Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, dasar hukum, dan macam-macam istihsan dalam ijtihad serta relevansinya di masa kini; (2) Istihsan didefinisikan sebagai memilih yang lebih baik dan terdapat dua jenis istihsan yaitu antara qiyas dan antara hukum umum dengan khusus; (3) Istihsan diijinkan beralih dari qiyas le
1. Istihsan, kekuatan Istihsan Dalam Ijtihad dan Relevansinya
di masa kini
DI SUSUN OLEH :
ILHAM TAUFIQ ALAMSYAH
DOSEN PENGAMPUH
Drs.H. Hendri kusmidi. M.H.I
2. Pengertian Istihsan
• pengertian istihsân berarti “memperhitungkan sesuatu lebih baik”, atau
“adanya sesuatu itu lebih baik atau “mengikuti sesuatu yang lebih baik”, atau
mencari yang lebih baik untuk diikuti, karena memang disuruh untuk itu”.Dari
arti lughawî di atas tergambar adanya seseorang yang menghadapi dua hal
yang keduanya baik.
• 1. Ibnu Subki mengajukan dua rumusan definisi, yaitu:
• a. Beralih dari penggunaan suatu qiyâs kepada qiyâs lain yang lebih kuat
daripadanya (qiyâs pertama).
• b. Beralih dari penggunaan sebuah dalîl kepada adat kebiasaan karena suatu
kemaslahatan.
3. • 2. Istilah istihsân di kalangan Ulama Malikiyah di antaranya adalah sebagai mana
yang dikemukakan al-Syatibi (salah seorang pakar Malikiyah):
• Istihsân dalam mazhab Maliki adalah menggunakan kemaslahatan yang bersifat
juz‘i sebagai pengganti dalil yang bersifat kulli .
• 3. Di kalangan ulama Hanabilah terdapat 3 definisi sebagaimana dikemukakan Ibn
Qudamah:
• a. Beralihnya mujahid dalam menetapkan hukum terhadap suatu masalah dari
yang sebanding dengan itu karena adanya dalil khusus dalam Al-Qur’an atau
sunah.
• b.Istihsan itu ialah apa-apa yang dianggap lebih baik oleh seorang mujahid
berdasarkan pemikiran akalnya.
• c. Dalil yang muncul dalam diri mujahid yang ia tidak mampu menjelaskannya.
4. Dasar Hukum istihsan
• Yang berpegang dengan dalil istihsan iyalah mazhab hanafi
menurut mereka, istihsan sebenarnya semacam qiyas, yaitu
memenangkan qiyas khafi atas qiyas jali atau mengubah
hukum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa atau
kejadian yang ditetapkan berdasarkan ketentuan umum
kepada ketentuan khusus karena ada sesuatu kepentingan
yang membolehkannya. Menurut mereka jika dibolehkan
menetapkan hukum berdasarkan qiyas jali atau maslahat
mursalah, tentulah melakukan istihsan karena kedua hal itu
pada hakikatnya adalah sama, hanya namanya saja yang
berbelainan.
5. macam-macam istihsan
• Ditinjau dari segi pengertian istihsan menurut ulama ushul fiqh di atas,
maka istihsan itu terbagi atas dua macam, yaitu :
• Pindah dari qiyas jali kepada qiyas khafi, kaarena ada dalil yang
mengharuskan perpindahan itu.
• Pindah dari hukum kulli pada hukum juz-i, karena ada dalil yang
,engharuskannya. Istihsan semacam ini oleh mazhab hanafi disebut
istihsan darurat,karena penyimpangan itu dilakukan karena suatu
kepentingan atau karena darurat.
• Adapula istihsan terbagi menjadi dua, yaitu:
• 1. Istihsan qiyasi
• Terjadi pada suatu kasus yang mungkin dilakukan padanya salah satu
dari dua bentuk qiyas, yaitu qiyas jali atau qiyas khafi
6. Adapun istihsan istihsanya terbagi kepada
beberapa macam, yaitu:
• 1. Istihsan bin-nas
• 2. Istihsan berlandaskan ijma
• 3. Istihsan berdasarkan urf (adat kebiasaan )
• 4. Istihsan yang didasarkan atas maslahat mursalah
7. Kekuatan Istihsân dalam Ijtihad
Dari beberapa definisi dan macam-macam istihsân di atas terlihat bahwa ada
bentuk istihsân yang diterima semua pihak dan untuk selanjutnya mempunyai
kekuatan dalam ijtihad yaitu istihsân yang diartikan dengan “mengamalkan yang
terkuat di antara dua dalil” sebagaimana dikemukakan al-Syathibi atau dalam
arti, “beralih dari qiyâs kepada qiyâs yang lebih kuat,” menurut rumusan Ibn
Subki.
Adapun istihsân dalam arti beralih dari qiyâs jali kepada qiyâs khâfî atau beralih
dari dalil kepada adat kebiasaan, merupakan masalah yang kontroversial, yang
dengan sendirinya menjadi kurang kekuatannya sebagai dalil secara umum.
Imam Syafi‘i termasuk ulama yang paling keras menolak istihsân dalam bentuk
ini.
8. Dalil dari ayat Al-Qur’an antara lain:
• a. Firman Allah dalam surat az-Zumar (39): 18:
• b. Firman Allah dalam surat az-Zumar (39): 55:
9. Argumen dalam bentuk sunah adalah:
• a . Sabda Nabi, “Apa yang dilihat oleh umat Islam sebagai suatu
yang baik, maka yang demikian di sisi Allah juga adalah baik.
“Seandainya cara istihsân itu tidak kuat, tentu tidak akan baik di
sisi Allah.
• b. Praktik penggunaan istihsân juga terdapat dalam sunah. Umpama
nya, semula ada larangan umum dari Nabi untuk melakukan tran
saksi jual beli terhadap barang yang tidak ada di tempat berlangsung
nya akad. Kemudian untuk jual beli dalam bentuk salam (pesanan)
tidak diberlakukan ketentuan umum itu, tetapi diberlakukan hukum
khusus yaitu bolehnya jual beli salam meskipun barang yang
diperjualbelikan belum ada di tangan waktu akad berlangsung.
10. • Argumen ijmâ’ yang dikemukakan pengguna istihsân adalah apa yang disebutkan
tentang istihsân yang dilakukan oleh ulama dalam hal menggunakan pemandian
umum dan minum air dari penjual minuman, tanpa menentukan lamanya waktu
berada di pemandian dan kadar air yang digunakan, seperti dijelaskan dalam
uraian di atas.
• Argumen rasionalnya adalah bahwa dalam menetapkan qiyâs dan memberlakukan
ketentuan umum adalah bertujuan untuk mendatangkan mashlahah. Bila dalam
keadaan tertentu qiyâs yang ditetapkan dan ketentuan umum yang diberlakukan
itu justru berakibat pada menghilangkan kemaslahatan, dan dalam waktu yang
sama terdapat cara lain yang lebih baik sebagai alternatif pemecahannya, maka
meninggalkan qiyâs dan ketentuan umum untuk menggunakan cara lain tersebut
adalah tindakan yang lebih bijaksana ditinjau dari tujuan pemberlakukan hukum,
yakni untuk mendatangkan kemaslahatan dan menghilangkan kemudaratan
11. Relevansi Istihsân di Masa Kini dan Mendatang
• Seperti telah dijelaskan bahwa Istihsân itu digunakan oleh sekelompok
ulama karena dalam menghadapi suatu kasus pada keadaan tertentu
merasa kurang puas jika menggunakan pendekatan yang berlaku
secara konvensional, seperti dengan menggunakan qiyâs jali atau dalil
umum menurut cara-cara biasa dilakukan. Dengan cara konvensional
itu, ke tentuan hukum yangdihasilkan kurang (tidak) mendatangkan
kemasla hatan yang diharapkan dari penetapan hukum. Dalam
keadaan demikian, si mujtahid menggunakan dalil atau pendekatan
lain sebagaialternatif (pengganti) dari pendekatan yang konvensional
tersebut. Pendekatan yang mereka lakukan adalah dalam bentuk
ijtihad yang disebut “istihsân”.
12. contoh yang paling dekat dan mendesak untuk
ditangani dari persoalan kehidupan dewasa ini
adalah:
• Masalah zakat. Dalil syara’ yang dikemukakan dalam kitabkitab fiqh yang
ada kebanyakan berbicara dalam kaitannya dengan sektor pertanian dan
sedikit sekali yang berkenaan dengan jasa dan produksi.
• Pelaksanaan ibadah haji dari tahun ke tahun semakin dirasakan semakin
kompleks dan semakin sulit mengatasinya meng ingat jamaah haji semakin
banyak seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan
teknologi di bidang transportasi yang memudahkan perjalanan ke tanah
suci, sedangkan lokasi pelaksanaan ibadah haji tidak pernah meng alami
perkembangan.
13. • Transplantasi organ tubuh untuk kepentingan pengobatan.
Semestinya hal ini tidak perlu dipermasalahkan lagi. Meskipun
ada ketentuan umum yang melarang menyakiti tubuh
seseorang, termasuk jenazah, namun dalil yang menyuruh
manusia untuk berobat rasanya lebih baik untuk diikuti.
Dalam hal ini pun pendekatan istihsân rasanya lebih tepat
untuk dilaksanakan.
• Bunga deposito bank. Para ulama tetap bersikukuh untuk
mengharam kan bunga deposito di bank meskipun mereka
juga mengetahui bahwa dana tersebut digunakan untuk
investasi.