SlideShare a Scribd company logo
PRODUKSI BABY CRAB RAJUNGAN Portunus pelagicus
DENGAN SISTEM MODULAR
Oleh:
Lisa Ruliaty, Anindiastuti dan Kaemudin
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU
JEPARA
2009
PRODUKSI BABY CRAB RAJUNGAN Portunus pelagicus
DENGAN SISTEM MODULAR 1
Oleh:
Lisa Ruliaty, Anindiastuti dan Kaemudin
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara
Email : lisaruliaty@yahoo.co.id
Abstrak
Sistem pemeliharaan untuk menghasilkan baby crab rajungan selama ini dengan
mempergunakan benih rajungan stadia Crab-5 (lebar karapas 0,4 cm, berat 0,01 g/ekor) yang
kemudian dipelihara lanjutan. Namun, ketersediaan benih rajungan Stadia Crab-5 menjadi faktor
pembatas di dalam memproduksi baby crab rajungan. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu
dilakukan rekayasa produksi baby crab rajungan dengan sistem modular.
Produksi benih rajungan dengan sistem modular dilakukan dengan cara memelihara larva
rajungan pada wadah pertama yang kemudian dipindahkan ke wadah pemeliharaan lain yang
dapat berupa bak out door yang telah di beri substrat pasir atau tambak pembesaran. Cara ini
diharapkan akan dapat menyederhanakan teknologi pada pembenihan rajungan. Hasil akhir
adalah benih rajungan berupa baby crab dengan ukuran lebar karapas 1-2 cm dan berat 1,5-2
g/ekor. Baby crab yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai benih untuk di besarkan di tambak
pembesaran ataupun sebagai bahan untuk pembuatan makanan kecil. Sehingga perlu dilakukan
rekayasa untuk mengetahui persyaratan teknis dalam produksi skala massal baby crab rajungan
dengan sistem modular.
Rekayasa dilakukan 4 tahap, tahap I; dilakukan rekayasa dengan tujuan untuk mengetahui
hari/tahap stadia yang layak untuk di lakukan pemindahan. Tahap II; dilakukan rekayasa untuk
mengetahui kepadatan awal larva yang terbaik saat dipindahkan. Tahap III; dilakukan rekayasa
untuk mengetahui pakan terbaik yang dapat diberikan seminggu pertama setelah dipindahkan.
Sedangkan pada Tahap IV; dilakukan produksi benih dengan mengaplikasikan hasil terbaik pada
rekayasa tahap I hingga tahap III yang dilakukan secara massal di bak out door yang telah di beri
substrat pasir pada bagian dasarnya.
Dari rekayasa Tahap I – III, di dapatkan bahwa larva rajungan terbaik dipindahkan pada
saat umur pemeliharaan 8 hari (D-8) dengan kepadatan awal pada wadah dan media baru sebesar
2.500 ekor/m3
(2,5 ekor/L). Sedangkan untuk pakan terbaik yang bisa diberikan seminggu
setelah pemindahan adalah naupli Artemia dengan kepadatan 20 N/larva/hari. Pada aplikasi
skala massal, didapatkan nilai rerata survival rate larva pada D-8 adalah sebesar 59,44% dan
rerata survival rate benih yang dihasilkan setelah pemindahan di wadah bak substrat pasir adalah
sebesar 10,39% dengan baby crab yang dihasilkan sebanyak 0,4 kg/m3
.
Kata kunci : benih rajungan, produksi modular, bak substrat pasir
I. PENDAHULUAN
1
Makalah di sampaikan pada pertemuan Indonesian Aquaculture 2010 di Hotel Novotel Bandar Lampung, 4 – 6
Oktober 2010.
1.1. Latar Belakang
Permintaan komoditas rajungan (Portunus pelagicus Linn) dari tahun ke tahun terus
meningkat baik di dalam negeri maupun dari luar negeri. Satu-satunya sumber untuk memenuhi
permintaan tersebut hanya mengandalkan dari hasil penangkapan di alam yang
kesinambungannya di khawatirkan tidak dapat dipertahankan lagi. Sebagai akibat dari kegiatan
penangkapan yang terus menerus, dewasa ini populasi rajungan di laut dirasa sudah mulai
menipis utamanya di daerah yang jumlah nelayannya padat. Oleh sebab itu, langkah awal untuk
melakukan peningkatan produksi rajungan adalah melalui kegiatan budidaya di tambak yang
harus segera dilakukan. Sebagai langkah awal untuk bisa mewujudkan tujuan tersebut adalah
dengan cara penyediaan benih rajungan yang dihasilkan dari hatchery.
Perekayasaan produksi massal baby crab rajungan relatif masih baru, teknologi yang
dihasilkan berupa kajian perekayasaan yang masih terus dikembangkan. Di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, kajian teknologi produksi baby crab rajungan terus
dilakukan sampai sekarang. Sistem pemeliharaan untuk menghasilkan baby crab rajungan
selama ini dengan mempergunakan benih rajungan stadia Crab-5 (lebar karapas 0,4 cm, berat
0,01 g/ekor) yang kemudian dipelihara lanjutan. Namun, ketersediaan benih rajungan Stadia
Crab-5 menjadi faktor pembatas di dalam memproduksi baby crab rajungan. Untuk mengatasi
hal tersebut, perlu dilakukan rekayasa produksi baby crab rajungan dengan sistem modular.
Produksi benih rajungan dengan sistem modular dilakukan dengan cara memelihara larva
rajungan pada wadah pertama yang kemudian dipindahkan ke wadah pemeliharaan lain yang
dapat berupa bak out door yang telah di beri substrat pasir atau tambak pembesaran. Cara ini
diharapkan akan dapat menyederhanakan teknologi pada pembenihan rajungan. Hasil akhir
adalah benih rajungan berupa baby crab dengan ukuran lebar karapas 1-2 cm dan berat 1,5-2
g/ekor. Baby crab yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai benih untuk di besarkan di tambak
pembesaran ataupun sebagai bahan untuk pembuatan makanan kecil.
Pemeliharaan larva rajungan secara modular dengan cara memindahkan larva Zoea akhir
ke bak lain dengan substrat pasir secara out door diharapkan dapat lebih menyederhanakan
teknologi pembenihan rajungan. Hal ini mendorong untuk dilakukan lebih banyak lagi
pengamatan untuk lebih memperbaiki teknik yang sudah di hasilkan di dalam memproduksi
benih baik ukuran crablet maupun benih ukuran juvenil/baby crab rajungan. Hal ini menjadi
dasar untuk terus menyempurnakan teknologi pembenihan rajungan hingga ukuran juvenile
rajungan (baby crab) sehingga akan lebih memberi nilai ekonomis dan dapat menjadi peluang
usaha baru yang menguntungkan bagi masyarakat.
1.2. Tujuan
• Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular di harapkan dapat menyederhanakan
teknologi pada pembenihan rajungan.
• Dapat menghasilkan benih rajungan dengan ukuran yang lebih besar secara
berkesinambungan.
• Memberi nilai lebih pada benih yang dihasilkan sehingga dapat menjadi peluang usaha
baru bagi masyarakat.
II . METODE
2.1. Alat dan Bahan
Peralatan : - Bak inkubasi (pengeraman)
- Wadah penetasan artemia
- Bak untuk pemeliharaan benih tahap I
- Bak untuk pemeliharaan benih tahap II
- Mesin giling
- Gunting dan pisau
- Waring hitam dengan mesh size 0,2 cm
- Peralatan lapangan ( jaringan aerasi, perlengkapan bak, perlengkapan tagging
dan ablasi, ember, beaker glass,gayung dll)
- Peralatan monitoring (mikroskop, beaker glas, refraktometer, termometer dll)
Bahan - Induk rajungan bertelur
- Pakan larva (pakan buatan untuk stadia Zoea dan Megalopa)
- Pakan stadia Megalopa (udang kupas halus)
- Pakan alami untuk larva (Chlorella, rotifera dan artemia)
- Pakan Crablet (ikan rucah)
- Bahan kimia ( kaporit)
2.2. Metode
Rekayasa I : Stadia / Umur larva terbaik untuk pemindahan
Dilakukan untuk mengetahui stadia umur yang sesuai untuk memindahkan larva, adapun
perlakuan pada rekayasa ini adalah sebagai berikut:
A. Perlakuan pemindahan larva pada umur pemeliharaan 4 hari.
B. Perlakuan pemindahan larva pada umur pemeliharaan 6 hari.
C. Perlakuan pemindahan larva pada umur pemeliharaan 8 hari.
Kegiatan perekayasaan dilakukan dengan 3x ulangan. Rekayasa dilakukan pada skala
laboratorium. Pemeliharaan larva dilakukan dengan 2 tahap, tahap pertama pemeliharaan
dilakukan pada ember kapasitas 60 L sebelum di pindahkan sesuai dengan perlakuan A, B dan C.
Tahap kedua, larva yang di pindahkan di pelihara pada wadah yang telah di beri substrat pasir
pada dasar baknya. Adapun prosedur pemeliharaan larva rajungan adalah sebagai berikut:
Tahap pertama: larva dengan kepadatan awal 100 ekor/L di tebar pada ember kapasitas 60
L. Untuk mempertahankan suhu media pemeliharaan larva di kisaran 30 ± 1o
C pada setiap
ember dipasang automatic heaters (150 W). Sistem aerasi berhubungan dengan root blower
utama yang akan memberikan dissolved oksigen pada level ± 4 ppm. Untuk media
pemeliharaan larva rajungan dipergunakan air laut steril dengan salinitas 30–33 ppt. Untuk
menjaga kualitas air media pemeliharaan larva, dilakukan penggantian air sebanyak 20% setiap 3
hari sekali. Larva diberi pakan rotifer (10-15 ind/ml) mulai pada hari penebaran hingga hari
pemindahan sesuai perlakuan. Alga Nannochloropsis sp diberikan sebagai pakan bagi rotifer
dengan kepadatan dipertahankan 100.000 sel/ml.
Tahap kedua: Larva yang telah dipindahkan dipelihara pada wadah yang telah diberi
substrat pasir dengan ketebalan 5 cm. Salinitas media di buat sama seperti pada pemeliharaan
pada tahap pertama. Setelah pemindahan, larva diberi pakan nauplius artemia sebanyak 20
Nauplii artemia/hari selama seminggu, kemudian di beri blenderan udang kupas sebanyak 20 -
50 gr/5000 larva/hari selama seminggu. Pada minggu ke tiga, pakan yang diberikan berubah
menjadi potongan kecil ikan rucah sebanyak 200 gr/5000 Crab/hari. Hasil Terbaik dari Rekayasa
I, kemudian di pergunakan sebagai hari pemindahan larva pada Rekayasa II.
Rekayasa II : Kepadatan larva pada saat pemindahan
Larva rajungan stadia berdasarkan hasil terbaik dari Rekayasa I dengan kepadatan
berbeda di tebar pada wadah pemeliharaan kapasitas 40 L dengan mengatur kepadatan larva
yang di tebar sehingga menjadi juvenil rajungan yang mempunyai berat 1,5 - 2 gram/ekor.
Adapun perlakuan kepadatan yang di gunakan adalah sebagai berikut :
A. Kepadatan larva : 2.500 larva/m3
(2,5 ekor/L)
B. Kepadatan larva : 5.000 larva/m3
(5 ekor/L)
C. Kepadatan larva : 7.500 larva/m3
. (7,5 ekor/L)
Kegiatan perekayasaan dilakukan dengan 3x ulangan. Rekayasa dilakukan pada skala
laboratorium. Pemeliharaan larva dilakukan dengan 2 tahap, tahap pertama pemeliharaan
dilakukan pada bak fiber bundar kapasitas 1.000 L sebelum di pindahkan sesuai dengan
perlakuan A, B dan C. Tahap kedua, larva yang di pindahkan di pelihara pada wadah yang telah
di beri substrat pasir pada dasar baknya. Adapun prosedur pemeliharaan larva rajungan sama
seperti pada rekayasa I. Hasil Terbaik dari Rekayasa II, kemudian di pergunakan sebagai standar
dalam Rekayasa III.
Rakayasa III: Pakan awal terbaik setelah pemindahan larva.
Tahap pertama : Larva dengan kepadatan awal 100 ekor/L di tebar pada bak fiber bundar
kapasitas 1.000 L atau bak beton indoor kapasitas 2.000 L. Untuk mempertahankan suhu media
pemeliharaan larva di kisaran 30 ± 1o
C pada setiap bak dipasang automatic heaters (150 W).
Sistem aerasi berhubungan dengan root blower utama yang akan memberikan dissolved oksigen
pada level ± 4 ppm. Untuk media pemeliharaan larva rajungan dipergunakan air laut steril
dengan salinitas 30–33 ppt. Untuk menjaga kualitas air media pemeliharaan larva, dilakukan
penggantian air sebanyak 20% setiap 3 hari sekali. Larva diberi pakan rotifer (10-15 ind/ml)
mulai pada hari penebaran hingga hari pemindahan berdasarkan hasil terbaik pada Rekayasa II.
Alga Nannochloropsis sp diberikan sebagai pakan bagi rotifer dengan kepadatan dipertahankan
100.000 sel/ml.
Tahap kedua: Larva yang dipindahkan di pelihara selanjutnya pada ember kapasitas 40 L
dengan pemberian pakan awal yang berbeda. Setiap perlakuan akan dilakukan 3x ulangan
waktu. Adapun perlakuan yang di gunakan adalah sebagai berikut,.
a. Pakan awal Nauplius Artemia (20 N/larva/hari)
b. Pakan awal biomas Artemia (3 ekor/larva/hari)
c. Pakan awal campuran biomas Artemia dan Udang kupas halus
Wadah pemeliharaan diberi substrat pasir setebal 5 cm. Seminggu pertama larva di
berikan pakan sesuai dengan perlakuan. . Kemudian larva di beri blenderan daging udang/ikan
200 – 300 gr/1000 Crab/hari (>200% berat biomass), dengan frekuensi pemberian pakan 3x
sehari. Media pemeliharaan di beri Chlorella sp dengan kepadatan 500.000 – 1.000.000 sel/ml
dan kepadatannya dipertahankan sehingga kegiatan selesai. Penggantian air pertama kali sebesar
20 - 50% pada pemeliharaan di bak dilakukan setelah 5 hari pemeliharaan dengan sistem air
mengalir.
Rekayasa IV: Produksi baby crab dengan sistem modular
Hasil terbaik pada kegiatan rekayasa Tahap I - III di aplikasikan pada skala
massal/model pada wadah bak beton sehingga menjadi juvenil rajungan yang mempunyai berat
1,5 - 2 gram/ekor. Pada pemeliharaan larva Tahap pertama, prosedur pemeliharaan larva hingga
hari pemindahan dilakukan seperti pada rekayasa III.
Tahap kedua: pemeliharaan larva di lakukan di bak out door (ukuran bak 7x2 x1 m) yang
telah diberi substrat pasir setebal 5 cm pada bagian dasarnya dan pemberian shelter dari tali
rafia yang dibuat menyerupai rumput laut (artificial sea weed), ketinggian air pada bak
pemeliharaan sebesar 40 – 60 cm. Larva di berikan pakan terbaik dari hasil rekayasa Tahap III
selama seminggu, kemudian di beri blenderan udang kupas sebanyak 20 - 50 gr/5000 larva/hari
pada minggu ke 2. Pada minggu ke tiga, pakan yang diberikan berubah menjadi potongan kecil
ikan rucah sebanyak 200 gr/5000 Crab/hari. Media pemeliharaan di bak di beri Chlorella sp
dengan kepadatan 100.000 sel/ml dan kepadatannya dipertahankan sehingga kegiatan selesai.
Penggantian air pertama kali sebesar 20 - 50% pada pemeliharaan di bak dilakukan setelah 5
hari pemeliharaan dengan sistem air mengalir.
Sampling terhadap berat benih dilakukan 2 minggu setelah pemeliharaan dan dari data
berat tersebut dilakukan konversi untuk menghitung kebutuhan pakan. Sedangkan sampling total
terhadap kelulushidupan dan berat baby crab dilakukan pada hari akhir kajian, selain itu juga
dilakukan pengukuran parameter kualitas air.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Rekayasa I. Stadia / Umur larva terbaik untuk pemindahan larva
Perlakuan hari pemindahan pada hari ke-4 (D-4) memberikan jumlah larva yang lebih
banyak untuk di pindahkan pada wadah pemeliharaan tahap ke-2 bila dibandingkan dengan
perlakuan D-6 maupun perlakuan D-8 (Gambar 1). Namun, memberikan nilai survival rate
benih/baby crab yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan D-6 maupun D-8.
82.52
71.62
60.44
0
20
40
60
80
100
D-4 D-6 D-8
Perlakuan
RerataSR(%)haripindah
Gambar 1. Grafik rerata survival rate (%) larva pada saat hari H perlakuan pemindahan
Dari kajian didapatkan bahwa perlakuan pemindahan pada pemeliharaan hari ke-8
memberikan nilai survival rate yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan
pemindahan pada hari ke-4 maupun perlakuan pemindahan pada hari ke-6. Baik nilai survival
rate yang dihitung dari awal pemeliharaan maupun survival rate yang dihitung dari hari
pemindahan. Dimana rerata survival rate benih/baby crab dari hari pemindahan hingga akhir
pada perlakuan D-4 sebesar 2,62%±0,37, D-6 sebesar 3,92%±0,25 dan D-8 sebesar 5,99%±0,28
(Gambar 2).
2.62
3.92
5.99
0
4
8
D-4 D-6 D-8
Perlakuan
RerataSR(%)haripindah-D-29
Gambar 2. Grafik rerata survival rate (%) dari hari pemindahan hingga akhir kajian
Sedangkan survival rate benih dari awal pemeliharaan hingga akhir kajian di dapatkan pada
perlakuan D-4 sebesar 1,12%±0,04, perlakuan D-6 sebesar 1,08%±0,01 dan perlakuan D-8
sebesar 1,80%±0,30 (Gambar 3).
1.12 1.08
1.80
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
D-4 D-6 D-8
P erlakuan
RerataSR(%)D-0hinggaD-29
Gambar 3. Grafik rerata survival rate (%) dari awal hingga akhir kajian
Rekayasa II : Kepadatan larva pada saat pemindahan
Rekayasa II dilakukan untuk mengetahui kepadatan awal larva yang terbaik saat
dipindahkan, dimana larva dipindahkan berdasarkan hasil terbaik pada rekayasa I yaitu pada
umur pemeliharaan 8 hari (D-8). Dari kajian ini didapatkan bahwa pada saat larva dipindahkan
ke wadah baru dengan kepadatan 2.500 ekor/m3
memberikan nilai rerata survival rate
benih/babycrab yang lebih tinggi (8,67%±0,67) dibandingkan dengan kepadatan 5.000 ekor/m3
(4,89%±0,51) maupun 7.500 ekor/m3
(3,93%±0,82) (Gambar 4). Kepadatan larva yang berbeda
memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap survival rate baby crab.
8.67
4.89
3.93
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
2500 ekor larva/m3 5000 ekor larva/m3 7500 ekor larva/m3
P erla kuan
RerataSR(%)
Gambar 4. Grafik rerata survival rate benih/baby crab pada akhir kajian
Lebih baiknya nilai sintasan yang dihasilkan dari kepadatan awal yang lebih rendah di
duga karena lebih banyak ruang bagi larva Zoea akhir untuk mempertahankan teritorinya
sehingga dapat mereduksi kanibalisme diantara mereka. Menurut Willey (1977), tingginya
mortalitas akibat kanibalisme terjadi pada perubahan stadia zoea akhir menjadi megalopa dan
stadia megalopa ke stadia juvenil (Heasman dan Fielder, 1983). Interaksi yang terjadi antar
individu larva mengakibatkan terjadinya suatu kompetisi, salah satunya adalah kompetisi ruang.
Individu akan mempertahankan suatu teritori yang jauh lebih besar dari yang dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup dan reproduksinya (Lukman, 1989). Pengurangan padat tebar dan
penyediaan shelter dalam wadah percobaan dapat mengurangi mortalitas akibat kanibalisme
(Liong, 1992).
Rekayasa III : Pakan awal terbaik setelah pemindahan larva.
Rekayasa III dilakukan untuk mengetahui pakan terbaik yang dapat diberikan seminggu
pertama setelah dipindahkan. Dari kajian ini didapatkan bahwa pemberian pakan awal berbeda
memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap survival rate baby crab. Dimana
perlakuan pemberian pakan awal berupa nauplii artemia (20 N/larva/hari) memberikan nilai
survival rate yang lebih tinggi sebesar 4,21%±0,05, kemudian pemberian pakan berupa biomas
artemia (3 ekor/larva/hari) dengan survival rate sebesar 2,07%±0,09 dan pemberian pakan
berupa biomas artemia yang di campur dengan udang kupas sebesar 1,74% ±0,46 (Gambar 5).
4.21
2.07
1.74
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
NA
BA
BAU
Perlakuan
Survival rate (%) baby crab
Gambar 5. Grafik rerata survival rate (%) baby crab pada akhir kajian
Rekayasa IV: Produksi baby crab di bak substrat pasir dengan sistem modular
Dari rekayasa I hingga III, di dapatkan bahwa larva rajungan terbaik dipindahkan pada
saat umur pemeliharaan 8 hari (D-8) dengan kepadatan awal pada wadah dan media baru sebesar
2.500 ekor/m3
(2,5 ekor/L). Sedangkan untuk pakan terbaik yang bisa diberikan seminggu
setelah pemindahan adalah naupli Artemia dengan kepadatan 20 N/larva/hari.
Rekayasa IV merupakan kegiatan produksi benih dengan mengaplikasikan hasil terbaik
pada rekayasa tahap I hingga tahap III yang dilakukan secara massal. Produksi secara massal
telah di lakukan sebanyak 6 kali.
Dari 6 kali pemeliharaan larva rajungan pada tahap pertama menghasilkan nilai rerata
survival rate pada hari ke-8 pemeliharaan (D-8) atau pada saat Zoea-4 adalah sebesar 59,44%
(Tabel 1). Dengan kisaran nilai survival rate antara 38,95% hingga 74,0%. Sehingga mortalitas
yang di dapatkan adalah sebesar 40,56%. Nilai mortalitas yang dihasilkan lebih rendah bila
dibandingkan dengan hasil yang di capai dalam penelitian Bryars (1997) yang menyatakan
bahwa mortalitas pada stadia zoea -1 sampai zoea -4 adalah 99%. Menurut Broer dkk, (1993)
mortalitas dapat diakibatkan adanya infeksi bakteri pada stadia larva dan kanibalisme pada stadia
megalopa sampai dewasa.
Tabel 1. Survival Rate (%) larva rajungan pada hari ke 8 (pemeliharaan tahap I)
Produksi SR larva dari D0 – D8
(%)
1
2
3
4
5
6
38,95
51,69
74.00
71,00
54,00
67,00
Rerata 59,44
Dari 6 kali produksi baby crab (Tabel 2), didapatkan jumlah baby crab sebanyak 13.084
ekor dengan berat biomas 19,63 kg. Rerata survival rate benih yang dihasilkan setelah
pemindahan di wadah bak substrat pasir adalah sebesar 10,39% dengan rerata berat baby crab
yang dihasilkan sebanyak 3,3 kg/8,4 m3
atau 0,4 kg/m3
.
Tabel 2. Data produksi baby crab
Jumlah larva
(ekor)
Jumlah akhir baby crab
(ekor)
SR Akhir
(%)
Biomas baby crab
(kg)
21.000
21.000
21.000
21.000
21.000
21.000
1.603
3.322
4.800
1.540
1.260
560
7,63
15,82
22,86
7,33
6,00
2,67
2,40
4,98
7,20
2,31
1,89
0,84
Jumlah 13.085 19,63
Rerata 2180,8 10,39 3,3 kg/8,4 m3
Dari pengukuran panjang dan berat larva, di dapatkan pertumbuhan panjang dan berat
larva pada Zoea 4 adalah sebesar 3.05 ± 0.18 mm pada panjang dan 0.0084 ± 0.18 gram berat
larva (Tabel 3). Pertumbuhan panjang dan berat larva pada stadia Zoea 1 hingga Zoea 4 ini
relatif seragam.
Tabel 3. Hasil pengukuran pertumbuhan panjang (mm) dan berat g) pada pemeliharaan
tahap I.
Stadia Kisaran
Panjang (mm)
Rerata
panjang (mm)
Kisaran berat (g) Rerata
berat(g)
Zoea-1 1.10-1.33 1.22 ± 0.08 0.0032 0.0032 ± 0.00
Zoea-2 1.51-1.63 1.57 ± 0.06 0.0043 - 0.0047 0.0047 ± 0.05
Zoea-3 1.53-3.09 2.09 ± 0.61 0.0044 - 0.0053 0.0048 ± 0.03
Zoea-4 2.75-3.37 3.05 ± 0.18 0.0066 - 0,0103 0.0084 ± 0.18
Untuk hasil pengukuran pertumbuhan lebar karapas dan berat pada pemeliharaan tahap II
dapat dilihat pada Tabel 4. Dimana rerata lebar karapas akhir pada D-29 adalah sebesar 14.00 ±
0.95 mm dengan rerata berat sebesar 1,50±0,05 g.
Tabel 4. Hasil pengukuran pertumbuhan lebar karapas (mm) dan berat (g) pada
pemeliharaan tahap II.
Umur pemeliharaan
(hari)
Rerata lebar
karapas (mm)
Rerata Berat (g)
D-10
D-15
D-29
2,83 ± 0.52
5,90 ± 0.50
14.00 ± 0.95
0,03 ± 0.63
0,17 ± 0,76
1,50±0,05
Pertumbuhan merupakan salah satu parameter dalam budidaya, pertumbuhan
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Sifat genetika spesies dari kultivan, jenis
kelamin, dan status fisiologi ikan merupakan faktor internal, sedangkan faktor eksternal antara
lain faktor lingkungan, padat penebaran, pakan, suhu, oksigen terlarut, pH, kekeruhan, bahan
organik, hama serta penyakit (Effendie, 1997). Menurut Hamka et al., (2005) Pertumbuhan
sangat erat hubungannya dengan pakan yang diberikan, karena pakan memberikan nutrien dan
energi yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Pertumbuhan pada krustasea adalah perubahan panjang dan berat yang terjadi secara
berkala pada waktu pergantian cangkang. Apabila keadaan lingkungan baik dan pakan yang
bergizi tersedia maka pada saat ganti cangkang akan terjadi pertumbuhan sebaliknya apabila
keadaan lingkungan kurang baik dan kekurangan nutrisi maka ganti kulit tidak diikuti dengan
pertumbuhan bahkan dapat terjadi penurunan bobot tubuh (Chittleborough, 1975 dalam
Pinandoyo, 1994).
Data kisaran kualitas air selama kajian masih dalam kisaran yang layak untuk budidaya
rajungan stadia crab tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5. Kisaran kualitas air pada pemeliharaan Tahap II.
Parameter Nilai Pustaka
Suhu ( o
C) 27,10 – 28,20 26-32 a
dan c
Salinitas (ppt) 29 - 33 30-33 ppt c
pH 7,20 - 8,18 5,5-8,5 a
DO (ppm) 3,19 – 6,32 >3 mg/L a
Amonia (ppm) Tt – 0,08 <0,31 mg/Lb
Bahan organik (ppm) 85,64 – 195,92 <0,5 mg/L d
Keterangan : BBPBAP (2003), b.Wickins (1978), c.Adiwijaya et al (2002) dan d.Halver (1989)
Kisaran suhu pada selama pemeliharaan berkisar antara 27,10 – 28,20o
C, dimana kondisi
tersebut masih dalam kisaran yang layak untuk pertumbuhan rajungan seperti yang dikemukakan
oleh Adwijaya et al., (2002) suhu yang baik pada stadia crab adalah 26 - 29o
C diperkuat oleh
BBPBAP (2003) menyatakan suhu yang baik antara 28 - 32o
C. Kisaran pH antara 7,20 – 8,18.
Kondisi ini masih layak untuk kehidupan rajungan karena menurut BBPBAP (2003) rajungan
stadia crab dapat tumbuh pada kisaran pH antara 5,5 - 8,5. Sedangkan kandungan oksigen
terlarut diperoleh data berkisar antara 3,19 – 6,32 ppm. Kondisi tersebut masih layak untuk
hidup dan tumbuh rajungan stadia crab. Sebagaimana menurut BBPBAP (2003) kandungan
oksigen terlarut yang layak untuk hidup dan tumbuh rajungan stadia crab adalah lebih dari 3
mg/L. Kandungan ammonia yang diukur selama kajian sebesar tt – 0,08 mg/L menurut Wickins
(1978) kondisi tersebut masih layak untuk hidup rajungan, dikarenakan kandungan ammonia
(NH3) yang beracun dan berbahaya bagi krustase 0,31 - 0,4 mg/L.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
1. Dari rekayasa Tahap I – III, di dapatkan bahwa larva rajungan terbaik dipindahkan pada
saat umur pemeliharaan 8 hari (D-8) dengan kepadatan awal pada wadah dan media baru
sebesar 2.500 ekor/m3
(2,5 ekor/L). Sedangkan untuk pakan terbaik yang bisa diberikan
seminggu setelah pemindahan adalah naupli Artemia dengan kepadatan 20 N/larva/hari.
2. Pada aplikasi skala massal, didapatkan nilai rerata survival rate larva pada D-8 adalah
sebesar 59,44% dan rerata survival rate benih yang dihasilkan setelah pemindahan di wadah
bak substrat pasir adalah sebesar 10,39% dengan baby crab yang dihasilkan sebanyak 0,4
kg/m3
.
4.2. Saran
Produksi benih rajungan secara modular dapat menjadi alternatif teknik pemeliharaan benih
rajungan yang lebih praktis dengan ukuran benih yang lebih besar untuk dapat di tebar ke tambak
pembesaran.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan di tim
rajungan atas kerjasama yang solid selama ini di dalam pengembangan teknologi pembenihan
rajungan. Juga kepada tim pakan alami skala massal (Pak Juyoto, Pak Jasmo dan Pak Kaslani)
yang telah membantu dalam penyediaan Chlorella sp dan Brachionus sp. Tak lupa ucapan
terima kasih kepada rekan-rekan dari laboratorium kualitas lingkungan yang telah membantu
dalam pengukuran parameter kualitas air,
Daftar Pustaka
Adiwidjaya, D.Jaya., S. Sugeng dan Sutikno, E. 2002. Peluang Usaha Komoditas Budidaya Air Payau :
Rajungan (Portunus pelagicus Linn) dapat dibudidayakan di Tambak Skala Usaha. BBPBAP.
Jepara. Hlm 13-20
BBPBAP, 2003. Budidaya Rajungan di Tambak. BBPBAP. Jepara. Hlm 15-19
Broer, D.R., Zafran, A. Parenrengi., dan T. Ahmad. (1993): Preliminary Study of Luminescent Disease in
The Larvae of Mangrove Crabs, Scylla serrata. Coastal Aquaculture Research Journal, 9, 3.
Effendi, _____1997. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan Iinsitut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm 92-
135
Effendy, Faidar, Sudirman, Edi Nurcahyono. 2005. Perbaikan Teknik Pemeliharaan Larva pada Produksi
Massal Benih Rajungan Portunus pelagicus. Kumpulan Makalah Pertemuan Lintas UPT Payau
dan Laut. Ditjenkanbud. Jakarta. Hlm 1-6
Hamka., Diah Silvia Kusumawati, Syamsul Kahri., dan Ibrahim. 2005. Penggunaan Pakan Udang
Komersil Pada Pendederan Benih Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Kumpulan
Makalah Pertemuan Lintas UPT Payau dan Laut. Ditjenkanbud. Jakarta Hlm 8-11
Pinandoyo. (1994): Pengaruh Salinitas dan Energi Pakan terhadap Pertumbuhan dan
Kelangsungan Hidup Pascalarva Udang Windu (Penaeus monodon Febricus). Tesis.
Pascasarjana. IPB.
Ruliaty, Lisa., Maskur Mardjono, Abidin Nur H dan Rudi Prastowo. 2005. Backyard Hatchery Rajungan
: Suatu Alternatif Usaha Budidaya. Media Budidaya Air Payau Volume 6. Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Jawa Tengah. Hlm 43-50
Wickins, J.F., J.C. Roberts., dan M.S. Heasman. (1996): Within Burrow Behaviour of Juvenile Europe
Lobster (Hammarus ammarus, Linnaeus). Marine FreshWater Behaviour Physiology, 28, 229-
253.

More Related Content

What's hot

Presentasi pembesaran ikan nila
Presentasi pembesaran ikan nilaPresentasi pembesaran ikan nila
Presentasi pembesaran ikan nila
Ibnu Sahidhir
 
Ikan nila
Ikan nilaIkan nila
Ikan nila
Afiesh sp
 
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapiaPresentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapiaIbnu Sahidhir
 
Nanda Danu - Budidaya Ikan Mas
Nanda Danu - Budidaya Ikan MasNanda Danu - Budidaya Ikan Mas
Nanda Danu - Budidaya Ikan Mas
Nanda Danu Lukita
 
Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)
Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)
Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)
igamawarniayulestari
 
USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)
USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)  USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)
USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat
 
Produksi Udang Sayur Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery
Produksi Udang Sayur  Untuk Memberdayakan Backyard HatcheryProduksi Udang Sayur  Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery
Produksi Udang Sayur Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery
lisa ruliaty 631971
 
Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)
Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)
Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)CRABERS
 
Budidaya udang vannamei
Budidaya udang vannameiBudidaya udang vannamei
Budidaya udang vannamei
Hanapi Suteja
 
Budidaya tiram mutiara
Budidaya tiram mutiaraBudidaya tiram mutiara
Budidaya tiram mutiara
Nana
 
Teknik pembenihan ikan I
Teknik pembenihan ikan ITeknik pembenihan ikan I
Teknik pembenihan ikan I
Ibnu Sahidhir
 
Sukses budi daya
Sukses budi dayaSukses budi daya
Sukses budi daya
Arief Arief
 
Budidaya ikan nila
Budidaya ikan nilaBudidaya ikan nila
Budidaya ikan nila
Cuko Ahmatsukron
 
Budidaya ikan patin
Budidaya ikan patinBudidaya ikan patin
Budidaya ikan patin
OSIS
 
Budidaya Ikan NIla
Budidaya Ikan NIlaBudidaya Ikan NIla
Budidaya Ikan NIla
Ammara Fathina
 
TAMBAK DAN UDANG VANNAMEI
TAMBAK DAN UDANG VANNAMEITAMBAK DAN UDANG VANNAMEI
TAMBAK DAN UDANG VANNAMEI
Mustain Adinugroho
 
01. kegiatan akuakultur
01. kegiatan akuakultur01. kegiatan akuakultur
01. kegiatan akuakultur
Noor Yusuf
 
Teknik pembenihan dan pembesaran ikan air laut
Teknik pembenihan dan pembesaran ikan air lautTeknik pembenihan dan pembesaran ikan air laut
Teknik pembenihan dan pembesaran ikan air laut
SittiNursinar
 

What's hot (20)

Presentasi pembesaran ikan nila
Presentasi pembesaran ikan nilaPresentasi pembesaran ikan nila
Presentasi pembesaran ikan nila
 
Ikan nila
Ikan nilaIkan nila
Ikan nila
 
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapiaPresentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
 
Nanda Danu - Budidaya Ikan Mas
Nanda Danu - Budidaya Ikan MasNanda Danu - Budidaya Ikan Mas
Nanda Danu - Budidaya Ikan Mas
 
Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)
Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)
Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)
 
USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)
USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)  USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)
USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)
 
Produksi Udang Sayur Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery
Produksi Udang Sayur  Untuk Memberdayakan Backyard HatcheryProduksi Udang Sayur  Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery
Produksi Udang Sayur Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery
 
Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)
Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)
Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)
 
Budidaya Ikan Nila
Budidaya Ikan NilaBudidaya Ikan Nila
Budidaya Ikan Nila
 
Budidaya Ikan Nila
Budidaya Ikan NilaBudidaya Ikan Nila
Budidaya Ikan Nila
 
Budidaya udang vannamei
Budidaya udang vannameiBudidaya udang vannamei
Budidaya udang vannamei
 
Budidaya tiram mutiara
Budidaya tiram mutiaraBudidaya tiram mutiara
Budidaya tiram mutiara
 
Teknik pembenihan ikan I
Teknik pembenihan ikan ITeknik pembenihan ikan I
Teknik pembenihan ikan I
 
Sukses budi daya
Sukses budi dayaSukses budi daya
Sukses budi daya
 
Budidaya ikan nila
Budidaya ikan nilaBudidaya ikan nila
Budidaya ikan nila
 
Budidaya ikan patin
Budidaya ikan patinBudidaya ikan patin
Budidaya ikan patin
 
Budidaya Ikan NIla
Budidaya Ikan NIlaBudidaya Ikan NIla
Budidaya Ikan NIla
 
TAMBAK DAN UDANG VANNAMEI
TAMBAK DAN UDANG VANNAMEITAMBAK DAN UDANG VANNAMEI
TAMBAK DAN UDANG VANNAMEI
 
01. kegiatan akuakultur
01. kegiatan akuakultur01. kegiatan akuakultur
01. kegiatan akuakultur
 
Teknik pembenihan dan pembesaran ikan air laut
Teknik pembenihan dan pembesaran ikan air lautTeknik pembenihan dan pembesaran ikan air laut
Teknik pembenihan dan pembesaran ikan air laut
 

Similar to Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

64 reproduksi perkembangan larva
64 reproduksi perkembangan larva64 reproduksi perkembangan larva
64 reproduksi perkembangan larvaYuga Rahmat S
 
LAPORAN PKL - Teknik kultur Pakan alami Slide.pptx
LAPORAN PKL - Teknik kultur Pakan alami Slide.pptxLAPORAN PKL - Teknik kultur Pakan alami Slide.pptx
LAPORAN PKL - Teknik kultur Pakan alami Slide.pptx
KhilalAdit
 
Budidaya Ikan Lele.pdf
Budidaya Ikan Lele.pdfBudidaya Ikan Lele.pdf
Budidaya Ikan Lele.pdf
VirqiWahyuningBianti
 
laporan prakerin pembenihan rajungan
 laporan prakerin pembenihan rajungan laporan prakerin pembenihan rajungan
laporan prakerin pembenihan rajungan
Abd Taj Khalwatiyah
 
Peper penggunaan parika yogyakarta 08
Peper penggunaan parika yogyakarta 08Peper penggunaan parika yogyakarta 08
Peper penggunaan parika yogyakarta 08
suwoyo
 
Pendederan bak terpal
Pendederan bak terpalPendederan bak terpal
Pendederan bak terpal
Sawargi Ppmkp
 
Terjemahan Jurnal
Terjemahan JurnalTerjemahan Jurnal
Terjemahan Jurnal
restii_sulaida
 
Hasil benih tiram
Hasil benih tiramHasil benih tiram
Hasil benih tiram
Adiman Syafri
 
Pedoman informasi pakan ikan
Pedoman informasi pakan ikanPedoman informasi pakan ikan
Pedoman informasi pakan ikan
Warta Wirausaha
 
Presentasi pdk
Presentasi pdkPresentasi pdk
Presentasi pdk
Tika Apriliana
 
kajian penetasan telur walet
kajian penetasan telur waletkajian penetasan telur walet
kajian penetasan telur walet
Umifadilah Umifadilah
 
Penggunaan Teknik Ablasi Tangkai Mata Pada Pematangan Ovarium Induk Rajungan...
Penggunaan Teknik Ablasi Tangkai Mata Pada Pematangan Ovarium  Induk Rajungan...Penggunaan Teknik Ablasi Tangkai Mata Pada Pematangan Ovarium  Induk Rajungan...
Penggunaan Teknik Ablasi Tangkai Mata Pada Pematangan Ovarium Induk Rajungan...
CRABERS
 
Mina padi
Mina padi Mina padi
Mina padi
Puan Habibah
 
Budidaya lele sangkuriang
Budidaya lele sangkuriangBudidaya lele sangkuriang
Budidaya lele sangkuriang
hani halimatus sa'diyah
 
Jojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasiJojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasi
Jojo Subagja
 
Pembenihan patin
Pembenihan patin Pembenihan patin
Pembenihan patin Tx_hendra
 
Slide PPT Mikroworm Daf 1042 tv t3
Slide PPT Mikroworm Daf 1042 tv t3Slide PPT Mikroworm Daf 1042 tv t3
Slide PPT Mikroworm Daf 1042 tv t3
Surianim Azmi
 
PPT TIK TOK SMA N 2 Klaten Biologi Lingkungan Materi Tik Tok (Itik dan Entok)
PPT TIK TOK SMA N 2 Klaten Biologi Lingkungan Materi Tik Tok (Itik dan Entok)PPT TIK TOK SMA N 2 Klaten Biologi Lingkungan Materi Tik Tok (Itik dan Entok)
PPT TIK TOK SMA N 2 Klaten Biologi Lingkungan Materi Tik Tok (Itik dan Entok)
Rico Asta
 
Pedoman Sukses Usaha Budidaya ikan kakap putih
Pedoman Sukses Usaha Budidaya ikan kakap putihPedoman Sukses Usaha Budidaya ikan kakap putih
Pedoman Sukses Usaha Budidaya ikan kakap putih
Warta Wirausaha
 

Similar to Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular (20)

64 reproduksi perkembangan larva
64 reproduksi perkembangan larva64 reproduksi perkembangan larva
64 reproduksi perkembangan larva
 
LAPORAN PKL - Teknik kultur Pakan alami Slide.pptx
LAPORAN PKL - Teknik kultur Pakan alami Slide.pptxLAPORAN PKL - Teknik kultur Pakan alami Slide.pptx
LAPORAN PKL - Teknik kultur Pakan alami Slide.pptx
 
Budidaya Ikan Lele.pdf
Budidaya Ikan Lele.pdfBudidaya Ikan Lele.pdf
Budidaya Ikan Lele.pdf
 
laporan prakerin pembenihan rajungan
 laporan prakerin pembenihan rajungan laporan prakerin pembenihan rajungan
laporan prakerin pembenihan rajungan
 
Peper penggunaan parika yogyakarta 08
Peper penggunaan parika yogyakarta 08Peper penggunaan parika yogyakarta 08
Peper penggunaan parika yogyakarta 08
 
Pendederan bak terpal
Pendederan bak terpalPendederan bak terpal
Pendederan bak terpal
 
Terjemahan Jurnal
Terjemahan JurnalTerjemahan Jurnal
Terjemahan Jurnal
 
Hasil benih tiram
Hasil benih tiramHasil benih tiram
Hasil benih tiram
 
Pedoman informasi pakan ikan
Pedoman informasi pakan ikanPedoman informasi pakan ikan
Pedoman informasi pakan ikan
 
Presentasi pdk
Presentasi pdkPresentasi pdk
Presentasi pdk
 
kajian penetasan telur walet
kajian penetasan telur waletkajian penetasan telur walet
kajian penetasan telur walet
 
Penggunaan Teknik Ablasi Tangkai Mata Pada Pematangan Ovarium Induk Rajungan...
Penggunaan Teknik Ablasi Tangkai Mata Pada Pematangan Ovarium  Induk Rajungan...Penggunaan Teknik Ablasi Tangkai Mata Pada Pematangan Ovarium  Induk Rajungan...
Penggunaan Teknik Ablasi Tangkai Mata Pada Pematangan Ovarium Induk Rajungan...
 
Mina padi
Mina padi Mina padi
Mina padi
 
Budidaya lele sangkuriang
Budidaya lele sangkuriangBudidaya lele sangkuriang
Budidaya lele sangkuriang
 
Jojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasiJojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasi
 
Pembenihan patin
Pembenihan patin Pembenihan patin
Pembenihan patin
 
Slide PPT Mikroworm Daf 1042 tv t3
Slide PPT Mikroworm Daf 1042 tv t3Slide PPT Mikroworm Daf 1042 tv t3
Slide PPT Mikroworm Daf 1042 tv t3
 
PPT TIK TOK SMA N 2 Klaten Biologi Lingkungan Materi Tik Tok (Itik dan Entok)
PPT TIK TOK SMA N 2 Klaten Biologi Lingkungan Materi Tik Tok (Itik dan Entok)PPT TIK TOK SMA N 2 Klaten Biologi Lingkungan Materi Tik Tok (Itik dan Entok)
PPT TIK TOK SMA N 2 Klaten Biologi Lingkungan Materi Tik Tok (Itik dan Entok)
 
Pedoman Sukses Usaha Budidaya ikan kakap putih
Pedoman Sukses Usaha Budidaya ikan kakap putihPedoman Sukses Usaha Budidaya ikan kakap putih
Pedoman Sukses Usaha Budidaya ikan kakap putih
 
Budidaya belut
Budidaya belutBudidaya belut
Budidaya belut
 

More from lisa ruliaty 631971

Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
lisa ruliaty 631971
 
swimmer crab culture in the pond
swimmer crab culture in the pondswimmer crab culture in the pond
swimmer crab culture in the pond
lisa ruliaty 631971
 
Komposisi plankton kulonprogo.2016
Komposisi plankton kulonprogo.2016Komposisi plankton kulonprogo.2016
Komposisi plankton kulonprogo.2016
lisa ruliaty 631971
 
Pengaruh taurin
Pengaruh taurinPengaruh taurin
Pengaruh taurin
lisa ruliaty 631971
 
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dhaPengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
lisa ruliaty 631971
 
Metode scoring pada seleksi benih udang windu
Metode scoring pada seleksi benih udang winduMetode scoring pada seleksi benih udang windu
Metode scoring pada seleksi benih udang windu
lisa ruliaty 631971
 
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
lisa ruliaty 631971
 
Ovaprime pada induk bandeng
Ovaprime pada induk bandengOvaprime pada induk bandeng
Ovaprime pada induk bandeng
lisa ruliaty 631971
 
Abstract.bandeng bak dalam
Abstract.bandeng bak dalamAbstract.bandeng bak dalam
Abstract.bandeng bak dalam
lisa ruliaty 631971
 
Progres keg.bandeng.bbpbap jpr
Progres keg.bandeng.bbpbap jprProgres keg.bandeng.bbpbap jpr
Progres keg.bandeng.bbpbap jpr
lisa ruliaty 631971
 
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadapPengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadaplisa ruliaty 631971
 
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadapPengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
lisa ruliaty 631971
 
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON SEROTONIN (5-HT) TERHADAP PEMATANGAN GONAD INDU...
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON  SEROTONIN (5-HT) TERHADAP  PEMATANGAN GONAD INDU...APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON  SEROTONIN (5-HT) TERHADAP  PEMATANGAN GONAD INDU...
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON SEROTONIN (5-HT) TERHADAP PEMATANGAN GONAD INDU...
lisa ruliaty 631971
 
PERBANDINGAN MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
PERBANDINGAN  MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR  ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...PERBANDINGAN  MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR  ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
PERBANDINGAN MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
lisa ruliaty 631971
 
MASKULINISASI BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
MASKULINISASI  BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN  HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...MASKULINISASI  BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN  HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
MASKULINISASI BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
lisa ruliaty 631971
 

More from lisa ruliaty 631971 (20)

Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
 
swimmer crab culture in the pond
swimmer crab culture in the pondswimmer crab culture in the pond
swimmer crab culture in the pond
 
Komposisi plankton kulonprogo.2016
Komposisi plankton kulonprogo.2016Komposisi plankton kulonprogo.2016
Komposisi plankton kulonprogo.2016
 
Pengaruh taurin
Pengaruh taurinPengaruh taurin
Pengaruh taurin
 
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dhaPengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
 
Metode scoring pada seleksi benih udang windu
Metode scoring pada seleksi benih udang winduMetode scoring pada seleksi benih udang windu
Metode scoring pada seleksi benih udang windu
 
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
 
Ovaprime pada induk bandeng
Ovaprime pada induk bandengOvaprime pada induk bandeng
Ovaprime pada induk bandeng
 
Abstract.pengangkutan
Abstract.pengangkutanAbstract.pengangkutan
Abstract.pengangkutan
 
Abstract.bandeng bak dalam
Abstract.bandeng bak dalamAbstract.bandeng bak dalam
Abstract.bandeng bak dalam
 
7. teknologi biofloc
7. teknologi biofloc7. teknologi biofloc
7. teknologi biofloc
 
Progres keg.bandeng.bbpbap jpr
Progres keg.bandeng.bbpbap jprProgres keg.bandeng.bbpbap jpr
Progres keg.bandeng.bbpbap jpr
 
Abstrak.bandeng biofloc.2012
Abstrak.bandeng biofloc.2012Abstrak.bandeng biofloc.2012
Abstrak.bandeng biofloc.2012
 
Biofloc bandeng.indo aqua 2012
Biofloc bandeng.indo aqua 2012Biofloc bandeng.indo aqua 2012
Biofloc bandeng.indo aqua 2012
 
Ikan hias clownfish
Ikan hias clownfishIkan hias clownfish
Ikan hias clownfish
 
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadapPengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
 
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadapPengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
 
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON SEROTONIN (5-HT) TERHADAP PEMATANGAN GONAD INDU...
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON  SEROTONIN (5-HT) TERHADAP  PEMATANGAN GONAD INDU...APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON  SEROTONIN (5-HT) TERHADAP  PEMATANGAN GONAD INDU...
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON SEROTONIN (5-HT) TERHADAP PEMATANGAN GONAD INDU...
 
PERBANDINGAN MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
PERBANDINGAN  MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR  ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...PERBANDINGAN  MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR  ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
PERBANDINGAN MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
 
MASKULINISASI BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
MASKULINISASI  BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN  HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...MASKULINISASI  BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN  HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
MASKULINISASI BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
 

Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

  • 1. PRODUKSI BABY CRAB RAJUNGAN Portunus pelagicus DENGAN SISTEM MODULAR Oleh: Lisa Ruliaty, Anindiastuti dan Kaemudin DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU JEPARA 2009
  • 2. PRODUKSI BABY CRAB RAJUNGAN Portunus pelagicus DENGAN SISTEM MODULAR 1 Oleh: Lisa Ruliaty, Anindiastuti dan Kaemudin Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara Email : lisaruliaty@yahoo.co.id Abstrak Sistem pemeliharaan untuk menghasilkan baby crab rajungan selama ini dengan mempergunakan benih rajungan stadia Crab-5 (lebar karapas 0,4 cm, berat 0,01 g/ekor) yang kemudian dipelihara lanjutan. Namun, ketersediaan benih rajungan Stadia Crab-5 menjadi faktor pembatas di dalam memproduksi baby crab rajungan. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan rekayasa produksi baby crab rajungan dengan sistem modular. Produksi benih rajungan dengan sistem modular dilakukan dengan cara memelihara larva rajungan pada wadah pertama yang kemudian dipindahkan ke wadah pemeliharaan lain yang dapat berupa bak out door yang telah di beri substrat pasir atau tambak pembesaran. Cara ini diharapkan akan dapat menyederhanakan teknologi pada pembenihan rajungan. Hasil akhir adalah benih rajungan berupa baby crab dengan ukuran lebar karapas 1-2 cm dan berat 1,5-2 g/ekor. Baby crab yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai benih untuk di besarkan di tambak pembesaran ataupun sebagai bahan untuk pembuatan makanan kecil. Sehingga perlu dilakukan rekayasa untuk mengetahui persyaratan teknis dalam produksi skala massal baby crab rajungan dengan sistem modular. Rekayasa dilakukan 4 tahap, tahap I; dilakukan rekayasa dengan tujuan untuk mengetahui hari/tahap stadia yang layak untuk di lakukan pemindahan. Tahap II; dilakukan rekayasa untuk mengetahui kepadatan awal larva yang terbaik saat dipindahkan. Tahap III; dilakukan rekayasa untuk mengetahui pakan terbaik yang dapat diberikan seminggu pertama setelah dipindahkan. Sedangkan pada Tahap IV; dilakukan produksi benih dengan mengaplikasikan hasil terbaik pada rekayasa tahap I hingga tahap III yang dilakukan secara massal di bak out door yang telah di beri substrat pasir pada bagian dasarnya. Dari rekayasa Tahap I – III, di dapatkan bahwa larva rajungan terbaik dipindahkan pada saat umur pemeliharaan 8 hari (D-8) dengan kepadatan awal pada wadah dan media baru sebesar 2.500 ekor/m3 (2,5 ekor/L). Sedangkan untuk pakan terbaik yang bisa diberikan seminggu setelah pemindahan adalah naupli Artemia dengan kepadatan 20 N/larva/hari. Pada aplikasi skala massal, didapatkan nilai rerata survival rate larva pada D-8 adalah sebesar 59,44% dan rerata survival rate benih yang dihasilkan setelah pemindahan di wadah bak substrat pasir adalah sebesar 10,39% dengan baby crab yang dihasilkan sebanyak 0,4 kg/m3 . Kata kunci : benih rajungan, produksi modular, bak substrat pasir I. PENDAHULUAN 1 Makalah di sampaikan pada pertemuan Indonesian Aquaculture 2010 di Hotel Novotel Bandar Lampung, 4 – 6 Oktober 2010.
  • 3. 1.1. Latar Belakang Permintaan komoditas rajungan (Portunus pelagicus Linn) dari tahun ke tahun terus meningkat baik di dalam negeri maupun dari luar negeri. Satu-satunya sumber untuk memenuhi permintaan tersebut hanya mengandalkan dari hasil penangkapan di alam yang kesinambungannya di khawatirkan tidak dapat dipertahankan lagi. Sebagai akibat dari kegiatan penangkapan yang terus menerus, dewasa ini populasi rajungan di laut dirasa sudah mulai menipis utamanya di daerah yang jumlah nelayannya padat. Oleh sebab itu, langkah awal untuk melakukan peningkatan produksi rajungan adalah melalui kegiatan budidaya di tambak yang harus segera dilakukan. Sebagai langkah awal untuk bisa mewujudkan tujuan tersebut adalah dengan cara penyediaan benih rajungan yang dihasilkan dari hatchery. Perekayasaan produksi massal baby crab rajungan relatif masih baru, teknologi yang dihasilkan berupa kajian perekayasaan yang masih terus dikembangkan. Di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, kajian teknologi produksi baby crab rajungan terus dilakukan sampai sekarang. Sistem pemeliharaan untuk menghasilkan baby crab rajungan selama ini dengan mempergunakan benih rajungan stadia Crab-5 (lebar karapas 0,4 cm, berat 0,01 g/ekor) yang kemudian dipelihara lanjutan. Namun, ketersediaan benih rajungan Stadia Crab-5 menjadi faktor pembatas di dalam memproduksi baby crab rajungan. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan rekayasa produksi baby crab rajungan dengan sistem modular. Produksi benih rajungan dengan sistem modular dilakukan dengan cara memelihara larva rajungan pada wadah pertama yang kemudian dipindahkan ke wadah pemeliharaan lain yang dapat berupa bak out door yang telah di beri substrat pasir atau tambak pembesaran. Cara ini diharapkan akan dapat menyederhanakan teknologi pada pembenihan rajungan. Hasil akhir adalah benih rajungan berupa baby crab dengan ukuran lebar karapas 1-2 cm dan berat 1,5-2 g/ekor. Baby crab yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai benih untuk di besarkan di tambak pembesaran ataupun sebagai bahan untuk pembuatan makanan kecil. Pemeliharaan larva rajungan secara modular dengan cara memindahkan larva Zoea akhir ke bak lain dengan substrat pasir secara out door diharapkan dapat lebih menyederhanakan teknologi pembenihan rajungan. Hal ini mendorong untuk dilakukan lebih banyak lagi pengamatan untuk lebih memperbaiki teknik yang sudah di hasilkan di dalam memproduksi benih baik ukuran crablet maupun benih ukuran juvenil/baby crab rajungan. Hal ini menjadi dasar untuk terus menyempurnakan teknologi pembenihan rajungan hingga ukuran juvenile rajungan (baby crab) sehingga akan lebih memberi nilai ekonomis dan dapat menjadi peluang usaha baru yang menguntungkan bagi masyarakat. 1.2. Tujuan • Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular di harapkan dapat menyederhanakan teknologi pada pembenihan rajungan. • Dapat menghasilkan benih rajungan dengan ukuran yang lebih besar secara berkesinambungan. • Memberi nilai lebih pada benih yang dihasilkan sehingga dapat menjadi peluang usaha baru bagi masyarakat. II . METODE
  • 4. 2.1. Alat dan Bahan Peralatan : - Bak inkubasi (pengeraman) - Wadah penetasan artemia - Bak untuk pemeliharaan benih tahap I - Bak untuk pemeliharaan benih tahap II - Mesin giling - Gunting dan pisau - Waring hitam dengan mesh size 0,2 cm - Peralatan lapangan ( jaringan aerasi, perlengkapan bak, perlengkapan tagging dan ablasi, ember, beaker glass,gayung dll) - Peralatan monitoring (mikroskop, beaker glas, refraktometer, termometer dll) Bahan - Induk rajungan bertelur - Pakan larva (pakan buatan untuk stadia Zoea dan Megalopa) - Pakan stadia Megalopa (udang kupas halus) - Pakan alami untuk larva (Chlorella, rotifera dan artemia) - Pakan Crablet (ikan rucah) - Bahan kimia ( kaporit) 2.2. Metode Rekayasa I : Stadia / Umur larva terbaik untuk pemindahan Dilakukan untuk mengetahui stadia umur yang sesuai untuk memindahkan larva, adapun perlakuan pada rekayasa ini adalah sebagai berikut: A. Perlakuan pemindahan larva pada umur pemeliharaan 4 hari. B. Perlakuan pemindahan larva pada umur pemeliharaan 6 hari. C. Perlakuan pemindahan larva pada umur pemeliharaan 8 hari. Kegiatan perekayasaan dilakukan dengan 3x ulangan. Rekayasa dilakukan pada skala laboratorium. Pemeliharaan larva dilakukan dengan 2 tahap, tahap pertama pemeliharaan dilakukan pada ember kapasitas 60 L sebelum di pindahkan sesuai dengan perlakuan A, B dan C. Tahap kedua, larva yang di pindahkan di pelihara pada wadah yang telah di beri substrat pasir pada dasar baknya. Adapun prosedur pemeliharaan larva rajungan adalah sebagai berikut: Tahap pertama: larva dengan kepadatan awal 100 ekor/L di tebar pada ember kapasitas 60 L. Untuk mempertahankan suhu media pemeliharaan larva di kisaran 30 ± 1o C pada setiap ember dipasang automatic heaters (150 W). Sistem aerasi berhubungan dengan root blower utama yang akan memberikan dissolved oksigen pada level ± 4 ppm. Untuk media pemeliharaan larva rajungan dipergunakan air laut steril dengan salinitas 30–33 ppt. Untuk menjaga kualitas air media pemeliharaan larva, dilakukan penggantian air sebanyak 20% setiap 3 hari sekali. Larva diberi pakan rotifer (10-15 ind/ml) mulai pada hari penebaran hingga hari pemindahan sesuai perlakuan. Alga Nannochloropsis sp diberikan sebagai pakan bagi rotifer dengan kepadatan dipertahankan 100.000 sel/ml. Tahap kedua: Larva yang telah dipindahkan dipelihara pada wadah yang telah diberi substrat pasir dengan ketebalan 5 cm. Salinitas media di buat sama seperti pada pemeliharaan
  • 5. pada tahap pertama. Setelah pemindahan, larva diberi pakan nauplius artemia sebanyak 20 Nauplii artemia/hari selama seminggu, kemudian di beri blenderan udang kupas sebanyak 20 - 50 gr/5000 larva/hari selama seminggu. Pada minggu ke tiga, pakan yang diberikan berubah menjadi potongan kecil ikan rucah sebanyak 200 gr/5000 Crab/hari. Hasil Terbaik dari Rekayasa I, kemudian di pergunakan sebagai hari pemindahan larva pada Rekayasa II. Rekayasa II : Kepadatan larva pada saat pemindahan Larva rajungan stadia berdasarkan hasil terbaik dari Rekayasa I dengan kepadatan berbeda di tebar pada wadah pemeliharaan kapasitas 40 L dengan mengatur kepadatan larva yang di tebar sehingga menjadi juvenil rajungan yang mempunyai berat 1,5 - 2 gram/ekor. Adapun perlakuan kepadatan yang di gunakan adalah sebagai berikut : A. Kepadatan larva : 2.500 larva/m3 (2,5 ekor/L) B. Kepadatan larva : 5.000 larva/m3 (5 ekor/L) C. Kepadatan larva : 7.500 larva/m3 . (7,5 ekor/L) Kegiatan perekayasaan dilakukan dengan 3x ulangan. Rekayasa dilakukan pada skala laboratorium. Pemeliharaan larva dilakukan dengan 2 tahap, tahap pertama pemeliharaan dilakukan pada bak fiber bundar kapasitas 1.000 L sebelum di pindahkan sesuai dengan perlakuan A, B dan C. Tahap kedua, larva yang di pindahkan di pelihara pada wadah yang telah di beri substrat pasir pada dasar baknya. Adapun prosedur pemeliharaan larva rajungan sama seperti pada rekayasa I. Hasil Terbaik dari Rekayasa II, kemudian di pergunakan sebagai standar dalam Rekayasa III. Rakayasa III: Pakan awal terbaik setelah pemindahan larva. Tahap pertama : Larva dengan kepadatan awal 100 ekor/L di tebar pada bak fiber bundar kapasitas 1.000 L atau bak beton indoor kapasitas 2.000 L. Untuk mempertahankan suhu media pemeliharaan larva di kisaran 30 ± 1o C pada setiap bak dipasang automatic heaters (150 W). Sistem aerasi berhubungan dengan root blower utama yang akan memberikan dissolved oksigen pada level ± 4 ppm. Untuk media pemeliharaan larva rajungan dipergunakan air laut steril dengan salinitas 30–33 ppt. Untuk menjaga kualitas air media pemeliharaan larva, dilakukan penggantian air sebanyak 20% setiap 3 hari sekali. Larva diberi pakan rotifer (10-15 ind/ml) mulai pada hari penebaran hingga hari pemindahan berdasarkan hasil terbaik pada Rekayasa II. Alga Nannochloropsis sp diberikan sebagai pakan bagi rotifer dengan kepadatan dipertahankan 100.000 sel/ml. Tahap kedua: Larva yang dipindahkan di pelihara selanjutnya pada ember kapasitas 40 L dengan pemberian pakan awal yang berbeda. Setiap perlakuan akan dilakukan 3x ulangan waktu. Adapun perlakuan yang di gunakan adalah sebagai berikut,. a. Pakan awal Nauplius Artemia (20 N/larva/hari) b. Pakan awal biomas Artemia (3 ekor/larva/hari) c. Pakan awal campuran biomas Artemia dan Udang kupas halus Wadah pemeliharaan diberi substrat pasir setebal 5 cm. Seminggu pertama larva di berikan pakan sesuai dengan perlakuan. . Kemudian larva di beri blenderan daging udang/ikan 200 – 300 gr/1000 Crab/hari (>200% berat biomass), dengan frekuensi pemberian pakan 3x sehari. Media pemeliharaan di beri Chlorella sp dengan kepadatan 500.000 – 1.000.000 sel/ml dan kepadatannya dipertahankan sehingga kegiatan selesai. Penggantian air pertama kali sebesar
  • 6. 20 - 50% pada pemeliharaan di bak dilakukan setelah 5 hari pemeliharaan dengan sistem air mengalir. Rekayasa IV: Produksi baby crab dengan sistem modular Hasil terbaik pada kegiatan rekayasa Tahap I - III di aplikasikan pada skala massal/model pada wadah bak beton sehingga menjadi juvenil rajungan yang mempunyai berat 1,5 - 2 gram/ekor. Pada pemeliharaan larva Tahap pertama, prosedur pemeliharaan larva hingga hari pemindahan dilakukan seperti pada rekayasa III. Tahap kedua: pemeliharaan larva di lakukan di bak out door (ukuran bak 7x2 x1 m) yang telah diberi substrat pasir setebal 5 cm pada bagian dasarnya dan pemberian shelter dari tali rafia yang dibuat menyerupai rumput laut (artificial sea weed), ketinggian air pada bak pemeliharaan sebesar 40 – 60 cm. Larva di berikan pakan terbaik dari hasil rekayasa Tahap III selama seminggu, kemudian di beri blenderan udang kupas sebanyak 20 - 50 gr/5000 larva/hari pada minggu ke 2. Pada minggu ke tiga, pakan yang diberikan berubah menjadi potongan kecil ikan rucah sebanyak 200 gr/5000 Crab/hari. Media pemeliharaan di bak di beri Chlorella sp dengan kepadatan 100.000 sel/ml dan kepadatannya dipertahankan sehingga kegiatan selesai. Penggantian air pertama kali sebesar 20 - 50% pada pemeliharaan di bak dilakukan setelah 5 hari pemeliharaan dengan sistem air mengalir. Sampling terhadap berat benih dilakukan 2 minggu setelah pemeliharaan dan dari data berat tersebut dilakukan konversi untuk menghitung kebutuhan pakan. Sedangkan sampling total terhadap kelulushidupan dan berat baby crab dilakukan pada hari akhir kajian, selain itu juga dilakukan pengukuran parameter kualitas air. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Rekayasa I. Stadia / Umur larva terbaik untuk pemindahan larva Perlakuan hari pemindahan pada hari ke-4 (D-4) memberikan jumlah larva yang lebih banyak untuk di pindahkan pada wadah pemeliharaan tahap ke-2 bila dibandingkan dengan perlakuan D-6 maupun perlakuan D-8 (Gambar 1). Namun, memberikan nilai survival rate benih/baby crab yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan D-6 maupun D-8. 82.52 71.62 60.44 0 20 40 60 80 100 D-4 D-6 D-8 Perlakuan RerataSR(%)haripindah Gambar 1. Grafik rerata survival rate (%) larva pada saat hari H perlakuan pemindahan
  • 7. Dari kajian didapatkan bahwa perlakuan pemindahan pada pemeliharaan hari ke-8 memberikan nilai survival rate yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan pemindahan pada hari ke-4 maupun perlakuan pemindahan pada hari ke-6. Baik nilai survival rate yang dihitung dari awal pemeliharaan maupun survival rate yang dihitung dari hari pemindahan. Dimana rerata survival rate benih/baby crab dari hari pemindahan hingga akhir pada perlakuan D-4 sebesar 2,62%±0,37, D-6 sebesar 3,92%±0,25 dan D-8 sebesar 5,99%±0,28 (Gambar 2). 2.62 3.92 5.99 0 4 8 D-4 D-6 D-8 Perlakuan RerataSR(%)haripindah-D-29 Gambar 2. Grafik rerata survival rate (%) dari hari pemindahan hingga akhir kajian Sedangkan survival rate benih dari awal pemeliharaan hingga akhir kajian di dapatkan pada perlakuan D-4 sebesar 1,12%±0,04, perlakuan D-6 sebesar 1,08%±0,01 dan perlakuan D-8 sebesar 1,80%±0,30 (Gambar 3). 1.12 1.08 1.80 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 D-4 D-6 D-8 P erlakuan RerataSR(%)D-0hinggaD-29 Gambar 3. Grafik rerata survival rate (%) dari awal hingga akhir kajian Rekayasa II : Kepadatan larva pada saat pemindahan Rekayasa II dilakukan untuk mengetahui kepadatan awal larva yang terbaik saat dipindahkan, dimana larva dipindahkan berdasarkan hasil terbaik pada rekayasa I yaitu pada umur pemeliharaan 8 hari (D-8). Dari kajian ini didapatkan bahwa pada saat larva dipindahkan ke wadah baru dengan kepadatan 2.500 ekor/m3 memberikan nilai rerata survival rate benih/babycrab yang lebih tinggi (8,67%±0,67) dibandingkan dengan kepadatan 5.000 ekor/m3 (4,89%±0,51) maupun 7.500 ekor/m3 (3,93%±0,82) (Gambar 4). Kepadatan larva yang berbeda memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap survival rate baby crab.
  • 8. 8.67 4.89 3.93 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 2500 ekor larva/m3 5000 ekor larva/m3 7500 ekor larva/m3 P erla kuan RerataSR(%) Gambar 4. Grafik rerata survival rate benih/baby crab pada akhir kajian Lebih baiknya nilai sintasan yang dihasilkan dari kepadatan awal yang lebih rendah di duga karena lebih banyak ruang bagi larva Zoea akhir untuk mempertahankan teritorinya sehingga dapat mereduksi kanibalisme diantara mereka. Menurut Willey (1977), tingginya mortalitas akibat kanibalisme terjadi pada perubahan stadia zoea akhir menjadi megalopa dan stadia megalopa ke stadia juvenil (Heasman dan Fielder, 1983). Interaksi yang terjadi antar individu larva mengakibatkan terjadinya suatu kompetisi, salah satunya adalah kompetisi ruang. Individu akan mempertahankan suatu teritori yang jauh lebih besar dari yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup dan reproduksinya (Lukman, 1989). Pengurangan padat tebar dan penyediaan shelter dalam wadah percobaan dapat mengurangi mortalitas akibat kanibalisme (Liong, 1992). Rekayasa III : Pakan awal terbaik setelah pemindahan larva. Rekayasa III dilakukan untuk mengetahui pakan terbaik yang dapat diberikan seminggu pertama setelah dipindahkan. Dari kajian ini didapatkan bahwa pemberian pakan awal berbeda memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap survival rate baby crab. Dimana perlakuan pemberian pakan awal berupa nauplii artemia (20 N/larva/hari) memberikan nilai survival rate yang lebih tinggi sebesar 4,21%±0,05, kemudian pemberian pakan berupa biomas artemia (3 ekor/larva/hari) dengan survival rate sebesar 2,07%±0,09 dan pemberian pakan berupa biomas artemia yang di campur dengan udang kupas sebesar 1,74% ±0,46 (Gambar 5). 4.21 2.07 1.74 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 NA BA BAU Perlakuan Survival rate (%) baby crab Gambar 5. Grafik rerata survival rate (%) baby crab pada akhir kajian Rekayasa IV: Produksi baby crab di bak substrat pasir dengan sistem modular Dari rekayasa I hingga III, di dapatkan bahwa larva rajungan terbaik dipindahkan pada saat umur pemeliharaan 8 hari (D-8) dengan kepadatan awal pada wadah dan media baru sebesar
  • 9. 2.500 ekor/m3 (2,5 ekor/L). Sedangkan untuk pakan terbaik yang bisa diberikan seminggu setelah pemindahan adalah naupli Artemia dengan kepadatan 20 N/larva/hari. Rekayasa IV merupakan kegiatan produksi benih dengan mengaplikasikan hasil terbaik pada rekayasa tahap I hingga tahap III yang dilakukan secara massal. Produksi secara massal telah di lakukan sebanyak 6 kali. Dari 6 kali pemeliharaan larva rajungan pada tahap pertama menghasilkan nilai rerata survival rate pada hari ke-8 pemeliharaan (D-8) atau pada saat Zoea-4 adalah sebesar 59,44% (Tabel 1). Dengan kisaran nilai survival rate antara 38,95% hingga 74,0%. Sehingga mortalitas yang di dapatkan adalah sebesar 40,56%. Nilai mortalitas yang dihasilkan lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil yang di capai dalam penelitian Bryars (1997) yang menyatakan bahwa mortalitas pada stadia zoea -1 sampai zoea -4 adalah 99%. Menurut Broer dkk, (1993) mortalitas dapat diakibatkan adanya infeksi bakteri pada stadia larva dan kanibalisme pada stadia megalopa sampai dewasa. Tabel 1. Survival Rate (%) larva rajungan pada hari ke 8 (pemeliharaan tahap I) Produksi SR larva dari D0 – D8 (%) 1 2 3 4 5 6 38,95 51,69 74.00 71,00 54,00 67,00 Rerata 59,44 Dari 6 kali produksi baby crab (Tabel 2), didapatkan jumlah baby crab sebanyak 13.084 ekor dengan berat biomas 19,63 kg. Rerata survival rate benih yang dihasilkan setelah pemindahan di wadah bak substrat pasir adalah sebesar 10,39% dengan rerata berat baby crab yang dihasilkan sebanyak 3,3 kg/8,4 m3 atau 0,4 kg/m3 . Tabel 2. Data produksi baby crab Jumlah larva (ekor) Jumlah akhir baby crab (ekor) SR Akhir (%) Biomas baby crab (kg) 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 1.603 3.322 4.800 1.540 1.260 560 7,63 15,82 22,86 7,33 6,00 2,67 2,40 4,98 7,20 2,31 1,89 0,84 Jumlah 13.085 19,63 Rerata 2180,8 10,39 3,3 kg/8,4 m3
  • 10. Dari pengukuran panjang dan berat larva, di dapatkan pertumbuhan panjang dan berat larva pada Zoea 4 adalah sebesar 3.05 ± 0.18 mm pada panjang dan 0.0084 ± 0.18 gram berat larva (Tabel 3). Pertumbuhan panjang dan berat larva pada stadia Zoea 1 hingga Zoea 4 ini relatif seragam. Tabel 3. Hasil pengukuran pertumbuhan panjang (mm) dan berat g) pada pemeliharaan tahap I. Stadia Kisaran Panjang (mm) Rerata panjang (mm) Kisaran berat (g) Rerata berat(g) Zoea-1 1.10-1.33 1.22 ± 0.08 0.0032 0.0032 ± 0.00 Zoea-2 1.51-1.63 1.57 ± 0.06 0.0043 - 0.0047 0.0047 ± 0.05 Zoea-3 1.53-3.09 2.09 ± 0.61 0.0044 - 0.0053 0.0048 ± 0.03 Zoea-4 2.75-3.37 3.05 ± 0.18 0.0066 - 0,0103 0.0084 ± 0.18 Untuk hasil pengukuran pertumbuhan lebar karapas dan berat pada pemeliharaan tahap II dapat dilihat pada Tabel 4. Dimana rerata lebar karapas akhir pada D-29 adalah sebesar 14.00 ± 0.95 mm dengan rerata berat sebesar 1,50±0,05 g. Tabel 4. Hasil pengukuran pertumbuhan lebar karapas (mm) dan berat (g) pada pemeliharaan tahap II. Umur pemeliharaan (hari) Rerata lebar karapas (mm) Rerata Berat (g) D-10 D-15 D-29 2,83 ± 0.52 5,90 ± 0.50 14.00 ± 0.95 0,03 ± 0.63 0,17 ± 0,76 1,50±0,05 Pertumbuhan merupakan salah satu parameter dalam budidaya, pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Sifat genetika spesies dari kultivan, jenis kelamin, dan status fisiologi ikan merupakan faktor internal, sedangkan faktor eksternal antara lain faktor lingkungan, padat penebaran, pakan, suhu, oksigen terlarut, pH, kekeruhan, bahan organik, hama serta penyakit (Effendie, 1997). Menurut Hamka et al., (2005) Pertumbuhan sangat erat hubungannya dengan pakan yang diberikan, karena pakan memberikan nutrien dan energi yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan. Pertumbuhan pada krustasea adalah perubahan panjang dan berat yang terjadi secara berkala pada waktu pergantian cangkang. Apabila keadaan lingkungan baik dan pakan yang bergizi tersedia maka pada saat ganti cangkang akan terjadi pertumbuhan sebaliknya apabila keadaan lingkungan kurang baik dan kekurangan nutrisi maka ganti kulit tidak diikuti dengan pertumbuhan bahkan dapat terjadi penurunan bobot tubuh (Chittleborough, 1975 dalam Pinandoyo, 1994). Data kisaran kualitas air selama kajian masih dalam kisaran yang layak untuk budidaya rajungan stadia crab tercantum pada Tabel 5.
  • 11. Tabel 5. Kisaran kualitas air pada pemeliharaan Tahap II. Parameter Nilai Pustaka Suhu ( o C) 27,10 – 28,20 26-32 a dan c Salinitas (ppt) 29 - 33 30-33 ppt c pH 7,20 - 8,18 5,5-8,5 a DO (ppm) 3,19 – 6,32 >3 mg/L a Amonia (ppm) Tt – 0,08 <0,31 mg/Lb Bahan organik (ppm) 85,64 – 195,92 <0,5 mg/L d Keterangan : BBPBAP (2003), b.Wickins (1978), c.Adiwijaya et al (2002) dan d.Halver (1989) Kisaran suhu pada selama pemeliharaan berkisar antara 27,10 – 28,20o C, dimana kondisi tersebut masih dalam kisaran yang layak untuk pertumbuhan rajungan seperti yang dikemukakan oleh Adwijaya et al., (2002) suhu yang baik pada stadia crab adalah 26 - 29o C diperkuat oleh BBPBAP (2003) menyatakan suhu yang baik antara 28 - 32o C. Kisaran pH antara 7,20 – 8,18. Kondisi ini masih layak untuk kehidupan rajungan karena menurut BBPBAP (2003) rajungan stadia crab dapat tumbuh pada kisaran pH antara 5,5 - 8,5. Sedangkan kandungan oksigen terlarut diperoleh data berkisar antara 3,19 – 6,32 ppm. Kondisi tersebut masih layak untuk hidup dan tumbuh rajungan stadia crab. Sebagaimana menurut BBPBAP (2003) kandungan oksigen terlarut yang layak untuk hidup dan tumbuh rajungan stadia crab adalah lebih dari 3 mg/L. Kandungan ammonia yang diukur selama kajian sebesar tt – 0,08 mg/L menurut Wickins (1978) kondisi tersebut masih layak untuk hidup rajungan, dikarenakan kandungan ammonia (NH3) yang beracun dan berbahaya bagi krustase 0,31 - 0,4 mg/L. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan 1. Dari rekayasa Tahap I – III, di dapatkan bahwa larva rajungan terbaik dipindahkan pada saat umur pemeliharaan 8 hari (D-8) dengan kepadatan awal pada wadah dan media baru sebesar 2.500 ekor/m3 (2,5 ekor/L). Sedangkan untuk pakan terbaik yang bisa diberikan seminggu setelah pemindahan adalah naupli Artemia dengan kepadatan 20 N/larva/hari. 2. Pada aplikasi skala massal, didapatkan nilai rerata survival rate larva pada D-8 adalah sebesar 59,44% dan rerata survival rate benih yang dihasilkan setelah pemindahan di wadah bak substrat pasir adalah sebesar 10,39% dengan baby crab yang dihasilkan sebanyak 0,4 kg/m3 . 4.2. Saran Produksi benih rajungan secara modular dapat menjadi alternatif teknik pemeliharaan benih rajungan yang lebih praktis dengan ukuran benih yang lebih besar untuk dapat di tebar ke tambak pembesaran. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan di tim rajungan atas kerjasama yang solid selama ini di dalam pengembangan teknologi pembenihan
  • 12. rajungan. Juga kepada tim pakan alami skala massal (Pak Juyoto, Pak Jasmo dan Pak Kaslani) yang telah membantu dalam penyediaan Chlorella sp dan Brachionus sp. Tak lupa ucapan terima kasih kepada rekan-rekan dari laboratorium kualitas lingkungan yang telah membantu dalam pengukuran parameter kualitas air, Daftar Pustaka Adiwidjaya, D.Jaya., S. Sugeng dan Sutikno, E. 2002. Peluang Usaha Komoditas Budidaya Air Payau : Rajungan (Portunus pelagicus Linn) dapat dibudidayakan di Tambak Skala Usaha. BBPBAP. Jepara. Hlm 13-20 BBPBAP, 2003. Budidaya Rajungan di Tambak. BBPBAP. Jepara. Hlm 15-19 Broer, D.R., Zafran, A. Parenrengi., dan T. Ahmad. (1993): Preliminary Study of Luminescent Disease in The Larvae of Mangrove Crabs, Scylla serrata. Coastal Aquaculture Research Journal, 9, 3. Effendi, _____1997. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan Iinsitut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm 92- 135 Effendy, Faidar, Sudirman, Edi Nurcahyono. 2005. Perbaikan Teknik Pemeliharaan Larva pada Produksi Massal Benih Rajungan Portunus pelagicus. Kumpulan Makalah Pertemuan Lintas UPT Payau dan Laut. Ditjenkanbud. Jakarta. Hlm 1-6 Hamka., Diah Silvia Kusumawati, Syamsul Kahri., dan Ibrahim. 2005. Penggunaan Pakan Udang Komersil Pada Pendederan Benih Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Kumpulan Makalah Pertemuan Lintas UPT Payau dan Laut. Ditjenkanbud. Jakarta Hlm 8-11 Pinandoyo. (1994): Pengaruh Salinitas dan Energi Pakan terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Pascalarva Udang Windu (Penaeus monodon Febricus). Tesis. Pascasarjana. IPB. Ruliaty, Lisa., Maskur Mardjono, Abidin Nur H dan Rudi Prastowo. 2005. Backyard Hatchery Rajungan : Suatu Alternatif Usaha Budidaya. Media Budidaya Air Payau Volume 6. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Jawa Tengah. Hlm 43-50 Wickins, J.F., J.C. Roberts., dan M.S. Heasman. (1996): Within Burrow Behaviour of Juvenile Europe Lobster (Hammarus ammarus, Linnaeus). Marine FreshWater Behaviour Physiology, 28, 229- 253.