SlideShare a Scribd company logo
PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti
PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU
PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA
Strategic Role of Self-Help Extension Workers in the New Paradigm of
Indonesian Agricultural Extension
Syahyuti
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jl. A. Yani No. 70, Bogor 16161
E-mail: syahyuti@gmail.com
Naskah diterima: 14 Februari 2014; direvisi: 30 April 2014; disetujui terbit: 12 Mei 2014
ABSTRACT
Involvement of farmers as actors to support extension activities have been underway for a long time with various
approaches. In Indonesia, it started from the involvement of Kontak Tani (Advanced Farmers) in Supra Insus era,
then farmer to farmer extension at P4S, as well as Penyuluh Swakarsa (Independent Extension Workers)” (in
2004), and the latest is Penyuluh Swadaya (Self-Help Agricultural Extension Workers) since 2008. The existence
of self-help farmer extension workers are recognized since the enactment of Law No. 16/2006 on Extension
System of Agricultural, Forestry and Fisheries. However, even though it runs nearly 10 years, the development of
the role of self-help farmer extension workers is not optimal. This paper is a review of various posts including the
recent research on self-help farmer extension workers and it aims to study the potential and problems of self-help
farmer extension workers. It shows that the self-help farmer extension workers have a self-help capabilities and
distinctive social position and they have to get right role. Appropriate support should be given to self-help farmer
extension workers as the agricultural extension worker in the future and it must be distinguished between the
government and private extension workers.
Keywords: agricultural extension, new paradigm of agricultural extension, self-help farmer extension worker
ABSTRAK
Pelibatan petani sebagai pendukung dan pelaku langsung dalam kegiatan penyuluhan telah berlangsung cukup
lama dengan berbagai pendekatan. Di Indonesia, hal ini dimulai dari pelibatan kontak tani pada era Bimas sampai
Supra Insus, lalu pendekatan “penyuluhan dari petani ke petani” (farmer to farmer extension) di P4S, serta
pengangkatan penyuluh swakarsa (tahun 2004), dan terakhir penyuluh swadaya (sejak tahun 2008). Keberadaan
penyuluh swadaya diakui secara resmi semenjak diundangkannya UU No. 16 tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Namun, meskipun sudah berjalan hampir 10 tahun,
perkembangan peran penyuluh swadaya belum optimal. Tulisan ini merupakan review dari berbagai tulisan
termasuk penelitian tentang penyuluh swadaya terakhir, untuk mempelajari potensi dan permasalahan penyuluh
pertanian swadaya saat ini. Ditemukan bahwa penyuluh swadaya memiliki kapabilitas dan posisi sosial yang
khas, sehingga batasan perannya mestilah diberikan secara tepat. Dukungan yang tepat harus diberikan kepada
penyuluh swadaya sebagai sosok penyuluh pertanian yang strategis di masa mendatang, yang mesti dibedakan
dengan penyuluh pemerintah dan penyuluh swasta.
Kata kunci: penyuluhan pertanian, paradigma baru penyuluhan, penyuluh pertanian swadaya
PENDAHULUAN
Pendekatan dan strategi penyuluhan kon-
vensional banyak menuai kritik. Hadirnya
sosok penyuluh di Indonesia secara massif
(era 1970-an sampai 1990-an) adalah bersa-
maan dengan implementasi program dengan
pendekatan revolusi hijau. Akibatnya, berbagai
sisi positif dan juga kritik terhadap revolusi
hijau dianggap juga merupakan keberhasilan
dan sekaligus kelemahan dari penyuluh itu
sendiri. Revolusi hijau misalnya dikritik karena
menghasilkan polusi kimia berlebihan, penye-
43
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58
ragaman komoditas, memperbesar ketergantu-
ngan petani, dan sering paket-paket yang di-
sampaikan tidak cocok dengan kebutuhan
petani. Metode LAKU (Latihan dan Kunjungan)
juga dikritik karena pengetahuan cenderung
berjalan searah dari atas ke bawah dan agak
memaksa.
Dampak negatif revolusi hijau mem-
buat orang-orang mulai mempersoalkan pula
pendekatan penyuluhan. Sebagian orang ber-
alih ke konsep lain, misalnya pemberdayaan,
namun sebagian tetap dengan konsep penyu-
luhan namun dengan pendekatan baru. Mere-
ka berkeyakinan, bahwa tidak ada yang salah
dengan penyuluhan. Maka, mereka merumus-
kan pendekatan baru untuk penyuluhan.
Berbagai pemikiran baru untuk memo-
dernkan dunia penyuluhan terangkum dalam
UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyu-
luhan Pertanian, Kehutanan dan Perikanan,
yang lahir setelah diimpikan semenjak tahun
1980-an oleh para ahli penyuluhan. Salah satu
sisinya adalah tidak hanya melibatkan petani
sebagai objek, namun juga menjadi subjek
penyuluhan, yakni dengan mengangkat para
penyuluh swadaya yang berasal dari kalangan
petani sendiri. Pengangkatan penyuluh swa-
daya belum memiliki pendekatan dan strategi
yang matang, namun baru sebatas sekedar
memenuhi kuantitas penyuluh, yang pernah
ditarget satu penyuluh untuk satu desa.
Sesuai dengan Permentan No. 72 Ta-
hun 2011 tentang Pedoman Formasi Jabatan
Fungsional Penyuluh Pertanian, kebutuhan pe-
nyuluh pertanian seluruh Indonesia adalah
71.479 orang. Dari jumlah tersebut, yang baru
tersedia adalah 27.961 orang atau hanya 39,4
persen. Kondisi inilah yang membuat pemerin-
tah mengangkat para penyuluh non-PNS yakni
PPL Tenaga Harian Lepas (THL) semenjak
tahun 2007. Selain itu, untuk mendukung di
lapangan, sesuai dengan mandat UU No. 16
tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Per-
tanian, Perikanan dan Kehutanan, juga di-
angkat para penyuluh swadaya. Meskipun
penyuluh swadaya telah diangkat, namun ke-
bijakan pemerintah daerah dalam manajemen
sumber daya manusia penyuluhan berbeda
antarwilayah, sehingga kinerja mereka di la-
pangan pun bervariasi. Dukungan langsung
kepada penyuluh swadaya masih terbatas,
meskipun beberapa Pemda di tingkat provinsi
telah membentuk Badan Koordinasi Penyuluh-
an (Bakorluh) terpisah dengan dinas teknis.
Tulisan ini bertujuan menyampaikan
bagaimana pentingnya keberadaan dan pe-
nyuluh swadaya dalam perubahan paradigma
penyuluhan pertanian yang sedang berlang-
sung di Indonesia saat ini. Sebagai pengantar,
tulisan ini diawali dengan dinamika keterlibatan
petani sebagai subyek dalam kegiatan
penyuluhan di Indonesia. Kemudian dilanjut-
kan dengan perkembangan pemikiran tentang
paradigma baru penyuluhan pertanian serta
keberadaan penyuluh swadaya saat ini.
Diharapkan tulisan ini mampu membuka
pemikiran para pengambil kebijakan bahwa
penyuluh swadaya mestilah diposisikan secara
tepat, sehingga akan lebih berdaya guna.
TINJAUAN KRITIS SISTEM PENYULUHAN
PERTANIAN INDONESIA
Penyuluhan Indonesia selama ini sedikit
banyak masih berorientasi sektoral (sector-
oriented extension), dengan ciri berupa promo-
si komoditas, promosi penggunaan input ter-
tentu, promosi penggunaan kredit pertanian,
dan promosi pembangunan berkelanjutan ber-
basiskan sumber daya alam. Orientasi pada
hal-hal yang lebih bersifat konsultasi masih
lemah, dimana selain pada aktifitas di tingkat
usaha tani (farm level), penyuluh harus terlibat
pula pada tingkat komunitas (community level).
Penyuluh mestilah pula mengembangkan pro-
gram kemandirian (self-help initiatives) dengan
mempromosikan struktur sosial, organisasi so-
sial, memotivasi, dan meningkatkan kesadaran
kelompok sasaran .
Pada era Bimas, tugas-tugas seorang
penyuluh pertanian selengkapnya adalah
(Padmanegara, 1980): (1) menyebarkan infor-
masi pertanian yang bermanfaat; (2) mengajar-
kan keterampilan dan kecakapan bertani dan
lain-lain yang lebih baik; (3) memberikan reko-
mendasi berusaha tani dan lain-lain yang lebih
menguntungkan; (4) mengikhtiarkan fasilitas-
fasilitas produksi dan usaha yang lebih me-
nguntungkan dan menggairahkan; serta (5) me-
nimbulkan swadaya dan swadana dalam usa-
ha perbaikan dalam usahatani. Penyuluh per-
tanian di Indonesia memegang peranan yang
sentral ketika pelaksanaan Program Bimas
dahulu. Menurut Badan Pengendali Bimas,
tugas-tugas yang diemban Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL) dalam Sistem LAKU (Latihan
dan Kunjungan) adalah (Sutjipta, 1982): me-
nyelenggarakan berbagai demonstrasi perba-
ikan usahatani bersama petani, membuat dan
melaksanakan rencana kerja, membuat lapor-
an untuk bahan evaluasi tugas dan pemecah-
44
PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti
an masalah, membina kelompok tani dan kon-
tak tani, membantu terselenggaranya kegiatan
petani dalam usaha tani, mengumpulkan data
untuk bahan penyuluhan pertanian, membantu
pengadaan sarana dan informasi yang diperlu-
kan, mengadakan penilaian kegiatan hasil pe-
nyuluhan pertanian di daerahnya, menyebar-
kan informasi pertanian, mengajarkan penge-
tahuan, menyampaikan rekomendasi perbaik-
an usahatani, mengembangkan swakarya/
swadana petani dan mengupayakan dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak, serta mem-
buat catatan keadaan dan kejadian penting di
daerah kerjanya.
Secara keorganisasian, cikal bakal
lembaga penyuluhan pertanian di Indonesia,
adalah pendirian Balai Pendidikan Masyarakat
Desa (BPMD) tahun 1948. Lembaga ini tidak
hanya bergerak dalam pertanian, namun me-
layani seluruh kebutuhan masyarakat sekitar-
nya, bahkan termasuk untuk pengembangan
kesenian dan budaya setempat. Tenaga pe-
nyuluh secara khusus diangkat mulai pada
awal tahun 1970-an, dalam program Bimas
untuk menyebarluaskan teknologi intensifikasi
pertanian yang dikemas dalam Panca Usaha-
tani ke tengah masyarakat.
Selama ini di Indonesia, telah terjadi
perubahan sosok kemampuan penyuluh. Se-
belum era kemerdekaan, dikenal mantri-mantri
pertanian yang memiliki kemampuan spesialis
dalam komoditas tertentu. Pertama penyuluh
diangkat tahun 1970, ia masih spesialis (mono-
valent), lalu berubah menjadi generalis (poli-
valent) pada tahun 1974, namun semenjak
tahun 1991 menjadi monovalent lagi. Lalu,
semenjak tahun 1996 menjadi monovalent tapi
juga sekaligus polivalent.
Semenjak tahun 1970-an World Bank
telah mempromosikan dan membiayai program
yang dikenal dengan Metode Latihan dan Kun-
jungan (Training and Visit System) yang dipen-
dekkan menjadi Metode LAKU. Metode ini
memberi tekanan kepada pengorganisasian
penyuluhan. Disiplin dalam bekerja (rigid work)
dan jadwal kerja merupakan pedoman kerja
sekaligus alat untuk melakukan monitoring.
Hubungan dengan lembaga penelitian bersifat
formal, dan melakukan kontak secara teratur.
Dengan membuat pemetaan kerja dan jaringan
kerja dengan baik, maka lebih banyak petani
dapat dijangkau. Petugas penyuluh menerima
pelatihan secara reguler dan berkosentrasi
kepada permasalahan yang nyata di lapangan.
Pada awal 1990-an berkembang meto-
de sekolah lapang petani (Farmer Field School),
di mana petani selain belajar langsung dengan
mengalami sendiri, juga menjadi petani pe-
mandu di kelompok petani yang baru. Petani
yang sudah mahir dan terampil kemudian
menjadi penyuluh pada kesempatan yang lain,
yaitu pada petani yang baru belajar. Metode
Sekolah Lapang (SL) sudah sangat dikenal di
Indonesia. Pendekatan ini digunakan dalam
bentuk SL-PHT (Pengendalian Hama Terpadu),
yang merupakan temuan peneliti Indonesia
yang dapat dikatakan sangat mendunia, teruta-
ma konsep sekolah lapangnya. Pendekatan ini
telah diadopsi oleh banyak negara, dan seba-
gian di antara mereka mengakui secara terbu-
ka ide awal sekolah lapang ini (Bartlett, 2005).
Sekolah Lapang menggabungkan kon-
sep dan metode agroekologi, experiential edu-
cation dan pemberdayaan komunitas (commu-
nity development). SLPHT merupakan langkah
penting kepada tercapainya suatu pengendali-
an hama secara terpadu (Integrated Pest Ma-
nagement) (Barlett, 2005), yang memadukan
teori dan pengalaman petani di lapangan. Se-
bagai hasilnya jutaan petani terutama di China,
India, Indonesia, Filipina, dan Vietnam telah
mampu mengurangi penggunaan pestisida dan
memberikan hasil panen yang berkelanjutan
(Dilts, 2001).
Sekolah Lapang merupakan sebuah
proses belajar secara kelompok (group-based
learning process). Ini merupakan hal baru,
karena sebelumnya penyuluhan oleh PPL
dilakukan secara individual, meskipun per-
temuan dilakukan dalam sebuah kelompok.
Pengembangan lebih jauh konsep SL ini
adalah pada Farm Business School (FBS). Ini
adalah penerapan metode SL untuk materi
pengembangan pemasaran hasil pertanian.
Pola FBS mulai marak diterapkan semenjak
tahun 2000-an, untuk memperkuat kemam-
puan dan kapasitas petani dan organisasi
petani dalam menjalankan usaha pertanian,
terutama untuk memasarkan hasil produksi-
nya. Di sini petani belajar meningkatkan efisi-
ensi, pendapatan dan keuntungan, serta mam-
pu memilih secara tepat apa komoditas yang
mau ditanam, mengelola modal dan tenaga
kerja, dan menangani risiko. Farm Business
School menggunakan pendekatan FFS dalam
kegiatannya yaitu “…to strengthen the entre-
preneurial capacities of farmers and farmer
organizations” (FAO, 2011). Di Indonesia ke-
giatan FBS masih terbatas. Salah satu contoh
adalah program the Participatory Market Chain
Approach (PMCA) yang dijalankan para petani
kentang di Jawa Barat. Pelatih berasal dari
45
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58
International Potato Center (CIP) dari Lima,
Peru. Di sini dilibatkan petani, pedagang (mar-
ket chain actors), dan pedagang sarana input
pertanian (agricultural service providers). Me-
reka berhasil membentuk manajemen baru
dalam produksi dan sekaligus peluang pasar
yang baru. ACIAR juga telah mengembangkan
FBS yang dijalankan di kawasan Asia (terma-
suk Indonesia) untuk membangun relasi yang
kuat antara petani, pedagang, dan konsumen di
negara-negara berkembang (Campilan, 2006).
Sebelum pendekatan dari petani ke
petani (farmer to farmer extension approach),
para ahli ramai membicarakan program yang
dipimpin petani (farmer-led extension program-
mes). Di sini, berbagai kegiatan penyuluhan
telah menggunakan petani sebagai pembantu
utama dalam kegiatan pemberdayaan. Para
petani maju berperan sebagai pendorong
(promoters) dan pelatih, selain memanfaatkan
jaringan sosial yang mereka sudah miliki.
Sementara, di Amerika dikenal The Coopera-
tive Extension System yang menggantikan
model technology transfer. Penekanannya
bukan pada adopsi teknologi belaka, tapi pada
pendidikan dan pemberdayaan. Strategi ini
dipilih untuk menghadapi perkembangan baru
sosok Petani Amerika yang berlabel sebagai
petani organik, biodinamis, holistik, pertanian
alternatif, petani sadar lingkungan (ecological
farmer), inovatif, atau pertanian keluarga (fa-
mily farmers). Semua ini dijalankan dalam
semangat pembangunan pertanian yang ber-
kelanjutan. Pelaksana penyuluhan semakin
beralih dari perguruan tinggi ke masyarakat.
“Extension was established as a compliment to
Land Grant Universities and Agricultural Expe-
riment Stations that had been established
earlier, in the late 1800s. Extension was to
take the university to the people” (Ikerd, 2008).
Pada era 1990-an, berbagai pihak di
dunia ramai membicarakan perubahan konsep
dan paradigma penyuluhan. Hal ini dikompilasi
misalnya dalam buku FAO berjudul Strategic
Vision and Guiding Principles (2000) for Pro-
moting Agricultural Knowledge and Information
Systems for Rural Development (AKIS/RD)
(Rivera et al., 2001). Model AKIS/RD ini me-
miliki visi pada perubahan reformasi kelemba-
gaan penyuluhan dengan mempertimbangkan
aspek-aspek pluralisme, efektivitas biaya dan
manfaat (cost recovery), derasnya pelaku
swasta (privatization), desentralisasi dan sub-
sidiarity, serta penekanan kepada pendekatan
yang partisipatif (participatory approaches).
Paradigma baru ini disusun dengan menyadari
perubahan lingkungan dunia yaitu isu globali-
sasi, perubahan yang semakin cepat (rapidity),
transportasi dan komunikasi, dan kecende-
rungan terbentuknya apa yang disebut dengan
pembangunan korporasi (corporate develop-
ment). Ada perubahan kekuatan dari dominan-
si pemerintah menjadi sektor swasta (private
sector hegemony). Karena itu, paradigma baru
penyuluhan menurut Rivera et al. (2001) ber-
tolak atas kekuatan pasar (market-driven re-
forms) dengan orientasi agribisnis. Selain itu,
juga penyuluhan harus mampu menjawab be-
ragam kebutuhan sehingga mesti lebih purpo-
se-specific, target-specific, and need-specific.
Sebelum diformalkan menjadi penyu-
luh swadaya, petani telah cukup lama dilibat-
kan dalam penyuluhan pertanian. Pada era
Bimas sampai Supra Insus kita mengenal
kontak tani, yakni petani tersebut maju dan ko-
munikatif yang dipilih sebagai penghubung
antara penyuluh dengan petani. Karena sulit-
nya menjangkau seluruh petani sekaligus,
maka dibutuhkan bantuan petani tersebut se-
bagai komunikator. Secara harfiah arti kontak
tani adalah petani yang dikontak atau
dihubungi penyuluh jika ingin menyampaikan
sesuatu ke masyarakat desa.
Selain sebagai pembantu penyuluh,
petani juga menjadi pelaku aktif dalam konsep
metode belajar dari petani ke petani (farmer to
farmer learning). Secara konseptual pendekat-
an ini diyakini bisa lebih efektif. Komunikasi
antarpetani diharapkan akan lebih efektif,
karena sesama mereka memiliki kesamaan
bahasa, persepsi terhadap persoalan, dan
metode pemecahan masalah. Empati, sebagai
salah satu syarat komunikasi, akan lebih
terjamin. Hal ini diwadahi dengan pendirian
berbagai Pusat Pelatihan Pertanian dan
Perdesaan Swadaya (P4S), di mana petani
belajar dari petani secara langsung. Pusat
Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya
(P4S) merupakan wadah pelatihan pertanian
dan pedesaan yang didirikan, dimiliki, dikelola
oleh petani secara swadaya baik perorangan
maupun berkelompok.
Bentuk lainnya adalah pengangkatan
penyuluh swakarsa yang muncul mulai tahun
2004. Penyuluh pertanian swakarsa adalah
para kontak tani, petani pemandu, dan petani
teladan; yakni petani yang berhasil dalam
usaha taninya yang dengan kesadarannya
sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh
pertanian. Para petani maju yang terpilih ini
memiliki perhatian tinggi terhadap pertanian
46
PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti
dan juga mempunyai kemampuan dan motiva-
si yang besar untuk memajukan pertanian.
Peran aktif petani sebagai pemandu lapang
dalam pendekatan sekolah lapang juga perlu
dicatat secara khusus, di mana petani selain
sebagai pemberi materi juga mengorgani-
sasikan kegiatan.
PARADIGMA BARU
PENYULUHAN PERTANIAN
Dalam pengertian yang umum, penyuluhan
pertanian (agricultural extension) diartikan
sebagai suatu sistem pendidikan luar sekolah
untuk para petani dan keluarganya dengan
tujuan agar mereka mampu, sanggup dan
berswadaya memperbaiki kesejahteraan hi-
dupnya sendiri serta masyarakatnya. Pada
pendekatan penyuluhan klasik, tujuan penyulu-
han pertanian adalah mengembangkan petani
dan keluarganya secara bertahap agar memiliki
kemampuan intelektual yang semakin mening-
kat, perbendaharaan informasi yang memadai
dan mampu memecahkan serta memutuskan
sesuatu yang terbaik untuk dirinya dan keluar-
ganya (Padmanegara, 1980). Seluruh aktivitas
penyuluhan berpedoman pada azas pokoknya
yaitu menolong petani agar ia mampu meno-
long dirinya sendiri (Sumintareja dalam
Padmanegara, 1980).
Namun, dalam pelaksanaannya berba-
gai kritik telah timbul dari pendekatan penyulu-
han klasik. Singh (2009) misalnya menyebut-
kan bahwa penyuluhan pertanian selama ini
menggunakan pendekatan yang provider men-
tality di mana hanya fokus pada apa yang ha-
rus disebarkan, juga terlalu luas informasi yang
disampaikan (broadcasting), informasi yang
disampaikan kadang-kadang tidak riil dan tidak
sesuai kebutuhan nyata setempat, serta belum
bertolak atas kebutuhan petani (demand
driven). Sementara, Swanson and Rajalahti
(2010) mengkritik bahwa penyuluhan klasik
masih menggunakan model transfer teknologi
(Technology Transfer Extension Models) yang
cenderung searah dan sempit, namun belum
menggunakan pendekatan yang partisipatif
(Participatory Extension Approaches). Penye-
babnya adalah karena kegiatan penyuluhan
yang didominasi pemerintah menerapkan
sistem yang kurang inovatif dan sangat
bergantung kepada kemampuan dan pola pikir
pemerintah yang sedang berkuasa semata.
Secara teoritis, ada tiga objek yang
mau dirubah dalam kegiatan penyuluhan, yaitu
pengetahuan (aspek kognitif), sikap (aspek
efektif) dan keterampilan (aspek psikomotorik).
Perubahan perilaku adalah tujuan akhir dari
seluruh rangkaian kegiatan, yaitu bertambah-
nya perbendaharaan informasi, tumbuhnya
keterampilan, serta timbulnya sikap mental dan
motivasi yang lebih kuat sesuai dengan yang
dikehendaki (Yustina dan Sudrajat, 2003).
Fungsi utama penyuluh pertanian adalah
sebagai mata rantai (change agent linkage)
antar pemerintah sebagai change agency
dengan masyarakat petani sebagai client
systemnya.
Banyak ahli telah menyumbangkan
pemikirannya, bagaimana seharusnya pe-
nyuluhan pertanian ke depan. Paradigma baru
ini umumnya disusun untuk konteks pe-
nyuluhan pembangunan perdesaan secara
luas. Menurut Kerka (1998), pendekatan baru
penyuluhan dibutuhkan karena kita meng-
hadapi karakter masyarakat yang juga baru
(new people and new institutions) yang lahir
akibat berbagai issu-issu internasional. Kerka
melihat bahwa keragaman merupakan nilai
utama (core values) pada pertanian masa de-
pan, sehingga kita harus siap dengan beragam
audien pula. Kerka menyampaikan metode ba-
ru yang ia sebut dengan New Delivery Methods
dimana penyuluh memegang peran kunci da-
lam memfasilitasi akses komunitas. Metode ini
menggunakan konsep baru tentang bekerja dan
belajar (new ways of working and learning).
Penyuluhan mestilah mampu meng-
ekplorasi kegiatan penyuluhan sebagai sebuah
participatory learning organization dan mampu
melahirkan pemimpin dari masyarakat ber-
sangkutan (Earnest et al., 1995). Pendekatan
penyuluhan telah berubah dari model sosok
guru ke pembelajar (teacher to learner
centered) dan dari kelembagaan ke kebutuhan
komunitas (focus on institutional to community
needs) (White and Burnham, 1995). Sejalan
dengan ini, Patterson (1998) menambahkan
bahwa penyuluhan baru harus memperhatikan
sistem (managing systems), bukan sekedar
orang per orang (people), dan membantu
tercapainya visi komunitas.
Menurut Marsh and Pannell (2002),
tantangan penyuluhan masa depan adalah ba-
gaimana mengintegrasikan penyuluhan peme-
rintah (public sector) dengan penyuluh swasta
(private sector). Untuk mengintegrasikannya
dibutuhkan: (1) pengembangan pendidikan,
pelatihan, dan keprofesionalan untuk sektor
publik; (2) menyusun kelembagaan yang efi-
sien dan berkelanjutan untuk meminimumkan
47
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58
biaya transaksi; dan (3) membangun struktur
kelembagaan yang menjamin keefektifan
keterkaitan antara sektor publik dengan
swasta.
Selain itu, juga perlu merubah metodo-
logi penyuluhan dan transfer teknologi, yang
sebelumnya linear model, top down, dan se-
arah dari peneliti ke petani. Pada paradigma
baru, petani memiliki kontrol yang lebih untuk
menentukan informasi apa yang mereka
butuhkan. Jadi penyuluhan lebih merupakan
demand-pull dibandingkan science-push. Pe-
ningkatan penggunaan kelompok-kelompok
tani harus menjadi perubahan pokok yang
berkaitan dengan paradigma baru ini. Artinya,
penyuluh lebih sebagai fasilitator dibandingkan
sebagai seorang ahli (experts) dalam ilmu dan
teknologi.
Dibutuhkan pula perubahan struktur
kelembagaan, yaitu lingkungan yang mampu
mendorong kerjasama dan koordinasi, melalui
pengembangan struktur kelembagaan. Agen-
agen penyuluhan mesti aktif membangun
relasi yang formal antara lembaga penelitian
dan konsultasi dengan sektor swasta.
Penyuluhan perlu pula memberi perha-
tian lebih khusus untuk kalangan buruh tani
(landless agricultural labourers) karena mere-
kalah yang bekerja seharian di sawah dan di
ladang. Demikian pula dengan wanita tani, se-
hingga penyuluhan mesti juga menggunakan
pendekatan yang lebih memperhatikan perbe-
daan gender. Kelompok lain adalah kalangan
petani muda (rural youth), yang karena faktor
usia, kematangan emosi, dan pengalaman,
membutuhkan pendekatan yang berbeda.
Objek pengetahuan baru yang mesti
diberi perhatian lebih berkenaan dengan
pasar. Penyuluh harus mulai memberikan
pemahaman tentang perihal komersialisasi
(some degree of commercialization) kepada
petani, juga tentang biaya usaha (cost of
production), dan bagaimana membaca pasar
(mismatch between demand and supply).
Sehingga, penyuluh pemerintah memiliki tugas
khusus, yakni untuk meningkatkan efisiensi
sistem secara keseluruhan melalui penguatan
sinergi antara tiga segmen yaitu penelitian,
penyuluhan, dan petani (Punjabi, 2001).
Di sisi lain, penyuluhan pertanian ke
depan sangat mungkin merupakan jasa yang
bersifat komersial. Sebuah penelitian di India
mendapatkan bahwa cukup banyak petani
yang siap membayar jasa penyuluhan. Hasil
penelitian Punjabi (2001) mendapatkan bahwa
sebagian besar petani bersedia membayar
jasa penyuluhan. Artinya, kehadiran penyuluh
telah dianggap sebagai hal yang esensial
untuk pengembangan usaha mereka, di mana
petani luas berani membayar lebih tinggi.
Secara umum, pada Tabel 1 disampaikan
perbedaan antara penyuluhan berparadigma
lama dengan yang baru.
Namun, seorang ahli penyuluhan yakni
Cees Leeuwis (Leeuwis, 2006) merasa istilah
penyuluhan itu sendiri sudah tidak mampu lagi
menampung konsepnya yang baru. Ia meng-
gunakan istilah dengan komunikasi untuk
inovasi. Cees Leeuwis seorang dosen di
Wageningen University (Belanda) melontarkan
konsep baru dalam bukunya Communication
for Rural Innovation: Rethinking Agricultural
Extension. Ia mentranformasi pemikiran from
diffusion to systems of agricultural innovation,
dan menghindari istilah penyuluhan karena
berbagai alasan, dan menggunakan istilah ba-
ru komunikasi untuk inovasi (Leeuwis, 2006).
Beberapa alasan yang melatarbelakanginya
adalah karena inovasi teknologi bisa datang
dari banyak sumber, adanya perubahan para-
digma dari sustainable agriculture and pro-
gress menuju ecological knowledge system,
berkembangnya interdependence model dan
innovation system framework, di mana yang
terlibat tak hanya peneliti dan penyuluh tetapi
juga pengguna teknologinya, perusahaan swas-
ta, NGO, dan juga supportive structures (se-
perti pemasaran dan kredit). Selain itu, ia meli-
hat pentingnya proses belajar (learning pro-
cesses). Proses belajar adalah “…a way of
evolving new arrangements specific to local
contexts”.
Cees Leeuwis mengkritik Teori Difusi
Inovasi yang cukup lama mempesonakan
banyak ahli dulu. Teori ini berupaya mem-
pelajari bagaimana, mengapa dan apa yang
menyebabkan kecepatan ide dan teknologi
menyebar di masyarakat. Asalnya adalah Buku
Everett M. Rogers Diffusion of Innovations ta-
hun 1962 yang disusun dari studi pada lebih
dari 508 kasus. Konsep difusi dipelajari awal-
nya oleh sosiologi Perancis Gabriel Tarde
(1890), serta antropolog Jerman dan Austria
Friedrich Ratzel dan Leo Frobenius. Lalu, ta-
hun 1971, EM Rogers mempublikasikan Com-
munication of Innovations; A Cross-Cultural
Approach, dari teori proses difusi dan evaluasi
sistem sosial. Teori Adopsi Inovasi lalu menda-
patkan kritik karena faktanya sumber teori
berasal dari riset kegiatan pertanian dan prak-
tek medis, teknologi juga bukanlah sesuatu
48
PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti
yang statis, adanya pro-innovation bias, indivi-
dual-blame bias, recall problem, dan lain-lain.
Cees Leeuwis melontarkan konsep ba-
ru karena ia menyadari bahwa saat ini berba-
gai perubahan lingkungan sedang berlangsung
yang era sebelumnya belum ada. Di antaranya
adalah kebijakan sumber pendanaan yang ba-
ru yang tidak hanya dari pemerintah, perkem-
bangan teori penyuluhan, adanya teknologi ko-
munikasi baru (internet), perhatian pada isu
keberlanjutan ekosistem dan manajemen sum-
ber daya alam baru, globalisasi dan liberalisasi
pasar, pertanian multi fungsi, reformasi agraria
baru, serta intensitas pengetahuan, masyara-
kat pengetahuan, dan komoditasi pengetahu-
an. Masyarakat berpengetahuan adalah suatu
tatanan masyarakat yang menjadikan ilmu pe-
ngetahuan sebagai sesuatu yang penting dan
menyandarkan segala permasalahan dan solu-
sinya kepada cara-cara, kemampuan dan
metode ilmu pengetahuan. Selain itu, juga tim-
bul praktek profesional penyuluhan yang baru
dan berbeda dengan misi, dasar pemikiran,
cara beroperasi, manajemen, pengorganisa-
sian, dan isu-isu kolektif yang berbeda pula.
Pada pendekatan klasik, penyuluh
adalah semata sosok penyampai teknologi
kepada petani. Pandangan ini telah banyak
berubah. Ada banyak peran-peran baru yang
harus dijalankan seorang penyuluh. Menurut
Chamala and Shingi (2007), ada empat peran
penyuluh yang penting. Pertama adalah peran
pemberdayaan (empowerment role). Ini meru-
pakan peran baru penyuluhan, di mana penyu-
luh membantu petani dan komunitas perdesaan
untuk mengorganisasikan dirinya sendiri dan
memberdayakannya untuk tumbuh dan ber-
kembang. Penyuluh memberi pemahaman dan
memberdayakan petani untuk membuat komit-
men dan bergerak (action).
Kedua, peran mengorganisasikan ko-
munitas (community-organizing role). Di sini pe-
nyuluh mesti belajar prinsip-prinsip pengorga-
nisasian komunitas dan keterampilan dalam
menangani organisasi petani (group manage-
ment skills) (Chamala and Mortiss, 1990). Un-
tuk itu, penyuluh mesti paham struktur sosial
masyarakat yang dihadapi, hukum (by-laws),
aturan (rules), dan berperan langsung dengan
membantu pemimpin petani dalam merenca-
nakan, melaksanakan, dan memonitor program.
Tabel 1. Perbandingan Penyuluhan Berparadigma Lama dengan yang Baru
Aspek Penyuluhan lama Penyuluhan baru
Penanggung jawab pe-
nyuluhan
Semata-mata adalah tanggung
jawab pemerintah nasional, seba-
gai pelayanan untuk warga.
Melihat penyuluhan sebagai seperangkat fung-
si yang dapat dijalankan oleh beragam pihak,
pada berbagai level, tidak mesti pemerintah.
Fungsi penyuluhan Untuk mentransfer teknologi, agar
produksi komoditas meningkat.
Tugas penyuluhan lebih luas, karena men-
cakup pula upaya untuk memobilisasi, meng-
organisasikan, dan sekaligus mendidik petani.
Posisi penyuluhan Terpisah dengan instansi lain.
Penyuluh berada dalam kantornya
sendiri.
Koheren. Penyuluhan sebagai sistem penge-
tahuan yang komprehensif, tidak terpisah
antara penemuan teknologi dengan transfer-
nya. Penyuluh digabung dengan peneliti dan
staf pendukung lain.
Model transfer teknologi Linear, sekuensial, dan satu arah. Lebih realistik, siklis, dan dinamis (antara
petani, peneliti, penyuluh dan guru).
Desain proyek Menurut perspektif pengajar, ang-
garan disediakan untuk kegiatan
pengajaran.
Memungkinkan untuk mengembangkan lear-
ning model, melibatkan para stakeholders
utama.
Pendekatan Lip sevice, dimana menyuluh
adalah menyampaikan teknologi.
Lebih pada pemecahan masalah, penyuluh
melibatkan teknologi informasi eksperimental,
mengaitkan penelitian, manajer penyuluhan,
dan organisasi petani.
Jenis penyuluh Penyuluh hanya staf pegawai
pemerintah.
Sesuai dengan UU No 16 tahun 2006 ada 3
jenis penyuluh yaitu penyuluh pemerintah,
penyuluh swadaya (dari petani) dan penyuluh
swasta.
Posisi petani Petani adalah objek penyuluhan. Sebagai objek serta juga subjek penyuluhan.
49
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58
Penyuluh juga mesti memiliki keterampilan
dalam resolusi konflik, negosiasi, dan mampu
melakukan komunikasi yang persuasif.
Ketiga, peran dalam pengembangan
sumber daya manusia. Di sini, penyuluh mem-
berdayakan petani dan memberikan kesadaran
tentang peran baru yang dapat mereka main-
kan. Keterampilan yang dibutuhkan adalah
kemampuan teknis (technical capabilities)
yang dipadukan dengan kapabilitas manaje-
men (management capability). Ini merupakan
kegiatan mendasar untuk peningkatan kapasi-
tas masyarakat, yaitu mendorong komunitas
desa untuk memahami kemampuan mereka
sendiri sesuai dengan kekhasannya dalam me-
rencanakan, menjalankan, dan memonitoring.
Keempat, peran dalam pemecahan
masalah dan pendidikan (problem-solving and
education role). Peran ini merupakan peran
penyuluh yang sangat penting. Fokus tentang
ini pun sudah bergeser dari semula pada
kemampuan memberikan pemecahan teknis
(technical solutions) kepada memberdayakan
organisasi petani untuk memecahkan persoa-
lannya sendiri. Jadi, selain memperhatikan pe-
tani secara individual, penyuluh harus mem-
perhatikan lebih kepada organisasi-organisasi
petani. Penyuluh harus bisa membantu mere-
ka mengidentifikasi masalah mereka sendiri,
dan mencari solusinya dengan mengkombina-
sikan dari pengetahuan sendiri (indigenous
knowledge) dan dari pengetahuan luar (impro-
ved knowledge). Perubahan ini merupakan pe-
rubahan dari the education role from lectures,
seminars, and training to learning by doing and
encouraging farmers and FOs to conduct
experiments and undertake action-learning
projects (Chamala dan Singi, 2007).
Perlu dibedakan antara peran dalam
mengorganisasikan komunitas (Community
Organizing/CO) dan pembangunan komunitas
(Community Development/CD). Pengorgani-
sasian komunitas merupakan elemen kerja
yang penting dalam pengembangan masya-
rakat. Keberhasilan CD sangat bergantung
kepada keberhasilan CO karena inti dalam CD
tentu saja masyarakat itu sendiri, baik individu-
individunya maupun kelompok-kelompok yang
eksis. Keberhasilan mengorganisasikan orang-
orang akan memudahkan keberhasilan kerja
CD secara keseluruhan.
Pengorganisasian komunitas bertujuan
untuk pengembangan komunitas. Community
Organizing dapat dipahami sebagai aktivitas
Tabel 2. Perbedaan Penyuluhan dengan Komunikasi untuk Inovasi
Penyuluhan Komunikasi untuk inovasi
Inovasi adalah proses keputusan individual. Inovasi memiliki dimensi kolektif yang terpengaruh oleh
resolusi konflik, pembangunan organisasi, pembelajaran,
dan juga negosiasi sosial.
Peran penyuluh adalah menyebarkan inovasi
(cetak biru), sehingga bisa tidak kontekstual
dengan kondisi dan permasalahan lokal.
Penyuluh mendesain bersama petani. Berlangsung proses
desain dan adaptasi inovasi dan inovasi-inovasi kolektif yang
bersifat kontekstual.
Inovasi diciptakan dari kegiatan penelitian. Inovasi lebih pragmatis, ada sisi teknis dan sosial, perlu
menciptakan jaringan pendukung. Petani dan penyuluh bisa
juga menciptakan inovasi.
Sesuai teori Everett M. Rogers, semua petani
bergerak ke arah yang sama.
Strategi dan aspirasi petani menyangkut lingkungan sosial
dan alam mereka. Petani kecil berbeda kebutuhan dan cara
berfikir dengan petani besar.
Ada petani yang lamban, mundur, dan stagnan
(mono perspektif).
Penelitian di Irlandia (Leeuwis, 1989) mendapatkan bahwa
petani lamban sesungguhnya juga mengadopsi sejumlah
inovasi yg sama banyaknya. Mereka hanya memiliki
dinamisme yg berbeda (multi perspektif).
Perubahan dan inovasi dapat dan harus
direncanakan.
Mengelola kekomplekan, konflik, dan hal-hal yg tak terduga
(misal penemuan tak sengaja, pengaruh jaringan informal,
kreatifitas, antusiasme, dan hubungan personal).
Organisasi penyuluhan sesuatu yang stabil.
Pelaksana penyuluhan terstruktur secara ketat
dari pusat sampai ke daerah.
Organisasi penyuluhan berbentuk learning organization.
Anggota saling berbagi pengalaman positif dan negatif. Ada
penyesuaian misi, pelayanan, produk, kultur, dan prosedur
organisasi.
Sumber: disarikan dari Leeuwis (2006).
50
PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti
para profesional yang bekerja bersama mem-
bantu langsung komunitas menciptakan pem-
bangunan komunitas (community building).
Point ini penting karena sedikit banyak akan
menghadapi konflik di lapangan, sehingga
dibutuhkan perjuangan sosial (social struggle)
untuk mewujudkan komunitas yang siap untuk
menerima perubahan dan menjalankan kema-
juan. Sementara, CD berupaya memberdaya-
kan individu dan kelompok-kelompok dengan
memberi mereka keterampilan yang bermanfa-
at untuk mempengaruhi dan merubah komuni-
tas mereka. Para pekerja CD bekerja dalam
dua level sekaligus, yaitu memahami dan lalu
mempengaruhi individu demi individu, dan juga
bekerja pada level komunitasnya. Jika pada
level individu aspek-aspek modal manusia
(human capital) lebih banyak diperhatikan,
sedangkan pada level komunitas lebih pada
aspek-aspek modal sosial (social capital).
Lingkup kerja Community Organizing
lebih sempit. Community Organizing adalah
proses di mana masyarakat yang tinggal berde-
katan, satu sama lain masuk untuk membentuk
sebuah organisasi dan bertindak bersama se-
suai dengan keinginan yang sama (shared
self-interest), serta juga mengidentifikasi dan
menggerakkan berbagai modal yang ada da-
lam komunitas, yaitu human capital, financial
capital, physical capital, dan lain-lain. Semen-
tara, Community Development bermakna lebih
luas yaitu sebagai suatu strategi dan proses
yang bergerak menuju kepada kualitas hidup
yang lebih baik (quality of life in a community)
dalam segala sisinya baik menyangkut peker-
jaan, perumahan, lingkungan fisik, bisnis, pen-
didikan, kesehatan, keamanan, modal sosial,
dan lain-lain.
PARADIGMA BARU PENYULUHAN
PERTANIAN DALAM UU NO. 16 TAHUN 2006
Berbagai pihak di Indonesia telah lama men-
cari dan merumuskan paradigma baru
penyuluhan pertanian untuk Indonesia, setelah
penyuluh dikontrol secara ketat di era Bimas.
Dalam publikasi yang bertajuk Paradigma
Penyuluhan Pertanian pada abad ke-21
(1999), Pusat Pengembangan Penyuluhan
Pertanian (Departemen Pertanian) telah me-
lihat perlunya penyuluhan pertanian sebagai
sesuatu yang lebih berfokus pada pember-
dayaan masyarakat desa dari pada sekedar
penyampaian teknologi. Penyuluhan pertanian
diharapkan tidak hanya membuat petani
mampu berproduksi, tetapi harus berproduksi
secara mandiri, dan sekaligus mampu menca-
pai kesejahteraan keluarganya. Jadi, penyuluh
tidak hanya sebagai sistem penyampaian
(delivery system) bagi informasi dan teknologi
pertanian untuk peningkatan produksi, tapi
harus menjadi sistem yang berfungsi mencip-
takan pertanian sebagai suatu usaha yang
menguntungkan bagi petani. Intinya, penyuluh
mesti lebih berorientasi agribisnis, karena
agribisnis telah dipilih sebagai strategi pokok
dalam pembangunan pertanian.
Upaya ini sejalan dengan berbagai
pendekatan yang juga mulai dikembangkan
untuk memperbaiki penyuluhan di level dunia.
Misalnya berupa Gerakan Campesino-a-
campesino di Amerika Tengah, sekolah lapang
(farmer field school) di Asia Tenggara,
pendekatan Problem Census di Asia Selatan,
dan program fasilitasi informasi di Afrika
(Scarborough et al., 1997). Semua ide ini
mempromosikan petani dan masyarakat desa
lain sebagai aktor utama perubahan (principal
agents of change) di komunitasnya. Petani tak
hanya menjadi kunci untuk akses bagi jasa
yang diberikan penyuluh profesional maupun
petani (petani maju atau kontak tani), namun
mereka membuat keputusan-keputusan mana-
jemen dan melakukan berbagai kegiatan
penyuluhan sendiri. Penyuluhan pada prinsip-
nya tidak hanya dapat dilakukan oleh petugas
pemerintah. Kalangan agamawan, perusahaan
komersial, dan organisasi petani juga dapat
menjadi penyuluh.
Undang-Undang No. 16 Tahun 2006
telah memuat berbagai pemikiran dan relatif
sejalan dengan paradigma baru penyuluhan
pertanian. Penyuluh pertanian dalam UU ini
dimaknai sebagai perorangan warga negara
Indonesia yang melakukan kegiatan penyulu-
han, mencakup penyuluh pemerintah, swasta,
maupun swadaya. Penyuluh swadaya adalah
pelaku utama yang berhasil dalam usahanya
dan warga masyarakat lainnya yang dengan
kesadarannya sendiri mau dan mampu
menjadi penyuluh (Pasal 1). Beberapa indi-
kator penerapan paradigma baru setidaknya
terlihat dari hal-hal berikut ini, yaitu:
Pertama, pada Bab Asas, Tujuan, dan
Fungsi, yakni Pasal 2 disebutkan bahwa Pe-
nyuluhan diselenggarakan berasaskan demo-
krasi, manfaat, kesetaraan, keterpaduan, kese-
imbangan, keterbukaan, kerja sama, partisi-
patif, kemitraan, berkelanjutan, berkeadilan, pe-
merataan, dan bertanggung gugat. Dapat dika-
51
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58
takan, hampir seluruh ide dan sikap positif pem-
bangunan telah diadopsi dalam kalimat ini, uta-
manya pada asas demokrasi dan partisipasi.
Kedua, penyuluhan tidak lagi pada se-
kedar peningkatan produksi pertanian, namun
pada manusianya. Pasal 3 menyebut bahwa
tujuan penyuluhan meliputi pengembangan
sumber daya manusia dan peningkatan modal
sosial. Dicakupnya objek modal sosial di sini
bermakna bahwa penyuluh pertanian Indone-
sia harus mempunyai fokus lebih luas dari
sekedar individu petani (pengetahuan-sikap-
ketrampilan), namun juga organisasi petani
dan berbagai jaringan sosial yang terbentuk di
masyarakat. Tujuan mulia ini dicapai dengan
memberdayakan pelaku utama dan pelaku
usaha dalam peningkatan kemampuan melalui
penciptaan iklim usaha yang kondusif, penum-
buhan motivasi, pengembangan potensi, pem-
berian peluang, peningkatan kesadaran, dan
pendampingan serta fasilitasi (point b).
Ketiga, menerapkan manajemen yang
terintegratif, tidak lagi terpasung ego sektoral.
Pada Pasal 6 terbaca bahwa penyuluhan dilak-
sanakan secara terintegrasi dengan subsistem
pembangunan pertanian, perikanan, dan kehu-
tanan. Pasal 7 disebutkan dalam menyusun
strategi penyuluhan, pemerintah dan pemerin-
tah daerah memperhatikan kebijakan penyulu-
han dengan melibatkan pemangku kepentingan
dibidang pertanian, perikanan, dan kehutanan.
Keempat, pelibatan masyarakat pe-
tani, dan menjadikan petani sebagai subjek
penyuluhan. Pada point b pasal 6 disebutkan:
penyelenggaraan penyuluhan dapat dilaksana-
kan oleh pelaku utama dan/atau warga masya-
rakat lainnya sebagai mitra pemerintah dan
pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri
maupun bekerja sama, yang dilaksanakan se-
cara terintegrasi dengan programa pada tiap-
tiap tingkat administrasi pemerintahan. Sema-
ngat ini dikuatkan oleh Pasal 29, di mana pe-
merintah dan pemerintah daerah memfasilitasi
dan mendorong peran serta pelaku utama dan
pelaku usaha dalam pelaksanaan penyuluhan.
Kelima, penyuluhan tidak lagi di-
monopoli oleh pemerintah dengan diakuinya
keberadaan penyuluh swadaya yang berasal
dari petani dan penyuluh swasta. Dengan UU
ini dilahirkan pula Komisi Penyuluhan Perta-
nian sebagai organisasi independen yang di-
bentuk pada tingkat pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota yang terdiri atas para pakar
dan/atau praktisi yang mempunyai keahlian
dan kepedulian dalam bidang penyuluhan atau
pembangunan perdesaan. Selain ini, juga di-
bentuk wadah koordinasi penyuluhan nasional
yang bersifat nonstruktural.
POSISI PENYULUH SWADAYA DALAM
PARADIGMA BARU PENYULUHAN
Salah satu sisi paradigma baru penyuluhan
adalah penyuluhan partisipatif, bukan penyuluh
yang searah. Penyuluh harus bisa hidup di
antara petani, hadir di dalam semangat petani
serta terlibat secara partisipatif dalam kegiatan
petani. Jadi, penyuluh tidak hanya memberikan
teori budidaya serta masalah hama dan
penyakit tanaman, namun harus bisa
membukakan dan menguatkan petani untuk
berkarya.
Dulu posisi penyuluh terdapat pada
tubuh birokrasi. Sekarang dibutuhkan tenaga
penyuluh yang berkemampuan mengembang-
kan komunikasi partisipatif dengan petani dan
mampu membangun jaringan berbasis komu-
nitas. Petani tidak membutuhkan sekedar pe-
nyuluh, namun seorang pendamping yang se-
tia, ikhlas memberikan pengetahuannya, dan
mau terlibat serta hidup bersama di tengah
masyarakat petani. Target akhirnya, adalah
membangun dan memelihara hubungan inter-
aktif antara pemerintah, swasta, dan komuni-
tas petani.
Dalam konteks inilah posisi penyuluh
swadaya sangat sesuai. Sebagai anggota ko-
munitasnya sendiri yang telah lama dikenal,
penyuluh swadaya lebih mampu mendorong
partisipasi. Partisipasi adalah proses tumbuh-
nya kesadaran terhadap kesalinghubungan di
antara stakeholders yang berbeda dalam ma-
syarakat, yaitu antara kelompok-kelompok so-
sial dan komunitas dengan pengambil kebija-
kan dan lembaga-lembaga jasa lain. Penyuluh
swadaya menjadi aktor dalam pembangunan
yang partisipatif (participatory development).
Dalam partisipasi, penyuluh swadaya dapat
memainkan peranan secara aktif, memiliki kon-
trol terhadap kehidupan komunitasnya sendiri,
mengambil peran dalam masyarakat, serta
menjadi lebih terlibat dalam pembangunan.
Dari tujuh karakteristik tipologi partisi-
pasi (Pretty, 1995), keberadaan tokoh lokal
akan lebih mampu menghasilkan partisipasi
interaktif, di mana masyarakat berperan dalam
proses analisis untuk perencanaan kegiatan
dan penguatan kelembagaan dan masyarakat
memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksa-
52
PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti
naan keputusan-keputusan yang diambil, se-
hingga memiliki andil dalam keseluruhan
proses kegiatan. Hal ini sejalan dengan partisi-
pasi mandiri (self-mobilization) di mana masya-
rakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas
tanpa dipengaruhi oleh pihak luar. Hal ini me-
rupakan bentuk aksi kolektif masyarakat lokal
yang menyusun dan mengimplementasikan
rencana mereka sendiri dan absennya inisiasi
dan fasilitator dari luar (collective action).
Untuk memperkuat partisipasi, perlu
penumbuhan kesadaran dan pengorganisa-
sian masyarakat. Untuk itu, komunitas harus
didorong untuk memperkuat proses pengorga-
nisasian mereka sendiri dan mendukung ber-
bagai inisiatif yang timbul. Bersamaan dengan
itu, pemerintah harus mendorong penciptaan
kebijakan yang mendukung aksi mandiri ma-
syarakat tersebut. Kehadiran tokoh lokal yang
kuat dapat menghindarkan dari partisipasi ma-
nipulatif, menuju partisipasi mandiri-demokratis
(Arnstein, 1969). Dalam konteks ini, penyuluh
swadaya dapat menjadi tokoh tersebut. Inilah
posisi unik penyuluh swadaya, karena ia
adalah bagian dari komunitas petani itu sendiri.
Sejalan dengan partisipasi, konsep
pemberdayaan (empowerment) sangat kental
bernuansa politik karena berkaitan dengan
kekuasaan. Penyuluh swadaya sebagai bagian
dari komunitas semestinya juga mampu mem-
bangun akses dan modal politik. Selain modal
partisipatif dan politis, penyuluh swadaya juga
punya nilai lebih pada kepemilikan modal
sosial. Posisi penyuluh swadaya sebagai ba-
gian dari komunitas merupakan sumber daya
yang sangat penting. Karena itu, adalah keliru
jika pemerintah hanya menempatkan penyuluh
swadaya sebagai elemen SDM dalam pemba-
ngunan dan hanya membantu penyuluh pe-
merintah. Memandang penyuluh swadaya ha-
nya sebagai sumber daya manusia (human
capital) merupakan pandangan yang sempit.
Ada kapasitas penyuluh swadaya yang se-
sungguhnya jauh lebih pokok, yakni sebagai
elemen yang mampu menumbuhkan dan
menjaga modal sosial dalam komunitasnya.
Jika masyarakat bisa divisualisasikan
dengan seperangkat titik-titik dan garis-garis,
di mana titik adalah simbol manusia dan garis
simbol relasi antarmanusia; maka human
capital hanya bicara titik sedangkan social
capital bicara garis. Konsep social capital
dapat diterapkan untuk upaya pemberdayaan
masyarakat karena social capital menjadi
semacam perekat yang mengikat semua orang
dalam masyarakat (World Bank, 2005). Dalam
sosiologi, social capital adalah “...the expected
collective or economic benefits derived from
the preferential treatment and cooperation
between individuals and groups” (Putnam,
2000). Penyuluh swadaya dalah agen penting
yang menjadi simpul pembentukan modal
sosial di komunitasnya.
Penggunaan konsep sumber daya ma-
nusia akan membatasi strategi hanya pada
peningkatan kapasitas individual manusia, mi-
salnya peningkatan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Jika menggunakan pendekatan
modal sosial strategi yang diterapkan lebih
luas mencakup proses belajar secara sosial
(social learning, group learning, dan lain-lain).
Jika indikator pengukuran kemampuan SDM
adalah tingkat pendidikan, jumlah pelatihan,
umur, keahlian yang dimiliki individu-individu,
serta produktivitas kerja; indikator pengukuran
modal sosial lebih luas mencakup norma,
kepercayaan, jaringan sosial, dan resiprositas
yang terbentuk dalam komunitas, serta juga
kekompakan sosial (social cohesion).
Dengan konsep human capital, maka
penyuluh swadaya hanya dilihat sebagai kom-
ponen organisasi, sedangkan dengan konsep
social capital ia dipandang sebagai penggerak
komunitas. Penyuluh swadaya lebih sebagai
pihak masyarakat dibanding sebagai pem-
bantu pemerintah. Jika kita memandang pe-
nyuluh swadaya dalam konteks human capital
maka yang diberikan adalah peningkatan pe-
ngetahuan dan keterampilan. Sebaliknya, jika
menggunakan pendekatan social capital, pe-
nyuluh swadaya diposisikan untuk memper-
kuat relasi apa yang berlangsung ketika manu-
sia berinteraksi dengan manusia lain. Dengan
kata lain, penyuluh swadaya tidak semata
employment, namun sebagai makhluk sosial
(social beings) sebagai energi di komunitasnya
yang dicirikan oleh daya kreatifitasnya yang
tak dapat dikalahkan oleh makhluk lain di bumi
ini. Ia memiliki intellectual capital.
Chamala dan Shingi (2007) dalam
tulisannya Establishing and Strengthening
Farmer Organizations, menyampaikan bahwa
pada organisasi yang berbentuk commodity-
based organizations, penyuluh dapat mem-
bantu mengintegrasikan berbagai aspek untuk
memaksimalkan pendapatan petani. Penyuluh
memperhatikan organisasi sekaligus sisi tek-
nologi di sawah dan ladang. Beberapa point
penting yang perlu dipertimbangkan untuk pe-
53
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58
ningkatan peran penyuluhan adalah apa ke-
butuhan spesifik yang perlu disuluhkan, bagai-
mana penyuluhan diorganisasikan (organizing)
sehingga bisa berkelanjutan, dan bagaimana
relasi dengan sumber teknologi bisa dijalin.
Satu objek yang kurang disentuh selama ini
adalah penyuluhan berkenaan dengan pasar
dan pemasaran (extension markets). Ini juga
menjadi nilai lebih seorang penyuluh swadaya
karena umumnya mereka selain bertani adalah
juga pelaku usaha agribisnis, mulai dari
menyediakan sarana produksi, pengolahan,
dan pemasaran hasil pertanian.
Dulu hanya dikenal satu jenis pe-
nyuluh pertanian, yaitu Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL) yang diangkat oleh peme-
rintah. Namun, semenjak keluarnya Undang-
Undang No.16 tahun 2006 telah dikenal tiga
jenis penyuluh, yaitu penyuluh PNS, penyuluh
swasta, dan penyuluh swadaya (petani). Khu-
sus untuk tipe penyuluh yang baru ini, telah
dikeluarkan pula Permentan No. 61 Tahun
2008 Tentang Pedoman Pembinaan Penyuluh
Pertanian Swadaya dan Swasta. Ketiga pe-
nyuluh ini memiliki persamaan dan perbedaan
yang jika dikombinasikan akan mampu meng-
hasilkan sistem penyuluhan pertanian yang
kuat.
Penyuluh PNS dan swasta dapat
disebut kontradiktif dalam segala sisinya. Ini
karena sifat birokrasi pemerintah yang sentra-
listis, dengan pegawai banyak, dan ukuran pe-
nilaian pegawainya adalah loyalitas. Semen-
tara organisasi swata desentralistis, pegawai-
nya ramping dan efisien, dan indikator kinerja
pegawainya adalah pencapaian hasil.
Penyuluh swadaya dapat disebut se-
bagai sosok yang lengkap. Jenis penyuluh ini
melakukan kegiatan penyuluhan dengan moti-
vasi sosial, pelayanan, namun sekaligus bisnis.
Banyak penyuluh swadaya yang memiliki
bisnis berupa penyedia sarana produksi, serta
menampung dan memasarkan hasil pertanian.
Sehingga, penyuluh swadaya sesungguhnya
menyuluhkan teknologi baru kepada mitra bis-
nisnya sendiri. Jadi, dalam prakteknya, sosok
penyuluh PNS dan swasta saling konvergen
dalam diri penyuluh swadaya.
Tabel 3. Perbedaan Karakteristik Penyuluh Pemerintah, Swasta dan Swadaya
Penyuluh PNS Penyuluh swasta Penyuluh swadaya
Pelakunya PNS yang digaji bulanan
oleh pemerintah, atau penyuluh
honorer (PPL-THL).
Pegawai perusahaan swasta yang
digaji untuk memperkenalkan dan
memasarkan sarana produksi per-
tanian (benih, pupuk, pestisida,
mesin, dll).
Petani, yakni bisa berupa kontak
tani, petani maju, dan pengurus
organisasi petani.
Basis kerjanya melayani. Penyuluh
PNS tidak boleh mencari keuntung-
an dari petani.
Mencari keuntungan. Menyampai-
kan teknologi baru agar daga-
ngannya laku.
Membantu petani secara sosial.
Namun dalam prakteknya juga
memperoleh keuntungan sosial
dan finansial dari kegiatan ini.
Hanya bisa sebagai motivator dan
komunikator, namun dibebani pro-
gram pemerintah.
Sebagai komunikator dan motiva-
tor yang berorientasi keuntungan.
Sosoknya lebih lengkap, sebagai
pembaharu, motivator, organisator
komunitas, dan pemimpin lang-
sung di lapangan.
Kekuatannya adalah pada penge-
tahuan teoritis yang kuat, terampil
mengkomunikasikan, dan jaringan
sumber informasi lebih luas. Namun,
sering diledek sebagai “Jarkoni”
(Ngajar namun ora ngalakoni).
Pengetahuan teknis kuat, didu-
kung fasilitas perusahaan yang
kuat, jaringan kerja luas (sampai
internasional), namun ilmunya cen-
derung sempit. Sebatas barang
dagangannya saja.
Kekuatannya adalah kesamaan
bahasa dan persepsi terhadap
persoalan dengan petani, dan
memiliki pengalaman karena telah
melakukan sendiri sebelum di-
suluhkan.
Masalahnya terlalu banyak dibebani
administrasi, rapat-rapat, bekerja ka-
rena tugas, insentif finansial lemah.
Tidak terdata, tidak terkontrol, ti-
dak berkoordinasi dengan peme-
rintah.
Jumlahnya masih terbatas, ke-
mampuan lebih spesifik.
Tanggung jawab kerja per wilayah,
sehingga harus polivalent, namun
sebagian bisa monovalent.
Monovalent, bahkan cenderung
sangat sempit bidang yang dikua-
sainya.
Basis keahliannya sempit sehing-
ga monovalent agar lebih fokus,
dan wilayah kerjanya sebaiknya
tidak dibatasi.
54
PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti
STATUS, KINERJA, DAN TANTANGAN
PENGEMBANGAN PENYULUH SWADAYA
Bagaimana kondisi penyuluh swadaya saat ini
secara lebih kurang terbaca dalam Permentan
No. 61/Permentan/Ot.140/11/2008 tentang
Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian
Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta.
Dalam Permentan ini disebutkan bahwa
pembinaan terhadap pelaksanaan kegiatan
penyuluhan pertanian khususnya bagi pe-
nyuluh pertanian swadaya dan penyuluh
pertanian swasta selama ini dirasakan belum
memiliki arah yang jelas, juga belum di-
dayagunakan secara optimal untuk memenuhi
kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha.
Permasalahan lain adalah masih lemahnya
fungsi dan peran penyuluh swadaya dalam
penyelenggaraan penyuluhan, masih rendah-
nya motivasi kerja, belum terciptanya meka-
nisme kerja antara ketiga jenis penyuluh, dan
belum terciptanya kinerja dan profesionalisme
penyuluh swadaya.
Dukungan dan keberadaan penyuluh
swadaya saat ini cukup besar. Sebagai contoh,
dari sisi jumlah, jumlah penyuluh per Juli 2011
sebanyak 52.428 orang, terdiri dari penyuluh
PNS 27.961 orang, penyuluh honorer 1.251
orang, THL-TB 23.216 orang, dan Penyuluh
Swadaya sebanyak 8.107 orang (Badan Pe-
nyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian,
2013).
Penelitian Indraningsih et al. (2013) di
tiga provinsi mendapatkan informasi bahwa
kemampuan penyuluh swadaya relatif bera-
gam, namun penguasaan dari aspek teknis
sudah memadai. Sebagian memperolehnya
karena mengikuti pelatihan dari pemerintah,
dan sebagian lagi karena belajar secara
mandiri dari pengalaman yang sudah puluhan
tahun di sawah dan ladang. Ditemukan pula
bahwa belum ada kejelasan tentang bagai-
mana tupoksi penyuluh swadaya, dalam hal
pembagian peran dan tanggung jawab. Umum-
nya peran penyuluh swadaya masih terbatas
pada petani di dalam kelompok tani dan paling
jauh pada petani sedesa. Namun, beberapa
penyuluh swadaya sudah ada yang mem-
berikan penyuluhan sampai ke luar desa dan
luar kecamatan. Tugas mereka belum dijalan-
kan optimal karena ketiadaan pembagian
pekerjaan yang jelas dengan penyuluh peme-
rintah. Sementara, penyuluh swasta sama
sekali belum diperhatikan, bahkan juga belum
pernah dikumpulkan datanya. Saat ini penyu-
luh swasta setiap hari berinteraksi dengan
petani, membuat demplot, serta menyam-
paikan dan menjual input usahatani ke petani
tanpa pengawasan sama sekali.
Penyuluh swadaya adalah pelaku utama
pertanian sesuai dengan bidangnya. Selain
bertani, sebagian juga menjadi pelaku usaha di
bidang pemasaran hasil pertanian, maupun
pengadaan sarana produksi. Penyuluh swa-
daya umumnya aktif pada beberapa organisasi
petani, baik pada Kelompok Tani, Gapoktan,
maupun Koperasi dan Badan Usaha Milik
Petani (BUMP). Mereka adalah tokoh petani
setempat yang bergerak langsung di lahan
namun juga memiliki bisnis yang berkaitan
dengan pekerjaannya. Hal ini menjadi faktor
yang saling menguatkan, sehingga dalam diri
seorang penyuluh swadaya melekat sekaligus
sosok sebagai pelayan dan pebisnis. Kombi-
nasi seperti ini menjadikannya lebih kuat
dibandingkan penyuluh PNS yang misalnya
hanya memiliki sosok sebagai pelayan. Seba-
liknya, seorang penyuluh swasta hanya me-
miliki sosok sebagai pebisnis belaka.
Dari data dan informasi yang dikum-
pulkan, terutama informasi kualitatif, maka dari
32 orang responden penyuluh swadaya,
tipologinya dapat dibedakan atas empat tipe
peran yang dijalankannya (Indraningsih et al.,
2013), yaitu: (1) penyuluh sebagai pendamping
teknis, (2) sebagai penggerak komunitas
khususnya dalam pengembangan organisasi
petani, (3) penyuluh swadaya sebagai pem-
baharu dengan memperkenalkan berbagai
komoditas dan bidang usaha yang baru ke
petani sekitarnya, dan (4) penyuluh swadaya
sebagai pelaku bisnis. Pada diri penyuluh
swadaya sesungguhnya melekat sekaligus
sosok sebagai penyuluh yang bersifat melaya-
ni dengan sosok sebagai pelaku bisnis. Dalam
konteks ini, mereka menggunakan dua moti-
vasi sekaligus yaitu sebagai penyuluh dan pe-
laku bisnis. Tipe penyuluh swadaya seperti ini
diyakini akan lebih bertahan karena memiliki
motivasi ganda yang saling menguatkan.
Beberapa sisi keunggulan penyuluh
swadaya dibanding dengan penyuluh peme-
rintah dan penyuluh swasta adalah: pertama,
lebih mampu menciptakan penyuluhan yang
partisipatif. Ini karena penyuluh swadaya hidup
di antara petani, mengalami secara langsung
perasaan dan masalah petani, menjadi bagian
dari semangat petani, serta terlibat secara
partisipatif dalam kegiatan pertanian di komu-
nitasnya. Ia adalah orang dalam yang tidak
perlu lagi belajar psikologi petani dan sosiologi
masyarakat desa.
55
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58
Sebagai anggota komunitasnya sendiri,
penyuluh swadaya lebih mampu memainkan
peranan secara aktif, memiliki kontrol terhadap
kehidupan komunitasnya sendiri, mengambil
peran dalam masyarakat, serta menjadi lebih
terlibat dalam proses pembangunan sehari-
hari. Secara teoritis, keberadaan tokoh lokal
akan lebih mampu menghasilkan partisipasi
interaktif. Keberadaan penyuluh swadaya akan
mampu menciptakan partisipasi mandiri (self
mobilization) di mana masyarakat mengambil
inisiatif sendiri secara lebih bebas untuk meng-
hasilkan collective action.
Kedua, penyuluh swadaya lebih mampu
mengorganisasikan masyarakat karena umum-
nya mereka terlibat langsung sebagai peng-
urus dalam banyak organisasi petani, baik
Kelompok Tani, Gapoktan, Koperasi, maupun
P3A dan UPJA. Ia menjadi simpul peng-
organisasian komunitasnya sendiri. Penyuluh
swadaya tidak hanya mendorong untuk mem-
perkuat proses pengorganisasian mereka sen-
diri, namun menjadi aktor aktif yang memper-
kuat organisasi petani. Menurut Chamala and
Shingi (2007), ada empat peran penyuluh yang
penting, yaitu peran sebagai tenaga pember-
dayaan (Empowerment Role), peran mengor-
ganisasikan komunitas (Community-Organizing
Role), peran dalam pengembangan sumber
daya manusia (Human Resource Development
Role), dan peran dalam pemecahan masalah
dan pendidikan (Problem-Solving and Educa-
tion Role).
Ketiga, menjadi penghubung (change
agent) yang lebih kuat. Keberadaan sosok
kontak tani yang efektif di era Bimas menjadi
lebih kuat pada diri penyuluh swadaya saat ini.
Relasi yang intim dan akrab dengan staf
pemerintah (penyuluh PNS) merupakan modal
sosialnya yang kuat. Penyuluh swadaya berdiri
di dua kaki, di pemerintahan dan sekaligus di
petani. Ia menjadi tokoh penghubung yang
kokoh.
Keempat, agen bisnis yang potensial.
Sebagian besar penyuluh swadaya saat ini
memiliki usaha yang aktif. Jadi, selain sebagai
pelaku utama, ia juga pelaku usaha pertanian.
Selain mengajarkan petani bagaimana ber-
usaha tani lebih baik, ia menampung hasil
panen petani untuk dipasarkan.
Kelima, mampu mengajarkan teknologi
dan keterampilan bertani lebih tepat karena ia
memiliki pengetahuan teknis dari pengalaman
langsung sebagai petani di lapangan. Dan,
keenam, penyuluh swadaya juga punya nilai
lebih pada kepemilikan modal sosial. Posisi
penyuluh swadaya sebagai bagian dari komu-
nitasnya merupakan posisi yang sangat
penting. Karena itu, adalah keliru jika penyuluh
swadaya hanya ditempatkan sebagai elemen
SDM dalam pembangunan, dan hanya mem-
bantu penyuluh pemerintah. Memandang pe-
nyuluh swadaya hanya sebagai sumber daya
manusia (human capital), merupakan pan-
dangan yang sempit. Ada kapasitas penyuluh
swadaya yang sesungguhnya jauh lebih
esensial yakni sebagai elemen yang mampu
menumbuhkan dan menjaga modal sosial
dalam komunitasnya.
PENUTUP
Uraian dalam tulisan ini menunjukkan bahwa
keluarnya UU No. 16 Tahun 2006 dan
pengangkatan secara formal penyuluh swa-
daya baru merupakan awal dari penerapan
paradigma baru penyuluhan pertanian di
Indonesia. Masih banyak pendalaman yang
perlu dilakukan dan bagaimana dukungan
yang sesuai untuk mencapai tujuan ini, serta
khususnya bagaimana mengoptimalkan peran
penyuluh swadaya.
Tulisan ini sudah menunjukkan betapa
penyuluh swadaya memiliki berbagai sisi ke-
unggulan dibandingkan penyuluh pemerintah
dan swasta dan ke depan memiliki peran yang
lebih strategis. Kebijakan pemerintah yang
masih memaknai dan membedakan penyuluh
secara diamteral (antara penyuluh pemerintah,
swasta dan swadaya), dalam prakteknya ke-
tiga jenis penyuluh ini saling konvergen satu
sama lain dalam diri penyuluh swadaya. Ia
memiliki karakter yang lebih lengkap dan posisi
sosial yang kuat di tengah komunitasnya,
karena selain memahami teknologi pertanian
dengan baik, ia adalah penggerak komunitas
dan pelaku bisnis secara aktif.
Namun demikian, keberadaan ketiga
jenis penyuluh ini mesti dapat disinergikan di
lapangan dengan baik. Sinergi dimaksud seti-
daknya dalam hal materi penyuluhan, peran
dalam subsistem agribisnis yang berbeda dari
hulu ke hilir, dalam hal metode, serta dalam
hal segmen petani yang menjadi sasaran. Pe-
nyuluh swadaya memiliki kelebihan dalam hal
keterampilan dan praktek, pada subsistem pe-
ngolahan dan pemasaran, lebih piawai dalam
metode demontrasi dibandingkan teori, serta
juga lebih memahami segmen petani yang pa-
ling dekat dengan dirinya secara sosial
psikologis.
56
PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti
Secara keseluruhan, sampai saat ini ke-
siapan daerah dalam menjalankan kegiatan
penyuluhan belum memuaskan. Perhatian pe-
merintah daerah yang belum memadai menjadi
penyebab terhambatnya transformasi kelem-
bagaan penyuluhan pertanian terutama dari
sisi adopsi nilai-nilai paradigma baru penyulu-
han, manajemen yang terbuka dan lebih par-
tisipastif, serta mekanisme pelibatan penyuluh
swadaya dan swasta secara lebih berdaya-
guna. Pendirian instansi Badan Koordinasi Pe-
nyuluhan di level provinsi dan kabupaten baru
sebatas transformasi keorganisasian, namun
belum pada transformasi kelembagaan yang
sejatinya membutuhkan pemikiran dan upaya
yang lebih dalam dan substansial. Transforma-
si kelembagaan yang dibutuhkan adalah beru-
pa perubahan pada sikap pemerintah bahwa
penyuluh swadaya adalah aktor yang potensial
untuk menjadi pelaku penyuluhan yang strate-
gis ke depan, serta menyediakan peraturan
dan kebijakan yang kondusif sehingga penyu-
luh swadaya lebih berkembang. Sampai saat
ini penyuluhan masih dikelola sebagai kegiatan
yang sepenuhnya adalah tanggung jawab pe-
merintah, sedangkan pelaku penyuluh lain (pe-
nyuluh swadaya dan swasta) belum memper-
oleh perhatian yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA
Arnstein, S.R. 1969. A Ladder of Citizen Participation.
Journal of the American Planning Associa-
tion 35 (4): 216-224, DOI 10.1080/
01944366908977225.
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Perta-
nian. 2013. Data Penyuluh Pertanian Swa-
daya sampai dengan Juli 2011. http://cybex.
deptan.go.id/page/penyuluh-swadaya.
Diakses Tanggal 27 Februari 2013.
Bartlett, A. 2005. Farmer Field Schools to Promote
Integrated Pest Management in Asia: the
FAO Experience. Work-shop on Scaling Up
Case Studies in Agriculture.IRRI.
Campilan, D. 2006. Participatory Market Chain Ap-
proach (PMCA) Linking Vegetable Farmers
With Markets in West & Central Java,
Indonesia. ACIAR AGB/2006/115. http://
www.malica-asia.com/uploads/aciar/5.3%
20%28D.Campilan%29%20Participatory%20
Market%20Chain%20approach%20Indonesi
a_EN.pdf. Diakses Tanggal 28 Januari 2013
Chamala, S. and P. M. Shingi. 2007. Chapter 21-
Establishing and Strengthening Farmer
Organizations. Dalam: B.E. Swanson, R.P.
Bentz and A.J. Sofranko (eds.), Improving
Agricultural Extension: a Reference Manual.
Food and Agriculture Organization of the
United Nations, Rome, Italy. 220 pages. p.
195-201. http://www.fao.org/doc rep/w5830e/
w5830e0n.htm. Diakses Tanggal 28 Januari
2013.
Chamala, S. and P.D. Mortiss. 1990. Working Toge-
ther for Landcare: Group Management Skills
and Strategies Australian Academic Press.
Brisbane.
Dilts, R. 2001. From Farmers Field Schools To
Community IPM: Scaling Up The IPM
Movement. LEISA Magazine. Vol.17 No. 3.
Earnest, G.W., D. Ellsworth, R.D. Nieto, N.L.
McCaslin, and L. Lackman. 1995. Deve-
loping Community Leaders: An Impact
Assessment of Ohio’s Community Leader-
ship Programs. Columbus: Cooperative
Extension Service, Ohio State University,
(ED 338 808)
FAO. 2011. Farm Business School Handbook:
Training of Farmers Programme for South
Asia. Food and Agriculture Organization of
the United Nations. Regional Office for Asia
and the Pacific. Bangkok
Ikerd, J. 2008. The Agricultural Extension System
and the New American Farmer: The Op-
portunities Have Never Been Greater.
University of Missouri, Columbia, MO-USA.
Prepared for presentation at the 2008
National Association of County Agriculture
Agents Confe-rence, Greensboro, NC, July
17, 2008. http://web.missouri.edu/ikerdj/
papers/Greensboro%20--%20Extension%
20New%20American%20Farmer.htm.
Diakses Tanggal 27 Februari 2013.
Indraningsih, K.S., Syahyuti, Sunarsih, A.M. Ar-
Rozi, S. Suharyono, dan Sugiarto. 2013.
Peran Penyuluh Swadaya dalam Imple-
mentasi Undang–Undang Sistem Penyuluh-
an Pertanian. Laporan Penelitian Pusat
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Bogor.
Kerka, S. 1998. Extension Today and Tomorrow.
Trends and Issues Alert no. n/a. http://
www.cete.org/acve/docgen.asp?tbl=tia&ID=1
21. Diakses Tanggal 7 Januari 2013
Leeuwis, C. 2006. Communication for Rural Inno-
vation: Rethinking Agricultural Extension.
Blackwell Publishing.
Marsh, S. and D. Pannell. 2002. Agricultural Exten-
sion in Australia: The Changing Roles of
Public and Private Sector Providers.
Australian Journal of Agricultural and
Resource Economics Volume 44, Issue 4,
Article first published on-line: 18 DEC 2002.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1
111/1467-8489.00126/pdf. Diakses Tanggal
14 Mei 2013.
57
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58
Padmanagera, S. 1980. dalam Gunardi (ed). 1980.
Kumpulan Bahan Bacaan Dasar-dasar
Penyuluhan Pertanian. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Patterson, T. F., Jr. 1998. A New Paradigm for Ex-
tension Administration. Journal of Exten-sion
36, No. 1 (February 1998). http://www.
joe.org/joe/1998february/comm1.txt. Diak-
ses Tanggal 7 Januari 2013.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/ Permentan/
Ot.140/11/2008 tentang Pedoman Pem-
binaan Penyuluh Pertanian Swadaya dan
Penyuluh Pertanian Swasta.
Pretty, J. 1995. Participatory Learning for Sus-
tainable Agriculture, World Development, 23
(8): 1247-1263.
Punjabi, Vinod Ahuja Meeta. 2001. In Search of a
New Paradigm for Agricultural Extension in
India. Centre for Management in Agriculture,
Indian Institute of Management
http://www.iimahd.ernet.in/ ~ahuja/exten.htm.
Diakses Tanggal 7 Januari 2013.
Putnam, R. 2000. Bowling Alone: The Collapse and
Revival of American Community. Simon &
Schuster. New York.
Rivera, William M., M.K. Qamar, and L.V. Crowder.
2001. Agricultural and Rural Extension
Worldwide Options for Institutional Reform in
the Developing Countries. Food and
Agriculture Organization of the United
Nations. Rome, November 2001. http://
www.fao.org/docrep/004/y2709e/y2709e0.ht
m#Contents. Diakses Tanggal 16 April 2013.
Scarborough, V., S. Killough, D.A. Johnson, and J.
Farrington (eds). 1997. Farmer-Led Exten-
sion: Concepts and Practices. 214 pp.
Published by Intermediate Technology
Publications, London. ISBN 1 85339 417 3.
http://www.mamud.com/farmer-led_extensi
on.htm. Diakses tanggal 11 Mei 2005.
Singh, B. 2009. Partnership in Agricultural Exten-
sion: Needed Paradigm Shift. Indian Rese-
arch Journal of Extension and Education Vol.
9 No 3, September 2009. New Delhi.
Sutjipta, N. 1982. Hubungan Pelaksanaan Sistem
LAKU dan Keberhasilan PPL Melaksanakan
Tugasnya di Bali. Fakultas Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Swanson, B.E. and R. Rajalahti. 2010. Strengthe-
ning Agricultural Extension and Advisory
Systems: Procedures for Assessing, Trans-
forming, and Evaluating Extension Systems.
Agriculture and Rural Development Discus-
sion Paper 44. The International Bank for
Reconstruction and Development/The World
Bank. Washington.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Sistem Penyuluhan Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan.
White, B. A., and B. Burnham. 1995. The Coope-
rative Extension System: A Facilitator of
Access for Community-Based Education. In
Public Librries and Community-Based
Education: Making the Connection for
Lifelong Learning. Vol. 2: Commissioned
Papers. Washington, DC: National Institute
on Post Secondary Education, Libraries, and
Lifelong Learning, Office of Educational
Research and Improvement, U.S.
Department of Education.(ED 385 260)
World Bank. 2005. Community Driven and Social
Capital: Designing A Baseline Survey in the
Phippines, Social Development Department.
The World Bank. Washington, DC.
Yustina dan Sudrajat. 2003. Membentuk Pola Peri-
laku Manusia Pembangunan. Penerbit IPB
Press. Bogor.
58

More Related Content

What's hot

Terobosan penyuluhan (yuti)
Terobosan penyuluhan (yuti)Terobosan penyuluhan (yuti)
Terobosan penyuluhan (yuti)
Syahyuti Si-Buyuang
 
UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
UU Perlindungan dan Pemberdayaan PetaniUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
Syahyuti Si-Buyuang
 
Pembangunan Pedesaan dengan Pendekatan Komunitas
Pembangunan Pedesaan dengan Pendekatan KomunitasPembangunan Pedesaan dengan Pendekatan Komunitas
Pembangunan Pedesaan dengan Pendekatan Komunitas
Syahyuti Si-Buyuang
 
Seminar ppl swadaya swasta (yuti)
Seminar   ppl swadaya swasta (yuti)Seminar   ppl swadaya swasta (yuti)
Seminar ppl swadaya swasta (yuti)
Syahyuti Si-Buyuang
 
Peranan penyuluhan pertanian dan ketahanan pangan
Peranan penyuluhan pertanian dan ketahanan panganPeranan penyuluhan pertanian dan ketahanan pangan
Peranan penyuluhan pertanian dan ketahanan panganHerry Mulyadie
 
Penyuluhan modern slideshare (yuti)
Penyuluhan modern slideshare (yuti)Penyuluhan modern slideshare (yuti)
Penyuluhan modern slideshare (yuti)
Syahyuti Si-Buyuang
 
Membangun Profesionalisme Penyuluh Pertanian
Membangun Profesionalisme Penyuluh PertanianMembangun Profesionalisme Penyuluh Pertanian
Membangun Profesionalisme Penyuluh Pertanian
Muliadin Forester
 
Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian Sri Wahyuni
 
Bpp rasa lokal (yuti) copy
Bpp rasa lokal (yuti)   copyBpp rasa lokal (yuti)   copy
Bpp rasa lokal (yuti) copy
Syahyuti Si-Buyuang
 
Isu pembangunan (MAP UNTIRTA 2014)
Isu pembangunan (MAP UNTIRTA 2014)Isu pembangunan (MAP UNTIRTA 2014)
Isu pembangunan (MAP UNTIRTA 2014)
ADMINISTRASI PUBLIK
 
Chapter ii feronitacion
Chapter ii feronitacionChapter ii feronitacion
Chapter ii feronitacion
bustomibustom
 
Pengantar dpkp
Pengantar dpkpPengantar dpkp
Pengantar dpkp
Andrew Hutabarat
 
Pelatihan penyuluh lembang 1 (yuti)
Pelatihan penyuluh   lembang 1 (yuti)Pelatihan penyuluh   lembang 1 (yuti)
Pelatihan penyuluh lembang 1 (yuti)
Syahyuti Si-Buyuang
 
TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)
TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)
TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)
Lia Kristiana
 
PPT Materi Penyuluhan Pertanian
PPT Materi Penyuluhan PertanianPPT Materi Penyuluhan Pertanian
PPT Materi Penyuluhan Pertanian
Nestri Yuniardi
 
Ais indonesia (yuti)
Ais indonesia (yuti)Ais indonesia (yuti)
Ais indonesia (yuti)
Syahyuti Si-Buyuang
 

What's hot (20)

Terobosan penyuluhan (yuti)
Terobosan penyuluhan (yuti)Terobosan penyuluhan (yuti)
Terobosan penyuluhan (yuti)
 
UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
UU Perlindungan dan Pemberdayaan PetaniUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
 
Pembangunan Pedesaan dengan Pendekatan Komunitas
Pembangunan Pedesaan dengan Pendekatan KomunitasPembangunan Pedesaan dengan Pendekatan Komunitas
Pembangunan Pedesaan dengan Pendekatan Komunitas
 
Seminar ppl swadaya swasta (yuti)
Seminar   ppl swadaya swasta (yuti)Seminar   ppl swadaya swasta (yuti)
Seminar ppl swadaya swasta (yuti)
 
Peranan penyuluhan pertanian dan ketahanan pangan
Peranan penyuluhan pertanian dan ketahanan panganPeranan penyuluhan pertanian dan ketahanan pangan
Peranan penyuluhan pertanian dan ketahanan pangan
 
Penyuluhan modern slideshare (yuti)
Penyuluhan modern slideshare (yuti)Penyuluhan modern slideshare (yuti)
Penyuluhan modern slideshare (yuti)
 
Membangun Profesionalisme Penyuluh Pertanian
Membangun Profesionalisme Penyuluh PertanianMembangun Profesionalisme Penyuluh Pertanian
Membangun Profesionalisme Penyuluh Pertanian
 
Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian
 
Bpp rasa lokal (yuti) copy
Bpp rasa lokal (yuti)   copyBpp rasa lokal (yuti)   copy
Bpp rasa lokal (yuti) copy
 
Isu pembangunan (MAP UNTIRTA 2014)
Isu pembangunan (MAP UNTIRTA 2014)Isu pembangunan (MAP UNTIRTA 2014)
Isu pembangunan (MAP UNTIRTA 2014)
 
Chapter ii feronitacion
Chapter ii feronitacionChapter ii feronitacion
Chapter ii feronitacion
 
Pengantar dpkp
Pengantar dpkpPengantar dpkp
Pengantar dpkp
 
Jurnal
JurnalJurnal
Jurnal
 
Pelatihan penyuluh lembang 1 (yuti)
Pelatihan penyuluh   lembang 1 (yuti)Pelatihan penyuluh   lembang 1 (yuti)
Pelatihan penyuluh lembang 1 (yuti)
 
Strategi pengembangan kelompok tani
Strategi pengembangan kelompok taniStrategi pengembangan kelompok tani
Strategi pengembangan kelompok tani
 
TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)
TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)
TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)
 
PPT Materi Penyuluhan Pertanian
PPT Materi Penyuluhan PertanianPPT Materi Penyuluhan Pertanian
PPT Materi Penyuluhan Pertanian
 
Studi banding
Studi bandingStudi banding
Studi banding
 
Studi banding tentang pertanian
Studi banding tentang pertanianStudi banding tentang pertanian
Studi banding tentang pertanian
 
Ais indonesia (yuti)
Ais indonesia (yuti)Ais indonesia (yuti)
Ais indonesia (yuti)
 

Viewers also liked

Penyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasi
Penyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasiPenyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasi
Penyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasi
Syahyuti Si-Buyuang
 
Lembaga dan Organisasi Petani
Lembaga dan Organisasi PetaniLembaga dan Organisasi Petani
Lembaga dan Organisasi Petani
Syahyuti Si-Buyuang
 
Gapoktan sebagai aktor ekonomi Petani
Gapoktan sebagai aktor ekonomi PetaniGapoktan sebagai aktor ekonomi Petani
Gapoktan sebagai aktor ekonomi Petani
Syahyuti Si-Buyuang
 
Perikanan
PerikananPerikanan
Perikanan
anandhitaef
 
4e360 manual-mutu-thp-2013-revisi-8
4e360 manual-mutu-thp-2013-revisi-84e360 manual-mutu-thp-2013-revisi-8
4e360 manual-mutu-thp-2013-revisi-8
EDI RIADI
 
SOTK Pemerintah Desa
SOTK Pemerintah DesaSOTK Pemerintah Desa
SOTK Pemerintah Desa
Formasi Org
 

Viewers also liked (6)

Penyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasi
Penyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasiPenyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasi
Penyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasi
 
Lembaga dan Organisasi Petani
Lembaga dan Organisasi PetaniLembaga dan Organisasi Petani
Lembaga dan Organisasi Petani
 
Gapoktan sebagai aktor ekonomi Petani
Gapoktan sebagai aktor ekonomi PetaniGapoktan sebagai aktor ekonomi Petani
Gapoktan sebagai aktor ekonomi Petani
 
Perikanan
PerikananPerikanan
Perikanan
 
4e360 manual-mutu-thp-2013-revisi-8
4e360 manual-mutu-thp-2013-revisi-84e360 manual-mutu-thp-2013-revisi-8
4e360 manual-mutu-thp-2013-revisi-8
 
SOTK Pemerintah Desa
SOTK Pemerintah DesaSOTK Pemerintah Desa
SOTK Pemerintah Desa
 

Similar to Penyuluhan swadaya sangat potensial

Akp penyuluh swasta 7 (yuti)
Akp   penyuluh swasta 7 (yuti)Akp   penyuluh swasta 7 (yuti)
Akp penyuluh swasta 7 (yuti)
Syahyuti Si-Buyuang
 
Fae29 2d
Fae29 2dFae29 2d
Petani Kecil adalah Kunci Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan
Petani Kecil adalah Kunci Pembangunan Pertanian dan Ketahanan PanganPetani Kecil adalah Kunci Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan
Petani Kecil adalah Kunci Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan
Syahyuti Si-Buyuang
 
PW. Konsep Penyuluhan Pembangunan (part 1 PPn).pptx
PW. Konsep Penyuluhan Pembangunan (part 1 PPn).pptxPW. Konsep Penyuluhan Pembangunan (part 1 PPn).pptx
PW. Konsep Penyuluhan Pembangunan (part 1 PPn).pptx
RosmalahUMK
 
DASAR-DASAR PENYULUHAN PERTANIAN.pptx
DASAR-DASAR PENYULUHAN PERTANIAN.pptxDASAR-DASAR PENYULUHAN PERTANIAN.pptx
DASAR-DASAR PENYULUHAN PERTANIAN.pptx
GOLDAGARA
 
DASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIAN
DASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIANDASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIAN
DASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIAN
ssuser4fd4ff2
 
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...Deny P. Sambodo
 
bUKU (1).pdf
bUKU (1).pdfbUKU (1).pdf
bUKU (1).pdf
AdangTurmudi
 
Pemberdayaan p4 s denpasar b (yuti)
Pemberdayaan p4 s   denpasar b (yuti)Pemberdayaan p4 s   denpasar b (yuti)
Pemberdayaan p4 s denpasar b (yuti)
Syahyuti Si-Buyuang
 
11816-24749-1-PB.pdf
11816-24749-1-PB.pdf11816-24749-1-PB.pdf
11816-24749-1-PB.pdf
sttdutabangsa1
 
Buku 1 org kesejahteraan petani (yuti)
Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)
Buku 1 org kesejahteraan petani (yuti)
Syahyuti Si-Buyuang
 
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA Operator Warnet Vast Raha
 
Peran Tokoh Masyarakat dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian
Peran Tokoh Masyarakat dalam Kegiatan Penyuluhan PertanianPeran Tokoh Masyarakat dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian
Peran Tokoh Masyarakat dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian
Bale J. Hafid
 
Makalah posyandu dan kms
Makalah posyandu dan kmsMakalah posyandu dan kms
Makalah posyandu dan kms
Septian Muna Barakati
 
POSYANDU
 POSYANDU POSYANDU
E book orasi purna tugas rhy
E book orasi purna tugas rhyE book orasi purna tugas rhy
E book orasi purna tugas rhy
IAARD/Bogor, Indonesia
 
1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx
1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx
1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx
RosmalahUMK
 
PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA PENYULUHAN PERTANIAN.pptx
PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA PENYULUHAN PERTANIAN.pptxPERAN DAN FUNGSI LEMBAGA PENYULUHAN PERTANIAN.pptx
PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA PENYULUHAN PERTANIAN.pptx
Mike918070
 
Kuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptx
Kuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptxKuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptx
Kuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptx
syahyuti2
 
Kuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptx
Kuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptxKuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptx
Kuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptx
Syahyuti Si-Buyuang
 

Similar to Penyuluhan swadaya sangat potensial (20)

Akp penyuluh swasta 7 (yuti)
Akp   penyuluh swasta 7 (yuti)Akp   penyuluh swasta 7 (yuti)
Akp penyuluh swasta 7 (yuti)
 
Fae29 2d
Fae29 2dFae29 2d
Fae29 2d
 
Petani Kecil adalah Kunci Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan
Petani Kecil adalah Kunci Pembangunan Pertanian dan Ketahanan PanganPetani Kecil adalah Kunci Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan
Petani Kecil adalah Kunci Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan
 
PW. Konsep Penyuluhan Pembangunan (part 1 PPn).pptx
PW. Konsep Penyuluhan Pembangunan (part 1 PPn).pptxPW. Konsep Penyuluhan Pembangunan (part 1 PPn).pptx
PW. Konsep Penyuluhan Pembangunan (part 1 PPn).pptx
 
DASAR-DASAR PENYULUHAN PERTANIAN.pptx
DASAR-DASAR PENYULUHAN PERTANIAN.pptxDASAR-DASAR PENYULUHAN PERTANIAN.pptx
DASAR-DASAR PENYULUHAN PERTANIAN.pptx
 
DASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIAN
DASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIANDASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIAN
DASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIAN
 
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...
 
bUKU (1).pdf
bUKU (1).pdfbUKU (1).pdf
bUKU (1).pdf
 
Pemberdayaan p4 s denpasar b (yuti)
Pemberdayaan p4 s   denpasar b (yuti)Pemberdayaan p4 s   denpasar b (yuti)
Pemberdayaan p4 s denpasar b (yuti)
 
11816-24749-1-PB.pdf
11816-24749-1-PB.pdf11816-24749-1-PB.pdf
11816-24749-1-PB.pdf
 
Buku 1 org kesejahteraan petani (yuti)
Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)Buku 1   org kesejahteraan petani (yuti)
Buku 1 org kesejahteraan petani (yuti)
 
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
 
Peran Tokoh Masyarakat dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian
Peran Tokoh Masyarakat dalam Kegiatan Penyuluhan PertanianPeran Tokoh Masyarakat dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian
Peran Tokoh Masyarakat dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian
 
Makalah posyandu dan kms
Makalah posyandu dan kmsMakalah posyandu dan kms
Makalah posyandu dan kms
 
POSYANDU
 POSYANDU POSYANDU
POSYANDU
 
E book orasi purna tugas rhy
E book orasi purna tugas rhyE book orasi purna tugas rhy
E book orasi purna tugas rhy
 
1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx
1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx
1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx
 
PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA PENYULUHAN PERTANIAN.pptx
PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA PENYULUHAN PERTANIAN.pptxPERAN DAN FUNGSI LEMBAGA PENYULUHAN PERTANIAN.pptx
PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA PENYULUHAN PERTANIAN.pptx
 
Kuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptx
Kuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptxKuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptx
Kuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptx
 
Kuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptx
Kuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptxKuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptx
Kuliah DASNYUL 3 - 5 Sept (YUTI).pptx
 

More from Syahyuti Si-Buyuang

My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat airMy lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
Syahyuti Si-Buyuang
 
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpointLukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
Syahyuti Si-Buyuang
 
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...
Syahyuti Si-Buyuang
 
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
Syahyuti Si-Buyuang
 
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
Syahyuti Si-Buyuang
 
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdfBuku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
Syahyuti Si-Buyuang
 
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptxGOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
Syahyuti Si-Buyuang
 
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi (YUTI) .pptx
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi  (YUTI) .pptxPKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi  (YUTI) .pptx
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi (YUTI) .pptx
Syahyuti Si-Buyuang
 
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptxRancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
Syahyuti Si-Buyuang
 
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptxKPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
Syahyuti Si-Buyuang
 
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptxMBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
Syahyuti Si-Buyuang
 
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptxPKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
Syahyuti Si-Buyuang
 
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptxPKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
Syahyuti Si-Buyuang
 
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptxPendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
Syahyuti Si-Buyuang
 
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptxRCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
Syahyuti Si-Buyuang
 
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).pptFamily farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
Syahyuti Si-Buyuang
 
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptxPoint-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
Syahyuti Si-Buyuang
 
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
Syahyuti Si-Buyuang
 
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptxBumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
Syahyuti Si-Buyuang
 
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptxKuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
Syahyuti Si-Buyuang
 

More from Syahyuti Si-Buyuang (20)

My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat airMy lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
 
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpointLukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
 
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...
 
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
 
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
 
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdfBuku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
 
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptxGOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
 
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi (YUTI) .pptx
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi  (YUTI) .pptxPKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi  (YUTI) .pptx
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi (YUTI) .pptx
 
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptxRancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
 
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptxKPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
 
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptxMBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
 
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptxPKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
 
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptxPKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
 
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptxPendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
 
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptxRCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
 
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).pptFamily farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
 
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptxPoint-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
 
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
 
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptxBumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
 
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptxKuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
 

Penyuluhan swadaya sangat potensial

  • 1. PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Strategic Role of Self-Help Extension Workers in the New Paradigm of Indonesian Agricultural Extension Syahyuti Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70, Bogor 16161 E-mail: syahyuti@gmail.com Naskah diterima: 14 Februari 2014; direvisi: 30 April 2014; disetujui terbit: 12 Mei 2014 ABSTRACT Involvement of farmers as actors to support extension activities have been underway for a long time with various approaches. In Indonesia, it started from the involvement of Kontak Tani (Advanced Farmers) in Supra Insus era, then farmer to farmer extension at P4S, as well as Penyuluh Swakarsa (Independent Extension Workers)” (in 2004), and the latest is Penyuluh Swadaya (Self-Help Agricultural Extension Workers) since 2008. The existence of self-help farmer extension workers are recognized since the enactment of Law No. 16/2006 on Extension System of Agricultural, Forestry and Fisheries. However, even though it runs nearly 10 years, the development of the role of self-help farmer extension workers is not optimal. This paper is a review of various posts including the recent research on self-help farmer extension workers and it aims to study the potential and problems of self-help farmer extension workers. It shows that the self-help farmer extension workers have a self-help capabilities and distinctive social position and they have to get right role. Appropriate support should be given to self-help farmer extension workers as the agricultural extension worker in the future and it must be distinguished between the government and private extension workers. Keywords: agricultural extension, new paradigm of agricultural extension, self-help farmer extension worker ABSTRAK Pelibatan petani sebagai pendukung dan pelaku langsung dalam kegiatan penyuluhan telah berlangsung cukup lama dengan berbagai pendekatan. Di Indonesia, hal ini dimulai dari pelibatan kontak tani pada era Bimas sampai Supra Insus, lalu pendekatan “penyuluhan dari petani ke petani” (farmer to farmer extension) di P4S, serta pengangkatan penyuluh swakarsa (tahun 2004), dan terakhir penyuluh swadaya (sejak tahun 2008). Keberadaan penyuluh swadaya diakui secara resmi semenjak diundangkannya UU No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Namun, meskipun sudah berjalan hampir 10 tahun, perkembangan peran penyuluh swadaya belum optimal. Tulisan ini merupakan review dari berbagai tulisan termasuk penelitian tentang penyuluh swadaya terakhir, untuk mempelajari potensi dan permasalahan penyuluh pertanian swadaya saat ini. Ditemukan bahwa penyuluh swadaya memiliki kapabilitas dan posisi sosial yang khas, sehingga batasan perannya mestilah diberikan secara tepat. Dukungan yang tepat harus diberikan kepada penyuluh swadaya sebagai sosok penyuluh pertanian yang strategis di masa mendatang, yang mesti dibedakan dengan penyuluh pemerintah dan penyuluh swasta. Kata kunci: penyuluhan pertanian, paradigma baru penyuluhan, penyuluh pertanian swadaya PENDAHULUAN Pendekatan dan strategi penyuluhan kon- vensional banyak menuai kritik. Hadirnya sosok penyuluh di Indonesia secara massif (era 1970-an sampai 1990-an) adalah bersa- maan dengan implementasi program dengan pendekatan revolusi hijau. Akibatnya, berbagai sisi positif dan juga kritik terhadap revolusi hijau dianggap juga merupakan keberhasilan dan sekaligus kelemahan dari penyuluh itu sendiri. Revolusi hijau misalnya dikritik karena menghasilkan polusi kimia berlebihan, penye- 43
  • 2. FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58 ragaman komoditas, memperbesar ketergantu- ngan petani, dan sering paket-paket yang di- sampaikan tidak cocok dengan kebutuhan petani. Metode LAKU (Latihan dan Kunjungan) juga dikritik karena pengetahuan cenderung berjalan searah dari atas ke bawah dan agak memaksa. Dampak negatif revolusi hijau mem- buat orang-orang mulai mempersoalkan pula pendekatan penyuluhan. Sebagian orang ber- alih ke konsep lain, misalnya pemberdayaan, namun sebagian tetap dengan konsep penyu- luhan namun dengan pendekatan baru. Mere- ka berkeyakinan, bahwa tidak ada yang salah dengan penyuluhan. Maka, mereka merumus- kan pendekatan baru untuk penyuluhan. Berbagai pemikiran baru untuk memo- dernkan dunia penyuluhan terangkum dalam UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyu- luhan Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, yang lahir setelah diimpikan semenjak tahun 1980-an oleh para ahli penyuluhan. Salah satu sisinya adalah tidak hanya melibatkan petani sebagai objek, namun juga menjadi subjek penyuluhan, yakni dengan mengangkat para penyuluh swadaya yang berasal dari kalangan petani sendiri. Pengangkatan penyuluh swa- daya belum memiliki pendekatan dan strategi yang matang, namun baru sebatas sekedar memenuhi kuantitas penyuluh, yang pernah ditarget satu penyuluh untuk satu desa. Sesuai dengan Permentan No. 72 Ta- hun 2011 tentang Pedoman Formasi Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian, kebutuhan pe- nyuluh pertanian seluruh Indonesia adalah 71.479 orang. Dari jumlah tersebut, yang baru tersedia adalah 27.961 orang atau hanya 39,4 persen. Kondisi inilah yang membuat pemerin- tah mengangkat para penyuluh non-PNS yakni PPL Tenaga Harian Lepas (THL) semenjak tahun 2007. Selain itu, untuk mendukung di lapangan, sesuai dengan mandat UU No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Per- tanian, Perikanan dan Kehutanan, juga di- angkat para penyuluh swadaya. Meskipun penyuluh swadaya telah diangkat, namun ke- bijakan pemerintah daerah dalam manajemen sumber daya manusia penyuluhan berbeda antarwilayah, sehingga kinerja mereka di la- pangan pun bervariasi. Dukungan langsung kepada penyuluh swadaya masih terbatas, meskipun beberapa Pemda di tingkat provinsi telah membentuk Badan Koordinasi Penyuluh- an (Bakorluh) terpisah dengan dinas teknis. Tulisan ini bertujuan menyampaikan bagaimana pentingnya keberadaan dan pe- nyuluh swadaya dalam perubahan paradigma penyuluhan pertanian yang sedang berlang- sung di Indonesia saat ini. Sebagai pengantar, tulisan ini diawali dengan dinamika keterlibatan petani sebagai subyek dalam kegiatan penyuluhan di Indonesia. Kemudian dilanjut- kan dengan perkembangan pemikiran tentang paradigma baru penyuluhan pertanian serta keberadaan penyuluh swadaya saat ini. Diharapkan tulisan ini mampu membuka pemikiran para pengambil kebijakan bahwa penyuluh swadaya mestilah diposisikan secara tepat, sehingga akan lebih berdaya guna. TINJAUAN KRITIS SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Penyuluhan Indonesia selama ini sedikit banyak masih berorientasi sektoral (sector- oriented extension), dengan ciri berupa promo- si komoditas, promosi penggunaan input ter- tentu, promosi penggunaan kredit pertanian, dan promosi pembangunan berkelanjutan ber- basiskan sumber daya alam. Orientasi pada hal-hal yang lebih bersifat konsultasi masih lemah, dimana selain pada aktifitas di tingkat usaha tani (farm level), penyuluh harus terlibat pula pada tingkat komunitas (community level). Penyuluh mestilah pula mengembangkan pro- gram kemandirian (self-help initiatives) dengan mempromosikan struktur sosial, organisasi so- sial, memotivasi, dan meningkatkan kesadaran kelompok sasaran . Pada era Bimas, tugas-tugas seorang penyuluh pertanian selengkapnya adalah (Padmanegara, 1980): (1) menyebarkan infor- masi pertanian yang bermanfaat; (2) mengajar- kan keterampilan dan kecakapan bertani dan lain-lain yang lebih baik; (3) memberikan reko- mendasi berusaha tani dan lain-lain yang lebih menguntungkan; (4) mengikhtiarkan fasilitas- fasilitas produksi dan usaha yang lebih me- nguntungkan dan menggairahkan; serta (5) me- nimbulkan swadaya dan swadana dalam usa- ha perbaikan dalam usahatani. Penyuluh per- tanian di Indonesia memegang peranan yang sentral ketika pelaksanaan Program Bimas dahulu. Menurut Badan Pengendali Bimas, tugas-tugas yang diemban Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dalam Sistem LAKU (Latihan dan Kunjungan) adalah (Sutjipta, 1982): me- nyelenggarakan berbagai demonstrasi perba- ikan usahatani bersama petani, membuat dan melaksanakan rencana kerja, membuat lapor- an untuk bahan evaluasi tugas dan pemecah- 44
  • 3. PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti an masalah, membina kelompok tani dan kon- tak tani, membantu terselenggaranya kegiatan petani dalam usaha tani, mengumpulkan data untuk bahan penyuluhan pertanian, membantu pengadaan sarana dan informasi yang diperlu- kan, mengadakan penilaian kegiatan hasil pe- nyuluhan pertanian di daerahnya, menyebar- kan informasi pertanian, mengajarkan penge- tahuan, menyampaikan rekomendasi perbaik- an usahatani, mengembangkan swakarya/ swadana petani dan mengupayakan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, serta mem- buat catatan keadaan dan kejadian penting di daerah kerjanya. Secara keorganisasian, cikal bakal lembaga penyuluhan pertanian di Indonesia, adalah pendirian Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) tahun 1948. Lembaga ini tidak hanya bergerak dalam pertanian, namun me- layani seluruh kebutuhan masyarakat sekitar- nya, bahkan termasuk untuk pengembangan kesenian dan budaya setempat. Tenaga pe- nyuluh secara khusus diangkat mulai pada awal tahun 1970-an, dalam program Bimas untuk menyebarluaskan teknologi intensifikasi pertanian yang dikemas dalam Panca Usaha- tani ke tengah masyarakat. Selama ini di Indonesia, telah terjadi perubahan sosok kemampuan penyuluh. Se- belum era kemerdekaan, dikenal mantri-mantri pertanian yang memiliki kemampuan spesialis dalam komoditas tertentu. Pertama penyuluh diangkat tahun 1970, ia masih spesialis (mono- valent), lalu berubah menjadi generalis (poli- valent) pada tahun 1974, namun semenjak tahun 1991 menjadi monovalent lagi. Lalu, semenjak tahun 1996 menjadi monovalent tapi juga sekaligus polivalent. Semenjak tahun 1970-an World Bank telah mempromosikan dan membiayai program yang dikenal dengan Metode Latihan dan Kun- jungan (Training and Visit System) yang dipen- dekkan menjadi Metode LAKU. Metode ini memberi tekanan kepada pengorganisasian penyuluhan. Disiplin dalam bekerja (rigid work) dan jadwal kerja merupakan pedoman kerja sekaligus alat untuk melakukan monitoring. Hubungan dengan lembaga penelitian bersifat formal, dan melakukan kontak secara teratur. Dengan membuat pemetaan kerja dan jaringan kerja dengan baik, maka lebih banyak petani dapat dijangkau. Petugas penyuluh menerima pelatihan secara reguler dan berkosentrasi kepada permasalahan yang nyata di lapangan. Pada awal 1990-an berkembang meto- de sekolah lapang petani (Farmer Field School), di mana petani selain belajar langsung dengan mengalami sendiri, juga menjadi petani pe- mandu di kelompok petani yang baru. Petani yang sudah mahir dan terampil kemudian menjadi penyuluh pada kesempatan yang lain, yaitu pada petani yang baru belajar. Metode Sekolah Lapang (SL) sudah sangat dikenal di Indonesia. Pendekatan ini digunakan dalam bentuk SL-PHT (Pengendalian Hama Terpadu), yang merupakan temuan peneliti Indonesia yang dapat dikatakan sangat mendunia, teruta- ma konsep sekolah lapangnya. Pendekatan ini telah diadopsi oleh banyak negara, dan seba- gian di antara mereka mengakui secara terbu- ka ide awal sekolah lapang ini (Bartlett, 2005). Sekolah Lapang menggabungkan kon- sep dan metode agroekologi, experiential edu- cation dan pemberdayaan komunitas (commu- nity development). SLPHT merupakan langkah penting kepada tercapainya suatu pengendali- an hama secara terpadu (Integrated Pest Ma- nagement) (Barlett, 2005), yang memadukan teori dan pengalaman petani di lapangan. Se- bagai hasilnya jutaan petani terutama di China, India, Indonesia, Filipina, dan Vietnam telah mampu mengurangi penggunaan pestisida dan memberikan hasil panen yang berkelanjutan (Dilts, 2001). Sekolah Lapang merupakan sebuah proses belajar secara kelompok (group-based learning process). Ini merupakan hal baru, karena sebelumnya penyuluhan oleh PPL dilakukan secara individual, meskipun per- temuan dilakukan dalam sebuah kelompok. Pengembangan lebih jauh konsep SL ini adalah pada Farm Business School (FBS). Ini adalah penerapan metode SL untuk materi pengembangan pemasaran hasil pertanian. Pola FBS mulai marak diterapkan semenjak tahun 2000-an, untuk memperkuat kemam- puan dan kapasitas petani dan organisasi petani dalam menjalankan usaha pertanian, terutama untuk memasarkan hasil produksi- nya. Di sini petani belajar meningkatkan efisi- ensi, pendapatan dan keuntungan, serta mam- pu memilih secara tepat apa komoditas yang mau ditanam, mengelola modal dan tenaga kerja, dan menangani risiko. Farm Business School menggunakan pendekatan FFS dalam kegiatannya yaitu “…to strengthen the entre- preneurial capacities of farmers and farmer organizations” (FAO, 2011). Di Indonesia ke- giatan FBS masih terbatas. Salah satu contoh adalah program the Participatory Market Chain Approach (PMCA) yang dijalankan para petani kentang di Jawa Barat. Pelatih berasal dari 45
  • 4. FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58 International Potato Center (CIP) dari Lima, Peru. Di sini dilibatkan petani, pedagang (mar- ket chain actors), dan pedagang sarana input pertanian (agricultural service providers). Me- reka berhasil membentuk manajemen baru dalam produksi dan sekaligus peluang pasar yang baru. ACIAR juga telah mengembangkan FBS yang dijalankan di kawasan Asia (terma- suk Indonesia) untuk membangun relasi yang kuat antara petani, pedagang, dan konsumen di negara-negara berkembang (Campilan, 2006). Sebelum pendekatan dari petani ke petani (farmer to farmer extension approach), para ahli ramai membicarakan program yang dipimpin petani (farmer-led extension program- mes). Di sini, berbagai kegiatan penyuluhan telah menggunakan petani sebagai pembantu utama dalam kegiatan pemberdayaan. Para petani maju berperan sebagai pendorong (promoters) dan pelatih, selain memanfaatkan jaringan sosial yang mereka sudah miliki. Sementara, di Amerika dikenal The Coopera- tive Extension System yang menggantikan model technology transfer. Penekanannya bukan pada adopsi teknologi belaka, tapi pada pendidikan dan pemberdayaan. Strategi ini dipilih untuk menghadapi perkembangan baru sosok Petani Amerika yang berlabel sebagai petani organik, biodinamis, holistik, pertanian alternatif, petani sadar lingkungan (ecological farmer), inovatif, atau pertanian keluarga (fa- mily farmers). Semua ini dijalankan dalam semangat pembangunan pertanian yang ber- kelanjutan. Pelaksana penyuluhan semakin beralih dari perguruan tinggi ke masyarakat. “Extension was established as a compliment to Land Grant Universities and Agricultural Expe- riment Stations that had been established earlier, in the late 1800s. Extension was to take the university to the people” (Ikerd, 2008). Pada era 1990-an, berbagai pihak di dunia ramai membicarakan perubahan konsep dan paradigma penyuluhan. Hal ini dikompilasi misalnya dalam buku FAO berjudul Strategic Vision and Guiding Principles (2000) for Pro- moting Agricultural Knowledge and Information Systems for Rural Development (AKIS/RD) (Rivera et al., 2001). Model AKIS/RD ini me- miliki visi pada perubahan reformasi kelemba- gaan penyuluhan dengan mempertimbangkan aspek-aspek pluralisme, efektivitas biaya dan manfaat (cost recovery), derasnya pelaku swasta (privatization), desentralisasi dan sub- sidiarity, serta penekanan kepada pendekatan yang partisipatif (participatory approaches). Paradigma baru ini disusun dengan menyadari perubahan lingkungan dunia yaitu isu globali- sasi, perubahan yang semakin cepat (rapidity), transportasi dan komunikasi, dan kecende- rungan terbentuknya apa yang disebut dengan pembangunan korporasi (corporate develop- ment). Ada perubahan kekuatan dari dominan- si pemerintah menjadi sektor swasta (private sector hegemony). Karena itu, paradigma baru penyuluhan menurut Rivera et al. (2001) ber- tolak atas kekuatan pasar (market-driven re- forms) dengan orientasi agribisnis. Selain itu, juga penyuluhan harus mampu menjawab be- ragam kebutuhan sehingga mesti lebih purpo- se-specific, target-specific, and need-specific. Sebelum diformalkan menjadi penyu- luh swadaya, petani telah cukup lama dilibat- kan dalam penyuluhan pertanian. Pada era Bimas sampai Supra Insus kita mengenal kontak tani, yakni petani tersebut maju dan ko- munikatif yang dipilih sebagai penghubung antara penyuluh dengan petani. Karena sulit- nya menjangkau seluruh petani sekaligus, maka dibutuhkan bantuan petani tersebut se- bagai komunikator. Secara harfiah arti kontak tani adalah petani yang dikontak atau dihubungi penyuluh jika ingin menyampaikan sesuatu ke masyarakat desa. Selain sebagai pembantu penyuluh, petani juga menjadi pelaku aktif dalam konsep metode belajar dari petani ke petani (farmer to farmer learning). Secara konseptual pendekat- an ini diyakini bisa lebih efektif. Komunikasi antarpetani diharapkan akan lebih efektif, karena sesama mereka memiliki kesamaan bahasa, persepsi terhadap persoalan, dan metode pemecahan masalah. Empati, sebagai salah satu syarat komunikasi, akan lebih terjamin. Hal ini diwadahi dengan pendirian berbagai Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S), di mana petani belajar dari petani secara langsung. Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) merupakan wadah pelatihan pertanian dan pedesaan yang didirikan, dimiliki, dikelola oleh petani secara swadaya baik perorangan maupun berkelompok. Bentuk lainnya adalah pengangkatan penyuluh swakarsa yang muncul mulai tahun 2004. Penyuluh pertanian swakarsa adalah para kontak tani, petani pemandu, dan petani teladan; yakni petani yang berhasil dalam usaha taninya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh pertanian. Para petani maju yang terpilih ini memiliki perhatian tinggi terhadap pertanian 46
  • 5. PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti dan juga mempunyai kemampuan dan motiva- si yang besar untuk memajukan pertanian. Peran aktif petani sebagai pemandu lapang dalam pendekatan sekolah lapang juga perlu dicatat secara khusus, di mana petani selain sebagai pemberi materi juga mengorgani- sasikan kegiatan. PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN Dalam pengertian yang umum, penyuluhan pertanian (agricultural extension) diartikan sebagai suatu sistem pendidikan luar sekolah untuk para petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki kesejahteraan hi- dupnya sendiri serta masyarakatnya. Pada pendekatan penyuluhan klasik, tujuan penyulu- han pertanian adalah mengembangkan petani dan keluarganya secara bertahap agar memiliki kemampuan intelektual yang semakin mening- kat, perbendaharaan informasi yang memadai dan mampu memecahkan serta memutuskan sesuatu yang terbaik untuk dirinya dan keluar- ganya (Padmanegara, 1980). Seluruh aktivitas penyuluhan berpedoman pada azas pokoknya yaitu menolong petani agar ia mampu meno- long dirinya sendiri (Sumintareja dalam Padmanegara, 1980). Namun, dalam pelaksanaannya berba- gai kritik telah timbul dari pendekatan penyulu- han klasik. Singh (2009) misalnya menyebut- kan bahwa penyuluhan pertanian selama ini menggunakan pendekatan yang provider men- tality di mana hanya fokus pada apa yang ha- rus disebarkan, juga terlalu luas informasi yang disampaikan (broadcasting), informasi yang disampaikan kadang-kadang tidak riil dan tidak sesuai kebutuhan nyata setempat, serta belum bertolak atas kebutuhan petani (demand driven). Sementara, Swanson and Rajalahti (2010) mengkritik bahwa penyuluhan klasik masih menggunakan model transfer teknologi (Technology Transfer Extension Models) yang cenderung searah dan sempit, namun belum menggunakan pendekatan yang partisipatif (Participatory Extension Approaches). Penye- babnya adalah karena kegiatan penyuluhan yang didominasi pemerintah menerapkan sistem yang kurang inovatif dan sangat bergantung kepada kemampuan dan pola pikir pemerintah yang sedang berkuasa semata. Secara teoritis, ada tiga objek yang mau dirubah dalam kegiatan penyuluhan, yaitu pengetahuan (aspek kognitif), sikap (aspek efektif) dan keterampilan (aspek psikomotorik). Perubahan perilaku adalah tujuan akhir dari seluruh rangkaian kegiatan, yaitu bertambah- nya perbendaharaan informasi, tumbuhnya keterampilan, serta timbulnya sikap mental dan motivasi yang lebih kuat sesuai dengan yang dikehendaki (Yustina dan Sudrajat, 2003). Fungsi utama penyuluh pertanian adalah sebagai mata rantai (change agent linkage) antar pemerintah sebagai change agency dengan masyarakat petani sebagai client systemnya. Banyak ahli telah menyumbangkan pemikirannya, bagaimana seharusnya pe- nyuluhan pertanian ke depan. Paradigma baru ini umumnya disusun untuk konteks pe- nyuluhan pembangunan perdesaan secara luas. Menurut Kerka (1998), pendekatan baru penyuluhan dibutuhkan karena kita meng- hadapi karakter masyarakat yang juga baru (new people and new institutions) yang lahir akibat berbagai issu-issu internasional. Kerka melihat bahwa keragaman merupakan nilai utama (core values) pada pertanian masa de- pan, sehingga kita harus siap dengan beragam audien pula. Kerka menyampaikan metode ba- ru yang ia sebut dengan New Delivery Methods dimana penyuluh memegang peran kunci da- lam memfasilitasi akses komunitas. Metode ini menggunakan konsep baru tentang bekerja dan belajar (new ways of working and learning). Penyuluhan mestilah mampu meng- ekplorasi kegiatan penyuluhan sebagai sebuah participatory learning organization dan mampu melahirkan pemimpin dari masyarakat ber- sangkutan (Earnest et al., 1995). Pendekatan penyuluhan telah berubah dari model sosok guru ke pembelajar (teacher to learner centered) dan dari kelembagaan ke kebutuhan komunitas (focus on institutional to community needs) (White and Burnham, 1995). Sejalan dengan ini, Patterson (1998) menambahkan bahwa penyuluhan baru harus memperhatikan sistem (managing systems), bukan sekedar orang per orang (people), dan membantu tercapainya visi komunitas. Menurut Marsh and Pannell (2002), tantangan penyuluhan masa depan adalah ba- gaimana mengintegrasikan penyuluhan peme- rintah (public sector) dengan penyuluh swasta (private sector). Untuk mengintegrasikannya dibutuhkan: (1) pengembangan pendidikan, pelatihan, dan keprofesionalan untuk sektor publik; (2) menyusun kelembagaan yang efi- sien dan berkelanjutan untuk meminimumkan 47
  • 6. FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58 biaya transaksi; dan (3) membangun struktur kelembagaan yang menjamin keefektifan keterkaitan antara sektor publik dengan swasta. Selain itu, juga perlu merubah metodo- logi penyuluhan dan transfer teknologi, yang sebelumnya linear model, top down, dan se- arah dari peneliti ke petani. Pada paradigma baru, petani memiliki kontrol yang lebih untuk menentukan informasi apa yang mereka butuhkan. Jadi penyuluhan lebih merupakan demand-pull dibandingkan science-push. Pe- ningkatan penggunaan kelompok-kelompok tani harus menjadi perubahan pokok yang berkaitan dengan paradigma baru ini. Artinya, penyuluh lebih sebagai fasilitator dibandingkan sebagai seorang ahli (experts) dalam ilmu dan teknologi. Dibutuhkan pula perubahan struktur kelembagaan, yaitu lingkungan yang mampu mendorong kerjasama dan koordinasi, melalui pengembangan struktur kelembagaan. Agen- agen penyuluhan mesti aktif membangun relasi yang formal antara lembaga penelitian dan konsultasi dengan sektor swasta. Penyuluhan perlu pula memberi perha- tian lebih khusus untuk kalangan buruh tani (landless agricultural labourers) karena mere- kalah yang bekerja seharian di sawah dan di ladang. Demikian pula dengan wanita tani, se- hingga penyuluhan mesti juga menggunakan pendekatan yang lebih memperhatikan perbe- daan gender. Kelompok lain adalah kalangan petani muda (rural youth), yang karena faktor usia, kematangan emosi, dan pengalaman, membutuhkan pendekatan yang berbeda. Objek pengetahuan baru yang mesti diberi perhatian lebih berkenaan dengan pasar. Penyuluh harus mulai memberikan pemahaman tentang perihal komersialisasi (some degree of commercialization) kepada petani, juga tentang biaya usaha (cost of production), dan bagaimana membaca pasar (mismatch between demand and supply). Sehingga, penyuluh pemerintah memiliki tugas khusus, yakni untuk meningkatkan efisiensi sistem secara keseluruhan melalui penguatan sinergi antara tiga segmen yaitu penelitian, penyuluhan, dan petani (Punjabi, 2001). Di sisi lain, penyuluhan pertanian ke depan sangat mungkin merupakan jasa yang bersifat komersial. Sebuah penelitian di India mendapatkan bahwa cukup banyak petani yang siap membayar jasa penyuluhan. Hasil penelitian Punjabi (2001) mendapatkan bahwa sebagian besar petani bersedia membayar jasa penyuluhan. Artinya, kehadiran penyuluh telah dianggap sebagai hal yang esensial untuk pengembangan usaha mereka, di mana petani luas berani membayar lebih tinggi. Secara umum, pada Tabel 1 disampaikan perbedaan antara penyuluhan berparadigma lama dengan yang baru. Namun, seorang ahli penyuluhan yakni Cees Leeuwis (Leeuwis, 2006) merasa istilah penyuluhan itu sendiri sudah tidak mampu lagi menampung konsepnya yang baru. Ia meng- gunakan istilah dengan komunikasi untuk inovasi. Cees Leeuwis seorang dosen di Wageningen University (Belanda) melontarkan konsep baru dalam bukunya Communication for Rural Innovation: Rethinking Agricultural Extension. Ia mentranformasi pemikiran from diffusion to systems of agricultural innovation, dan menghindari istilah penyuluhan karena berbagai alasan, dan menggunakan istilah ba- ru komunikasi untuk inovasi (Leeuwis, 2006). Beberapa alasan yang melatarbelakanginya adalah karena inovasi teknologi bisa datang dari banyak sumber, adanya perubahan para- digma dari sustainable agriculture and pro- gress menuju ecological knowledge system, berkembangnya interdependence model dan innovation system framework, di mana yang terlibat tak hanya peneliti dan penyuluh tetapi juga pengguna teknologinya, perusahaan swas- ta, NGO, dan juga supportive structures (se- perti pemasaran dan kredit). Selain itu, ia meli- hat pentingnya proses belajar (learning pro- cesses). Proses belajar adalah “…a way of evolving new arrangements specific to local contexts”. Cees Leeuwis mengkritik Teori Difusi Inovasi yang cukup lama mempesonakan banyak ahli dulu. Teori ini berupaya mem- pelajari bagaimana, mengapa dan apa yang menyebabkan kecepatan ide dan teknologi menyebar di masyarakat. Asalnya adalah Buku Everett M. Rogers Diffusion of Innovations ta- hun 1962 yang disusun dari studi pada lebih dari 508 kasus. Konsep difusi dipelajari awal- nya oleh sosiologi Perancis Gabriel Tarde (1890), serta antropolog Jerman dan Austria Friedrich Ratzel dan Leo Frobenius. Lalu, ta- hun 1971, EM Rogers mempublikasikan Com- munication of Innovations; A Cross-Cultural Approach, dari teori proses difusi dan evaluasi sistem sosial. Teori Adopsi Inovasi lalu menda- patkan kritik karena faktanya sumber teori berasal dari riset kegiatan pertanian dan prak- tek medis, teknologi juga bukanlah sesuatu 48
  • 7. PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti yang statis, adanya pro-innovation bias, indivi- dual-blame bias, recall problem, dan lain-lain. Cees Leeuwis melontarkan konsep ba- ru karena ia menyadari bahwa saat ini berba- gai perubahan lingkungan sedang berlangsung yang era sebelumnya belum ada. Di antaranya adalah kebijakan sumber pendanaan yang ba- ru yang tidak hanya dari pemerintah, perkem- bangan teori penyuluhan, adanya teknologi ko- munikasi baru (internet), perhatian pada isu keberlanjutan ekosistem dan manajemen sum- ber daya alam baru, globalisasi dan liberalisasi pasar, pertanian multi fungsi, reformasi agraria baru, serta intensitas pengetahuan, masyara- kat pengetahuan, dan komoditasi pengetahu- an. Masyarakat berpengetahuan adalah suatu tatanan masyarakat yang menjadikan ilmu pe- ngetahuan sebagai sesuatu yang penting dan menyandarkan segala permasalahan dan solu- sinya kepada cara-cara, kemampuan dan metode ilmu pengetahuan. Selain itu, juga tim- bul praktek profesional penyuluhan yang baru dan berbeda dengan misi, dasar pemikiran, cara beroperasi, manajemen, pengorganisa- sian, dan isu-isu kolektif yang berbeda pula. Pada pendekatan klasik, penyuluh adalah semata sosok penyampai teknologi kepada petani. Pandangan ini telah banyak berubah. Ada banyak peran-peran baru yang harus dijalankan seorang penyuluh. Menurut Chamala and Shingi (2007), ada empat peran penyuluh yang penting. Pertama adalah peran pemberdayaan (empowerment role). Ini meru- pakan peran baru penyuluhan, di mana penyu- luh membantu petani dan komunitas perdesaan untuk mengorganisasikan dirinya sendiri dan memberdayakannya untuk tumbuh dan ber- kembang. Penyuluh memberi pemahaman dan memberdayakan petani untuk membuat komit- men dan bergerak (action). Kedua, peran mengorganisasikan ko- munitas (community-organizing role). Di sini pe- nyuluh mesti belajar prinsip-prinsip pengorga- nisasian komunitas dan keterampilan dalam menangani organisasi petani (group manage- ment skills) (Chamala and Mortiss, 1990). Un- tuk itu, penyuluh mesti paham struktur sosial masyarakat yang dihadapi, hukum (by-laws), aturan (rules), dan berperan langsung dengan membantu pemimpin petani dalam merenca- nakan, melaksanakan, dan memonitor program. Tabel 1. Perbandingan Penyuluhan Berparadigma Lama dengan yang Baru Aspek Penyuluhan lama Penyuluhan baru Penanggung jawab pe- nyuluhan Semata-mata adalah tanggung jawab pemerintah nasional, seba- gai pelayanan untuk warga. Melihat penyuluhan sebagai seperangkat fung- si yang dapat dijalankan oleh beragam pihak, pada berbagai level, tidak mesti pemerintah. Fungsi penyuluhan Untuk mentransfer teknologi, agar produksi komoditas meningkat. Tugas penyuluhan lebih luas, karena men- cakup pula upaya untuk memobilisasi, meng- organisasikan, dan sekaligus mendidik petani. Posisi penyuluhan Terpisah dengan instansi lain. Penyuluh berada dalam kantornya sendiri. Koheren. Penyuluhan sebagai sistem penge- tahuan yang komprehensif, tidak terpisah antara penemuan teknologi dengan transfer- nya. Penyuluh digabung dengan peneliti dan staf pendukung lain. Model transfer teknologi Linear, sekuensial, dan satu arah. Lebih realistik, siklis, dan dinamis (antara petani, peneliti, penyuluh dan guru). Desain proyek Menurut perspektif pengajar, ang- garan disediakan untuk kegiatan pengajaran. Memungkinkan untuk mengembangkan lear- ning model, melibatkan para stakeholders utama. Pendekatan Lip sevice, dimana menyuluh adalah menyampaikan teknologi. Lebih pada pemecahan masalah, penyuluh melibatkan teknologi informasi eksperimental, mengaitkan penelitian, manajer penyuluhan, dan organisasi petani. Jenis penyuluh Penyuluh hanya staf pegawai pemerintah. Sesuai dengan UU No 16 tahun 2006 ada 3 jenis penyuluh yaitu penyuluh pemerintah, penyuluh swadaya (dari petani) dan penyuluh swasta. Posisi petani Petani adalah objek penyuluhan. Sebagai objek serta juga subjek penyuluhan. 49
  • 8. FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58 Penyuluh juga mesti memiliki keterampilan dalam resolusi konflik, negosiasi, dan mampu melakukan komunikasi yang persuasif. Ketiga, peran dalam pengembangan sumber daya manusia. Di sini, penyuluh mem- berdayakan petani dan memberikan kesadaran tentang peran baru yang dapat mereka main- kan. Keterampilan yang dibutuhkan adalah kemampuan teknis (technical capabilities) yang dipadukan dengan kapabilitas manaje- men (management capability). Ini merupakan kegiatan mendasar untuk peningkatan kapasi- tas masyarakat, yaitu mendorong komunitas desa untuk memahami kemampuan mereka sendiri sesuai dengan kekhasannya dalam me- rencanakan, menjalankan, dan memonitoring. Keempat, peran dalam pemecahan masalah dan pendidikan (problem-solving and education role). Peran ini merupakan peran penyuluh yang sangat penting. Fokus tentang ini pun sudah bergeser dari semula pada kemampuan memberikan pemecahan teknis (technical solutions) kepada memberdayakan organisasi petani untuk memecahkan persoa- lannya sendiri. Jadi, selain memperhatikan pe- tani secara individual, penyuluh harus mem- perhatikan lebih kepada organisasi-organisasi petani. Penyuluh harus bisa membantu mere- ka mengidentifikasi masalah mereka sendiri, dan mencari solusinya dengan mengkombina- sikan dari pengetahuan sendiri (indigenous knowledge) dan dari pengetahuan luar (impro- ved knowledge). Perubahan ini merupakan pe- rubahan dari the education role from lectures, seminars, and training to learning by doing and encouraging farmers and FOs to conduct experiments and undertake action-learning projects (Chamala dan Singi, 2007). Perlu dibedakan antara peran dalam mengorganisasikan komunitas (Community Organizing/CO) dan pembangunan komunitas (Community Development/CD). Pengorgani- sasian komunitas merupakan elemen kerja yang penting dalam pengembangan masya- rakat. Keberhasilan CD sangat bergantung kepada keberhasilan CO karena inti dalam CD tentu saja masyarakat itu sendiri, baik individu- individunya maupun kelompok-kelompok yang eksis. Keberhasilan mengorganisasikan orang- orang akan memudahkan keberhasilan kerja CD secara keseluruhan. Pengorganisasian komunitas bertujuan untuk pengembangan komunitas. Community Organizing dapat dipahami sebagai aktivitas Tabel 2. Perbedaan Penyuluhan dengan Komunikasi untuk Inovasi Penyuluhan Komunikasi untuk inovasi Inovasi adalah proses keputusan individual. Inovasi memiliki dimensi kolektif yang terpengaruh oleh resolusi konflik, pembangunan organisasi, pembelajaran, dan juga negosiasi sosial. Peran penyuluh adalah menyebarkan inovasi (cetak biru), sehingga bisa tidak kontekstual dengan kondisi dan permasalahan lokal. Penyuluh mendesain bersama petani. Berlangsung proses desain dan adaptasi inovasi dan inovasi-inovasi kolektif yang bersifat kontekstual. Inovasi diciptakan dari kegiatan penelitian. Inovasi lebih pragmatis, ada sisi teknis dan sosial, perlu menciptakan jaringan pendukung. Petani dan penyuluh bisa juga menciptakan inovasi. Sesuai teori Everett M. Rogers, semua petani bergerak ke arah yang sama. Strategi dan aspirasi petani menyangkut lingkungan sosial dan alam mereka. Petani kecil berbeda kebutuhan dan cara berfikir dengan petani besar. Ada petani yang lamban, mundur, dan stagnan (mono perspektif). Penelitian di Irlandia (Leeuwis, 1989) mendapatkan bahwa petani lamban sesungguhnya juga mengadopsi sejumlah inovasi yg sama banyaknya. Mereka hanya memiliki dinamisme yg berbeda (multi perspektif). Perubahan dan inovasi dapat dan harus direncanakan. Mengelola kekomplekan, konflik, dan hal-hal yg tak terduga (misal penemuan tak sengaja, pengaruh jaringan informal, kreatifitas, antusiasme, dan hubungan personal). Organisasi penyuluhan sesuatu yang stabil. Pelaksana penyuluhan terstruktur secara ketat dari pusat sampai ke daerah. Organisasi penyuluhan berbentuk learning organization. Anggota saling berbagi pengalaman positif dan negatif. Ada penyesuaian misi, pelayanan, produk, kultur, dan prosedur organisasi. Sumber: disarikan dari Leeuwis (2006). 50
  • 9. PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti para profesional yang bekerja bersama mem- bantu langsung komunitas menciptakan pem- bangunan komunitas (community building). Point ini penting karena sedikit banyak akan menghadapi konflik di lapangan, sehingga dibutuhkan perjuangan sosial (social struggle) untuk mewujudkan komunitas yang siap untuk menerima perubahan dan menjalankan kema- juan. Sementara, CD berupaya memberdaya- kan individu dan kelompok-kelompok dengan memberi mereka keterampilan yang bermanfa- at untuk mempengaruhi dan merubah komuni- tas mereka. Para pekerja CD bekerja dalam dua level sekaligus, yaitu memahami dan lalu mempengaruhi individu demi individu, dan juga bekerja pada level komunitasnya. Jika pada level individu aspek-aspek modal manusia (human capital) lebih banyak diperhatikan, sedangkan pada level komunitas lebih pada aspek-aspek modal sosial (social capital). Lingkup kerja Community Organizing lebih sempit. Community Organizing adalah proses di mana masyarakat yang tinggal berde- katan, satu sama lain masuk untuk membentuk sebuah organisasi dan bertindak bersama se- suai dengan keinginan yang sama (shared self-interest), serta juga mengidentifikasi dan menggerakkan berbagai modal yang ada da- lam komunitas, yaitu human capital, financial capital, physical capital, dan lain-lain. Semen- tara, Community Development bermakna lebih luas yaitu sebagai suatu strategi dan proses yang bergerak menuju kepada kualitas hidup yang lebih baik (quality of life in a community) dalam segala sisinya baik menyangkut peker- jaan, perumahan, lingkungan fisik, bisnis, pen- didikan, kesehatan, keamanan, modal sosial, dan lain-lain. PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN DALAM UU NO. 16 TAHUN 2006 Berbagai pihak di Indonesia telah lama men- cari dan merumuskan paradigma baru penyuluhan pertanian untuk Indonesia, setelah penyuluh dikontrol secara ketat di era Bimas. Dalam publikasi yang bertajuk Paradigma Penyuluhan Pertanian pada abad ke-21 (1999), Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian (Departemen Pertanian) telah me- lihat perlunya penyuluhan pertanian sebagai sesuatu yang lebih berfokus pada pember- dayaan masyarakat desa dari pada sekedar penyampaian teknologi. Penyuluhan pertanian diharapkan tidak hanya membuat petani mampu berproduksi, tetapi harus berproduksi secara mandiri, dan sekaligus mampu menca- pai kesejahteraan keluarganya. Jadi, penyuluh tidak hanya sebagai sistem penyampaian (delivery system) bagi informasi dan teknologi pertanian untuk peningkatan produksi, tapi harus menjadi sistem yang berfungsi mencip- takan pertanian sebagai suatu usaha yang menguntungkan bagi petani. Intinya, penyuluh mesti lebih berorientasi agribisnis, karena agribisnis telah dipilih sebagai strategi pokok dalam pembangunan pertanian. Upaya ini sejalan dengan berbagai pendekatan yang juga mulai dikembangkan untuk memperbaiki penyuluhan di level dunia. Misalnya berupa Gerakan Campesino-a- campesino di Amerika Tengah, sekolah lapang (farmer field school) di Asia Tenggara, pendekatan Problem Census di Asia Selatan, dan program fasilitasi informasi di Afrika (Scarborough et al., 1997). Semua ide ini mempromosikan petani dan masyarakat desa lain sebagai aktor utama perubahan (principal agents of change) di komunitasnya. Petani tak hanya menjadi kunci untuk akses bagi jasa yang diberikan penyuluh profesional maupun petani (petani maju atau kontak tani), namun mereka membuat keputusan-keputusan mana- jemen dan melakukan berbagai kegiatan penyuluhan sendiri. Penyuluhan pada prinsip- nya tidak hanya dapat dilakukan oleh petugas pemerintah. Kalangan agamawan, perusahaan komersial, dan organisasi petani juga dapat menjadi penyuluh. Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 telah memuat berbagai pemikiran dan relatif sejalan dengan paradigma baru penyuluhan pertanian. Penyuluh pertanian dalam UU ini dimaknai sebagai perorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyulu- han, mencakup penyuluh pemerintah, swasta, maupun swadaya. Penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh (Pasal 1). Beberapa indi- kator penerapan paradigma baru setidaknya terlihat dari hal-hal berikut ini, yaitu: Pertama, pada Bab Asas, Tujuan, dan Fungsi, yakni Pasal 2 disebutkan bahwa Pe- nyuluhan diselenggarakan berasaskan demo- krasi, manfaat, kesetaraan, keterpaduan, kese- imbangan, keterbukaan, kerja sama, partisi- patif, kemitraan, berkelanjutan, berkeadilan, pe- merataan, dan bertanggung gugat. Dapat dika- 51
  • 10. FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58 takan, hampir seluruh ide dan sikap positif pem- bangunan telah diadopsi dalam kalimat ini, uta- manya pada asas demokrasi dan partisipasi. Kedua, penyuluhan tidak lagi pada se- kedar peningkatan produksi pertanian, namun pada manusianya. Pasal 3 menyebut bahwa tujuan penyuluhan meliputi pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial. Dicakupnya objek modal sosial di sini bermakna bahwa penyuluh pertanian Indone- sia harus mempunyai fokus lebih luas dari sekedar individu petani (pengetahuan-sikap- ketrampilan), namun juga organisasi petani dan berbagai jaringan sosial yang terbentuk di masyarakat. Tujuan mulia ini dicapai dengan memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penum- buhan motivasi, pengembangan potensi, pem- berian peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi (point b). Ketiga, menerapkan manajemen yang terintegratif, tidak lagi terpasung ego sektoral. Pada Pasal 6 terbaca bahwa penyuluhan dilak- sanakan secara terintegrasi dengan subsistem pembangunan pertanian, perikanan, dan kehu- tanan. Pasal 7 disebutkan dalam menyusun strategi penyuluhan, pemerintah dan pemerin- tah daerah memperhatikan kebijakan penyulu- han dengan melibatkan pemangku kepentingan dibidang pertanian, perikanan, dan kehutanan. Keempat, pelibatan masyarakat pe- tani, dan menjadikan petani sebagai subjek penyuluhan. Pada point b pasal 6 disebutkan: penyelenggaraan penyuluhan dapat dilaksana- kan oleh pelaku utama dan/atau warga masya- rakat lainnya sebagai mitra pemerintah dan pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama, yang dilaksanakan se- cara terintegrasi dengan programa pada tiap- tiap tingkat administrasi pemerintahan. Sema- ngat ini dikuatkan oleh Pasal 29, di mana pe- merintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan mendorong peran serta pelaku utama dan pelaku usaha dalam pelaksanaan penyuluhan. Kelima, penyuluhan tidak lagi di- monopoli oleh pemerintah dengan diakuinya keberadaan penyuluh swadaya yang berasal dari petani dan penyuluh swasta. Dengan UU ini dilahirkan pula Komisi Penyuluhan Perta- nian sebagai organisasi independen yang di- bentuk pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang terdiri atas para pakar dan/atau praktisi yang mempunyai keahlian dan kepedulian dalam bidang penyuluhan atau pembangunan perdesaan. Selain ini, juga di- bentuk wadah koordinasi penyuluhan nasional yang bersifat nonstruktural. POSISI PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN Salah satu sisi paradigma baru penyuluhan adalah penyuluhan partisipatif, bukan penyuluh yang searah. Penyuluh harus bisa hidup di antara petani, hadir di dalam semangat petani serta terlibat secara partisipatif dalam kegiatan petani. Jadi, penyuluh tidak hanya memberikan teori budidaya serta masalah hama dan penyakit tanaman, namun harus bisa membukakan dan menguatkan petani untuk berkarya. Dulu posisi penyuluh terdapat pada tubuh birokrasi. Sekarang dibutuhkan tenaga penyuluh yang berkemampuan mengembang- kan komunikasi partisipatif dengan petani dan mampu membangun jaringan berbasis komu- nitas. Petani tidak membutuhkan sekedar pe- nyuluh, namun seorang pendamping yang se- tia, ikhlas memberikan pengetahuannya, dan mau terlibat serta hidup bersama di tengah masyarakat petani. Target akhirnya, adalah membangun dan memelihara hubungan inter- aktif antara pemerintah, swasta, dan komuni- tas petani. Dalam konteks inilah posisi penyuluh swadaya sangat sesuai. Sebagai anggota ko- munitasnya sendiri yang telah lama dikenal, penyuluh swadaya lebih mampu mendorong partisipasi. Partisipasi adalah proses tumbuh- nya kesadaran terhadap kesalinghubungan di antara stakeholders yang berbeda dalam ma- syarakat, yaitu antara kelompok-kelompok so- sial dan komunitas dengan pengambil kebija- kan dan lembaga-lembaga jasa lain. Penyuluh swadaya menjadi aktor dalam pembangunan yang partisipatif (participatory development). Dalam partisipasi, penyuluh swadaya dapat memainkan peranan secara aktif, memiliki kon- trol terhadap kehidupan komunitasnya sendiri, mengambil peran dalam masyarakat, serta menjadi lebih terlibat dalam pembangunan. Dari tujuh karakteristik tipologi partisi- pasi (Pretty, 1995), keberadaan tokoh lokal akan lebih mampu menghasilkan partisipasi interaktif, di mana masyarakat berperan dalam proses analisis untuk perencanaan kegiatan dan penguatan kelembagaan dan masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksa- 52
  • 11. PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti naan keputusan-keputusan yang diambil, se- hingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan. Hal ini sejalan dengan partisi- pasi mandiri (self-mobilization) di mana masya- rakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas tanpa dipengaruhi oleh pihak luar. Hal ini me- rupakan bentuk aksi kolektif masyarakat lokal yang menyusun dan mengimplementasikan rencana mereka sendiri dan absennya inisiasi dan fasilitator dari luar (collective action). Untuk memperkuat partisipasi, perlu penumbuhan kesadaran dan pengorganisa- sian masyarakat. Untuk itu, komunitas harus didorong untuk memperkuat proses pengorga- nisasian mereka sendiri dan mendukung ber- bagai inisiatif yang timbul. Bersamaan dengan itu, pemerintah harus mendorong penciptaan kebijakan yang mendukung aksi mandiri ma- syarakat tersebut. Kehadiran tokoh lokal yang kuat dapat menghindarkan dari partisipasi ma- nipulatif, menuju partisipasi mandiri-demokratis (Arnstein, 1969). Dalam konteks ini, penyuluh swadaya dapat menjadi tokoh tersebut. Inilah posisi unik penyuluh swadaya, karena ia adalah bagian dari komunitas petani itu sendiri. Sejalan dengan partisipasi, konsep pemberdayaan (empowerment) sangat kental bernuansa politik karena berkaitan dengan kekuasaan. Penyuluh swadaya sebagai bagian dari komunitas semestinya juga mampu mem- bangun akses dan modal politik. Selain modal partisipatif dan politis, penyuluh swadaya juga punya nilai lebih pada kepemilikan modal sosial. Posisi penyuluh swadaya sebagai ba- gian dari komunitas merupakan sumber daya yang sangat penting. Karena itu, adalah keliru jika pemerintah hanya menempatkan penyuluh swadaya sebagai elemen SDM dalam pemba- ngunan dan hanya membantu penyuluh pe- merintah. Memandang penyuluh swadaya ha- nya sebagai sumber daya manusia (human capital) merupakan pandangan yang sempit. Ada kapasitas penyuluh swadaya yang se- sungguhnya jauh lebih pokok, yakni sebagai elemen yang mampu menumbuhkan dan menjaga modal sosial dalam komunitasnya. Jika masyarakat bisa divisualisasikan dengan seperangkat titik-titik dan garis-garis, di mana titik adalah simbol manusia dan garis simbol relasi antarmanusia; maka human capital hanya bicara titik sedangkan social capital bicara garis. Konsep social capital dapat diterapkan untuk upaya pemberdayaan masyarakat karena social capital menjadi semacam perekat yang mengikat semua orang dalam masyarakat (World Bank, 2005). Dalam sosiologi, social capital adalah “...the expected collective or economic benefits derived from the preferential treatment and cooperation between individuals and groups” (Putnam, 2000). Penyuluh swadaya dalah agen penting yang menjadi simpul pembentukan modal sosial di komunitasnya. Penggunaan konsep sumber daya ma- nusia akan membatasi strategi hanya pada peningkatan kapasitas individual manusia, mi- salnya peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Jika menggunakan pendekatan modal sosial strategi yang diterapkan lebih luas mencakup proses belajar secara sosial (social learning, group learning, dan lain-lain). Jika indikator pengukuran kemampuan SDM adalah tingkat pendidikan, jumlah pelatihan, umur, keahlian yang dimiliki individu-individu, serta produktivitas kerja; indikator pengukuran modal sosial lebih luas mencakup norma, kepercayaan, jaringan sosial, dan resiprositas yang terbentuk dalam komunitas, serta juga kekompakan sosial (social cohesion). Dengan konsep human capital, maka penyuluh swadaya hanya dilihat sebagai kom- ponen organisasi, sedangkan dengan konsep social capital ia dipandang sebagai penggerak komunitas. Penyuluh swadaya lebih sebagai pihak masyarakat dibanding sebagai pem- bantu pemerintah. Jika kita memandang pe- nyuluh swadaya dalam konteks human capital maka yang diberikan adalah peningkatan pe- ngetahuan dan keterampilan. Sebaliknya, jika menggunakan pendekatan social capital, pe- nyuluh swadaya diposisikan untuk memper- kuat relasi apa yang berlangsung ketika manu- sia berinteraksi dengan manusia lain. Dengan kata lain, penyuluh swadaya tidak semata employment, namun sebagai makhluk sosial (social beings) sebagai energi di komunitasnya yang dicirikan oleh daya kreatifitasnya yang tak dapat dikalahkan oleh makhluk lain di bumi ini. Ia memiliki intellectual capital. Chamala dan Shingi (2007) dalam tulisannya Establishing and Strengthening Farmer Organizations, menyampaikan bahwa pada organisasi yang berbentuk commodity- based organizations, penyuluh dapat mem- bantu mengintegrasikan berbagai aspek untuk memaksimalkan pendapatan petani. Penyuluh memperhatikan organisasi sekaligus sisi tek- nologi di sawah dan ladang. Beberapa point penting yang perlu dipertimbangkan untuk pe- 53
  • 12. FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58 ningkatan peran penyuluhan adalah apa ke- butuhan spesifik yang perlu disuluhkan, bagai- mana penyuluhan diorganisasikan (organizing) sehingga bisa berkelanjutan, dan bagaimana relasi dengan sumber teknologi bisa dijalin. Satu objek yang kurang disentuh selama ini adalah penyuluhan berkenaan dengan pasar dan pemasaran (extension markets). Ini juga menjadi nilai lebih seorang penyuluh swadaya karena umumnya mereka selain bertani adalah juga pelaku usaha agribisnis, mulai dari menyediakan sarana produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil pertanian. Dulu hanya dikenal satu jenis pe- nyuluh pertanian, yaitu Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang diangkat oleh peme- rintah. Namun, semenjak keluarnya Undang- Undang No.16 tahun 2006 telah dikenal tiga jenis penyuluh, yaitu penyuluh PNS, penyuluh swasta, dan penyuluh swadaya (petani). Khu- sus untuk tipe penyuluh yang baru ini, telah dikeluarkan pula Permentan No. 61 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Swasta. Ketiga pe- nyuluh ini memiliki persamaan dan perbedaan yang jika dikombinasikan akan mampu meng- hasilkan sistem penyuluhan pertanian yang kuat. Penyuluh PNS dan swasta dapat disebut kontradiktif dalam segala sisinya. Ini karena sifat birokrasi pemerintah yang sentra- listis, dengan pegawai banyak, dan ukuran pe- nilaian pegawainya adalah loyalitas. Semen- tara organisasi swata desentralistis, pegawai- nya ramping dan efisien, dan indikator kinerja pegawainya adalah pencapaian hasil. Penyuluh swadaya dapat disebut se- bagai sosok yang lengkap. Jenis penyuluh ini melakukan kegiatan penyuluhan dengan moti- vasi sosial, pelayanan, namun sekaligus bisnis. Banyak penyuluh swadaya yang memiliki bisnis berupa penyedia sarana produksi, serta menampung dan memasarkan hasil pertanian. Sehingga, penyuluh swadaya sesungguhnya menyuluhkan teknologi baru kepada mitra bis- nisnya sendiri. Jadi, dalam prakteknya, sosok penyuluh PNS dan swasta saling konvergen dalam diri penyuluh swadaya. Tabel 3. Perbedaan Karakteristik Penyuluh Pemerintah, Swasta dan Swadaya Penyuluh PNS Penyuluh swasta Penyuluh swadaya Pelakunya PNS yang digaji bulanan oleh pemerintah, atau penyuluh honorer (PPL-THL). Pegawai perusahaan swasta yang digaji untuk memperkenalkan dan memasarkan sarana produksi per- tanian (benih, pupuk, pestisida, mesin, dll). Petani, yakni bisa berupa kontak tani, petani maju, dan pengurus organisasi petani. Basis kerjanya melayani. Penyuluh PNS tidak boleh mencari keuntung- an dari petani. Mencari keuntungan. Menyampai- kan teknologi baru agar daga- ngannya laku. Membantu petani secara sosial. Namun dalam prakteknya juga memperoleh keuntungan sosial dan finansial dari kegiatan ini. Hanya bisa sebagai motivator dan komunikator, namun dibebani pro- gram pemerintah. Sebagai komunikator dan motiva- tor yang berorientasi keuntungan. Sosoknya lebih lengkap, sebagai pembaharu, motivator, organisator komunitas, dan pemimpin lang- sung di lapangan. Kekuatannya adalah pada penge- tahuan teoritis yang kuat, terampil mengkomunikasikan, dan jaringan sumber informasi lebih luas. Namun, sering diledek sebagai “Jarkoni” (Ngajar namun ora ngalakoni). Pengetahuan teknis kuat, didu- kung fasilitas perusahaan yang kuat, jaringan kerja luas (sampai internasional), namun ilmunya cen- derung sempit. Sebatas barang dagangannya saja. Kekuatannya adalah kesamaan bahasa dan persepsi terhadap persoalan dengan petani, dan memiliki pengalaman karena telah melakukan sendiri sebelum di- suluhkan. Masalahnya terlalu banyak dibebani administrasi, rapat-rapat, bekerja ka- rena tugas, insentif finansial lemah. Tidak terdata, tidak terkontrol, ti- dak berkoordinasi dengan peme- rintah. Jumlahnya masih terbatas, ke- mampuan lebih spesifik. Tanggung jawab kerja per wilayah, sehingga harus polivalent, namun sebagian bisa monovalent. Monovalent, bahkan cenderung sangat sempit bidang yang dikua- sainya. Basis keahliannya sempit sehing- ga monovalent agar lebih fokus, dan wilayah kerjanya sebaiknya tidak dibatasi. 54
  • 13. PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti STATUS, KINERJA, DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PENYULUH SWADAYA Bagaimana kondisi penyuluh swadaya saat ini secara lebih kurang terbaca dalam Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/11/2008 tentang Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta. Dalam Permentan ini disebutkan bahwa pembinaan terhadap pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian khususnya bagi pe- nyuluh pertanian swadaya dan penyuluh pertanian swasta selama ini dirasakan belum memiliki arah yang jelas, juga belum di- dayagunakan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha. Permasalahan lain adalah masih lemahnya fungsi dan peran penyuluh swadaya dalam penyelenggaraan penyuluhan, masih rendah- nya motivasi kerja, belum terciptanya meka- nisme kerja antara ketiga jenis penyuluh, dan belum terciptanya kinerja dan profesionalisme penyuluh swadaya. Dukungan dan keberadaan penyuluh swadaya saat ini cukup besar. Sebagai contoh, dari sisi jumlah, jumlah penyuluh per Juli 2011 sebanyak 52.428 orang, terdiri dari penyuluh PNS 27.961 orang, penyuluh honorer 1.251 orang, THL-TB 23.216 orang, dan Penyuluh Swadaya sebanyak 8.107 orang (Badan Pe- nyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2013). Penelitian Indraningsih et al. (2013) di tiga provinsi mendapatkan informasi bahwa kemampuan penyuluh swadaya relatif bera- gam, namun penguasaan dari aspek teknis sudah memadai. Sebagian memperolehnya karena mengikuti pelatihan dari pemerintah, dan sebagian lagi karena belajar secara mandiri dari pengalaman yang sudah puluhan tahun di sawah dan ladang. Ditemukan pula bahwa belum ada kejelasan tentang bagai- mana tupoksi penyuluh swadaya, dalam hal pembagian peran dan tanggung jawab. Umum- nya peran penyuluh swadaya masih terbatas pada petani di dalam kelompok tani dan paling jauh pada petani sedesa. Namun, beberapa penyuluh swadaya sudah ada yang mem- berikan penyuluhan sampai ke luar desa dan luar kecamatan. Tugas mereka belum dijalan- kan optimal karena ketiadaan pembagian pekerjaan yang jelas dengan penyuluh peme- rintah. Sementara, penyuluh swasta sama sekali belum diperhatikan, bahkan juga belum pernah dikumpulkan datanya. Saat ini penyu- luh swasta setiap hari berinteraksi dengan petani, membuat demplot, serta menyam- paikan dan menjual input usahatani ke petani tanpa pengawasan sama sekali. Penyuluh swadaya adalah pelaku utama pertanian sesuai dengan bidangnya. Selain bertani, sebagian juga menjadi pelaku usaha di bidang pemasaran hasil pertanian, maupun pengadaan sarana produksi. Penyuluh swa- daya umumnya aktif pada beberapa organisasi petani, baik pada Kelompok Tani, Gapoktan, maupun Koperasi dan Badan Usaha Milik Petani (BUMP). Mereka adalah tokoh petani setempat yang bergerak langsung di lahan namun juga memiliki bisnis yang berkaitan dengan pekerjaannya. Hal ini menjadi faktor yang saling menguatkan, sehingga dalam diri seorang penyuluh swadaya melekat sekaligus sosok sebagai pelayan dan pebisnis. Kombi- nasi seperti ini menjadikannya lebih kuat dibandingkan penyuluh PNS yang misalnya hanya memiliki sosok sebagai pelayan. Seba- liknya, seorang penyuluh swasta hanya me- miliki sosok sebagai pebisnis belaka. Dari data dan informasi yang dikum- pulkan, terutama informasi kualitatif, maka dari 32 orang responden penyuluh swadaya, tipologinya dapat dibedakan atas empat tipe peran yang dijalankannya (Indraningsih et al., 2013), yaitu: (1) penyuluh sebagai pendamping teknis, (2) sebagai penggerak komunitas khususnya dalam pengembangan organisasi petani, (3) penyuluh swadaya sebagai pem- baharu dengan memperkenalkan berbagai komoditas dan bidang usaha yang baru ke petani sekitarnya, dan (4) penyuluh swadaya sebagai pelaku bisnis. Pada diri penyuluh swadaya sesungguhnya melekat sekaligus sosok sebagai penyuluh yang bersifat melaya- ni dengan sosok sebagai pelaku bisnis. Dalam konteks ini, mereka menggunakan dua moti- vasi sekaligus yaitu sebagai penyuluh dan pe- laku bisnis. Tipe penyuluh swadaya seperti ini diyakini akan lebih bertahan karena memiliki motivasi ganda yang saling menguatkan. Beberapa sisi keunggulan penyuluh swadaya dibanding dengan penyuluh peme- rintah dan penyuluh swasta adalah: pertama, lebih mampu menciptakan penyuluhan yang partisipatif. Ini karena penyuluh swadaya hidup di antara petani, mengalami secara langsung perasaan dan masalah petani, menjadi bagian dari semangat petani, serta terlibat secara partisipatif dalam kegiatan pertanian di komu- nitasnya. Ia adalah orang dalam yang tidak perlu lagi belajar psikologi petani dan sosiologi masyarakat desa. 55
  • 14. FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58 Sebagai anggota komunitasnya sendiri, penyuluh swadaya lebih mampu memainkan peranan secara aktif, memiliki kontrol terhadap kehidupan komunitasnya sendiri, mengambil peran dalam masyarakat, serta menjadi lebih terlibat dalam proses pembangunan sehari- hari. Secara teoritis, keberadaan tokoh lokal akan lebih mampu menghasilkan partisipasi interaktif. Keberadaan penyuluh swadaya akan mampu menciptakan partisipasi mandiri (self mobilization) di mana masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara lebih bebas untuk meng- hasilkan collective action. Kedua, penyuluh swadaya lebih mampu mengorganisasikan masyarakat karena umum- nya mereka terlibat langsung sebagai peng- urus dalam banyak organisasi petani, baik Kelompok Tani, Gapoktan, Koperasi, maupun P3A dan UPJA. Ia menjadi simpul peng- organisasian komunitasnya sendiri. Penyuluh swadaya tidak hanya mendorong untuk mem- perkuat proses pengorganisasian mereka sen- diri, namun menjadi aktor aktif yang memper- kuat organisasi petani. Menurut Chamala and Shingi (2007), ada empat peran penyuluh yang penting, yaitu peran sebagai tenaga pember- dayaan (Empowerment Role), peran mengor- ganisasikan komunitas (Community-Organizing Role), peran dalam pengembangan sumber daya manusia (Human Resource Development Role), dan peran dalam pemecahan masalah dan pendidikan (Problem-Solving and Educa- tion Role). Ketiga, menjadi penghubung (change agent) yang lebih kuat. Keberadaan sosok kontak tani yang efektif di era Bimas menjadi lebih kuat pada diri penyuluh swadaya saat ini. Relasi yang intim dan akrab dengan staf pemerintah (penyuluh PNS) merupakan modal sosialnya yang kuat. Penyuluh swadaya berdiri di dua kaki, di pemerintahan dan sekaligus di petani. Ia menjadi tokoh penghubung yang kokoh. Keempat, agen bisnis yang potensial. Sebagian besar penyuluh swadaya saat ini memiliki usaha yang aktif. Jadi, selain sebagai pelaku utama, ia juga pelaku usaha pertanian. Selain mengajarkan petani bagaimana ber- usaha tani lebih baik, ia menampung hasil panen petani untuk dipasarkan. Kelima, mampu mengajarkan teknologi dan keterampilan bertani lebih tepat karena ia memiliki pengetahuan teknis dari pengalaman langsung sebagai petani di lapangan. Dan, keenam, penyuluh swadaya juga punya nilai lebih pada kepemilikan modal sosial. Posisi penyuluh swadaya sebagai bagian dari komu- nitasnya merupakan posisi yang sangat penting. Karena itu, adalah keliru jika penyuluh swadaya hanya ditempatkan sebagai elemen SDM dalam pembangunan, dan hanya mem- bantu penyuluh pemerintah. Memandang pe- nyuluh swadaya hanya sebagai sumber daya manusia (human capital), merupakan pan- dangan yang sempit. Ada kapasitas penyuluh swadaya yang sesungguhnya jauh lebih esensial yakni sebagai elemen yang mampu menumbuhkan dan menjaga modal sosial dalam komunitasnya. PENUTUP Uraian dalam tulisan ini menunjukkan bahwa keluarnya UU No. 16 Tahun 2006 dan pengangkatan secara formal penyuluh swa- daya baru merupakan awal dari penerapan paradigma baru penyuluhan pertanian di Indonesia. Masih banyak pendalaman yang perlu dilakukan dan bagaimana dukungan yang sesuai untuk mencapai tujuan ini, serta khususnya bagaimana mengoptimalkan peran penyuluh swadaya. Tulisan ini sudah menunjukkan betapa penyuluh swadaya memiliki berbagai sisi ke- unggulan dibandingkan penyuluh pemerintah dan swasta dan ke depan memiliki peran yang lebih strategis. Kebijakan pemerintah yang masih memaknai dan membedakan penyuluh secara diamteral (antara penyuluh pemerintah, swasta dan swadaya), dalam prakteknya ke- tiga jenis penyuluh ini saling konvergen satu sama lain dalam diri penyuluh swadaya. Ia memiliki karakter yang lebih lengkap dan posisi sosial yang kuat di tengah komunitasnya, karena selain memahami teknologi pertanian dengan baik, ia adalah penggerak komunitas dan pelaku bisnis secara aktif. Namun demikian, keberadaan ketiga jenis penyuluh ini mesti dapat disinergikan di lapangan dengan baik. Sinergi dimaksud seti- daknya dalam hal materi penyuluhan, peran dalam subsistem agribisnis yang berbeda dari hulu ke hilir, dalam hal metode, serta dalam hal segmen petani yang menjadi sasaran. Pe- nyuluh swadaya memiliki kelebihan dalam hal keterampilan dan praktek, pada subsistem pe- ngolahan dan pemasaran, lebih piawai dalam metode demontrasi dibandingkan teori, serta juga lebih memahami segmen petani yang pa- ling dekat dengan dirinya secara sosial psikologis. 56
  • 15. PERAN STRATEGIS PENYULUH SWADAYA DALAM PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA Syahyuti Secara keseluruhan, sampai saat ini ke- siapan daerah dalam menjalankan kegiatan penyuluhan belum memuaskan. Perhatian pe- merintah daerah yang belum memadai menjadi penyebab terhambatnya transformasi kelem- bagaan penyuluhan pertanian terutama dari sisi adopsi nilai-nilai paradigma baru penyulu- han, manajemen yang terbuka dan lebih par- tisipastif, serta mekanisme pelibatan penyuluh swadaya dan swasta secara lebih berdaya- guna. Pendirian instansi Badan Koordinasi Pe- nyuluhan di level provinsi dan kabupaten baru sebatas transformasi keorganisasian, namun belum pada transformasi kelembagaan yang sejatinya membutuhkan pemikiran dan upaya yang lebih dalam dan substansial. Transforma- si kelembagaan yang dibutuhkan adalah beru- pa perubahan pada sikap pemerintah bahwa penyuluh swadaya adalah aktor yang potensial untuk menjadi pelaku penyuluhan yang strate- gis ke depan, serta menyediakan peraturan dan kebijakan yang kondusif sehingga penyu- luh swadaya lebih berkembang. Sampai saat ini penyuluhan masih dikelola sebagai kegiatan yang sepenuhnya adalah tanggung jawab pe- merintah, sedangkan pelaku penyuluh lain (pe- nyuluh swadaya dan swasta) belum memper- oleh perhatian yang cukup. DAFTAR PUSTAKA Arnstein, S.R. 1969. A Ladder of Citizen Participation. Journal of the American Planning Associa- tion 35 (4): 216-224, DOI 10.1080/ 01944366908977225. Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Perta- nian. 2013. Data Penyuluh Pertanian Swa- daya sampai dengan Juli 2011. http://cybex. deptan.go.id/page/penyuluh-swadaya. Diakses Tanggal 27 Februari 2013. Bartlett, A. 2005. Farmer Field Schools to Promote Integrated Pest Management in Asia: the FAO Experience. Work-shop on Scaling Up Case Studies in Agriculture.IRRI. Campilan, D. 2006. Participatory Market Chain Ap- proach (PMCA) Linking Vegetable Farmers With Markets in West & Central Java, Indonesia. ACIAR AGB/2006/115. http:// www.malica-asia.com/uploads/aciar/5.3% 20%28D.Campilan%29%20Participatory%20 Market%20Chain%20approach%20Indonesi a_EN.pdf. Diakses Tanggal 28 Januari 2013 Chamala, S. and P. M. Shingi. 2007. Chapter 21- Establishing and Strengthening Farmer Organizations. Dalam: B.E. Swanson, R.P. Bentz and A.J. Sofranko (eds.), Improving Agricultural Extension: a Reference Manual. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome, Italy. 220 pages. p. 195-201. http://www.fao.org/doc rep/w5830e/ w5830e0n.htm. Diakses Tanggal 28 Januari 2013. Chamala, S. and P.D. Mortiss. 1990. Working Toge- ther for Landcare: Group Management Skills and Strategies Australian Academic Press. Brisbane. Dilts, R. 2001. From Farmers Field Schools To Community IPM: Scaling Up The IPM Movement. LEISA Magazine. Vol.17 No. 3. Earnest, G.W., D. Ellsworth, R.D. Nieto, N.L. McCaslin, and L. Lackman. 1995. Deve- loping Community Leaders: An Impact Assessment of Ohio’s Community Leader- ship Programs. Columbus: Cooperative Extension Service, Ohio State University, (ED 338 808) FAO. 2011. Farm Business School Handbook: Training of Farmers Programme for South Asia. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Regional Office for Asia and the Pacific. Bangkok Ikerd, J. 2008. The Agricultural Extension System and the New American Farmer: The Op- portunities Have Never Been Greater. University of Missouri, Columbia, MO-USA. Prepared for presentation at the 2008 National Association of County Agriculture Agents Confe-rence, Greensboro, NC, July 17, 2008. http://web.missouri.edu/ikerdj/ papers/Greensboro%20--%20Extension% 20New%20American%20Farmer.htm. Diakses Tanggal 27 Februari 2013. Indraningsih, K.S., Syahyuti, Sunarsih, A.M. Ar- Rozi, S. Suharyono, dan Sugiarto. 2013. Peran Penyuluh Swadaya dalam Imple- mentasi Undang–Undang Sistem Penyuluh- an Pertanian. Laporan Penelitian Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Kerka, S. 1998. Extension Today and Tomorrow. Trends and Issues Alert no. n/a. http:// www.cete.org/acve/docgen.asp?tbl=tia&ID=1 21. Diakses Tanggal 7 Januari 2013 Leeuwis, C. 2006. Communication for Rural Inno- vation: Rethinking Agricultural Extension. Blackwell Publishing. Marsh, S. and D. Pannell. 2002. Agricultural Exten- sion in Australia: The Changing Roles of Public and Private Sector Providers. Australian Journal of Agricultural and Resource Economics Volume 44, Issue 4, Article first published on-line: 18 DEC 2002. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1 111/1467-8489.00126/pdf. Diakses Tanggal 14 Mei 2013. 57
  • 16. FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 1, Juli 2014: 43 – 58 Padmanagera, S. 1980. dalam Gunardi (ed). 1980. Kumpulan Bahan Bacaan Dasar-dasar Penyuluhan Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Patterson, T. F., Jr. 1998. A New Paradigm for Ex- tension Administration. Journal of Exten-sion 36, No. 1 (February 1998). http://www. joe.org/joe/1998february/comm1.txt. Diak- ses Tanggal 7 Januari 2013. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/ Permentan/ Ot.140/11/2008 tentang Pedoman Pem- binaan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta. Pretty, J. 1995. Participatory Learning for Sus- tainable Agriculture, World Development, 23 (8): 1247-1263. Punjabi, Vinod Ahuja Meeta. 2001. In Search of a New Paradigm for Agricultural Extension in India. Centre for Management in Agriculture, Indian Institute of Management http://www.iimahd.ernet.in/ ~ahuja/exten.htm. Diakses Tanggal 7 Januari 2013. Putnam, R. 2000. Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community. Simon & Schuster. New York. Rivera, William M., M.K. Qamar, and L.V. Crowder. 2001. Agricultural and Rural Extension Worldwide Options for Institutional Reform in the Developing Countries. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome, November 2001. http:// www.fao.org/docrep/004/y2709e/y2709e0.ht m#Contents. Diakses Tanggal 16 April 2013. Scarborough, V., S. Killough, D.A. Johnson, and J. Farrington (eds). 1997. Farmer-Led Exten- sion: Concepts and Practices. 214 pp. Published by Intermediate Technology Publications, London. ISBN 1 85339 417 3. http://www.mamud.com/farmer-led_extensi on.htm. Diakses tanggal 11 Mei 2005. Singh, B. 2009. Partnership in Agricultural Exten- sion: Needed Paradigm Shift. Indian Rese- arch Journal of Extension and Education Vol. 9 No 3, September 2009. New Delhi. Sutjipta, N. 1982. Hubungan Pelaksanaan Sistem LAKU dan Keberhasilan PPL Melaksanakan Tugasnya di Bali. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Swanson, B.E. and R. Rajalahti. 2010. Strengthe- ning Agricultural Extension and Advisory Systems: Procedures for Assessing, Trans- forming, and Evaluating Extension Systems. Agriculture and Rural Development Discus- sion Paper 44. The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank. Washington. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. White, B. A., and B. Burnham. 1995. The Coope- rative Extension System: A Facilitator of Access for Community-Based Education. In Public Librries and Community-Based Education: Making the Connection for Lifelong Learning. Vol. 2: Commissioned Papers. Washington, DC: National Institute on Post Secondary Education, Libraries, and Lifelong Learning, Office of Educational Research and Improvement, U.S. Department of Education.(ED 385 260) World Bank. 2005. Community Driven and Social Capital: Designing A Baseline Survey in the Phippines, Social Development Department. The World Bank. Washington, DC. Yustina dan Sudrajat. 2003. Membentuk Pola Peri- laku Manusia Pembangunan. Penerbit IPB Press. Bogor. 58