk dengan warna telur masih kuning atau orange, hal ini dapat memberi
waktu antara 3 – 6 hari bagi teknisi untuk mempersiapkan sarana serta media bagi
pemeliharaan larva rajungan.
Sebelum dipelihara di bak pengeraman, rajungan yang baru tiba, satu persatu
dibersihkan terlebih dahulu dengan air laut steril yang telah dipersiapkan, 1 ekor induk
bertelur ditempatkan dalam 1 bak pengeraman. Penggantian air pada bak pengeraman
dilakukan setiap hari sebanyak 100%, dan selama masa pengeraman induk bertelur tidak
diberi pakan (pemuasaan) Hal ini untuk mengurangi kontaminasi dari pakan segar yang
diberi terhadap telur yang sedang di erami. Selain itu, pada masa pengeraman induk
rajungan tidak mau makan. Pemeliharaan induk rajungan bertelur berlangsung hingga
telur menetas dan diperoleh larva rajungan untuk pemeliharaan.
2. Kegiatan Produksi
2.1. Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan
Seperti pada kegiatan di pembenihan udang, wadah atau bak pemeliharaan
terlebih dahulu dibersihkan dan disterilkan dengan kaporit atau chlorine setelah itu bak
dibilas dengan air bersih dan dibiarkan kering selama 24 jam. Selain itu juga dlakukan
sterilisasi selang-selang aerasi dengan cara merendam dalam larutan chlorine dan dibilas
dengan air bersih dan dikeringkan. Setelah kering selang aerasi dipasang kembali pada
bak pembenihan dengan jarak 0,5 m setiap titik aerasi, dengan tinggi batu aerasi dari
dasar bak sekitar 3 – 5 cm.
Sebelum pengisian air laut ke dalam bak sekali lagi bak dibilas dan air laut di isi
ke dalam bak yang telah dipersiapkan tersebut. Bak kemudian di isi air laut setinggi 80
cm. Air laut yang masuk harus disaring dengan filter bag dan setelah selesai dilakukan
sterilisasi air media dengan larutan chlorine sebanyak 30 ppm. Air laut di netralkan
secara alami dengan membesarkan tekanan aerasi. Dengan cara ini air laut yang
disterilisasi dapat netral dalam waktu 2-3 hari ataupun bisa dinetralkan dengan
menggunakan Natrium thiosulfat 5 – 10 ppm bila menginginkan air laut segera dapat
dipakai.
2.2. Penebaran Larva (Zoea)
Sebelum penebaran, harus dilakukan seleksi terhadap larva awal (Zoea) rajungan
yang akan dipelihara. Larva rajungan yang akan dipelihara merupakan larva yang sehat
ditandai dengan larva yang berenang di kolom air dan bergerak ke arah permukaan air
karena adanya cahaya matahari (Fototaksis positif). Larva yang tidak sehat (mengendap
didasar bak) kemudian disiphon dan dibuang. Setelah itu dilakukan penghitungan jumlah
larva sehat secara volumetrik. Bila persentase larva tidak sehat (mengendap ) lebih dari
40% sebaiknya larva tidak dipakai untuk pembenihan rajungan.
Dengan padat penebaran sebesar 50 - 100 ekor/liter, maka untuk bak pembenihan
rajungan dengan volume media pemeliharaan 8.000 liter dibutuhkan larva Zoea sebanyak
6. 400 - 800.000 ekor. Larva yang sudah diseleksi dan dihitung kemudiannya ditebar pada
bak pemeliharaan larva secara hati-hati.
2.3. Pakan Bagi Pembenihan Rajungan
2.3.1. Chlorella sp
Pemberian inokulant Chlorella sp dilakukan sesaat sebelum larva Zoea rajungan
di tebar ke bak pembenihan dengan kepadatan 50.000 – 500.000 sel/ml, kepadatan
demikian terus dipertahankan hingga rajungan menjadi benih dan siap untuk dipanen.
Chlorella sp yang diberikan berfungsi sebagai pakan bagi rotifera sekaligus mengurangi
intensitas cahaya matahari masuk.
Inokulant Chlorella sp dapat dibeli pada usaha yang menjual pakan alami di dekat
pembenihan ataupun pada unit pakan alami di BBPBAP Jepara dengan harga per kantong
Rp. 5.000,-. Dibutuhkan 2 kantong inokulant Cholrella sp untuk media pembenihan
rajungan dengan kapasitas volume 8.000 liter. Penambahan inokulant plankton ke media
pembenihan tergantung pada kepadatan Chlorella sp di air media pembenihan.
2.3.2. Rotifera (Brachionus sp)
Rotifera diberikan setelah larva Zoea ditebar ke bak pembenihan, pemberian
rotifera dilakukan selama 7 hari yaitu dari pada saat penebaran hingga hari ke-6 dengan
kepadatan sebesar 5 – 15 ekor/ml. Rotifera diberikan hanya sekali sehari dan diberikan
pada pagi hari.
Rotifera yang dipergunakan dapat diperoleh dengan cara membeli pada usaha
yang menjual pakan alami atau pada unit pakan alami di BBPBAP Jepara. Biasanya
rotifera dijual dalam kantong plastik volume 5 liter dengan kepadatan 5 – 8 juta ekor/liter
seharga Rp.10.000,- per kantong. Untuk bak pembenihan rajungan kapasitas 8.000 liter
diperlukan 2 kantong rotifera sehingga kepadatan yang didapatkan adalah sebesar 6,25 –
10 ekor/ml.
2.3.3. Naupli Artemia
Naupli artemia diberikan pada hari ke-dua setelah penebaran larva Zoea hingga
larva rajungan menjadi crab 1 (hari 13 atau 14). Naupli artemia diberikan berkisar 5 –
20 Naupli/larva/hari. Pada awal pemeliharaan yaitu dari umur 1- 6 hari naupli yang
diberikan sebesar 5 – 7 Naupli/larva/hari. Ketika larva rajungan mulai umur 7 hari
hingga hari ke 13 naupli artemia yang diberikan adalah sebesar 10 – 20 Naupli/larva/hari.
Naupli artemia diberikan 2 kali yaitu pada pagi hari (Jam 08.00 WIB) serta malam hari
(jam 20.00 WIB)
2.3.4. Pakan Buatan
Pada pembenihan rajungan pakan buatan yang dipergunakan merupakan pakan
komersial yang biasa dipergunakan pada pembenihan udang windu. Ukuran pakan yang
digunakan berkisar antara 100 – 400 mikron, dimana ukuran pakan 100 – 150 mikron
pada hari 1 – 6, ukuran 200 – 300 mikron pada hari 7 – 13 sedangkan ukuran > 400
mikron dipergunakan mulai umur pemeliharaan hari ke-14 . Frekuensi pemberian pakan
buatan 4x sehari, dengan dosis pakan yang diberikan mulai 0,4 ppm hingga 1 ppm.
Pakan buatan mulai diberikan pada hari pertama hingga larva zoea rajungan siap panen.
7. 2.3.5. Udang Kupas
Pemberian udang kupasan yang telah dihaluskan (diblender) dilakukan ketika
larva rajungan menjadi Crab-1 (hari 13 atau 14) hingga panen (Crab-5 pada hari ke-16).
Jumlah udang kupas halus yang diberikan berkisar 10 – 30 gram per 5.000 ekor crab.
Biasanya udang kupas halus pada crab 1-2 diberikan sebanyak 160 – 200 gram per
harinya, jumlah pemberian udang kupas halus ini akan meningkat hingga 450 gram
mulai crab 3 hingga benih siap dipanen.
Untuk lebih memperjelas waktu pemberian bagi jenis- jenis pakan yang akan diberikan
pada pembenihan rajungan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jadwal pengaturan pemberian pakan pada pembenihan rajungan
Jenis Pakan Umur Pemeliharaan (Hari)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Chlorella sp #
Rotifera # # # # # # #
Artemia # # # # # # # # # # # #
Pakan Buatan # # # # # # # # # # # # # # # #
Udang Kupas halus # # # #
2.4. Pengelolaan Kualitas Air pada Pembenihan Rajungan
Penggantian air dilakukan setiap 3 hari sekali sebanyak 20%, dengan cara
mengurangi air setinggi ± 10 cm. Air baru dengan salinitas yang sama dimasukkan
dengan menggunakan pompa submersible. Penggantian air diusahakan dilakukan dipagi
hari sebelum pemberian pakan alami rotifera ataupun sebelum pemberian naupli artemia.
Agar supaya suhu di bak tetap stabil pada suhu 30 – 33 o C, bak pemeliharaan
larva dipasang terpal sepanjang hari. Untuk mempertahankan kepadatan phytoplankton
di media, di pagi hari pada bagian ujung-ujung terpal dibuka hingga pukul 10.00 WIB.
Bila suhu air kurang dari 29o C, maka dapat dilakukan pemasangan heater (pemanas air)
untuk membantu agar media tetap pada suhu optimal yang diinginkan pada pembenihan
rajungan.
Suhu air media pemeliharaan memegang peranan yang penting di dalam
pembenihan rajungan dimana suhu air 30 - 33 oC akan membuat proses pergantian stadia
pada larva rajungan tidak terhambat sehingga akan didapatkan pertumbuhan larva
rajungan yang lebih cepat dibandingkan apabila suhu media air < 30 oC. Pada suhu air
media pemeliharaan 30 – 33 oC lama pemeliharaan dari saat tebar hingga benih siap
panen pada Crab 5 berkisar 15 – 16 hari sedangkan pada suhu <30 oC lama pemeliharaan
akan lebih panjang yaitu berkisar 18 – 23 hari. Selain itu, juga akan berpengaruh
terhadap sintasan benih yang dihasilkan dimana semakin lama pergantian antar stadia
maka sintasan yang dihasilkan akan lebih rendah.
Pada suhu air 30 – 33 oC, perubahan dari stadia Zoea menjadi stadia Megalopa
akan terjadi pada umur pemeliharaan 8 – 9 hari dan dari Megalopa menjadi Crab 1 pada
umur pemeliharaan 13 – 14 hari, sehingga lima hari kemudian benih rajungan siap untuk
dipanen.
8. 2.5. Monitoring Pertumbuhan dan Kesehatan Larva
Monitoring kesehatan larva rajungan dapat dilakukan secara visual, yaitu dengan
mengamati respon larva terhadap cahaya serta persentase larva yang fototaksis positif
terhadap cahaya matahari. Larva yang sehat akan berenang secara aktif ke arah
permukaan air yang terkena cahaya. Untuk pertumbuhan dapat dimonitor dari lama waktu
pergantian pada setiap stadia. Secara visual akan terlihat bahwa pada setiap pergantian
sub stadia larva akan lebih besar ukurannya dibandingkan dengan ukuran pada sub stadia
sebelumnya.
2.6. Pemasangan Shelter/Waring
Fungsi pemasangan shelter dari waring hitam adalah untuk memperbesar luas
permukaan sehingga diharapkan dapat mengurangi kanibalisme pada larva rajungan.
Pemasangan shelter dilakukan sebelum larva menjadi stadia megalopa yaitu pada umur
pemeliharaan 7 – 8 hari (Sub stadia Zoea 4). Larva pada umur tersebut telah mulai
menempel pada dinding bak sehingga diperlukan permukaan yang lebih luas.
Waring dengan ukuran 0,5 x 1 m dipasangi pemberat pada ke dua ujung bawah
dan ditempatkan secara vertikal di dasar bak. Ujung bagian atas dibiarkan sehingga
waring akan melayang sesuai dengan ketinggian air. Hal ini untuk menjaga agar pada
saat air dibuang untuk pergantian maka waring akan tetap terbenam di dalam air.
3. Kegiatan Paska Produksi
Benih rajungan yang siap panen merupakan anakan yang menyerupai rajungan
dewasa (Crablet). Adapun persyaratan benih rajungan siap panen antara lain :
- Umur pemeliharaan mencapai minimal 16 hari.
- Pada saat panen telah mencapai stadia minimal Crab 5
- Ukuran lebar karapas berkisar 4 – 5 mm.
- Karapas benih sudah tidak berwarna putih pucat.
3.1. Alat dan bahan
Sebelum memulai proses panen, perlu dipersiapkan peralatan serta bahan untuk
panen benih rajungan. Adapun peralatan serta bahan yang diperlukan adalah:
• Bak penampungan benih rajungan (Bak fiber kapasitas 250 liter).
• Bak untuk air media packing
• Ember untuk wadah benih rajungan yang telah dihitung.
• Mangkok kecil putih untuk menghitung benih rajungan.
• Seser atau cimplung.
• Shelter dari waring yang dipotong berukuran 5x10 cm.
• Hapa panen.
• Plastik panen berukuran 30 - 35 cm dengan kedua ujung diikat.
• Karet dan lakban.
• Kardus atau Styrofoam
• Kantong plastic ukuran 2 – 3 kg untuk membungkus pecahan es.
• Koran bekas untuk pembungkus kantong es.
• Tabung oksigen
• Benih rajungan siap panen (Crab 5 – 12)
9. • Es batu
• Air media packing (50% air media lama + 50% air media baru).
3.2. Proses Panen dan Packing Benih Rajungan
Sebelum memulai proses panen terlebih dahulu dipersiapkan air media untuk
penampungan serta air untuk packing. Air media penampungan berasal dari air pada
pemeliharaan benih rajungan sedangkan air untuk packing merupakan campuran dari air
pada pemeliharaan di tambah dengan air baru yang bersalinitas sama (50% air media
lama + 50% air media baru). Air pada penampungan benih kemudian diturunkan
suhunya hingga 20 - 24 oC sedangkan untuk packing diturunkan suhunya hingga 20 oC
(Mardjono, et al. 2003). Suhu rendah dapat mengurangi metabolisme bahan beracun
seperti ammonium dan karbondioksida selama pengangkutan, selain itu pada benih
rajungan dengan suhu 20 oC akan tidak aktif sehingga dapat mengurangi kanibalisme.
Setelah air di bak dikurangi, benih dipanen dengan menempatkan hapa panen
pada saluran pengeluaran. Benih akan terkumpul pada hapa panen dan diserok untuk
ditampung pada bak penampungan benih yang telah diturunkan suhu airnya. Setelah
terkumpul, benih rajungan dihitung satu persatu ataupun dengan cara disampling untuk
kemudiannya dimasukkan ke kantong plastic panen dengan air packing per kantong
adalah sebanyak 2 liter. Ke dalam tiap kantong panen juga dimasukkan potongan waring
berukuran 5x10 cm sebanyak 3-5 lembar sebagai shelter bagi benih rajungan.
Untuk waktu tempuh transportasi selama maksimal 4 jam, per kantong panen di
isi benih rajungan Crab 5 dengan kepadatan 500 ekor. Sedangkan untuk waktu tempuh
transportasi 4 – 12 jam maka per kantong di isi dengan kepadatan 250 – 400 ekor benih
rajungan Crab 5. Semakin besar benih rajungan yang akan di panen, maka kepadatan
benih per kantong akan semakin rendah (Mardjono, et al. 2003).
Kantong plastik yang telah di isi benih rajungan kemudian di atur pada kardus
atau styrofoam dan diberi pecahan es batu yang telah dibungkus plastik dan kertas koran
bekas untuk mengurangi kecepatan es mencair. Untuk pengangkutan benih rajungan
dengan jarak tempuh lebih dari 4 jam sebaiknya pengangkutan benih menggunakan
kotak styrofoam untuk menjaga suhu air dalam kantong tetap rendah.
10. III. ANALISA BIAYA
Pembenihan rajungan skala rumah tangga (Backyard Hatchery Rajungan)
merupakan usaha alternatif yang menjanjikan pada masa mendatang. Dari analisa biaya
pada pembenihan rajungan skala rumah tangga dengan mengoperasionalkan hanya satu
unit bak pemeliharaan larva volume 8.000 liter dengan waktu pemeliharaan selama 16
hari tersebut memberikan keuntungan yang cukup lumayan apabila dijual dengan harga
per ekor sebesar Rp. 80,-. Contoh hasil analisa biaya pada backyard hatchery rajungan
secara lengkap sesuai kondisi dan harga yang ada di Jepara dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisa biaya pembenihan rajungan skala rumahtangga (sekali produksi pada
satu unit bak pembenihan dengan waktu pemeliharaan 16 hari)
No Uraian Biaya satuan Biaya (Rp)
(Rp)
I Biaya Produksi :
- Air laut 20 ton 5.000 100.000
- Induk bertelur 4 ekor 15.000 60.000
- Inokulant Chlorella 6 kantong 5.000 30.000
- Rotifera 2 kantong x 7 hari 10.000 140.000
- Artemia 1 kaleng 350.000 350.000
- Pakan buatan :
100 – 150 mikron 40 gram 1.000 40.000
200 – 300 mikron 50 gram 350 17.500
>400 mikron 60 gram 350 21.000
- Udang Kupas 3 kg 25.000 75.000
- Kaporit 2 kg 12.000 24.000
- Terpal bak 1 unit 100.000 100.000
- Waring hitam 5 m 4.000 20.000
- Galon artemia 1 buah 35.000 35.000
- Seser, ember, baskom dan gayung 50.000
Jumlah 1.062.500
II. 1. Biaya Panen:
- Plastik panen 12 pis 7.500 90.000
- Tenaga panen 5% dr hasil produksi 320.000
- Karet dan lakban 18.000
- Oksigen 1 tabung 100.000 100.000
- Kardus 20 bh 2.500 50.000
- 2 balok es batu 15.000 30.000
2. Sewa bak 10 % dr hasil produksi 640.000
3. Listrik 50.000
4. Sewa blower 50.000
Jumlah 1.348.000
III. Hasil Produksi : SR 8% (larva awal 800.000 ekor)
= 64.000 ekor Crab 5 80 5.120.000
11. IV. Keuntungan : III – (I + II) 2.709.500
IV. KESIMPULAN
1. Dengan mengadopsi serta menyederhanakan teknik pembenihan rajungan skala
massal yang dilakukan pada unit pembenihan rajungan di BBPBAP Jepara,
maka secara teknis pembenihan rajungan skala rumah tangga dapat di terapkan
dengan memanfaatkan bak-bak bekas dari backyard udang windu yang tidak
beroperasi lagi.
2. Usaha pembenihan rajungan skala rumah tangga (Backyard hatchery rajungan)
berdasarkan analisa biaya yang dilakukan merupakan usaha alternatif yang
cukup menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1990. Ensiklopedi Nasional Indonesia. PT. Cipta Adi Pustaka. Jakarta.
Juwana. S dan K.Romimohtarto. 2000. Rajungan: Perikanan, Cara Budidaya dan Menu
Masakan. Djambatan. Jakarta.
Mardjono. M, L.Ruliaty dan R.Prastowo. 2003. Kajian Pengangkutan Benih Rajungan.
Media Budidaya Air Payau. No.3 tahun 2003.
Moosa. M.K., dan S. Juwana. 1996. Kepiting suku Portunidae dari Perairan Indonesia
(Decapoda, Branchyura). Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi.
LIPI Jakarta. 75 hal.
Ruliaty. L, M.Mardjono dan R.Prastowo. 2004. Pemeliharaan Larva Rajungan: Suatu
Upaya Peningkatan Sintasan Benih Rajungan melalui Perbaikan pada Proses
Produksi. Laporan Tahunan BBPBAP Jepara tahun 2004.