Dokumen tersebut membahas tentang pembangunan ekonomi era otonomi daerah di Indonesia, termasuk latar belakang, definisi, landasan hukum, pembagian urusan, dan tantangan pelaksanaan otonomi daerah."
1. PEMBANGUNAN EKONOMI
ERA OTONOMI DAERAH
DI INDONESIA
Perekonomian Indonesia
Oleh:
Drs. Agus Luthfi, M.Si
2. Latar Belakang Lahirnya Otonomi Daerah
Diundangkannya UU 22/1999 dan UU 25/1999 yang
saat ini berubah menjadi UU no 32 tahun 2004
merupakan momentum yang sangat baik untuk
memacu reformasi Pemda menuju Pemda yang
transparan, partisipatif, dan akuntabel.
Perubahan yang diharapkan tidaklah akan berjalan
secara mulus karena akan banyak sekali menuntut
perubahan pola pikir, pola bertindak dan kemauan
dari pihak Pusat maupun Daerah.
3. Latar Belakang Lahirnya Otonomi Daerah
Otonomi daerah yang dijalankan selama 10
tahun ini semata-mata hanya dipahami sebagai
perpindahan kewajiban pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mayarakat.
Padahal substansi penting dari otonomi daerah
adalah pelimpahan kewenangan dari pusat ke
daerah secara politik dan ekonomi agar
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
berlangsung secara adil dan merata.
4. Definisi :
adalah Hak,
kewenangan daerah
otonom untuk
mengatur dan
mengurus
kepentingan
masyarakat
setempat menurut
prakarsa sendiri
berdasarkan
aspirasi masyarakat
sesuai dengan
OTONOMI
DAERAH
Pengertian yang lebih
luas lagi adalah
wewenang/kekuasaan
pada suatu
wilayah/daerah yang
mengatur dan mengelola
untuk kepentingan
wilayah/daerah
masyarakat itu sendiri
mulai dari ekonomi,
politik, dan pengaturan
perimbangan keuangan
termasuk pengaturan
sosial, budaya, dan
5. Landasan Hukum
• UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah
• UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
• UU No. 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintah Daerah
• UU No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah
• UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pusat Dan Daerah.
6. Otonomi Daerah
“Misi Otonomi daerah yang diatur di dalam UU No. 22
Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 bukan hanya
keinginan untuk melimpahkan kewenangan dan
pembiayaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah
Daerah, tetapi yang lebih penting adalah keinginan
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pengelolaan sumber daya keuangan kesejahteraan dan
pelayanan kepada masyarakat”
(Penjelasan PP 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah)
MISI OTONOMI
DAERAH
7. Karakteristik Dasar
Desentralisasi
Unit-unit pemerintahan setempat bersifat otonom, mandiri, dan jelas-jelas
sebagai unit pemerintahan bertingkat yang terpisah dari pusat.
Pusat melakukan sedikit, atau tidak ada kontrol langsung oleh pusat
terhadap unit-unit tersebut
Pemerintah daerah menpunyai batas-batas geografis yang Jelas dan
diakui secara hukum dimana mereka menggunakan Kekuasaan &
menjalankan fungsi-fungsi publik
Pemerintah daerah mempunyai status dan kekuasaan mengamankan
sumber daya yang dimiliki untuk menjalankan fungsinya
Implikasi desentralisasi adalah kebutuhan mengembangkan
pemerintahan lokal sebagai institusi, yang dilihat warga setempat
sebagai organisasi yang memberikan pelayanan, dan sebagai unit
pemerintahan yang mempunyai pengaruh
Dengan desentralisasi berarti ada hubungan timbal balik, saling
menguntungkan, dan hubungan yang terkoordinasikan antar
pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah
8. Pemerintah Daerah
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah Pasal 3, Yaitu:
Pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas
pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi;
pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri
atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD
kabupaten/kota.
Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas kepala daerah dan perangkat
daerah
9. Pembagian Urusan Pemerintah Pusat
Urusan yang menjadi urusan pemerintah pusat
1. Politik luar negeri
2. Pertahanan
3. Keamanan
4. Yustisi
5. Moneter dan fiskal nasional
6. Agama
10. Azas Penyelenggaraan Pemerintahan
Azas Kepastian Hukum
Azas Tertib Penyelenggaran Negara
Azas Kepentingan Umum
Azas Keterbukaan
Azas Proporsionalitas
Azas Profesionalitas
Azas Akuntabilitas
Azas Efisiensi
Azas Efektifitas
11. Pembagian Urusan Pemerintah Provinsi
1. Perencanaan & pengendalian pembangunan
2. Perencanaan, pemanfaatan & pengawasan tata ruang
3. Penyelenggaraan ketertiban umum & ketentraman masyarakat
4. Penyediaan sarana & prasarana umum
5. Penanganan bidang kesehatan
6. Penyelenggaraan bidang pendidikan dan alokasi SDM potensial
7. Penanggulangan maslah sosial lintas kab/kota
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kab/kota
9. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah listas kab/kota
10. Pengendalian Lingkungan Hidup
11. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kab/kota
12. Pelayanan administrasi umum pemerintahan
13. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kab/kota
14. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainya yang belum dpt dilaksanakan
kab/kota
15. Urusan wajib lainnya yg diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan
12. Pembagian Urusan Pemerintah Kab/Kota
1. Perencanaan & pengendalian pembangunan
2. Perencanaan, pemanfaatan & pengawasan tata ruang
3. Penyelenggaraan ketertiban umum & ketentraman masyarakat
4. Penyediaan sarana & prasarana umum
5. Penanganan bidang kesehatan
6. Penyelenggaraan pendidikan
7. Penanggulangan maslh sosial
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan
9. Fasilitas pengembg koperasi, ush kecil dan menengah
10. Pengendalian Lingkungan Hidup
11. Pelayanan pertanahan
12. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil
13. Pelayanan adm umum pemerintahan
14. Pelayanan adm penanaman modal
15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainya
16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan
13. Rasionalisasi Kebijakan Desentralisasi
Memungkinkan penyusunan rencana serta program
pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan wilayah dan
kelompok yang heterogen;
Mampu memotong prosedur yang rumit sebagai karakteristik
perencanaan dan manajemen terpusat dan over concentration
kekuasaan serta sumber daya di pusat;
Kontak/hubungan yang lebih dekat antara pejabat pemerintahan
dan masyarakat setempat memungkinkan terbinanya informasi
yang lebih baik guna memformulasi perencanaan atau program
yang lebih realistik dan efektif.
14. Rasionalisasi Kebijakan Desentralisasi
Dalam pembuatan keputusan dan alokasi sumber daya, desentralisasi
memungkinkan terwakil inya bermacam-macam kelompok
kepentingan, seperti politik, agama, dan etnis.
Desentralisasi memberikan kesempatan kepada pejabat setempat
untuk mengembangkan kecakapan manajerial dan teknis, serta dapat
meningkatkan kemampuan pejabat tersebut untuk menangani
berbagai urusan yang biasanya tidak ditangani secara baik oleh
instansi pusat (seperti pemeliharaan jalan dan infrasrtuktur yang jauh
dari ibukota negara).
Efisiensi dari pemerintah pusat meningkat karena membebaskan
pejabat pusat dari tugas-tugas rutin, di mana tugas-tugas tersebut
bisa dilaksanakan secara lebih efektif oleh petugas lapangan atau
pejabat lokal. Ini akan memungkinkan pejabat pusat untuk menyusun
perencanaan dengan lebih hati-hati, serta mengawasi kebijakan
pembangunan secara lebih efektif.
15. Ancaman Disintegrasi dari Desentralisasi
Dengan diterapkannya kebijakan desentralisasi di Indonesia
memiliki tujuan untuk mengukuhkan Indonesia sebagai
negara kesatuan sehingga terhindar dari Ancaman Disintegrasi
Bangsa;
Semangat kesatuan dan persatuan melandasi pelaksanaan
pemerintah di daerah sesuai Undang-undang No. 5/1974
tentang Pokok- Pokok Pemerintahan Di Daerah. UU ini
menggariskan tiga asas penyelenggaraan pemerintahan di
daerah, yakni desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan
16. Permasalahan Pokok Dianutnya Disentralisasi
7 Elemen
pokok
pembentuk
pemerintah
daerah
Perwakilan
Rakyat Daerah
Kewenangan
Daerah
Kelembagaan
Kepegawaian
Keuangan
Manajemen
Pelayanan Publik
Pengawasan
17. Kewenangan Daerah
Friksi Antara
Kabupaten &
Kota itu sendiri
Permasalahan
Friksi
Antara
Pusat & Dearah
Friksi
Antara
Daerah Provinsi dgn
Kabupaten/kota
18. Kelembagaan
Dengan adanya batas
maksimum dalam
penetapan jumlah dinas,
akan terjadi pengurangan
beberapa Pejabat Eselon
II, III, dan IV yang akan
berpotensi mengganggu
iklim politik daerah.
Friksi persepsi dalam
menafsirkan regulasi yang
akan diterapkan.
Masalah
19. Kepegawaian Daerah
Status kepegawaian Daerah
menjadi sangat statis
Pegawai Daerah cenderung
Dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan
politik yang ada di
Daerah
Mencuatnya isu Putra
Daerah (yang tidak
sesuai dengan
kompetensinya)
Tidak adanya tour of area
akan membahayakan
keutuhan NKRI
Adanya kerancuan
antara jabatan
politis ( political
appointee ) dan
jabatan karir (
career appointee )
Merangsang Daerah
untuk mengangkat
pegawai baru
20. Keuangan Daerah
Konflik penguasaan
kewenangan yang
menghasilkan
penerimaan
Mekanisme pinjaman
dan kebijakan
investasi yang belum
jelas
Keuangan daerah
yang kurang
mencukupi
(Financial
Insufficiency)
Kurangnya kepatuhan pada
peraturan dan lemahnya
penegakan hukum
Kurangnya
kejelasan sistem
pembiayaan
melalui
dekonsentrasi dan
tugas pembantuan
Kurangnya
transparansi dan
akuntabilitas dalam
penyusunan APBD
Pemisahan
keuangan
eksekutif dengan
legislatif
Overhead cost
pemda yang tinggi
21. Perwakilan Rakyat Daerah
Kuatnya pengaruh
parpol dalam proses
pemilihan kepala
daerah
Ekses dari
meningkatnya
kewenangan
DPRD
Kurang
terserapnya
aspirasi
masyarakat oleh
DPRD
Campur tangan
DPRD dalam
penentuan
penunjukan
pejabat karir
Kurangnya
kompetensi
anggota DPRD
dan lemahnya
networking
Masih kurangnya
pemahaman DPRD
terhadap peraturan
perundangan
22. Manajemen Pelayanan Publik
Permasalahan
Tidak jelasnya
standard
pelayanan
Rendahnya
akuntabilitas
pelayanan
Kaburnya
pemahaman
konsep-konsep
perencanaan daerah
Semakin
rendahnya
kualitas
pelayanan
Masih besarnya
peranan pemda
dalam penyediaan
pelayanan
23. Pengawasan
Permasalahan
Kurangnya sanksi
terhadap
pelanggaran
peraturan
Kurangnya
pengawasan dari
Gubernur kepada
daerah
Kurangnya
supervisi dan
sosialisasi ke
daerah
24. Desentralisasi FISKAL
Kewenangan penuh bagi
daerah dalam penggunaan
bantuan pusat (Block Grant)
dan pengelolaan keuangan
daerah. Penjelasan PP 105
Th 2000 : Semangat
Demokrasi, Desentralisasi,
Tranparansi dan
akuntabilitas
menjadi sangat dominan
dalam
mewarnai penyelenggaraan
pemerintahan pada
umumnya
dan proses pengelolaan
keuangan
daerah pada khususnya
DESENTRALISASI
FISKAL
Keleluasaan menentukan
Pajak dan Restribusi
Daerah semakin besar
1. Pertumbuhan ekonomi daerah.
2. Tingkat penggaguran & upah.
3. Penyelenggaraan pendidikan.
4. Kemiskinan dan masalah sosial lainnya.
5. Pendapatan asli daerah
25. Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah & Pusat
PBB = 90% untuk daerah dengan rincian :
16,2% untuk propinsi
64,8% untuk kab/kota
9% biaya pemungutan
PBB = 10% bagian pemerintah dibagikan ke seluruh
daerah kab/kota dengan dasar realisasi penerimaan
PBB tahun anggaran berjalan:
65% secara merata pada seluruh daerah kab/kota
35% insentif atas dasar realisasi tahun sebelumnya
mencapai/melampuai rencana.
26. Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah & Pusat
Dana Bagi Hasil dari penerimaan BPHTB adalah sebesar 80%
(delapan puluh persen) dengan rincian sebagai berikut:
16% (enam belas persen) untuk daerah provinsi yang
bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah
provinsi;
64% (enam puluh empat persen) untuk daerah kabupaten
dan kota penghasil dan disalurkan ke Rekening Kas Umum
Daerah kabupaten/kota
20% (dua puluh persen) bagian Pemerintah dari penerimaan
BPHTB dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh
kabupaten dan kota.
27. Perubahan Struktur Anggaran
Perubahan struktur anggaran terjadi dari
anggaran tradisional yang bersifat Line
item menjadi anggaran yang
incrementalism
Perubahan
dimaksud untuk menciptakan transparansi
dan meningkatkan akuntabilitas
Segi Positif Perubahan Struktur
Anggaran
Bilamana terjadi surflus/ defisit akan terlihat jelas.
Memudahkan penyusunan anggaran daerah.
Memudahkan dalam melakukan analisis, evaluasi dan pengawasan
anggaran (budgetary control).
Memungkinkan pembentukan cadangan melalui transfer.