Dokumen tersebut membahas tentang perumusan kebijakan publik yang mencakup pemahaman tentang perbedaan antara pembentukan kebijakan dan perumusan kebijakan, aktor-aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan seperti badan administrasi, eksekutif, legislatif, yudikatif, kelompok kepentingan, dan partai politik, serta tahapan dalam perumusan kebijakan seperti perumusan masalah, penetap
10 Peran Agen Perubahan (Ir. M. Maliki Moersid, MCP & Dr. Satriawan)Massaputro Delly TP
Â
Mata Pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan tentang Peran Agen Perubahan dalam Reformasi Birokrasi melalui pembelajaran Konsep Agen Perubahan, Tokoh-tokoh Agen Perubahan Nasional dan Internasional, Strategi Agen Perubahan, dan Tantangan dan Peran Agen Perubahan dalam Reformasi Birokrasi. Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, studi kasus. Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya memahami peran dirinya sebagai Agen Perubahan.
#RLA XIII
10 Peran Agen Perubahan (Ir. M. Maliki Moersid, MCP & Dr. Satriawan)Massaputro Delly TP
Â
Mata Pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan tentang Peran Agen Perubahan dalam Reformasi Birokrasi melalui pembelajaran Konsep Agen Perubahan, Tokoh-tokoh Agen Perubahan Nasional dan Internasional, Strategi Agen Perubahan, dan Tantangan dan Peran Agen Perubahan dalam Reformasi Birokrasi. Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, studi kasus. Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya memahami peran dirinya sebagai Agen Perubahan.
#RLA XIII
Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi
Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Â
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
2. PEMBENTUKAN KEBIJAKAN VS
PERUMUSAN KEBIJAKAN
ď‚› PEMBENTUKAN KEBIJAKAN (POLICY FORMATION)
melibatkan aktivitas pembuatan keputusan yang
cenderung mempunyai percabangan yang luas,
mempunyai perspektif jangka panjang dan
penggunaan sumber daya yang kritis untuk
meraih kesempatan yang diterima dalam kondisi
lingkungan yang berubah. Pembentukan
kebijakan merupakan proses sosial yang dinamis
dengan proses intelektual yang lekat di
dalamnya.
3. PERUMUSAN KEBIJAKAN
ANDERSON :
ď‚› Perumusan kebijakan menyangkut upaya menjawab
pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati
untuk masalah-masalah yang dikembangkan dan siapa
yang berpartisipasi.
ď‚› Sedangkan pembentukan kebijakan merupakan
keseluruhan tahap dalam kebijakan publik yang berupa
rangkaian keputusan (misal: aspek-aspek bagaimana
masalah-masalah publik menjadi perhatian para
pembentuk kebijakan, bagaimaan proposal kebijakan
dirumuskan untuk masalah-masalah khusus, dan
bagaimana proposal tersebut dipilih diantara berbagai
alternatif yang saling berkompetisi.
4. PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK
DUA FAKTOR YANG MENENTUKAN KEBERHASILAN SUATU
KEBIJAKAN:
ď‚› Pertama, mutu dari kebijakan dilihat dari substansi
kebijakan yang dirumuskan. (Kebijakan yang masuk
akal/ benar dan kebijakan yang dapat ditangani/
actionable)
ď‚› Kedua, dukungan terhadap strategi kebijakan yang
dirumuskan. (Parlemen, masyarakat)
ď‚› Pertimbangan strategis juga menyertai pada
bagaimana memperoleh dukungan dan legitimasi
terhadap kebijakan. Dalam birokrasi pemerintahan,
dukungan sering melekat dengan formalitas jabatan.
Legitimasi kebijakan biasanya berimpit dengan
legitimasi jabatan.
5. TEKNIK PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK
1. Perumusan kebijakan yang bersifat rutin, perumusan
kebijakan yang selalu berulang setiap priodenya. Ex: UU
tentang APBN,
2. Perumusan kebijakan yang bersifat analogi. Perumusan
kebijakan lain yang dipandang ada persamaannya (ex:
persamaan lokasi, persamaan aspeknya, persamaan
kondisi lingkungan sosial budayanya, dll)
3. Perumusan kebijakan yang bersifat kreatif.
- Pendekatan dengan intuisi
- Pendekatan dengan imajinasi
- Pendekatan dengan derajat keseriusan (level of
attention)
- Pendekatan dengan penggabungan (synthesis)
- Pendekatan dengan integrasi dan keselarasan
6. TAHAP-TAHAP DALAM PERUMUSAN
KEBIJAKAN PUBLIK
Perumusan
Masalah
(defining
Problem)
Agenda
Kebijakan
Pemilihan
Alternatif
Kebijakan
Penetapan
Kebijakan
7. 1. PERUMUSAN MASALAH
ď‚› Untuk dapat merumuskan kebijakan
dengan baik, maka masalah-masalah
publik harus dikenali dan didefinisikan
dengan baik pula.
ď‚› Bagaimana masalah publik didefinisikan
akan sangat bergantung pada siapa yang
merumuskan kebijakan (aktor-aktor yang
terlibat dalam perumusan kebijakan)
8. 2. AGENDA KEBIJAKAN
ď‚› Masalah publik yang telah masuk ke dalam agenda
kebijakan akan dibahas oleh para perumus kebijakan
(Legislatif, Executive, Yudikatif)
ď‚› Agenda pemerintah adalah menunjuk keadaan
bahwa masalah publik tersebut telah direspon oleh
organ-organ pemerintah untuk kemudian dilanjutkan
dalam perancangan kebijakan publik yang diyakini
dapat menyelesaikan masalah tersebut.
ď‚› Agenda pemerintah menggambarkan rencana
aktivitas pemerintah dalam satu masa tertentu, oleh
badan tertentu dari institusi pemerintah.
9. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PENYUSUNAN AGENDA KEBIJAKAN
ď‚› Huntington, et.al., 1990:4) membatasi pengertian
partisipasi sebagai “kegiatan warga negara
biasa (private citizen) yang bertujuan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan oleh
pemerintah”.
ď‚› Jadi partisipasi hanya bersifat memberi
pengaruh pada proses perumusan kebijakan
yang dibuat pemerintah.
ď‚› Bentuknya bisa bersifat spontan, sporadis, secara
damai atau kekerasan, legal atau ilegal, efektif
atau tidak efektif.
10. Sejauh mana sebuah kelompok berhasil
memasukkan kepentingannya dalam agenda
kebijakan?
ď‚› Ditentukan oleh salah satu dari keempat
kemungkinan kombinasi berikut ini:
1. Organisasi yang rapi dengan kemampuan
mengakses kepentingan.
2. Organisasi yang rapi tanpa kemampuan
mengakses kepentingan.
3. Organisasi yang tidak rapi dengan
kemampuan mengakses kepentingan
4. Organisasi yang tidak rapi tanpa ada
kemampuan mengakses kepentingan.
11. ď‚› Sikap pemerintah dalam proses penyusunan
agenda kebijakan dapat berbeda-beda,
tergantung pada kondisi masyarakat, sifat
masalah, sikap masyarakat dalam menerima
perbedaan, dan informasi yang tersedia.
ď‚› Proses penyusunan agenda kebijakan
dipengaruhi oleh sistem demokrasi yang hidup
dalam suatu masyarakat dan tingkat
partisipasi rakyat dalam proses kebijakan.
12. 3. PEMILIHAN ALTERNATIF KEBIJAKAN
ď‚› Merupakan Bagian yang penting dalam
tahapan untuk menemukan pemecahan
masalah. Biasanya pilihan–pilihan
kebijakan akan didasarkan pada
kompromi dan negosiasi yang terjadi
antar aktor yang berkepentingan dalam
pembuatan kebijakan tersebut.
13. 4. PENETAPAN KEBIJAKAN
(LEGITIMASI KEBIJAKAN)
ď‚› Tahapan yang paling akhir dalam pembentukan
kebijakan adalah menetapkan kebijakan yang dipilih
tersebut sehingga mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat.
ď‚› Penetapan kebijakan dapat berbentuk UU,
Yurisprudensi, Keppres, dll.
ď‚› Penetapan kebijakan disahkan (dilegislasika) oleh
pejabat yang berwenang. Untuk kebijkan undang-
undang dibawa ke proses legislasi, yang secara
yuridis telah diatur dalam UU No. 10 tahun 2004 pasal
17 dan seterusnya.
14. AKTOR-AKTOR DALAM
PERUMUSAN KEBIJAKAN
Negara
Berkembang
Struktur pembuatan
kebijakan lebih
sederhana
Aktor perumus
kebijakan
cenderung
dikendalikan oleh
elite politik.
Negara
Maju
Struktur pembuatan
kebijakan lebih
kompleks
Setiap warga
negara memiliki
kepentingan
terhadap kebijakan
publik negaranya.
15. ď‚› Dalam memahami proses perumusan kebijakan
kita perlu memahami aktor-aktor yang terlibat
atau para pemeran serta (partisipant) dalam
proses pembentukan kebijakan, bagian atau
peran apa yang mereka lakukan dan bagaimana
mereka saling berhubungan serta saling
mengawasi
ď‚› Menurut CHARLES LINDBLOM aktor-aktornya bisa:
warga negara biasa, pemimpin organisasi,
anggota DPR, pemimpin lembaga legislatif, aktivis
partai, pemimpin partai, hakim, pegawai sipil, ahli
teknik, dan manajer dunia usaha.
17. BADAN-BADAN ADMINISTRASI
(AGEN-AGEN PEMERINTAH)
ď‚› Walaupun ada doktrin yang mengatakan bahwa
badan-badan administrasi dianggap sebagai badan
pelaksana, namun politik dan administrasi telah
bercampur aduk menjadi satu juga sehingga badan-
badan administrasi juga sering terlibat dalam
pengembangan kebijakan publik.
ď‚› Badan-badan tersebut secara khas tidak hanya
menyarankan undang-undang, tetapi juga secara
aktif melakukan lobi dan menggunakan tekanan-
tekanan dalam penetapan undang-undang.
18. PRESIDEN (EKSEKUTIF)
ď‚› Keterlibatan presiden dalam perumusan
kebijakan dapat dilihat dalam kmisi-komisi
presidensial, maupun dalam rapat-rapat
kabinet, bahkan ada yang terlibat secara
personal dalam perumusan kebijakan.
ď‚› Terkadang presiden juga membentuk
kelompok-kelompok atau komisi-komisi
penasihat yang terdiri dari warga negara
swasta maupun pejabat-pejabat yang
ditujukan untuk menyelidiki kebijakan tertentu
dan mengembangkan usul-usul kebijakan.
19. LEMBAGA LEGISLATIF
ď‚› Lembaga ini bersama-sama dengan pihak eksekutif,
memegang peranan yang cukup krusial di dalam
perumusan kebijaksanaan.
ď‚› Setiap undang-undang menyangkut persoalan-
persoalan publik harus mendapat persetujuan dari
lembaga legislatif.
ď‚› Keterlibatan legislatif dalam perumusan kebijakan juga
dapat dilihat dari mekanisme dengar pendapat,
penyelidikan-penyelidikan dan kontak-kontak yang
mereka lakukan dengan pejabat-pejabat administrasi,
kelompok-kelompok kepentingan, dll.
20. LEMBAGA YUDIKATIF
ď‚› Lembaga ini mempunyai kekuasaan yang cuKup
besar untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui
pengujian kembali suatu undang-undang atau
peraturan. Misalnya melalui peninjauan yudisial dan
penafsiran undang-undang.
ď‚› Pada dasarnya, tinjauan yudisial merupakan
kekuasaan pengadilan untuk menentukan apakah
tindakan-tindakan yang diambil oleh cabang-
cabang eksekutif maupun legislatif sesuai dengan
konstitusi ataukah tidak. Bahkan berhak
membatalkan atau menyatakan tidak sah terhadap
peraturan perundang-undangan yang telah
ditetapkan.
21. KELOMPOK-KELOMPOK KEPENTINGAN
ď‚› Perbedaan peran yang menyangkut keabsahan serta
hubungan antara pemerintah dengan kelompok-
kelompok kepentingan di setiap negara bergantung
pada apakah negara tersebut demokratik ataukah
otoriter, modern ataukah berkembang.
ď‚› Pada semua sistem tersebut, kelompok kepentingan
menjalankan fungsi artikulasi kepentingan, yaitu mereka
berfungsi menyatakan tuntutan-tuntutan dan
memberikan alternatif-alternatif tindakan kebijakan,
memberikan informasi mengenai sifat serta konsekuensi-
konsekuensi yang mungkin timbul dari usul-usul
kebijakan yang diajukan kepada pejabat-pejabat
publik. Hal ini memberikan sumbangan yang berarti bagi
rasionalitas pembentukan kebijakan.
22. ď‚› Oleh karena kelompok kepentingan memiliki
keberagaman kepentingan yang terkadang
bertentangan dengan isu kebijakan, maka pejabat
pemerintah dituntut untuk mampu menyelaraskan
kepentingan-kepentingan tersebut.
ď‚› Pengaruh kelompok kepentingan terhadap
keputusan kebijakan ditentukan oleh banyak faktor
(pandangan kelompok, ukuran anggota, keuangan,
keterpaduan, kecakapan pemimpin kelompok, ada
tidaknya persaingan oraganisasi, etc). Oleh
karenanya, suatu kelompok kepentingan dapat saja
efektif mempengaruhi keputusan kebijakan tertentu,
namun tidak efektif mempengaruhi kebijakan yang
lain.
23. PARTAI-PARTAI POLITIK
ď‚› Dalam masyarakat modern, parpol sering
melakukan “agregasi kepentingan”. Partai-
partai tersebut berusaha mengubah tuntutan-
tuntutan tertentu dari kelompok-kelompok
kepentingan menjadi alternatif-alternatif
kebijakan.
ď‚› Meskipun parpol memiliki jangkauan yang luas
dibandingkan dengan kelompok-kelompok
kepentingan, namun mereka cenderung
bertindak sebagai perantara daripada sebagai
pendukung kepentingan-kepentingan tertentu.
24. WARGA NEGARA INDIVIDU
ď‚› Walaupun tugas pembentukan kebijakan pada
dasarnya diserahkan kepada para pejabat publik,
namun dalam beberapa hal para individu warga
negara masih dapat berperan serta secara aktif
dalam pengambilan keputusan.
ď‚› Di negara-negara dengan sistem otoriter,
pemerintahnya tetap akan menaruh perhatian
terhadap apa yang menjadi keinginan rakyat agar
kekacauan sedapat mungkin diminimalkan, untuk
menjaga keutuhan negara. Meskipun para warga
negara tidak diizinkan terlibat secara langsung
dalam pembentukan kebijakan.
25. ď‚› CHARLES LINDBLOM menyatakan bahwa
perbedaan yang paling menonjol antara
rezim otoriter dengan rezim demokratik
adalah bahwa dalam rezim demokratik
para warga negara memilih para
pembentuk kebijakan puncak dalam
pemilihan-pemilihan yang murni.
26. Keterlibatan Masyarakat di
Indonesia
ď‚› Pada UU NO. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan tidak disebutkan pelibatan publik
sebagai pihak yang berkepentingan, baik
sebagai user atau beneficiries.
 Pada pasal 53 menyebutkan: “Masyarakat
berhak memberikan masukan secara lisan
atau tertulis dalam rangka penetapan
ataupun pembahasan rancangan undang-
undang dan rancangan peraturan daerah.”
27. NILAI-NILAI YANG BERPENGARUH
DALAM PEMBUATAN KEPUTUSAN
ď‚› Apakah proses pembuatan keputusan yang
dipilih oleh para pembuat keputusan
(decision–makers) menganut model-model
rasional komprehensive, inkremental, mix
scanning, sistem, dsb, harus mempunyai
landasan untuk melakukan pilihan-pilihan itu.
Artinya, para decision-maker harus
mempunyai kriteria-kriteria tertentu untuk
menetapkan pendekatan yang
dipergunakan.
28. Kriteria atau nilai-nilai atau ukuran-ukuran
seperti apa yang mempengaruhi para pembuat
keputusan?
ď‚› JAMES ANDERSON meringkas nilai-nilai yang
dapat membantu dalam mengarahkan
perilaku para pembuat keputusan ke dalam
kategori:
1. NILAI-NILAI POLITIK
2. NILAI-NILAI ORGANISASI
3. NILAI-NILAI PRIBADI
4. NILAI-NILAI KEBIJAKAN
5. NILAI-NILAI IDEOLOGI
29. NILAI-NILAI POLITIK
ď‚› Pembuat keputusan menilai alternatif-
alternatif kebijakan berdasarkan pada
kepentingan parpolnya beserta kelompoknya
(clientele group).
ď‚› Keputusan yang dibuat didasarkan kepada
keuntungan politik dengan dipandang
sebagai sarana untuk mencapai tujuan-
tujuan partai atau tujuan kelompok
kepentingan.
30. NILAI-NILAI ORGANISASI
ď‚› Organisasi-organisasi seperti badan-badan
administratif menggunakan banyak imbalan
(reward) dan sanksi dalam usahanya untuk
mempengaruhi anggota agar menerima dan
bertindak atas dasar nilai-nilai organisasi yang
telah ditentukan (pertimbangannya adalah
keingingan melihat organisasi bisa terus
hidup, memperbesar dan memperluas
program-program dan kegiatan-kegiatan
dan mempertahankan kekuasaannya dan
hak-hak istimewanya.
31. NILAI-NILAI PRIBADI
ď‚› Usaha untuk melindungi dan
mengembangkan kepentingan
ekonomi, reputasi atau kedudukan
sejarah seseorang merupakan kriteria
keputusan.
32. NILAI-NILAI KEBIJAKAN
ď‚› Para pembuat keputusan politik tidak hanya
dipengaruhi oleh perhitungan-perhitungan
keuntungan, organisasi-organisasi atau
pribadi, namun para pembuat keputusan
mungkin bertindak dengan baik atas dasar
persepsi mereka tentang kepentingan
masyarakat atau kepercayaan-
kepercayaan mengenai apa yang
merupakan kebijakan publik secara moral
benar atau pantas.
33. NILAI-NILAI IDEOLOGI
ď‚› IDEOLOGI merupakan seperangkat nilai-nilai
dan kepercayaan-kepercayaan yang
berhubungan secara logis yang memberikan
gambaran dunia yang disederhanakan dan
merupakan pedoman bagi rakyat untuk
melakukan tindakan.
ď‚› Ideologi terkadang masih merupakan sarana
untuk merasionalkan dan melegitimasikan
tindakan-tindakan kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah.