Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang perkembangan desentralisasi di Indonesia dan bagaimana hal itu mendorong peningkatan pelayanan publik. 2) Desentralisasi diharapkan dapat memperpendek jalur birokrasi sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan cepat. 3) Penerapan otonomi daerah sejak 1999 membawa perubahan-perubahan penting di berbagai daerah se
1. 1
OTONOMI DAERAH SEBAGAI WUJUD DARI KONSEKUENSI KEBIJAKAN
DESENTRALISASI DALAM MEWUJUDKAN PENINGKATAN PELAYANAN
PUBLIK DI INDONESIA
Oleh : Ika Prawita (NIM.500645046)
I. PENDAHULUAN
Selama Indonesia merdeka, kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah telah
mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat dinamis. Pola hubungan kekuasaan,
pembagian kewenangan dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah tidak dapat dipungkiri sangat bergantung pada konfigurasi politik pemerintahan pada
saat itu. Realitas demikian tentu mempengaruhi formalitas penyelenggaraan pemerintah
daerah dan pemberian otonomi daerah di Indonesia.Negara Republik Indonesia sebagai
Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah,
dengan memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi.
Secara esensial dalam penyelenggaraan desentralisasi terdapat dua elemen penting yang
saling berkaitan, yaitu pembentukan daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan menangani urusan
pemerintahan tertentu yang diserahkan. Jadi esensi dari otonomi sebenarnya lebih merupakan
kewajiban daripada hak, misalnya kewajiban daerah untuk berpartisipasi dalam pembangunan
sebagai sarana memberikan kesejahteraan kepada rakyat melalui pelayanan publik.
Desentralisasi kewenangan dari pusat kepada daerah yang diwujudkan dalam bentuk
otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab akan membawa serta daerah untuk
mengurus rumah tangganya sendiri dalam menentukan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan
dan penggunaan serta pengembangan sumber daya dengan perangkat pelaksananya yaitu
dinas-dinas daerah atau pemerintah daerah. Dalam Undang-undang No.22 Tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah dapat dikatakan bahwa pemberian otonomi kepada daerah adalah
konsekuensi kebijaksanaan desentralisasi territorial dalam sistem ketatanegaraan guna
penggalian potensi, terutama dalam fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan evaluasi baik manajemen maupun keuangan daerah.
Desentralisasi pemerintahan bisa berarti merestrukturisasi atau mengatur kembali
kekuasaan sehingga terdapat suatu sistem tanggungjawab bersama antara institusi-institusi
pemerintah tingkat pusat, regional maupun lokal sesuai dengan prinsip subsidiaritas, sehingga
meningkatkan kualitas dan keefektifan yang menyeluruh dari sistem pemerintahan.
2. 2
Desentralisasi dapat juga diharapkan untuk mendukung elemen-elemen pokok pemerintahan
yang baik, seperti meningkatkan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam
keputusan ekonomi, sosial dan politik. Membantu dalam memperkuat kapasitas masyarakat
dan meningkatkan kepekaan, transparansi dan akuntabilitas pemerintah (UNDP, 1997)1
.
Desentralisasi dimaksudkan untuk membagi kewenangan dalam tatakelola pemerintahan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Tujuan utama
pembagian kewenangan tersebut adalah untuk efisiensi dan efektifitas tugas pemerintah
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Reiner Rohdewohld (1995:85) mengatakan
bahwa desentralisasi diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan dan menggali sumber-
sumber atau potensi untuk pembangunan daerah dalam rangka mencapai efisiensi dan
efektifitas pemberian layanan kepada publik2
. Desentralisasi juga merupakan suatu teknik
untuk memeratakan hasil pembangunan dengan menonjolkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan sehingga kesejahteraan dapat dirasakan oleh msyarakat secara lebih merata.
Beberapa prinsip desentralisasi menurut Mukhlis Hamdi (1999) antara lain: Pertama
adalah prinsip pendemokrasian, yakni melalui desentralisasi akan dibangun suatu kehidupan
pemerintahan yang demokratis. Kedua adalah prinsip keanekaragaman, desentralisasi pada
dasarnya merupakan perwujudan pengakuan akan adanya keadaan daerah yang berbeda yang
dapat dikelola dengan responsif, efisien dan efektif. Prinsip ketiga berkenaan dengan
pelaksanaan prinsip subsidiaritas, diharapkan akan terwujud kesempatan pemerintah dan
masyarakat pada tingkat lokal untuk mengambil prakarsa utama dalam membuat kebijakan
dan program sesuai denan kebutuhan, keadaan dan potensi yang mereka miliki.
Ketiga prinsip desentralisasi di atas menunjukkan bahwa desentralisasi bertujuan
untuk melibatkan masyarakat dalam hidup berdemokrasi, tidak hanya dalam skala nasional
tetapi juga dalam skala regional. Desentralisasi akan memberikan kesempatan yang lebih
besar kepada pemerintah dan masyarakat di daerah untuk berpartisipasi, tidak hanya dalam
proses pelaksanaan pembangunan tetapi juga dalam pengambilan keputusan tentang
pembangunan yang akan dilaksanakan.
Sarundajang (1999) memetakan empat bentuk desentralisasi yaitu desentralisasi
menyeluruh (comprehensive local government system), sistem kemitraan (parthnership
system), sistem ganda (dual system), dan sistem adminstrasi terpadu (integrated
1
Dalam Pembaruan; Pegangan Memahami Desentralisasi (beberapa pengertian tentang desentralisasi),
Yogyakarta, Januari 2004.
2
Dalam Maesaroh, Kebijakan Desentralisasi dan Pemberdayaan Birokrasi Lokal
3. 3
administrative system)3
. Dalam sistem pemerintahan daerah yang menyeluruh, pelayanan
pemerintah kepada masyarakat dilaksanakan oleh aparat di daerah berdasarkan fungsi-fungsi
yang diserahkan oleh pemerintah pusat. Dengan demikian terjadi pemindahan atau
transfromasi tugas-tugas dari aparat pusat kepada aparat daerah. Dalam sistem kemitraan
beberapa jenis pelayanan dilaksanakan langsung oleh aparat pusat dan beberapa jenis yang
lain dilaksanakan oleh aparat daerah. Pelayanan dengan sistem ganda merupakan pelaksanaan
pelayanan teknis secara langsung oleh aparat pusat dan aparat daerah. Dalam sistem
administrasi terpadu, aparat pusat melakukan pelayanan teknis secara langsung sedangkan
aparat daerah hanya punya kewenangan kecil dalam melakukan kegiatan pemerintahan.
Secara umum desentralisasi terbagi dua yaitu desentralisasi terittorial atau
kewilayahan dan desentralisasi fungsional4
. Desentralisasi kewilayahan berarti pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat kepada wilayah yang lebih kecil di dalam negara.
Desentralisasi fungsional berarti pelimpahan wewenang kepada organisasi fungsional (atau
teknis) yang secara langsung berhubungan kepada masyarakat.
Menurut Dadang Solihin karakteristik dasar desentralisasi adalah5
:
1. Unit-unit pemerintahan setempat bersifat otonom, mandiri, dan jelas-jelas sebagai unit
pemerintahan bertingkat yang terpisah dari pusat. Pusat melakukan sedikit, atau tidak ada
kontrol langsung oleh pusat terhadap unit-unit tersebut.
2. Pemerintah daerah mempunyai batas-batas geografis yang jelas dan diakui secara hukum
dimana mereka menggunakan kekuasaan dan menjalankan fungsi-fungsi publik.
3. Pemerintah daerah mempunyai status dan kekuasaan mengamankan sumber daya yang
dimiliki untuk menjalankan fungsinya.
4. Implikasi desentralisasi adalah kebutuhan mengembangkan pemerintahan lokal sebagai
institusi, yang dilihat warga setempat sebagai organisasi yang memberikan pelayanan, dan
sebagai unit pemerintahan yang mempunyai pengaruh.
5. Dengan desentralisasi berarti ada hubungan timbal balik, saling menguntungkan, dan
hubungan yang terkoordinasikan antar pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah.
Salah satu tugas utama dari pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat
(publik services) diberbagai bidang kehidupan. Keputusan Menpan No. 63 Tahun 2004
menyatakan bahwa hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada
masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi
3
Dalam Nugroho D. Riant; Otonomi Daerah: Desentralisasi Tanpa Revolusi – Kajian dan Kritik atas Kebijakan
Desentralisasi Indonesia.
5
Solihin Dadang, www.dadangsolihin.com
4. 4
masyarakat. Dalam memberikan pelayanan tersebut maka pemerintah dituntut untuk
menggunakan semua sumber daya yang ada, termasuk didalamnya membangun suatu sistem
agar pelayanan dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Pelayanan publik merupakan
tanggungjawab pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan untuk
pemenuhan terhadap hak-hak sipil masyarakat.
Salah satu tujuan dari proses desentralisasi adalah untuk mendekatkan pelayanan
pemerintah terhadap masyarakat atau dalam rangka efektifitas dan efisiensi pelayanan publik.
Proses desentralisasi diharapkan akan memperpendek jalur birokrasi sehingga pelayanan
kepada masyarakat akan lebih baik dan lebih cepat, khususnya yang terkait dengan pelayanan
dasar. Pelayanan dasar tersebut antara lain bidang pendidikan, kesehatan, penyediaan air
bersih, sanitasi, dan penciptaan iklim investasi6
. Agar fungsi pelayanan tersebut dapat
berjalan dengan baik maka diperlukan pula infrastruktur pelayanan yang baik dan memadai.
II. PEMBAHASAN PERKEMBANGAN DESENTRALISASI DALAM
MENDORONG PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA
Sejarah desentralisasi di Indonesia telah lama dengan adanya Undang-undang No.5
tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, namun belum menunjukkan
kemajuan yang berarti dan tidak sesuai dengan harapan. Keadaan ini dipengaruhi oleh sistem
pemerintahan pada masa orde baru dimana kendali pemerintahan dan kekuasaan sangat
didominasi oleh pemerintah pusat. Pemerintah Daerah hanya sebagai kepanjangan tangan
dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat, sehingga fungsi Pemerintah Daerah sebagai
pelayan masyarakat tidak bisa berperan maksimal. Kondisi tersebut berlanjut sampai dengan
terjadinya krisis ekonomi dan politik pada akhir tahun 1997, yang ditengarai salah satu
penyebabnya adalah penerapan desentralisasi yang belum diterapkan semestinya. Hal ini
menjadikan tuntutan masyarakat didaerah yang menginginka adanya keadilan, khususnya
dalam pendistribusian kekayaan antara pusat dan daerah.
Tuntutan masyarakat di daerah ini kemudian dijawab oleh Pemerintah Pusat dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dimana
desentralisasi dijalankan dengan konsep otonomi daerah. Namun Undang-Undang ini masih
banyak memperlihatkan kewenangan pemerintah pusat di dalamnya sehingga belum mampu
6
LGSP – USAID, Pembangunan dalam Manejemen Pelayanan Publik Daerah – Tantangan dan Peluang
Desentralisasi Pemerintahan Indonesia.
5. 5
menjawab aspirasi daerah yang semakin hari semakin nampak ketidakpuasannya kepada
pemerintah pusat. Otonomi daerah seharusnya memberikan kewenangan yang lebih luas
nyata dan bertanggungjawab kepada Pemerintah Daerah secara proporsional dalam
menjalankan pemerintahan didaerah dan pelayanan kepada masyarakat. Penyelenggaraan
desentralisasi dan otonomi daerah menuntut partisipasi dan kemandirian masyarakat daerah
tanpa mengabaikan prinsip persatuan negara dan bangsa dalam kerangka Megara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Salah seorang penggagas otonomi daerah yaitu Ryaas Rasyid (1998)7
mengemukakan
bahwa hal yang diharapkan dari otonomi daerah di Indonesia adalah pemberian pelayanan
publik yang lebih memuaskan, pengakomodasian partisipasi masyarakat, pengurangan beban
pemerintah pusat, penumbuhan kemandirian dan kedewasaan daerah serta penyusunan
program yang lebih sesuai dengan kebutuhan daerah. Dengan otonomi daerah, kepentingan,
kebutuhan dan kondisi masyarakat merupakan inspirasi pertama dan utama dalam setiap
langkah kegiatan pemerintah daerah. Ada tiga langkah yang tidak boleh diabaikan oleh
pemerintah daerah sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat dan representasi lokalitas,
yaitu: (1) harapan masyarakat, berkaitan dengan praktek, tradisi dan budaya lokal, baik
tentang peranan dan aktivitas pemerintah maupun tentang hubungan antara masyarakat dab
pemerintah daerahnya. (2) masalah yang dihadapi, berkaitan dengan hambatan dan
keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah ataupun masyarakat dalam memenuhi
harapannya dan (3) sumber daya yang dimiliki masyarakat, berkaitan dengan potensi yang
dimiliki oleh daerah dan masyarakat, baik dalam bentuk pemilikan faktor produksi maupun
dalam berkembangnya infrastruktur sipil (Mukhlis Hamsi, 1999)8
.
Sejak berlakunya otonomi daerah di Indonesia tahun 1999, beberapa kejadian penting
yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia yaitu:
- Demokrasi yang lebih luas di daerah melalui pemilihan langsung kepala daerah baik
Gubernur maupun bupati/walikota, di satu sisi membawa dampak positif dalam proses
demokrasi di Indonesia. Namun proses demokrasi ini disisi lain membawa juga dampak
negatif dibeberapa daerah dengan adanya kerusuhan-kerusuhan dan konflik horisontal
karena ketidakpuasan terhadap hasil pemilihan kepala daerah.
- Semakin berkembangnya daerah otonomi baru khususnya di tingkat kabupaten membawa
harapan akan semakin dekatnya pelayanan kepada masyarakat. Namun disisi lain
seringkali pemekaran wilayah ini hanya didorong oleh keinginan sebagian orang untuk
7
Dalam Maesaroh, Kebijakan desentralisasi dan pemberdayaan birokrasi lokal.
8
Dalam Maesaroh, Kebijakan desentralisasi dan pemberdayaan birokrasi lokal.
6. 6
memperoleh kekuasaan, sehingga tujuan mulia pembentukan daerah otonomi baru untuk
kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut kadang dikesampingkan.
- Otonomi daerah menurut pendapat beberapa pihak memunculkan “penguasa-penguasa” di
tingkat kabupaten/kota. Bupati/walikota yang merasa sebagai penguasa di daerah otonomi
tersebut seringkali mengabaikan unsur koordinasi dan kerjasama dengan pemerintahan
yang lebih tinggi yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Kondisi ini
menyebabkan kerjasama dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat menjadi tidak efisien dan kadang menjadi terhambat.
Desentralisasi dalam kerangka otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No.
22/1999 membawa konsekuensi bagi pemerintah daerah yaitu melaksanakan pembangunan
yang dijalankan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu pemerintah daerah
dituntut untuk memliki kemampuan manejerial yang baik dalam mengelola pembangunan di
daerah serta memiliki kemampuan teknis dalam proses implementasi dan eksekusi program-
program pembangunan. Demikian juga dalam manejemen pelayanan kepada publik yang
seharusnya menjadi lebih baik, harus benar-benar menjadi tujuan utama yang dimiliki oleh
semua komponen pemerintah di daerah. Pelayanan publik yang lebih baik merupakan salah
satu tujuan utama dari reformasi birokrasi di Indonesia dan juga merupakan tujuan dari
proses desentralisasi melalui sistem otonomi daerah.
Mouw (2013)9
mengemukakan beberapa situasi pelayanan publik di Indonesia pasca
desentralisasi, antara lain:
- Efektifitas pengorganisasian dan partisipasi publik dalam penyelenggaraan pelayanan
masih relatif rendah.
- Pelayanan publik juga dinilai masih belum responsif terhadap masyarakat berkebutuhan
khusus, termasuk terhadap kelompok rentan, masyarakat miskin dan komunitas adat
terpencil.
- Kondisi pelayanan publik di Indonesia masih diwarnai praktek kolusi, korupsi dan
nepotisme (KKN) serta sarat dengan paradigma korporatisme untuk mencari keuntungan
pribadi.
- Pelayanan publik juga dinilai masih cenderung menghambat investasi dan pertumbuhan
ekonomi karena masih belum adanya kepastian hukum, waktu dan biaya.
9
Erland Mouw (2013), Kualitas Pelayanan Publik di Daera – Sebuah Kajian Teoritis; Jurnal UNIERA Vol. 2 No. 2 -
2013
7. 7
Sebuah lembaga pemberi bantuan teknis dalam tata kelola pemerintahan yang baik yaitu
Local Government Support Program (LGSP) dalam buku laporannya tahun 2009
mengemukakan terdapat beberapa kendala penyediaan pelayanan publik di daerah pada era
desentralisasi di Indonesia, antara lain:
- Infrastruktur dan sumber daya merupakan modal utama dalam pemberdayaan pelayanan
publik yang baik khususnya di tingkat kabupaten/kota, namun demikian kelembagaan
dalam pelayanan publik masih mengalami keterbatasan dan sukar diatasi sehingga
menjadi kendala dalam memberikan pelayanan publik yang baik.
- Masih kurang konsistennya kerangka hukum dan peraturan perundangan bagi
desentralisasi pemerintahan, sehingga pemerintah kabupaten/kota sebagai pemberi
pelayanan publik terdepan masih harus berjuang untuk merumuskan dan melaksanakan
peran dan tanggungjawabnya kepada publik.
- Masih adanya inefisiensi birokrasi dimana sistem promosi jabatan dan kepangkatan di
birokrasi pemerintah daerah masih belum didasari sistem meritokrasi, sehingga banyak
pegawai pemerintah tidak merasakan perlunya reformasi dalam pelayanan publik karena
waktu mereka akan banyak tersita tanpa adanya imbalan kenaikan karir yang konkret
dalam tugas-tugas tersebut.
- Korupsi masih terus menjadi penghambat dalam tatakelola pemerintahan yang baik. Hal
ini karena undang-undang anti korupsi belum diimplementasikan dengan baik sehingga
masyarakat masih terus berhadapan dengan biaya tinggi serta inefisiensi kinerja dalam
penyediaan pelayanan publik.
- Proses pembuatan keputusan untuk demokrasi di pemerintah kabupaten/kota masih terus
bergulir pasca desentralisasi. Seringkali pemerintah daerah merasa masyarakat sebagai
pembuat kericuhan daripada sebagai mitra dalam pembangunan, sehingga usaha
membangun nilai tujuan bersama untuk peningkatan pelayanan publik berpotensi
mengalami kegagalan.
Walaupun faktor-faktor penghambat di atas menjadi halangan utama dalam manejemen
pelayanan publik pasca desentralisasi, hasil penelitian LGSP menemukan pula titik-titik cerah
terkait dengan minat dan bahkan dedikasi untuk reformasi di beberapa kabupaten/kota.
Beberapa kabupaten/kota di Indonesia terus berupa melakukan inovasi dan pembaharuan-
pembaharuan dalam upaya memberikan pelayanan publik yang semakin baik. Gagasan untuk
pembaharuan tidak hanya didorong oleh masih belum terjangkaunya pelayanan, tetapi juga
oleh beberapa faktor sebagai berikut:
8. 8
- Beberapa pemerintah daerah dan kelompok masyarakat menyadari bahwa perbaikan
dalam pelayanan publik tidak harus berarti pengalokasian anggaran yang besar, tetapi
lebih pada orientasi kuat terhadapa penerima pelayanan daerah dan keberpihakan pada
orang misikin. Bila dilaksanakan dengan benar dan tepat sasaran serta melibatkan
partisipasi aktif masyarakat maka perbaikan tersebut akan membawa hasil yang signifikan
terhadap kepuasan masyarakat.
- Adanya konvergensi gagasan, dimana gagasan-gagasan yang baik dari beberapa
pemimpin di daerah dipublikasikan secara masif, bahkan melalui program-program “talk
show”, sehingga para pemimpin di daerah yang tidak mendukung gagasan tersebut seperti
ketinggalan zaman.
- Perkembangan telekomunikasi memungkinkan masyarakat untuk mengakses dan meng-
update informasi. Masyarakat semakin cerdas dan mampu membandingkan kinerja antara
satu pemerintah dengan pemerintah lainnya dan memberikan kritik melalui media
informasi dan komunikasi yang tersedia.
Beberapa catatan penting peningkatan pelayanan publik sejak era desentralisasi yang telah
dikembangkan pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah
kabupaten/kota antara lain:
- Pemerintah daerah membentuk “Pelayanan Satu Atap atau Pelayanan Terpadu” dengan
tujuan peningkatan efisiensi dalam pemberian berbagai jenis layanan kepada publik.
- Ditetapkannya “Maklumat Pelayanan” yang merupakan pernyataan publik oleh unit
pelayanan daerah mengenai jaminan kualitas dan kuantitas pelayanan.
- Dibangunnya Sistem Pelayanan Informasi dan Pengaduan Masyarakat (SPIPM) yang
ditampilkan pada website beberapa pemerintah daerah sebagai saluran yang dapat
digunakan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi-aspirasi maupun keluhan-keluhan
terkait dengan pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah.
- Dibukanya layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Secara Elektronik (LPSE)
yang dewasa ini wajib dilakukan oleh seluruh pemerintah daerah di Indonesia.
III. KESIMPULAN
Desentralisasi di Indonesia dilaksanakan melalui Undang-undang nomor 22/1999
tentang otonomi daerah dengan pemberian sebagian kewenangan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah baik pemerintah provinsi mupun pemerintah kabupaten/kota. Hal ini untuk
9. 9
menjawab aspirasi masyarakat di daerah yang menginginkan adanya perbaikan-perbaikan
kesejahteraan dan pelayanan kepada publik.
Secara esensial dalam penyelenggaraan desentralisasi terdapat dua elemen penting
yang saling berkaitan, yaitu pembentukan daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara
hukum dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan menangani urusan
pemerintahan tertentu yang diserahkan. Jadi esensi dari otonomi sebenarnya lebih merupakan
kewajiban daripada hak, misalnya kewajiban daerah untuk berpartisipasi dalam pembangunan
sebagai sarana memberikan kesejahteraan kepada rakyat melalui pelayanan publik.
Namun demikian selama era desentralisasi masih ditemui berbagai kendala dan
tangtangan sehingga tujuan otonomi daerah untuk kesejhateraan masyarakat dan pelayanan
publik yang lebih baik masih belum terpenuhi. Berdasarkan beberapa penelitian dan
pengamatan yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah di
Indonesia memang telah membawa perubahan-perubahan dalam sistem pelayanan publik ke
arah yang lebih baik. Semakin pendeknya jalur birokrasi pemerintah dalam pemberian
layanan kepada masyarakat sudah mulai dirasakan. Namun demikian masih banyak faktor-
faktor yang menjadi penghambat dalam pemberian layanan yang lebih baik kepada publik.
Hal ini disebabkan oleh proses transformasi dan reformasi dalam birokrasi pemerintah
khususnya daerah otonomi yang belum dilaksanakan secara menyeluruh, sehinga perubahan
pola pikir aparat di daerah belum sejalan dengan semangat otonomi daerah.
IV. REKOMENDASI
Dari pembahasan dan kajian-kajian di atas, agar proses desentralisasi di Indonesia dengan
konsep otonomi daerah dapat mewujudkan pemberian pelayanan publik yang lebih baik, ada
tiga hal yang harus menjadi perhatian utama, yaitu:
1. Otonomi daerah harus diikuti dengan reformasi birokrasi yang menyeluruh sehingga
terjadi perubahan pola pikir pada seluruh aparat pemerintah di daerah dan tercipta suatu
budaya melayani dalam setiap aktifitas pemerintahan di daerah.
2. Penegakan hukum (law enforcement) harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya,
sehingga ada kepastian hukum baik bagi penyelenggara layanan publik maupun penerima
layanan publik.
3. Keterlibatan dan partisipasi aktif masyarakat, baik dalam proses perencanaan maupun
dalam implementasi pembangunan yang dilaksanakan di daerah.
4. Optimalisasi pengawasan dan pemeriksaan untuk mendorong tercapainya tujuan otonomi
daerah.
10. 10
Daftar Pustaka
Pembaruan; Pegangan Memahami Desentralisasi (beberapa pengertian tentang
desentralisasi), Yogyakarta, Januari, 2004.
Nugroho D. Riant; Otonomi Daerah: Desentralisasi Tanpa Revolusi – Kajian dan Kritik atas
Kebijakan Desentralisasi Indonesia.
Solihin Dadang, www.dadangsolihin.com
LGSP – USAID (2009), Pembangunan dalam Manejemen Pelayanan Publik Daerah –
Tantangan dam Peluang Desentralisasi Pemerintahan Indonesia, Jakarta
Maesaroh (2004), Kebijakan desentralisasi dan pemberdayaan birokrasi lokal; Jurnal Ilmu
Administrasi dan Kebijakan Publik Vol.1 No 2.
Erland Mouw, Kualitas Pelayanan Publik di Daera – Sebuah Kajian Teoritis; Jurnal
UNIERA Vol. 2 No. 2 - 2013